Post on 26-Aug-2019
JURNAL
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA MENGEDARKAN
SEDIAAN FARMASI TANPA MEMILIKI IZIN EDAR
(Studi Kasus Putusan Nomor: 111/Pid.B/2013/PN.Mtr)
Oleh:
BANI IRAWAN
D1A 012 072
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2017
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA MENGEDARKAN
SEDIAAN FARMASI TANPA MEMILIKI IZIN EDAR
(Studi Kasus Putusan Nomor: 111/PID.B/2013/PN.MTR)
Bani Irawan
(D1A 012 072)
Fakultas Hukum Universitas Mataram
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji Pertimbangan Hakim dalam
penjatuhan sanksi pidana dan Penerapan pidana terhadap pelaku Tindak Pidana
Mengedarkan Sediaan Farmasi Tanpa Memiliki Izin Edar dalam Putusan Nomor:
111/Pid.B/2013/PN.MTR. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
penelitian hukum normatif, dengan pendekatan Peraturan Perundang-Undangan,
Pendekatan Konseptual, dan Pendekatan Kasus. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa: Pertama, Dasar pertimbangan Hakim menjatuhkan sanksi pidana
Terhadap perempuan Pelaku Tindak Pidana Mengedarkan Sediaan Farmasi Tanpa
Memiliki Izin Edar menggunakan pertimbangan Yuridis dan pertimbangan Non-
Yuridis atau pertimbangan Sosiologis. Kedua, Penerapan Pidana Terhadap Tindak
Pidana Mengedarkan Sediaan Farmasi Tanpa Memiliki Izin Edar dalam Putusan
Nomor: 111/Pid.B/2013/PN.MTR dengan dakwaan tunggal yaitu, melanggar
Pasal 197 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Kata Kunci : Tindak Pidana, Sediaan Farmasi, Tanpa Izin Edar.
THE JURIDICAL REVIEW OF CIRCULATING PHARMACEUTICAL
SUPPLY CRIME WITHOUT HAVING CIRCULATION LICENCE
(Case Study of Decision Number: 111/PID.B/2013/PN.MTR)
ABSTRACT
This study aims to examine Judge Consideration in the imposition of
criminal sanctions and the application of criminal to perpetrators of Criminal Act
Circulating Pharmaceutical Products Without Having Circulation Permits in
Decision Number: 111 / Pid.B / 2013 / PN.MTR. The research method used is
normative law research method, with approach of Law and Regulation,
Conceptual Approach, and Case Approach. The results of the research indicate
that: Firstly, the basic consideration of the judge imposing criminal sanction on
the women of the perpetrators of criminal act of circulating pharmaceutical
preparations without possessing the authorization of edar using juridical and
non-juridical considerations or sociological considerations. Secondly, the
Application of Criminal Against Crime Distributing Pharmaceutical Supply
Without Having Circulation Permits in Decision Number: 111 / Pid.B / 2013 /
PN.MTR with a single indictment that is, violates Article 197 of Law Number 36
Year 2009 on Health.
Keywords : Crime, Pharmaceutical Preparation, Without Circulation Permission.
i
I. PENDAHULUAN
Banyaknya kasus peredaran obat ilegal atau sediaan farmasi tanpa izin edar
merupakan sebuah masalah yang harus ditindak lanjuti, karena hal tersebut sangat
meresahkan masyarakat dan berpotensi membahayakan kesehatan orang bagi
yang menggunakan produk tersebut dikarenakan obat yang diedarkan belum tentu
sesuai dengan komposisi bahan pembuatannya. Maraknya peredaran obat ilegal di
Indonesia membuktikan masih lemahnya pertahanan Indonesia dari serbuan hal-
hal yang membahayakan masyarakat. Membiarkan beredarnya obat ilegal sama
saja dengan membiarkan masyarakat menghadapi berbagai resiko buruk, sama
dengan membiarkan kejahatan berkembang di tengah masyarakat, dan
merendahkan martabat, serta harga diri bangsa di mata dunia. Hal ini juga terjadi
karena faktor yang berhubungan dengan adanya kesempatan terjadinya
kriminalitas baik pelanggaran-pelanggaran kecil maupun besar. Rumusan masalah
yang berkenaan dengan uraian tersebut adalah: 1. Bagaimanakah pertimbangan
hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana mengedarkan sediaan
farmasi tanpa memiliki izin edar dalam Putusan Nomor: 111/Pid.B/2013/PN.Mtr?
2. Bagaimanakah penerapan hukum pidana terhadap tindak pidana mengedarkan
sediaan farmasi tanpa memiliki izin edar dalam Putusan Nomor:
111/Pid.B/2013/PN.Mtr?. Manfaat yang diharapkan dalam Penelitian ini yaitu
Secara Akademis Untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai derajat S-1
program studi ilmu hukum pada Falkultas Hukum Universitas Mataram, Secara
Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran,
dalam ilmu pengetahuan tentang ilmu hukum khususnya dibidang ilmu hukum
ii
pidana dan secara Praktik Diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap
masyarakat khususnya masyarakat yang menjadi pengguna obat-obatan yang tidak
memiliki izin edar.. Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum
normatif, dimana penelitian hukum normatif disebut juga sebagai penelitian
hukum doktrinal dan metode yang digunakan adalah Pendekatan Perundang-
undangan (statue approach), Pendekatan Konsepsual (conceptual approach), dan
Pendekatan Kasus (case approach). Jenis Bahan Hukum yang digunakan adalah
Bahan Hukum Primer, Bahan Hukum Sekunder, dan Bahan Hukum Tersier.
Teknik atau cara pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah “Study
Document” dengan mengadakan penelaahan kepustakaan (library research),
menelusuri, membaca, mempelajari serta mengkaji berbagai literatur berupa
peraturan Perundang-Undangan, pendapat para sarjana, dan para ahli hukum yang
berdasarkan pengelompokan yang tepat, berkaitan dengan pokok permasalahan.
Analisis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode penafsiran (hermeneutik) hukum yaitu: Penafsiran
Gramatikan, Penafsiran sistematis, dan Penafsiran Ekstensif. Dengan
menggunakan berbagai penafsiran di atas, kemudian menghubungkan dengan
teori-teori yang berhubungan dengan masalah, dan akhirnya menarik suatu
kesimpulan yang disusun secara deduktif yaitu menyimpulkan dari hal-hal yang
bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus.
iii
II. PEMBAHASAN
Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Pelaku
Tindak Pidana Mengedarkan Sediaan Farmasi Tanpa Memiliki Izin Edar
(Putusan Nomor: 111/Pid.B/2013/PN.Mtr)
Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam menentukan
terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung keadilan (ex aequo
et bono) dan mengandung kepastian hukum, di samping itu juga mengandung
manfaat bagi para pihak yang bersangkutan sehingga pertimbangan hakim ini
harus disikapi dengan teliti, baik, dan cermat. Apabila pertimbangan hakim tidak
teliti, baik, dan cermat, maka putusan hakim yang berasal dari pertimbangan
hakim tersebut akan dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi/Mahkamah Agung.1
Pertimbangan Hakim di dalam Persidangan
Pertimbangan Yuridis
Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim yang
didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap di dalam persidangan dan oleh
undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat dalam
putusan. Pertimbangan yang bersifat yuridis diantaranya Dakwaan jaksa
penuntut umum, Keterangan Saksi, Keterangan Terdakwa, dan Barang-barang
bukti.2
1 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, cet V ,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004, hlm. 140. 2 Marlina, Hukum Penitensier, Refika Aditama, Bandung, 2011. hlm 146 dan
147.
iv
Pertimbangan Sosiologis
Pertimbangan sosiologis adalah pertimbangan hakim yang menggunakan
pendekatan-pendekatan terhadap latar belakang, kondisi sosial ekonomi dan
nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dalam menjatuhkan suatu putusannya.
Dalam kententuan Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman menjelaskan sebagai berikut:3 “Hakim dan
hakim konstitusi wajib mengadilii, mengikuti dan memahami nilai-nilai
hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.”
Maksudnya adalah hakim dalam memutus suatu perkara tidak boleh hanya
mempertimbangkan aspek hukumnya saja melainkan hakim harus
mempertimbangkan dari sudut aspek sosiologisnya.
Dalam ketentuan Pasal 8 ayat (2) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa:4 “Dalam
mempertimbangkan berat ringannya pidana hakim wajib memberlihatkan
sifat yang baik dan yang jahat dari para terdakwa.”
Artinya, dalam menatuhkan putusan terhadap para terdakwa hakim wajib
menggali informasi yang berkaitan dengan kebiasaan-kebiasaan atau
kepribadian pada terdakwa kepada masyarakat untuk menjadikan sebagai
dasar dalam menjatuhkan pidana terhadap pada terdakwa. Bahwa untuk
menjatuhkan pidana terhadap terwakwa, Majelis Hakim terlebih dahulu akan
mempertimbangkan hal-hal yang dapat memberatkan dan yang dapat
meringankan terdakwa guna penerapan pidana yang sitimpal dengan
perbuatannya tersebut. Adapun pertimbangan ini terdiri dari: 1. Hal-hal yang
memberatkan: a. Perbuatan terdakwa berpotensi membahayakan orang lain. 2.
3 Indonesia, Undang-Undang Tentang Kekuasaan Kehakiman, Nomor 48 Tahun
2009. 4 Ibid
v
Hal-hal yang meringankan: a. Terdakwa belum pernah dihukum. b. Terdakwa
mengakui terus terang perbuatannya sehingga memperlancar jalannya
persidangan. Uraian pertimbangan hakim di atas merupakan dasar bagi hakim
dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Winda Angriawan Ang sebagai
pelaku tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa memiliki izin edar.
Analisis Penyusun
Adapun fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan yang dijadikan dasar
pertimbangan hakim dalam putusan pengadilan No:111/Pid.B/2013/PN.Mtr.
yakni sebagai berikut: Fakta-fakta yang terungkap di dalam persidangan,
mengenai kemampuan bertanggungjawab secara hukum dari terdakwa yaitu :
terdakwa tidak cacat jiwanya atau terganggu jiwanya karena penyakit (Pasal
44 KUHP), terdakwa bukan orang yang berusia dibawah 16 tahun (Pasal 45
KUHP), tidak berada di bawah pengaruh daya paksa (Pasal 47 KUHP), dan
terdakwa tidak karena melakukan tindak pidana karena ketentuan peraturan
perundang-undangan (Pasal 50 KUHP), dapat berkomunikasi dengan baik
dan menjawab/menanggapi pertanyaan yang diajukan kepadanya sehingga
dengan demikian dianggap sebagai subjek hukum yang memiliki sehat
jasmani dan rohani. keadaan sehat jasmani dan rohani. . Hal ini dapat
diketahui bahwa Terdakwa Winda Angriawan Ang berusia 43 (Empat puluh
tiga) tahun dihadapkan di persidangan dalam keadaan sehat jasmani dan
rohani. Selanjutnya berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan
bahwa terdakwa didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan tunggal
yaitu Pasal 197 UU Nomor : 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Selanjutnya
vi
berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan terdakwa melakukan
tindak pidana yaitu mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar. Dampak
terhadap masyarakat sebagaimana tindak pidana yang dilakuka terdakwa
adalah Perbuatan Terdakwa telah meresahkan masyarakat, akan ditakutkan
apabila tindak pidana ini terus menerus terjadi dalam masyarakat hal ini dapat
menyebabkan kerugian bagi kesehatan masyarakat apabila obat atau sediaan
farmasi yang belum memiliki izin edar, karena produk tersebut belum
diketahui mutu, keamanan, dan kemanfaatannya.
vii
Penerapan Pidana Terhadap Tindak Pidana Mengedarkan Sediaan
Farmasi Tanpa Memiliki Izin Edar (Putusan Nomor:
111/Pid.B/2013/PN.Mtr)
Penegakan hukum terhadap kejahatan di Indonesia yaitu dalam hal
pemidanaan, khususnya terhadap tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi
tanpa izin edar merujuk pada pendekatan norma hukum yang bersifat
menghukum pelaku sehingga dapat memberikan efek jera. Oleh karena tindak
pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar merupakan sebuah
bentuk kejahatan, maka dari itu dibentuklah perangkat undang-undang yang
mengatur sanksi pidana bagi para pelaku peredaran ilegal sediaan farmasi
sebagaimana yang telah diatur didalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan. Dengan dibentuknya undang-undang tentang
Kesehatan tersebut, maka hal ini dapat menjadi salah satu dasar pertimbangan
dalam hal penjatuhan pidana oleh hakim atas tindak pidana mengedarkan
sediaan farmasi tanpa izin edar yang dilakukan oleh terdakwa.
Kasus Posisi; Berawal ketika terdakwa yang sehari-hari bekerja sebagai
pengelola Toko Obat ”Tjin Tjin Lima” membeli beberapa jenis obat-
obatan cina diantaranya salep gatal Pi Kang Wang, obat batuk Ke Ong,
Stud 007 cream laki-laki, obat kuat Srigala dan lain sebagainya dari
seorang sales yang datang langsung ke Toko Obat ” Tjin Tjin Lima ”
seharga Rp. 800.000,- (delapan ratus ribu rupiah) dengan maksud
memenuhi pesanan teman terdakwa yang bernama Sdri. Eni bertempat
tinggal di Sulawesi dan sebagian lagi untuk dijual kepada pelanggan yang
menginginkan obat-obat cina tersebut. Selanjutnya pada hari Rabu
viii
tanggal 5 September 2012 sekira jam 09.00 Wita, saat saksi I Nyoman
Sudastra dan petugas Balai Besar POM Mataram lainnya beserta petugas
kepolisian dari Polda NTB, diantaranya saksi Muhammad Amirul Alam
melakukan Operasi Gabungan Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal
di Toko Obat ”Tjin Tjin Lima” yang dikelola oleh terdakwa, saat itu saksi
I Nyoman Sudastra dan saksi Muhammad Amirul Alam menjumpai saksi
Apriandi yang sedang membeli obat kuat Luquan, lalu saksi I Nyoman
Sudastra memeriksa obat tersebut dan ternyata tidak memiliki Nomor Izin
Edar. Selanjutnya dengan menunjukkan terlebih dahulu Surat Tugas
kepada terdakwa, lalu saksi I Nyoman Sudastra dan petugas Balai Besar
POM Mataram lainnya beserta petugas kepolisian dari Polda NTB,
diantaranya saksi Muhammad Amirul Alam langsung melakukan
pemeriksaan dan penggeledahan di Toko Obat ”Tjin Tjin Lima” dan
ternyata ditemukan 16 (enam belas) item obat tradisional (obat cina) tanpa
izin edar yang tersimpan dalam laci dibawah meja kasir, diantaranya
terdapat jenis kapsul Luquan yang sama seperti obat kuat yang telah
dibeli oleh saksi Apriandi di Toko Obat ” Tjin Tjin Lima ” tidak lama
sebelum petugas melakukan pemeriksaan dan penggeledahan.
Dakwaan Jaksa Penuntut Umum; Surat Dakwaan adalah sebuah akta
yang dibuat oleh penuntut umum yang berisi perumusan tindak pidana
yang didakwakan kepada terdakwa berdasarkan kesimpulan dari hasil
penyidikan. Surat dakwaan merupakan senjata yang hanya bisa digunakan
oleh Jaksa Penuntut Umum berdasarkan atas asas oportunitas yang
ix
memberikan hak kepada jaksa penuntut umum sebagai wakil dari negara
untuk melakukan penuntutan kepada terdakwa pelaku tindak pidana.
Terdakwa didakwa oleh Penuntut Umum berdasarkan surat dakwaan
Penuntut Umum No. Reg. Perkara: PDM-39/02/2013. Dalam Putusan
Pengadilan Negeri Mataram Nomor: 111/Pid.B/2013/PN.MTR bentuk
dakwaannya adalah bentuk dakwaan tunggal. Dalam surat dakwaan ini
hanya satu tindak pidana saja yang didakwakan dan tidak ada
kemungkinan atau ditemukan tindak pidana lainnya yang bisa di
dakwakan terhadap terdakwa.
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum; Tuntutan jaksa penuntut umum
diajukan oleh penuntut umum setelah pemeriksaan disidang pengadilan
dinyatakan selesai, sesuai dengan Pasal 182 ayat 1 KUHAP yang
menyatakan bahwa surat tuntutan dibacakan setelah proses pembuktian di
persidangan pidana selesai dilakukan. Tuntutan penuntut umum pada
pokoknya adalah menuntut agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Mataram dapat menjatuhkan Putusan. Isi tuntutan jaksa penuntut umum
pada pokoknya sebagai berikut: 1. Menyatakan terdakwa WINDA
ANGRIYAWAN ANG telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana ”Dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan sedian farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki
izin edar”, 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa WINDA
ANGRIYAWAN ANG dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun
dengan masa percobaan 2 (dua) tahun Dan denda sebesar Rp. 1.500.000,-
x
(satu juta lima ratus ribu rupiah) subsidiair 2 (dua) bulan kurungan; 3.
Menetapkan barang bukti berupa : 16 (enam belas) item obat tradisional
tanpa izin edar, Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya
perkara sebesar Rp.2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah).
Amar Putusan; Setelah memperhatikan tuntutan pidana dari jaksa
penuntut dan pembelaan dari penasehat hukum para terdakwa, maka
majelis hakim menjatuhkan putusan perkara yang berisi: 1. Terdakwa
WINDA ANGRIYAWAN ANG telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja
mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memiliki izin edar”; 2.
Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut oleh karena itu dengan
pidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan dan denda sebesar
Rp.1.000.000,- ( satu juta rupiah ) dengan ketentuan apabila denda tidak
dibayar diganti dengan hukuman kurungan selama 1(satu) bulan; 3.
Memerintahkan bahwa pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali
dikemudian hari sebelum masa percobaan selama 1 (satu) tahun berakhir,
terdakwa melakukan suatu tindak pidana lagi; 4. Merampas dan
memusnahkan 16 (enam belas) item obat tradisional tanpa izin edar, 5.
Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp.2.500. (dua
ribu lima ratus rupiah).
Analisis Penyusun; Dalam kasus ini terdakwa WINDA ANGRIYAWAN
ANG dikenakan pasal 197 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Untuk membuktikan tuntutan jaksa penuntut umum bahwa terdakwa
xi
melakukan tidak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa memiliki izin
edar. Adapun unsur-unsur tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi
tanpa memiliki izin edar adalah sebagai berikut: 1) Unsur Setiap orang; 2)
Unsur Dengan sengaja; 3) Unsur Memproduksi atau mengedarkan; 4)
Unsur Sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin
edar. Berdasarkan keseluruhan uraian–uraian diatas yang kesemuanya
didasarkan atas fakta–fakta yang terungkap dalam pemeriksaan
dipersidangan baik melalui keterangan saksi, barang bukti maupun
petunjuk yang diajukan dalam persidangan yang dibenarkan oleh para
saksi dan terdakwa, maka pasal yang didakwakan telah terbukti, dengan
demikian terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan
tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa memiliki izin edar, oleh
karena itu kepada terdakwa patut diberi sanksi atau hukuman yang sesuai
dengan perbuatannya karena dalam fakta dipersidangan tidak ditemukan
adanya hal-hal yang dapat dijadikan pertimbangan untuk memaafkan atau
membenarkan perbuatannya.
xii
III. PENUTUP
Berdasarkan hasil penilitian Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana
Mengedarkan Sediaan Farmasi Tanpa Memiliki Izin Edar(Studi Kasus Putusan
Nomor: 111/Pid.B/2013/Pn.Mtr) adalah sebagai berikut: 1. Pertimbangan hakim
dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa di dasarkan pada dua bentuk yaitu,
pertimbangan yuridis yang meliputi fakta-fakta yang terungkap dalam proses
persidangan yang merupakan konklusi dari keterangan terdakwa, saksi, dan alat
bukti. Sedangkan pertimbangan Non-Yuridis atau pertimbangan Sosiologis
meliputi hal-hal yang dapat meringankan terdakwa, antara lain terdakwa belum
pernah dihukum, dan terdakwa mengakui terus terang perbuatannya sehingga
memperlancar jalannya persidangan, sedangkan hal-hal yang memberatkan adalah
perbuatan terdakwa berpotensi membahayakan kesehatan orang lain. 2. Penerapan
atau wujud dari pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana mengedarkan sediaan
farmasi tanpa izin edar pada putusan Nomor: 111/Pid.B/2013/PN.Mtr.
Menyatakan bahwa, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah
melakukan tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar. Dalam
kasus ini, dakwaan yang dikenakan adalah Pasal 197 Undang-undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dengan terpenuhinya unsur–unsur tindak pidana
tersebut, maka terdakwa harus mempertanggung jawabkan perbuatannya, sesuai
dengan putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim, maka terdakwa harus
menjalani pidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan dan membayar denda yang
dijatuhkan hakim sebesar Rp. 1.000.000 (Satu Juta Rupiah). Akhir penyusunan
skripsi ini, maka penyusun menyampaikan Saran Yaitu: 1. Hendaknya jaksa
xiii
penuntut umum harus lebih mengedepankan Kepastian Hukum, Keadilan dan
Kemanfatan dalam mengajukan tuntutan pidana kepada terdakwa. Hal ini sangat
penting dilakukan untuk dapat menimbulkan efek jera dan dapat mencegah agar si
pelaku tidak mengulangi perbuatannya. 2. Dalam menjatuhkan putusan majelis
hakim harus memperhatikan fakta-fakta yang timbul pada saat persidangan. Selain
itu dalam menjatuhkan putusan hakim harus mempertimbangkan kondisi terdakwa
berdasar faktor yang memberatkan atau meringankan sehingga menciptakan
keadilan di dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Marlina. Hukum Penitensier, Refika Aditama, Bandung, 2011.
Mukti Arto. Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Cet V, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2004.
Sudarto. Hukum dan Hukum Pidana. Alumni, Bandung, 1982.
Peraturan-peraturan
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945.
Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Indonesia, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.