ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

69
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM MEMORI KASASI YANG DIDASARKAN TERDAPATNYA DISPARITAS PIDANA (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2839 K/ PID.SUS/ 2010) Penulisan Hukum ( Skripsi ) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh SRI LESTARI HANDAYANI NIM. E1107214 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Transcript of ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

Page 1: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA

DALAM MEMORI KASASI YANG DIDASARKAN

TERDAPATNYA DISPARITAS PIDANA

(STUDI KASUS DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG

NOMOR 2839 K/ PID.SUS/ 2010)

Penulisan Hukum

( Skripsi )

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna

Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh

SRI LESTARI HANDAYANI

NIM. E1107214

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

Page 3: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

Page 4: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : SRI LESTARI HANDAYANI

NIM : E1107214

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum ( skripsi ) berjudul :

”ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM

MEMORI KASASI YANG DIDASARKAN TERDAPATNYA DISPARITAS

PIDANA (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG

NOMOR 2839 K/ PID.SUS/ 2010)” adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal

yang bukan karya saya dalam penulisan hukum ( skripsi ) ini diberi tanda citasi

dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti

pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik

berupa pencabutan penulisan hukum ( skripsi ) dan gelar yang saya peroleh dari

penulisan hukum ( skripsi ) ini.

Surakarta, Maret 2011

Yang membuat pernyataan

SRI LESTARI HANDAYANI

NIM. E1107214

Page 5: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

ABSTRAK

Sri Lestari Handayani, E1107214. 2011. ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM MEMORI KASASI YANG DIDASARKAN TERDAPATNYA DISPARITAS PIDANA (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2839 K/ PID.SUS/ 2010). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian argumentasi hukum terdakwa dalam mengajukan kasasi berdasarkan adanya disparitas pidana dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), mengetahui pertimbangan hakim kasasi dalam menilai pengajuan kasasi terdakwa yang didasarkan adanya disparitas pidana.

Penulisan hukum ini termasuk dalam penulisan hukum normatif yang bersifat preskriptif dengan menggunakan pendekatan kasus. Jenis bahan hukum yang digunakan adalah jenis bahan hukum sekunder dengan menggunakan sumber bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Sumber bahan hukum primer berupa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDRI Tahun 1945), Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Putusan Mahkamah Agung Nomor. 2839 K/ Pid.Sus/ 2010, sumber bahan hukum sekunder berupa buku-buku, karya ilmiah, makalah, artikel, sumber dari internet yang terkait, dan sumber bahan hukum tersier berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus hukum. Teknis analisis bahan hukum adalah dengan menggunakan analisis deduksi yaitu menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil simpulan bahwa pengajuan permohonan kasasi yang didasarkan alasan disparitas pidana tidak dapat dibenarkan menurut Undang-Undang karena tidak sesuai dengan alasan pengajuan kasasi yang tercantum dalam Pasal 253 ayat (1) Kiitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sekalipun alasan disparitas dapat digunakan dalam alasan pengajuan kasasi hal tersebut berkaitan penilaian hasil pembuktian, dan penjatuhan pidana merupakan kompetensi judex facti, bukan kompetensi judex juris dan bukan alasan formal kasasi. Selain itu yang dimaksud perkara yang sama dalam disparitas tidak hanya tindak pidananya saja, akan tetapi mempertimbangkan unsur- unsur yang lain karena setiap perkara tindak pidana dalam proses peradilan tentunya ada hal-hal yang meringankan dan memberatkan. Kata Kunci: Alasan Kasasi, disparitas pidana, Pasal 253 ayat (1) KUHAP

Page 6: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

ABSTRACT Sri Lestari Handayani, E1107214. 2011. A JURIDICAL ANALYSIS ON LAW ARGUMENTATION OF THE ACCUSED IN THE MEMORY OF APPEAL TO THE SUPREME COURT (KASASI) BASED ON THE PRESENCE OF CRIMINAL DISPARITY (A CASE STUDY ON SUPREME COURT’S VERDICT NUMBER 2839 K/PID.SUS/2010). Law Faculty of Sebelas Maret University.

This research aims to find out the compatibility of the defendant’s law argumentation in appealing to the Supreme Court based on the presence of punishment disparity and the provision of Criminal Procedural Law Code (KUHAP), and to find out the appeal judge’s rationale in assessing the defendant’s appeal based on the punishment disparity.

This writing belongs to a normative law research that is prescriptive in nature using case study approach. The type of law material used was secondary law material using primary, secondary and tertiary law material sources. The primary law material sources included Republic of Indonesia’s 1945 Constitution (UUDRI 1945), Criminal Procedural Law Code (KUHAP), Supreme Court’s Verdict Number 2839 K/PID.SUS/2010, while the secondary one included books, scientific works, papers, articles, relevant sources from the internet, and the tertiary one include Indonesian Big Dictionary (KBBI) and legal dictionary. Technique of analyzing law material used was deductive analysis.

Considering the result of research, it can be concluded that the proposal of appeal to Supreme Court based on criminal disparity rationale cannot be justified by the Act because it is not consistent with the rationale of appeal to Supreme Court proposal included in the Article 253 clause (1) of Criminal Procedural Law Code (KUHAP). Although disparity rationale can be used in such appeal to Supreme Court proposal, it relates to the authentication result assessment and punishment imposition is judex facti competency, not judex juris competency, and no formal reason of appeal to Supreme Court. In addition, what means by the same cases in disparity is not only the crime, but also considering other elements because each criminal case in the trial process has alleviating and aggravating factors. Keywords: Rationale of appeal to Supreme Court, criminal disparity, Article 253

clause (1) of KUHAP

Page 7: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

MOTTO

Sesungguhnya ALLAH SWT tidak akan merubah nasib suatu kaum

apabila mereka sendiri tidak merubahnya

(QS. AR-Ro’ad :11)

Kasih sayang tanpa kekuatan adalah kelemahan, kekuatan tanpa kasih

sayang adalah kezaliman

(Shovinji Kempo)

Tuntutlah ilmu tetapi tidak melupakan ibadah dan kerjakanlah ibadah

tetapi tidak boleh melupakan ilmu

(David J. Schwartz)

Pendidikan akan berhasil dengan baik apabila ada kerjasama antara

anak, orangtua, dan guru

(K.H. Dewantara)

Page 8: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan sebagai wujud syukur, cinta dan

terima kasih kepad a:

1. Allah SWT sang penguasa alam atas segala karunia, rahmat dan

nikmat yang telah diberikan-Nya;

2. Nabi Muhammad SAW, sebagai Uswatun Hasanah yang telah

memberi suri tauladan yang baik bagi umatnya;

3. Ayahanda Slamet Setyoraharjo dan Ibunda Sri Muryani yang telah

memberikan kasih sayang yang tiada duanya kepada penulis;

4. Kakakku Andry Dwi Prasetya, Sri Palupi, Sri Susilowati serta

Keponakanku Nadine Phalosa Syaima, dan Adikku Sri Kayatri;

5. Mas Ardhy yang telah memberikan dukungan serta semangat

kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini;

6. Sahabat-sahabatku yang telah membantu dalam penulisan skripsi

ini dan juga untuk kekompakan selama ini (Dewi A.H., Pandu,

Ginanjar, Topik, Tangguh, dll.);

7. Teman-teman Fakultas Hukum UNS angkatan 2007;

8. Semua pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi

ini;

9. Almamaterku, Fakultas Hukum UNS, yang telah memberi bekal ilmu

pengetahuan dan pengalaman untuk menghadapi kehidupan yang

sesungguhnya.

Page 9: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut Asma Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, serta

diiringi rasa syukur kehadirat Illahi Rabbi, penulisan hukum (Skripsi) yang

berjudul “ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM PENUNTUT

UMUM DALAM MEMORI KASASI YANG DIDASARKAN

TERDAPATNYA DISPARITAS PIDANA (STUDI KASUS DALAM

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2839 K/ PID.SUS/ 2010)” dapat

penulis selesaikan dengan lancar.

Penyusunan penulisan hukum skripsi ini mempunyai tujuan yang utama

untuk melengkapi salah satu syarat dalam mencapai derajat sarjana (S1) dalam

bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan hukum ini tidak luput dari

kekurangan, baik dari segi materi yang disajikan maupun dari segi analisanya,

namun penulis berharap bahwa penulisan hukum ini mampu memberikan manfaat

baik bagi penulis maupun bagi pembacanya.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang

tulus kepada semua pihak yang telah membantu baik materiil maupun non

materiil, sehingga penulisan hukum (Skripsi) ini dapat diselesaikan, terutama

kepada :

1. Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya;

2. Nabi Muhammad SAW, semoga penulis dapat istiqomah dijalan-Nya hingga

akhir jaman;

3. Bapak Muhammad Jamin, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan ijin dan kesempatan

kepada penulis untuk dapat melaksanakan Penulisan Hukum ini;

4. Pembantu Dekan I, yang telah membantu dalam pemberian ijin dilakukannya

penulisan hukum ini;

5. Bapak Edy Herdyanto S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Acara

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah memfasilitasi dalam

penulisan hukum ini;

Page 10: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

6. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.Hum. selaku pembimbing skripsi dalam

penulisan hukum ini yang telah bersedia menyediakan waktu dan pikirannya

untuk memberikan bimbingan dan arahan bagi penulis;

7. Bapak Harjono, S.H., M.H., selaku Ketua Program Non Reguler yang telah

ikut berkontribusi dalam penulisan hukum ini;

8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang tidak dapat

saya sebutkan satu persatu, atas semua ilmu pengetahuan yang tiada terkira

berharganya bagi hidup dan kehidupan penulis;

9. Seluruh Pimpinan dan Staf Administrasi Fakultas Hukun Universitas Sebelas

Maret, atas semua kemudahan, fasilitas serta kesempatan-kesempatan yang

telah diberikan;

10. Pengelola Penulisan Hukum (PPH) Fakultas Hukum UNS;

11. Semua keluargaku, kakakku Mas Andry, Mbak upik, Mbak Wati, adikku

Kayatri, serta ponakanku Nadine Palhosa Syaima terutama ayah dan ibuku

Bapak Slamet Setyoraharjo dan Ibu Sri Muryani yang selalu memberikan

cinta, kepercayaan, nasehat, dorongan, bantuan dan doa yang tiada henti,

semangat, salah satu motivatorku untuk segera lulus;

12. Mas Ardhy, Taufik, Dewik A.H., Ginanjar, Pandu yang telah banyak

berkontribusi dalam penyusunan skripsi ini memberikan pemikiran dalam

skripsi ini, membantu, memberikan semangat untuk segera lulus;

13. Seluruh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

khususnya angkatan 2007 terima kasih semangat yang telah diberikan kepada

saya;

14. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas semua

bantuan baik materiil maupun imateriil.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan hukum ini masih jauh

dari sempurna, mengingat keterbatasan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu

dengan lapang dada penulis ingin mengharapkan segala saran dan kritik yang

bersifat membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan penulisan hukum ini.

Page 11: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

Demikian, mudah-mudahan penulisan hukum ini dapat memberikan

manfaat bagi kita semua, terutama untuk penulis, akademis, praktisi serta

masyarakat umum.

Surakarta, Maret 2011

Sri Lestari Handayani

NIM. E1107214

Page 12: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................................ iii

HALAMAN PERNYATAAN ....................................................................................... iv

ABSTRAK .................................................................................................................... v

ABSTRACT ................................................................................................................... vi

HALAMAN MOTTO .................................................................................................... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................................... viii

KATA PENGANTAR ................................................................................................... ix

DAFTAR ISI .................................................................................................................. xii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................. 6

C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 7

D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 7

E. Metode Penelitian .................................................................................. 8

F. Sistematika Penulisan Hukum ............................................................... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori ...................................................................................... 14

1. Tinjauan Tentang Disparitas Pidana ................................................ 14

a. Pengertian Disparitas Pidana ..................................................... 14

b. Dampak Disparitas Pidana ......................................................... 14

c. Faktor-faktor Penyebab Disparitas Pidana ................................. 15

d. Usaha intuk Menekan Disparitas Pidana .................................. 16

2. Tinjauan Tentang Argumentasi Hukum ........................................... 16

a. Pengertian Argumentasi Hukum ................................................ 16

b. Teori Argumentasi Hukum ........................................................ 18

Page 13: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

3. Tinjauan Tentang Upaya Hukum Kasasi ........................................ 19

a. Pengertian Upaya Hukum Kasasi ............................................... 19

b. Tujuan Upaya Hukum Kasasi .................................................... 20

c. Alasan Upaya Hukum Kasasi ..................................................... 21

4. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Narkotika ................................... 24

a. Pengertian Tindak Pidana .......................................................... 24

b. Pengertian Tindak Pidana Narkotika ......................................... 25

5. Tinjauan Tentang Kekuasaan Kehakiman ....................................... 28

a. Pengertian Kekuasaan Kehakiman............................................. 28

b. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman .................................. 28

c. Definisi Hakim ........................................................................... 29

d. Kewajiban Hakim ...................................................................... 30

e. Pengawasan Hakim .................................................................... 31

f. Kedudukan Hakim yang Bebas dan Tidak Memihak ................ 31

g. Faktor Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Berat

Ringannya Putusan Pemidanaan ................................................. 31

B. Kerangka Pemikiran ............................................................................... 33

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kesesuaian Argumentasi Hukum Terdakwa dalam Mengajukan

Kasasi Berdasarkan Adanya Disparitas Pidana dengan Ketentuan

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ...................... 37

B. Pertimbangan Hakim Kasasi dalam Menilai Pengajuan Kasasi

Terdakwa yang Didasarkan Adanya Disparitas Pidana ........................ 47

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan ................................................................................................. 54

B. Saran-Saran ............................................................................................ 55

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 14: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Page 15: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum Acara Pidana merupakan suatu sistem kaidah atau norma yang

diberlakukan oleh negara, dalam hal ini oleh kekuasaan kehakiman, untuk

melaksanakan Hukum Pidana (materiil), dimana dalam tindak pidana dibuktikan

dengan adanya proses penyelidikan, penyidikan, penahanan, penuntutan,

praperadilan, pemeriksaan sidang, pembuktian, kemudian putusan pengadilan yang

dilakukan oleh hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang oleh Undang-

Undang untuk mengadili. Dan apabila terdapat ketidakpuasan terhadap putusan

pengadilan yang tidak memuaskan terdakwa atau penuntut umum, maka dapat

diajukan upaya hukum.

Upaya hukum dapat dilakukan oleh terdakwa atau penuntut umum terhadap

putusan pengadilan pada tingkat Pengadilan Negeri dengan mengajukan banding,

kecuali terhadap putusan bebas. Apabila terdakwa atau penuntut umum tidak

menerima putusan Pengadilan Tinggi, maka dapat mengajukan upaya hukum kasasi.

Upaya hukum banding dan kasasi merupakan upaya hukum biasa yang diatur dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Bab XVII. Menurut Pasal

244 KUHAP putusan perkara pidana yang dapat diajukan permohonan pemeriksaan

kasasi adalah semua putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh

pengadilan kecuali terhadap putusan Mahkamah Agung sendiri dan putusan bebas

(M. Yahya Harahap, 2002: 542). Pemohon kasasi wajib mengajukan memori kasasi.

Hal ini bersifat imperatif karena tanpa memori kasasi permohonan kasasi dianggap

tidak memenuhi syarat. Akibatnya permohonan kasasi dianggap tidak sah.

Berbagai upaya hukum tersebut diadakan untuk menjamin hak asasi

manusia sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

Tahun 1945 (UUD RI 1945). Karena hakim adalah manusia biasa yang dapat

Page 16: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

melakukan kesalahan dan juga kekhilafan, jaminan dan perlindungan hak-hak asasi

manusia, pemisahan dan pembagian kekuasaan dalam Negara, serta pemerintahan

berdasarkan hukum tersebut harus dijamin dalam suatu konstitusi. Selain itu

konstitusi tersebut harus pula menjamin kemerdekaan warga Negara untuk

mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan, menjamin kemerdekaan

berserikat dan berkumpul dan sebagainnya, dengan kata lain harus menjamin

kehidupan berdemokrasi.

Untuk itu semua harus ada lembaga yang bertugas menegakkan konstitusi,

demokrasi dan hukum, yaitu lembaga kekuasaan kehakiman. Menurut Pasal 24 ayat

(1) UUD RI Tahun 1945, kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh sebuah

Mahkamah Agung dan lain-lain Badan Kehakiman menurut Undang-Undang.

Kekuasaan Kehakiman sebagai suatu kekuasaan negara yang bebas dan merdeka di

satu sisi membawa dampak yang sangat positif terhadap upaya penegakan hukum di

Indonesia. Dalam hal ini, hakim menjadi suatu badan yang independen dan

putusannya tidak dapat dipengaruhi oleh badan-badan atau kekuasaan lain.

Tetapi di sisi lain, kebebasan hakim dalam menjatuhkan putusannya

ternyata juga membawa suatu dampak negatif yaitu munculnya disparitas pidana itu

sendiri. Disparitas Pidana (Disparity of Sentencing) dalam hal ini adalah penerapan

pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang sama (Same Offence) atau

terhadap tindak-tindak pidana yang sifat berbahayanya dapat diperbandingkan

(Offences of Comparable Seriousness) tanpa dasar pembenaran yang jelas

(http://library.usu.ac.id/index.php?option=comjournals&sf=keyword&keyword=Huk

um%20pidana&task=search.).

Sepintas terlihat bahwa disparitas pidana merupakan bentuk dari

ketidakadilan yang dilakukan hakim kepada para pencari keadilan. Masyarakat

tentunya akan membandingkan putusan hakim secara general dan menemukan bahwa

disparitas telah terjadi dalam penegakkan hukum di Indonesia. Disparitas pidana ini

pun membawa problematika tersendiri dalam penegakan hukum di Indonesia. Di satu

Page 17: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

sisi pemidanaan yang berbeda, disparitas pidana merupakan bentuk dari diskresi

hakim dalam menjatuhkan putusan, tapi di sisi lain pemidanaan yang berbeda,

disparitas pidana ini pun membawa ketidakpuasan bagi terpidana bahkan masyarakat

pada umumnya.

Muncul pula kecemburuan sosial dan juga pandangan negatif oleh

masyarakat pada institusi peradilan, yang kemudian diwujudkan dalam bentuk

ketidakpedulian pada penegakan hukum dalam masyarakat. Kepercayaan masyarakat

pun semakin lama semakin menurun pada peradilan, sehingga terjadilah kondisi

dimana peradilan tidak lagi dipercaya atau dianggap sebagai rumah keadilan bagi

mereka atau dengan kata lain terjadi kegagalan dari sistem peradilan pidana. Main

hakim sendiri pun menjadi sesuatu yang lebih baik dan lebih memenuhi rasa keadilan

daripada mengajukan perkara mereka ke pengadilan.

Keadaan ini tentu menimbulkan ketidakseimbangan dalam putusan

peradilan dan juga bertentangan dengan konsep rule of law yang dianut oleh Negara

Indonesia, dimana pemerintahan diselenggarakan berdasarkan hukum dan didukung

dengan adanya lembaga yudikatif yakni institusi peradilan untuk menegakkan hukum,

apa jadinya jika masyarakat tidak lagi percaya pada penegakan hukum di Indonesia.

Tidak sampai disitu saja, konsep equality before the law yang menjadi salah satu ciri

Negara hukum pun masih perlu dipertanyakan terkait dengan realita yang ada,

dimana disparitas pidana tampak begitu nyata dalam penegakan hukum.

Fakta tersebut merupakan bentuk dari perlakuan peradilan yang tidak sama

terhadap sesama pelaku tindak pidana sejenis yang kemudian diberikan hukuman

yang berbeda. Misalnya dalam kasus perkosaan yang sifat dan karakteristikanya

sama, tetapi hakim menjatuhkan pidana yang jauh berbeda (http://devidarmawan.

wordpress.com/2010/10/07/problematika-disparitas-pidana dalam-penegakan-hukum-

di-indonesia/). Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Muladi dan Barda

Nawawi Arief, sebagaimana di kutip oleh Devidarmawan dalam http://

devidarmawan.wordpress.com/2010/10/07/problematika- disparitas- pidanadalam-

Page 18: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

penegakan-hukum-di-indonesia yakni: “Terpidana yang setelah memperbandingkan

pidana kemudian merasa menjadi korban terhadap judicial caprice akan menjadi

terpidana yang tidak menghargai hukum, padahal penghargaan terhadap hukum

tersebut merupakan salah satu target di dalam tujuan pemidanaan. Dari ini akan

Nampak suatu persoalan yang serius, sebab akan merupakan suatu indikator dan

manifestasi dari kegagalan suatu sistem unutk mencapai persamaan keadilan di dalam

Negara hukum dan sekaligus akan melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap

sistem penyelenggaraan hukum pidana. Sesuatu yang tidak diharapkan terjadi

bilamana disparitas tersebut tidak diatasi, yaitu timbulnya demoralisasi dan sikap anti

rehabilitasi di kalangan terpidana yang lebih berat daripada yang lain dalam kasus

yang sebanding”.

Disparitas pemidanaan merupakan permasalahan pada pemidanaan. Hal ini

dapat dilihat dari diangkatnya permasalahan tersebut dalam musyawarah Nasional

VII Ikatan Hakim Indonesia di Pandaan Jawa Timur 1975, Musyawarah Nasional

VIII Ikatan Hakim Indonesia di Jakarta Tahun 1992. Adanya disparitas pidana dalam

penegakan hukum ini juga mendapat tanggapan dari Harkristuti Harkrisnowo

sebagaimana di kutip oleh Devidarmawan dalam http://devidarmawan.

wordpress.com/2010/10/07/problematika-disparitas pidanadalam-penegakan-hukum-

di-indonesia yang dalam salah satu tulisannya menyatakan bahwa: “Dengan adanya

realita disparitas pidana tersebut, tidak heran jika publik mempertanyakan apakah

hakim pengadilan telah benar-benar melaksanakan tugasnya menegakkan hukum dan

keadilan?. Dilihat dari sisi sosiologis, kondisi disparitas pidana dipersepsi publik

sebagai bukti ketiadaan keadilan (societal justice). Sayangnya, secara yuridis formal,

kondisi ini tidak dapat dianggap telah melanggar hukum. Meskipun demikian,

seringkali orang melupakan bahwa elemen “keadilan” pada dasarnya harus melekat

pada putusan yang diberikan oleh hakim”.

Dari tulisan Harkristuti Harkrisnowo tersebut dapat pula dipahami bahwa

pendapatnya tersebut adalah salah satu pembenaran bahwa disparitas pidana telah

Page 19: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

membawa hukum kita kepada keadaan yang tidak lagi sesuai dengan tujuan

penegakan hukum. Hukum yang semula dimaksudkan untuk menjadi penjaga

keadilan, kemanfaatan sosial, dan kepastian hukum tidak lagi dapat dipenuhi secara

utuh, karena dalam hal ini unsur keadilanlah yang oleh masyarakat dirasa tidak lagi

dipenuhi atau diberikan oleh Hakim dalam menegakkan hukum. Disparitas pidana

tidak hanya terjadi di Indonesia, yang termasuk keluarga hukum eropa continental,

yang tidak mengenal sistem presedent. Hampir seluruh Negara di dunia menghadapi

masalah ini. Disparitas pidana yang disebut sebagai the disturbing disparity of

sentencing mengundang perhatian lembaga legislatif serta lembaga lain yang terlibat

dalam sistem penyelenggaraan hukum pidana untuk memecahkannya

(http://devidarmawan.wordpress.com/2010/10/07/problematika- disparitas pidana

dalam-penegakan-hukum-di-indonesia).

Jika semua putusan hakim yang terdapat suatu disparitas pidana tidak ada

pihak yang melakukan upaya hukum, maka tujuan untuk mencapai suatu keadilan

bagi para pihak tidak akan pernah tercapai karena tegaknya hukum keadilan dan

perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia dalam tindak pidana dibuktikan

dengan dikeluarkannya suatu putusan Hakim. Hal yang tak kalah menarik perhatian

penulis adalah kasus dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 2839 K/ Pid.Sus/ 2010

yang dilakukan oleh tedakwa Adang Suryana alias Kamanak, bertempat tinggal di

Kelurahan Kayu Jati, Kecamatan Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal, telah

tanpa hak dan melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan

narkotika golongan I bukan tanaman, jenis shabu-shabu.

Dimana salah satu alasan pengajuan kasasi oleh terdakwa adalah bahwa

judex facti tidak mempertimbangkan akan disparitas penjatuhan hukuman atas

perkara yang sama dengan nilai barang bukti yang sedemikian kecil misalnya putusan

perkara artis-artis misalnya perkara Semi, Roy Marten dan lain sebagainya. Di mana

tentunya ada dipertimbangkan disparitas penjatuhan hukuman yang harus dilihat dari

sudut keadilan, oleh karena tidak adil jika barang bukti Terdakwa 0,2 gram dengan

Page 20: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

barang bukti yang dimiliki oleh orang lain yang jumlahnya di atasnya hukumannya

adalah sama, oleh karena keadilan adalah milik semua orang yang harus dijunjung

tinggi. Dalam kasus ini Majelis Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi dari

pemohon kasasi. Menurut hakim alasan tersebut tidak dapat dikenakan karena alasan-

alasan tersebut berkaitan penilaian hasil pembuktian, dan penjatuhan pidana

merupakan kompetensi judex facti, bukan kompetensi judex juris dan bukan alasan

formal kasasi.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk menulis,

meneliti dan menuangkan dalam suatu penulisan hukum dengan judul: “ANALISIS

YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM MEMORI

KASASI YANG DIDASARKAN TERDAPATNYA DISPARITAS PIDANA

(STUDI KASUS DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2839 K/

PID.SUS/ 2010)”.

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan hal yang sangat penting didalam suatu

penelitian, karena dengan itu berarti seorang peneliti telah mengidentifikasi persoalan

yang akan diteliti, sehingga sasaran yang hendak dicapai menjadi jelas, tegas, terarah

dan dapat mencapai sasaran yang diharapakan.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis akan merumuskan

perumusan masalah yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini, sebagai

berikut:

1. Apakah argumentasi hukum terdakwa dalam mengajukan kasasi berdasarkan

adanya disparitas pidana sudah sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP)?

2. Bagaimanakah pertimbangan hakim kasasi dalam menilai pengajuan kasasi

terdakwa yang didasarkan adanya disparitas pidana?

Page 21: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

C. Tujuan Penelitian

Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas, sehingga dengan

adanya tujuan tersebut dapat dicapai solusi atas masalah yang dihadapi saat ini.

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini mempunyai tujuan

sebagai berikut:

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui kesesuaian argumentasi hukum terdakwa dalam

mengajukan kasasi berdasarkan adanya disparitas pidana dengan ketentuan

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

b. Untuk mengetahui pertimbangan hakim kasasi dalam menilai pengajuan

kasasi terdakwa yang didasarkan adanya disparitas pidana.

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk memperoleh bahan hukum-bahan hukum sebagai bahan utama

penyusunan penulisan hukum guna memenuhi syarat-syarat untuk

memperoleh gelar kesarjanaan di bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Untuk meningkatkan dan mendalami berbagai teori yang telah penulis

peroleh selama berada di bangku kuliah.

c. Untuk menambah wawasan dalam memperluas pemahaman akan arti

penting ilmu hukum dalam teori.

D. Manfaat Penelitian

Dalam setiap penelitian diharapkan adanya suatu manfaat dan kegunaan

yang diperoleh dari penelitian, sebab besar kecilnya manfaat penelitian akan

menentukan nilai-nilai dari penelitian tersebut. Adapun yang manjadi manfaat dari

penelitian ini dibedakan antara manfaat teoritis dan manfaat praktis yaitu:

Page 22: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan perkembangan pemikiran dalam ilmu hukum pada umumnya,

dan pada Hukum Acara Pidana pada khususnya.

b. Dapat memberikan jawaban terhadap permasalah yang akan diteliti.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan pengetahuan pemikiran bagi para pihak yang memiliki

kepentingan dalam penelitian ini.

b. Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, dan untuk

mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

c. Untuk melatih Penulis dalam mengungkapkan adanya semacam

permasalahan tertentu secara sistematis dan berusaha memecahkan

permasalahan yang ada tersebut dengan metode ilmiah yang baik.

d. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang

terkait dengan masalah penelitian ini.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah merupakan unsur yang paling penting dalam

penelitian untuk mendapatkan bahan hukum dengan validitas tinggi. Tanpa suatu

metode maka seorang peneliti akan mengalami kesulitan dalam menentukan,

merumuskan dan memecahkan masalah dalam mengungkapkan suatu kebenaran.

Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-

prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum yang berguna untuk menjawab isu

hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2010: 35). Beberapa hal yang

menyangkut metode penelitian dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif disebut juga

penelitian hukum doktrinal atau penulisan hukum kepustakaan. Yaitu penelitian

hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan hukum

Page 23: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

sekunder, yaitu bahan hukum yang diperoleh dari hasil penelitian kajian bahan-

bahan pustaka. Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji kemudian

ditarik kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.

Penelitian hukum normatif sering kali hukum dikonsepkan sebagai apa

yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum

dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku

manusia yang dianggap pantas (Amiruddin & H. Zainal Asikin, 2008: 118).

Penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk

menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya

(Johnny Ibrahim, 2006: 57).

2. Sifat Penelitian

Dalam usaha memperoleh bahan hukum yang diperlukan untuk menyusun

penulisan hukum ini, maka akan dipergunakan metode penelitian preskriptif dan

terapan. Sebagai suatu ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari

tujuan hukum, nilai nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum

dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan ilmu hukum menetapkan standar

prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum

(Peter Mahmud Marzuki, 2005: 22).

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian dalam penulisan hukum ini adalah dengan

menggunakan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan kasus (case

approach) dalam penelitian normatif bertujuan untuk mempelajari penerapan

norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum. Dalam

penelitian normatif kasus-kasus tersebut dipelajari untuk memeperoleh gambaran

terhadap dampak dimensi penormaan dalam suatu aturan hukum dalam praktik

Page 24: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

hukum, serta menggunakan hasil analisisnya untuk bahan masukan (input) dalam

eksplanasi hukum (Johnny Ibrahim, 2006: 321).

4. Jenis Bahan hukum Penelitian

Bahan hukum adalah suatu keterangan atau fakta dari obyek yang diteliti.

Berkaitan dengan jenis penelitian yang dilakukan oleh penulis yang merupakan

penelitian normatif, maka jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian

ini adalah jenis bahan hukum sekunder. Bahan hukum sekunder didapat dari

sejumlah keterangan atau fakta-fakta yang diperoleh secara tidak langsung, yaitu

melalui bahan hukum-bahan hukum yang diperoleh dengan cara penelitian

kepustakaan yang terdiri dari dokumen-dokumen, buku-buku literatur, himpunan

peraturan perundang-undangan yang saat ini berlaku, hasil penelitian yang

berwujud laporan, bahan-bahan dari internet maupun bentuk-bentuk lain yang

berkaitan dengan masalah penelitian.

5. Sumber Bahan hukum Penelitian

Sumber bahan hukum adalah tempat dimana penelitian ini diperoleh.

Sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah sumber bahan hukum

sekunder, yaitu tempat dimana diperoleh bahan hukum sekunder yang digunakan

dalam penelitian ini, meliputi :

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer merupakan bahan yang bersifat autoritatif artinya

mempunyai otoritas (Peter Mahmud Marzuki, 2010: 141). Bahan-bahan

hukum primer terdiri dari perundang-undangan dan putusan-putusanhakim.

Yang menjadi bahan hukum primer dalam penelitian hukum ini adalah:

1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD RI

Tahun 1945);

2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);

Page 25: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);

4) Putusan Mahkamah Agung No. 1099 K/Pid/2007;

5) Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman;

6) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika;

7) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan

Kehakiman;

8) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana;

9) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 Tentang Peradilan Umum.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang menberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer (Amiruddin & H. Zainal Asikin, 2008: 32).

Yang digunakan dalam penelitian hukum ini antara lain buku-buku terkait,

karya ilmiah, makalah, artikel, sumber dari internet, dan lain sebagainya

yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder

(Amiruddin & H. Zainal Asikin, 2008: 32). Bahan hukum tersier seperti

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Hukum, Kamus Politik, dan

Ensiklopedia.

6. Teknik Pengumpulan Bahan hukum

Berdasarkan jenis penelitian yang merupakan penelitian normatif maka

untuk memeperoleh bahan hukum yang mendukung, kegiatan pengumpulan

bahan hukum dalam penelitian ini adalah dengan studi kepustakaan (library

research), yang mana studi pustaka ini dilaksanakan dengan membaca dan

mempelajari buku-buku literatur, surat kabar, majalah, internet, peraturan

Page 26: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

perundang-undangan dan dokumen resmi yang terkait dengan permasalahan yang

sesuai dengan dasar penyusunan penulisan hukum ini.

7. Teknik Analisa Bahan hukum

Agar bahan hukum yang terkumpul dapat dipertanggungjawabkan dan

dapat menghasilkan jawaban yang tepat dari suatu permasalahan maka perlu suatu

teknik anaisis bahan hukum yang tepat. Analisis bahan hukum merupakan langkah

selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian menjadi suatu laporan. Di dalam

penelitian studi kepustakaan, disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis guna

menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Dalam penelitian hukum ini

permasalahan hukum dianalisa oleh penulis dengan metode deduksi, yaitu manarik

kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan

konkret yang dihadapi (Johnny Ibrahim, 2006: 393). Analisa dengan menggunakan

metode deduksi ini dengan menggunakan premis mayor dan premis minor. Dalam

premis mayor atau hal yang bersifat umum yaitu dengan menggunakan undang-

undang sebagai bahan acuan yang dalam hal ini adalah KUHAP terutama dalam

Pasal 253 ayat (1) dan beserta teori-teorinya, sedangkan premis minor atau

permasalahan konkret yang dihadapi adalah alasan kasasi sesuai dengan Pasal 253

ayat (1) KUHAP, yang dalam hal ini alasan pengajuan kasasi dikaitkan dengan

adanya disparitas pidana. Dari hasil tersebut ditarik suatu kesimpulan.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk mempermudah pemahaman dalam pembahasan dan untuk

memberikan gambaran yang jelas mengenai keseluruhan isi, penulisan hukum ini

akan dibagi menjadi 4 (empat) bab dengan menggunakan sistematika sebagai berikut:

Page 27: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan metode penelitian

yang digunakan dalam penyusunan penulisan hukum ini.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini diuraikan mengenai teori-teori yang menjadi landasan

dalam penulisan hukum ini. Adapun mengenai teori-teori tersebut

antara lain mengenai tinjauan tentang disparitas pidana, tinjauan

tentang argumentasi hukum, tinjauan tentang upaya hukum kasasi,

tinjauan tentang tindak pidana narkotika, tinjauan tentang kekuasaan

kehakiman.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan mengenai pembahasan dan hasil yang diperoleh

dari hasil meneliti, yaitu meliputi: apakah argumentasi hukum

terdakwa dalam mengajukan kasasi berdasarkan adanya disparitas

pidana sudah sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) dan bagaimanakah pertimbangan hakim

kasasi dalam menilai pengajuan kasasi terdakwa yang didasarkan

adanya disparitas pidana.

BAB IV : PENUTUP

Pada bab ini diuraikan mengenai simpulan yang dapat diperoleh dari

keseluruhan hasil pembahasan dan proses meneliti, dan saran dari

penelitian ini yang tentu saja berpedoman pada hasil penelitian dan

pembahasan.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 28: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Tentang Disparitas Pidana

a. Pengertian Disparitas Pidana

Yang dimaksud dengan disparitas pidana atau “disparity of sentencing”

menurut Cheang seperti dikutip oleh Muladi dan Barda Nawawi (1998:53)

adalah penerapan pidana yang tidak sama atau “same offence” terhadap

tindak-tindak pidana yang sifat berbahayanya dapat diperbandingkan atau

“offences comparable seriousness” tanpa dasar pembenaran yang jelas.

b. Dampak Disparitas Pidana

Menurut Muladi dan Barda Nawawi bahwa terpidana yang setelah

membandingkan pidana kemudian merasa menjadi korban terhadap “yudicial

caprice” akan menjadi terpidana yang tidak menghargai hukum, padahal

penghargaan terhadap hukum tersebut merupakan salah satu target di dalam

tujuan pemidanaan. Dari sini akan nampak suatu persoalan yang serius, sebab

akan merupakan suatu indikator dan manifestasi dari kegagalan suatu sistem

untuk mencapai persamaan keadilan di dalam Negara hukum dan sekaligus

akan melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem penyelenggaraan

hukum pidana. Sesuatu yang tida diharapkan terjadi bilamana disparitas

pidana tersebut tidak dapat diatasi yakni timbulnya demoralisasi dan sikap anti

rehabilitasi dikalangan terpidana yang lebih berat dari pada yang lain dalam

kasus yang sebanding (Gregorius Aryadi, 1995: 34).

Hal tersebut sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Sekretariat PBB

pada tahun 1965 menyatakan bahwa “In most countries there is, admittedly, a

varying degree of disparity and inconsistency in the sentencing process and

Page 29: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

this tends to engender disrespect and even contempt for the law” (Muladi dan

Barda Nawawi, 1998: 54).

c. Faktor-Faktor Penyebab Disparitas Pidana

Menurut Muladi dan Barda Nawawi bahwa disparitas pidana dapat

disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya:

1) Hukum itu sendiri

Yang mana dalam hukum pidana positif Indonesia hakim

mempunyai kebebasan yang sangat luas untuk memilih jenis pidana yang

dihendaki, sehubungan dengan penggunaan sistem alternative di dalam

pengancaman pidana di dalam Undang-Undang (Muladi dan Barda

Nawawi, 1998: 56).

2) Faktor Si hakim sendiri baik secara aksternal dan internal

Sifat eksternal dan internal ini kadang-kadang sulit dipisahkan

karena sudah terpadu sebagai atribut seseorang yang disebut sebagai

“human equation” atau “personality of the judge” dalam arti luas yang

menyengkut pengaruh latar belakang sosial, pendidikan, agama,

pengalaman, perangai dan perilaku sosial. Hal ini sebagaimana

diungkapkan oleh Hood ang Sparked yang dikutip oleh Muladi dan Barda

Nawawi (1998: 58).

Faktor sex (jenis kelamin), recidivisme dan usia, juga

mempengaruhi pertimbangan seorang hakim dalam menerapkan sanksi

pidana (Muladi dan Barda Nawawi, 1998: 60).

Persepsi hakim terhadap “philosophy of punishment” dan “ the aims

of punishment”, yang oleh Molly Cheang dikatakan sebagai “the basic

difficulty, sangat memegang peranan penting di dalam penjatuhan pidana.

Seorang hakim mungkin berfikir bahwa tujuan berupa “deterrence” hanya

bias dicapai dengan pidana penjara. Namun di lain pihak dengan tujuan

yang sama akan berpendapat bahwa pengenaan denda akan lebih efektif.

Page 30: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

Seorang hakim yang memandang “classical shool” lebih baik daripada

“positive shool” akan memidana lebih berat sebab ia akan berfikir bahwa

“punishment fit the criminal” (Muladi dan Barda Nawawi, 1998: 59).

d. Usaha Untuk Menekan Disparitas Pidana

Menurut Muladi dan Barda Nawawi (1998: 67-71), bahwa upaya yang

dapat dilakukan untuk mengatasi disparitas pemidanaan adalah:

1) Menciptakan suatu pedoman pemberian pidana (statutory guide lines for

sentencing), yang memberikan kemungkinan bagi hakim untuk

memperhitungkan seluruh “fecet” daripada kejadian, yaitu dengan berat

ringannya delik dan cara delik itu dilakukan dengan pribadi si pembuat,

umurnya, tingkat kecerdasannya dan keadaan-keadaan serta suasana

waktu perbuatan pidana itu dilakukan.

2) Meningkatkan peranan pengadilan banding di dalam mengurangi

disparitas pidana.

3) Membentuk lembaga seperti di Amerika yang disebut “sentencing

council” yang fungsinya untuk saling berkonsultasi memberikan

pandangan terhadap perkara yang sedang dihadapi.

4) Seleksi dan pelatihan para hakim yaitu dengan memberikan informasi

tentang masalah pemidanaan, obyek pemidanaan dan bagaimana untuk

menjadi hakim yang sukses.

2. Tinjauan Tentang Argumentasi Hukum

a. Pengertian Argumentasi Hukum

Dalam terminology hukum menurut Rahuhandoko sebagaimana dikutip

oleh Kusnu Goesniadhie dalam http://pn-kepanjen.go.id/index.php?option=

com_content&view=category&id=23&Itemid=36. istilah argument diartikan

sebagai berusaha mempercayakan orang lain dengan mengajukan alasan-

alasan. Dalam kamus filsafat menurut Rakhmad sebagaimana dikutip oleh

Page 31: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Kusnu Goesniadhie dalam http://pn-kepanjen.go.id/index.php?option=com

content&view=category&id=23&Itemid=36. argument dari bahasa Latin

arguere yang berarti menjelaskan. Alasan-alasan (bukti) yang ditawarkan

untuk mendukung atau menyangkal sesuatu.

Dalam Kamus Hukum menurut Sudarsono, sebagaimana dikutip oleh

Kusnu Goesniadhie dalam http://pn-kepanjen.go.id/index.php?option=com

content&view=category&id=23&Itemid=36. istilah argumen diberikan arti

sebagai alasan yang dapat dipakai untuk memperkuat atau menolak suatu

pendapat, pendirian, atau gagasan. Berargumen, berarti berdebat dengan

saling mempertahankan atau menolak alasan masing-masing. Istilah

argumentasi, diartikan sebagai pemberian alasan untuk memperkuat atau

menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan. Berargumentasi berarti

memberikan alasan untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat,

pendirian atau gagasan.

Istilah hukum dimaksudkan sebagai norma, yang lazimnya diartikan

sebagai aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang mengatur bagaimana

seyogyanya berbuat atau tidak berbuat agar kepentingan masing-masing

terlindungi. Norma merupakan pandangan objektif masyarakat tentang apa

yang seyogyanya diperbuat atau tidak diperbuat. Pengertian norma hukum

meliputi asas hukum, norma hukum dalam arti sempit atau nilai (value norm)

dan peraturan hukum konkret.

Norma hukum dalam arti yang luas, berhubungan satu sama lain dan

merupakan satu sistem, yaitu sistem hukum. Di samping norma dan sistem

hukum sebagai sasaran studi ilmu hukum, karena hukumnya tidak lengkap,

sehingga perlu dicari dan diketemukan. Oleh karena itu harus dipelajari pula

caranya mencari atau menemukan hukum. Dengan demikian, yang dimaksud

dengan argumentasi hukum adalah alasan berupa uraian penjelasan yang

diuraikan secara jelas, berupa serangkaian pernyataan secara logis, untuk

memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan, berkaitan

Page 32: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

dengan asas hukum, norma hukum dan peraturan hukum konkret, serta sistem

hukum dan penemuan hukum (http://pnkepanjen.go.id/index.php?option=

comcontent &view= category&id=23&Itemid=36.).

b. Teori Argumentasi Hukum

Teori argumentasi mengkaji bagaimana menganalisis, merumuskan suatu

argumentasi secara cepat. Teori argumentasi mengembangkan kriteria yang

dijadikan dasar untuk suatu argumentasi yang jelas dan rasional. Isu utama

adalah kriteria universal dan kriteria yuridis yang spesifik yang menjadikan

dasar rasionalitas argumentasi hukum. Argumentasi hukum merupakan satu

model argumentasi khusus. Terdapat dua hal yang menjadi dasar kekhususan

argumentasi hukum :

1) Tidak ada Hakim atau pun Pengacara, yang mulai berargumentasi dari

suatu keadaan hampa. Argumentasi hukum selalu dimulai dari hukum

positif. Hukum positif bukan merupakan suatu keadaan yang tertutup

ataupun statis, akan tetapi merupakan satu perkembangan yang berlanjut.

Dari suatu ketentuan hukum positif, yurisprudensi akan menentukan

norma-norma baru. Orang dapat bernalar dari ketentuan hukum positif

dari asas yang terdapat dalam hukum positif untuk mengambil keputusan-

keputusan baru.

2) Kekhususan yang kedua dalam argumentasi hukum atau penalaran

hukum, berkaitan dengan kerangka prosedural, yang di dalamnya

berlangsung argumentasi rasional dan diskusi rasional (http://pn-

kepanjen.go.id/index.php?option=com_content&view=category&id=23&

Itemid=36.).

Page 33: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

3. Tinjauan tentang Upaya Hukum Kasasi

a. Pengertian Upaya Hukum Kasasi

Undang-Undang menyediakan upaya hukum bagi terdakwa maupun

penuntut umum, yaitu apabila pihak-pihak tersebut merasa tidak puas

terhadap kualitas putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan atau putusan

tersebut dirasakan tidak mencerminkan nilai-nilai keadilan (http://eprints.

undip.ac.id/24015/1/Ni_Nengah_Adiyaryani-01.pdf).

Pasal 1 angka 12 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

menjelaskan bahwa : “Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut

umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan,

banding, kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan

kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini”.

Kasasi adalah pembatalan atas keputusan pengadilan lain yang dilakukan

pada tingkat peradilan terakhir dimana menetapkan perbuatan pengadilan-

pengadilan lain dan para hakim yang bertentangan dengan hukum, kecuali

keputusan pengadilan dalam perkara pidana yang mengandung pembebasan

terdakwa dari segala tuduhan, hal ini sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1950 jo. Pasal 244 Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1981 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 jo. Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (http://advokatku.blogspot.

com/2010/06/kasasi-pengertian-dan-prosedurnya. html).

Pengertian kasasi ada dua istilah adalah sebagai berikut (M. Yahya

Harahap, 2002 : 535-537) :

1) Kasasi merupakan upaya hukum biasa : Seperti dalam penjelasan Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 telah menegaskan : Mahkamah Agung merupakan peradilan tingkat terakhir (kasasi) bagi semua lingkungan peradilan,

Page 34: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

atau dengan kata lain Mahkamah Agung adalah peradilan kasasi bagi semua lingkungan peradilan.

2) Kasasi merupakan hak : Upaya kasasi adalah hak yang diberikan kepada terdakwa maupun kepada penuntut umum. Tergantung pada mereka untuk mempergunakan hak tersebut. Seandainya mereka dapat menerima putusan yang dijatuhkan, dapat mengesampingkan hak itu, tetapi apabila keberatan atas putusan yang diambil, dapat menggunakan hak ntuk mengajukan permintaan kasasi kepada Mahkamah Agung.

b. Tujuan Upaya Hukum Kasasi

Adapun tujuan utama upaya hukum kasasi, adalah sebagai berikut :

a) Koreksi terhadap kesalahan putusan pengadilan bawahan

Salah satu tujuan kasasi, memperbaiki dan meluruskan kesalahan

penerapan hukum, agar hukum benar-benar diterapkan sebagaimana

mestinya serta apakah cara mengadili perkara benar-benar dilakukan

menurut ketentuan Undang-Undang (M. Yahya Harahap, 2002 : 539).

b) Menciptakan dan membentuk hukum baru

Di samping tindakan koreksi yang dilakukan Mahkamah Agung

dalam peradilan kasasi, adakalanya tindakan koreksi itu sekaligus

menciptakan hukum baru dalam membentuk yurisprudensi. Berdasarkan

jabatan dan wewenang yang ada padanya dalam bentuk judge making law,

sering Mahkamah Agung menciptakan hukum baru yang disebut hukum

kasus atau case law, guna mengisi kekosongan hukum, maupun dalam

rangka menyejajarkan makna dan jiwa ketentuan Undang-Undang sesuai

dengan elastisitas pertumbuhan kebutuhan lajunya perkembangan nilai

dan kesadaran masyarakat (M. Yahya Harahap, 2002 : 541).

c) Pengawasan terciptanya keseragaman penerapan hukum

Mewujudkan kesadaran atau keseragaman penerapan hukum atau

unified legal frame work dan unified legal opinion. Dengan adanya

putusan kasasi yang mencipta yurisprudensi, akan mengarahkan

keseragaman pandangan dan titik tolak penerapan hukum, serta dengan

Page 35: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

adanya upaya hukum kasasi, dapat terhindari kesewenangan dan

penyalahgunaan jabatan oleh para hakim yang tergoda dalam

memanfaatkan kebebasan kedudukan yang dimilikinya (M. Yahya

Harahap, 2002 : 542).

c. Alasan Upaya Hukum Kasasi

Alasan kasasi ada dua, yaitu adalah sebagai berikut (M. Yahya Harahap,

2002 : 565-573) :

1) Alasan kasasi yang dibenarkan menurut Undang-Undang

Alasan kasasi sudah ditentukan secara limitatif dalam Pasal 253 ayat

(1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pemeriksaan

kasasi dilakukan Mahkamah Agung berpedoman kepada alasan-alasan

tersebut dan pemohon kasasi harus mendasarkan keberatan-keberatan

kasasi bertitik tolak dari alasan yang disebutkan Pasal 253 ayat (1). Yang

harus diutarakan dalam memori kasasi ialah keberatan atas putusan yang

dijatuhkan pengadilan, karena isi putusan itu mengandung kekeliruan atau

kesalahan yang tidak dibenarkan oleh Pasal 253 ayat (1).

Alasan kasasi yang diperkenankan atau yang dapat dibenarkan Pasal

253 ayat (1), yaitu terdiri dari :

a) Apakah benar suatu peraturan hukum tidak dterapkan atau diterapkan

tidak sebagaimana mestinya;

b) Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan

undang-undang;

c) Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.

Ketiga hal ini keberatan kasasi yang dibenarkan oleh Undang-

Undang sebagai alasan kasasi. Di luar ketiga alasan ini, keberatan kasasi

ditolak karena tidak dibenarkan Undang-Undang. Penentuan alasan kasasi

yang limitatif dengan sendirinya serta sekaligus membatasi wewenang

Mahkamah Agung memasuki pemeriksaan perkara dalam tingkat kasasi,

Page 36: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

terbatasnya hanya meliputi kekeliruan pengadilan atas ketiga hal tersebut.

Di luar ketiga hal itu, Undang-Undang tidak membenarkan Mahkamah

Agung menilai dan memeriksanya.

2) Alasan kasasi yang tidak dibenarkan oleh Undang-Undang

a) Keberatan kasasi putusan Pengadilan Tinggi menguatkan putusan

Pengadilan Negeri

Alasan kasasi yang memuat keberatan, putusan Pengadilan

Tinggi tanpa pertimbangan yang cukup menguatkan putusan

Pengadilan Negeri, tidak dapat dibenarkan dalam pemeriksaan kasasi.

Percuma pemohon kasasi mengajukan alasan keberatan yang

demikian, sebab seandainya Pengadilan Tinggi menguatkan putusan

serta sekaligus menyetujui pertimbangan Pengadilan Negeri, hal ini :

(1) Tidak merupakan kesalahan penerapan hukum, dan tidak

merupakan pelanggaran dalam melaksanakan peradilan menurut

ketentuan Undang-Undang serta tidak dapat dikategorikan

melampaui batas wewenang yang ada padannya;

(2) Tindakan Pengadilan Tinggi menguatkan putusan Pengadilan

Negeri, masih dalam batas wewenang yang ada padannya, karena

berwenang penuh menguatkan dan mengambil alih putusan

Pengadilan Negeri yang dianggap telah tepat.

b) Keberatan atas penilaian pembuktian

Keberatan kasasi atas penilaian pembuktian termasuk di luar

alasan kasasi yang dibenarkan Pasal 253 ayat (1) Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Oleh karena itu, Mahkamah

Agung tidak berhak menilainnya dalam pemeriksaan tingkat kasasi.

c) Alasan kasasi yang bersifat pengulangan fakta

Pengulangan fakta dalam hal ini adalah mengulang-ulang

kembali hal-hal dan peristiwa yang pernah dikemukakannya baik

dalam pemeriksaan sidang Pengadilan Negeri maupun dalam memori

Page 37: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

banding. Isi memori kasasi yang diajukan hanya mengulang kembali

kejadian dan keadaan yang telah dikemukakannya dalam pemeriksaan

pengadilan yang terdahulu.

d) Alasan yang tidak menyangkut persoalan perkara

Alasan ini sering dikemukakan pemohon dalam memori kasasi

mengemukakan keberatan yang menyimpang dari apa yang menjadi

pokok persoalan dalam putusan perkara yang bersangkutan. Keberatan

kasasi yang seperti ini dianggap irrelevant, karena berada di luar

jangkauan pokok permasalahan atau dianggap tidak megenai masalah

pokok yang bersangkutan dengan apa yang diputus pengadilan.

e) Berat ringannya hukuman atau besar kecilnya jumlah denda

Keberatan pada prinsipnya tidak dapat dibenarkan oleh Undang-

Undang, sebab tentang berat ringannya hukuman pidana yang

dijatuhkan maupun tentang besar kecilnya jumlah denda adalah

wewenang pengadilan yang tidak takluk pada pemeriksaan tingkat

kasasi. Jika hukuman atau denda yang dijatuhkan masih di bawah

batas maksimum ancaman pidana yang didakwakan, pengadilan tidak

salah menerapkan hukum, dan berwenang menjatuhkan pidana badan

atau denda asal tidak melampaui batas maksimum ancaman hukuman,

tetapi jika hukuman atau denda yang dijatuhkan melampaui batas

maksimum ancaman hukuman, pengadilan salah menerapkan hukum

dan terhadapnya dapat dibenarkan permohonan kasasi.

f) Keberatan kasasi atas pengembalian barang bukti

Alasan kasasi seperti ini tidak dapat dibenarkan Pengembalian

barang bukti dalam perkara pidana adalah wewenang pengadilan yang

tidak takluk pada pemeriksaan kasasi. Pengadilan sepenuhnya berhak

menentukan kepada siapa barang bukti dikembalikan.

Page 38: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

g) Keberatan kasasi karena novum

Masalah keberatan kasasi mengenai hal-hal yang telah “pernah

diperiksa” sehubungan degan perkara yang bersangkutan, baik dalam

sidang Pengadilan Negeri maupun dalam tingkat banding. Berarti

suatu hal yang diajukan dalam keberatan kasasi, padahal itu tidak

pernah diperiksa dan diajukan baik pada pemeriksaan sidang

Pengadilan Negeri maupun pada pemeriksaan tingkat banding, tidak

dapat dibenarkan karena tidak tunduk pada pemerikasaan kasasi.

Pengajuan hal seperti ini dalam keberatan kasasi dianggap “hal baru”

atau “novum”.

4. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Narkotika

a. Pengertian Tindak Pidana

Menurut Wirjono Prodjodikoro pengertian tindak pidana adalah

“pelanggaran norma-norma dalam 3 (tiga) bidang hukum lain, yaitu Hukum

Perbahan hukum, Hukum Ketata-Negaraan dan Hukum Tata-Usaha-

Pemerintahan, yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu

hukuman pidana” (Wirjono Prodjodikoro, 2002: 1).

Menurut Lamintang (1997: 185), tindak pidana itu sebagai suatu

tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun

tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas

tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu

tindakan yang dapat dihukum.

Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana, yang didefinisikan

sebagai “Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana

disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa

melanggar larangan tersebut” (Moeljatno, 2000: 54).

Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh undang-undang dinyatakan

dilarang yang disertai ancaman pidana pada barangsiapa yang melanggar

Page 39: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

larangan tersebut. Wadah tindak pidana ialah Undang-undang, baik berbentuk

kodifikasi yakni KUHP dan di luar kodifikasi, tersebar luas dalam berbagai

peraturan perundang-undangan (Adami Chazawi, 2002: 67).

Dalam kamus hukum tindak pidana merupakan setiap perbuatan yang

diancam hukuman sebagai kejahatan atau pelanggaran baik yang disebut

dalam KUHP maupun peraturan perundang-undangan lainnya.

Suatu perbuatan agar dapat disebut sebagai tindak pidana harus

memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

1) Perbuatan yang dilarang;

2) Akibat dari perbuatan itu menjadi dasar alasan mengapa perbuatan

tersebut dilarang (dalam rumusan undang-undang);

3) Bersifat melanggar Hukum.

Pada pemutusan pemidanaanya kejahatan dipidana lebih berat

dibandingkan dengan pelanggaran. Prinsipnya suatu tindak pidana terdapat

sifat yang sama yakni wederrechtelijkheid (sifat melanggar hukum), sehingga

dapat dikatakan suatu tindak pidana tidak akan ada tanpa adanya sifat yang

melanggar hukum.

Kriteria untuk membedakan suatu golongan tindak pidana dengan

golongan tindak pidana lain terdapat pada kriterianya untuk membedakan hal

tersebut. KUHP membagi tindak pidana ke dalam 2 (dua) golongan yaitu

pelanggaran dan kejahatan. Hal ini disebabkan keduanya bersifat kuantitatif

yaitu kejahatan pada umumnya diancam dengan pidana lebih berat

dibandingkan dengan pelanggaran (Wirjono Prodjodikoro, 2002: 8).

b. Pengertian Tindak Pidana Narkotika

1) Pengertian Narkotika

Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

Tentang Narkotika, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari

tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang

Page 40: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,

mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan

ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan

sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.

2) Penggolongan Narkotika

Penggolongan Narkotika diatur dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009, yaitu:

a. Narkotika Golongan I;

b. Narkotika Golongan II; dan

c. Narkotika Golongan III.

3) Ketentuan Pidana Narkotika

Perbuatan-perbuatan yang digolongkan sebagai tindak pidana serta

ketentuan sanksi pidana pidana mengenai narkotika dalam Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 diatur dalam BAB XV Pasal 111 sampai

dengan Pasal 148.

Adapun mengenai perbuatan yang digolongkan sebagai tindak

pidana narkotika anatara lain:

a) Perbuatan menggunakan, menanam, memelihara, memiliki,

menyimpan, menguasai, menyediakan, memproduksi, mengimpor,

mengekspor, menyalurkan, menawarkan untuk dijual, menjual,

membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar,

menyerahkan, membawa, mengirim, mengangkut, mentransito

narkotika yang bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang

(Pasal 111 sampai dengan Pasal 126).

b) Perbuatan tidak melapor adanya penyelahgunaan/ kepemilikan

narkotika secara tidak sah (Pasal 128 dan Pasal 131).

Page 41: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

c) Menggunakan anak belum cukup umur dalam melakukan tindak

pidana narkotika (Pasal 133).

Sedangkan mengenai ketentuan sanksi pidana dalam tindak pidana

narkotika, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 memberi kebijakan

sebagai berikut:

a) Jenis sanksi dapat berupa pidana pokok (pidana penjara dalam waktu

tertentu/ seumur hidup, denda, kurungan dan pidana mati), pidana

tambahan (pencabutan izin usaha/ pencabutan hak tertentu), dan

tindakan pengusiran (bagi warga Negara asing).

b) Jumlah dan lamanya pidana bervariasi. Untuk denda berkisar antara

1.000.000,00 (satu juta rupiah) sampai dengan 20.000.000.000,00

(dua puluh milyar rupiah). Untuk pidana penjara berkisar antara 3

(tiga) bulan sampai dengan 20 (dua puluh) tahun dan seumur hidup.

c) Sanksi pidana pada umumnya diancamkan secara komulatif

(terutama pidana penjara dan denda).

d) Ada pemberatan pidana terhadap tindak pidana yang didahului

dengan permufakatan jahat, dilakukan secara terorganisasi, dilakukan

oleh korporasi, digunakan dengan menggunakan anak belum cukup

umur, dan apabila ada pengulangan (residive).

e) Percobaan dan pembantuan melakukan tindak pidana narkotika

dipidana sama dengan melakukan tindak pidanannya.

4) Subyek Tindak Pidana

Subyek tindak pidana (orang yang dapat dipidana) menurut

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dapat berupa orang perorangan

maupun korporasi. Namun disamping itu, ada pula subyek yang bersifat

khusus, yaitu pimpinan rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai

pengobatan, sarana penyimpanan sediaan farmasi milik pemerintah,

apotek, Dokter, pimpinan lembaga ilmu pengetahuan, pimpinan industry

Page 42: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

farmasi, dan pimpinan pedagang besar farmasi (Pasal 14 jo Pasal 147

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009).

5. Tinjauan Tentang Kekuasaan Kehakiman

a. Pengertian Kekuasaan Kehakiman

Kekuasaan Kehakiman menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan

negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara

Hukum Republik Indonesia.

b. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman

Dasar penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman diatur dalam BAB IX

Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia 1945 yang menyatakan bahwa Kekuasaan Kehakiman dilakukan

oleh Mahkamah Agung dan Badan-badan Kehakiman lan yang susunan dan

kekuasaannya diatur dalam Undang-Undang serta syarat-syarat untuk menjadi

dan memberhentikan hakim ditetapkan dengan Undang-Undang.

Pasal 18 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman menyatakan bahwa penyelenggaraan Kekuasaan kehakiman

dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di

bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,

lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh

sebuah Mahkamah Konstitusi.

Dalam pelaksanaan operasionalnya Kekuasaan Kehakiman dilaksanakan

oleh Mahkamah Konstitusi dan Badan Peradilan yang terdiri dari empat

lingkungan peradilan dan berpuncak pada Mahkamah Agung. Berdasarkan

Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman, empat lingkungan peradilan tersebut adalah Badan Peradilan

Page 43: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha

Negara, Peradilan Militer. Masing-masing dari lingkungan peradilan tersebut

meliputi badan peradilan tingkat pertama dan tingkat banding serta berwenang

untuk menyelenggarakan pengadilan terhadap perkara-perkara perdata dan

pidana bagi golongan masyarakat umum. Sedangkan Peradilan Agama,

Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Militer berwenang untuk

menyelenggarakan pengadilan terhadap perkara-perkara khusus bagi golongan

tertentu sehingga merupakan peradilan yang khusus.

c. Definisi Hakim

Pengertian Hakim yaitu pejabat peradilan Negara yang diberi wewenang

oleh Undang-Undang untuk mengadili (Pasal 1 butir 8 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana). Dalam Pasal 12 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Peradilan Umum, hakim

pengadilan adalah pejabat yang melakukan tugas kekuasaan kehakiman.

Dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman, Hakim dan hakim konstitusi adalah pejabat negara yang

melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam Undang-Undang.

Wewenang hakim sebagai pejabat peradilan Negara yang diberi

wewenang oleh Undang-Undang berdasarkan Pasal 1 butir 8 Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana adalah untuk mengadili. Dalam Pasal 1 butir 9

disebutkan bahwa yang dimaksud dengan mengadili adalah serangkaian

tindakan hakim untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara pidana

berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di siding pengadilan dalam

hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang.

Kemudian disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 10 ayat (1) Pengadilan dilarang menolak

untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan

dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib

Page 44: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

untuk memeriksa dan mengadilinya. Pasal 12 ayat (1) dan (2) menyebutkan

bahwa Pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana

dengan kehadiran terdakwa, kecuali undang-undang menentukan lain. …….

dan seterusnya. Dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004

tentang Peradilan Umum disebutkan bahwa Pengadilan Negeri bertugas dan

berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan

perkara perdata di tingkat pertama.

d. Kewajiban Hakim

Kewajiban hakim berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004

tentang Kekuasaan Kehakiman dapat diperinci sebagai berikut:

1) Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan

rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat (Pasal 28 ayat (1)).

2) Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib

memperhatikan pula sifat baik dan jahat dari terdakwa (Pasal 28 ayat (2)).

3) Apabila ada hubungan darah sampai derajad ketiga atau semenda atau

hubungan suami/ istri meskipun telah bercerai dengan Hakim Ketua,

Hakim Anggota, Jaksa, Penasihat Hukum atau Panitera, hakim wajib

mengundurkan diri dari suatu pemeriksaan perkara (Pasal 29 ayat (3)).

4) Hakim Ketua Sidang, Hakim Anggota dan Jaksa bahkan Panitera yang

masih terikat hubungan darah sampai derajad ketiga atau semenda atau

hubungan suami/ istri meskipun telah bercerai dengan yang diadili, wajib

mengundurkan diri dari pemeriksaan perkara tersebut (Pasal 29 ayata (4)).

5) Hakim diwajibkan untuk bersumpah atau berjanji menurut agamannya

sebelum memangku jabatan (Pasal 30).

Kewajiban hakim berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman dapat diperinci sebagai berikut:

Page 45: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

1) Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami

nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat (Pasal

5 ayat (1)).

2) Hakim dan hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian

yang tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang

hukum (Pasal 5 ayat (2)).

3) Hakim dan hakim konstitusi wajib menaati Kode Etik dan Pedoman

Perilaku Hakim (Pasal 5 ayat (3)).

e. Pengawasan Hakim

Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran

martabat, serta perilaku hakim dilakukan pengawasan eksternal oleh Komisi

Yudisial (Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman).

f. Kedudukan Hakim yang Bebas dan Tidak Memihak

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 menjamin adanya

Kekuasaan Kehakiman yang bebas. Kedudukan hakim yang bebas dan tidak

memihak secara tegas tercantum dalam Penjelasan Pasal 24 dan Pasal 25

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, yang menyatakan:

“Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan

berdasarkan Pancasila, demi terselenggarannya Negara Hukum Republik

Indonesia”.

g. Faktor Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Berat Ringannya Putusan

Pemidanaan

Seperti yang telah dikemukakan di atas dalam hal hakim diberi

kebebasan dalam menentukan berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan,

Page 46: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

tentunya hakim terikat juga oleh alat bukti yang sah. Hal ini sesuai dengan

Pasal 183 KUHAP yang menyatakan secara tegas bahwa hakim tidak bolah

menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-

kuranya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak

pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah

melakukannya.

Dalam penjelasan Pasal 183 KUHAP dijelaskan bahwa tujuan hal

tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian

hokum. Oleh karena itu dikenal asas tiada pidana tanpa kesalahan (geemstraf

zonder sould) dalam hukum pidana yaitu pidana hanya dapat dijatuhkan

apabila terdakwa benar-benar terbukti melakukan suatu kesalahan yang

dibuktikan di siding pengadilan. Asas ini tercantum pula dalam Pasal 193 ayat

(1) KUHAP yang menyatakan bahwa pengadilan menjatuhkan pidana apabila

pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana

yang harus diperhatikan oleh hakim yaitu hal-hal yang meringankan dan hal-

hal yang memberatkan.

Faktor yang meringankan adalah terdakwa masih muda. Faktor yang

memberatkan adalah keterangan yang berbelit-belit, tidak mengakui

perbuatannya, meresahkan masyarakat, merugikan Negara, dan lain-lain

(Bambang Waluyo, 2000: 89-90). Hal ini tercantum dalam penjelasan Pasal

28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa

sifat-sifat yang baik maupun yang jahat dari tertuduh wajib diperhatikan

hakim dalam mempertimbangkan pidana yang akan dijatuhkan.

Dalam rumusan Pasal 58 Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana diatur juga dalam hal pemidanaan hakim mempertimbangkan

kesalahan pembuat, motif dan tujuan dilakukan tindak pidana, cara melakukan

tindak pidana, sikap batin pembuat, riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi

pembuat, sikap dan tindakan pembuat setelah melakukan tindak pidana,

Page 47: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat, pandangan masyarakat

terhadap tindak pidana yang dilakukan.

Selain itu hal-hal yang meringankan dan memberatkan diatur dalam

Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP yang menyatakan bahwa surat putusan

pemidanaan memuat pasal peraturan perundang-ubdangan yang menjadi dasar

hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang

meringankan terdakwa.

B. Kerangka Pemikiran

Dalam rangka untuk memberi kemudahan dalam melakukan penelitian,

berikut ini penulis menyusun gambaran sekilas melalui sebuah diagram yang

menggambarkan beberapa hal mengenai apa yang akan penulis teliti.

Page 48: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

PUTUSAN HAKIM

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

UPAYA HUKUM YANG DILAKUKAN

UPAYA HUKUM LUAR BIASA

UPAYA HUKUM BIASA

KASASI BANDING SALAH SATU DASAR PENGAJUAN KASASI

TERDAPAT DISPARITAS PIDANA

TERDAKWA MENGGUNAKAN

ARGUMENTASI HUKUM

DALAM MEMORI KASASI

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2839 K/

PID.SUS/ 2010

Page 49: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

Penjelasan:

Berbagai upaya hukum tersebut diadakan untuk menjamin hak asasi

manusia sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

Tahun 1945 (Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945). Upaya

hukum dilakukan apabila terdakwa atau penuntut umum belum merasa puas atas

putusan Hakim. Di dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 2839 K/ Pid.Sus/ 2010

terdakwa telah mengajukan kasasi.

Dimana salah satu alasan pengajuan kasasi oleh terdakwa adalah dalam

putusan terdahulu terdapat disparitas pidana, yaitu bahwa judex facti tidak

mempertimbangkan akan disparitas penjatuhan hukuman atas perkara yang sama

dengan nilai barang bukti yang sedemikian kecil misalnya putusan perkara artis-artis

misalnya perkara Semi, Roy Marten dan lain-lain sebagainya dimana tentunya ada

dipertimbangkan disparitas penjatuhan hukuman yang harus dilihat dari sudut

keadilan, oleh karena tidak adil jika barang bukti Terdakwa 0,2 gram dengan barang

bukti yang dimiliki oleh orang lain yang jumlahnya di atasnya hukumannya adalah

sama, oleh karena keadilan adalah milik semua orang yang harus dijunjung tinggi.

Meskipun terdakwa telah menggunakan argumentasi hukum dalam alasan

kasasinya tetapi Hakim dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 2839 K/ Pid.Sus/

2010 tetap menolak permohonan kasasi pemohon kasasi.Menurut hakim alasan

tersebut tidak dapat dikenakan karena alasan-alasan tersebut berkaitan penilaian hasil

pembuktian, dan penjatuhan pidana merupakan kompetensi judex facti, bukan

kompetensi judex juris dan bukan alasan formal kasasi.

Di sisi lain jika semua putusan hakim yang terdapat suatu disparitas pidana

tidak ada pihak yang melakukan upaya hukum, maka tujuan untuk mencapai suatu

keadilan bagi para pihak tidak akan pernah tercapai karena tegaknya hukum keadilan

dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia dalam tindak pidana

dibuktikan dengan dikeluarkannya suatu putusan Hakim.

Page 50: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

Hal tersebut yang menyebabkan penulis tertarik untuk mengkaji lebih

dalam, dengan mengadakan penelitian mengenai analisis tentang argumentasi hukum

terdakwa dalam memori kasasi yang didasarkan terdapatnya disparitas pidana.

Page 51: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user 37

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kesesuaian Argumentasi Hukum Terdakwa Dalam Mengajukan Kasasi

Berdasarkan Adanya Disparitas Pidana Dengan Ketentuan Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

1. Uraian Diskripsi Kasus

Terdakwa Adang Suryana Als Kamanak padan hari Sabtu tanggal 09

Januari 2010, sekira pukul 16.30 Wib, bertempat di Jalan Merdeka, Kelurahan

Kayu Jati, Kecamatan Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal, atau setidak-

tidaknya pada suatu tempat tertentu yang termasuk dalam daerah hukum

Pengadilan Negeri Mandailing Natal, tanpa hak dan melawan hukum memiliki,

menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika golongan I bukan tanaman,

jenis shabu-shabu yang dibungkus dalam plastik kecil warna putih sebanyak 1

(satu) bungkus, yang berdasarkan hasil penimbangan berikut dengan

pembungkusnya berat keseluruhannya seberat 0,2 (nol koma dua) gram .

2. Identitas Terdakwa

Identitas terdakwa yaitu, Adang Suryana alias Kamanak, tempat lahir

Kayu Jati, umur 30 tahun, tanggal lahir 14 Juli 1979, jenis kelamin laki-laki,

kebangsaan Indonesia, tempat tinggal Kelurahan Kayu Jati, Kecamatan

Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal, Agama Islam, Pekerjaan

Wiraswasta.

3. Dakwaan Penuntut Umum

Bahwa Ia Terdakwa Adang Suryana Als Kamanak pada hari Sabtu, tanggal

09 Januari 2010, sekira pukul 16.30 Wib, atau setidak tidaknya pada waktu lain

dalam bulan Januari 2010, bertempat di Jalan Merdeka, Kelurahan Kayu Jati,

Page 52: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Kecamatan Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal, atau setidak-tidaknya

pada suatu tempat tertentu yang termasuk dalam daerah hukum Pengadilan

Negeri Mandailing Natal, tanpa hak dan melawan hukum memiliki, menyimpan,

menguasai atau menyediakan narkotika golongan I bukan tanaman, jenis shabu-

shabu yang dibungkus dalam plastik kecil warna putih sebanyak 1 (satu)

bungkus, yang berdasarkan hasil penimbangan berikut dengan pembungkusnya

berat keseluruhannya seberat 0,2 (nol koma dua) gram . Perbuatan tersebut

dilakukan Terdakwa dengan cara sebagai berikut :

- Berawal ketika saksi Muhammad Riza Nasution (anggota Sat Narkoba

Polres Madina) mendapatkan informasi dari seorang laki-laki yang

menghubungi saksi Muhammad Riza Nasution melalui handphone dan

mengatakan ada transaksi Narkoba. Selanjutnya saksi Muhammad Riza

Nasution bersama dengan saksi Dedi dan saksi Hendra Kumbara (anggota

Sat Narkoba Polres Madina) bergerak menuju jalan umum Merdeka

Kelurahan Kayu Jati Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing

Natal dengan mengendarai sepeda motor dengan berjalan pelan-pelan.

Kemudian para saksi melihat Terdakwa Adang Suryana Als Kamanak turun

dari angkutan kota dan informasi yang diterima saksi Muhammad Riza

Nasution sesuai dengan ciri-ciri Terdakwa. Para saksi langsung menghampiri

Terdakwa dan melihat Terdakwa memegang bungkusan plastik kecil warna

putih di tangan sebelah kiri, saksi Muhammad Riza Nasution lalu

memeriksa bungkusan tersebut, ternyata bungkusan yang dipegang

Terdakwa adalah Narkotika jenis shabu-shabu. Terdakwa sebelumnya

mendapatkan shabu-shabu tersebut dari Brusli (DPO) di Desa Banjar Saba

Kelurahan Panyabungan II Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing

Natal dengan harga Rp. 300.000.- (tiga ratus ribu rupiah).

- Terdakwa juga tidak ada ijin memiliki narkotika jenis shabu-shabu tersebut

dari pihak yang berwenang .

Page 53: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

- Bahwa berdasarkan hasil Analisis Laboratorium Forensik Bareskrim Polri

Cabang Medan No. Lab: 243/KNF/I/2010, tanggal 20 Januari 2010, terhadap

barang bukti yang disita dan diajukan dalam perkara ini adalah benar

mengandung Metamfetamina dan terdaftar dalam golongan I Nomor Unit 61

Lampiran Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal

112 ayat (1) Undang-Undang RI No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

4. Tuntutan Penuntut Umum

Membaca tuntutan pidana Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri

Penyabungan tanggal 27 Juli 2010 sebagai berikut :

a. Menyatakan Terdakwa ADANG SURYANA AIs KAMANAK secara sah

dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Narkotika jenis shabu-

shabu sebagaimana yang didakwakan dalam Dakwaan Tunggal melanggar

Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang RI No 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika.

b. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa ADANG SURYANA AIs

KAMANAK dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dikurangi

selama Terdakwa berada dalam tahanan sementara. Dan pidana denda

sebesar Rp. 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah) Subsidiar 3 (tiga) bulan

kurungan, dengan perintah Terdakwa tetap ditahan .

c. Menyatakan barang bukti berupa :

- 0,2 (nol koma dua) gram Narkotika golongan I (jenis shabu-shabu)

sebanyak 1 (satu) paket / bungkus kecil warna putih.

Dirampas untuk dimusnahkan.

d. Menetapkan supaya Terdakwa ADANG SURYANA AIs KAMANAK

dibebani membayar biaya perkara, sebesar Rp. 5.000.- (lima ribu rupiah).

Page 54: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

5. Amar Putusan Pengadilan Negeri

Membaca putusan Pengadilan Negeri Mandailing Natal No.149/Pid.B/

2010/PN.Mdl. tanggal 04 Agustus 2010 yang amar lengkapnya sebagai berikut :

- Menyatakan Terdakwa ADANG SURYANA ALS KAMANAK telah

terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

"Tanpa hak dan melawan hukum memiliki/menguasai Narkotika Golongan I

bukan tanaman";

- Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Terdakwa dengan pidana

penjara selama 1 (satu) tahun dan ditambah dengan denda sebesar

Rp.800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah ) ;

- Menentapkan bahwa apabila pidana denda tersebut tidak dibayar oleh

Terdakwa maka dapat diganti dengan pidana dengan pidana kurungan

selama 1 (satu) bulan;

- Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan

seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

- Memerintahkan agar Terdakwa dikeluarkan dan dibebaskan dari tahanan

Rutan dan kemudian dimasukkan ke panti rehabilitasi medis dan sosial di

R.S Adam Malik Jalan Bungalaw No. 17 Medan 2036 untuk menjalani

rehabilitasi medis dan sosial yang diperhitungkan sebagai hukuman

Terdakwa ;

- Memerintahkan barang bukti berupa :

- 0.2 (nol koma dua) gram /1 (satu) paket shabu yang dibungkus dalam

plastik kecil dirampas untuk dimusnahkan;

- Membebani Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000,-

(lima ribu rupiah).

Page 55: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

6. Alasan Terdakwa Mengajukan Kasasi

Menimbang, bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi

pada pokoknya sebagai berikut :

Bahwa judex facti telah salah dan keliru dalam menerapkan hukum atau

menerapkan tidak sebagaimana mestinya atau putusan judex facti telah

melanggar undang-undang dengan alasan :

a. Putusan judex facti telah salah dalam menerapkan hukum :

1) Bahwa putusan judex facti yang telah memperberat hukuman Terdakwa

tidak mempunyai dasar pertimbangan hukum yang cukup oleh karena

dalam pertimbangan hukum yang dilakukan tidak ada dengan tegas apa

sebabnya judex facti memperberat hukuman Terdakwa sementara dalam

halaman 6 alinea 4 tentang hal-hal yang memberatkan dan meringankan

Terdakwa putusan Pengadilan Tinggi Medan sependapat dengan

putusan Pengadilan Negeri Mandailing Natal jadi tidak jelas apa latar

belakang judex facti memperberat hukuman Terdakwa tidak ada

dipertimbangkan ;

2) Bahwa judex facti tidak mempertimbangkan akan disparitas penjatuhan

hukuman atas perkara yang sama dengan nilai barang bukti yang

sedemikian kecil misalnya putusan perkara artis-artis misalnya perkara

Semi, Roy Marten dan lain-lain sebagainya dimana tentunya ada

dipertimbangkan disparitas penjatuhan hukuman yang harus dilihat dari

sudut keadilan, oleh karena tidak adil jika barang bukti Terdakwa 0,2

gram dengan barang bukti yang dimiliki oleh orang lain yang jumlahnya

di atasnya hukumannya adalah sama, oleh karena keadilan adalah milik

semua orang yang harus dijunjung tinggi;

3) Bahwa saya selaku Terdakwa juga melihat judex facti dalam

pertimbangan hukumnya bertindak selaku corong undang-undang yang

tidak mempertimbangkan jumlah barang bukti yang hanya 0,2 (nol

koma dua) gram saja, di mana dalam hasil Rakernas MARI tahun 2008

Page 56: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

dan 2009 serta Rakerda Pengadilan Tinggi di Brastagi tahun 2010 ada

disepakati dapat menyimpang hukuman minimal dengan pertimbangan

yang eksepsional hal mana sesuai dengan pertimbangan Pengadilan

Negeri Mandailing Natal pada halaman 14 dan 15, yang mana

seharusnya judex facti mempertimbangkan jumlah barang bukti serta

tujuan apa Terdakwa membeli shabu-shabu tersebut, yang ternyata hal

itu sama sekali tidak ada dipertimbangkan;

4) Bahwa dengan barang bukti 0,2 (nol koma dua) gram dengan tujuan

untuk dipakai sendiri sesuai dengan keterangan saksi dari petugas

Kepolisian bahwa Terdakwa diinformasikan ada memakai sabu-sabu di

salah satu rumah di Kelurahan Kayu Jati, akan tetapi sewaktu diselidiki

rumah yang diberitahukan oleh informan di mana tidak ada orang di

tempat tersebut, sehingga sewaktu Terdakwa lewat di depan RS Armina

Panyabungan sedang mendorong sepeda motornya yang mogok dilihat

oleh saksi petugas Polisi yang mendapat informasi sebelumnya (saksi

Dedi) sehingga Terdakwa dilakukan pemeriksaaan dan ternyata ada

ditemukan barang bukti 0,2 gram shabu yang baru saja dibelinya dari

Brusli Nasution;

5) Bahwa pertimbangan judex facti pada halaman 7 putusan di mana

dikutip selaku pasal yang menjadi bahan pertimbangan dalam perkara

ini yakni Pasal 112 ayat (1) jo Pasal 103, 127 dan Pasal 128 UU No.35

tahun 2009, akan tetapi jika kita lihat dalam pertimbangan hukumnya

dan juga dalam amar putusan di mana pertimbangan hukum yang

menyangkut kepada Pasal 103 tentang Hakim yang memeriksa perkara

narkotika dapat memutus untuk menempatkan yang bersangkutan di

panti rehabilitasi untuk menjalani pengobatan atau perawatan, yang

mana pertimbangan yang menyangkut Pasal 103 jo Pasal 127 Undang-

Undang Nomor 35 tahun 2009 tidak ada dipertimbangkan sama sekali

akan tetapi dasar judex facti menjatuhkan putusan ada mengutip kedua

Page 57: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

pasal tersebut sehingga putusan judex facti antara dasar hukum memutus

dengan pertimbangannya tidak saling singkron;

6) Bahwa juga dalam pertimbangan putusan halaman 6 disebutkan harus

ada surat keterangan dokter jiwa/psikiater (pemerintah) yang ditunjuk,

di mana namanya Mandailing Natal sampai saat ini tidak ada dokter

jiwa atau dokter psikiater Pemerintah sementara dokter spesialis lainnya

juga hanya terbatas oleh karena Kabupaten Mandailing Natal selaku

kabupaten yang baru mekar tahun 1999 dan rumah sakitnya juga masih

rumah sakit dengan Type D maka dokter spesialisnya juga dapat

dibayangkan sedikit, sehingga dengan harus adanya surat keterangan

dari dokter jiwa atau psikiater maka hal itu tidak mungkin didapat dan

hanya ada di Medan yang menempuh perjalanan 12 jam dan harus

memakan biaya yang banyak yang tidak mungkin Terdakwa/keluarga

mampu untuk membiayai petugas yang mengantar Terdakwa berikut

dengan pengawalan dan mobilnya untuk mendapatkan surat tersebut;

7) Bahwa juga sekiranya Majelis Hakim Agung berpendapat lain, maka

saya Terdakwa memohon agar hukuman saya kalaupun dirobah kiranya

tidak dijatuhkan hukuman yang minimal berhubung karena di samping

jumlah barang buktinya 0,2 gram juga saya sudah menyadari bahwa

narkotika itu adalah merusak diri sendiri, di mana untuk menghilangkan

stres saya tidak akan mendekati narkotika jenis apapun namanya, dan

juga saya selaku anak laki-laki dalam keluarga yang diharapkan untuk

membantu orangtua untuk mencari nafkah, sehingga saya selaku

Terdakwa memohon kiranya hukuman saya tidak dijatuhi hukuman

yang minimal dengan alasan tersebut di atas dan juga dapat

dipertimbangkan apa sebab musababnya Terdakwa membeli shabu-

shabu tersebut.

Page 58: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

7. Pembahasan

Menurut ketentuan Pasal 244 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) putusan perkara pidana yang dapat diajukan permohonan pemeriksaan

kasasi adalah semua putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir

oleh pengadilan kecuali terhadap putusan Mahkamah Agung sendiri dan putusan

bebas. Adalah wajar dan logis jika permohonan kasasi tidak dapat diajukan

terhadap putusan Mahkamah Agung. Tidak wajar memeriksa dan memutus

kembali putusan perkara yang telah diambil oleh Mahkamah Agung. Hal itu akan

melenyapkan tujuan penegakan kepastian hukum (M. Yahya Harahap. 2002:

542).

Dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 2839 K/ Pid.Sus/ 2010 tersebut,

dapat diketahui bahwa Terdakwa mengajukan permohonan kasasi atas putusan

Judex Facti yang mana salah satu alasan pengajuan kasasi terdakwa adalah

“bahwa judex facti tidak mempertimbangkan akan disparitas penjatuhan

hukuman atas perkara yang sama dengan nilai barang bukti yang sedemikian

kecil misalnya putusan perkara artis-artis misalnya perkara Semi, Roy Marten

dan lain-lain sebagainya di mana tentunya ada dipertimbangkan disparitas

penjatuhan hukuman yang harus dilihat dari sudut keadilan, oleh karena tidak

adil jika barang bukti Terdakwa 0,2 gram dengan barang bukti yang dimiliki oleh

orang lain yang jumlahnya di atasnya hukumannya adalah sama, oleh karena

keadilan adalah milik semua orang yang harus dijunjung tinggi”.

Hal tersebut tidak sesuai dengan alasan kasasi yang dibenarkan menurut

Undang-Undang seperti yang disebutkan dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP.

Pemeriksaan kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung berpedoman pada alasan-

alasan tersebut. Sejalan dengan itu, pemohon kasasi harus mendasarkan

keberatan-keberatan kasasi dengan bertitik tolak dari alasan yang disebutkan

Pasal 253 ayat (1) KUHAP. Yang harus diutarakan dalam memori kasasi ialah

keberatan atas putusan yang dijatuhkan pengadilan kepadannya, karena isi

Page 59: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

putusan tersebut mengandung kekeliruan atau kesalahan yang tidak dibenarkan

oleh Pasal 253 ayat (1) KUHAP.

Alasan kasasi yang dapat dibenarkan pada Pasal 253 ayat (1) terdiri dari:

a. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak

sebagaimana mestinya;

b. Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan Undang-

Undang;

c. Apakah benar pengadilan telah melampaui batas kewenangannya.

Diluar ketiga alasan tersebut, keberatan kasasi akan ditolak karena tidak

dibenarkan oleh Undang-Undang. Seperti dalam perkara yang diteliti,

permohonan kasasi terdakwa ditolah oleh Majelis Hakim Mahkamh Agung

karena alasan terdakwa dalam permohonan kasasi tidak dibenarkan oleh Undang-

Undang.

Alasan kasasi yang diutarakan oleh Terdakwa bahwa Majelis Hakim tidak

mempertimbangkan adanya disparitas adalah termasuk keberatan kasasi tentang

penilaian pembuktian, oleh karena itu Mahkamah Agung tidak berhak

menilainya dalam pemeriksaan tingkat kasasi. Hal tersebut sesuai dengan

pertimbangan Hakim yang berpendapat “bahwa alasan-alasan tersebut berkaitan

penilaian hasil pembuktian, dan penjatuhan pidana merupakan kompetensi judex

facti, bukan kompetensi judex juris dan bukan alasan formal kasasi”.

Menurut penulis jika terdakwa menggunakan alasan disparitas seharusnya

memberikan contoh yang tegas terhadap putusan yang dijadikan disparitas

tersebut, sehingga tidak ngambang dengan menggunakan istilah misalnya perkara

Semi, Roy Martin. Dan yang dimaksud perkara yang sama dalam disparitas tidak

hanya tindak pidananya saja, akan tetapi mempertimbangkan unsur- unsur yang

lain karena setiap perkara tindak pidana dalam proses peradilan tentunya ada hal-

hal yang meringankan dan memberatkan, apakah setiap orang bisa sama persis,

menurut penulis kemungkinannya kecil sekali.

Page 60: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

Hukum di Indonesia mengacu pada Undang-Undang sehingga jika

dimungkinkan adanya disparitas tentunya Undang-Undang yang dikenakan

terhadap pelaku tindak pidana tersebut haruslah sama, misalnya dalam perkara di

atas Undang-Undang yang diterapkan terhadap pemohon kasasi (Terdakwa)

adalah Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika, maka seharusnya yang dijadikan dasar disparitas haruslah sama yaitu

Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika,

sedangkan perkara Roy Martin menggunakan Undang-Undang yang berbeda

yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, karena

didakwa melanggar Pasal 60 dan 62 UU No 5/1997 tentang Psikotropika.

Selain itu berdasarkan hasil penelitian penulis, disparitas hanya

diberlakukan atau bisa dipertimbangkan jika terhadap putusan yang selisihnya

teramat jauh , tetapi jika hanya selisih 1 (satu) tahun lebih berat atau lebih ringan

dianggap sama. Jadi tidak bisa menggunakan alasan disparitas untuk kasasi, alas

anya bahwa penjatuhan pidananya tidak sama. Karena setiap terdakwa ada hal-

hal yang meringankan dan memberatkan dalam proses persidangan. Dalam

menentukan tuntutan jaksa juga sudah membandingkan dengan perkara lain yang

sama yang sudah inkrah.

Page 61: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

B. Pertimbangan Hakim Kasasi Dalam Menilai Pengajuan Kasasi

Terdakwa Yang Didasarkan Adanya Disparitas Pidana

1. Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung

Menimbang, bahwa atas alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung

berpendapat :

Bahwa judex facti tidak salah menerapkan hukum, keberatan memori

kasasi tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan

tentang suatu kenyataan, keberatan semacam itu tidak dapat dipertimbangkan

dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi

hanya berkenaan dengan tidak diterapkan suatu peraturan hukum atau peraturan

hukum tidak diterapkan sebagaimana mestinya, atau apakah cara mengadili tidak

dilaksanakan menurut ketentuan Undang-Undang, dan apakah Pengadilan telah

melampaui batas wewenangnya, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 253

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang-Undang No. 8 tahun

1981).

Bahwa judex facti tidak salah menerapkan hukum karena putusan judex

facti yang memperberat pidana terhadap diri Terdakwa dari 1 (satu) tahun

penjara dan denda Rp.800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah) Subsidair 1 (satu)

bulan kurungan menurut putusan Pengadilan Negeri menjadi 4 (empat) tahun

penjara dan denda Rp.800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah) / Subsidair 3

(tiga) bulan kurungan dibuat berdasarkan pertimbangan hukum yang benar. Ada

dasar yang memberatkan yang belum dipertimbangkan Pengadilan Negeri yaitu :

Agar pidana dapat jadi pedoman masyarakat, penggunaan narkotika makin

meningkat, hukuman harus setimpal dengan perbuatan.

Bahwa alasan kasasi Terdakwa bahwa judex facti memperberat hukuman

tanpa pertimbangan yang cukup, terjadi disparitas antara kasus Terdakwa dengan

kasus Roy Marthen, dan Sammy, padahal barang bukti Terdakwa hanya 0,2 gram

tidak dapat dikenakan karena alasan-alasan tersebut berkaitan penilaian hasil

Page 62: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

pembuktian, dan penjatuhan pidana merupakan kompetensi judex facti, bukan

kompetensi judex juris dan bukan alasan formal kasasi.

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata,

putusan judex facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau

undang-undang, maka permohonan kasasi tersebut harus ditolak.

Menimbang, bahwa oleh karena Pemohon Kasasi/Terdakwa dipidana,

maka harus dibebani untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini.

Memperhatikan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009, Undang-Undang

No.8 Tahun 1981 dan Undang-Undang No.14 Tahun 1985 sebagaimana yang

telah diubah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua

dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, serta peraturan perundang-

undangan lain yang bersangkutan.

2. Amar Putusan Mahkamah Agung

Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/ Terdakwa Adang

Suryana Als. Kamanak tersebut.

Membebankan kepada Pemohon Kasasi/ Terdakwa untuk membayar biaya

perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp.2.500,-(dua ribu lima ratus rupiah).

3. Pembahasan

Pada dasarnya yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam

menjatuhkan putusan berat ringannya pidana tersebut terhadap pelaku tindak

pidana narkotika adalah apabila pelaku melakukan perbuatan sesuai dengan apa

yang telah disebutkan sebagai tindak pidana narkotika dalam Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Seseorang dapat dikatakan melakukan tindak pidana apabila telah

memenuhi unsur-unsur yang dilarang dalam Undang-Undang. Apabila unsur-

unsur yang terdapat dalam pasal bersangkutan tidak terpenuhi maka hakim akan

memberikan putusan bebas dari segala tuntutan hukum bagi terdakwa.

Page 63: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

Seorang hakim harus mempertimbangkan faktor-faktor yang ada di dalam

diri terdakwa, yaitu apabila terdakwa benar-benar melakukan perbuatan yang

dituduhkan kepadanya, apakah terdakwa mengetahui perbuatannya tersebut

melanggar hukum sehingga dilakukan dengan adanya perasaan takut dan

bersalah, apakah terdakwa pada waktu melakukan perbuatan dianggap mampu

bertanggungjawab atau tidak. Selain hal tersebut hakim harus memberikan

putusan yang sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku serta harus

berdasarkan nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

Dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 2839 K/ Pid.Sus/ 2010 tersebut,

dapat diketahui bahwa Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan berdasarkan

pertimbangan yang dilihat dari segi hukum dan juga faktor-faktor yang

memberatkan dan meringankan.

Berdasarkan segi hukum, Majelis Hakim menjatuhkan putusan karena alas

an kasasi terdakwa terhadap putusan judex facti dalam perkara tersebut tidak

bertentangan dengan hukum dan/ atau Undang-Undang. Dimana menurut Majelis

Hakim, judex facti tidak salah menerapkan hukum, keberatan memori kasasi

tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang

suatu kenyataan, keberatan semacam itu tidak dapat dipertimbangkan dalam

pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya

berkenaan dengan tidak diterapkan suatu peraturan hukum atau peraturan hukum

tidak diterapkan sebagaimana mestinya, atau apakah cara mengadili tidak

dilaksanakan menurut ketentuan Undang-Undang, dan apakah Pengadilan telah

melampaui batas wewenangnya.

Dasar pertimbangan hakim yang memperberat pidana terhadap diri

Terdakwa sudah berdasarkan pertimbangan hukum yang benar yaitu agar

pidana dapat jadi pedoman masyarakat, penggunaan narkotika makin meningkat,

hukuman harus setimpal dengan perbuatan. Serta terjadi disparitas antara kasus

Terdakwa dengan kasus Roy Marthen, dan Sammy tidak dapat dikenakan karena

alasan-alasan tersebut berkaitan penilaian hasil pembuktian, dan penjatuhan

Page 64: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

pidana merupakan kompetensi judex facti, bukan kompetensi judex juris dan

bukan alasan formal kasasi.

Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 112 Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 adalah:

a. Setiap orang

Yang dimaksud dengan unsur setiap orang adalah orang atau pribadi

yang merupakan subyek hukum pendukung hak dan kewajiban, yaitu mampu

melakukan perbuatan yang dapat dipidana dan dipersalahkan sebagai pelaku

dari suatu tindak pidana.

Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika menyetakan yang dimaksud dengan kata setiap orang adalah orang

baik warga Negara Indonesia maupun orang asing yang melakukan tindak

pidana Narkotika di luar wilayah Negara Republik Indonesia dan masuk

wilayah Negara Republik Indonesia.

Terdakwa Adang Suryana alias Kamanak adalag pribadi atau orang

yang beridentitas tersebut sesuai dengan dakwaan, serta tidak keberatan maka

terdakwa sebagai subyek hukum adalah pelaku perbuatan dari tindak pidana

yang didakwakan kepadanya dan bukan orang lain. Dengan demikian maka

unsur setiap orang telah terpenuhi sehingga terbukti secara sah dan

menyakinkan.

b. Tanpa hak atau melawan hukum

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tidak

mengatur dan tidak member penjelasan tentang pengertian tanpa hak atau

melawan hukum namun sifat melawan hukum dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) dirumuskan yaitu melawan hukum tanpa hak, tanpa

izin dengan melampaui wewenanya atau tanpa menghiraukan ketentuan-

ketentuan dalam peraturan hukum dengan kata lain tanpa hak adalah identik

dengan melawan hukum.

Page 65: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

Baik dalam Yurisprudensi maupun pendapat para ahli hukum yang

dimaksudkan dengan pengertian melawan hukum adalah setiap perbuatan

ataupun tidaj berbuat yang melanggar hak subyektif orang lain atau

bertentangan dengan kewajiban hukum diri pelaku atau bertentangan dengan

tata susila atau bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian dan sikap hati-

hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan hidup sesama warga

masyarakat atau terhadap harta beda orang lain.

Menurut penjelasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 8

ayat (2), Majelis Hakim dapat menyimpulkan “tanpa hak atau melawan

hukum” hapus apabila dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I dapat

digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah

mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas

Obat dan Makanan.

Berdasarkan pertimbangan tersebut dikaitkan dengan fakta-fakta yang

terungkap ternyata terdakwa Adang Suryana alias Kamanakbukan orang yang

diberi wewenang khusus untuk itu oleh Menteri atas rekomendasi Kepala

Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam jumlah terbatas untuk

kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk

reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium, Terdakwa tidak memiliki

ijin dan tidak mempunyai kapasitas ataupun wewenang untuk itu, oleh karena

itu pula tidak menghapuskan sifat melawan hukum perbuatan terdakwa

sehingga dapat dinyatakan “tanpa hak atau melawan hukum”.

c. Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I

bukan tanaman

Terdakwa telah terbukti memiliki Narkotika Golongan I jenis shabu-

shabu yang dibungkus dalam plastik kecil warna putih sebanyak 1 (satu)

bungkus, yang berdasarkan hasil penimbangan berikut dengan

pembungkusnya berat keseluruhannya seberat 0,2 (nol koma dua) gram. Pada

Page 66: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

saat terdakwa lewat di depan RS Armina Panyabungan sedang mendorong

sepeda motornya yang mogok dilihat oleh saksi petugas Polisi yang mendapat

informasi sebelumnya (saksi Dedi) sehingga Terdakwa dilakukan

pemeriksaaan dan ternyata ada ditemukan barang bukti 0,2 gram shabu yang

baru saja dibelinya dari Brusli Nasution.

Berdasarkan hasil Analisis Laboratorium Forensik Bareskrim Polri

Cabang Medan No. Lab: 243/KNF/I/2010, tanggal 20 Januari 2010, terhadap

barang bukti yang disita dan diajukan dalam perkara ini adalah benar

mengandung Metamfetamina dan terdaftar dalam golongan I Nomor Unit 61

Lampiran Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Dalam memberi putusan ada 2 jenis faktor yang menjadi pertimbangan

hakim, yaitu:

a. Faktor-faktor yang meringankan:

1) Terdakwa berterus terang dan bersikap sopan;

2) Terdakwa menyadari perbuatannya bahwa narkotika itu dapat merusak

diri sendiri dan dimana untuk menghilangkan stress tidak akan mendekati

narkotika jenis apapun namanya;

3) Terdakwa selaku anak laki-laki diharapkan oleh keluarga untuk

mambantu orang tua mencari nafkah.

b. Faktor-faktor yang memberatkan:

1) Terdakwa melakukan penyalahgunaan Narkotika yang merupakan

ancaman bagi kelangsungan Bangsa dan Negara serta penyalahgunaan

Narkotika dapat merusak generasi muda;

2) Terdakwa tidak mau melaporkan penggunaan Narkotika kepada yang

berwajib dan tidak ada ijin memiliki Narkotika jenis shabu-shabu tersebut

dari pihak yang berwenang;

Page 67: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

3) Penyalahgunaan narkotika merupakan musuh dari semua bangsa dan

semua Negara bersama-sama untuk memberantas penyalahgunaan

Narkotika.

4) Yang dijadikan perbandingan oleh Terdakwa terkait dengan kasusnya

adalah perkara artis, selain pidana yang dijatuhkan meskipun dianggap

ringan, tetapi hal tersebut juga menjadi beban moral karena mereka

sebagai publik figure di dalam masyarakat.

Terhadap putusan tersebut (Pengadilan Negeri Mandailing Natal)

Terdakwa menerima dan tidak mengajukan upaya hukum apapun, tetapi Jaksa

Penuntut Umum mengajukan banding ke Pengadilan yang lebih tinggi

tingkatannya (Pengadilan Tinggi Medan). Atas putusan tersebut (Pengadilan

Tinggi Medan) Terdakwa merasa putusan Hakim pengadilan Tinggi Medan tidak

adil.

Dimana telah memperberat pidana terhadap diri Terdakwa dari 1 (satu)

tahun penjara dan denda Rp.800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah) Subsidair 1

(satu) bulan kurungan menurut putusan Pengadilan Negeri menjadi 4 (empat)

tahun penjara dan denda Rp.800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah) / Subsidair

3 (tiga) bulan kurungan. Karena menurut Terdakwa judex facti memperberat

hukuman tanpa pertimbangan yang cukup. Tidak mempertimbangkan akan

disparitas penjatuhan hukuman atas perkara yang sama dengan nilai barang bukti

yang sedemikian kecil. Maka dari itu terdakwa mengajukan upaya hukum kasasi,

namun pada akhirnya Mahkamah Agung menolak permohonan Kasasi Terdakwa

Adang Suryana Alias Kamanak.

Page 68: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user 54

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya maka penulis

dapat menarik simpulan sebagai berikut:

1. Alasan permohonan kasasi Terdakwa dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor

2839 K/ Pid.Sus/ 2010 tersebut bahwa Majelis Hakim tidak mempertimbangkan

adanya disparitas tidak sesuai dengan alasan kasasi yang dibenarkan menurut

Undang-Undang seperti yang disebutkan dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP.

Seharusnya yang harus diutarakan dalam memori kasasi ialah keberatan atas

putusan yang dijatuhkan pengadilan kepadannya, karena isi putusan tersebut

mengandung kekeliruan atau kesalahan yang tidak dibenarkan oleh Pasal 253

ayat (1) KUHAP. Yang mana alasan yang diutarakan Terdakwa dalam

permohonan kasasi termasuk keberatan kasasi tentang penilaian pembuktian,

oleh karena itu Mahkamah Agung tidak berhak menilainya dalam pemeriksaan

tingkat kasasi. Hal tersebut sesuai dengan pertimbangan Hakim yang

berpendapat “bahwa alasan-alasan tersebut berkaitan penilaian hasil pembuktian,

dan penjatuhan pidana merupakan kompetensi judex facti, bukan kompetensi

judex juris dan bukan alasan formal kasasi”. Selain itu yang dimaksud perkara

yang sama dalam disparitas tidak hanya tindak pidananya saja, akan tetapi

mempertimbangkan unsur- unsur yang lain karena setiap perkara tindak pidana

dalam proses peradilan tentunya ada hal- hal yang meringankan dan

memberatkan.

2. Yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan berat

ringannya pidana tersebut terhadap pelaku tindak pidana narkotika adalah apabila

pelaku melakukan perbuatan sesuai dengan apa yang telah disebutkan sebagai

tindak pidana narkotika dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika. Seorang hakim harus mempertimbangkan faktor-faktor yang ada di

Page 69: ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM TERDAKWA DALAM ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

dalam diri terdakwa, yaitu apabila terdakwa benar-benar melakukan perbuatan

yang dituduhkan kepadanya, apakah terdakwa mengetahui perbuatannya tersebut

melanggar hukum sehingga dilakukan dengan adanya perasaan takut dan

bersalah, apakah terdakwa pada waktu melakukan perbuatan dianggap mampu

bertanggungjawab atau tidak. Selain hal tersebut hakim harus memberikan

putusan yang sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku serta harus

berdasarkan nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Dari

Putusan Mahkamah Agung Nomor 2839 K/ Pid.Sus/ 2010 tersebut, dapat

diketahui bahwa Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan berdasarkan

pertimbangan yang dilihat dari segi hukum dan juga faktor-faktor yang

memberatkan dan meringankan.

B. SARAN

Dalam konteks kasus seperti yang telah dibahas dimuka, penulis memberikan

saran sebagai berikut:

1. Hakim dalam menjatuhkan pidana diharapkan mempertimbangkan adanya

disparitas penjatuhan hukuman yang harus dilihat dari sudut keadilan maksudnya

hakim harus mempertimbangkan faktor eksternal (latar belakang sosial, perilaku

sosial, pendidikan), faktor internal (usia, agama, jemis kelamin), serta faktor

yang memberatkan dan meringankan dari diri terdakwa. Karena keadilan adalah

milik semua orang yang harus dijunjung tinggi.

2. Penyalahgunaan Narkotika merupakan ancaman bagi kelangsungan hidup

Bangsa dan Negara serta dapat merusak generasi muda, oleh karena itu perlu

sebuah peningkatan hubungan kerja sama yang baik diantara para penegak

hukum dan masyarakat. Selain itu Roh dari hukum adalah keadilan sehingga

setiap putusan yang diambil harus bercermin pada keadilan, di samping harus

mempertimbangkan kepastian hukumnya.