Eni Fatmawati

103
KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN PENYAPIHAN DINI TERHADAP STATUS GIZI BALITA UMUR 0 – 24 BULAN DI POSYANDU DI DESA JEREBENG KECAMATAN DUKUN KABUPATEN GRESIK Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Tinggi Diploma III Kebidanan OLEH : ENI FATMAWATI (0302.12)

description

rgtaesgea

Transcript of Eni Fatmawati

DAFTAR LAMPIRAN

KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN PENYAPIHAN DINI TERHADAP STATUS GIZI BALITA UMUR 0 24 BULAN DI POSYANDU DI DESA JEREBENG KECAMATAN DUKUN KABUPATEN GRESIK

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

Pendidikan Tinggi Diploma III Kebidanan

OLEH :

ENI FATMAWATI

(0302.12)

AKADEMI KEBIDANAN WIDYAGAMA HUSADA MALANG

MALANG

2006

KATA PENGANTARPuji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul Hubungan Penyapihan Dini Terhadap Status Gizi Balita Umur 0-24 Bulan Di Posyandu Desa Jerebeng Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik Sebagai salah satu persyaratan akademis dalam rangka menyelesaikan Pendidikan Diploma III Kebidanan Widyagama Husada Malang.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis banyak mendapat petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu peneliti ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Yuliyanik, S. KM, selaku Direktur Akademi kebidanan Widyagama Husada Malang.

2. Ibu Patemah, S.SiT, selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan petunjuk koreksi dan saran sehingga terwujudnya Karya Tulis Ilmiah ini .

3. Bapak Ibnu Fajar, SKM.,M.Kes, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan petunjuk koreksi dan saran sehingga terwujudnya Karya Tulis Ilmiah ini .

4. Ibu Endah Tri Agustin, S.SiT, selaku penguji I

5. Bidan Yuyun Mazida, AMd.Keb. Bidan Polindes Desa Jerebeng Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik selaku pembimbing Lapangan dalam penelitian ini.

6. Para Dosen beserta Staf yang telah membantu dan berpartisipasi dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

7. Bapak, Ibu serta saudara-saudaraku tercinta yang telah banyak memberikan dorongan dan semangat kepada peneliti dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

8. Seluruh teman-temanku di Akademi kebidanan Widyagama Husada Malang yang telah mendukung dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Peneliti menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna, karena itu peneliti mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun untuk lebih sempurnanya Karya Tulis Ilmiah ini.

Malang, Oktober 2006

Penulis

ABSTRACTFatmawati, Eni, 2006. Correlation between Early Weaning and Nutritional Status of Baby-aged 0-24 Months in Desa Jerebeng, Kecamatan Dukun, Kabupaten Gresik, Scientific Worksheet. Midwifery Academy of Widyagama-Husada Malang. Advisor (1) Patemah, S.SiT Advisor (2) Ibnu Fajar, M.Kes.

ASI (mothers milk) is the best nutritional for baby, because of its nutritious components inside can optimally warrant babys growth. Based on a research which is done in Jakarta, shows that general baby weaning is done in seventh month of postpartum, 63,3% correspondences are still suckling breast and 3,6% arents suckling breast anymore, due to ill or theres no mothers milk production since the birth. From antecedent study result in getting balita having status of gizi less counted 38% and ugly gizi counted 4% which is very have an in with the growth pattern and growth of so that researcher interest to doresearch in Countryside of Jerebeng District of Soothsayer Sub-Province of Gresik.

Design research this uses Analytic Correlation that is supposed to analyze the correlation of 2 variables, those are early weaning variable and nutritional status variabel. The sampel population that is used in this study is all of the babies aged 0-24 months that already fulfilled inclusion criteria recruitment, those are 50 babies and uses all of the sampling population total, counted 50 babies.Pursuant to Result Research in Posyandu Dahlia Countryside of Jerebeng District of Soothsayer Sub-Province of Gresik in getting that baby which in weaning early counted 58% and in weaning do not early counted 42%, having gizi less counted 44%, ugly gizi counted 32% and gizi more counted 24%, based on Chi Square statistic test, the result tahat P value = 0,0001 that score is under 0,05, so Hypothesis o is refused and hipotesis i is going to be accepted. Due to this, can be concluded that theres a correlational between early weaning with baby-aged 0-24 month nutritional status.

Bibliographies : 16 references (in 1980 up to 2006)

Key words : Early weaning, Nutritional status

ABSTRAKFatmawati, Eni. 2006. Hubungan Penyapihan Dini Terhadap Status Gizi Balita Umur 0-24 Bulan Di Posyandu Dahlia Desa Jerebeng Kecamatn Dukun Kabupaten Gresik. Karya Tulis Ilmiah Akademi Kebidanan Widyagama Husada Malang. Pembimbing (1) Patemah, S.SiT. Pembimbing (2) Ibnu Fajar, S.KM. M. Kes.ASI merupakan gizi terbaik bagi bayi karena komposisi zat-zat gizi di dalamnya secara optimal mampu menjamin pertumbuhan bayi. Berdasarkan penelitian yang di lakukan di Jakarta menunjukkan penyapihan bayi rata-rata di lakukan pad bulan ke-7 pasca persalinan diketahui 63,3% responden masih menyusui damn 3,6% sama sekali tidak menyusui karena menderita sakit atau produksi ASI tidak terjadi saat awal. Dari hasil studi pendahuluan di dapatkan balita yang mempunyai status gizi kurang sebanyak 38% dan gizi buruk sebanyak 4% yang sangat berpengaruh pada pola pertumbuhan dan perkembangannya sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di Desa Jerebeng Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik.

Desain penelitian ini Analitik korelasi yang bertujuan menganalisa hubungan dua variabel yaitu variabel penyapihan dini dan variabel status gizi. Populasi yang di gunakan dalam penelitian ini adalah semua balita umur 0-24 bulan yang memenuhi persyaratan kriteria inklusi yang berjumlah 50 orang anak dan dengan menggunakan total populasi sampling, sampel yang di gunakan sebanyak 50 orang balita.

Berdasarkan Hasil Penelitian di Posyandu Dahlia Desa Jerebeng Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik di dapatkan bahwa bayi yang di sapih dini sebanyak 58% dan di sapih tidak dini sebanyak 42%, mempunyai gizi kurang sebanyak 44%, gizi buruk sebanyak 32% dan gizi lebih sebanyak 24%, dan berdasarkan hasil uji statistik Chi Square maka di dapatkan P value= 0,0001 dimana nilai tersebut kurang dari 0,05 sehingga Ho di tolak dan Hi di terima. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa ada hubungan antara penyapihan dini dengan status gizi balita umur 0-24 bulan

Kepustakaan : 24 kepustakaan (tahun 1980-2006)

Kata Kunci : Penyapihan Dini, Status Gizi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN

ii

HALAMAN PENGESAHAN

iii

HALAMAN PERSEMBAHAN

iv

KATA PENGANTAR

vABSTRACT

viABSTRAK

viiDAFTAR ISI

viiiDAFTAR TABEL

xDAFTAR GAMBAR

xiDAFTAR LAMPIRAN

xiiBAB1 PENDAHULUAN

11.1 Latar Belakang

1

1.2 Rumusan Masalah

2

1.3 Tujuan Penelitian

3

1.4 Manfaat Penelitian

3

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

52.1 Konsep Dasar Penyapihan Dini dan Penyapihan

5

2.1.1 Definisi Penyapihan Dini dan Penyapihan

5

2.1.2 Mulai Pemberian Makanan pada Bayi

6

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyapihan

8

2.1.4 Keuntungan dan Kerugian Penyapihan Dini

10

2.1.5 Masa Mulai Menyapih

10

2.1.6 Setelah Bayi Disapih

12

2.2 Konsep Dasar Balita

12

2.2.1 Pertumbuhan Balita

12

2.2.2 Perkembangan Balita

14

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang

15

2.2.4 Hal-hal yang Dapat Mendukung Pertumbuhan dan

Perkembangan Bayi

172.2.5 Tingkat Perkembangan Bayi

182.3 Konsep Dasar Status Gizi

212.3.1 Pengertian Status Gizi

212.3.2 Tingkat Kesehatan Gizi

212.3.3 Standar dan Klasifikasi Status Gizi

222.3.4 Penilaian Status Gizi

242.3.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

252.4. Hubungan Penyapihan Dini Terhadap Status Gizi 27

BAB3METODOLOGI PENELITIAN

303.1 Kerangka Konsep

30

3.2 Desain Penelitian

31

3.3 Hipotesa

31

3.4 Populasi, Sampel dan Tehnik Sampling

31

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

32

3.6 Variabel Penelitian

33

3.7 Definisi Operasional Variabel

33

3.8 Lokasi Dan Waktu Penelitian

34

3.9 Teknik Pengumpulan Data

343.10 Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data

35

3.11 Etika Penelitian

37

3.12 Jadwal Penelitian

38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

39

4.1 Hasil Penelitian

40

4.2 Pembahasan

45

4.3 Keterbatasan Penelitian

49

BAB V PENUTUP

50

5.1 Kesimpulan

50

5.2 Saran

51

DAFTAR PUSTAKALAMPIRANDAFTAR TABEL

Nomor

Judul Tabel

Halaman

Tabel 2.1Klasifikasi status gizi

22Tabel 3.1Definisi operasional variabel

34Tabel 4.1.Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Responden

Berdasarkan Umur..........

40Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Responden

Berdasarkan Pendidikan.....

41Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Responden

Berdasarkan Pekerjaan..............

41Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

42Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

JenisKelamin

42Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Penyapihan

43Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita Umur 0-24 Bulan

43Tabel 4.8. Hubungan Antara Penyapihan Dini terhadap Status Gizi Balita

44Tabel 4.9. Hasil Perhitungan Chi-Square test dengan menggunakan

SPSS Versi Windows antara Penyapihan Dini dengan

Status Gizi

44DAFTAR GAMBAR

Nomor

Judul Gambar

Halaman

Gambar 2.1 Penilaian status gizi

25Gambar 3.1 Kerangka konseptual penelitian

30DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Judul Lampiran

Halaman

1. Surat Permohonan Ijin Penelitian Dari Kampus

2. Surat Pemberian Ijin dari Bidan

3. Pengantar Informed Consent

4. Lembar Persetujuan Menjadi Responden

5. Kuesioner Penelitian

6. Tabel Status Gizi BB/U Menurut WHO

7. Tabulasi Data Penyapihan dan Status Gizi

8. Jadwal Penelitian

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

ASI (Air Susu Ibu) masih merupakan gizi terbaik bagi bayi karena komposisi zat-zat gizi di dalamnya secara optimal mampu menjamin pertumbuhan tubuh bayi. Selain itu, kualitas zat gizinya juga terbaik karena mudah diserap dan dicerna oleh usus bayi. Kandungan protein ASI (0,9 mg / 100 ml) memang lebih rendah dibandingkan dengan kadar protein dalam susu formula (1,6 gr / 100 ml) . Namun kualitas protein ASI sangat tinggi dan mengandung asam-asam amino esensial yang dibutuhkan oleh pencernaan bayi. (Akre. 1990)

Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif pada bayi selama 6 bulan pertama terbukti menurunkan angka kematian pada balita. Selain itu Air Susu Ibu (ASI) juga memberi keuntungan terhadap pertumbuhan dan perkembangan bayi, terbukti dapat mencegah berbagai penyakit akut dan menurun pada bayi. (Akre, 1990)

Menurut laporan tahun 2000, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) lebih kurang 1,5 juta anak meninggal karena pemberian makanan yang tidak benar, kurang dari 15 % bayi di seluruh dunia diberikan ASI Eksklusif selama 4 bulan dan sering kali pemberian makanan pendamping ASI tidak sesuai dan tidak aman. Hasil penelitian menunjukkan gangguan pertumbuhan pada awal masa kehidupan anak usia dibawah 5 tahun (balita) antara lain kekurangan gizi sejak dalam kandungan (pertumbuhan janin yang terhambat), pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini atau terlambat serta tidak cukup mengandung energi dan zat gizi (terutama mineral) dan tidak berhasil memberikan ASI eksklusif (Herti, 2006). Penelitian yang dilakukan di Jakarta menunjukkan penyapihan bayi rata-rata dilakukan pada bulan ketujuh pasca persalinan diketahui 63,3% responden masih menyusui dan 3,6% sama sekali tidak menyusui karena menderita sakit atau produksi ASI tidak terjadi saat awal. Kelompok kerja formal lebih dini menyapih bayinya, rata-rata 6-9 bulan setelah melahirkan sedangkan untuk pekerja informal pada saat bayi berusia 7-9 bulan. Semakin rendah pendidikan ibu merupakan resiko terjadinya penyapihan dini. Bayi dan ibu yang harus bekerja kembali setelah melahirkan cenderung mengalami penyapihan dini. Ibu yang terpaksa meninggalkan bayinya di rumah juga mengalami kenaikan resiko penyapihan dini 3 kali lebih cepat. (Nita Ratna, 1998)

Bayi-bayi yang mendapat ASI selama 3 bulan atau lebih dengan nyata lebih sedikit menderita penyakit gastrointestinal dalam masa 1 tahun pertama kehidupan, jika dibandingkan dengan bayi-bayi yang mendapat susu botol sejak lahir atau yang terlalu dini telah disapih penuh. (Akre. 1990) Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Posyandu Desa Jerebeng Dukun-Gresik pada bulan Maret 2006, diketahui terdapat 1300 penduduk yang di antaranya terdapat 50 bayi yang berumur 0-24 bulan yang sudah disapih atau berhenti menetek. Kebanyakan sangat berpengaruh pada pola pertumbuhan dan perkembangan balita yang diukur dengan status gizi yang ada. Dengan jumlah status gizi kurang sebanyak 38% bayi, gizi buruk sebanyak 4%, Maka dari hasil studi ini peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di Desa Jerebeng Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik karena jumlah status gizi yang kurang sekitar 75 % karena penyapihan yang dilakukan terlalu dini dari pada balita yang disapih tidak dini.

1.2 Rumusan Masalah

Bedasarkan latar belakang yang ada, maka dapat dirumuskan suatu rumusan masalah sebagai berikut Apakah terdapat hubungan penyapihan dini terhadap status gizi balita umur 0-24 bulan di Desa Jerebeng?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui hubungan penyapihan dini dengan status gizi balita umur 0-24 bulan di Desa Jerebeng Dukun Gresik.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi penyapihan dini pada balita di Posyandu Desa Jerebeng Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik.

2. Mengidentifikasi satus gizi balita, di Posyandu Desa Jerebeng Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik

3.Menjelaskan hubungan antara penyapihan dini terhadap status gizi balita umur 0-24 bulan.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi tempat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada pihak yang terkait untuk menentukan kebijakan dan intervensi gizi dalam upaya meningkatkan status gizi.

1.4 2 Bagi institusi pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi institusi pendidikan khususnya bagi Akademi Kebidanan Widyagama Husada Malang sebagai masukan dan menambah pengetahuan tentang pengaruh penyapihan dini terhadap status gizi balita umur 0-24 bulan.

1.4.3 Bagi masyarakat.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada masyarakat terutama pada ibu yang mempunyai balita tentang pengaruh penyapihan dini terhadap status gizi balita umur 0-24 bulan.

1.4.4 Bagi peneliti selanjutnya.

Hasil penelitian ini diharapakn dapat digunakan sebagai bahan acuan wawasan dan ide untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang pengaruh penyapihan dini terhadap status gizi balita umur 0 - 24 bulan.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyapihan Dini dan Penyapihan

2.1.1 Definisi penyapihan dini dan penyapihan

Penyapihan dini adalah suatu keadaan dimana bayi sudah tidak mendapat ASI sebagai sumber makanan pada umur kurang dari 4 bulan yang diganti dengan pemberian makanan tambahan selain ASI. (Herman, 1999)

Penyapihan merupakan dilakukannya pengurangan secara berangsur-angsur pemberian ASI, sedangkan makanan tambahan secara bertingkat ditambah sehingga akhirnya ASI dihentikan dan bayi mendapat makanan dewasa pada umur 2 tahun. (Sediaoetama, 2002)

Penyapihan adalah suatu perubahan progresif pemberian makanan pada bayi dari yang semula mendapat ASI sebagai satu-satunya sumber makanan menuju kepada suatau jenis makanan sehari-hari keluarga. (Widjaya, 2002)

Penyapihan adalah perpindahan yang progresif dari bayi yang semula mendapat ASI yang mendapat makanan seperti anggota keluarga lainnya (makanan dewasa). Penyapihan juga bisa disebut dengan proses pematangan. Anak yang puas dalam kehidupannya, saat disapih akan siap menghadapi tahap kehidupan selanjutnya. (Nasution , Thamrin,1998)

Departeman Kesehatan Republik Indonesia (1995) menyatakan bahwa penyapihan adalah pengurangan frekuensi pemberian ASI secara bertahap yaitu 3-4 kali sehari menjadi 2 kali sehari selanjutnya 1 kali sehari. Di mana menyapih harus bertahap karena anak perlu waktu untuk peralihan rasa makanan (manis dan gurih) dan bentuk makanan cair ke padat.

Lebih lanjut menurut Departemen kesehatan Republik Indonesia dan World Health Organization atau WHO (2001) , penyapihan adalah dimulainya pemberian makanan tambahan disamping ASI pada kelompok umur 4 sampai 6 bulan. Di mana bayi mulai dikenalkan sedikit demi sedikit dengan berbagai jenis makanan padat yang mulai dilumatkan.

2.1.2 Mulai pemberian makanan pada bayi

Penyapihan seharusnya tidak berarti negatif sebab manusia akan selalu mengalami penyapihan dalam hidupnya. Disapih dari kandungan, disapih dari ASI, disapih dari susu botol, disapih dari tempat tidur orang tuanya, disapih dari rumah untuk sekolah dan seterusnya, Sangat tidak disarankan untuk menyapih anak terlalu dini, dan saat menyapih anak tiba bukan berarti ikatan antara anak dan ibunya juga lepas. (Nita, 1998).

Di lain pihak, pada usia anak sekitar 6 bulan, bayi membutuhkan beberapa makanan yang lengkap dan secara fungsional bayi telah berkembang lengkap untuk mengatasinya. Usia antara 4 sampai 6 bulan terlihat sebagai masa yang tepat bagi bayi untuk mulai beradaptasi dengan makanan dari berbagai jenis tekstur dan cara makan.

Pada bulan ke-6, hampir semua bayi siap untuk makanan padat. Tanda kesiapan adalah kemampuan bayi untuk menolehkan kepalanya atau mendorong tangan ibu menjauh ketika bayi tidak mau makan lagi. Pada umur 6 bulan, sistem pencernaan sudah cukup matang untuk menangani kebanyakan makanan. Meskipun susu ibu atau susu formula akan tetap menjadi makanan diet bayi sampai berbulan-bulan kemudian.

Ibu yang bekerja misalnya, cenderung menyapih lebih cepat. Ibu yang di rumah cenderung lebih lama menyapihnya. Menurut Nita Ratna, pada usia tertentu lebih ideal untuk menyapih bayi, tidak peduli pada ibu bekerja atau tidak, yakni usia 1 tahun.

Sayangnya hal ini yang kerap diabaikan. Banyak ibu yang melakukan penyapian lebih dini atau lebih lambat karena alasanalasan tertentu. Seperti, keterbatasan waktu karena ibu sibuk bekerja, atau karena produksi ASI tidak lancar, atau karena tidak mau disapih.

Nita Ratna (1998) merekomendasikan penyetopan pemberian ASI pada usia 1 tahun, yang asumsinya yaitu:

1. Produksi ASI telah menurun seiring penggunaannya yang mulai tidak optimal. Di atas usia 6 bulan bayi sudah mendapat manfaat optimum dari menyusui. Pada akhir tahun pertama, komposisi air susu serta kebutuhan anak pun berubah. ASI tidak lagi menjadi kebutuhan gizi anak, bukan lagi makanan utama bayi, makanan utamanya sekarang adalah makanan padat.

2. Dari segi emosi. Pada usia bayi 1 tahun, bayi belum mencapai tahap yang menyulitkan sebagai anak usia 2 tahun, sehingga lebih mudah disapih. Dan juga ingatan usia 1 tahun lebih panjang, sehingga kecil kemungkinan kenangan akan menyusui yang menyenangkan akan melekat, hal ini membuat proses penyapian takkan menyakitkan buat bayi.

3. Anak usia 1 tahun harus sudah diajak mandiri guna membentuk individu sendiri dalam tahap perkembangannya, karena itu, bayi dewasa harus dilatih minum dengan gelas atau botol, jika tergantung pada payudara, maka proses menjadi mandirinya akan terlambat.

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyapihan (Soetjiningsih,1995)

1. Perubahan sosial budaya

a. Ibu-ibu bekerja atau kesibukan lainnya

b. Meniru teman, tetangga, atau orang terkemuka yang memberikan susu botol

2. Faktor psikologi

a. Takut kehilangan daya tarik sebagai wanita

b. Tekanan batin

3. Faktor fisik ibu

Ibu sakit, misal : mastitis, panas dan sebagainya

4. Faktor kurangnya petugas kesehatan sehingga masyarakat kurang mendapat penerangan

5. Meningkatkan promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI

6. Penerangan yang salah dari petugas kesehatan yang menganjurkan penggantian ASI dengan susu kaleng. 7. Gangguan penyusuan

Suatu hubungan sebab akibat antara pengenalan atau pemberian makanan tambahan yang dini dan penghentian penyusuan, jika makanan diberikan sebelum bayi menyusu, maka ASI akan sulit dihentikan karena bayi sudah kenyang.

8. Beban ginjal yang berlebihan

Makanan padat, baik dibuat sendiri ataupun buatan pabrik, cenderung mengandung NaCl tinggi yang akan menambah beban bagi ginjal. Beban tersebut masih ditambah oleh makanan yang mengandung daging (Hiperosmolitas). Penyebab haus dan oleh karena itu menyebabkan penerimaan susu dan energi yang berlebihan.

9. Alergi terhadap makanan

Belum matangnya sistem kekebalan dari usus pada umur yang dini dapat menyebabkan banyak terjadinya alergi terhadap makanan pada masa kecil. Alergi pada susu sapi dapat terjadi sebanyak 7, 5% dan telah diingatkan bahwa alergi terhadap makanan lain seperti jeruk, tomat, ikan, telur, serelia, bahkan mungkin sering terjadi.

10.Gangguan pengaturan selera makan

Makanan padat dianggap sebagai penyebab kegemukan pada bayi. Dalam Hendrawan (2000) disebutkan bahwa selera makan atau minum bayi menurun mungkin karena ASI nya sedikit dan ibu tidak menyadarinya atau susu kalengnya tidak disukai sehingga minumnya habis.

11.Tingginya solute load hingga dapat menimbulkan hyperosmolalityMungkin saja dalam makanan padat yang dipasarkan terdapat zat warna atau pengawet yang tidak diinginkan.

Seimbang dengan kebutuhan gizi merupakan sebab utama terjadinya gizi buruk pada usia muda.

Dari beberapa penelitian yang dilakukan beberapa negara termasuk Indonesia terlihat adanya kecenderungan para ibu untuk menyapih bayinya lebih awal, yaitu pada usia kurang dari 12 bulan. Kebiasaan ini mulanya hanya terbatas pada kelompok ibu yang berpenghasilan cukup terutama di kota, akan tetapi kebiasaan menyapih lebih awal menyebar juga ke desa-desa. Jellife mengatakan bahwa penghentian pemberian ASI yang diberikan melalui botol merupakan yang menyebabkan kematian bayi saat ini.

2.1.4 Keuntungan dan kerugian dilakukan penyapihan dini

1.Keuntungan dilakukan penyapihan dini

Pada interaksi ibu dan anak. Kadang ibu mendapatkan kenikmatan dari menyusi, misalnya : menyanyi, bercerita bahkan ke taman. Dengan menyapih, ibu akan mempunyai aktivitas lain untuk menstimulasi anak. Kemungkinan resiko saling tergantung, lebih lambat menyapihnya akan menciptakan ketergantungan ibu dan anak serta sebaliknya, tetapi yang perlu dipikirkan terlalu lama menyapih akan membuat anak sulit melepaskan diri yang menghambat kemajuan perkembangannya. Dengan begitu akan mengesampingkan ayah sehingga sulit membina relasi anak dan ayah.

2. Kerugian dilakukan penyapihan

Bayi akan kehilangan makanan terbaiknya, yakni ASI yang tidak dapat disamai oleh PASI ( pengganti ASI), meningkatkan resiko gejala pernapasan pada bayi, meningkatkan resiko obesitas atau kegemukan pada bayi

2.1.5 Masa mulai menyapih

Pada usia 2 tahun bayi mulai disapih. Agar tidak menyakiti bayi, seminggu sebelum disapih sebaiknya bayi menyusui satu kali saja, misalnya hanya waktu malam hari menetek, sedang paginya hanya diberi susu sapi satu gelas.

Untuk mengetahui bayi cukup makan atau tidak, sebaiknya bayi ditimbang dalam waktu tertentu. Bila kenaikan berat badan bayi sesuai dengan bertambahnya umur, berarti makanan bayi sudah cukup. Setelah itu bayi disapih makananya yang terdiri dari makanan balita.

Pada setiap bayi sehat dalam seminggu pertama selalu terdapat susut berat badan bayi, tetapi susutnya tidak boleh melebihi 10% dari berat waktu lahir. Akhir minggu kedua biasanya berta badan bayi telah sama dengan berat badan waktu lahir.

Kenaikan berat badan bayi:

Umur 1-3 bulan : Tiap 4 mingggu bertambah 700 gram atau kira-kira 175-200 gram seminggu.

Umur 3-6 bulan: Tiap 4 minggu bertambah 450 gram atau kira-kira 125 gram seminggu.

Umur 6-12 bulan : Tiap 4 minggu bertambah 350 gram (Eisenberg, Arlene,1997)

Hubungan kasih sayang antara ibu dan bayinya mulai sejak dalam kandungan yang kemudian berlanjut setelah bayi lahir melalui penyusuan. Salah satu manfaat menyusui adalah menciptakan bonding (ikatan batin) antara ibu dan anak. Banyak ibu-ibu yang salah pemahaman yaitu bahwa berhenti menyusu berarti memutuskan hubungan tali kasih sayang antara bayi dan ibu, karena kontak fisik antar ibu dan anak semakin melemah.

Menurut Karmila, pemutusan kontak batin lewat menyusui bisa dilakukan bayi berumur 6 bulan saat bayi mendapatkan makanan padatnya. Hal itu tidak akan merenggangkan bonding ibu dan anak, mengingat banyak faktor yang dapat meningkatkan bonding. Misalkan interaksi lewat bermain, memberikan makanan atau susu botolnya.

Karmila (2000) juga menegaskan, kontak langsung kulit juga bukan faktor penentu bonding berkualitas. Walaupun bayi dipangku, didekapkan ke dada, tapi pikiran dan hati ibu kemana-mana, maka bonding tidak akan terjadi. Ritual seperti mengganti celana, bermain, memandikan juga dapat menciptakan bonding yang berkualitas.

2.1.6 Setelah bayi disapih

Bayi akan beralih dari makanan berupa ASI yang hampir-hampir bebas dari setiap kemungkinan kontaminasi ke makanan biasa, perlindungan tubuh terhadap infeksi yang didapat dari sifat anti infeksi dari ASI akan hilang. Makanan yang disiapkan sebagai makanan sapihan adalah makanan yang sangat terbuka akan berbagai kemungkinan kontaminasi, baik waktu membuatnya, maupun waktu menyimpannya ini berarti penyapihan akan diikuti oleh meningkatnya kemungkinan terjadi infeksi terutama infeksi saluran pencernaan.

Membuat makan menjadi sarana merupakan salah satu cara memutuskan rangkaian masalah makan pada anak. Selain membuat lingkungan yang menyenangkan. Sambil menyuapi, ibu bisa bercerita tentang bahan atau lauk pauk yang sedang dimakan anak. Bayam dan pepaya, atau wortel yang bisa menjernihkan mata. (Shihab, 2003 )

2.2 Konsep Dasar Balita

2.2.1 Pertumbuhan Balita

1. Pertumbuhan

Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang bisa diuk ur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram) . Ukuran panjang (centimeter, meter) umur tulang dan keseimbangan metabolik (referensi kalsium dan nitrogen tubuh). (Soetjiningsih,1995).

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1995) pertumbuhan adalah perubahan ukuran tubuh manusia sejak pembuahan dalam kandungan sampai akhir masa remaja, untuk melihat pertumbuhan dapat dilakukan melalui penimbangan berat badan atau pengukuran panjang atau tinggi badan. Bayi yang sehat, dengan bertambah umurnya akan bertambah pula berat badanya, panjang atau tinggi badanya.

2. Faktor-faktor yang Dapat Mempengaruhi Pertumbuhan

Faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan bayi, antara lain dipengaruhi oleh sifat bawaan (keturunan), pola atau menu makanan yang bergizi serta keadaan kesehatan jasmani, rohani, dan kondisi lingkungan sosialnya. Begitu pula dengan panjang badan bayi dalam keadaan normal, yaitu dari 34-55 cm, pada umur 12 bulan (1 tahun) menjadi kurang lebih 68-81 cm. Sedangkan berat badannya dari 2500-4000 gram, pada umur 12 bulan (1 tahun) bertambah menjadi 10-12 kilogram.

Pertumbuhan bayi dapat dilihat dengan pengukuran Berat Badan (BB) dan Tinggi Badan (TB) secara berkala dan teratur setiap 1 bulan. Berat badan dicatat dalam Kartu Menuju Sehat (KMS) yang dilakukan setiap bulan di Posyandu. Salah satu faktor terpenting dalam pertumbuhan bayi adalah Air Susu Ibu dan pola makanan pendamping ASI.

2.2.2 Perkembangan Balita.

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan (Soetjiningsih,1995).

Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.

Lebih lanjut menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1995), perkembangan adalah meningkatkan kemampuan manusia dari segi fungsi gerakan otot, kecerdasan, perasaan dan kemampuan bergaul sejak dari janin dalam kandungan sampai ia mati. Perkembangan bayi adalah meningkatnya kemampuan bergaul sejak dari lahir sampai usia 12 bulan.

Terdapat 4 bidang kemampuan bayi yang perlu dipantau tingkat perkembangan yang meliputi:

1. Perkembangan gerak kasar, yaitu kemampuan gerakan yang melibatkan sebagaian besar bagian tubuh dan biasanya memerlukan tenaga karena dilakukan otot-otot besar, misalnya: tengkurap, duduk, dan sebagainya.

2. Perkembangan gerak halus, yaitu kemampuan gerakan yang melibatkan bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil. Kemampuan gerakan halus memerlukan kecermatan anak, misalnya: mengedipkan mata, memberikan reaksi kearah sumber cahaya, dan sebagainya.

3. Perkembangan bicara, bahasa dan kecerdasan, yaitu kemampuan mengungkapkan perasaan, keinginan dan pendapat melalui pengucapan kata-kata, kemampuan mengerti dan memahami perkataan orang lain serta kemampuan berfikir, misalnya: mengoceh, menangis dan sebagainya.

4. Perkembangan bergaul dan kemandirian, yaitu kemampuan dalam pergaulan, berkawan, disiplin, mengenal sopan santun dan kemampuan yang mandiri, misalnya : membalas senyuman, berani dan takut dengan orang lain dan sebagainya.

Perkembangan bayi dapat dibantu dengan rangsangan. Yang dimaksud dengan rangsangan atau stimulasi yaitu serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk membantu anak mencapai tingkat perkembangan tertentu secara baik. Rangsangan yang diberikan sejak masa bayi membawa manfaat untuk mengarahkan perkembangannya, mencegah terjadinya kelambatan perkembangan anak serta sekaligus mencerdaskannya.

Rangsangan dapat dilakukan oleh setiap orang yang telah mengerti dasar-dasar stimulasi khususnya ibu, ayah, pengasuh dan orang-orang terdekat dengan bayi. Stimulasi dapat dilakukan di segala tempat terutama di rumah dalam lingkungan keluarga. Rangsangan tidak selalu memerlukan waktu khusus, sehingga dapat dikaitkan sekaligus dengan kegiatan lainnya dan dilakukan setiap hari, misalnya : dikaitkan dengan kegiatan ibu ketika mengerjakan pekerjaan rumah tangga atau diberikan sewaktu bepergian, memandikan bayi, menyusukan bayi dan sebagainya.

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang

Secara umum terdapat dua faktor utama yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak yaitu:

1.Faktor genetik

Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang terkandung didalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Ditandai dengan intensitas dan kecepatan pembelahan. Derajat sensitifitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang. Termasuk faktor bawaan yang normal dan patologis, jenis kelamin, suku bangsa.

2. Faktor lingkungan

Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan, sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya. Lingkungan ini merupakan lingkungan bio-fisiko-psiko-sosial yang mempengaruhi individu setiap hari, mulai dari konsepsi sampai akhir hayatnya. Faktor lingkungan ini secara garis besar dibagi menjadi :

1)Faktor lingkungan yang mempengaruhi anak pada waktu masih di dalam kandungan (faktor pranatal) , yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang janin mulai dari konsepsi sampai lahir, antara lain adalah:

a. Gizi pada waktu hamil

b. Mekanis, trauma dan cairan ketuban yang kurang dapat menyebabkan kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan.

c. Toksin atau zat kimia, ibu hamil yang perokok berat atau peminum alkohol kronis, keracunan logam berat dan lian-lain.

d. Endokrin, hormon-hormon yang mungkin berperan pada pertumbuhan janin adalah somatotropin, hormon plasenta, hormon tiroid, insulin dan peptida-peptida lain dengan aktifitas mirip insulin.

e. Radiasi sebelum usia kehamilan 18 minggu dapat menyebabkan kematian janin, kerusakan otak, mikrosefali, atau cacat bawaan lainnya.

f. Infeksi, misal : TORCH (Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes simplex)

g. Stress

h. Imunitas

i. Anoksia embrio, menurunnya oksigenasi janin melalui gangguan pada plasenta atau tali pusat menyebabkan berat badan lahir rendah.

2) Faktor lingkungan post natal mempengaruhi tumbuh kembang anak secara umum dapat digolongkan menjadi:

a. Lingkungan biologis : ras atau suku bangsa, jenis kelamin, umur, gizi , perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit, penyakit kronis, fungsi metabolisme, hormon.

b. Faktor fisik, antara lain : cuaca, musim, keadaan geografis satu daerah, sanitasi, keadaan rumah, radiasi.

c. faktor psikososial, antara lain: stimulasi, motivasi belajar, ganjaran ataupun hukuman yang wajar, kelompok sebaya, stess, sekolah, cinta dan kasih sayang , kualitas interaksi anak-orang tua

d. Faktor keluarga dan adat istiadat, antara lain: Pekerjaan atau pendapat keluarga, pendidikan ayah atau ibu, jumlah saudara, jenis kelamin dalam keluarga, stabilitas rumah tangga.

2.2.4 Hal-hal yang dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi

Hal-hal yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi adalah dengan cara membesarnya dalam lingkungan keluarga yang sehat. Untuk itu perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu :

1.Orang tua memiliki pengetahuan sederhana mengenai kesehatan terutama kesehatan ibu dan anak.

2.Orang tua tidak mempunyai masalah kejiwaan.

3.Keluarga tidak menelantarkan anak

4.Perawatan dan pemeliharaan rumah sebagai tempat tinggal yang rapi, bersih, nyaman dan sehat

5.Keluarga mampu mencari nafkah dan dapat mangatur keuangan keluarga

6.Orang tua mengikuti program keluarga berencana

7.Keluarga mempunyai kegiatan sehari-hari yang teratur

8.Hubungan antara anggota dalam keluarga, antara keluarga dengan tetangga, antara keluarga dengan masyarakat dalam keadaan harmonis, bersahabat, gotong royong, saling menghormati, dan sebagainya

2.2.5 Tingkat Perkembangan Bayi

1.Kemampuan perkembangan yang harus dicapai bayi usia 0-3 bulan adalah :

1)Mampu menggerakkan kedua tungkai dan lengan sama mudahnya ketika terlentang. Dilihat dengan cara meletakkan bayi pada posisi terlentang, perhatikan gerakan kedua tungkai dan lengannya.

2)Memberikan reaksi dengan melihat kearah sumber cahaya. Dilihat dengan cara menyalakan lampu senter yang digerakkan ke kiri dan ke kanan, perhatikan perubahan mimik muka bayi dan gerakan matanya.

3)Mengeluarkan suara (mengoceh), perhatikan apakah bayi mengeluarkan suara-suara lain (mengoceh) di samping menangis.

4)Membalas senyuman ketika diajak bicara dan tersenyum.

2. Kemampuan perkembangan yang harus dicapai anak sesaat sebelum berumur 3-6 bulan adalah:

1)Mengangkat kepala dengan tegak ketika tengkurap. Dilihat dengan cara meletakkan bayi pada posisi tengkurap, perhatikan apakah bayi dapat mengangkat kepalanya sampai tegak.

2)Menggenggam benda yang disentuhkan pada punggung atau ujung tangannya dengan kuat, misalkan: ujung jari ibu atau pensil, perhatikan apakah digenggam dengan kuat beberapa saat.

3)Mencari sumber suara yang nyaring, misalnya: dengan cara memukul sendok ke gelas, perhatikan apakah bayi memalingkan kepalanya mencari sumber suara tersebut.

4)Membalas senyuman ketika diajak berbicara dan tersenyum.

3. Kemampuan perkembangan yang harus dicapai anak sesaat sebelum berumur 6-9 bulan adalah :

1)Mempertahankan posisi duduk dengan kepala tegak ketika didudukkan, caranya dengan mendudukkan bayi diatas meja, perhatikan apakah bayi dapat mempertahankan kepalanya dengan tegak dalam sikap duduk.

2)Meraih benda yang terletak dalam jangkauannya, dilakukan dengan cara meletakkan benda yang menarik di dekat bayi pada tempat yang terjangkau olehnya, apakah bayi berusaha meraihnya.

3)Tertawa atau berteriak bila melihat benda yang menarik atau senang dengan cara menunjukkan atau memperlihatkan apakah bayi tertawa atau berteriak ketika melihat benda atau mainan tersebut.

4)Mengenal dan dapat membedakan antara orang yang sudah dikenal dengan orang yang belum dikenal, dengan cara minta bantuan tetangga untuk menggendongnya, perhatikan apakah bayi menangis atau kelihatan takut kepada orang yang tidak dikenal.

4. Kemampuan perkembangan yang harus dicapai anak sesaat sebelum berumur 9-12 bulan.

1)Berdiri dengan berpegangan. Caranya dengan mendudukkan bayi pada permukaan yang datar seperti lantai yang dekat dengan dinding dan diusahakan agar bayi mau berdiri dengan cara memberikan mainan yang menarik. Perhatikan apakah bayi dapat berdiri sendiri dengan berpegangan pada dinding tersebut.

2)Mengambil benda-benda kecil sebesar biji jagung menjepit dengan 2 jari. Caranya dengan meletakkan benda kecil sebesar biji jagung didekat bayi, perhatikan apakah bayi dapat mengambil benda tersebut dengan cara menjepit dengan 2 jarinya.

3)Dapat mengatakan 2 suku kata yang sama.

4)Dapat mengikuti permainan Ci Luk Ba. Caranya dilakukan oleh ibu atau pengasuh bersama-sama dengan anak untuk bermain Ci Luk Ba dan perhatikan apakah bayi dapat mengikuti permainan ini.

5.Kemampuan perkembangan yang harus dicapai anak sesaat sebelum berumur 12-18 bulan.

1)Berjalan sendiri tanpa jatuh, misalkan untuk mendapatkan dekapan, ciuman, atau mainan kesukaannya.

2)Mengambil benda kecil keatas sebesar biji jagung dengan ibu jari dan telunjuknya.

3)Mengungkapkan keinginan sendiri secara sederhana.

4)Minum sendiri dari gelas tanpa tumpah.

6. Kemampuan perkembangan yang harus dicapai anak sesaat sebelum berumur 18-24 bulan.

1)Berjalan mundur sedikitnya 5 langkah, misalnya dengan memberi mainan yang dapat ditarik, kemudian ia diminta menarik mainannya sambil berjalan mundur.

2)Mencoret-coret dengan alat tulis.

3)Menyebutkan nama dan menunjuk satu bagian tubuh dengan benar.

2.3 Konsep Dasar Status Gizi

2.3.1 Pengertian Status Gizi

Zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan

Status gizi adalah Ekspresi dari kedaaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. (Supariase, 2001)

Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang disebabkan oleh konsumsi penyerapan dan penggunaan makanan oleh jumlah dan jenis makanan yang di konsumsinya. (Suhardjo,1992)

Status gizi adalah keadaan seseorang yang merupakan gambaran sejauh mana orang tersebut telah memperhatikan nilai gizi dan makanan yang dikonsumsinya. (Pudjiadi, 2000).

2.3.2 Tingkat kesehatan gizi

Keadaan kesehatan gizi/status gizi tergantung dari tingkat konsumsi, tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas dan kuantitas bahan makana. Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh dan perbandinganya satu terhadap yang lain. Kuantitas menunjukkan kecukupan masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya, maka tubuh akan mendapatkan kondisi kesehatan gizi yang sebaik-baiknya.

2.3.3 Standar dan Klasifikasi Status Gizi

Standar baku Antropometri yang sering digunakan adalah baku Harvard dan baku WHO-NCHS, untuk keperluan kegiatan pemantauan status gizi balita umumnya menggunakan baku WHO-NCHS dengan pertimbangan bahwa;

1. Baku standar WHO-NCHS membedakan jenis kelamin.

2. Penentuan cut off point untuk klasifikasi status gizi yang dinyatakan dalam persen. (Depkes RI,1995)

Depkes RI menetapkan klasifikasi status gizi sebagai berikut :

Tabel 2.1 Klasifikasi status gizi

IndeksKlasifikasi status gizi2 score

BB/UGizi lebih

Gizi Baik/Normal

Gizi Kurang/BB rendah

Gizi Buruk/BB sangat rendah> +2 SD

-2 s/d 2 SD

< -2 s/d -3 SD

< -3 SD

Keterangan:

1. Status gizi lebih, terjadi karena sumber energi yang masuk dalam tubuh melebihi energi yang dibutuhkan untuk melakukan aktifitas.

2. Status gizi baik atau normal, merupakan suatu keadaan dimana terjadi keseimbangan antara zat-zat gizi yang masuk kedalam tubuh dengan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan untuk menghasilkan energi.

3. Status gizi buruk, merupkan akibat kurang terpenuhinya kebutuhan zat gizi dalam waktu lama sehinggga daoat menyebabkan penyakit defisiensi gizi.

Keuntungan dan kerugian menggunakan indeks Antropometri menurut BB/U adalah:

1. Kelebihan Indeks BB/U

1) Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum.

2) Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis.

3) Berat badan dapat berfluktuasi.

4) Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil.

5) Dapat mendeteksi kegemukan (over weigt)

2Kelemahan Indeks BB/U

1) Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat edema maupun asites.

2) Didaerah pedesaan yang masih terkecil dan tradisional, umur sering sulit ditaksir secara tepat karena pencatatan umur yang belum baik.

3) Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak dibawah usia lima tahun.

4) Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran. seperti pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat penimbangan.

5) Secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah sosial budaya setempat. Dalam hal ini orang tua tidak mampu menimbang anaknya, karena dianggap seperti barang dagangan dan sebagainya.

Secara antropometri, status nilai gizi diklasifikasikan menjadi:

a. Gizi lebih :overweight dan obesitas

b. Gizi baik :wellnourished

c. Gizi kurang :underweight (mild and moderate malnutrition)

d. Gizi buruk : severe malnutrition (marasmus, kwashiorkor) (Suharjo,1996)

2.3.4 Penilaian status gizi

Ada beberapa cara untuk melakukan penilain status gizi pada kelompok kelompok masyarakat salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal dengan Antropometri. Penilaian status gizi dapat dilakukan secara perorangan ataupun masyarakat, pengukuran Antropometri dapat dilakukan oleh siapa saja dengan hanya melakukan secara sederhana. Macam-macam Antropometri yang sudah digunakan antara lain: Berat Badan (BB) , Panjang Badan (PB) , Lingkar Lengan Atas (LILA) , Lingkar Kepala (LK) , Lingkar Dada (LD) dan lapisan lemak bawah kulit (LLBK) .

Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi yang dianjurkan dalam bentuk indeks Berat Badan menurut umur (BB/U) dapat memberi ganbaran tentang keadaan gizi dari suatu kelompok masyarakat tertentu pada saaat pengukuran dilakukan.

Menurut Aritonang (1996) ada beberapa keuntungan menggunakan Antropometri untuk penilaian status gizi:

1.Caranya mudah, sederhana, aman, dan teknisnya tidak terlalu banyak instruksi.

2.Dapat digunakan pada posisi tidur, duduk atau berdiri.

3.Sesuai untuk sampel besar.

4.Peralatan yang digunakan relatif tidak mahal.

5.Bersifat portabel (bisa dibawa kemana-mana).

6.Tidak memerlukan skill tinggi dalam menggunakanya.

7.Metode dapat memberikan hasil yang akurat asal mengikuti cara yang betul.

8.Hasil antropometri dapat menggambarkan terjadinya sesuatu dalam jangka waktu sebelumnya.

9.Bisa dipakai untuk mengevaluasi perubahan status gizi satu generasi ke generasi.

10. Dapat digunakan screning test.

Gambar 2.1 Penilaian status gizi

2.3.5 Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi

Apriadji (1986) mengatakan bahwa status gizi dipengaruhi oleh banyak faktor-faktor yang berperan dalam menentukan status gizi seseorang pada dasarnya terdiri dari 2 faktor yaitu :

1. Faktor internal (nilai cerna makanan, status kesehatan, umur, jenis kelamin, status fisiologi dan ukuran tubuh) .

2. Faktor eksternal (tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan gizi, pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, latar belakang, sosial budaya, kebersihan lingkungan dan keadaan infeksi)

Sependapat dengan diatas Sayogyo (1995) mengatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi status gizi seorang anak, secara langsung adalah masalah gizi atau keadaan gizi yang dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor makanan yang dikonsumsi kualitatif serta adanya infeksi yang dapat menghambat gizi. Konsumsi sendiri tergantung dari beberapa faktor antara lain:daya beli, persediaan bahan makanan, tingkat pengetahuan dan keadaan gizi, kebiasaan menyapih anak, pembagian makanan pada keluarga.

Ada beberapa cara untuk menentukan status gizi pada balita yaitu dengan

Penilaian status gizi secara langsung dan secara tidak langsung:

1. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu:

1)Antropometri

Adalah pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Adapun pengggunaanya secara umum yaitu untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi, terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.

2) Klinis

Adalah metode yang didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi, dapat dilihat dari kulit, mata, rambut, dan kelenjar tiroid.

3) Biokimia

Adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh (darah, urine, tinja, hati dan otot) , metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah.

4) Biofisika

Metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya digunakan dalam situasi tertentu misal kejadian buta senja epidemik (tes adaptassi gelap)

2. Penilaian status gizi secara tidak langsung.

1) Survei konsumsi makanan

Adalah penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Adapun penggunaanya untuk mengumpulkna data konsumsi makanan dapat memberi gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. survei ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi.

2) Statistik vital

Adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab ttertentu dan data lainya yang berhubungan dengan gizi.

Adapun penggunaanya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.

2.4 Hubungan Penyapihan Dini Terhadap Status Gizi Balita

Pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan sebagai nutrisi ideal bagi tumbuh kembang optimal bayi dan perlindungan bayi dari infeksi. Keuntungan ASI meliputi mudah di berikan kapan dan di mana saja tanpa persiapan dan sterilisasi, hampir semua zat gizi cukup, seimbang dan adekuat untuk memenuhi kebutuhan bayi. Anak mulai diberi MP ASI pada umur 6 bulan dan secara bertahap jenis, konsisten, dan tekstur makanan ditambah sampai umur 2-3 tahun saat anak mampu makan makanan keluarga serta menggantikan secara lengkap fungsi ASI sebaggai sumber nutrisi anak, seperti telah disebutkan diatas yang paling mengetahui waktu yang paling tepat untuk mulai memberikan makanan pendamping ASI/Formula adalah ibu dan bayi.Tetapi ibu juga sebaiknya mengetahui bahwa penyapihan yang terlalu dini ataupun penyapihan yang lambat, akan menimbulkan hal-hal yang bisa merugikan bayi. (Milna, 2006)

Berbagai penemuan baru-baru ini membuktikan bahwa bayi-bayi yang tumbuh pesat yang hanya mendapat ASI saja dari ibu-ibu dengan gizi baik, mengatur pemasukan dirinya sendiri secara luas, volume pemasukan itu sesuai dengan kapasitas laktasi bahkan pada ibu yang bergizi buruk sekalipun. (Akre, 1990).

Adapun faktor yang mempengaruhi status gizi seorang anak secara langsung adalah masalah gizi atau keadaan gizi yang di pengaruhi oleh berbagai faktor yaitu makanan yang di konsumsi, kualitatif serta adanya infeksi yang dapat menghambat gizi, daya beli, persediaan bahan makanan, tingkat pengetahuan dan keadaan gizi, kebiasasan menyapih anak.

Banyak penelitian membuktikan bahwa angka kesakitan dan kematian bayi yang mendapat ASI eklusif (hanya ASI saja) selam 6 bulan jauh lebih rendah dari pada bayi yang tidak mendapat ASI, ini menunjukkan bahwa anak yang mendapat ASI selam 6 bulan atau lebih, risikonya terkena leukemia akna turun sebesar 21%. Sedangkan bayi yang mendapat ASI selama 6 bulan atau lebih, risikonya akan turun sampai 30%. Jadinya, mereka menyimpulkan bahwa bayi yang diberi ASI akan turun risikonya terkena leukemia, dan besar penurunan risiko itu akan semakin besar dengan semakin lamanya bayi mendapat ASI di tahun pertama kehidupannya. Sehubungan dengan hal itu, The American Academy of Pediatrics menyarankan para ibu untuk menyusui bayinya, sedikitnya selama satu tahun pertama. (Dewi, 2006)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3. 1 Kerangka Konsep

Kerangka konseptual adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep yang satu dengan yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan. (Notoatmodjo, 2000)

Keterangan :

: Area yang diteliti

: Area yang tidak diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Penyapihan dini adalah variabel yang berkaitan/mempengaruhi dengan status gizi balita. Adapun faktor yang mempengaruhi yaitu pada status gizi: infeksi, konsumsi, pola makan. Sedangkan faktor yang mempengaruhi penyapihan yaitu perubahan sosial budaya, faktor sosial budaya, faktor fisiologis, faktor fisik ibu, ekonomi, pendidikan, dan petugas kesehatan.

3.2 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah rencana atau rancangan yang dibuat oleh peneliti sebagai ancar-ancar kegiatan yang akan dilaksanakan. (Arikunto, 2002)

Desain penelitian ini menggunakan desain analitik korelasi yang bertujuan menganalisa hubungan 2 variabel yaitu variabel penyapihan secara dini dengan variabel status gizi balita umur 4-24 bulan. jenis penelitian ini adalah bersifat observasional karena berusaha menggali informasi pada objek penelitian tanpa adanya suatu perlakuan dalam penelitian. Berdasarkan waktunya penelitian ini bersifat cross sectional karena mengkaji keadaan objek dan pengukuran variabelnya baik respon maupun efek dilakukan pada waktu bersamaan.

3.3 Hipotesa

Hipotesa penelitian adalah sebuah pernyataan tentang hubungan yang diharapkan antara 2 variabel/lebih yang dapat diuji secara empiris (Notoatmodjo, 2003)

Hipotesa penelitian ini adalah ada pengaruh antara penyapihan dini dengan status gizi balita.

3. 4 Populasi, Sampel Dan Sampling

3.4.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti. (Notoatmodjo, 2003). Populasi yang akan diambil dalam penelitian ini adalah jumlah balita yang berusia umur 0-24 bulan yang berkunjung ke Posyandu Desa Jerebeng Kecamatan Dukun selama bulan April sampai dengan bulan Mei 2006 sebanyak 50 balita.

3.4.2 Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap dapat mewakili seluruh populasi. (Notoatmodjo, 2003)

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh balita umur 0-24 bulan yang berjumlah 50 responden yang telah terdaftar dan berkunjung ke Posyandu yang telah memenuhi syarat kriteria inklusi.

3.4.3 Sampling

Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi. (Nursalam, 2003)

Teknik sampling pada penelitian ini menggunakan teknik total populasi sampling yaitu pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara mengambil semua responden yang ada selama penelitian berlangsung.

3.5 Kriteria Sampel

3.5.1 Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukkan atau layak untuk diteliti. yang termasuk kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1. Ibu yang mempunyai bayi usia 0-24 bulan

2. Ibu yang sudah tidak menyusui bayinya usia 0-24 bulan

3. Ibu yang bersedia jadi responden.

4. Pada saat dilakukan penelitian ada ditempat penelitian.

3.5.2 Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah sampel yang tidak dapat digunakan dalam penelitian, dengan kriteria sebagai berikut :

1. Ibu yang tidak bersedia jadi responden

2.Pada saat dilakukan penelitian ada di tempat penelitian

3.6 Variabel Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2003) variabel penelitian adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep pengertian dan berdasarkan hubungan fungsional antara variabel independen dan variabel dependen. Menurut Arikunto (2002) yang dimaksud variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.

Variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini terdiri atas:

1. Variabel independen

Menurut Nursalam (2003) variabel independen (variabel bebas) adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lain. Variabel independen dalam penelitian ini adalah : penyapihan dini.

2. Variabel dependent

Menurut Nursalam (2003), variabel dependent (variabel tergantung) adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh varibel lain.

Variabel dependent dalam penelitian ini adalah status gizi.

3.7 Definisi Operasional Variabel

Untuk memudahkan dalam pengukuran maka variabel yang akan diukur diopersionalkan, untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel

NoVariabelDefinisi OperasionalAlat ukurKriteriaSkala data

1.Penyapihan dini

Suatu keadaan dimana bayi umur 1th sudah tidak mendapat ASI.

Kuesioner & wawancara

1. Disapih Dini = 0-4 bulan

2. Disapih Tidak Dini=4-24 bulan.

Nominal

2.Status gizi balitaSuatu keadaan keseimbangan antara yang dikonsumsi dengan yang digunakan dalam tubuh balita yang ditentukan dengan indeks BB/U dengan WHO (NCHS) Mengggunakan perhitungan Z-score WHO-NCHS dengan indeks BB/U.1. Lebih: Z=>+2 SD

2. Baik: Z=-2 SD s/d +2 SD

3. Kurang: Z= 30 14 Orang

32 Orang

4 Orang28%

64%

8%

Total50 Orang100%

Sumber : data primer 2006

Dari tabel 4.1 dapat diketahui sebagian besar ibu responden berumur 20-30 tahun sebanyak 64%, selebihnya berumur 30 tahun sebanyak 8%.

2. Distribusi frekuensi karakteristik ibu responden berdasarkan pendidikan

Tabel 4.2Distribusi frekuensi karakteristik ibu responden berdasarkan pendidikan di Posyandu Dahlia Desa Jerebeng Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik pada tanggal 18 Agustus 2006

Kriteria

PendidikanJumlah

FrekuensiProsentase

SD

SLTP

SLTA

Perguruan tinggi15 Orang

19 Orang

14 Orang

2 Orang30%

38%

28%

4%

Total50 Orang100%

Sumber : Data primer 2006

Dari tabel 4.2 dapat diketahui sebagian besar ibu responden berpendidikan SLTP sebanyak 38%, berpendidikan SD sebanyak 30% dan sebagian kecil berpendidikan Perguruan Tinggi sebanyak 4%.

3. Distribusi frekuensi karakteristik ibu responden berdasarkan pekerjaan.

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi karakteristik ibu responden berdasarkan pekerjaan di Posyandu Dahlia Desa Jerebeng Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik pada tanggal 18 Agustus 2006

Kriteria

PekerjaanJumlah

FrekuensiProsentase

Bekerja

Tidak Bekerja30 Orang

20 Orang60%

40%

Total50 Orang100%

Sumber : Data Primer 2006

Dari tabel 4.3 dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu responden bekerja sebanyak 60% dan sebagian kecil tidak bekerja sebanyak 40%.

4. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan umur.

Tabel 4.4Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan umur 0-24 Bulan di Desa Jerebeng Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik Pada Tanggal 18 Agustus 2006

Kriteria

Umur (tahun)Jumlah

FrekuensiProsentase

0-4 bulan

5-8 bulan

9-12 bulan

13-16 bulan

17-20 bulan

21-24 bulan 29 Orang

4 Orang

6 Orang

2 Orang

5 Orang

4 Orang58%

8%

12%

4%

10%

8%

Total50 Orang100%

Sumber : Data Primer 2006

Dari gambar 4.4 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden berumur 0-4 bulan sebanyak 58%, dan sebagian kecil responden berumur 13-16 bulan sebanyak 4%.

5. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di Posyandu Dahlia Desa Jerebeng Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik Pada Tanggal 28 Agustus 2006

Kriteria

Jenis KelaminJumlah

FrekuensiProsentase

Laki laki

Perempuan23 Orang

27 Orang46%

40%

Total50 Orang100%

Sumber : Data primer 2006

Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 54% dan sebagian kecil responden berjenis kelamin laki laki sebanyak 46%.

4.1.3 Data khusus

Pada sub bab ini akan disajikan data yang merupakan variabel yang akan diteliti yang meliputi Penyapihan dini yaitu Disapih Dini, Disapih tidak Dini, Status Gizi dan hubungan penyapihan dini terhadap status gizi balita umur 0-24 bulan.

1. Distribusi frekuensi Penyapihan

Tabel 4.6Distribusi frekuensi penyapihan pada balita umur 0-24 bulan di Desa Jerebeng Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik pada tanggal 18 Agustus 2006

Kriteria

Penyapihan

FrekuensiProsentase

Disapih Dini

Disapih Tidak Dini29 Orang

21 Orang58%

42%

Total50 Orang100%

Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa sebagian besar balita yang disapih dini sebanyak 58% dan balita yang disapih tidak dini sebanyak 42%

2. Distribusi frekuensi status gizi balita umur 0-24 bulan

Tabel 4.7 Distribusi frekuensi status gizi balita umur 0-24 bulan di Desa Jerebeng Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik pada tanggal 18 Agustus 2006

Kriteria

Status GiziJumlah

FrekuensiProsentase

Lebih

Baik

Kurang 12 Orang

16 Orang

22 Orang24%

32%

44%

Total50 Orang100%

Sumber : Data primer 2006

Dari tabel 4.7 dapat dilihat bahwa sebagian besar berkategori Baik sebanyak 32%, selebihnya berkategori lebih sebanyak 24% dan sebagian kecil berkategori kurang sebanyak 44%.

3. Hubungan antara penyapihan dini terhadap status gizi balita umur 0-24 bulan

Tabel 4.8Tabel silang hubungan penyapihan dini terdapat status gizi balita umur 0-24 bulan di Desa Jerebeng Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik

PenyapihanStatus Gizi

LebihBaikKurangTotal

F%F%F%F%

DisapihDini

Disapih tidak Dini-

12-

57,17

924,1

42,922

-75,9

-29

2158

42

Total12241632224450100

Sumber : Data primer 2006

Dari tabel 4.9 di atas menunjukkan bahwa 58% anak yang disapih dini sebanyak 24,1% memiliki gizi baik, sebanyak 75,9% memiliki gizi kurang Sedangkan 42% anak yang disapih tidak dini sebanyak 57,1% memiliki gizi yang lebih sebanyak 42,9% memiliki gizi baik.

4. Tabel hasil perhitungan Chi-Square test dengan menggunakan SPSS Versi 10,5 Windows antara penyapihan dini dengan status gizi balita umur 0-24 bulan

ValueDfAsmp-sig (Z-Sided)

Pearsons Chi Square33.83620,0001

Dari hasil uji Chi Square maka didapatkan P Value = 0,0001. Nilai tersebut kurang dari 0,05 sehingga Ho ditolak dan Hi diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara penyapihan dini terhadap status gizi balita umur 0-24 bulan

4.2 Pembahasan

4.2.1 Penyapihan dini

Dari hasil penelitian tentang Penyapihan dini umur 0-24 bulan di Posyandu Dahlia, Desa Jerebeng, Kecamatan Dukun, Kabupaten Gresik. Pada tangal 18 Agustus 2006 didapatkan hasil berkategori disapih dini sebanyak 58%, sedangkan disapih tidak dini sebanyak 42%. Dari hasil tersebut diketahui bahwa penyapihan dini pada balita umur 0-4 bulan sebanyak umur 5-8 bulan sebanyak 58% umur 9-12 bulan sebanyak 12% umur 13-16 bulan sebanyak 4% umur 17-20 bulan sebanyak 4% umur 21-24 bulan sebanyak 8%. Menurut Soetjiningsih (1997) faktor-faktor yang mempengaruhi penyapihan lebih awal adalah perubahan sosial budaya yaitu ibu yang bekerja, kebiasaan pemberian susu botol, faktor fisiologis ibu yaitu takut kehilangan daya tarik, faktor fisik ibu yaitu nyeri pada saat menyusui, dan faktor yang meningkatkan promosi susu kaleng sebagai pengganti Air Susu Ibu.

Berdasarkan tingkat pekerjaan ibu responden di dapatkan bahwa sebagian besar ibu responden di Posyandu Dahlia yang bekerja sebanyak 60%, selebihnya tidak bekerja sebanyak 40% ini menunjukkan bahwa ibu yang bekerja untuk pemenuhan ASI eksklusif kurang sehingga di ganti dengan pemberian makanan pendamping ASI, hal ini menunjukkan bahwa ibu yang bekerja biasanya enggan memberikan ASI yang sering diganti dengan pemberian susu botol sehingga kejadian penyapihan lebih awal tinggi (Soetjiningsih, 1995)

4.2.2 Status gizi balita umur 0-24 bulan

Dari hasil penelitian terhadap status gizi balita umur 0-24 bulan di Posyandu Dahlia di dapatkan hasil sebagian besar berkategori baik sebanyak 32%, selebihnya berkategori kurang sebanyak 44%, berkategori lebih sebanyak 24%. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa status gizi balita umur 0-24 bulan di Posyandu Dahlia berada pada tingkat yang kurang baik yaitu berkategori kurang sebanyak 44%. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Menurut Apriadji (1986) bahwa yang berperan dalam menentukan status gizi seseorang pada dasarnya terdiri dari 2 faktor yaitu faktor gizi internal (status kesehatan, umur, jenis kelamin dan ukuran tubuh) dan faktor gizi eksternal (tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan gizi, pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, sosial budaya, kebersihan lingkungan dan keadaan infeksi). Selain itu sependapat dengan diatas, menurut Sayogyo (1996) dan F. James Levinson (1988) menyatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi status gizi seorang anak, faktor makanan yang dikonsumsi dan infeksi, dan yang secara tidak langsung antara lain nilai gizi makanan yang di makan, ada tidaknya pemberian makanan tambahan dari luar keluarga, pendapatan atau daya beli keluarga, pengetahuan atau kebiasaan ibu terhadap gizi dan kesehatan, jangkauan pelayanan kesehatan dan faktor lingkungan sosial.

Menurut bekerja atau tidaknya ibu responden yang ada di Posyandu Dahlia dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu responden bekerja 60% dan sebagian kecil ibu responden tidak bekerja sebesar 40%. Ibu yang bekerja dan ibu yang tidak bekerja sangat berpengaruh terhadap status gizi anak. Ibu yang bekerja mempunyai waktu yang kurang untuk membaca atau memahami tanda-tanda dan kebutuhan anak, menerjemahkannya secara hati-hati dan meresponnya secara cepat, benar dan konsisten. Salah satu contohnya bila anak menangis karena suatu sebab jika ibu tidak ada waktu untuk merespon atau salah menginterpretasikan sebab anak menangis apakah anak sakit atau lapar maka ibu akan kehilangan kesempatan untuk memberikan makanan pada anaknya. Sedangkan ibu yang tidak bekerja dan sebagai ibu rumah tangga yang selalu ada dirumah dan selalu mempunyai waktu untuk anaknya maka ibu akan mempunyai kemampuan dan sensitif dalam menginterpretasikan isyarat-isyarat anaknya sehingga akan memudahkan ibu dalam mencapai status gizi anak yang optimal.

4.2.3 Hubungan penyapihan dini terhadap status gizi balita umur 0-24 bulan di Posyandu Dahlia Desa Jerebeng Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik

Pada hasil analisa data Hubungan Penyapihan Dini terhadap Status Gizi Balita Umur 0-24 bulan di Posyandu Dahlia Desa Jerebeng Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik , terdapat hubungan yang bermakna antara penyapihan dini dengan status gizi balita umur 0-24 bulan.

Balita yang di sapih dini cenderung mempunyai gizi kurang karena pemberian ASI relatif sedikit di berikan yang di ganti dengan pemberian makanan pendamping ASI susu botol sehingga sangat mempengaruhi pola pertumbuhan dan perkembanganya, sedangkan balita yang di sapih tidak dini umumnya mempunyai gizi lebih sebanyak 57,1% karena konsumsi ASI relatif mencukupi yang mengandung antibody, ini menunjukkan terdapat hubungan yang erat antara penyapihan dini dengan status gizi, sesuai dengan pendapat Nita Ratna (1999) bahwa pemberian gizi dengan kualitas dan kuantitas yang baik sangat dibutuhkan oleh anak untuk tumbuh normal tidak terlalu kurus dan tidak terlalu gemuk karena status gizi yang buruk sangat berpengaruh.

4.3 Keterbatasan Penelitian

Dalam melakukan penelitian, Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Selayaknya untuk penelitian berjenis analitik sampel yang dibutuhkan lebih banyak akan memperoleh hasil yang lebih baik. Keterbatasan tersebut di antaranya : Alat ukur untuk balita yang disapih belum terdapat alat ukur yang berstandar sehingga peneliti menggunakan alat ukur sendiri yaitu wawancara dengan panduan kuesioner yang hanya di uji satu kali, dan keterbatasan waktu yang dimiliki oleh peneliti dan harapan untuk penelitian selanjutnya lebih dari satu kali pengujian.

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan analisa yang di jelaskan pada bab 4, peneliti dapat menarik kesimpulan untuk dapat diperhatikan bagi tenaga kesehatan maupun peneliti lain yang ingin meneliti tentang Hubungan Penyapihan Dini Terhadap Status Gizi Balita Umur 0-24 Bulan di Desa Jerebeng Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik :

5.1.1. Penyapihan pada balita umur 0-24 bulan yang ada di Posyandu Dahlia, Desa, Jerebeng, Kecamatan Dukun, Kabupaten Gresik. Sebagian besar disapih dini sebanyak 58%. Dan disapih tidak dini sebanyak 42%.

5.1.2. Status gizi balita umur 0-24 bulan yang ada di Posyandu Dahlia, Desa Jerebeng, Kecamatan Dukun, Kabupaten Gresik sebagian besar berkategori kurang sebanyak 44%, berkategori baik sebanyak 32%, berkategori lebih sebanyak 24%.

5.1.3. Terdapat hubungan yang nyata antara penyapihan dini terhadap status gizi balita umur 0-24 bulan di Posyandu Dahlia, desa Jerebeng Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik didapatkan uji statistik Chi Square P value 0,0001 dimana nilai tersebut kurang dari 0,05. Balita yang di sapih dini cenderung memiliki status gizi kurang dibandingkan dengan yang tidak di sapih dini.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi tempat penelitian

Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan infprmasi pada pihak yang terkait dalam rangka untuk menentukan kebijakan dan intervensi gizi dalam upaya meningkatkan status gizi.

5.2.2 Bagi institusi pendidikan Akademi Kebidanan Widyagama Husada Malang

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi atau data dasar dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan literatur didalam institusi pendidikan Akademi Kebidanan Widyagama Husada Malang sebagai tempat dalam menempuh ilmu kebidanan.

5.2.3 Bagi penelitian

Hasil penelitian ini di harapkan dapat di gunakan sebagai bahan pembeljaran untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyapihan dini dan status gizi pada balita.

5.2.4 Bagi masyarakat

Untuk meningkatkan status gizi pada balita umur 0-24 bulan maka ibu diharapkan pada ibu untuk melakukan upaya pemberian makanan tambahan pada anak dengan pola konsumsi dan makanan yang tepat, sesuai dengan kebutuhan anak dan pemberian ASI Eksklusif sampai umur 6 bulan tanpa makanan pendamping ASI.

5.2.5 Bagi peneliti selanjutnya

Agar penelitian ini bermanfaat bagi masyarakat luas, petugas kesehatan, petugas posyandu, institusi terkait serta mahasiswa maka di pandang perlu adanya Penelitian selanjutnya. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai data awal dikemudian hari dan di harapkan sampel lebih banyak lagi karena semakin banyak sampel maka hasil dari penelitian ini akan lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsini. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta

Aritonang, Arianto. (1996). Pemantauan Pertumbuhan Balita. Yogyakarta: Kanisius.

Apriadji. (1986). Makanan Sehat. Jakarta :Penebaran Swadaya

Dewi Handajani. ASI Mengurangi Risiko Leukimia. From (http// www. Ayah Bunda. Com. Akses tanggal 17 Juli 2006)

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Bila Anda Ingin Bayi Yang Sehat. Jakarta : Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat Dirjen Pembinaan Masyarakat.

Eisenberg, Arlene. (1997). Bayi Pada Tahun Pertama : Apa Yang ANDA Hadapi Bulan Perbulan . Jakarta : Arcan.

Herman, Albar (1998) Pemberian Makanan Untuk Bayi. (http: // www. WHO/UNICEF. Com. Akses tanggal 17 Juli 2006)

James Akre. (1990). Pemberian Makanan Untuk Bayi Dasar-Dasar Fisiologi. Dirjen Kesehatan Dunia WHO.

Karmila (2000). Resiko Pemberian MPASI Terlalu Dini.From (http : // www. Ayah bunda. Com. Akses tanggal 01 januari 2005)

Maryani, Herti (2005). ASI Eksklusif Turunkan AKB. Retrived at 18 Juli 2005. From www. Mediacastro Com.htm.

Milna Artikel. Apakah Si Kecil Sudah Siap Makan. From (http://www.info sehat. Com.Akses tanggal 17 juli 2006)

Nasution, Tamrin dan Nurhalijah. (1998). Anak Balita Dalam Keluarga, Pengantar Pertumbuhan dan Perkembangan yang Optimal. Jakarta : P.T. BPK

Nursalam. (2002). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Najela Shihab (2003). Parents Guide . Jakarta : Arcan.

Notoadmojo (2002). Metodolog Penelitian Kesehatan. Jakarat, Rineka Cipta.

Ratna, Nita (1998). Penyapihan Pada Bayi. (http://www.google.com Akses Tanggal 17 Juli 2006)

Sediaoetama, Achmad Djaeni. (2002). Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakara Timur : Dian Rakyat.

Suharjo. (1992). Ilmu Gizi. Jakarta: Gaya Baru.

Soetjiningsih. (1997). ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta : EGC

Soetjiningsih (1995). Tumbuh Kembang Anak . Jakarta, EGC

Sayogyo, dkk (1980). Tingkat Pendapatan Rumah Tangga dan Kecukupan Gizi. Bogor

Supariase (2001). Penilaian Status Gizi. Jakarat, EGC

Pudjiadi, Solihin (2000). Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Jakarata : Gaya Baru.

Widjaja. (2002). Gizi Tepat Untuk Perkembangan Otak dan Kesehatan Balita. Jakarta : Kawan Pustaka.

KUESIONER

PENELITIAN PENGARUH PENYAPIHAN DINI TERHADAP STATUS GIZI BALITA

No. kode sampel :

Tgl wawancara :

Pewancara :

I. Karakteristik Responden.

A. Identitas Ibu

Nama

:

Umur

:

Agama

:

Pendidikan:

Pekerjaan

:

B. Identitas Bayi/Anak

Nama

:

Umur

:

Agama

:

Pendidikan:

Pekerjaan

:

II. Penyapihan Dini.

Petunjuk pengisian: Beri tanda silang (x) pada masing-masing jawaban yang anda anggap paling benar !

1. Pada umur berapa anak ibu berhenti menyusui (disapih)

a. Umur kurang dari 4 bulan

b. Umur lebih dari 4 bulan

2. Mengapa ibu menyapih anak pada umur tersebut?

a. Karena produksi ASI sudah mulai berkurang/tidak lancar lagi.

b. Keterbatasan waktu karna ibu sibuk bekerja.

c. Bayi tidak mau menetek

3. Bagaimana keadaan atau kondisi anak setelah disapih

a. Nafsu makan menurun.

b. Tenang, mandiri dan baik-baik saja.

c. Sehat, Gerak aktif, Nafsu makan meningkat.

4. Bagaimana cara ibu menyapih anaknya.

a. Semingggu sebelum disapih sebaiknya bayi menyusu satu kali saja.

b. Bayi sebelum dan sesudah disapih tidak boleh menyusu sama sekali.

c. Sebelum disapih bayi menyusu 3-4 kali dalam satu mingggu

5. Makanan jenis apa yang ibu berikan pada anak pertama kalinya.

a. Makanan dalam bentuk padat

b. Makanan dalam bentuk semi padat

c. Makanan dalam bentuk cair, dan lunak.

6. Bagaimana cara menentukan status gizi pada balita.

a. Membawa ke Posyandu untuk ditimbang.

b. Melihat dengan berat badanya (gemuk&kurus)

c. Melihat gerakan anaknya (lincah, gesit)

7. Bagaimana BB anak setelah disapih

a. Tetap

b. Naik

c. Turun

Lampiran 11

SelFoFhFo Fh(Fo P2)2

1.1

1.2

1.3

2.1

2.2

2.30

7

22

12

9

06,96

9,28

12,76

5,04

6,72

9,24-6,96

-2,28

9,24

6,96

2,28

-9,2448,44

5,1984

85,378

48,44

5,984

85,3766,96

0,56

6,69

9,61

0,77

9,24

X2 = 33,83

Fh =

1.1

1.2

1.3

2.1

2.2

2.3

b= (b 1) (k 1)

= ( 2 1) ( 3 1)

= 2

X2 tabel : 5,99

X2 =

= 33,83

Ho ditolak X2 hitung lebih besar berari terdapat hubungan.

Penilaian Status Gizi

Pengukuran Langsung

Pengukuran Tidak Langsung

Antropometri

Biokimia

Klinis

Biofisik

Biofisik

Survei Konsumsi

Statistik Vital

Faktor Ekologi

EMBED Visio.Drawing.5

PAGE

_1212752692.unknown

_1212752883.unknown

_1212752937.unknown

_1212753180.unknown

_1212778464.vsd

_1212753165.unknown

_1212752918.unknown

_1212752882.unknown

_1212752103.unknown

_1212752655.unknown

_1207933231.unknown