Post on 05-Dec-2014
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada Bab 1 ini terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan dan
manfaat dari pengamatan yang dilakukan. Selain itu dijabarkan pula tentang
batasan, asumsi, dan sistematika penulisan tesis yang dilakukan.
1.1 Latar belakang
Manusia dalam suatu sistem bekerja dan berinteraksi dalam suatu
lingkungan, dan dalam perspektif ergonomi keterkaitan dan interaksi antara
manusia dan lingkungannya dikenal dengan istilah Environmental Ergonomics
atau ergonomi lingkungan. Wignjosoebroto (2008) menjelaskan bahwa manusia
sebagai makhluk sempurna tetap tidak luput dari kekurangan, dalam art i
segala kemampuannya masih dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-
faktor tersebut dapat berasal dari diri sendiri (intern), dapat juga dar i
pengaruh luar (ekstern). Salah satu faktor yang berasal dari luar adalah
kondisi lingkungan kerja, yaitu semua keadaan yang terdapat di sekitar
tempat kerja seperti temperatur, kelembaban udara, sirkulasi udara,
pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan, warna dan lain-
lain. Hal-hal tersebut dapat berpengaruh secara signifikan terhadap
hasil kerja manusia. Parson (2000) mengemukakan bahwa pada prinsipnya
ergonomi lingkungan mencakup kondisi sosial, kondisi psikologis, budaya dan
organisasi dari lingkungan. Kesemuanya ini akan membahas bagaimana reaksi
manusia terhadap kondisi lingkungan kerja yang akan memberikan respon
psikologis dan respon fisiologis sehingga dalam perancangan produk yang sering
digunakan di lingkungan kerja yang ekstrim, dapat memperhitungkan faktor
lingkungannya, dan dalam kehidupan bahwa antara lingkungan fisik dan manusia
saling mempengaruhi.
Furnace area atau tungku peleburan merupakan area kerja yang memiliki
risiko besar terjadinya heat stress karena lingkungan kerja yang penuh risiko
dengan temperatur yang tinggi. Kondisi ini akan mempengaruhi durasi kerja dan
2
beban kerja itu sendiri. Penggunaan pakaian pelindung diri dengan standar yang
lebih tinggi menjadi suatu keharusan untuk area kerja ini. Setelan pakaian
pelindung diri harus cocok dengan kondisi lingkungan, khususnya terhadap
temperatur yang yang akan mempengaruhi heat stress. Heat stress yang terus-
menerus akan berpotensi menjadi penyebab terjadinya kecelakaan kerja.
Menurut Pulat (1992) bahwa reaksi fisiologis tubuh (heat strain)
karena peningkatan temperatur udara di luar comfort zone adalah vasodilatasi,
denyut jantung meningkat, temperatur kulit meningkat, suhu inti tubuh pada
awalnya turun kemudian meningkat. Suhu lingkungan kerja yang tinggi
menyebabkan temperatur tubuh pekerja meningkat selanjutnya akan
mengakibatkan tekanan panas (heat stress) pada pekerja sehingga akan
mempengaruhi produktivitas pekerja. Di lingkungan kerja yang ekstrim, pakaian
pelindung diri atau personal protective clothing (PPC) dijadikan sebagai salah
satu faktor penting untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Performansi
pekerja ketika menggunakan PPC menjadi hal penting untuk dikaji McLellan
(2006) melakukan sebuah penelitian terkait dengan penurunan range of motion
(ROM) pekerja ketika menggunakan pakaian pengaman (safety wear) pada
pemadam kebakaran, pekerja pengolahan limbah, tentara, dan untuk pekerja
yang penuh risiko lainnya dengan suhu ekstrim 40oC. Kemudian, banyak
penelitian yang terkait dengan evaluasi PPC terhadap lingkungan kerja. Adams et
al, (1994) mulai mencari keterkaitan antara efek pakaian kerja dengan performansi
pekerja itu sendiri, meskipun didapatkan kesimpulan bahwa masih cukup sulit
untuk memprediksikan keterkaitan antara efek dari pakaian kerja dengan
performansi pekerja. Namun penelitian tersebut memperkenalkan sebuah
kerangka penelitian tentang hubungan antara lingkungan, pakaian kerja, dan
performansi kerja. Kang et al, (2001) membuat pemodelan lingkungan panas dan
respon manusia pada daerah iklim tropis yang berguna untuk desain dan evaluasi
lingkungan bangunan non AC (non air conditioned building environments).
Penelitian tentang lingkungan panas juga dilakukan Muflichatun (2006),
dalam penelitiannya tersebut menyatakan bahwa ada hubungan antara tekanan
panas (heat stress) dengan produktifitas dan denyut nadi. Tekanan panas
pada pekerja dapat dikendalikan dengan memperbaiki lingkungan kerja
3
perusahaan atau dengan melakukan perbaikan pada seragam pekerja. Holmer
(2006) dalam penelitiannya berpendapat bahwa PPC di lingkungan kerja yang
panas sangat erat kaitannya dengan heat stress serta berpengaruh pada
performansi pekerja yang diakibatkan oleh pengaruh lingkungan panas dan
ketidaknyamanan dari PPC itu sendiri. Lingkungan kerja yang ekstrim tidak
hanya area peleburan pada pabrik tertentu, tapi bagi mereka yang bekerja di
sebagai petugas pemadam kebakaran juga erat dengan terjadinya heat stress.
Mclellan (2006) mengevaluasi pengaruh tekanan panas pada pakaian pelindung
selama operasi pemadam kebakaran. Gasperin (2008) merancang sebuah model
untuk mengevaluasi pakaian pelindung diri anti api yang melakukan protocol test
(simulation) dengan menggunakan manekin untuk menguji ketahanan pakaian
pelindung diri yang tahan api. Raimundo dan Figueiredo (2009) telah membuat
suatu pedoman yang berguna tentang penentuan pengaruh sifat-sifat pakaian
pelindung diri selama operasi pemadaman kebakaran. Dari beberapa penelitian
ini, terdapat beberapa kesimpulan yang sama yaitu tekanan panas pada pekerja
akan mempengaruhi performansi pekerja dan juga mempengaruhi kesehatan
pekerja itu sendiri.
Penelitian terkait dengan lingkungan kerja juga diteliti oleh Furtado et al.
(2007), penelitian tersebut juga melakukan sebuah eksperimen dengan mengukur
performansi pekerja yang bekerja di lingkungan yang panas (trial outdoors) dan
yang bekerja di dalam ruangan. Dari kedua lingkungan yang berbeda ini, tolak
ukur penelitian adalah bagaimana performansi pekerja ketika menggunakan PPC
dan tidak menggunakan PPC pada dua lingkungan kerja yang berbeda. Penelitian
ini melakukan pendekatan fisiologi kerja yang menganalisa performansi pekerja
dengan mengukur denyut jantung (HR). Penelitian yang serupa juga dilakukan
oleh Kim et al. (2007) dengan kondisi lingkungan yang dingin. Penelitian Kim et
al. (2007) fokus pada analisis beban kerja dalam pemindahan material dari satu
tempat ke tempat yang lain sesuai dengan skenario eksperimen. Dari hasil
eksperimen yang dilakukan didapatkan kesimpulan bahwa performansi manusia
akibat lingkungan yang dingin, akan mempengaruhi beban kerjanya dan
mempengaruhi respon fisiologis manusia. Di India, juga dilakukan pengukuran
beban kerja dengan mengambil sampel dari pekerja bangunan yang berjenis
4
kelamin perempuan. Penelitian Maiti (2008) ini melakukan pengukuran langsung
dimana yang menjadi pelaku eksperimen adalah para pekerja tersebut. Kondisi
kerja yang manual dan tanpa pakaian pelindung diri merupakan aspek utama
dalam penelitian Maiti (2008). Ketika beberapa peneliti sebelumnya melakukan
penelitian dengan melakukan studi eksperimen fisiologi kerja, lain halnya dengan
Tian et al. (2011). Pada penelitian Tian et al. (2011) mengkombinasikan aspek
fisiologi kerja dan psikologi kerja dari manusia. Untuk aspek fisiologis kerja,
penelitian tersebut melakukan eksperimen seperti penelitian lainnya, dan untuk
aspek psikologis kerja akan diberikan kuisioner kepada responden terkait respon
mereka terhadap lingkungan panas.
Dari beberapa penelitian tersebut di atas sangat erat kaitannya dengan
keselamatan dan kesehatan kerja karyawan yang berada di lingkungan ekstrim
tertentu. Outdoor activities dan juga pemadaman kebakaran merupakan beberapa
dari sekian banyak contoh lingkungan kerja yang memiliki suhu di atas normal.
Namun, dari pemaparan di atas, belum ditemui adanya penelitian yang
memfokuskan pada lingkungan pabrik, khususnya di area peleburan. Mereka yang
bekerja di area peleburan, akan berada di area dengan suhu yang panas dalam
waktu yang cukup lama sesuai dengan shift kerja mereka. Sehingga, kondisi
kesehatan pekerja akan erat kaitannya dengan keselamatan pekerja, dengan
mengidentifikasi potensi bahaya dalam satu lingkungan kerja maka dapat
mengurangi risiko penyakit hyperthermia. Sehingga, untuk mencapai tingkat
keselamatan kerja atau yang biasa dikenal dengan istilah zero accident diperlukan
kontribusi yang besar antara perusahaan dan karyawan. Beranjak dari ide
penelitian Furtado et al. (2007), Kim et al. (2007), Maiti (2008), dan Tian et al.
(2011), tentang analisis keterkaitan antara lingkungan kerja, beban kerja,
fisiologis kerja, psikologis kerja, pakaian pelindung, maka penelitian tesis ini akan
merancang model penliaian potensi personal protective clothing (PPC) dalam
mempengaruhi kinerja karyawan pada lingkungan kerja ekstrim.
Penelitian ini dilakukan dengan study case di PT. Barata Indonesia
(Persero). PT Barata Indonesia (Persero) merupakan salah satu perusahaan
industri Manufacure dan EPC (Engineering, Procurement, Construction) yang
5
memiliki beberapa divisi diantaranya Divisi Pengecoran, Divisi Produksi
Peralatan Jalan, Divisi Produksi Peralatan Industri Proses, Divisi Produksi
Peralatan Industri Agro. Untuk study case pada penelitian ini akan difokuskan
pada Divisi Pengecoran. Dalam divisi pengecoran, terdapat proses peleburan besi
dan baja yang dilakukan dengan satu buag dapur busur listrik atau arc furnace
dengan kapasitas 6 ton sebanyak 1 buah dan empat buah dapur listrik induksi atau
induction furnace, yaitu : induction furnace dengan kapasitas ½ ton sebanyak 1
buah, 2 ton sebanyak 2 buah, dan 10 ton sebanyak 1 buah dengan kapasitas
produksi 6.000 ton per tahun untuk memenuhi 95% kebutuhan pasar dalam
negeri. Berdasarkan observasi awal pada bulan September 2011, pada bulan
Oktober – Desember 2011 akan melakukan produksi dengan kapasitas maksimum
6 ton per hari, dengan penambahan 1 shift kerja yang di hari biasa hanya 1 shift
kerja. Berdasarkan hasil wawancara singkat dengan Manager PM&K3LH, pada
bulan Oktober – Desember 2011 merupakan kondisi kerja maksimal dari pekerja
di Divisi Pengecoran karena pada tiga bulan tersebut akan memberlakukan 24 jam
kerja dimana jumlah kapasitas produksi maksimal sebesar 5 ton per hari.
Sehingga, akan diberlakukan 2 shift kerja di divisi pengecoran. Kondisi inilah
yang juga menjadi salah satu motivasi dilakukannya penelitian ini.
Pemberlakuan 24 jam kerja bukanlah yang pertama dilakukan oleh
perusahaan, pada tahun-tahun sebelumnya juga pernah diterapkan hal yang sama.
Dan kecelakaan kerja juga pernah terjadi pada divisi terkait dengan peledakan
akibat kesalahan proses penuangan cairan logam dan pekerja di divisi tersebut
yang kelelahan. Pada tanggal 13 Maret 2009 sekitar pukul 17.00 WIB, terjadi
kegagalan dalam proses penuangan cairan logam dari dapur ke leadle yang kurang
sempurna sehingga cairan logam tersebut jatuh pada bagian PIT (tempat tumpuan
leadle) yang lembab di induction furnace dengan kapasitas 10 ton sehingga terjadi
ledakan yang sangat keras hingga radius 3 km dari lokasi kejadian. Kronologis
kejadiannya yaitu pada saat cairan logam yang merupakan hasil proses peleburan
dituang pada leadle kurang sempurna, maka terdapat sebagian cairan logam
dengan temperature 1.500oC jatuh pada tempat yang lembab sehingga
mengakibatkan terjadinya peledakan. Akibat dari kejadian tersebut
mengakibatkan 2 orang operator yaitu operator crane dan operator dapur
6
mengalami luka karena percikan cairan logam tersebut. Operator yang terkena
percikan cairan logam pada saat itu tidak menggunakan pakaian pelindung.
Karena merasa tidak nyaman dan panas, sehingga operator tersebut tidak
menggunakannya.
Perusahaan telah memiliki organisasi K3 untuk menangani masalah
safety di setiap area kerja / divisi / workshop. Organisasi K3 di PT. Barata
Indonesia merupakan organisasi non struktural dimana terdapat dua bagian yaitu
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) dan Safety
Representative. P2K3 merupakan bagian dari organisasi K3 yang dibentuk
sebagai pemenuhan bab VI pasal 10 UUD No. 1/1970 sedangkan Safety
Representative dibentuk sebagai usaha mempercepat pembudayaan K3,
melakukan peningkatan K3 dan menjadi model K3 di unit kerjanya. Walaupun
sudah dibentuk organisasi K3, tetapi kecelakaan kerja masih saja terjadi.
Implementasi dari manajemen K3 yang diterapkan oleh perusahaan masih belum
maksimal. Kecelakaan kerja di divisi pengecoran paling sering terjadi dalam
periode 2006 – 2010. Lingkungan yang panas dan tingkat kenyamanan dari
pekerja merupakan faktor-faktor yang ikut mempengaruhi performansi dari
pekerja.
Menurut ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah yang berkaitan
dengan temperatur tempat kerja, yaitu Surat Edaran Menteri Tenaga
Kerja No. SE. 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas untuk Iklim Kerja
dan Nilai Ambang Batas untuk Temperatur Tempat Kerja, Ditetapkan : Nilai
Ambang Batas (NAB) untuk iklim kerja adalah situasi kerja yang masih dapat
dihadapi oleh tenaga kerja dalam pekerjaan sehari-hari yang tidak mengakbatkan
penyakit atau gangguan kesehatan untuk waktu kerja terus menerus tidak
melebihi dari 8 (delapan) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu. NAB
terendah untuk ruang kerja adalah 25°C dan NAB tertinggi adalah 32,2°C,
tergantung pada beban kerja dan pengaturan waktu kerja. Dalam kondisi kerja
seperti ini, sangatlah penting penggunaan pakaian pelindung diri / personal
protective clothing (PPC) dalam aktivitas kerja.
Setelah dilakukan observasi awal terhadap kondisi lingkungan kerja dan
juga para pekerja di divisi pengecoran PT. Barata Indonesia, diawali dengan
7
sobservasi lapangan dan wawancara dengan pihak manajemen K3, maka akan
dilakukan penelitian terkait dengan penilaian potensi PPC dalam pengaruhnya
terhadap kinerja karyawan yang berada di divisi pengecoran. Penelitian ini akan
memberikan manfaat bagi perusahaan karena penelitian ini tidak hanya mengkaji
respon pekerja terhadap PPC yang digunakan saat ini di divisi pengecoran, tapi
juga akan dilakukan pengukuran fisiologi kerja untuk mengetahui apakah ada
hubungan antara tekanan panas, denyut jantung, dan juga kinerja para pekerja di
divisi pengecoran PT. Barata Indonesia.
1.2 Permasalahan
Latar belakang di atas telah menguraikan motivasi terbesar untuk
melakukan penelitian ini. Pentingnya kenyamanan kerja di furnace area akibat
paparan panas dari lingkungan, maka perlu dianalisia pengaruh pemakaian PPC di
lingkungan panas terhadap tingkat kenyamanan pekerja. Pertanyaan-pertanyaan
yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah :
1. Sejauh mana hubungan antara tekanan panas dengan denyut nadi di furnace
area di workshop 1 PT. Barata Indonesia (Persero)
2. Sejauh mana hubungan antara tekanan panas dan tingkat kenyamanan di
furnace area di workshop 1 PT. Barata Indonesia (Persero)
3. Sejauh mana hubungan hubungan antara denyut nadi dan tingkat kenyamanan
di furnace area di workshop 1 PT. Barata Indonesia (Persero)
4. Apakah penggunaan PPC bagi karyawan di furnace area sudah memberikan
kenyamanan ketika bekerja.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai
pada penelitian ini antara lain :
1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kenyamanan di
furnace area.
2. Membangun model pengaruh PPC dan lingkungan kerja yang mempengaruhi
tingkat kenyamanan pekerja.
8
3. Membuat rekomendasi perbaikan pada kondisi lingkungan kerja dan
peningkatan kesadaran dalam penggunaan PPC untuk mengurangi dampak
risiko kecelakaan kerja.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang secara ilmiah dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai informasi awal untuk pemantauan kesehatan dan keselamatan kerja
sektor informal yang berhubungan dengan tekanan panas akibat lingkungan
kerja, PPC, heart rate, dan kinerja karyawan.
2. Sebagai bahan masukan dalam kaitannya dengan lingkungan kerja serta
tindakan pengendaliannya, sehingga dapat meningkatkan kinerja karyawan.
3. Dapat dijadikan sebagai bahan informasi data dasar dalam penelitian di
bidang environment ergonomics khususnya kajian mengenai tekanan panas,
PPC, dan kinerja karyawan.
1.5 Batasan dan asumsi
1.5.1 Batasan penelitian
Batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Penelitian dilakukan hanya di area Divisi Pengecoran PT. Barata
Indonesia.
2. Penelitian difokuskan pada aspek lingkungan kerja, PPC, psikologi
pekerja, dan fisiologi kerja.
1.5.2 Asumsi penelitian
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah : bahwa selama
dilakukan penelitian, tidak ada perubahan-perubahan yang signifikan
terhadap kondisi perusahaan.
1.6 Sistematika penulisan
Berikut akan dijelaskan mengenai sistematika penulisan laporan
penelitian yang telah dilakukan :
9
Bab 1 : PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang dilakukannya penelitian ini, berikut
perumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup, dan sistematika
penulisan laporan.
Bab 2: TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dijabarkan beberapa kajian kepustakaan tentang
penelitian-penelitian terdahulu yang berhubungan dengan permodelan
yang akan dilakukan.
Bab 3 : METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini dijelaskan langkah-langkah penelitian yang digunakan
dalam melakukan penelitian. Metodologi penelitian ini berguna sebagai
acuan dalam melakukan penelitian sehingga penelitian dapat berjalan
secara sistematis dan sesuai dengan tujuan.
Bab 4 : HASIL PENELITIAN
Bab ini memberikan uraian tentang hasil penelitian yang dilakukan.
Bab 5 : INTERPRETASI HASIL
Bab ini berisikan analisa dan interpretasi dari pengolahan parameter input
yang telah dilakukan pada bab sebelumnya
Bab 6 : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan hasil akhir dari penelitian thesis yang didasarkan pada
pengolahan dan analisa data yang telah dilakukan pada bab-bab
sebelumnya. Dan yang terakhir adalah memberikan saran-saran baik
untuk penelitian selanjutnya maupun untuk pihak yang membutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
10
(halaman ini sengaja dikosongkan)