Post on 29-Dec-2015
description
IMPLEMENTASI GMP (Good Manufacturing Practice) PADA PRODUKSI BIJI KAKAO
KERING DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XII KEDIRI
Doris Eka Fajariyanto, Darimiyya Hidayati, dan Millatul Ulya Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo
Korespondensi : Jl.Raya Telang PO BOX 2 Kamal-bangkalan. Email: vhadjhar_new@yahoo.com
ABSTRAK
Mutu kakao Indonesia pada saat ini mengalami penurunan dimata dunia. Sebagian besar
biji kakao yang diterima dari Indonesia, dalam keadaan mouldy (berjamur atau bulukan). Biji kakao
Indonesia rentan dengan serangan cocoa pod borer yaitu sejenis hama yang akan memakan biji kakao
atau nib. Tidak adanya pengendali mutu pada proses pengolahan tersebut dapat mengurangi mutu
pada biji kakao kering. GMP merupakan suatu pedoman bagi industri terutama industri yang terkait
dengan pangan untuk meningkatkan mutu hasil produksinya terutama terkait dengan keamanan dan
keselamatan konsumen yang mengkonsumsi atau menggunakan produk-produknya. Tujuan dari
penelitian ini adalah menyusun dan mengimplementasikan GMP pada proses produksi pengolahan
biji kakao kering. Metode penelitian ini dimulai dari pengumpulan data yang berasal dari survey
serta observasi dengan mengumpulkan data primer dan sekunder kemudian mengkonsultasikan
kepada para ahli dan dianalisa. Selanjutnya pembuatan dokumen GMP dan diimplementasikan. Pada
penelitian ini parameter yang digunakan adalah kadar air dan pH. Hasil penelitian, didapatkan
bahwa beberapa tahapan proses mengalami perbaikan seperti pada penerimaan bahan baku
sebaiknya dilakukan uji petik/sortasi, fermentasi harus dilakukan pengukuran pH dan mengatur
pembalikan serta ketebalan, pengeringan dan penyimpanan juga harus dilakukan dengan baik.
Keywords : kakao, GMP
PENDAHULUAN
Kakao merupakan salah satu komoditas hasil perkebunan dan juga salah satu komoditas
ekspor utama sektor pertanian di Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara pemasok utama
kakao dunia setelah Pantai Gading (38,3%) dan Ghana (20,2%) dengan persentasi 13,6%.
Namun mutu kakao Indonesia pada saat ini mengalami penurunan dimata dunia. Sebagian
besar biji kakao yang diterima dari Indonesia, dalam keadaan Mouldy (berjamur atau bulukan).
Disamping itu, biji kakao Indonesia tersebut, rentan dengan serangan Cocoa Pod Borer yaitu sejenis
hama yang akan memakan biji kakao atau Nib (Weiner, 2005).
Menurut Fajarianto (2010), proses produksi yang telah dilakukan tidak sesuai dengan
standart operasional prosedur yang ditetapkan, diantaranya pada proses fermentasi, pengeringan dan
penyimpanan. Tidak adanya pengendali mutu pada proses pengolahan tersebut dapat mengurangi mutu
pada biji kakao kering.
Salah satu alat pengendali mutu adalah GMP (Good Manufacturing Practise). GMP
merupakan suatu pedoman bagi industri terutama industri yang terkait dengan pangan untuk
meningkatkan mutu hasil produksinya terutama terkait dengan keamanan dan keselamatan konsumen
yang mengkonsumsi atau menggunakan produk-produknya.
PT. Perkebunan Nusantara XII Kediri selama ini belum menerapkan sistem manajemen
mutu, standart kualitas biji kakao kering yang dihasilkan hanya dianalisis mutunya dan dibandingkan
dengan menggunakan SNI. Dengan demikian, perlu adanya penelitian yang mengkaji tentang
penerapan GMP terutama pada produk biji kakao kering di PT. Perkebunan Nusantara XII Kediri
untuk peningkatan mutu produk dalam menjamin keamanan produk biji kakao kering sehingga
memenuhi standar SNI.
METODE PENELITIAN
Tahapan Penelitian
Tahapan-tahapan dalam penelitian ini dilaksanakan mulai dari survey dilakukan ke lapang
untuk pengumpulan data untuk dilakukan analisa pH dan kadar air pada proses fermentasi,
pengeringan dan penyimpanan. Kemudian dilakukan konsultasi kepada para ahli untuk dianalisa.
Selanjutnya pembuatan dokumen GMP dan diimplementasikan.
Sumber Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah :
a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari pihak pertama. Data primer diperoleh dari
kuisioner yang diberikan kepada para ahli yaitu Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Dinas Pertanian
maupun Akademisi yang ahli dibidangnya.
b. Data Sekunder, yaitu yaitu penggunaan data yang diperoleh dari pihak ke tiga, yang digunakan
sebagai referensi dan gambaran terutama yang berkenaan dengan penanganan pasca panen kopi.
Parameter Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan parameter, diantaranya :
1. pH pada proses fermentasi
2. Kadar air yang pada proses pengeringan dan penyimpanan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses Produksi Biji Kakao Kering
Proses pengolahan biji kakao kering yang dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara XII Kediri
dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Proses Pengolahan Biji Kakao Kering
Penerimaan Biji Kakao
Panen Di Kebun
Fermentasi
Pencucian
Pengeringan
Tempering
Sortasi
Pengemasan
Penyimpanan
Identifikasi Gmp Pada Pengolahan Biji Kakao Kering
Proses Produksi
Proses Penerimaan Bahan Baku
Proses pengolahan biji kakao kering yang dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara XII Kediri
dimulai dari proses penerimaan bahan baku dan langsung dilakukan penimbangan untuk mengetahui
beratnya, pada proses penerimaan bahan baku tidak dilakukan pemisahan antara biji-biji kakao yang
baik dan buruk. Untuk mendapatkan hasil biji kakao yang memiliki mutu baik dan seragam diperlukan
suatu tahapan proses yang harus ditambahkan sebelum dilakukan proses fermentasi yaitu proses uji
petik / sortasi.
Proses Fermentasi
Proses selanjutnya adalah proses fermentasi. Proses fermentasi dilakukan selama empat (4)
hari dengan suhu hingga mencapai 48˚C s/d 50˚C. Pada setiap hari (24 jam) dilakukan pembalikan.
Untuk pembalikan dilakukan pergantian kotak fermentasi. Pada proses pembalikan biji kakao
langsung dipindahkan tanpa mengatur posisi dari pembalikan. Pada posisi pembalikan seharusnya biji
kakao dibalik secara merata. Pembalikan diatur dengan berbagai lapisan (atas,tengah,bawah), supaya
biji kakao dapat lebih merata dan terfermentasi sempurna (Susanto, 1993).
Proses fermentasi juga perlu ditambah dengan parameter pH, dikarenakan pH (keasaman)
sangatlah mempengaruhi proses fermentasi. Jumlah dan tebal lapisan biji pada proses fermentasi juga
harus diperhatikan.
Proses Pencucian
Setelah proses fermentasi selesai dilakukan proses pencucian. Pada proses ini dilakukan
hanya setengah bersih. Biji yang tidak dicuci kenampakannya akan kurang menarik. Sedangkan biji
yang mengalami pencucian bersih, kulit biji menjadi rapuh sehingga mengakibatkan jumlah biji
banyak yang pecah dan mengurangi rendemen/berat (Susanto. 1993). Oleh karena itu disarankan untuk
melakukan pencucian setengah bersih untuk memperbaiki kenampakan, mempercepat pengeringan
dan mencegah penurunan rendemen biji.
Proses Pengeringan
Tahapan selanjutnya adalah proses pengeringan (pengeringan kombinasi). Proses pengeringan
dilakukan dengan menggunakan sinar matahari, hal ini dilakukan dengan pertimbangan nilai ekonomi.
Selain itu pengeringan juga dilakukan dengan menggunakan mesin drier. Biji kakao pada proses
pengeringan dengan sinar matahari hanya diratakan pada lantai jemur tanpa mengatur kapasitas dari
lantai penjemuran. Biji kakao pada saat penjemuran harus diatur secara merata, kapasitas dari jemuran
biji kakao sebaiknya 15 kg/m2 (Susanto. 1993).
Setelah itu dilakukan pengeringan dengan mesin drier. Biji kakao diletakkan dan diratakan
diatas bak drier. Standar dari ketebalan bak drier adalah ± 20 cm. Pada pengeringan ini menggunakan
suhu sekitar 70˚C hingga kadar air mencapai 7,5 %. Sebaiknya pengeringan pada mesin drier juga
diatur suhunya. Pengeringan dilakukan selama 12 jam dengan suhu awal selama 6 jam pertama
sebesar 70˚C, selanjutnya pada 4 jam kedua sebesar 60˚C, kemudian pada 2 jam berikutnya sampai
kering sebesar 55˚C sampai kadar air mencapai 7 % (Susanto. 1993).
Proses Tempering
Proses tempering bertujuan untuk meratakan kadar air dalam biji agar biji tidak mudah
pecah. Pada proses ini disarankan hanya dilakukan selama 3 jam saja, selanjutnya langsung dikemas
pada karung untuk menjaga mutu kakao.
Proses Penyimpanan
Pada proses penyimpanan tidak ada perlakuan khusus terhadap jenis karung. Karung goni
dan sak dimasukkan dan disimpan pada satu gudang, hanya dipisahkan berdasar kan jenis mutunya.
Seharusnya pada gudang tersebut dikelompokkan juga berdasarkan jenis karung yang digunakan. Pada
gudang tersebut penumpukan yang baik adalah maksimal 62,5 kg/karung, 1 kavling berisi 48 karung
(3000 kg) .
Mesin Dan Peralatan Produksi
Kotak Fermentasi
Pada proses fermentasi didapatkan suhu akhir adalah 48˚C s/d 50˚C. Untuk sirkulasi udara
dapat diatur dengan adanya lubang-lubang pada kotak fermentasi. Lubang-lubang pada kotak
fermentasi berdiameter 1 cm dan jarak antara lubang 5-10 cm. Oleh karena itu, kotak fermentasi harus
selalu dibersihkan jika sudah pernah terpakai. Dikhawatirkan lubang-lubang pada kotak fermentasi
akan tertutup biji kakao (biji kakao yang terselip).
Pengukur Kadar Air (Aqua Boy)
Alat ini digunakan untuk mengetahui nilai kadar air dari biji kakao yang telah selesai proses
pengeringan atau biji kakao yang sudah siap dikemas. Pada akhir pengeringan dilakukan pengukuran
nilai kadar air menggunakan alat aqua boy. Setelah dilakukan pengecekan pada alat, ternyata alat ukur
yang digunakan (Aqua boy) sudah habis masa berlakunya dan perlu dilakukan pengkalibrasian alat
supaya alat dapat berfungsi normal lagi sesuai standart kalibrasi.
Tenaga Kerja
Pada proses fermentasi para pekerja diharuskan berada diluar kotak fermentasi supaya tidak
menginjak-injak biji kakao yang terfermentasi) pembalikan dilakukan dengan pelan-pelan dan hati-
hati. Pada proses pembalikan dengan menggunakan alat sekrop dapat merusak biji kakao. Pembalikan
di lantai jemur cukup dilakukan dengan menggoyang-goyangkan alas lantai jemur supaya biji kakao
tidak pecah. Pada lantai jemur sebaiknya dilapisi alat (anyaman bambu/goni) supaya memudahkan
dalam pembalikan serta terhindar dari kotoran. Pada proses pembalikan para pekerja tidak boleh
melakukan pembalikan langsung di atas bak drier (naik diatas tumpukan kakao). Pembalikan harus
dilakukan di luar kotak drier, hal ini supaya tidak menginjak-nginjak biji kakao kering yang dapat
mengakibatkan biji kakao pecah.
Bangunan
Pada gudang diberi suatu alas plastik dan kayu dengan jarak yang baik adalah berjarak dari
lantai ± 10 cm dan jarak dari dinding ± 20 cm serta jarak tumpukan karung dari plafon minimum 100
cm sehingga karung tidak menyentuh lantai secara langsung (Susanto 1993). Sedangkan jarak yang
digunakan pada penyimpanan kakao di PT. Perkebunan Nusantara XII Kediri hanya berjarak dari
lantai ± 5 cm. Kelembaban yang disarankan juga berkisar antara 55%-65% serta dengan suhu: 25˚C-
32˚C.
PROSEDUR OPERASI STANDAR
Untuk dapat mengimplementasikan GMP dengan benar semua prosedur harus
didokumentasikan dengan baik. Sistem dokumentasi dapat dituangkan dalam suatu Prosedur Operasi
Standar. Untuk pengolahan biji kakao kering adalah sebagai berikut:
Proses Penerimaan Biji Kakao
Tujuan dari proses penerimaan biji kakao adalah untuk mengetahui berat kakao yang dikirim
oleh afdeling (kebun) ke pabrik. Prosedur proses penerimaan biji kakao adalah sebagai berikut :
1. Menimbang biji kakao dengan timbangan
2. Mencatat berat biji kakao
3. Melakukan uji petik / sortasi
Proses Fermentasi
Tujuan dari proses fermentasi adalah untuk mematikan lembaga biji agar tidak tumbuh
sehingga perubahan-perubahan di dalam biji kakao akan mudah terjadi, seperti warna keping biji,
peningkatan aroma dan rasa, dan untuk melepaskan pulp. Prosedur proses fermentasi adalah sebagai
berikut :
1. Memasukkan dan meratakan biji kakao ke dalam kotak fermentasi (minimal banyaknya biji
kakao sebanyak 100 kg).
2. Menutup biji kakao dengan karung goni yang sudah diberi air (lembab).
3. Melakukan pembalikan pada biji-biji kakao agar fermentasi biji merata setiap 24 jam, dengan
ketentuan lapisan atas dibalik sehingga lapisan atas berada dibawah, begitu seterusnya.
4. Mengukur suhu pada setiap hari. Hari 1 (12 jam) : 25˚C s/d 27˚C, Hari 2 (24 jam) : 32˚C s/d
35˚C Hari 3 (24 jam) : 42˚C s/d 48˚C, Hari 4 (24 jam) : 48˚C s/d 50˚C, jika suhu sudah
mencapai 48˚C s/d 50˚C maka proses fermentasi dihentikan.
Pengukuran pH juga penting untuk dilakukan supaya menjaga kadar keasaman pada biji
kakao. pH kakao tidak boleh kurang dari 3,5.
Proses Pencucian
Tujuan proses pencucian adalah menghentikan proses fermentasi dan memperbaiki
kenampakan biji. proses pencucian dilakukan setengah bersih, dengan cara membasahi biji kako hasil
fermentasi. Prosedur proses fermentasi adalah sebagai berikut :
1. Menyiramkan air secukupnya pada biji-biji kakao di kotak fermentasi yang terakhir.
2. Menuntaskan biji kakao untuk mengurangi air pada permukaan biji kakao basah, selain itu
juga untuk menghentikan proses fermentasi dan membersihkan pulp.
Proses Pengeringan
Tujuan proses pengeringan adalah untuk menurunkan kandungan air biji basah. Pengeringan
biji kakao dilakukan menjadi 2 tahap, yaitu Sun drier dan Cacao drier.
a. Proses Pengeringan dengan Sinar Matahari
Kakao yang sudah selesai difermentasi dan dicuci kemudian diletakkan pada lantai jemur.
Lama penjemuran yang selama 1 hari. Prosedur proses pengeringan sun drier adalah sebagai berikut:
1. Meletakkan biji kakao kering dilantai jemur.
2. Meratakan biji kakao supaya biji kakao terkena sinar matahari dengan merata (15 kg/m2).
3. Pengeringan dilakukan selama 1 hari (tergantung cuaca).
4. Melakukan pembalikan setiap 2 jam supaya pengeringan merata. Pada lantai jemur diberi
lapisan seperti papan berongga atau goni untuk memudahkan pembalikan serta biji tidak pecah
dan terhindar dari berbagai kotoran.
b. Proses Pengeringan dengan Mesin (Proses Drier)
Proses ini dilakukan setelah proses penjemuran (jika penjemuran tidak maksimal). Selain itu
pada proses ini dilakukan jika kakao mengalami penumpukan (sebelum proses sortasi), sehingga
kakao yang sudah kering tidak mengalami penambahan kadar air, dan tidak ditumbuhi jamur. Prosedur
proses pengeringan cacao drier adalah sebagai berikut :
1. Menyalakan mesin cacao drier.
2. Meletakkan biji kakao pada bak mesin drier.
3. Meratakan biji kakao supaya biji kakao panas merata (± 20 cm).
4. Pengeringan dilakukan selama 12 jam dengan suhu sebagai berikut :
6 jam pertama : 70˚C
4 jam kedua : 60˚C
2 jam berikutnya sampai kering : 55˚C sampai kadar air mencapai 7 %.
5. Melakukan pembalikan setiap 2 jam supaya pengeringan merata. Pada waktu melakukan
pembalikan, tidak boleh masuk kedalam bak karena dapat mengakibatkan biji kakao pecah
serta pembalikan dilakukan secara hati-hati dan pelan-pelan.
Proses Tempering / Conditioning
Tujuan proses tempering adalah untuk meratakan kadar air dalam biji agar biji tidak mudah
pecah. Prosedur proses tempering adalah sebagai berikut :
1. Mendiamkan biji kakao kering pada bak mesin cacao drier selama 3-5 jam.
2. Mengemas biji kakao kering kedalam sak/karung.
Proses Sortasi
Tujuan proses sortasi adalah untuk memisahkan mutu biji kakao kering, biji pipih, pecahan
kulit, biji berkecambah, dan benda asing lainnya. Prosedur proses sortasi adalah sebagai berikut :
1. Meletakkan biji kakao kering diatas meja sortasi.
2. Memisahkan biji kakao kering menurut jenis mutunya.
Proses Pengemasan
Pengemasan dibedakan menjadi dua, menurut standar mutunya yaitu untuk mutu superior
(Kualitas 1) dikemas dalam karung goni, dan untuk mutu Kualitas 2, Prongkol, Bp1, Kepek, Kulit dan
Kotoran dikemas pada karung plastik biasa. Kapasitas semua jenis karung adalah 62,5 kg. Tujuan
proses pengemasan adalah untuk menjaga mutu kakao dari serangan hama dan kotoran serta dapat
memudahkan untuk pengangkutan. Prosedur proses sortasi adalah sebagai berikut :
1. Menimbang berat biji kakao sesuai ukuran.
2. Memasukkan biji kakao kering kedalam tempat pengemas (Karung).
3. Menyegel karung yang berisi biji kakao kering.
4. Memberikan identitas/label pada karung (nama komoditi, jenis mutu dan identitas produsen).
Proses Penyimpanan
Penyimpanan pada gudang yang berlantai semen dilakukan perlakuan khusus, yaitu
dilakukan dengan pemberian stapel dan penutupan dengan plastik agar udara tidak masuk, dan kadar
air tidak naik. Tujuan proses penyimpanan adalah untuk menjaga mutu kakao dari serangan hama dan
kotoran sambil menunggu pengangkutan untuk pemasaran. Prosedur proses penyimpanan adalah
sebagai berikut :
1. Mengelompokkan jenis karung pengemas (karung goni dan sak).
2. Menumpuk karung berdasarkan jenis mutunya, maksimal 62,5 kg/karung, 1 kavling berisi 48
karung (3000 kg).
3. Memberi alas plastik dan kayu sehingga karung goni tidak menyentuh lantai langsung (jarak
dari lantai ± 10 cm dan jarak dari dinding ± 20 cm serta jarak tumpukan karung dari plafon
minimum 100 cm).
4. Kelembaban : 55%-65%, suhu: 25˚C-32˚C
5. Melakukan Fumigasi untuk mencegah serangan hama. Fumigasi dilakukan dengan cara
penyungkupan rapat dengan plastik lembaran dan diberi guling pemberat/guling pasir bagi
sungkup yang berhubungan dengan lantai dan diberi stepel, Fumigasi menggunakan larutan :
Phostoxin Degensch.
6. Gudang penyimpanan kakao kering khusus untuk penyimpanan kakao kering, jangan menaruh
barang-barang lain yang berbahaya dan dapat mempengaruhi kakao kering.
PENERAPAN GMP
Uji Petik dan Sortasi
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada proses pengolahan biji kakao kering terdapat
beberapa hal yang dapat mempengaruhi mutu atau hasil dari pengolahan biji kakao tersebut. Pada
proses penerimaan biji kakao dari kebun setelah ditambahkan dan dilakukan proses uji petik / sortasi
didapatkan hasil pengolahan yang seragam serta dapat mempengaruhi jumlah rendement pada akhir
proses. Perbandingan nilai rendemen sebelum dan sesudah penerapan GMP (Good Manufacturing
Practice) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perbandingan Nilai Rendemen sebelum dan sesudah penerapan GMP
Ulangan
Perlakuan
Sebelum
GMP
Sesudah
GMP
1 34,5 37,3
2 34,6 38,1
3 34,4 38,6
4 35,3 37,4
5 34,5 38,2
Rata-Rata 34,7 % 37,9 %
Pada proses sortasi akhir diketahui rendement dari pengolahan mengalami peningkatan serta
keseragaman mutu. Hal tersebut dipengaruhi pada saat proses penerimaan telah dilakukan proses uji
petik / sortasi. Pada proses fermentasi dan pengeringan dengan mempertimbangkan proses pembalikan
yang baik, maka biji kakao tidak mudah pecah dan dapat meningkatkan jumlah rendement pada akhir
pengolahan.
Proses Fermentasi
Pada proses fermentasi pengukuran suhu pada tiap hari dapat mengontrol perkembangan
suhu yang terjadi pada proses fermentasi. Dengan pengecekan suhu setiap hari dapat mengatur tinggi
atau rendahnya suhu. Pada indikator pH setelah dilakukan pengukuran jumlah pH tidak melebihi dari
3,5. Pembalikan pada proses fermentasi dapat mempengaruhi jumlah aerasi yang terdapat pada proses
fermentasi. Aerasi yang cukup dapat mempengaruhi kualitas dari proses fermentasi dapat berjalan
secara baik.
Proses Pengeringan
Pada proses pengeringan terjadi perbedaan nilai pada kadar air antara pengukuran
menggunakan alat aqua boy dengan metode oven. Setelah dilakukan pengecekan alat, ternyata pada
alat ukur aqua boy sudah habis masa kerjanya (kadaluarsa). Penentuan dan pengukuran nilai kadar air
pada biji kakao merupakan salah satu tolak ukur proses pengeringan agar diperoleh mutu hasil yang
baik. Oleh karena itu alat pengukur kadar air (aqua boy) harus dilakukan pengkalibrasian setiap masa
aktifnya (sebelum kadaluarsa).
Proses Penyimpanan
Sebelum dilakukan penyimpanan perlu dipastikan bahwa biji kakao kering yang akan
disimpan didalam gudang harus memiliki nilai kadar air dibawah 7,5%. Penerapan pada tahapan ini
dilakukan dengan mengemas biji kakao kering kedalam karung yang bersih berdasarkan mutu dan
jenisnya. Penyimpanan biji kakao kering diberi landasan kayu serta tidak menempel pada dinding
untuk menghindari peningkatan kadar air karena kelembaban lantai dan dinding. Serangan jamur dan
hama pada biji kakao kering selama penyimpanan merupakan penyebab penurunan mutu biji kakao
kering. Untuk itu pada waktu penyimpanan yang dilakukan digudang diberikan fumigasi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Dalam penyusunan dokumen GMP (Good Manufacturing Practice), perlu dilakukan beberapa
perbaikan proses yang dilakukan, yaitu pada penerimaan bahan baku sebaiknya dilakukan uji
petik / sortasi, fermentasi harus dilakukan pengukuran pH dan mengatur pembalikan serta
ketebalan, pengeringan dan penyimpanan juga harus dilakukan dengan baik.
2. Implementasi GMP (Good Manufacturing Practice) dapat memperbaiki kualitas proses
produksi yaitu meningkatnya rendemen, pH dan suhu pada fermentasi terkontrol, serta kadar
air pada penyimpanan kenaikan tidak terlalu tinggi.
Saran
Dari penelitian ini saran yang dapat diberikan adalah untuk meningkatkan mutu produk biji
kakao kering perlu adanya penerapan GMP pada perusahaan, sehingga produk yang dihasilkan mampu
meningkatkan dan mempertahankan mutu hasil produksi.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianti LH. 2004. Cara Mengawetkan Makanan, (http://Pikiran rakyat.com, diakses 9 September
2010).
Badan Standarisasi Nasional, 2008. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2323-2008 (Biji Kakao,
Bubuk Kakao dan Lemak Kakao). Badan Standarisasi Nasional (BSN). Jakarta.
Fajarianto DE. 2010. Analisa Kesetimbangan Massa (Mass Balance) Pada Produksi Biji Kakao
Kering Di PT. Perkebunan Nusantara XII Kediri [Laporan praktek kerja lapang yang tidak
dipublikasi]. Universitas Trunojoyo Madura.
Guehi S. dkk. 2010. Effect of Turning Beans and Fermentation Method on the Acidity and Physical
Quality of Raw Cocoa Beans. Advance Journal of Food Science and Technology 2(3): 163-171.
Susanto FX. 1993. Budidaya dan Pengolahan Hasil Tanaman Kakao. Kanisius.Yogyakarta.
Suryani D dan Zulfebriansyah. 2007. Komoditas Kakao : Potret dan Peluang Pembiayaan. Economic
Review. No. 210.
Weiner Harvey. 2005. Nasib Biji Kakao Indonesia Di Pier 84, Philadelphia- As. Kedutaan besar
republik indonesia. Washington D.C. 20036.
Zahouli G. Irie B. 2010. Effect of Drying Methods on the Chemical Quality. Traits of Cocoa Raw
Material. Advance Journal of Food Science and Technology 2(4): 184-190.