Implementasi Gmp Good Manufacturing Practice Pada Produksi Biji Kakao Kering Di Pt. Perkebunan...

8
IMPLEMENTASI GMP (Good Manufacturing Practice) PADA PRODUKSI BIJI KAKAO KERING DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XII KEDIRI Doris Eka Fajariyanto, Darimiyya Hidayati, dan Millatul Ulya Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Korespondensi : Jl.Raya Telang PO BOX 2 Kamal-bangkalan. Email: [email protected] ABSTRAK Mutu kakao Indonesia pada saat ini mengalami penurunan dimata dunia. Sebagian besar biji kakao yang diterima dari Indonesia, dalam keadaan mouldy (berjamur atau bulukan). Biji kakao Indonesia rentan dengan serangan cocoa pod borer yaitu sejenis hama yang akan memakan biji kakao atau nib. Tidak adanya pengendali mutu pada proses pengolahan tersebut dapat mengurangi mutu pada biji kakao kering. GMP merupakan suatu pedoman bagi industri terutama industri yang terkait dengan pangan untuk meningkatkan mutu hasil produksinya terutama terkait dengan keamanan dan keselamatan konsumen yang mengkonsumsi atau menggunakan produk-produknya. Tujuan dari penelitian ini adalah menyusun dan mengimplementasikan GMP pada proses produksi pengolahan biji kakao kering. Metode penelitian ini dimulai dari pengumpulan data yang berasal dari survey serta observasi dengan mengumpulkan data primer dan sekunder kemudian mengkonsultasikan kepada para ahli dan dianalisa. Selanjutnya pembuatan dokumen GMP dan diimplementasikan. Pada penelitian ini parameter yang digunakan adalah kadar air dan pH. Hasil penelitian, didapatkan bahwa beberapa tahapan proses mengalami perbaikan seperti pada penerimaan bahan baku sebaiknya dilakukan uji petik/sortasi, fermentasi harus dilakukan pengukuran pH dan mengatur pembalikan serta ketebalan, pengeringan dan penyimpanan juga harus dilakukan dengan baik. Keywords : kakao, GMP PENDAHULUAN Kakao merupakan salah satu komoditas hasil perkebunan dan juga salah satu komoditas ekspor utama sektor pertanian di Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara pemasok utama kakao dunia setelah Pantai Gading (38,3%) dan Ghana (20,2%) dengan persentasi 13,6%. Namun mutu kakao Indonesia pada saat ini mengalami penurunan dimata dunia. Sebagian besar biji kakao yang diterima dari Indonesia, dalam keadaan Mouldy (berjamur atau bulukan). Disamping itu, biji kakao Indonesia tersebut, rentan dengan serangan Cocoa Pod Borer yaitu sejenis hama yang akan memakan biji kakao atau Nib (Weiner, 2005). Menurut Fajarianto (2010), proses produksi yang telah dilakukan tidak sesuai dengan standart operasional prosedur yang ditetapkan, diantaranya pada proses fermentasi, pengeringan dan penyimpanan. Tidak adanya pengendali mutu pada proses pengolahan tersebut dapat mengurangi mutu pada biji kakao kering. Salah satu alat pengendali mutu adalah GMP (Good Manufacturing Practise). GMP merupakan suatu pedoman bagi industri terutama industri yang terkait dengan pangan untuk meningkatkan mutu hasil produksinya terutama terkait dengan keamanan dan keselamatan konsumen yang mengkonsumsi atau menggunakan produk-produknya. PT. Perkebunan Nusantara XII Kediri selama ini belum menerapkan sistem manajemen mutu, standart kualitas biji kakao kering yang dihasilkan hanya dianalisis mutunya dan dibandingkan dengan menggunakan SNI. Dengan demikian, perlu adanya penelitian yang mengkaji tentang penerapan GMP terutama pada produk biji kakao kering di PT. Perkebunan Nusantara XII Kediri untuk peningkatan mutu produk dalam menjamin keamanan produk biji kakao kering sehingga memenuhi standar SNI.

description

makalah

Transcript of Implementasi Gmp Good Manufacturing Practice Pada Produksi Biji Kakao Kering Di Pt. Perkebunan...

Page 1: Implementasi Gmp Good Manufacturing Practice Pada Produksi Biji Kakao Kering Di Pt. Perkebunan Nusantara Xii Kediri

IMPLEMENTASI GMP (Good Manufacturing Practice) PADA PRODUKSI BIJI KAKAO

KERING DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XII KEDIRI

Doris Eka Fajariyanto, Darimiyya Hidayati, dan Millatul Ulya Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo

Korespondensi : Jl.Raya Telang PO BOX 2 Kamal-bangkalan. Email: [email protected]

ABSTRAK

Mutu kakao Indonesia pada saat ini mengalami penurunan dimata dunia. Sebagian besar

biji kakao yang diterima dari Indonesia, dalam keadaan mouldy (berjamur atau bulukan). Biji kakao

Indonesia rentan dengan serangan cocoa pod borer yaitu sejenis hama yang akan memakan biji kakao

atau nib. Tidak adanya pengendali mutu pada proses pengolahan tersebut dapat mengurangi mutu

pada biji kakao kering. GMP merupakan suatu pedoman bagi industri terutama industri yang terkait

dengan pangan untuk meningkatkan mutu hasil produksinya terutama terkait dengan keamanan dan

keselamatan konsumen yang mengkonsumsi atau menggunakan produk-produknya. Tujuan dari

penelitian ini adalah menyusun dan mengimplementasikan GMP pada proses produksi pengolahan

biji kakao kering. Metode penelitian ini dimulai dari pengumpulan data yang berasal dari survey

serta observasi dengan mengumpulkan data primer dan sekunder kemudian mengkonsultasikan

kepada para ahli dan dianalisa. Selanjutnya pembuatan dokumen GMP dan diimplementasikan. Pada

penelitian ini parameter yang digunakan adalah kadar air dan pH. Hasil penelitian, didapatkan

bahwa beberapa tahapan proses mengalami perbaikan seperti pada penerimaan bahan baku

sebaiknya dilakukan uji petik/sortasi, fermentasi harus dilakukan pengukuran pH dan mengatur

pembalikan serta ketebalan, pengeringan dan penyimpanan juga harus dilakukan dengan baik.

Keywords : kakao, GMP

PENDAHULUAN

Kakao merupakan salah satu komoditas hasil perkebunan dan juga salah satu komoditas

ekspor utama sektor pertanian di Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara pemasok utama

kakao dunia setelah Pantai Gading (38,3%) dan Ghana (20,2%) dengan persentasi 13,6%.

Namun mutu kakao Indonesia pada saat ini mengalami penurunan dimata dunia. Sebagian

besar biji kakao yang diterima dari Indonesia, dalam keadaan Mouldy (berjamur atau bulukan).

Disamping itu, biji kakao Indonesia tersebut, rentan dengan serangan Cocoa Pod Borer yaitu sejenis

hama yang akan memakan biji kakao atau Nib (Weiner, 2005).

Menurut Fajarianto (2010), proses produksi yang telah dilakukan tidak sesuai dengan

standart operasional prosedur yang ditetapkan, diantaranya pada proses fermentasi, pengeringan dan

penyimpanan. Tidak adanya pengendali mutu pada proses pengolahan tersebut dapat mengurangi mutu

pada biji kakao kering.

Salah satu alat pengendali mutu adalah GMP (Good Manufacturing Practise). GMP

merupakan suatu pedoman bagi industri terutama industri yang terkait dengan pangan untuk

meningkatkan mutu hasil produksinya terutama terkait dengan keamanan dan keselamatan konsumen

yang mengkonsumsi atau menggunakan produk-produknya.

PT. Perkebunan Nusantara XII Kediri selama ini belum menerapkan sistem manajemen

mutu, standart kualitas biji kakao kering yang dihasilkan hanya dianalisis mutunya dan dibandingkan

dengan menggunakan SNI. Dengan demikian, perlu adanya penelitian yang mengkaji tentang

penerapan GMP terutama pada produk biji kakao kering di PT. Perkebunan Nusantara XII Kediri

untuk peningkatan mutu produk dalam menjamin keamanan produk biji kakao kering sehingga

memenuhi standar SNI.

Page 2: Implementasi Gmp Good Manufacturing Practice Pada Produksi Biji Kakao Kering Di Pt. Perkebunan Nusantara Xii Kediri

METODE PENELITIAN

Tahapan Penelitian

Tahapan-tahapan dalam penelitian ini dilaksanakan mulai dari survey dilakukan ke lapang

untuk pengumpulan data untuk dilakukan analisa pH dan kadar air pada proses fermentasi,

pengeringan dan penyimpanan. Kemudian dilakukan konsultasi kepada para ahli untuk dianalisa.

Selanjutnya pembuatan dokumen GMP dan diimplementasikan.

Sumber Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah :

a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari pihak pertama. Data primer diperoleh dari

kuisioner yang diberikan kepada para ahli yaitu Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Dinas Pertanian

maupun Akademisi yang ahli dibidangnya.

b. Data Sekunder, yaitu yaitu penggunaan data yang diperoleh dari pihak ke tiga, yang digunakan

sebagai referensi dan gambaran terutama yang berkenaan dengan penanganan pasca panen kopi.

Parameter Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan parameter, diantaranya :

1. pH pada proses fermentasi

2. Kadar air yang pada proses pengeringan dan penyimpanan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses Produksi Biji Kakao Kering

Proses pengolahan biji kakao kering yang dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara XII Kediri

dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Proses Pengolahan Biji Kakao Kering

Penerimaan Biji Kakao

Panen Di Kebun

Fermentasi

Pencucian

Pengeringan

Tempering

Sortasi

Pengemasan

Penyimpanan

Page 3: Implementasi Gmp Good Manufacturing Practice Pada Produksi Biji Kakao Kering Di Pt. Perkebunan Nusantara Xii Kediri

Identifikasi Gmp Pada Pengolahan Biji Kakao Kering

Proses Produksi

Proses Penerimaan Bahan Baku

Proses pengolahan biji kakao kering yang dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara XII Kediri

dimulai dari proses penerimaan bahan baku dan langsung dilakukan penimbangan untuk mengetahui

beratnya, pada proses penerimaan bahan baku tidak dilakukan pemisahan antara biji-biji kakao yang

baik dan buruk. Untuk mendapatkan hasil biji kakao yang memiliki mutu baik dan seragam diperlukan

suatu tahapan proses yang harus ditambahkan sebelum dilakukan proses fermentasi yaitu proses uji

petik / sortasi.

Proses Fermentasi

Proses selanjutnya adalah proses fermentasi. Proses fermentasi dilakukan selama empat (4)

hari dengan suhu hingga mencapai 48˚C s/d 50˚C. Pada setiap hari (24 jam) dilakukan pembalikan.

Untuk pembalikan dilakukan pergantian kotak fermentasi. Pada proses pembalikan biji kakao

langsung dipindahkan tanpa mengatur posisi dari pembalikan. Pada posisi pembalikan seharusnya biji

kakao dibalik secara merata. Pembalikan diatur dengan berbagai lapisan (atas,tengah,bawah), supaya

biji kakao dapat lebih merata dan terfermentasi sempurna (Susanto, 1993).

Proses fermentasi juga perlu ditambah dengan parameter pH, dikarenakan pH (keasaman)

sangatlah mempengaruhi proses fermentasi. Jumlah dan tebal lapisan biji pada proses fermentasi juga

harus diperhatikan.

Proses Pencucian

Setelah proses fermentasi selesai dilakukan proses pencucian. Pada proses ini dilakukan

hanya setengah bersih. Biji yang tidak dicuci kenampakannya akan kurang menarik. Sedangkan biji

yang mengalami pencucian bersih, kulit biji menjadi rapuh sehingga mengakibatkan jumlah biji

banyak yang pecah dan mengurangi rendemen/berat (Susanto. 1993). Oleh karena itu disarankan untuk

melakukan pencucian setengah bersih untuk memperbaiki kenampakan, mempercepat pengeringan

dan mencegah penurunan rendemen biji.

Proses Pengeringan

Tahapan selanjutnya adalah proses pengeringan (pengeringan kombinasi). Proses pengeringan

dilakukan dengan menggunakan sinar matahari, hal ini dilakukan dengan pertimbangan nilai ekonomi.

Selain itu pengeringan juga dilakukan dengan menggunakan mesin drier. Biji kakao pada proses

pengeringan dengan sinar matahari hanya diratakan pada lantai jemur tanpa mengatur kapasitas dari

lantai penjemuran. Biji kakao pada saat penjemuran harus diatur secara merata, kapasitas dari jemuran

biji kakao sebaiknya 15 kg/m2 (Susanto. 1993).

Setelah itu dilakukan pengeringan dengan mesin drier. Biji kakao diletakkan dan diratakan

diatas bak drier. Standar dari ketebalan bak drier adalah ± 20 cm. Pada pengeringan ini menggunakan

suhu sekitar 70˚C hingga kadar air mencapai 7,5 %. Sebaiknya pengeringan pada mesin drier juga

diatur suhunya. Pengeringan dilakukan selama 12 jam dengan suhu awal selama 6 jam pertama

sebesar 70˚C, selanjutnya pada 4 jam kedua sebesar 60˚C, kemudian pada 2 jam berikutnya sampai

kering sebesar 55˚C sampai kadar air mencapai 7 % (Susanto. 1993).

Proses Tempering

Proses tempering bertujuan untuk meratakan kadar air dalam biji agar biji tidak mudah

pecah. Pada proses ini disarankan hanya dilakukan selama 3 jam saja, selanjutnya langsung dikemas

pada karung untuk menjaga mutu kakao.

Proses Penyimpanan

Pada proses penyimpanan tidak ada perlakuan khusus terhadap jenis karung. Karung goni

dan sak dimasukkan dan disimpan pada satu gudang, hanya dipisahkan berdasar kan jenis mutunya.

Seharusnya pada gudang tersebut dikelompokkan juga berdasarkan jenis karung yang digunakan. Pada

gudang tersebut penumpukan yang baik adalah maksimal 62,5 kg/karung, 1 kavling berisi 48 karung

(3000 kg) .

Page 4: Implementasi Gmp Good Manufacturing Practice Pada Produksi Biji Kakao Kering Di Pt. Perkebunan Nusantara Xii Kediri

Mesin Dan Peralatan Produksi

Kotak Fermentasi

Pada proses fermentasi didapatkan suhu akhir adalah 48˚C s/d 50˚C. Untuk sirkulasi udara

dapat diatur dengan adanya lubang-lubang pada kotak fermentasi. Lubang-lubang pada kotak

fermentasi berdiameter 1 cm dan jarak antara lubang 5-10 cm. Oleh karena itu, kotak fermentasi harus

selalu dibersihkan jika sudah pernah terpakai. Dikhawatirkan lubang-lubang pada kotak fermentasi

akan tertutup biji kakao (biji kakao yang terselip).

Pengukur Kadar Air (Aqua Boy)

Alat ini digunakan untuk mengetahui nilai kadar air dari biji kakao yang telah selesai proses

pengeringan atau biji kakao yang sudah siap dikemas. Pada akhir pengeringan dilakukan pengukuran

nilai kadar air menggunakan alat aqua boy. Setelah dilakukan pengecekan pada alat, ternyata alat ukur

yang digunakan (Aqua boy) sudah habis masa berlakunya dan perlu dilakukan pengkalibrasian alat

supaya alat dapat berfungsi normal lagi sesuai standart kalibrasi.

Tenaga Kerja

Pada proses fermentasi para pekerja diharuskan berada diluar kotak fermentasi supaya tidak

menginjak-injak biji kakao yang terfermentasi) pembalikan dilakukan dengan pelan-pelan dan hati-

hati. Pada proses pembalikan dengan menggunakan alat sekrop dapat merusak biji kakao. Pembalikan

di lantai jemur cukup dilakukan dengan menggoyang-goyangkan alas lantai jemur supaya biji kakao

tidak pecah. Pada lantai jemur sebaiknya dilapisi alat (anyaman bambu/goni) supaya memudahkan

dalam pembalikan serta terhindar dari kotoran. Pada proses pembalikan para pekerja tidak boleh

melakukan pembalikan langsung di atas bak drier (naik diatas tumpukan kakao). Pembalikan harus

dilakukan di luar kotak drier, hal ini supaya tidak menginjak-nginjak biji kakao kering yang dapat

mengakibatkan biji kakao pecah.

Bangunan

Pada gudang diberi suatu alas plastik dan kayu dengan jarak yang baik adalah berjarak dari

lantai ± 10 cm dan jarak dari dinding ± 20 cm serta jarak tumpukan karung dari plafon minimum 100

cm sehingga karung tidak menyentuh lantai secara langsung (Susanto 1993). Sedangkan jarak yang

digunakan pada penyimpanan kakao di PT. Perkebunan Nusantara XII Kediri hanya berjarak dari

lantai ± 5 cm. Kelembaban yang disarankan juga berkisar antara 55%-65% serta dengan suhu: 25˚C-

32˚C.

PROSEDUR OPERASI STANDAR

Untuk dapat mengimplementasikan GMP dengan benar semua prosedur harus

didokumentasikan dengan baik. Sistem dokumentasi dapat dituangkan dalam suatu Prosedur Operasi

Standar. Untuk pengolahan biji kakao kering adalah sebagai berikut:

Proses Penerimaan Biji Kakao

Tujuan dari proses penerimaan biji kakao adalah untuk mengetahui berat kakao yang dikirim

oleh afdeling (kebun) ke pabrik. Prosedur proses penerimaan biji kakao adalah sebagai berikut :

1. Menimbang biji kakao dengan timbangan

2. Mencatat berat biji kakao

3. Melakukan uji petik / sortasi

Proses Fermentasi

Tujuan dari proses fermentasi adalah untuk mematikan lembaga biji agar tidak tumbuh

sehingga perubahan-perubahan di dalam biji kakao akan mudah terjadi, seperti warna keping biji,

peningkatan aroma dan rasa, dan untuk melepaskan pulp. Prosedur proses fermentasi adalah sebagai

berikut :

1. Memasukkan dan meratakan biji kakao ke dalam kotak fermentasi (minimal banyaknya biji

kakao sebanyak 100 kg).

2. Menutup biji kakao dengan karung goni yang sudah diberi air (lembab).

3. Melakukan pembalikan pada biji-biji kakao agar fermentasi biji merata setiap 24 jam, dengan

ketentuan lapisan atas dibalik sehingga lapisan atas berada dibawah, begitu seterusnya.

Page 5: Implementasi Gmp Good Manufacturing Practice Pada Produksi Biji Kakao Kering Di Pt. Perkebunan Nusantara Xii Kediri

4. Mengukur suhu pada setiap hari. Hari 1 (12 jam) : 25˚C s/d 27˚C, Hari 2 (24 jam) : 32˚C s/d

35˚C Hari 3 (24 jam) : 42˚C s/d 48˚C, Hari 4 (24 jam) : 48˚C s/d 50˚C, jika suhu sudah

mencapai 48˚C s/d 50˚C maka proses fermentasi dihentikan.

Pengukuran pH juga penting untuk dilakukan supaya menjaga kadar keasaman pada biji

kakao. pH kakao tidak boleh kurang dari 3,5.

Proses Pencucian

Tujuan proses pencucian adalah menghentikan proses fermentasi dan memperbaiki

kenampakan biji. proses pencucian dilakukan setengah bersih, dengan cara membasahi biji kako hasil

fermentasi. Prosedur proses fermentasi adalah sebagai berikut :

1. Menyiramkan air secukupnya pada biji-biji kakao di kotak fermentasi yang terakhir.

2. Menuntaskan biji kakao untuk mengurangi air pada permukaan biji kakao basah, selain itu

juga untuk menghentikan proses fermentasi dan membersihkan pulp.

Proses Pengeringan

Tujuan proses pengeringan adalah untuk menurunkan kandungan air biji basah. Pengeringan

biji kakao dilakukan menjadi 2 tahap, yaitu Sun drier dan Cacao drier.

a. Proses Pengeringan dengan Sinar Matahari

Kakao yang sudah selesai difermentasi dan dicuci kemudian diletakkan pada lantai jemur.

Lama penjemuran yang selama 1 hari. Prosedur proses pengeringan sun drier adalah sebagai berikut:

1. Meletakkan biji kakao kering dilantai jemur.

2. Meratakan biji kakao supaya biji kakao terkena sinar matahari dengan merata (15 kg/m2).

3. Pengeringan dilakukan selama 1 hari (tergantung cuaca).

4. Melakukan pembalikan setiap 2 jam supaya pengeringan merata. Pada lantai jemur diberi

lapisan seperti papan berongga atau goni untuk memudahkan pembalikan serta biji tidak pecah

dan terhindar dari berbagai kotoran.

b. Proses Pengeringan dengan Mesin (Proses Drier)

Proses ini dilakukan setelah proses penjemuran (jika penjemuran tidak maksimal). Selain itu

pada proses ini dilakukan jika kakao mengalami penumpukan (sebelum proses sortasi), sehingga

kakao yang sudah kering tidak mengalami penambahan kadar air, dan tidak ditumbuhi jamur. Prosedur

proses pengeringan cacao drier adalah sebagai berikut :

1. Menyalakan mesin cacao drier.

2. Meletakkan biji kakao pada bak mesin drier.

3. Meratakan biji kakao supaya biji kakao panas merata (± 20 cm).

4. Pengeringan dilakukan selama 12 jam dengan suhu sebagai berikut :

6 jam pertama : 70˚C

4 jam kedua : 60˚C

2 jam berikutnya sampai kering : 55˚C sampai kadar air mencapai 7 %.

5. Melakukan pembalikan setiap 2 jam supaya pengeringan merata. Pada waktu melakukan

pembalikan, tidak boleh masuk kedalam bak karena dapat mengakibatkan biji kakao pecah

serta pembalikan dilakukan secara hati-hati dan pelan-pelan.

Proses Tempering / Conditioning

Tujuan proses tempering adalah untuk meratakan kadar air dalam biji agar biji tidak mudah

pecah. Prosedur proses tempering adalah sebagai berikut :

1. Mendiamkan biji kakao kering pada bak mesin cacao drier selama 3-5 jam.

2. Mengemas biji kakao kering kedalam sak/karung.

Proses Sortasi

Tujuan proses sortasi adalah untuk memisahkan mutu biji kakao kering, biji pipih, pecahan

kulit, biji berkecambah, dan benda asing lainnya. Prosedur proses sortasi adalah sebagai berikut :

1. Meletakkan biji kakao kering diatas meja sortasi.

2. Memisahkan biji kakao kering menurut jenis mutunya.

Page 6: Implementasi Gmp Good Manufacturing Practice Pada Produksi Biji Kakao Kering Di Pt. Perkebunan Nusantara Xii Kediri

Proses Pengemasan

Pengemasan dibedakan menjadi dua, menurut standar mutunya yaitu untuk mutu superior

(Kualitas 1) dikemas dalam karung goni, dan untuk mutu Kualitas 2, Prongkol, Bp1, Kepek, Kulit dan

Kotoran dikemas pada karung plastik biasa. Kapasitas semua jenis karung adalah 62,5 kg. Tujuan

proses pengemasan adalah untuk menjaga mutu kakao dari serangan hama dan kotoran serta dapat

memudahkan untuk pengangkutan. Prosedur proses sortasi adalah sebagai berikut :

1. Menimbang berat biji kakao sesuai ukuran.

2. Memasukkan biji kakao kering kedalam tempat pengemas (Karung).

3. Menyegel karung yang berisi biji kakao kering.

4. Memberikan identitas/label pada karung (nama komoditi, jenis mutu dan identitas produsen).

Proses Penyimpanan

Penyimpanan pada gudang yang berlantai semen dilakukan perlakuan khusus, yaitu

dilakukan dengan pemberian stapel dan penutupan dengan plastik agar udara tidak masuk, dan kadar

air tidak naik. Tujuan proses penyimpanan adalah untuk menjaga mutu kakao dari serangan hama dan

kotoran sambil menunggu pengangkutan untuk pemasaran. Prosedur proses penyimpanan adalah

sebagai berikut :

1. Mengelompokkan jenis karung pengemas (karung goni dan sak).

2. Menumpuk karung berdasarkan jenis mutunya, maksimal 62,5 kg/karung, 1 kavling berisi 48

karung (3000 kg).

3. Memberi alas plastik dan kayu sehingga karung goni tidak menyentuh lantai langsung (jarak

dari lantai ± 10 cm dan jarak dari dinding ± 20 cm serta jarak tumpukan karung dari plafon

minimum 100 cm).

4. Kelembaban : 55%-65%, suhu: 25˚C-32˚C

5. Melakukan Fumigasi untuk mencegah serangan hama. Fumigasi dilakukan dengan cara

penyungkupan rapat dengan plastik lembaran dan diberi guling pemberat/guling pasir bagi

sungkup yang berhubungan dengan lantai dan diberi stepel, Fumigasi menggunakan larutan :

Phostoxin Degensch.

6. Gudang penyimpanan kakao kering khusus untuk penyimpanan kakao kering, jangan menaruh

barang-barang lain yang berbahaya dan dapat mempengaruhi kakao kering.

PENERAPAN GMP

Uji Petik dan Sortasi

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada proses pengolahan biji kakao kering terdapat

beberapa hal yang dapat mempengaruhi mutu atau hasil dari pengolahan biji kakao tersebut. Pada

proses penerimaan biji kakao dari kebun setelah ditambahkan dan dilakukan proses uji petik / sortasi

didapatkan hasil pengolahan yang seragam serta dapat mempengaruhi jumlah rendement pada akhir

proses. Perbandingan nilai rendemen sebelum dan sesudah penerapan GMP (Good Manufacturing

Practice) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan Nilai Rendemen sebelum dan sesudah penerapan GMP

Ulangan

Perlakuan

Sebelum

GMP

Sesudah

GMP

1 34,5 37,3

2 34,6 38,1

3 34,4 38,6

4 35,3 37,4

5 34,5 38,2

Rata-Rata 34,7 % 37,9 %

Pada proses sortasi akhir diketahui rendement dari pengolahan mengalami peningkatan serta

keseragaman mutu. Hal tersebut dipengaruhi pada saat proses penerimaan telah dilakukan proses uji

Page 7: Implementasi Gmp Good Manufacturing Practice Pada Produksi Biji Kakao Kering Di Pt. Perkebunan Nusantara Xii Kediri

petik / sortasi. Pada proses fermentasi dan pengeringan dengan mempertimbangkan proses pembalikan

yang baik, maka biji kakao tidak mudah pecah dan dapat meningkatkan jumlah rendement pada akhir

pengolahan.

Proses Fermentasi

Pada proses fermentasi pengukuran suhu pada tiap hari dapat mengontrol perkembangan

suhu yang terjadi pada proses fermentasi. Dengan pengecekan suhu setiap hari dapat mengatur tinggi

atau rendahnya suhu. Pada indikator pH setelah dilakukan pengukuran jumlah pH tidak melebihi dari

3,5. Pembalikan pada proses fermentasi dapat mempengaruhi jumlah aerasi yang terdapat pada proses

fermentasi. Aerasi yang cukup dapat mempengaruhi kualitas dari proses fermentasi dapat berjalan

secara baik.

Proses Pengeringan

Pada proses pengeringan terjadi perbedaan nilai pada kadar air antara pengukuran

menggunakan alat aqua boy dengan metode oven. Setelah dilakukan pengecekan alat, ternyata pada

alat ukur aqua boy sudah habis masa kerjanya (kadaluarsa). Penentuan dan pengukuran nilai kadar air

pada biji kakao merupakan salah satu tolak ukur proses pengeringan agar diperoleh mutu hasil yang

baik. Oleh karena itu alat pengukur kadar air (aqua boy) harus dilakukan pengkalibrasian setiap masa

aktifnya (sebelum kadaluarsa).

Proses Penyimpanan

Sebelum dilakukan penyimpanan perlu dipastikan bahwa biji kakao kering yang akan

disimpan didalam gudang harus memiliki nilai kadar air dibawah 7,5%. Penerapan pada tahapan ini

dilakukan dengan mengemas biji kakao kering kedalam karung yang bersih berdasarkan mutu dan

jenisnya. Penyimpanan biji kakao kering diberi landasan kayu serta tidak menempel pada dinding

untuk menghindari peningkatan kadar air karena kelembaban lantai dan dinding. Serangan jamur dan

hama pada biji kakao kering selama penyimpanan merupakan penyebab penurunan mutu biji kakao

kering. Untuk itu pada waktu penyimpanan yang dilakukan digudang diberikan fumigasi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Dalam penyusunan dokumen GMP (Good Manufacturing Practice), perlu dilakukan beberapa

perbaikan proses yang dilakukan, yaitu pada penerimaan bahan baku sebaiknya dilakukan uji

petik / sortasi, fermentasi harus dilakukan pengukuran pH dan mengatur pembalikan serta

ketebalan, pengeringan dan penyimpanan juga harus dilakukan dengan baik.

2. Implementasi GMP (Good Manufacturing Practice) dapat memperbaiki kualitas proses

produksi yaitu meningkatnya rendemen, pH dan suhu pada fermentasi terkontrol, serta kadar

air pada penyimpanan kenaikan tidak terlalu tinggi.

Saran

Dari penelitian ini saran yang dapat diberikan adalah untuk meningkatkan mutu produk biji

kakao kering perlu adanya penerapan GMP pada perusahaan, sehingga produk yang dihasilkan mampu

meningkatkan dan mempertahankan mutu hasil produksi.

DAFTAR PUSTAKA

Afrianti LH. 2004. Cara Mengawetkan Makanan, (http://Pikiran rakyat.com, diakses 9 September

2010).

Badan Standarisasi Nasional, 2008. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2323-2008 (Biji Kakao,

Bubuk Kakao dan Lemak Kakao). Badan Standarisasi Nasional (BSN). Jakarta.

Fajarianto DE. 2010. Analisa Kesetimbangan Massa (Mass Balance) Pada Produksi Biji Kakao

Kering Di PT. Perkebunan Nusantara XII Kediri [Laporan praktek kerja lapang yang tidak

dipublikasi]. Universitas Trunojoyo Madura.

Guehi S. dkk. 2010. Effect of Turning Beans and Fermentation Method on the Acidity and Physical

Quality of Raw Cocoa Beans. Advance Journal of Food Science and Technology 2(3): 163-171.

Page 8: Implementasi Gmp Good Manufacturing Practice Pada Produksi Biji Kakao Kering Di Pt. Perkebunan Nusantara Xii Kediri

Susanto FX. 1993. Budidaya dan Pengolahan Hasil Tanaman Kakao. Kanisius.Yogyakarta.

Suryani D dan Zulfebriansyah. 2007. Komoditas Kakao : Potret dan Peluang Pembiayaan. Economic

Review. No. 210.

Weiner Harvey. 2005. Nasib Biji Kakao Indonesia Di Pier 84, Philadelphia- As. Kedutaan besar

republik indonesia. Washington D.C. 20036.

Zahouli G. Irie B. 2010. Effect of Drying Methods on the Chemical Quality. Traits of Cocoa Raw

Material. Advance Journal of Food Science and Technology 2(4): 184-190.