Post on 16-Oct-2021
JURNAL FAPERTANAK, Volume III, Nomer 1 Agutus 2018
10
IDENTIFIKASI SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIFTERNAK BABI LOKAL DI DISTRIK NABIRE BARAT
KABUPATEN NABIRE
Decky Wenno1
Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian dan PeternakanUniversitas Satya Wiyata Mandala Nabire
email: dwennonbra@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini di laksanakan selama 1 (satu) bulan mulai tanggal 1 sampai30 Agustus 2018. Penelitian ini bertujuan ini untuk mengetahui sifat kualitatif dansifat kuantitatif babi lokal yang ada di Distrik Nabire Barat, Kabupaten Nabire.
Penelitian ini dilakukan dengan metode survei. Penentuan sampeldilakukan secara sensus dengan pertimbangan bahwa jumlah peternak babi lokalini jumlahnya sedikit. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif untuk,menggambarkan kaharakteristik kualitatif maupun kuantitatif babi lokal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kharakteristik kulaitatif babi lokalyang meliputi warna bulu, bentuk punggung, bulu kasar (suarai) di pundak danleher seta bentuk kepala adalah ; untuk babi lokal betina seluruhnya (100%)berwarna hitam, 82 % berpunggung melengkung ke bawah dan 12 % berpunggungdatar, 29 % bersurai dan 71 % tidak bersurai dengan bentuk kepala pendek, bulat41 % dan panjang, lonjong 59 %. Sedangkan untuk babi lokal jantan, 67 %berwarna hitam dan 33 % berwarna hitam kemerahan, berpunggung melengkungke bawah 11 % dan berpunggung datar 89 %, 78 % bersurai dan 22 % tidakbersurai dengan bentuk kepala 44 % pendek, bulat dan 46 % panjang, lonjong.Selanjutnya karakteristik kuantitatif yang meliputi panjang badan (PB), tinggipundak (TP), lingkar dada (LD), tinggi pinggang (TPi) dan berat badan (BB) untukbabi lokal betina masing-masing ; 54,71 cm, 43,65 cm, 70,76 cm, 64,53 cm dan41,59 kg dan untuk babi lokal jantan masing-masing : 70,56 cm, 55,44 cm, 89,33cm, 90,78 cm dan 54 kg.
Kata Kunci : Ssifat kulaitatif dan kuantitatif, babi lokal dan Distrik Nabire Barat
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Babi merupakan jenis ternak yang mempunyai peranan penting dalam
kehidupan masyarakat Papua termasuk di Nabire. Keberlangsungan hidup
masyarakat Papua tak lepas dari keberadaan babi. Babi menjadi salah satu hewan
JURNAL FAPERTANAK, Volume III, Nomer 1 Agutus 2018
11
yang dipandang penting bagi kehidupan masyarakat Papua dalam berbagai aspek.
Babi bukan saja diternakan untuk dipotong dan diambil dagingnya serta bukan
pula hanya sekedar untuk membantu ekonomi keluarga. tetapi juga merupakan
simbol atau status sosial bagi pemiliknya. Memotong dan memakan daging babi
biasanya dikaitkan dengan peristiwa penting terutama dalam hal mistis, sehingga
babi dianggap hewan sakral dan sering dilibatkan dalam berbagai upacara adat
seperti pembakaran mayat, perkawinan dan ritual mistis lainnya. Hingga kini
masih ada yang menggunakan babi sebagai alat tukar atau alat pembayaran dan
tetap digunakan sebagai hadiah emas kawin. Selain aspek ekonomi dan
kepercayaan, masih banyak aspek-aspek lain dalam kehidupan masyarakat Papua
yang bersinggungan dengan babi.
Sejak dahulu, keberadaan babi memang sudah menjadi hal yang lazim bagi
masyarakat Papua. Pada mulanya babi dibawa oleh pendatang-pendatang dari
Eropa pada abad-abad kolonialisme. Bahkan di beberapa daerah, babi menjadi
satu-satunya hewan ternak yang dapat hidup di Papua karena Papua merupakan
sebuah wilayah yang secara geografis merupakan pegunungan dan lembah-lembah
yang menyebabkan babi dapat berkembang biak dengan baik. Babi yang ada di
Papua saat ini dikenal sebagai jenis Sus Scrofa Papuensis yang merupakan babi
lokal asli endemik di pulau Papua
(https://student.cnnindonesia.com/edukasi/20171017121212-445-248965/mengapa-
babi-sangat-penting-di-papua/#main).
Jenis babi lokal ini sudah didomestifikasi dan banyak dipelihara dan
diternakkan terutama oleh masyarakat petani/peternak orang asli Papua (OAP).
JURNAL FAPERTANAK, Volume III, Nomer 1 Agutus 2018
12
Orang asli Papua khususnya orang pedalaman lebih senang memelihara babi jenis
lokal daripada jenis babi ras yang lain. Selain lebih tahan terhadap penyakit, babi
jenis lokal ini juga mempunyai kelebihan mudah beradaptasi baik terhadap
kondisi pakan maupun lingkungan alam yang kurang menguntungkan serta kadar
lemak dagingnya lebih tendah.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua melaporkan, pada 2010
kebutuhan protein hewani asal daging di Papua adalah 28.617.148,10 kg atau
28.617,15 ton/tahun. Kondisi ini menjadi peluang bagi pengusaha di bidang
peternakan untuk menyediakan produk-produk asal ternak, salah satunya adalah
ternak babi yang merupakan salah satu jenis ternak potong yang mempunyai
peranan penting dalam memenuhi gizi masyarakat.
Data populasi ternak babi tahun 2013 di kabupaten Nabire berjumlah
sekitar 33 ribu ekor (Dinas Peternakan Kabupaten Nabire, 2014). Penyebaran
populasi ini meliputi wilayah pesisir pantai maupun pegunungan (pedalaman),
dari perdesaan hingga perkotaan. Hal ini dilakukan, karena ternak babi dapat
memenuhi kebutuhan keluarga dan meningkatkan pendapatan keluarga. Ternak
babi yang dominan dipelihara adalah jenis babi lokal (Sus papuaensis) dan babi
ras Vereedelde Deutse Landvanken (VDL)
(https://www.kompasiana.com/hariyawan-esthu/trilogi-masyarakat-papua-
manusia-ubi-ternak-babi_5709129722afbd12151466c7)
Sebagai plasma nutfah, jenis babi lokal ini perlu dilestarikan sekaligus
dikembangkan potensinya sekaligus sebagai upaya pemenuhan kebutuhan daging
di Papua mengingat jenis babi lokal ini lebih dominan diternakkan/ dipelihara
JURNAL FAPERTANAK, Volume III, Nomer 1 Agutus 2018
13
oleh masyarakat atau orang asli Papua (OAP). Namun demikian data karakteristik
yang terkait dengan sifat kualitatif maupun kuantitatif khususnya terhadap babi
lokal Papua (Sus papuaensis) belum banyak diketahui, karena kurangnya
penelitian pada babi lokal. Oleh karena itu dilakukan penelitian tentang
Identifikasi karakteristik tentang sifat Kualitatif Dan Kuantitatif Terhadap Babi
Lokal Di Distrik Nabire Barat Kabupaten Nabire, mengingat Distrik Nabire Barat
merupakan salah satu distrik dengan jumlah orang petani/peternak babi (orang
Asli Papua) cukup banyak.
B.Rumusan Masalah
Pengembangan ternak babi lokal Papua cukup potensial, selain
karena mudah beradaptasi baik terhadap kondisi pakan maupun lingkungan alam
yang kurang menguntungkan serta kadar lemak dagingnya lebih tendah, jenis babi
lokal tersebut banyak dipelihara oleh orang asli Papua (OAP), sehingga dapat
dijadikan sebagai sarana peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya OAP.
Namun karena kurangnya data tentang karakteristik babi lokal Papua khususnya
sifat-sifat kuantitatif seperti dimensi tubuh atau statistic vital tubuh akan
menghambat upaya peningkatan produktivitas babi lokal tersebut.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat kualitatif khususnya
yang terkait dengan penampilan secara ekterior yakni warna bulu, bentuk badan
(bentuk punggung), adanya tidaknya surai (bulu kaku) baik di pundak maupun di
leher dan bentuk kepala. serta sifat kuantitatif terutama yang terkait dengan
JURNAL FAPERTANAK, Volume III, Nomer 1 Agutus 2018
14
dimensi tubuh terutama panjang badan, tinggi pundak, lingkar dada, tinggi
pinggang, dan berat badan.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah dapat memberikan informasi ilmiah tentang
karakteristik babi lokal Papua sebagai dasar khususnya bagi para praktisi
Pemulia-biakan ternak guna peningkatan produktivitas babi lokal Papua tersebut.
METODE PENELITIAN
A. Waktu Dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 01 sampai dengan 30 Agustus
2018 di Distrik Nabire Barat, Kabupaten Nabire.
JURNAL FAPERTANAK, Volume III, Nomer 1 Agutus 2018
15
B. Objek Dan Alat Penelitian
Obyek penelitian ini adalah ternak babi lokal dewasa jantan dan betina
dengan umur 10 - 18 bulan (periode finisher) yang dipelihara oleh peternak di
Distrik Nabire Barat, Kabupaten Nabire. Sedangkan alat yang digunakan adalah
daftar panduan pertanyaan (kuesioner), pita ukur, tongkat ukur, alat tulis menulis,
kamera dan timbangan.
C. Jenis Dan Sumber Data
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan dari responden melalui
observasi atau wawancara dengan peternak dan pengamatan langsung terhadap
sampel babi yang menjadi obyek penelitian. Data sekunder adalah data yang
menyangkut keadaan lokasi, populasi ternak babi dan lain-lain yang diperoleh
dari pihak terkait yang relevan.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan secara sensus pada seluruh peternak
babi lokal yang ada Distrik Nabire Barat.
E. Variabel Pengamatan
E.1. Sifat Kualitatif
Sifat kualitatif yang diamati dilakukan dengan melihat sifat fisik yang
tampak meliputi :
1. Warna bulu, yaitu warna bulu dominan pada setiap ekor ternak babi
lokal.
JURNAL FAPERTANAK, Volume III, Nomer 1 Agutus 2018
16
2. Bentuk punggung, secara umum akan ditemukan 2 bentuk yaitu :
melengkung dan datar.
3. Ada dan tidaknya bulu kasar pada pundak dan leher (surai)
4. Bentuk kepala, secara umum akan ditemukan 2 bentuk yaitu bulat/
pendek dan lonjong/panjang.
E.2. Sifat Kuantitatif
Sifat kuantitatif yang diamati hanya terbatas pada bagian-bagian dimensi
tubuh yang penting terutama panjang badan, tinggi pundak, lingkar dada,
tinggi pinggang, dan berat badan. Adapun cara pengukuran ketiga
dimensi tubuh tersebut adalah sebagai berikut :
1. Panjang Badan (PB), merupakan jarak garis lurus dari tepi
tulang (processus spinocus) sampai benjolan tulang tapis (tulang
duduk / os ischium). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan
tongkat ukur dengan satuan cm
2. Tinggi Pundak (TP), dilakukan dengan mengukur jarak tertinggi
pundak sampai tanah, diukur menggunakan tongkat ukur dengan
satuan cm.
3. Lingkar Dada (LD), merupakan pengamatan yang dilakukan
dengan cara mengukur lingkar rongga dada melalui sendi bahu (os
scapula) menggunakan pita ukur satuan dalam cm.
4. Tinggi Pinggang (TPi), dilakukan dengan mengukur jarak tertinggi
pinggang ternak secara tegak lurus ke permukaan tanah, diukur
menggunakan tongkat ukur dengan satuan cm.
JURNAL FAPERTANAK, Volume III, Nomer 1 Agutus 2018
17
5. Bobot Badan (BB), n ilai bobot badan diperoleh dengan cara
penimbangan yang dilakukan sebelum ternak babi lokal diberi konsumsi
pakan dengan menggunakan timbangan gantung (timbangan dacin).
F. Analisa Data
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisa secara tabulasi untuk
mendeskripsikan gambaran mengenai babi lokal yang dipelihara oleh peternak di
distrik Nabire Barat, Kabupaten Nabire.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Geografis Lokasi Penelitian
Nabire Barat adalah sebuah distrik yang berada di Kabupaten Nabire
Provinsi Papua. Distrik Nabire Barat terletak diantara 135°24’ - 136°32’ Bujur
Timur dan 3°21’ - 3°28’ Lintang Selatan, dengan batas wilayah sebelah utara
dibatasi oleh Teluk Cendrawasih (Teluk Sarera), sebelah selatan dibatasi oleh
Distrik Uwapa, sebelah timur dibatasi oleh Distrik Nabire dan sebelah barat
dibatasi oleh Distrik Wanggar.
Luas wilayah keseluruhan Distrik Nabire Barat pada tahun 2012 tercatat
79,00 km2 yang terbagi terbagi menjadi lima (5) kampung yaitu Kampung
Bumiraya, Kalisemen, Wadio, Waroki dan Gerbang Sadu. Dari kelima kampung
ini satu diantaranya merupakan wilayah pesisir yaitu kampung Waroki dan yang
lain adalah wilayah daratan.
B. Kondisi Peternakan
JURNAL FAPERTANAK, Volume III, Nomer 1 Agutus 2018
18
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Nabire yang
dituangkan dalam Nabire Barat Dalam Angka (2013) pengembangan sektor
pertanian di Distrik Nabire Barat didukung oleh lahan seluas 10.344 hektar yang
terdiri dari lahan sawah seluas 1.532 hektar dan lahan bukan sawah seluas 8.812
hektar. Dari lahan sawah yang ada dibedakan antara sawah berpengairan yang
diusahakan seluas 600 hektar, tidak berpengairan 510 hektar dan sementara
sawah yang belum diusakan seluas 422 hektar.
Jumlah penduduk Distrik Nabire Barat pada tahun 2012 tercatat sebanyak
10.701 jiwa. Dari jumlah ini sebagian besar penduduknya bermata pencaharian
di sektor pertanian yaitu sebanyak 3.863 keluarga, yang terdiri dari 1.430
keluarga tanaman pangan, 1.047 keluarga perkebunan, 771 keluarga peternakan,
441 keluarga kehutanan, 96 keluarga penangkap ikan dan 108 keluarga
pembudidaya ikan (BPS Kabupaten Nabire, 2013).
Jenis dan jumlah populasi ternak di Distrik Nabire Barat secara umum
dapat dirincikan sebagaimana Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Jenis Dan Populasi Ternak Di Distrik Nabire Barat
No Jenis ternak Jumlah (ekor)
1 Sapi 1.182
2 Kambing 657
3 Babi 1.111
4 Ayam Buras 43.268
5 Itik/Entog 8.763
JURNAL FAPERTANAK, Volume III, Nomer 1 Agutus 2018
19
6 Ayam Ras Pedaging 16.100
Sumber : BPS Kabupaten Nabire, 2015
C. Manajemen Pemeliharaan Ternak Babi
Sistem pemeliharaan ternak merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas ternak, perkandangan ternak
diharuskan sesuai dengan kebutuhan ternak agar ternak merasa nyaman sehingga
pertumbuhan dan produktivitas ternak yang dihasilkan sesuai dengan
harapan peternak. Secara umum sistem pemeliharaan ternak babi di Distrik
Nabire Barat dilakukan secara semi intensif dan sebagian dilakukan secara
tradisional. Sistem pemeliharaan semi intensif ditunjukkan dengan adanya
perlakuan seperti pengandangan ternak (dikandangkan), diberikan pakan, diatur
perkembang-biakannya serta dikontrol kesehatannya. Namun perlakuan
tersebut belum sepenuhnya mengikuti pedoman teknis sebagaimana mestinya.
Sedangkan sistem pemeliharaan ternak secara tradisional ternaknya dilepas-
liarkan dalam area yang sudah diberi pembatas pagar sebagaimana dalam ranc
dengan disediakan tempat berlindung dan dibiarkan mencari makan sendiri dan
hanya kadang-kadang diberi tambahan pakan seadanya, tanpa ada campur
tangan atau minim sekali campur tangan peternak terhadap perkembang-
biakannya ternaknya serta tidak ada kontrol terhadap kesehatan ternaknya.
Jenis babi yang dipelihara umumnya jenis babi persilangan antara babi
ras dan babi lokal. Profil babi lokal Nabire dapat ditunjukkan sebagaimana pada
gambar di bawah ini.
JURNAL FAPERTANAK, Volume III, Nomer 1 Agutus 2018
20
Gambar 3. Profil Babi Lokal Nabire (Papua)
Sumber dan jenis pakan yang diberikan oleh peternak babi di Distrik
Nabire sebagian besar diperoleh dengan mencari atau hasil budidaya sendiri
dan kadang-kadang sisa/ limbah dapur keluarga. Pemberian pakan ternak babi
lokal oleh para peternak di Distrik Nabire dilakukan dua kali sehari, yaitu pada
pagi hari sekitar pukul 08.00 WIB dan sore hari pukul 17.00 WIB. Berdasarkan
hasil pengamatan di lapangan dapat diketahui bahwa jenis pakan yang
diberikan pada ternak relatif sama, yaitu campuran daun dan afkiran ubi jalar
ataupun potongan ubi kayu (singkong). Pakan tersebut diberikan dalam bentuk
masak (dimasak) dan ada juga yang diberikan dalam bentuk mentah, selain itu
ada juga peternak yang hanya memberikan limbah dapur rumah tangga berupa
sayur dan nasi s i s a untuk pakan ternak. Pakan ternak babi yang baik dan
memenuhi kebutuhan sangat penting, dimana pakan merupakan faktor utama
dalam menentukan produktivitas ternak babi, disamping faktor genetik dan
lingkungan (Sihombing, 2006)
D. Sifat Kualitatif
Data hasil penelitian terhadap sifat kualitatif babi lokal betina maupun
jantan yang dipelihara masyarakat di Distrik Nabire Barat disampaikan pada
tabel 4 dan 5 di bawah ini.
Tabel 4. Data Deskreptif Kualitatif Babi Lokal Betina Di Distrik Nabire Barat
Variabel Pengamatan Jumlah Persentase
JURNAL FAPERTANAK, Volume III, Nomer 1 Agutus 2018
21
(ekor) %
1. Warna bulu
- Hitam 17 100
- Hitam Kemerahan - -
2. Bentuk punggung
- Melengkung 14 82
- Datar 3 18
3. Bulu kasar dipundak dan leher (surai)
- Ada 5 29
- Tidak Ada 12 71
4. Bentuk kepala
- Bulat, pendek 7 41
- Lonjong, panjang 10 59
Sumber : Data diolah, 2018
Tabel 5. Data Deskreptif Kualitatif Babi Lokal Jantan Di Distrik Nabire Barat
Variabel PengamatanJumlah Persentase
(ekor) %
1. Warna bulu
- Hitam 6 67
- Hitam Kemerahan 3 33
2. Bentuk punggung
- Melengkung 1 11
- Datar 8 89
3. Bulu kasar dipundak dan leher (surai)
- Ada 7 78
- Tidak Ada 2 22
4. Bentuk kepala
- Bulat, pendek 4 44
- Lonjong, panjang 5 46
Sumber : Data diolah, 2018
Warna bulu merupakan salah satu sifat kualitatif yang biasa digunakan
sebagai kriteria dalam seleksi ternak. Berdasarkan tabel 4 dan 5 terlihat bahwa
warna dominan pada babi lokal di Distrik Nabire Barat adalah hitam yaitu
sebaesar 100 % untuk babi betina dan 67 % untuk babi jantan, sisanya babi
JURNAL FAPERTANAK, Volume III, Nomer 1 Agutus 2018
22
jantan yang berwarna hitam kemerahan sebanyak 13 %. Hal ini sama dengan
babi lokal di daerah Indonesia yang lain bahwa kebanyakan berwarna hitam.
Bentuk punggung babi lokal betina di Distrik Nabire Barat 82 %
berbentuk melengkung dan 18 % berbentuk datar. Sedangkan untuk babi lokal
jantan yang memiliki bentuk punggung melengkung sebanyak 11 % dan 89 %
bentuk punggungnya datar.
Kharakteristik bulu kasar di pundak dan leher (surai) pada babi lokal
betina di Distrik Nabire Barat sesuai tabel 4 menunjukkan bahwa 29 %
bersurai dan 79 % tidak bersurai. Sedangkan untuk babi lokal jantan 78 %
bersurai dan 22 % tidak bersurai.
Bentuk kepala babi lokal di Distrik Nabire Barat baik pada babi betina
maupun jantan lebih banyak memiliki bentuk kepala panjang, lonjong, dimana
pada babi betina 41 % memiliki bentuk kepala pendek, bulat, dan 59 %
memiliki bentuk kepala lonjong, panjang. Sedangkan untuk babi jantan 44 %
memiliki bentuk kepala pendek, bulat dan 46 % memiliki bentuk kepala
lonjong, panjang. Bentuk kepala yang lonjong, panjang biasanya memilki
moncong yang relatif panjang, hal ini berkaitan dengan cara memperoleh
pakannya, yaitu untuk mengais-ngais tanah untuk memperoleh mineral atau
hewan-hewan kecil di tanah sebagai sumber asupan protein. Babi-babi lokal
pada umumnya bermoncong panjang sebagaimana babi-babi liar di Indonesia
yang belum didomestifikasi.
E. Sifat Kuantitatif
JURNAL FAPERTANAK, Volume III, Nomer 1 Agutus 2018
23
Sifat kuantitatif seekor hewan atau ternak dapat diketahui melalui besaran
ukuran bagian-bagian tubuh atau dimensi tubuh. Dimensi tubuh erat kaitannya
dengan penampilan seekor ternak. Dimensi tubuh yang diukur dalam penelitian
ini adalah panjang badan (PB), tinggi pundak (TP), lingkar dada (LD), tinggi
pinggang (TPi) dan berat badan (BB). Deskripsi tentang dimensi tubuh pada
babi lokal Nabire betina dan jantan disampaikan pada tabel 6 dan 7 di bawah ini.
Tabel 6. Deskripsi Ukuran Dimensi Tubuh Babi Lokal Betina di Distrik NabireBarat
Babi Ukuran Dimensi TubuhKeteranganSampel PB TP LD TPi BB
(cm) (cm) (cm) (cm) (kg)
1 59 48 75 69 45 PB : Panjang Badan
2 53 42 69 63 40 TP : Tinggi Pundak
3 55 44 71 65 41 LD : Lingkar Dada
4 57 46 73 67 42 TPi : Tinggi Pinggang
5 52 41 68 62 40 BB : Berat Badan
6 51 40 71 61 39 ∑xi : jumlah nilai total
7 52 41 68 62 40 per dimensi tubuh
8 56 44 72 66 42 yang diukur
9 53 42 66 63 41SD : StandarDeviasi
10 53 42 69 63 41KV : KoefisienVariansi
11 59 48 75 69 45
12 57 46 73 67 43
13 54 43 70 64 44
14 50 39 66 60 40
15 54 43 70 64 41
16 57 46 73 67 42
17 58 47 74 66 41
∑xi 930 742 1203 1097 707
Rataan 54,71 43,65 70,76 64,53 41,59
SD 2,80 2,78 2,86 2,67 1,77
KV 5,12 6,38 4,04 4,14 4,26
Sumber : Data hasil olahan, 2018
JURNAL FAPERTANAK, Volume III, Nomer 1 Agutus 2018
24
Tabel 7. Deskripsi Ukuran Dimensi Tubuh Babi Lokal Jantan di Distrik NabireBarat
Babi Ukuran imensi TubuhKeteranganSampel PB TP LD Tpi BB
(cm) (cm) (cm) (cm) (kg)
1 70 55 89 90 55 PB : Panjang Badan
2 69 54 88 89 53 TP : Tinggi Pundak
3 68 53 87 89 50 LD : Lingkar Dada
4 73 58 92 93 57 TPi : Tinggi Pinggang
5 70 57 91 92 56 BB : Berat Badan
6 72 56 90 92 55 ∑xi : jumlah nilai total
7 71 56 90 91 54 per dimensi tubuh
8 68 53 87 89 51 yang diukur
9 72 57 90 92 55 SD : Standar Deviasi
∑xi 635 499 804 817 486 KV : Koefisien Variansi
Rataan 70,56 55,44 89,33 90,78 54,00
SD 1,88 1,81 1,73 1,56 2,29
KV 2,66 3,27 1,94 1,72 4,24
Sumber : Data hasil olahan, 2018
Berdasarkan tabel 6 dan 7 terlihat bahwa rataan seluruh dimensi tubuh
babi yang diukur menunjukkan bahwa ukuran dimensi tubuh babi lokal betina
lebih kecil daripada jantan. Rataan ukuran panjang badan, tinggi pundak, lingkar
dada, tinggi pinggang dan berat badan babi betina masing-masing adalah 54,71
cm, 43,65 cm, 70,76 cm, 64,53 cm dan 41,59 kg. Sedangkan untuk babi jantan
rataan ukuran panjang badan, tinggi pundak, lingkar dada, tinggi pinggang dan
berat badan masing-masing adalah 70,56 cm, 55,44 cm, 89,33 cm, 90,78 cm dan
54 kg.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
JURNAL FAPERTANAK, Volume III, Nomer 1 Agutus 2018
25
1. Karakteristik atau sifat kualitatif babi lokal di Distrik Nabire Barat adalah
sebagai berikut :
a. 100 % babi betina berwarna hitam dan untuk babi jantan 67 % berwarna
hitam dan 33 % berwarna hitam kemerahan.
b. Sebagian besar babi betina yaitu 82 % berpunggung melengkung dan 18 %
berpunggung datar. Kebalikan dengan babi betina, dimana babi jantan yang
berpunggung melengkung lebih sedikit yaitu hanya 11 % dan yang
berpunggung datar 89 %.
c. Sebagian kecil babi betina berbulu kasar di pundak dan leher yaitu 29 % dan
yang tidak berbulu kasar sebanyak 71 %. Kebalikan dengan babi betina
dimana jumlah babi jantan yang berbulu kasar pada pundak dan leher
sebanyak 78 % dan yang tidak berbulu kasar sebanyak 22 %.
d. Baik pada babi betina maupun babi jantan, bentuk kepala panjang, lonjong
lebih banyak dibanding babi yang memliki bentuk kepala pendek, bulat.
Jumlah babi betina yang memiliki bentuk kepala pendek, bulat sebanyak 41
% dan 59 % memiliki bentuk kepala panjang, lonjong, sedangkan pada babi
jantan 44 % memiliki bentuk kepala pendek, bulat dan 46 % memiliki
bentuk kepala panjang, lonjong.
2. Karakteristik kuantitatif didasarkan pada ukuran dimensi tubuh yang pada
penelitian ini meliputi panjang badan (PB), tinggi pundak (TP), lingkar dada
(LD), tinggi pinggang (TPi) dan berat badan (BB) adalah 54,71 cm, 43,65 cm,
70,76 cm, 64,53 cm dan 41,59 kg untuk babi betina dan 70,56 cm, 55,44 cm,
89,33 cm, 90,78 cm dan 54 kg untuk babi jantan.
JURNAL FAPERTANAK, Volume III, Nomer 1 Agutus 2018
26
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan pengukuran dimensi tubuh
yang lebih lengkap dan beragam serta dengan lokus yang lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2017. (https://student.cnnindonesia.com/edukasi/20171017121212-445-248965/mengapa-babi-sangat-penting-di-papua/#main
JURNAL FAPERTANAK, Volume III, Nomer 1 Agutus 2018
27
Anonimous, 20xy. (https://www.kompasiana.com/hariyawan-esthu/trilogi-masyarakat-papua-manusia-ubi-ternak-babi_5709129722afbd12151466c7)
Badan Litbang Pertanian. 2010. Rencana strategis Badan Penelitian danPengembangan Pertanian. Jakarta (Indonesia): Badan Penelitian danPengembangan Pertanian.
Bernaddeta WIR, Warsono IU, Basna A. 2011.engembangan babilokal di lahan kelapa sawit (palm-pig) untuk menunjangketahanan pangan spesifik lokal Papua. Dalam: Rahayu S, Alimon AR,Susanto A, Sodiq A, Indrasanti D, Haryoko I, Ismoyowati,Sumarmono J, Muatip K, Iriyanti N, et al., penyunting. Prospek danPotensi SumberdayaTernak Lokal dalam Menunjang KetahananPanganHewani. Prosiding Seminar Nasional. Purwokerto, 15Oktober2011. Purwokerto (Indonesia): UNSOED Press. hlm. 266-270.
BPS. 2014. Statistik Indonesiea: Statistical yearbook of Indonesia 2014. Jakarta(Indonesia): Badan Pusat Statistik.
Brickner WA. 2001. Karyotype analysis and chromosom banding. Secondarticle. Encyclopedia of live science. London (UK): Nature PublishingGroup.
Chamdi AN. 2005. Karakteristik sumberdaya genetik ternak sapi Bali (Bos-bibosbanteng) dan alternatif pola konservasinya. Biodiversitas. 6:70-75.
Ditjen PKH. 2013a. Statistik peternakan dan kesehatan hewan 2013. Jakarta(Indonesia): Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Ditjen PKH. 2013b. Rencana strategis Direktorat Jenderal Peternakan danKesehatan Hewan. Jakarta (Indonesia): Direktorat Jenderal Peternakandan Kesehatan Hewan.
FAO. 2009. The State of The World’s Animal Genetic Resources for Food andAgricukture. Rischkowsky B, Pilling D, editors. Rome (Italy): Commissionon Genetic Resources for Food and Agriculture Food and AgricultureOrganization Of The United Nations.
Hardjosubroto W. 2004. Alternatif kebijakan pengelolaan berkelanjutansumberdaya genetik sapi potong lokal dalam sistem perbibitan ternaknasional. Dalam: Setiadi B, Priyanti A, Handiwirawan E, Diwyanto K,Wijono DB, penyunting. Strategi Pengembangan Sapi Potong denganPendekatan Agribisnis dan Berkelanjutan. Prosiding Lokakarya NasionalSapi Potong. Yogyakarta, 8-9 Oktober 2004. Bogor (Indonesia):Puslitbangnak: hlm. 29-34.
Hartatik T, Soewandi BDP, Volkandari SD, Tabun AC, Sumadi. 2014.Identification genetics of lokal pigs, Landrace and Duroc based on
JURNAL FAPERTANAK, Volume III, Nomer 1 Agutus 2018
28
qualitative analysis. In: SUSTAIN. Yogyakarta (Indonesia): Gadjah MadaUniversity. p. 1-6.
Hartatik T. 2013. Analisis genetika ternak lokal. Hartatik T, penyunting.Yogyakarta (Indonesia): Universitas Gadjah Mada Press.
Hastiti RD. 2011. Kearifan lokal dalam perburuan satwa liar Suku DayakKenyah, di Taman Nasional Kayan Mentarang, Kalimantan Timur[Skripsi]. [Bogor (Indonesia)]: Institut Pertanian Bogor.
Hoffman JR, Falvo MJ. 2005. Protein-which is best? J Sport Sci Med. 3:118-130.
Johns C, Cargill C, Patrick I, Geong M, Johanis. 2010.Budidaya ternakbabi komersial oleh peternak kecil di NTT-peluang untuk integrasi pasaryang lebih baik. Laporan Akhir ACIAR. Canberra(Australia):Australian Centre for International Agricultural Research.
Kawanishi K, Gumal M, Oliver W. 2008. Sus barbatus. The IUCN red list ofthreatened species. Version 2014.2. IUCN Global Species Programme RedList Unit [Internet]. [cited 24 November 2014]. Available from:http://www.iucnredlist. org/details/41772/0
Labalut J, Girard N, Jean-Miche A, Bibe B. 2013. Dissemination ofgenetic progress: A key aspect of genetic improvement of lokal breeds.Anim Genet Resour. 53:117-127.
Leus K, Macdonald AA. 1997. From babirusa (Babyrousa babyrussa) todomestic pig: The nutrition of swine. Proc Nutr Soc. 56:1001-1012.
Ligda C, Casabianca F. 2013. Adding value to lokal breeds: Challenges,strategies and key factors. Anim Genet Resour. 53:107-116.
Macdonald AA, Burton J, Leus K. 2008. Babyrousa babyrussa. The IUCN redlist of threatened species. Version 2014.2. IUCN Global SpeciesProgramme Red List Unit [Internet]. [cited 24 November 2014].
JURNAL FAPERTANAK, Volume III, Nomer 1 Agutus 2018
29
Muladno. 2010. Menata perbibitan ternak dalam menjamin ketersediaanbibit/benih ternak di Indonesia. Orasi Ilmiah Guru Besar IPB. Bogor(Indonesia): Institut Pertanian Bogor.
Murdiyanto E. 2011. Partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisataKaranggeneng, Purwobinangun, Pakem, Sleman. SEPA. 7:91-101.
SK, Ji-Eun L, Young-Jun K, Mi-Sook M, Voloshina I, Myslenkov A, Oh JG,Tae-hun K, Markov N, Seryodkin I, et al. 2014. Genetic structure ofwild boar (Sus scrofa) populations from East Asia based on microsatelliteloci analyses. BMC Genet. 15:1-10.
Siagian PH, 2014. Pig production in Indonesia. Animal Genetic ResourcesKnowledge Bank in Taiwan [Internet]. [cited 24 November 2014].Available from: http://www.angrin.tlri.gov. tw/English/2014Swine/p175-186.pdf
Talib C, Naim M. 2012. Grand design pembibitan kerbau nasional. Dalam:Handiwirawan E, Talib C, Romjali E, Anggraeni A, Tiesnamurti B,penyunting. Membangun Grand Design Perbibitan Kerbau Nasional.Prosiding Lokakarya Nasional Perbibitan Kerbau 2012. Bukittingi, 13-15September 2012. Bogor (Indonesia): Puslitbangnak. hlm. 8-25.
JURNAL FAPERTANAK, Volume III, Nomer 1 Agutus 2018
30
Lampiran 1. Ada Exel