Post on 28-Sep-2015
description
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sejak dahulu, banyak tanaman yang digunakan sebagai tanaman obat. Hal
ini dikarenakan banyaknya zat aktif yang terkandung di dalam tanaman tersebut
yang berkhasiat dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Biasanya untuk
mengobati penyakit diambil bagian tanaman seperti batang, akar, biji, bunga,
daun, atau kulit batang untuk direbus dan diminum.
Tembelekan (Lantana Camara) merupakan salah satu tanaman yang
berkhasiat obat. Tumbuhan tembelekan digunakan masyarakat secara empiris
untuk mengobati beberapa macam penyakit seperti batuk, luka, peluruh air seni,
peluruh keringat, peluruh haid, penurun panas, obat bengkak, encok dan bisul.
Ekstrak daun Lantana camara mengandung senyawa yang termasuk alelokimia
yaitu lantaden A dan lantaden B yang termasuk golongan terpenoid serta 14
senyawa fenolik. Disebutkan juga bahwa genus Lantana camara mengandung
triterpenoid, flavonoid, fenilpropanoid, furanophthaquinon dan beberapa senyawa
hidrokarbon.
Untuk mengetahui kandungan kimia pada tembelekan maka dilakukan
Penarikan zat aktif dengan metode maserasi dan identifikasi senyawanya dengan
menggunakan pereaksi kimia dan metode KLT.
I. 2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I. 2. 1 Maksud Percobaan
Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan memahami
cara ekstraksi dan identifikasi komponen kimia yang terdapat dalam suatu
tumbuhan dengan menggunakan metode tertentu.
2
I. 2. 2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengekstraksi daun
tembelekan (Lantana camara) secara maserasi dan mengidentifikasi
komponen kimia yang terkandung di dalamnya dengan menggunakan
pereaksi kimia dan metode kromatografi lapis tipis (KLT)
I. 3 Prinsip Percobaan
I. 3. 1 Prinsip Ekstraksi
Prinsip ekstraksi secara maserasi dilakukan dengan cara
merendam simplisia ke dalam cairan penyari selama 3 x 5 hari dengan
menggunakan pelarut yang sesuai lalu disaring.
I. 3. 2 Prinsip Ekstraksi cair-cair
Prinsip ekstraksi cair cair yaitu pemisahan komponen kimia
diantara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana komponen
kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat
kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap.
I. 3. 3 Prinsip Identifikasi Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Prinsip kromatografi lapis tipis yaitu metode pemisahan bahan
alam secara fisikokimia berdasarkan prinsip adsorbsi (penyerapan pada
permukaan sel) dan partisi (penyerapan zat dalam fase diam).
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 URAIAN TANAMAN
II.1.1 Klasifikasi Tembelekan
Regnum : Plantae
Subkingdom : Trachebionta
Superdivision : Spermatophyta
Division : Magnoliophyta
Class : Mangnoliopsida
Subclass : Asteridae
Order : Lamiales
Family : Verbenaceae
Genus : Lantana
Spesies : Lantana camara Linn
II.1.2 Sinonim
Nama Daerah : Di Indonesia, tanaman ini dikenal dengan nama
kembang satek, saliyere, tahi ayam, tahi kotok, cente
(jawa), tamanjho (madura), kembang telek, oblo,
puyengan, tembelek, tembelekan, teterapan (sunda)
(Hariana, 2008).
Nama Asing : we se mei (china) (Hariana, 2008)
II. 1. 3 Morfologi Tembelekan
Perdu tegak atau setengah merambat, bercabang banyak, ranting
bentuk segi empat, ada varietas berduri dan ada varietas yang tidak
berduri tinggi + 2 m. Terdapat sampai 1.700 m di atas permukaan laut, di
tempat panas, banyak dipakai sebagai tanaman pagar, bau khas. Daun
tunggal, duduk berhadapan bentuk bulat telur ujung meruncing pinggir
bergerigi tulang daun menyirip, permukaan atas berambut banyak terasa
4
kasar dengan perabaan permukaan bawah berambut jarang. Bunga dalam
rangkaian yang bersifat rasemos mempunyai warna putih, merah muda,
jingga kuning. Buah seperti buah buni berwarna hitam mengkilat bila
sudah matang (Anonim, 2013).
II. 1. 4 Kandungan Kimia dan Efek Farmakologis
Daun tembelekan mengandung lantadene A (0,31-0,68 %), lantadene
B (0,2 %), lantanolic acid, lantic acid, humulene (mengandung minyak
menguap 0,16-0,2 %), -caryophyllene, -terpidene, -pinene, dan p-
cymene. Akar berkhasiat sebagai penurun panas, penawar racun, dan
penghilang sakit. Sementara daun bersifat pahit, sejuk, berbau, dan agak
beracun. Faedah daun untuk menghilangkan gatal (antipruritus),
antitoksik, dan menghilangkan pembengkakan. Adapun bunganya bersifat
manis dan sejuk. Khasiatnya sebagai penghenti pendarahan (hemostatik)
(Hariana, 2008).
II. 1. 5 Bagian Tanaman Yang Digunakan dan Pemanfaatannya
Digunakan daun, batang dan bunga dalam keadaan kering. Tanaman
ini berkhasiat menyembuhkan TBC paru dengan batuk berdarah dan
asmatis, rematik, influenza, TBC kelenjar, keputihan, gatal-gatal, bisul,
bengkak dan memar (Hariana, 2008).
II. 2 EKSTRAKSI
Ekstraksi merupakan proses pemisahan dua zat atau lebih dengan
menggunakan pelarut yang tidak saling campur. Berdasarkan fase yang terlibat,
terdapat dua jenis ekstraksi, yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi padat-cair.
Pemindahan komponen dari padatan ke pelarut pada ekstraksi padat-cair melalui
tiga tahapan, yaitu difusi pelarut ke pori-pori padatan atau ke dinding sel, di
dalam dinding sel terjadi pelarutan padatan oleh pelarut, dan tahapan terakhir
adalah pemindahan larutan dari pori-pori menjadi larutan ekstrak. Ekstraksi
padat-cair dipengaruhi oleh waktu ekstraksi, suhu yang digunakan, pengadukan,
dan banyaknya pelarut yang digunakan (Harborne, 1987 ). Tingkat ekstraksi
5
bahan ditentukan oleh ukuran partikel bahan tersebut. Bahan yang diekstrak
sebaiknya berukuran seragam untuk mempermudah kontak antara bahan dan
pelarut sehingga ekstraksi berlangsung dengan baik (Sudarmadji & Suhardi
1996).
Terdapat dua macam ekstraksi padat-cair, yaitu dengan cara sokhlet dan
perkolasi dengan atau tanpa pemanasan (Sabel & Warren 1973 dalam Muchsony
1997). Menurut Brown (1950) dalam Muchsony (1997), metode lain yang lebih
sederhana dalam mengekstrak padatan adalah dengan mencampurkan seluruh
bahan dengan pelarut, lalu memisahkan larutan dengan padatan tak terlarut.
Menurut Harborne (1987), metode maserasi digunakan untuk mengekstrak
jaringan tanaman yang belum diketahui kandungan senyawanya yang
kemungkinan bersifat tidak tahan panas sehingga kerusakan komponen tersebut
dapat dihindari. Kekurangan dari metode ini adalah waktu yang relatif lama dan
membutuhkan banyak pelarut. Ekstraksi dengan metode maserasi menggunakan
prinsip kelarutan.
Prinsip kelarutan adalah like dissolve like, yaitu :
1. Pelarut polar akan melarutkan senyawa polar, demikian juga sebaliknya
pelarut nonpolar akan melarutkan senyawa nonpolar.
2. Pelarut organik akan melarutkan senyawa organik. Ekstraksi senyawa aktif
dari suatu jaringan tanaman dengan berbagai jenis pelarut pada tingkat
kepolaran yang berbeda bertujuan untuk memperoleh hasil yang optimum,
baik jumlah ekstrak maupun senyawa aktif yang terkandung dalam contoh uji.
Prosedur klasik untuk memperoleh kandungan senyawa organik dari
jaringan tumbuhan kering adalah dengan proses ekstraksi berkesinambungan atau
bertingkat dengan menggunakan beberapa pelarut yang berbeda tingkat
kepolarannya (Harborne 1987). Ekstraksi berkesinambungan dilakukan secara
berturut-turut dimulai dengan pelarut nonpolar (misalnya n-heksan atau
kloroform) dilanjutkan dengan pelarut semipolar (etil asetat atau dietil eter)
kemudian dilanjutkan dengan pelarut polar (metanol atau etanol). Pada proses
6
ekstraksi akan diperoleh ekstrak awal (crude extract) yang mengandung berturut
- turut senyawa nonpolar, semipolar, dan polar (Hostettmann et al. 1997). Hasil
ekstrak yang diperoleh tergantung pada beberapa faktor, yaitu kondisi alamiah
senyawa tersebut, metode ekstraksi yang digunakan, ukuran partikel contoh uji,
kondisi dan waktu penyimpanan, lama waktu ekstraksi, dan perbandingan jumlah
pelarut terhadap jumlah contoh uji (Shahidi & Naczk 1991).
II. 2.1 Maserasi
Maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut
organik yang digunakan pada temperatur ruangan. Proses ini sangat
menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena dengan
perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran
sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga
metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut
organik. Selain itu ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur
waktu perendaman yang dilakukan.
Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektifitas
yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam pelarut
tersebut. Secara umum pelarut metanol merupakan pelarut yang paling banyak
digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam karena dapat
melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder. Kelemahan isolasi dengan
maserasi adalah waktu pengerjaan lama dan penyarian kurang sempurna.
Macam-macam Maserasi :
a. Digesti
maserasi dengan pemanasan 40-500C
hanya untuk senyawa tahan panas
keuntungan : kekentalan kurang, daya larut naik, kecepatan difusi naik
b. Maserasi dengan pengaduk kontinue
mengurangi waktu hingga menjadi 6-24 jam
7
c. Remaserasi
maserasi beberapa kali
d.Maserasi melingkar
cairan penyari selalu bergerak dan menyebar
e. Maserasi melingkar bertingkat
untuk mendapatkan penyarian yang sempurna
Keuntungan dari metode ini :
1. Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam
2. Biaya operasionalnya relatif rendah
3. Prosesnya relatif hemat penyari
4. Tanpa pemanasan
Kelemahan dari metode ini :
1. Proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif hanya mampu
terekstraksi sebesar 50% saja
2. Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari.
II. 3 KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
Istilah kromatografi berasal dari kata latin chroma berarti warna dan
graphien berarti menulis. Kromatografi pertama kali diperkenalkan oleh
Michael Tsweet (1903) seorang ahli botani dari Rusia. Michael Tsweet dalam
percobaannya ia berhasil memisahkan klorofil dan pigmen-pigmen warna lain
dalam ekstrak tumbuhan dengan menggunakan serbuk kalsium karbonat yang
diisikan ke dalam kolom kaca dan petroleum eter sebagai pelarut. Proses
pemisahan itu diawali dengan menempatkan larutan cuplikan pada permukaan
atas kalsium karbonat, kemudian dialirkan pelarut petroleum eter. Hasilnya
berupa pita-pita berwarna yang terlihat sepanjang kolom sebagai hasil
pemisahan komponen-komponen dalam ekstrak tumbuhan (Alimin, 2007).
Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau
kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak
8
mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat
dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang
berbeda. Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis
silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau
plastik yang keras. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam
untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana
dapat berpendar dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan pelarut atau
campuran pelarut yang sesuai (Clark, 2007).
Kromatografi lapis tipis dikembangkan tahun 1938 oleh Ismailoff dan
Schraiber. Adsorbent dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak sebagai
penunjang fase diam. Fase bergerak akan merayap sepanjang fase diam dan
terbentuklah kromatogram, ini dikenal juga sebagai kromatografi kolom
terbuka. Metode ini sederhana, cepat dalam pemisahan dan sensitive. Kecepatan
pemisahan tinggi dan mudah untuk memperoleh kembali senyawa-senyawa
yang terpisahkan. Biasanya yang sering digunakan sebagai materi pelapisnya
adalah silika gel, tetapi kadang kala bubuk selulosa dan tanah diatome,
kieselgurh juga dapat digunakan. Untuk fase diam hidrofilik dapat digunakan
pengikat seperti semen Paris, kanji, disperse koloid plastic, silika terhidrasi.
Untuk meratakan pengikat dan zat pada pengadsorpsi digunakan suatu
aplikator. Sekarang ini telah banyak tersedia kromatografi lapis tipis siap pakai
yang dapat berupa gelas kaca yang telah terlapisi, kromatotube dan sebagainya.
Kadar air dalam lapisan ini harus terkendali agar didapat hasil analisis yang
reprodusibel (Khopkar, 2008, hal: 163 164).
Pemilihan sistem pelarut dan komposisi lapis tipis ditentukan oleh
prinsip kromatografi yang akan digunakan. Pada penetesan sampel yang akan
dipisahkan digunakan suatu mikro-syringe (penyuntik berukuran mikro).
Sampel diteteskan pada salah satu bagian tepi pelat kromatografi (sebanyak
0,01 10 g zat). Pelarut harus nonpolar dan mudah menguap. Kolom-kolom
dalam pelat dapat diciptakan dengan mengerok lapisan vertikal searah gerakan
9
pelarut. Teknik ascending digunakan untuk melaksanakan pemisahan yang
dilakukan pada temperature kamar, sampai permukaan pelarut mencapai tinggi
15 18 cm. Waktu yang diperlukan antara 20 40 menit. Semua teknik yang
digunakan untuk kromatografi kertas dapat dipakai juga untuk kromatografi
lapis tipis. Resolusi KLT jauh lebih tinggi dari pada kromatografi kertas karena
laju difusi yang luar biasa kecilnya pada lapisan pengadsorpsi (Khopkar, 2008,
hal: 164).
Zat-zat berwarna dapat terlihat langsung, tetapi dapat juga digunakan
reagent penyemprot untuk dapat melihat bercak suatu zat. Asam kromat sering
digunakan untuk zat organik. Demikian juga penandaan secara radiokimia juga
dapat digunakan, untuk menempatkan posisi suatu zat, reagent dapat juga
disemprotkan pada bagian tepis saja. Bagian yang lainnya dapat diperoleh
kembali tanpa pengotoran dari reagent dengan pengerokan setelah pemisahan
selesai (Khopkar, 2008, hal: 164 165)
Jarak antara jalannya pelarut bersifat relatif. Oleh karena itu, diperlukan
suatu perhitungan tertentu untuk memastikan spot yang terbentuk memiliki
jarak yang sama walaupun ukuran jarak plat nya berbeda. Nilai perhitungan
tersebut adalah nilai Rf, nilai ini digunakan sebagai nilai perbandingan relatif
antar sampel. Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam
fase diam sehingga nilai Rf sering juga disebut faktor retensi. Nilai Rf dapat
dihitung dengan rumus berikut:
Rf =
Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak
bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis. Saat
membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang
sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi
dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis. Nilai Rf dapat
dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila identifikasi nilai Rf
10
memiliki nilai yang sama maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki
karakteristik yang sama sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda, senyawa tersebut
dapat dikatakan senyawa yang berbeda (Wikipedia, 2012)
II.4 EKTRAKSI CAIR CAIR
Ekstraksi cair-cair (liquid extraction, solvent extraction): cairan
dipisahkan dari cairan pembawa (diluen) menggunakan pelarut cair. Campuran
zat pembawa dan pelarut ini adalah heterogen (tidak saling campur), jika
dipisahkan terdapat 2 fase, yaitu fase pembawa dan fase terlarut (ekstrak).
Perbedaan konsentrasi zat terlarut di dalam suatu fase dengan konsentrasi pada
keadaan setimbang merupakan pendorong terjadinya pelepasan zat terlarut dari
larutan yang ada. Gaya dorong (driving force) yang menyebabkan terjadinya
proses ekstraksi dapat ditentukan dengan mengukur jarak sistem dari kondisi
setimbang. Fase residu berisi cairan pembawa dan sisa zat terlarut. Fase ekstrak
berisi zat terlarut dan pelarut.
Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih dari suatu
campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Proses ini digunakan secara teknis
dalam skala besar misalnya untuk memperoleh vitamin, antibiotika, bahan-bahan
penyedap, produk-produk minyak bumi dan garam-garam. logam. Proses ini pun
digunakan untuk membersihkan air limbah dan larutan ekstrak hasil ekstraksi
padat cair. Ekstraksi cair-cair terutama digunakan, bila pemisahan campuran
dengan cara destilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan
azeotrop atau karena kepekaannya terhadap panas atau tidak ekonomis. Seperti
halnya pada proses ekstraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas
sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan
pelarut, dan pemisahan kedua fase cair itu sesempurna mungkin.
Pada saat pencampuran terjadi perpindahan massa, yaitu ekstrak
meninggalkan pelarut yang pertarna (media pembawa) dan masuk ke dalam
pelarut kedua (media ekstraksi). Sebagai syarat ekstraksi ini, bahan ekstraksi dan
pelarut tidak saling melarut (atau hanya dalam daerah yang sempit). Agar terjadi
11
perpindahan masa yang baik yang berarti performansi ekstraksi yang besar
haruslah diusahakan agar terjadi bidang kontak yang seluas mungkin di antara
kedua cairan tersebut. Untuk itu salah satu cairan distribusikan menjadi tetes-
tetes kecil (misalnya dengan bantuan perkakas pengaduk). Tentu saja
pendistribusian ini tidak boleh terlalu jauh, karena akan menyebabkan
terbentuknya emulsi yang tidak dapat lagiatau sukar sekali dipisah. Turbulensi
pada saat mencampur tidak perlu terlalu besar. Yang penting perbedaan
konsentrasi sebagai gaya penggerak pada bidang batas tetap ada. Hal ini berarti
bahwa bahan yang telah terlarutkan sedapat mungkin segera disingkirkan dari
bidang batas. Pada saat pemisahan, cairan yang telah terdistribusi menjadi tetes-
tetes dan menyatu kembali menjadi sebuah fase yang homogen dan berdasarkan
perbedaan kerapatan yang cukup besar dapat dipisahkan dari cairan yang lain.
Kecepatan pembentukan fase homogen yang diikuti dengan menentukan output
sebuah ekstraktor cair-cair. Kuantitas pemisahan persatuan waktu dalam hal ini
semakin besar jika permukaan lapisan antar fase di dalam alat semakin luas.
Pertimbangan pemakaian proses ekstraksi sebagai proses pemisahan antara lain:
1. Komponen larutan sensitif terhadap pemanasan jika digunakan distilasi
meskipun pada kondisi vakum
2. Titik didih komponen-komponen dalam campuran berdekatan
3. Kemudahan menguap (volatility) komponen-komponen hampir sama.
Untuk mencapai proses ekstraksi cair-cair yang baik, pelarut yang
digunakan harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Kemampuan tinggi melarutkan komponen zat terlarut di dalam campuran.
2. Kemampuan tinggi untuk diambil kembali.
3. Perbedaan berat jenis antara ekstrk dan rafinat lebih besar.
4. Pelarut dan larutan yang akan diekstraksi harus tidak mudah campur.
5. Tidak mudah bereaksi dengan zat yang akan diekstraksi.
6. Tidak merusak alat secara korosi.
7. Tidak mudah terbakar, tidak beracun dan harganya relatif murah.
12
Penggunaan ekstraksi cair-cair, ekstraksi jika dibandingkan dengan
distilasi, mempunyai banyak keuntungan, mengingat:
1. Distilasi membutuhkan panas yang besar, misalnya pada larutan dengan
relative volatility sangat dekat.
2. Pemisahan pada proses distilasi akan mengalami kesulitan untuk komponen-
komponen azeotrop.
3. Komponen-komponen di dalam larutan dapat rusak dalam proses pemanasan.
4. Jika komponen yamg akan dipisahkan mempunyai perbedaan sifat fisika yang
kecil
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ektraksi dpakai jika proses
distilasi dianggap kurang praktis atau terlalu mahal biaya operasionalnya, atau
jika destilasi tidak mampu untuk memisahkannya. Ekstraksi akan lebih praktis
dibanding destilasi jika kemampuan mudah berubahnya cairan ke bentuk gas
(relative volatility) kedua komponen sangat dekat yaitu antara 1,0 dan 1,2. Selain
itu, ekstraksi cair-cair lebih ekonomis daripada destilasi atau steam stripping pada
pengolahan limbah cair, jika relative volatility dari larutan terhadap air kurang
dari 4.
13
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1. Alat dan bahan
III.1. Alat yang digunakan
Alat yang digunakan adalah 2 buah bejana maserasi, batang
pengaduk, cawan porselin, chamber, corong kaca, corong pisah,
erlenmeyer, eksikator, gelas kimia, gelas ukur, lampu uv 254 nm dan 366
nm, lempeng klt GF 254, lemari pengering, oven, pengayak no.14, pipa
kapiler, pipet tetes, rak tabung, tabung reaksi, timbangan digital
III.2. Bahan yang digunakan
Bahan yang akan digunakan adalah daun tembelekan (Lantana
Camara Linn.), air suling, aluminium foil, asam klorida (HCl), eter, etil
asetat, FeCl3, H2SO4 10%, n- heksan, kloroform, metanol, NaCl, pereaksi
dragendorf, pereaksi mayer, pereaksi wagner, dan serbuk mg.
III.2. Metode kerja
III.2.1. Sumber sampel
Daun tembelekan diambil dari sekitar kampus Sekolah Tinggi
Ilmu Farmasi Makassar pada bulan Oktober 2013.
III.2.2. Pengolahan Sampel
Mengumpulkan bahan baku daun tembelekan, kemudian
dilakukan sortasi basah yakni memisahkan daun tembelekan dari
sampah yang mungkin terikut saat penggumpulan. Dilakukan
pencucian dengan air mengalir, dirajangan dan dikeringkan dengan cara
diangin-anginkan. Selanjutnya dilakukan sortasi kering untuk
memisahkan sampel yang baik untuk dilanjutkan proses ekstraksi.
III.2.3. Ekstraksi dengan Pelarut Metanol
Sampel daun tembelekan (Lantana Camara Linn.) diekstraksi
dengan menggunakan metode maserasi. Cara kerjanya yaitu:
14
1. Ditimbang sampel daun tembelekan sebanyak 200 g yang telah
diayak terlebih dahulu menggunakan pengayak no 14 dan 18 mesh.
2. Dimasukkan sampel kedalam bejana maserasi yang telah
dibersihkan terlebih dahulu.
3. Ditambahkan pelarut metanol 1400 mL ke dalam bejana maserasi
yang berisi sampel hingga sampel terbasahi.
4. Ditutup rapat bejana maserasi dan didiamkan selama 3 hari
ditempat yang gelap atau terlindung dari cahaya dan sesekali di
aduk.
5. Setelah 3 hari , dilakukan penyaringan dengan menggunakan kain
flannel.
6. Filtrat ditampung dan diuapkan untuk mendapatkan ekstrak kental
metanol dari daun tembelekan.
7. Hasil ekstrak diuji kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam
sampel, meliputi Tanin, steroid, saponin dan alkaloid.
8. Dilakukan pemisahan dan pemurnian dengan teknik ECC (Ekstrak
Cair-Cair) dan uji KLT (Kromatografi Lapis Tipis)
III.2.4. Pemeriksaan Pendahuluan Komponen Kimia Ekstrak Tembelekan
1. Tes Alkaloid Sampel
a. Sampel ditambahkan 2mL HCl 2N.
b. Ditambahkan larutan NaCl sebanyak 1 mL.
c. Disaring filtratnya .
d. Ditambahkan HCl 2 mL, dibagi menjadi 3 campuran dalam tabung
reaksi.
Tabung 1 ditambahkan pereaksi dragendrof.
Tabung 2 ditambahkan 1 mL pereaksi mayer.
Tabung 3 ditambahkan 1 mL pereaksi wagner.
e. Diamati warna endapan
15
2. Tes Flavonoid
a. Sampel ditambahkan 5 mL air.
b. Ditambahkan 5 mL N-Heksan, dikocok dan dipisahkan (1 & 2)
1. Heksan ditambahkan 0,5 mL HCl pekat kemudian dipanaskan
diatas hot plate.
2. Fase methanol ditambahkan 0,5 mL HCl pekat, ditambahkan
serbuk mg.
c. Di amati perubahan warna.
3. Tes Saponin
a. Ekstrak ditambahkan air panas.
b. Dikocok dengan kecepatan konstan selama 1 menit.
c. Diukur tinggi buih
d. Ditambahkan 5 tetes HCl
e. Diukur tinggi buih
4. Tes Tannin
a. Ekstrak ditambahkan air panas.
b. Ditambahkan 5 tetes NaCl, kocok.
c. Ditambahkan larutan FeCl3
d. Diamati perubahan warna.
III.2.5. Ekstraksi cair-cair dengan pelarut eter dan etanol
1. Ditimbang 10 gram sampel
2. Ditambahkan 20 mL aquadest dan masukkan ke corong pisah
3. Ditambahkan 20 mL eter, lalu kocok corong pisah dan diamkan hingga
terbentuk 2 lapisan
4. Diambil lapisan eter (I) untuk di uapkan dan lapisan air di masukkan
kembali kedalam corong pisah
5. Ditambahkan 20 mL kloroform ke dalam corong pisah, dikocok dan
didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan ;
16
6. Diambil lapisan kloroform (II) untuk di uapkan dan lapisan air di
masukkan kembali ke corong pisah ;
7. Ditambahkan 20 mL etil asetat ke dalam corong pisah, dikocok dan
didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan ;
8. Diambil lapisan etil asetat (III) untuk di uapkan dan lapisan air di ambil
setengahnya (IV) di masukkan dalam tabung reaksi dan disimpan dalam
lemari es untuk uji selanjutnya ;
9. Di kumpulkan beberapa fraksi pelarut yakni 4 fraksi dari proses di atas
dan 1 fraksi yaitu ekstrak kental untuk di lanjutkan ke Kromatografi Lapis
Tipis.
III.2.6. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
III.2.6.1. Preparasi KLT
1. Di buat 2 lempeng dengan membuat ukuran lebar 5 cm dan
panjang 7 cm
2. Diberi ukuran pada lempeng dengan batas bawah 1 cm, t dan
batas atas 0,5 cm
3. Di aktifkan di oven, suhu 110C-115C selama 15 menit
4. Lempeng siap digunakan
III.2.6.2. Pembuatan Eluen
1. Eluen polar
Dibuat eluen polar sebanyak 5 ml mengguinakan chloroform :
methanol : air dengan perbandingan 3 : 5 : 9 ( 0,9 ml : 1,5 ml :
2,6 ml ) dan dimasukkan ke dalam chamber.
2. Eluen non polar
Dibuat eluen polar mengguinakan chloroform : methanol : air
dengan perbandingan 9 : 5 : 3 ( 2,6 ml : 1,5 ml : 0,9 ml ) dan
dimasukkan ke dalam chamber.
17
III.2.6.3. Penjenuhan chamber
1. Disiapkan chamber yang bersih lengkap dengan penutupnya
2. Chamber diisi dengan eluen yang diinginkan
3. Kemudian dimasukkan potongan kertas saring yang
panjangnya lebih dari tinggi chamber dan kemudian ditutup.
4. Dibiarkan hingga eluen naik pada kertas saring hingga
melewati penutup kaca (chamber telah jenuh).
III.2.6.4. Penotolan Sampel pada lempeng
1. Ekstrak yang telah diperoleh yaitu ekstrak eter, kloroform, etil
asetat, air dan ekstrak kasar ditotolkan pada plat KLT sesuai
tanda yang telah dibuat untuk masing-masing ekstrak.
2. Dimasukkan plat KLT ke dalam chamber yang telah
dijenuhkan.
3. Plat KLT dibiarkan sampai terelusi hingga batas atas.
4. Plat dikeluarkan dan dikeringkan.
5. Dilakukan pengamatan di bawah lampu UV 254 nm dan 366
nm
6. Disemprot dengan reagen penyemprot H2SO4 10% dan
dikeringkan dalam oven kemudian dilihat bercak nodanya dan
dihitung nilai Rf.
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Percobaan
a. Hasil ekstraksi daun tembelekan (Lantana camara L) secara maserasi
b. Hasil dari uji identifikasi ekstrak metanol daun tembelekan (Lantana camara
L)
No. Identifikasi Pereaksi Pengujian
Ket. Sebelum Sesudah
1. Alkaloid Dragendrof Hijau merah +
Mayer Hijau putih +
Wagner Hijau coklat +
2. Flavonoid HCl pekat Hijau Merah
HCl pekat +
magnesium
Kuning
jernih kuning +
3. Tanin FeCl3 Hijau Hijau
kehitaman +
4. Saponin HCl Tidak ada
buih
Ada buih
(0,5 cm) +
c. Hasil identifikasi Kromatografi Lapis Tipis ekstrak daun tembelekan (Lantana
camara L) menggunakan eluen polar kloroform metanol air (3:5:9)
No. Ekstrak
Pengamatan di
UV 254 nm
Pengamatan di
UV 366 nm
Penyemprotan
H2SO4 10%
Nilai
Rf Warna
Nilai
Rf Warna
Nilai
Rf Warna
1. Eter 0,80 Merah 0,80 Merah 0,12 Abu-abu
2. Kloroform 0,94 Merah
jambu
0,94 Merah
jambu
- -
3.
Etil Asetat 0,88
Merah
jambu
0,88
Merah
jambu
0,39 Abu-abu
Berat sampel
kering
Jumlah cairan
penyari
Berat ekstrak
kering % Rendamen
200 g 1400 mL 23,03 g 11,51%
19
0,45 Merah
jambu
0,45 Merah
jambu
4. Metanol 0,96 Merah
jambu
0,96 Merah
jambu
5. Air - - - - - -
d. Hasil identifikasi Kromatografi Lapis Tipis ekstrak daun tembelekan (Lantana
camara L) menggunakan eluen non polar kloroform metanol air (9:5:3)
No. Ekstrak
Pengamatan di
UV 254 nm
Pengamatan di
UV 366 nm
Penyemprotan
H2SO4 10%
Nilai
Rf Warna
Nilai
Rf Warna Nilai Rf Warna
1. Eter 0,84
0,76
0,70
0,46
0,36
Merah
Merah
jambu
Kuning
Merah
jambu
Merah
jambu
0,86
0,78
0,70
0,56
0,36
0,22
Merah
Merah
jambu
Kuning
Merah
jambu
Merah
jambu
Merah
jambu
0,12 Abu-
abu
2. Kloroform 0,82
0,64
0,42
0,30
Merah
jambu
Merah
jambu
Merah
jambu
Merah
jambu
0,84
0,74
0,38
Merah
jambu
Merah
jambu
Merah
jambu
3. Etil Asetat 0,84
0,48
0,40
Kuning
Kuning
Kuning
0,82
0,36
Kuning
Kuning
0,14 Abu-
abu
4. Metanol 0,84
0,76
0,46
0,36
Merah
Kuning
Kuning
Kuning
0,84
0,72
0,26
Merah
Kuning
Kuning
0,11 Abu-
abu
5. Air - - - - - -
20
IV.2 Pembahasan
Pada percobaan ini simplisia yang digunakan sebagai sampel dalam
ekstraksi dan identifikasi adalah daun tembelekan (Lantana camara L). Sampel
diambil pada sore hari sekitar pukul 16.00 18.00. Sebelum ekstraksi sampel
Simplisia yang telah kering diayak untuk menyeragamkan ukuran simplisia
kemudian diekstraksi.
Daun tembelekan (Lantana camara L) diekstraksi dengan metode dingin
yaitu metode maserasi karena zat aktif dari simplisia yang mengandung
senyawa yang mudah menguap dan tekstur dari simplisia yang lunak, juga
berdasarkan peneltian Barreto,dkk (2010) bahwa dengan metode maserasi
mampu menarik zat aktif dengan baik. Simplisia diekstraksi menggunakan
pelarut metanol dengan perbandingan 1:7 dimana 1 gram simplisia dalam 7 ml
pelarut, digunakan pelarut metanol karena metanol merupakan pelarut
semipolar yang mampu menarik senyawa polar maupun nonpolar dari simplisia.
Hasil ekstraksi diperoleh 23,03 gram dengan persen rendamen 11,51%
Pada ekstrak yang telah diperoleh dilakukan identifikasi senyawa
metabolit sekunder untuk mengetahui adanya kandungan senyawa kimia seperti
alkaloid, saponin, tanin dan flavonoid.
Pada uji alkaloid digunakan tiga jenis pereaksi untuk mengetahui apakah
ekstrak daun tembelekan (Lantana camara L) positif mengandung alkaloid
yaitu dengan pereaksi Mayer yang ditandai dengan terbentuknya endapan putih,
pereaksi wagner yang ditandai dengan terbentuknya endapan coklat dan
pereaksi dragendorf yang ditandai dengan terbentuknya endapan merah. Dari
hasil percobaan diperoleh hasil yang positif yang menandakan bahwa ekstrak
daun tembelekan (Lantana camara L) mengandung alkaloid. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Jain shonu, dkk (2010) menyatakan bahwa daun
tembelekan (Lantana camara L) mengandung alkaloid.
Pada uji tanin dilakukan dengan menggunakan pereaksi FeCl3 2-3 tetes
yang ditandai dengan terbentuknya endapan hijau kehitaman. Dengan demikian
21
ekstrak daun tembelekan (Lantana camara L) positif mengandung senyawa
tanin khusus tanin pirogalat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Jain shonu,
dkk (2010) menyatakan bahwa daun tembelekan (Lantana camara L)
mengandung tanin.
Pada uji flavonoid dilakukan dengan dua cara yaitu penambahan HCl
pekat dan penambahan HCl pekat dengan serbuk Mg. Pada penambahan HCl
pekat menunjukkan terbentuknya warna merah dan pada penambahan HCl
pekat dengan serbuk Mg terbentuk endapan kuning. Dengan demikian ekstrak
daun tembelekan (Lantana camara L) positif mengandung senyawa flavonoid.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Jain shonu dkk, (2010) menyatakan
bahwa daun tembelekan (Lantana camara L) mengandung flavonoid.
Pada uji saponin dilakukan dengan melarutkan ekstrak dalam air panas
kemudian di kocok kuat-kuat dan stabil selama 1 menit. Pada percobaan ini
menunjukkan adanya buih, kemudian ditambahkan HCl beberapa tetes
mununjukkan buih tidak hilang sehingga dengan demikian ekstrak daun
tembelekan (Lantana camara L) positif mengandung senyawa saponin. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Jain shonu dkk, (2010) menyatakan bahwa daun
tembelekan (Lantana camara L) mengandung saponin.
Proses selanjutnya dilakukan ekstraksi cair-cair dengan melarutkan
ekstrak daun tembelekan (Lantana camara L) terhadap beberapa pelarut yang
telah di uji kelarutannya dan pada hasil uji ini diperoleh 4 fraksi yaitu fraksi
eter, kloroform, etil asetat dan air.
Fraksi-fraksi yang diperoleh dari hasil ekstraksi cair-cair, dilanjutkan
dengan identifikasi senyawa secara kromotografi lapis tipis yang merupakan
metode pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi,
yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen), komponen
kimia bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben terhadap
komponen-komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat
bergerak dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal
22
inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan.
Pada pengujian kromatografi lapis tipis dengan menggunakan dua eluen
yaitu eluen polar kloroform-metanol-air (3:5:9) dan eluen nonpolar kloroform-
metanol-air (9:5:9) dengan tujuan untuk membandingkan pemisahan dari
komponen senyawa dari ekstrak.
Pada uji KLT, penotolan dilakukan pada lempeng KLT yang telah
diaktifkan sebelumnya pada oven dengan suhu 105oC selama 15 menit, hal ini
dilakukan agar uap air yang diserap oleh permukaan lempeng lepas sehingga
tidak menghambat proses adsorbsi. Lempeng dielusi pada eluen yang telah di
jenuhkan dengan tujuan penjenuhan yaitu untuk menyamakan tekanan didalam
dan diluar chamber karena jika tekanan didalam dan di luar chamber tidak sama
maka akan menganggu proses elusi.
Adapun prinsip penampakan noda pada pegujian Kromatografi yaitu pada
UV 254 nm lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan tampak
berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena
adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang
terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi
cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang
tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian
kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi.
Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan berwarna
gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya
interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom
yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi
cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang
tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian
kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang
tampak pada lampu UV 366 nm terlihat terang karena silika gel yang digunakan
tidak berfluororesensi pada sinar UV 366 nm.
23
Prinsip penampakan noda pereaksi semprot H2SO4 10% adalah
berdasarkan kemampuan asam sulfat yang bersifat reduktor dalam merusak
gugus kromofor dari zat aktif simplisia sehingga panjang gelombangnya akan
bergeser ke arah yang lebih panjang (UV menjadi VIS) sehingga noda menjadi
tampak oleh mata.
Identifikasi kromatografi lapis tipis ekstrak eter pada eluen polar
kloroform-metanol-air (3:5:9), penampakan noda pada UV 254 nm dan UV 366
menghasilkan 1 noda yang sama dengan nilai Rf 0,80 dan pada penyemprotan
H2SO4 10% menghasilkan 1 noda lain dengan nilai Rf 0,12. Sedangkan pada
eluen nonpolar kloroform-metanol-air (9:5:3), penampakan noda pada UV 254
nm menghasilkan 5 noda dengan nilai Rf 0,84 ; 0,76 ; 0,70 ; 0,46 dan 0,36, pada
UV 366 nm menghasilkan 6 noda dengan nilai Rf 0,86 ; 0,78 ; 0,70 ; 0,56 ;0,36
dan 0,22 dan pada penyemprotan H2SO4 10% menghasilkan 1 noda dengan
nilai Rf 0,12. Berdasarkan nilai Rf diatas kemungkinan ada beberapa noda yang
memiliki senyawa yang sama.
Identifikasi kromatografi lapis tipis ekstrak kloroform pada eluen polar
kloroform-metanol-air (3:5:9), penampakan noda pada UV 254 nm dan UV 366
nm menghasilkan 1 noda yang sama dengan nilai Rf 0,90 dan pada
penyemprotan H2SO4 10% tidak menghasilkan noda. Sedangkan pada eluen
nonpolar kloroform-metanol-air (9:5:3), penampakan noda pada UV 254 nm
menghasilkan 4 noda dengan nilai Rf 0,82 ; 0,64 ; 0,42 dan 0,30, pada UV 366
nm menghasilkan 3 noda dengan nilai Rf 0,84 ; 0,74 dan 0,38 dan pada
penyemprotan H2SO4 10% tidak menghasilkan noda. Berdasarkan nilai Rf
diatas kemungkinan ada beberapa noda yang merupakan senyawa yang sama.
Identifikasi kromatografi lapis tipis ekstrak etil asetat pada eluen polar
kloroform-metanol-air (3:5:9), penampakan noda pada UV 254 nm dan UV 366
menghasilkan 2 noda yang sama dengan nilai Rf 0,88 dan 0,45, pada
penyemprotan H2SO4 10% menghasilkan 1 noda dengan nilai Rf 0,39.
Sedangkan pada eluen nonpolar kloroform-metanol-air (9:5:3), penampakan
24
noda pada UV 254 nm menghasilkan 3 noda dengan nilai Rf 0,84 ; 0,48 dan
0,40, pada UV 366 nm menghasilkan 2 noda dengan nilai Rf 0,82 dan 0,36 dan
pada penyemprotan H2SO4 10% menghasilkan 1 noda dengan nilai Rf 0,14.
Berdasarkan nilai Rf di atas kemungkinan ada beberapa noda yang memiliki
senyawa yang sama.
Identifikasi kromatografi lapis tipis ekstrak eter pada eluen polar
kloroform-metanol-air (3:5:9), penampakan noda pada UV 254 nm dan UV 366
menghasilkan 1 noda yang sama dengan nilai Rf 0,96 dan pada penyemprotan
H2SO4 10% tidak menghasilkan noda. Sedangkan pada eluen non polar
kloroform-metanol-air (9:5:3), penampakan noda pada UV 254 nm
menghasilkan 4 noda dengan nilai Rf 0,84 ; 0,76 ; 0,46 dan 0,36 , pada UV 366
nm menghasilkan 3 noda dengan nilai Rf 0,84 ; 0,72 dan 0,26 dan pada
penyemprotan H2SO4 10% menghasilkan 1 noda dengan nilai Rf 0,11.
Berdasarkan nilai Rf diatas kemungkinan ada beberapa noda yang merupakan
senyawa yang sama.
Identifikasi kromatografi lapis tipis ekstrak air pada eluen polar
kloroform-metanol-air (3:5:9) maupun pada eluen nonpolar kloroform-metanol-
air (9:5:3) tidak menghasilkan noda.
25
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Daun tembelekan (Lantana camara L) dapat diekstraksi menggunakan
metode maserasi.
b. Dari uji identifikasi senyawa metabolit dapat disimpulkan bahwa daun
tembelekan (Lantana camara L) mengandung alkaloid, flavonoid, tanin dan
saponin.
c. Dari uji identifikasi Kromatografi Lapis Tipis (KLT) diperoleh nilai Rf yang
cukup baik pada eluen non polar karena sebagian besar spot yang muncul
memiliki nilai Rf antara 0,2-0,8 sehingga dapat disimpulkan senyawa daun
tembelekan (Lantana camara L) bersifat nonpolar.
V.2 Saran
Untuk melakukan pemisahan lebih lanjut menggunakan kromatografi kolom
sehingga dapat dihasilkan senyawa tunggal.
26
DAFTAR PUSTAKA
Alimin, dkk. Kimia Analitik. Makassar: Alauddin Press, 2007.
Barreto, F.S, dkk. 2010. Antibacterial Activity of Lantana camara Linn and Lantana
montevidensis Brig Extracts from Cariri-Cear, Brazil
Khopkar, SM. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press, 2008.
Harborne,J.B. 1987. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Padmawinata K, Soedira I, penerjemah. Bandung: Penerbit
Institut Teknologi Bandung. Terjemahan dari: Phytochemical methods.
Hamburger, Hostettmann. 1991. Bioactivity in plant: the link between phytochemistry
and medicine. Phytochemistry 12: 3864-3874.
Hariana, Arief, H. 2008. Tanaman Obat dan Khasiatnya seri 3. Penebar Swadaya.
Jakarta
Permadi, Adi. 2008. Membuat Kebun Tanaman Obat. Pustaka Bunda. Jakarta.
Sudarmadji,S. 1996. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty.
Shonu Jain, dkk. 2010. Pharmacognostic And Phytochemical Evaluation And Antipyretic Activity Of Leaves Of Lantana Camara Linn. Department of Pharmacognosy, TIT College of Pharmacy, Bhopal (M.P) India.