Hasil Fitokimia

26
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejak dahulu, banyak tanaman yang digunakan sebagai tanaman obat. Hal ini dikarenakan banyaknya zat aktif yang terkandung di dalam tanaman tersebut yang berkhasiat dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Biasanya untuk mengobati penyakit diambil bagian tanaman seperti batang, akar, biji, bunga, daun, atau kulit batang untuk direbus dan diminum. Tembelekan (Lantana Camara) merupakan salah satu tanaman yang berkhasiat obat. Tumbuhan tembelekan digunakan masyarakat secara empiris untuk mengobati beberapa macam penyakit seperti batuk, luka, peluruh air seni, peluruh keringat, peluruh haid, penurun panas, obat bengkak, encok dan bisul. Ekstrak daun Lantana camara mengandung senyawa yang termasuk alelokimia yaitu lantaden A dan lantaden B yang termasuk golongan terpenoid serta 14 senyawa fenolik. Disebutkan juga bahwa genus Lantana camara mengandung triterpenoid, flavonoid, fenilpropanoid, furanophthaquinon dan beberapa senyawa hidrokarbon. Untuk mengetahui kandungan kimia pada tembelekan maka dilakukan Penarikan zat aktif dengan metode maserasi dan identifikasi senyawanya dengan menggunakan pereaksi kimia dan metode KLT. I. 2 Maksud dan Tujuan Percobaan I. 2. 1 Maksud Percobaan Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan memahami cara ekstraksi dan identifikasi komponen kimia yang terdapat dalam suatu tumbuhan dengan menggunakan metode tertentu.

description

gg

Transcript of Hasil Fitokimia

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    I.1 Latar Belakang

    Sejak dahulu, banyak tanaman yang digunakan sebagai tanaman obat. Hal

    ini dikarenakan banyaknya zat aktif yang terkandung di dalam tanaman tersebut

    yang berkhasiat dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Biasanya untuk

    mengobati penyakit diambil bagian tanaman seperti batang, akar, biji, bunga,

    daun, atau kulit batang untuk direbus dan diminum.

    Tembelekan (Lantana Camara) merupakan salah satu tanaman yang

    berkhasiat obat. Tumbuhan tembelekan digunakan masyarakat secara empiris

    untuk mengobati beberapa macam penyakit seperti batuk, luka, peluruh air seni,

    peluruh keringat, peluruh haid, penurun panas, obat bengkak, encok dan bisul.

    Ekstrak daun Lantana camara mengandung senyawa yang termasuk alelokimia

    yaitu lantaden A dan lantaden B yang termasuk golongan terpenoid serta 14

    senyawa fenolik. Disebutkan juga bahwa genus Lantana camara mengandung

    triterpenoid, flavonoid, fenilpropanoid, furanophthaquinon dan beberapa senyawa

    hidrokarbon.

    Untuk mengetahui kandungan kimia pada tembelekan maka dilakukan

    Penarikan zat aktif dengan metode maserasi dan identifikasi senyawanya dengan

    menggunakan pereaksi kimia dan metode KLT.

    I. 2 Maksud dan Tujuan Percobaan

    I. 2. 1 Maksud Percobaan

    Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan memahami

    cara ekstraksi dan identifikasi komponen kimia yang terdapat dalam suatu

    tumbuhan dengan menggunakan metode tertentu.

  • 2

    I. 2. 2 Tujuan Percobaan

    Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengekstraksi daun

    tembelekan (Lantana camara) secara maserasi dan mengidentifikasi

    komponen kimia yang terkandung di dalamnya dengan menggunakan

    pereaksi kimia dan metode kromatografi lapis tipis (KLT)

    I. 3 Prinsip Percobaan

    I. 3. 1 Prinsip Ekstraksi

    Prinsip ekstraksi secara maserasi dilakukan dengan cara

    merendam simplisia ke dalam cairan penyari selama 3 x 5 hari dengan

    menggunakan pelarut yang sesuai lalu disaring.

    I. 3. 2 Prinsip Ekstraksi cair-cair

    Prinsip ekstraksi cair cair yaitu pemisahan komponen kimia

    diantara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana komponen

    kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat

    kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap.

    I. 3. 3 Prinsip Identifikasi Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

    Prinsip kromatografi lapis tipis yaitu metode pemisahan bahan

    alam secara fisikokimia berdasarkan prinsip adsorbsi (penyerapan pada

    permukaan sel) dan partisi (penyerapan zat dalam fase diam).

  • 3

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    II.1 URAIAN TANAMAN

    II.1.1 Klasifikasi Tembelekan

    Regnum : Plantae

    Subkingdom : Trachebionta

    Superdivision : Spermatophyta

    Division : Magnoliophyta

    Class : Mangnoliopsida

    Subclass : Asteridae

    Order : Lamiales

    Family : Verbenaceae

    Genus : Lantana

    Spesies : Lantana camara Linn

    II.1.2 Sinonim

    Nama Daerah : Di Indonesia, tanaman ini dikenal dengan nama

    kembang satek, saliyere, tahi ayam, tahi kotok, cente

    (jawa), tamanjho (madura), kembang telek, oblo,

    puyengan, tembelek, tembelekan, teterapan (sunda)

    (Hariana, 2008).

    Nama Asing : we se mei (china) (Hariana, 2008)

    II. 1. 3 Morfologi Tembelekan

    Perdu tegak atau setengah merambat, bercabang banyak, ranting

    bentuk segi empat, ada varietas berduri dan ada varietas yang tidak

    berduri tinggi + 2 m. Terdapat sampai 1.700 m di atas permukaan laut, di

    tempat panas, banyak dipakai sebagai tanaman pagar, bau khas. Daun

    tunggal, duduk berhadapan bentuk bulat telur ujung meruncing pinggir

    bergerigi tulang daun menyirip, permukaan atas berambut banyak terasa

  • 4

    kasar dengan perabaan permukaan bawah berambut jarang. Bunga dalam

    rangkaian yang bersifat rasemos mempunyai warna putih, merah muda,

    jingga kuning. Buah seperti buah buni berwarna hitam mengkilat bila

    sudah matang (Anonim, 2013).

    II. 1. 4 Kandungan Kimia dan Efek Farmakologis

    Daun tembelekan mengandung lantadene A (0,31-0,68 %), lantadene

    B (0,2 %), lantanolic acid, lantic acid, humulene (mengandung minyak

    menguap 0,16-0,2 %), -caryophyllene, -terpidene, -pinene, dan p-

    cymene. Akar berkhasiat sebagai penurun panas, penawar racun, dan

    penghilang sakit. Sementara daun bersifat pahit, sejuk, berbau, dan agak

    beracun. Faedah daun untuk menghilangkan gatal (antipruritus),

    antitoksik, dan menghilangkan pembengkakan. Adapun bunganya bersifat

    manis dan sejuk. Khasiatnya sebagai penghenti pendarahan (hemostatik)

    (Hariana, 2008).

    II. 1. 5 Bagian Tanaman Yang Digunakan dan Pemanfaatannya

    Digunakan daun, batang dan bunga dalam keadaan kering. Tanaman

    ini berkhasiat menyembuhkan TBC paru dengan batuk berdarah dan

    asmatis, rematik, influenza, TBC kelenjar, keputihan, gatal-gatal, bisul,

    bengkak dan memar (Hariana, 2008).

    II. 2 EKSTRAKSI

    Ekstraksi merupakan proses pemisahan dua zat atau lebih dengan

    menggunakan pelarut yang tidak saling campur. Berdasarkan fase yang terlibat,

    terdapat dua jenis ekstraksi, yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi padat-cair.

    Pemindahan komponen dari padatan ke pelarut pada ekstraksi padat-cair melalui

    tiga tahapan, yaitu difusi pelarut ke pori-pori padatan atau ke dinding sel, di

    dalam dinding sel terjadi pelarutan padatan oleh pelarut, dan tahapan terakhir

    adalah pemindahan larutan dari pori-pori menjadi larutan ekstrak. Ekstraksi

    padat-cair dipengaruhi oleh waktu ekstraksi, suhu yang digunakan, pengadukan,

    dan banyaknya pelarut yang digunakan (Harborne, 1987 ). Tingkat ekstraksi

  • 5

    bahan ditentukan oleh ukuran partikel bahan tersebut. Bahan yang diekstrak

    sebaiknya berukuran seragam untuk mempermudah kontak antara bahan dan

    pelarut sehingga ekstraksi berlangsung dengan baik (Sudarmadji & Suhardi

    1996).

    Terdapat dua macam ekstraksi padat-cair, yaitu dengan cara sokhlet dan

    perkolasi dengan atau tanpa pemanasan (Sabel & Warren 1973 dalam Muchsony

    1997). Menurut Brown (1950) dalam Muchsony (1997), metode lain yang lebih

    sederhana dalam mengekstrak padatan adalah dengan mencampurkan seluruh

    bahan dengan pelarut, lalu memisahkan larutan dengan padatan tak terlarut.

    Menurut Harborne (1987), metode maserasi digunakan untuk mengekstrak

    jaringan tanaman yang belum diketahui kandungan senyawanya yang

    kemungkinan bersifat tidak tahan panas sehingga kerusakan komponen tersebut

    dapat dihindari. Kekurangan dari metode ini adalah waktu yang relatif lama dan

    membutuhkan banyak pelarut. Ekstraksi dengan metode maserasi menggunakan

    prinsip kelarutan.

    Prinsip kelarutan adalah like dissolve like, yaitu :

    1. Pelarut polar akan melarutkan senyawa polar, demikian juga sebaliknya

    pelarut nonpolar akan melarutkan senyawa nonpolar.

    2. Pelarut organik akan melarutkan senyawa organik. Ekstraksi senyawa aktif

    dari suatu jaringan tanaman dengan berbagai jenis pelarut pada tingkat

    kepolaran yang berbeda bertujuan untuk memperoleh hasil yang optimum,

    baik jumlah ekstrak maupun senyawa aktif yang terkandung dalam contoh uji.

    Prosedur klasik untuk memperoleh kandungan senyawa organik dari

    jaringan tumbuhan kering adalah dengan proses ekstraksi berkesinambungan atau

    bertingkat dengan menggunakan beberapa pelarut yang berbeda tingkat

    kepolarannya (Harborne 1987). Ekstraksi berkesinambungan dilakukan secara

    berturut-turut dimulai dengan pelarut nonpolar (misalnya n-heksan atau

    kloroform) dilanjutkan dengan pelarut semipolar (etil asetat atau dietil eter)

    kemudian dilanjutkan dengan pelarut polar (metanol atau etanol). Pada proses

  • 6

    ekstraksi akan diperoleh ekstrak awal (crude extract) yang mengandung berturut

    - turut senyawa nonpolar, semipolar, dan polar (Hostettmann et al. 1997). Hasil

    ekstrak yang diperoleh tergantung pada beberapa faktor, yaitu kondisi alamiah

    senyawa tersebut, metode ekstraksi yang digunakan, ukuran partikel contoh uji,

    kondisi dan waktu penyimpanan, lama waktu ekstraksi, dan perbandingan jumlah

    pelarut terhadap jumlah contoh uji (Shahidi & Naczk 1991).

    II. 2.1 Maserasi

    Maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut

    organik yang digunakan pada temperatur ruangan. Proses ini sangat

    menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena dengan

    perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran

    sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga

    metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut

    organik. Selain itu ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur

    waktu perendaman yang dilakukan.

    Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektifitas

    yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam pelarut

    tersebut. Secara umum pelarut metanol merupakan pelarut yang paling banyak

    digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam karena dapat

    melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder. Kelemahan isolasi dengan

    maserasi adalah waktu pengerjaan lama dan penyarian kurang sempurna.

    Macam-macam Maserasi :

    a. Digesti

    maserasi dengan pemanasan 40-500C

    hanya untuk senyawa tahan panas

    keuntungan : kekentalan kurang, daya larut naik, kecepatan difusi naik

    b. Maserasi dengan pengaduk kontinue

    mengurangi waktu hingga menjadi 6-24 jam

  • 7

    c. Remaserasi

    maserasi beberapa kali

    d.Maserasi melingkar

    cairan penyari selalu bergerak dan menyebar

    e. Maserasi melingkar bertingkat

    untuk mendapatkan penyarian yang sempurna

    Keuntungan dari metode ini :

    1. Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam

    2. Biaya operasionalnya relatif rendah

    3. Prosesnya relatif hemat penyari

    4. Tanpa pemanasan

    Kelemahan dari metode ini :

    1. Proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif hanya mampu

    terekstraksi sebesar 50% saja

    2. Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari.

    II. 3 KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

    Istilah kromatografi berasal dari kata latin chroma berarti warna dan

    graphien berarti menulis. Kromatografi pertama kali diperkenalkan oleh

    Michael Tsweet (1903) seorang ahli botani dari Rusia. Michael Tsweet dalam

    percobaannya ia berhasil memisahkan klorofil dan pigmen-pigmen warna lain

    dalam ekstrak tumbuhan dengan menggunakan serbuk kalsium karbonat yang

    diisikan ke dalam kolom kaca dan petroleum eter sebagai pelarut. Proses

    pemisahan itu diawali dengan menempatkan larutan cuplikan pada permukaan

    atas kalsium karbonat, kemudian dialirkan pelarut petroleum eter. Hasilnya

    berupa pita-pita berwarna yang terlihat sepanjang kolom sebagai hasil

    pemisahan komponen-komponen dalam ekstrak tumbuhan (Alimin, 2007).

    Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau

    kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak

  • 8

    mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat

    dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang

    berbeda. Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis

    silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau

    plastik yang keras. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam

    untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana

    dapat berpendar dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan pelarut atau

    campuran pelarut yang sesuai (Clark, 2007).

    Kromatografi lapis tipis dikembangkan tahun 1938 oleh Ismailoff dan

    Schraiber. Adsorbent dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak sebagai

    penunjang fase diam. Fase bergerak akan merayap sepanjang fase diam dan

    terbentuklah kromatogram, ini dikenal juga sebagai kromatografi kolom

    terbuka. Metode ini sederhana, cepat dalam pemisahan dan sensitive. Kecepatan

    pemisahan tinggi dan mudah untuk memperoleh kembali senyawa-senyawa

    yang terpisahkan. Biasanya yang sering digunakan sebagai materi pelapisnya

    adalah silika gel, tetapi kadang kala bubuk selulosa dan tanah diatome,

    kieselgurh juga dapat digunakan. Untuk fase diam hidrofilik dapat digunakan

    pengikat seperti semen Paris, kanji, disperse koloid plastic, silika terhidrasi.

    Untuk meratakan pengikat dan zat pada pengadsorpsi digunakan suatu

    aplikator. Sekarang ini telah banyak tersedia kromatografi lapis tipis siap pakai

    yang dapat berupa gelas kaca yang telah terlapisi, kromatotube dan sebagainya.

    Kadar air dalam lapisan ini harus terkendali agar didapat hasil analisis yang

    reprodusibel (Khopkar, 2008, hal: 163 164).

    Pemilihan sistem pelarut dan komposisi lapis tipis ditentukan oleh

    prinsip kromatografi yang akan digunakan. Pada penetesan sampel yang akan

    dipisahkan digunakan suatu mikro-syringe (penyuntik berukuran mikro).

    Sampel diteteskan pada salah satu bagian tepi pelat kromatografi (sebanyak

    0,01 10 g zat). Pelarut harus nonpolar dan mudah menguap. Kolom-kolom

    dalam pelat dapat diciptakan dengan mengerok lapisan vertikal searah gerakan

  • 9

    pelarut. Teknik ascending digunakan untuk melaksanakan pemisahan yang

    dilakukan pada temperature kamar, sampai permukaan pelarut mencapai tinggi

    15 18 cm. Waktu yang diperlukan antara 20 40 menit. Semua teknik yang

    digunakan untuk kromatografi kertas dapat dipakai juga untuk kromatografi

    lapis tipis. Resolusi KLT jauh lebih tinggi dari pada kromatografi kertas karena

    laju difusi yang luar biasa kecilnya pada lapisan pengadsorpsi (Khopkar, 2008,

    hal: 164).

    Zat-zat berwarna dapat terlihat langsung, tetapi dapat juga digunakan

    reagent penyemprot untuk dapat melihat bercak suatu zat. Asam kromat sering

    digunakan untuk zat organik. Demikian juga penandaan secara radiokimia juga

    dapat digunakan, untuk menempatkan posisi suatu zat, reagent dapat juga

    disemprotkan pada bagian tepis saja. Bagian yang lainnya dapat diperoleh

    kembali tanpa pengotoran dari reagent dengan pengerokan setelah pemisahan

    selesai (Khopkar, 2008, hal: 164 165)

    Jarak antara jalannya pelarut bersifat relatif. Oleh karena itu, diperlukan

    suatu perhitungan tertentu untuk memastikan spot yang terbentuk memiliki

    jarak yang sama walaupun ukuran jarak plat nya berbeda. Nilai perhitungan

    tersebut adalah nilai Rf, nilai ini digunakan sebagai nilai perbandingan relatif

    antar sampel. Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam

    fase diam sehingga nilai Rf sering juga disebut faktor retensi. Nilai Rf dapat

    dihitung dengan rumus berikut:

    Rf =

    Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak

    bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis. Saat

    membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang

    sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi

    dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis. Nilai Rf dapat

    dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila identifikasi nilai Rf

  • 10

    memiliki nilai yang sama maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki

    karakteristik yang sama sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda, senyawa tersebut

    dapat dikatakan senyawa yang berbeda (Wikipedia, 2012)

    II.4 EKTRAKSI CAIR CAIR

    Ekstraksi cair-cair (liquid extraction, solvent extraction): cairan

    dipisahkan dari cairan pembawa (diluen) menggunakan pelarut cair. Campuran

    zat pembawa dan pelarut ini adalah heterogen (tidak saling campur), jika

    dipisahkan terdapat 2 fase, yaitu fase pembawa dan fase terlarut (ekstrak).

    Perbedaan konsentrasi zat terlarut di dalam suatu fase dengan konsentrasi pada

    keadaan setimbang merupakan pendorong terjadinya pelepasan zat terlarut dari

    larutan yang ada. Gaya dorong (driving force) yang menyebabkan terjadinya

    proses ekstraksi dapat ditentukan dengan mengukur jarak sistem dari kondisi

    setimbang. Fase residu berisi cairan pembawa dan sisa zat terlarut. Fase ekstrak

    berisi zat terlarut dan pelarut.

    Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih dari suatu

    campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Proses ini digunakan secara teknis

    dalam skala besar misalnya untuk memperoleh vitamin, antibiotika, bahan-bahan

    penyedap, produk-produk minyak bumi dan garam-garam. logam. Proses ini pun

    digunakan untuk membersihkan air limbah dan larutan ekstrak hasil ekstraksi

    padat cair. Ekstraksi cair-cair terutama digunakan, bila pemisahan campuran

    dengan cara destilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan

    azeotrop atau karena kepekaannya terhadap panas atau tidak ekonomis. Seperti

    halnya pada proses ekstraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas

    sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan

    pelarut, dan pemisahan kedua fase cair itu sesempurna mungkin.

    Pada saat pencampuran terjadi perpindahan massa, yaitu ekstrak

    meninggalkan pelarut yang pertarna (media pembawa) dan masuk ke dalam

    pelarut kedua (media ekstraksi). Sebagai syarat ekstraksi ini, bahan ekstraksi dan

    pelarut tidak saling melarut (atau hanya dalam daerah yang sempit). Agar terjadi

  • 11

    perpindahan masa yang baik yang berarti performansi ekstraksi yang besar

    haruslah diusahakan agar terjadi bidang kontak yang seluas mungkin di antara

    kedua cairan tersebut. Untuk itu salah satu cairan distribusikan menjadi tetes-

    tetes kecil (misalnya dengan bantuan perkakas pengaduk). Tentu saja

    pendistribusian ini tidak boleh terlalu jauh, karena akan menyebabkan

    terbentuknya emulsi yang tidak dapat lagiatau sukar sekali dipisah. Turbulensi

    pada saat mencampur tidak perlu terlalu besar. Yang penting perbedaan

    konsentrasi sebagai gaya penggerak pada bidang batas tetap ada. Hal ini berarti

    bahwa bahan yang telah terlarutkan sedapat mungkin segera disingkirkan dari

    bidang batas. Pada saat pemisahan, cairan yang telah terdistribusi menjadi tetes-

    tetes dan menyatu kembali menjadi sebuah fase yang homogen dan berdasarkan

    perbedaan kerapatan yang cukup besar dapat dipisahkan dari cairan yang lain.

    Kecepatan pembentukan fase homogen yang diikuti dengan menentukan output

    sebuah ekstraktor cair-cair. Kuantitas pemisahan persatuan waktu dalam hal ini

    semakin besar jika permukaan lapisan antar fase di dalam alat semakin luas.

    Pertimbangan pemakaian proses ekstraksi sebagai proses pemisahan antara lain:

    1. Komponen larutan sensitif terhadap pemanasan jika digunakan distilasi

    meskipun pada kondisi vakum

    2. Titik didih komponen-komponen dalam campuran berdekatan

    3. Kemudahan menguap (volatility) komponen-komponen hampir sama.

    Untuk mencapai proses ekstraksi cair-cair yang baik, pelarut yang

    digunakan harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

    1. Kemampuan tinggi melarutkan komponen zat terlarut di dalam campuran.

    2. Kemampuan tinggi untuk diambil kembali.

    3. Perbedaan berat jenis antara ekstrk dan rafinat lebih besar.

    4. Pelarut dan larutan yang akan diekstraksi harus tidak mudah campur.

    5. Tidak mudah bereaksi dengan zat yang akan diekstraksi.

    6. Tidak merusak alat secara korosi.

    7. Tidak mudah terbakar, tidak beracun dan harganya relatif murah.

  • 12

    Penggunaan ekstraksi cair-cair, ekstraksi jika dibandingkan dengan

    distilasi, mempunyai banyak keuntungan, mengingat:

    1. Distilasi membutuhkan panas yang besar, misalnya pada larutan dengan

    relative volatility sangat dekat.

    2. Pemisahan pada proses distilasi akan mengalami kesulitan untuk komponen-

    komponen azeotrop.

    3. Komponen-komponen di dalam larutan dapat rusak dalam proses pemanasan.

    4. Jika komponen yamg akan dipisahkan mempunyai perbedaan sifat fisika yang

    kecil

    Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ektraksi dpakai jika proses

    distilasi dianggap kurang praktis atau terlalu mahal biaya operasionalnya, atau

    jika destilasi tidak mampu untuk memisahkannya. Ekstraksi akan lebih praktis

    dibanding destilasi jika kemampuan mudah berubahnya cairan ke bentuk gas

    (relative volatility) kedua komponen sangat dekat yaitu antara 1,0 dan 1,2. Selain

    itu, ekstraksi cair-cair lebih ekonomis daripada destilasi atau steam stripping pada

    pengolahan limbah cair, jika relative volatility dari larutan terhadap air kurang

    dari 4.

  • 13

    BAB III

    METODOLOGI PERCOBAAN

    III.1. Alat dan bahan

    III.1. Alat yang digunakan

    Alat yang digunakan adalah 2 buah bejana maserasi, batang

    pengaduk, cawan porselin, chamber, corong kaca, corong pisah,

    erlenmeyer, eksikator, gelas kimia, gelas ukur, lampu uv 254 nm dan 366

    nm, lempeng klt GF 254, lemari pengering, oven, pengayak no.14, pipa

    kapiler, pipet tetes, rak tabung, tabung reaksi, timbangan digital

    III.2. Bahan yang digunakan

    Bahan yang akan digunakan adalah daun tembelekan (Lantana

    Camara Linn.), air suling, aluminium foil, asam klorida (HCl), eter, etil

    asetat, FeCl3, H2SO4 10%, n- heksan, kloroform, metanol, NaCl, pereaksi

    dragendorf, pereaksi mayer, pereaksi wagner, dan serbuk mg.

    III.2. Metode kerja

    III.2.1. Sumber sampel

    Daun tembelekan diambil dari sekitar kampus Sekolah Tinggi

    Ilmu Farmasi Makassar pada bulan Oktober 2013.

    III.2.2. Pengolahan Sampel

    Mengumpulkan bahan baku daun tembelekan, kemudian

    dilakukan sortasi basah yakni memisahkan daun tembelekan dari

    sampah yang mungkin terikut saat penggumpulan. Dilakukan

    pencucian dengan air mengalir, dirajangan dan dikeringkan dengan cara

    diangin-anginkan. Selanjutnya dilakukan sortasi kering untuk

    memisahkan sampel yang baik untuk dilanjutkan proses ekstraksi.

    III.2.3. Ekstraksi dengan Pelarut Metanol

    Sampel daun tembelekan (Lantana Camara Linn.) diekstraksi

    dengan menggunakan metode maserasi. Cara kerjanya yaitu:

  • 14

    1. Ditimbang sampel daun tembelekan sebanyak 200 g yang telah

    diayak terlebih dahulu menggunakan pengayak no 14 dan 18 mesh.

    2. Dimasukkan sampel kedalam bejana maserasi yang telah

    dibersihkan terlebih dahulu.

    3. Ditambahkan pelarut metanol 1400 mL ke dalam bejana maserasi

    yang berisi sampel hingga sampel terbasahi.

    4. Ditutup rapat bejana maserasi dan didiamkan selama 3 hari

    ditempat yang gelap atau terlindung dari cahaya dan sesekali di

    aduk.

    5. Setelah 3 hari , dilakukan penyaringan dengan menggunakan kain

    flannel.

    6. Filtrat ditampung dan diuapkan untuk mendapatkan ekstrak kental

    metanol dari daun tembelekan.

    7. Hasil ekstrak diuji kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam

    sampel, meliputi Tanin, steroid, saponin dan alkaloid.

    8. Dilakukan pemisahan dan pemurnian dengan teknik ECC (Ekstrak

    Cair-Cair) dan uji KLT (Kromatografi Lapis Tipis)

    III.2.4. Pemeriksaan Pendahuluan Komponen Kimia Ekstrak Tembelekan

    1. Tes Alkaloid Sampel

    a. Sampel ditambahkan 2mL HCl 2N.

    b. Ditambahkan larutan NaCl sebanyak 1 mL.

    c. Disaring filtratnya .

    d. Ditambahkan HCl 2 mL, dibagi menjadi 3 campuran dalam tabung

    reaksi.

    Tabung 1 ditambahkan pereaksi dragendrof.

    Tabung 2 ditambahkan 1 mL pereaksi mayer.

    Tabung 3 ditambahkan 1 mL pereaksi wagner.

    e. Diamati warna endapan

  • 15

    2. Tes Flavonoid

    a. Sampel ditambahkan 5 mL air.

    b. Ditambahkan 5 mL N-Heksan, dikocok dan dipisahkan (1 & 2)

    1. Heksan ditambahkan 0,5 mL HCl pekat kemudian dipanaskan

    diatas hot plate.

    2. Fase methanol ditambahkan 0,5 mL HCl pekat, ditambahkan

    serbuk mg.

    c. Di amati perubahan warna.

    3. Tes Saponin

    a. Ekstrak ditambahkan air panas.

    b. Dikocok dengan kecepatan konstan selama 1 menit.

    c. Diukur tinggi buih

    d. Ditambahkan 5 tetes HCl

    e. Diukur tinggi buih

    4. Tes Tannin

    a. Ekstrak ditambahkan air panas.

    b. Ditambahkan 5 tetes NaCl, kocok.

    c. Ditambahkan larutan FeCl3

    d. Diamati perubahan warna.

    III.2.5. Ekstraksi cair-cair dengan pelarut eter dan etanol

    1. Ditimbang 10 gram sampel

    2. Ditambahkan 20 mL aquadest dan masukkan ke corong pisah

    3. Ditambahkan 20 mL eter, lalu kocok corong pisah dan diamkan hingga

    terbentuk 2 lapisan

    4. Diambil lapisan eter (I) untuk di uapkan dan lapisan air di masukkan

    kembali kedalam corong pisah

    5. Ditambahkan 20 mL kloroform ke dalam corong pisah, dikocok dan

    didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan ;

  • 16

    6. Diambil lapisan kloroform (II) untuk di uapkan dan lapisan air di

    masukkan kembali ke corong pisah ;

    7. Ditambahkan 20 mL etil asetat ke dalam corong pisah, dikocok dan

    didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan ;

    8. Diambil lapisan etil asetat (III) untuk di uapkan dan lapisan air di ambil

    setengahnya (IV) di masukkan dalam tabung reaksi dan disimpan dalam

    lemari es untuk uji selanjutnya ;

    9. Di kumpulkan beberapa fraksi pelarut yakni 4 fraksi dari proses di atas

    dan 1 fraksi yaitu ekstrak kental untuk di lanjutkan ke Kromatografi Lapis

    Tipis.

    III.2.6. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

    III.2.6.1. Preparasi KLT

    1. Di buat 2 lempeng dengan membuat ukuran lebar 5 cm dan

    panjang 7 cm

    2. Diberi ukuran pada lempeng dengan batas bawah 1 cm, t dan

    batas atas 0,5 cm

    3. Di aktifkan di oven, suhu 110C-115C selama 15 menit

    4. Lempeng siap digunakan

    III.2.6.2. Pembuatan Eluen

    1. Eluen polar

    Dibuat eluen polar sebanyak 5 ml mengguinakan chloroform :

    methanol : air dengan perbandingan 3 : 5 : 9 ( 0,9 ml : 1,5 ml :

    2,6 ml ) dan dimasukkan ke dalam chamber.

    2. Eluen non polar

    Dibuat eluen polar mengguinakan chloroform : methanol : air

    dengan perbandingan 9 : 5 : 3 ( 2,6 ml : 1,5 ml : 0,9 ml ) dan

    dimasukkan ke dalam chamber.

  • 17

    III.2.6.3. Penjenuhan chamber

    1. Disiapkan chamber yang bersih lengkap dengan penutupnya

    2. Chamber diisi dengan eluen yang diinginkan

    3. Kemudian dimasukkan potongan kertas saring yang

    panjangnya lebih dari tinggi chamber dan kemudian ditutup.

    4. Dibiarkan hingga eluen naik pada kertas saring hingga

    melewati penutup kaca (chamber telah jenuh).

    III.2.6.4. Penotolan Sampel pada lempeng

    1. Ekstrak yang telah diperoleh yaitu ekstrak eter, kloroform, etil

    asetat, air dan ekstrak kasar ditotolkan pada plat KLT sesuai

    tanda yang telah dibuat untuk masing-masing ekstrak.

    2. Dimasukkan plat KLT ke dalam chamber yang telah

    dijenuhkan.

    3. Plat KLT dibiarkan sampai terelusi hingga batas atas.

    4. Plat dikeluarkan dan dikeringkan.

    5. Dilakukan pengamatan di bawah lampu UV 254 nm dan 366

    nm

    6. Disemprot dengan reagen penyemprot H2SO4 10% dan

    dikeringkan dalam oven kemudian dilihat bercak nodanya dan

    dihitung nilai Rf.

  • 18

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    IV.1 Hasil Percobaan

    a. Hasil ekstraksi daun tembelekan (Lantana camara L) secara maserasi

    b. Hasil dari uji identifikasi ekstrak metanol daun tembelekan (Lantana camara

    L)

    No. Identifikasi Pereaksi Pengujian

    Ket. Sebelum Sesudah

    1. Alkaloid Dragendrof Hijau merah +

    Mayer Hijau putih +

    Wagner Hijau coklat +

    2. Flavonoid HCl pekat Hijau Merah

    HCl pekat +

    magnesium

    Kuning

    jernih kuning +

    3. Tanin FeCl3 Hijau Hijau

    kehitaman +

    4. Saponin HCl Tidak ada

    buih

    Ada buih

    (0,5 cm) +

    c. Hasil identifikasi Kromatografi Lapis Tipis ekstrak daun tembelekan (Lantana

    camara L) menggunakan eluen polar kloroform metanol air (3:5:9)

    No. Ekstrak

    Pengamatan di

    UV 254 nm

    Pengamatan di

    UV 366 nm

    Penyemprotan

    H2SO4 10%

    Nilai

    Rf Warna

    Nilai

    Rf Warna

    Nilai

    Rf Warna

    1. Eter 0,80 Merah 0,80 Merah 0,12 Abu-abu

    2. Kloroform 0,94 Merah

    jambu

    0,94 Merah

    jambu

    - -

    3.

    Etil Asetat 0,88

    Merah

    jambu

    0,88

    Merah

    jambu

    0,39 Abu-abu

    Berat sampel

    kering

    Jumlah cairan

    penyari

    Berat ekstrak

    kering % Rendamen

    200 g 1400 mL 23,03 g 11,51%

  • 19

    0,45 Merah

    jambu

    0,45 Merah

    jambu

    4. Metanol 0,96 Merah

    jambu

    0,96 Merah

    jambu

    5. Air - - - - - -

    d. Hasil identifikasi Kromatografi Lapis Tipis ekstrak daun tembelekan (Lantana

    camara L) menggunakan eluen non polar kloroform metanol air (9:5:3)

    No. Ekstrak

    Pengamatan di

    UV 254 nm

    Pengamatan di

    UV 366 nm

    Penyemprotan

    H2SO4 10%

    Nilai

    Rf Warna

    Nilai

    Rf Warna Nilai Rf Warna

    1. Eter 0,84

    0,76

    0,70

    0,46

    0,36

    Merah

    Merah

    jambu

    Kuning

    Merah

    jambu

    Merah

    jambu

    0,86

    0,78

    0,70

    0,56

    0,36

    0,22

    Merah

    Merah

    jambu

    Kuning

    Merah

    jambu

    Merah

    jambu

    Merah

    jambu

    0,12 Abu-

    abu

    2. Kloroform 0,82

    0,64

    0,42

    0,30

    Merah

    jambu

    Merah

    jambu

    Merah

    jambu

    Merah

    jambu

    0,84

    0,74

    0,38

    Merah

    jambu

    Merah

    jambu

    Merah

    jambu

    3. Etil Asetat 0,84

    0,48

    0,40

    Kuning

    Kuning

    Kuning

    0,82

    0,36

    Kuning

    Kuning

    0,14 Abu-

    abu

    4. Metanol 0,84

    0,76

    0,46

    0,36

    Merah

    Kuning

    Kuning

    Kuning

    0,84

    0,72

    0,26

    Merah

    Kuning

    Kuning

    0,11 Abu-

    abu

    5. Air - - - - - -

  • 20

    IV.2 Pembahasan

    Pada percobaan ini simplisia yang digunakan sebagai sampel dalam

    ekstraksi dan identifikasi adalah daun tembelekan (Lantana camara L). Sampel

    diambil pada sore hari sekitar pukul 16.00 18.00. Sebelum ekstraksi sampel

    Simplisia yang telah kering diayak untuk menyeragamkan ukuran simplisia

    kemudian diekstraksi.

    Daun tembelekan (Lantana camara L) diekstraksi dengan metode dingin

    yaitu metode maserasi karena zat aktif dari simplisia yang mengandung

    senyawa yang mudah menguap dan tekstur dari simplisia yang lunak, juga

    berdasarkan peneltian Barreto,dkk (2010) bahwa dengan metode maserasi

    mampu menarik zat aktif dengan baik. Simplisia diekstraksi menggunakan

    pelarut metanol dengan perbandingan 1:7 dimana 1 gram simplisia dalam 7 ml

    pelarut, digunakan pelarut metanol karena metanol merupakan pelarut

    semipolar yang mampu menarik senyawa polar maupun nonpolar dari simplisia.

    Hasil ekstraksi diperoleh 23,03 gram dengan persen rendamen 11,51%

    Pada ekstrak yang telah diperoleh dilakukan identifikasi senyawa

    metabolit sekunder untuk mengetahui adanya kandungan senyawa kimia seperti

    alkaloid, saponin, tanin dan flavonoid.

    Pada uji alkaloid digunakan tiga jenis pereaksi untuk mengetahui apakah

    ekstrak daun tembelekan (Lantana camara L) positif mengandung alkaloid

    yaitu dengan pereaksi Mayer yang ditandai dengan terbentuknya endapan putih,

    pereaksi wagner yang ditandai dengan terbentuknya endapan coklat dan

    pereaksi dragendorf yang ditandai dengan terbentuknya endapan merah. Dari

    hasil percobaan diperoleh hasil yang positif yang menandakan bahwa ekstrak

    daun tembelekan (Lantana camara L) mengandung alkaloid. Hal ini sesuai

    dengan hasil penelitian Jain shonu, dkk (2010) menyatakan bahwa daun

    tembelekan (Lantana camara L) mengandung alkaloid.

    Pada uji tanin dilakukan dengan menggunakan pereaksi FeCl3 2-3 tetes

    yang ditandai dengan terbentuknya endapan hijau kehitaman. Dengan demikian

  • 21

    ekstrak daun tembelekan (Lantana camara L) positif mengandung senyawa

    tanin khusus tanin pirogalat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Jain shonu,

    dkk (2010) menyatakan bahwa daun tembelekan (Lantana camara L)

    mengandung tanin.

    Pada uji flavonoid dilakukan dengan dua cara yaitu penambahan HCl

    pekat dan penambahan HCl pekat dengan serbuk Mg. Pada penambahan HCl

    pekat menunjukkan terbentuknya warna merah dan pada penambahan HCl

    pekat dengan serbuk Mg terbentuk endapan kuning. Dengan demikian ekstrak

    daun tembelekan (Lantana camara L) positif mengandung senyawa flavonoid.

    Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Jain shonu dkk, (2010) menyatakan

    bahwa daun tembelekan (Lantana camara L) mengandung flavonoid.

    Pada uji saponin dilakukan dengan melarutkan ekstrak dalam air panas

    kemudian di kocok kuat-kuat dan stabil selama 1 menit. Pada percobaan ini

    menunjukkan adanya buih, kemudian ditambahkan HCl beberapa tetes

    mununjukkan buih tidak hilang sehingga dengan demikian ekstrak daun

    tembelekan (Lantana camara L) positif mengandung senyawa saponin. Hal ini

    sesuai dengan hasil penelitian Jain shonu dkk, (2010) menyatakan bahwa daun

    tembelekan (Lantana camara L) mengandung saponin.

    Proses selanjutnya dilakukan ekstraksi cair-cair dengan melarutkan

    ekstrak daun tembelekan (Lantana camara L) terhadap beberapa pelarut yang

    telah di uji kelarutannya dan pada hasil uji ini diperoleh 4 fraksi yaitu fraksi

    eter, kloroform, etil asetat dan air.

    Fraksi-fraksi yang diperoleh dari hasil ekstraksi cair-cair, dilanjutkan

    dengan identifikasi senyawa secara kromotografi lapis tipis yang merupakan

    metode pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi,

    yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen), komponen

    kimia bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben terhadap

    komponen-komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat

    bergerak dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal

  • 22

    inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan.

    Pada pengujian kromatografi lapis tipis dengan menggunakan dua eluen

    yaitu eluen polar kloroform-metanol-air (3:5:9) dan eluen nonpolar kloroform-

    metanol-air (9:5:9) dengan tujuan untuk membandingkan pemisahan dari

    komponen senyawa dari ekstrak.

    Pada uji KLT, penotolan dilakukan pada lempeng KLT yang telah

    diaktifkan sebelumnya pada oven dengan suhu 105oC selama 15 menit, hal ini

    dilakukan agar uap air yang diserap oleh permukaan lempeng lepas sehingga

    tidak menghambat proses adsorbsi. Lempeng dielusi pada eluen yang telah di

    jenuhkan dengan tujuan penjenuhan yaitu untuk menyamakan tekanan didalam

    dan diluar chamber karena jika tekanan didalam dan di luar chamber tidak sama

    maka akan menganggu proses elusi.

    Adapun prinsip penampakan noda pada pegujian Kromatografi yaitu pada

    UV 254 nm lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan tampak

    berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena

    adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang

    terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi

    cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang

    tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian

    kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi.

    Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan berwarna

    gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya

    interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom

    yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi

    cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang

    tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian

    kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang

    tampak pada lampu UV 366 nm terlihat terang karena silika gel yang digunakan

    tidak berfluororesensi pada sinar UV 366 nm.

  • 23

    Prinsip penampakan noda pereaksi semprot H2SO4 10% adalah

    berdasarkan kemampuan asam sulfat yang bersifat reduktor dalam merusak

    gugus kromofor dari zat aktif simplisia sehingga panjang gelombangnya akan

    bergeser ke arah yang lebih panjang (UV menjadi VIS) sehingga noda menjadi

    tampak oleh mata.

    Identifikasi kromatografi lapis tipis ekstrak eter pada eluen polar

    kloroform-metanol-air (3:5:9), penampakan noda pada UV 254 nm dan UV 366

    menghasilkan 1 noda yang sama dengan nilai Rf 0,80 dan pada penyemprotan

    H2SO4 10% menghasilkan 1 noda lain dengan nilai Rf 0,12. Sedangkan pada

    eluen nonpolar kloroform-metanol-air (9:5:3), penampakan noda pada UV 254

    nm menghasilkan 5 noda dengan nilai Rf 0,84 ; 0,76 ; 0,70 ; 0,46 dan 0,36, pada

    UV 366 nm menghasilkan 6 noda dengan nilai Rf 0,86 ; 0,78 ; 0,70 ; 0,56 ;0,36

    dan 0,22 dan pada penyemprotan H2SO4 10% menghasilkan 1 noda dengan

    nilai Rf 0,12. Berdasarkan nilai Rf diatas kemungkinan ada beberapa noda yang

    memiliki senyawa yang sama.

    Identifikasi kromatografi lapis tipis ekstrak kloroform pada eluen polar

    kloroform-metanol-air (3:5:9), penampakan noda pada UV 254 nm dan UV 366

    nm menghasilkan 1 noda yang sama dengan nilai Rf 0,90 dan pada

    penyemprotan H2SO4 10% tidak menghasilkan noda. Sedangkan pada eluen

    nonpolar kloroform-metanol-air (9:5:3), penampakan noda pada UV 254 nm

    menghasilkan 4 noda dengan nilai Rf 0,82 ; 0,64 ; 0,42 dan 0,30, pada UV 366

    nm menghasilkan 3 noda dengan nilai Rf 0,84 ; 0,74 dan 0,38 dan pada

    penyemprotan H2SO4 10% tidak menghasilkan noda. Berdasarkan nilai Rf

    diatas kemungkinan ada beberapa noda yang merupakan senyawa yang sama.

    Identifikasi kromatografi lapis tipis ekstrak etil asetat pada eluen polar

    kloroform-metanol-air (3:5:9), penampakan noda pada UV 254 nm dan UV 366

    menghasilkan 2 noda yang sama dengan nilai Rf 0,88 dan 0,45, pada

    penyemprotan H2SO4 10% menghasilkan 1 noda dengan nilai Rf 0,39.

    Sedangkan pada eluen nonpolar kloroform-metanol-air (9:5:3), penampakan

  • 24

    noda pada UV 254 nm menghasilkan 3 noda dengan nilai Rf 0,84 ; 0,48 dan

    0,40, pada UV 366 nm menghasilkan 2 noda dengan nilai Rf 0,82 dan 0,36 dan

    pada penyemprotan H2SO4 10% menghasilkan 1 noda dengan nilai Rf 0,14.

    Berdasarkan nilai Rf di atas kemungkinan ada beberapa noda yang memiliki

    senyawa yang sama.

    Identifikasi kromatografi lapis tipis ekstrak eter pada eluen polar

    kloroform-metanol-air (3:5:9), penampakan noda pada UV 254 nm dan UV 366

    menghasilkan 1 noda yang sama dengan nilai Rf 0,96 dan pada penyemprotan

    H2SO4 10% tidak menghasilkan noda. Sedangkan pada eluen non polar

    kloroform-metanol-air (9:5:3), penampakan noda pada UV 254 nm

    menghasilkan 4 noda dengan nilai Rf 0,84 ; 0,76 ; 0,46 dan 0,36 , pada UV 366

    nm menghasilkan 3 noda dengan nilai Rf 0,84 ; 0,72 dan 0,26 dan pada

    penyemprotan H2SO4 10% menghasilkan 1 noda dengan nilai Rf 0,11.

    Berdasarkan nilai Rf diatas kemungkinan ada beberapa noda yang merupakan

    senyawa yang sama.

    Identifikasi kromatografi lapis tipis ekstrak air pada eluen polar

    kloroform-metanol-air (3:5:9) maupun pada eluen nonpolar kloroform-metanol-

    air (9:5:3) tidak menghasilkan noda.

  • 25

    BAB V

    PENUTUP

    V.1 Kesimpulan

    Dari hasil praktikum dapat disimpulkan sebagai berikut:

    a. Daun tembelekan (Lantana camara L) dapat diekstraksi menggunakan

    metode maserasi.

    b. Dari uji identifikasi senyawa metabolit dapat disimpulkan bahwa daun

    tembelekan (Lantana camara L) mengandung alkaloid, flavonoid, tanin dan

    saponin.

    c. Dari uji identifikasi Kromatografi Lapis Tipis (KLT) diperoleh nilai Rf yang

    cukup baik pada eluen non polar karena sebagian besar spot yang muncul

    memiliki nilai Rf antara 0,2-0,8 sehingga dapat disimpulkan senyawa daun

    tembelekan (Lantana camara L) bersifat nonpolar.

    V.2 Saran

    Untuk melakukan pemisahan lebih lanjut menggunakan kromatografi kolom

    sehingga dapat dihasilkan senyawa tunggal.

  • 26

    DAFTAR PUSTAKA

    Alimin, dkk. Kimia Analitik. Makassar: Alauddin Press, 2007.

    Barreto, F.S, dkk. 2010. Antibacterial Activity of Lantana camara Linn and Lantana

    montevidensis Brig Extracts from Cariri-Cear, Brazil

    Khopkar, SM. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press, 2008.

    Harborne,J.B. 1987. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis

    Tumbuhan. Padmawinata K, Soedira I, penerjemah. Bandung: Penerbit

    Institut Teknologi Bandung. Terjemahan dari: Phytochemical methods.

    Hamburger, Hostettmann. 1991. Bioactivity in plant: the link between phytochemistry

    and medicine. Phytochemistry 12: 3864-3874.

    Hariana, Arief, H. 2008. Tanaman Obat dan Khasiatnya seri 3. Penebar Swadaya.

    Jakarta

    Permadi, Adi. 2008. Membuat Kebun Tanaman Obat. Pustaka Bunda. Jakarta.

    Sudarmadji,S. 1996. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty.

    Shonu Jain, dkk. 2010. Pharmacognostic And Phytochemical Evaluation And Antipyretic Activity Of Leaves Of Lantana Camara Linn. Department of Pharmacognosy, TIT College of Pharmacy, Bhopal (M.P) India.