Resume Fitokimia

40
EKSTRAKSI METABOLIT SEKUNDER SIMPLISIA Foeniculi fructus I. PROSEDUR 1. Ekstraksi maserasi Simplisia Foeniculi fructus ditimbang sebanyak 239,8 gram. Kemudian dimasukkan ke dalam alat maserator. Yang sebelumnya telah dilapisi dengan kapas pada bagian dasar wadah maserator dan telah dibasahi untuk penyaringan. Lalu, ditambahkan pelarut etanol sebanyak 450 ml (sampai semua simplisia terendam). Didiamkan selama 3x24 jam sambil sesekali diaduk. Setelah 3x24 jam, maserat dipisahkan dari serbuk, kemudian ditampung dalam beaker glass dan dihitung volumenya. 2. Perhitungan rendemen Sebanyak 25 ml maserat dimasukkan ke dalam cawan penguap. Kemudian, diuapkan sampai diperoleh berat maserat yang konstan. Selanjutnya, rendemen dihitung dengan membandingkan berat ekstrak kental dengan berat maserat sebelum diuapkan. 3. Penetapan bobot jenis Piknometer ditimbang dalam keadaan kosong, lalu piknometer diisi penuh dengan air dan ditimbang kembali, kemudian dihitung kerapatan air. Setelah itu, piknometer dikosongkan dan dikeringkan kembali

Transcript of Resume Fitokimia

Page 1: Resume Fitokimia

EKSTRAKSI METABOLIT SEKUNDER SIMPLISIA

Foeniculi fructus

I. PROSEDUR

1. Ekstraksi maserasi

Simplisia Foeniculi fructus ditimbang sebanyak 239,8 gram. Kemudian

dimasukkan ke dalam alat maserator. Yang sebelumnya telah dilapisi dengan

kapas pada bagian dasar wadah maserator dan telah dibasahi untuk

penyaringan. Lalu, ditambahkan pelarut etanol sebanyak 450 ml (sampai semua

simplisia terendam). Didiamkan selama 3x24 jam sambil sesekali diaduk.

Setelah 3x24 jam, maserat dipisahkan dari serbuk, kemudian ditampung dalam

beaker glass dan dihitung volumenya.

2. Perhitungan rendemen

Sebanyak 25 ml maserat dimasukkan ke dalam cawan penguap. Kemudian,

diuapkan sampai diperoleh berat maserat yang konstan. Selanjutnya, rendemen

dihitung dengan membandingkan berat ekstrak kental dengan berat maserat

sebelum diuapkan.

3. Penetapan bobot jenis

Piknometer ditimbang dalam keadaan kosong, lalu piknometer diisi penuh

dengan air dan ditimbang kembali, kemudian dihitung kerapatan air. Setelah itu,

piknometer dikosongkan dan dikeringkan kembali dan diisi penuh dengan

ekstrak encer hasil maserasi, lalu ditimbang. Melalui berat ekstrak yang

mempunyai volume tertentu, dapat dihitung kerapatan ekstrak.

4. Penentuan pola dinamolisis

Disiapkan kertas saring Whatman berdiameter 12 cm. Lalu titik pusat kertas

Whatman tersebut dilubangi dan dipasang sumbu yang terbuat dari kertas

saring. Ekstrak encer dari hasil maserasi dituang ke dalam cawan petri. Cawan

Petri ditutup oleh kertas Whatman yang telah disiapkan dan dibiarkan sampai

terjadi difusi sirkular selama 10 menit. Setelah 10 menit pola yang terbentuk

diamati.

Page 2: Resume Fitokimia

5. Identifikasi dengan KLT

Disiapkan pelat silika gel sebagai penjerap berukuran 7,5 x 2,5 cm. Lalu, pelat

tersebut ditandai dengan cara memberi dua buah garis yang masing-masing

berjarak 1 cm dari ujung bawah dan atas. Kemudian, disiapkan larutan

pengembang untuk simplisia Foeniculi fructus, yaitu toluen dan etil asetat

dengan perbandingan 93 : 7. Pengembang ditempatkan pada wadah yang telah

disediakan. Kemudian, wadah ditutup dan ditunggu hingga larutan pengembang

jenuh dan ditandai dengan hangatnya suhu di dalam wadah (terbentuk uap).

Setelah itu, ekstrak hasil maserasi ditotolkan pada pelat silika gel yang telah

disiapkan dengan menggunakan pipa kapiler. Silika gel ditempatkan di wadah

berisi pengembang. Dan perambatan spot diamati. Setelah jarak rambat

pengembang mencapai batas ujung pelat, pelat diangkat dari wadah. Lalu spot

diamati secara berturut-turut di bawah sinar biasa, sinar UV 254 nm dan 366

nm. Kemudian, dihitung Rf dari tiap-tiap spot.

6. Evaporasi

Ekstrak cair dimasukkan ke dalam labu evaporator. Kemudian dilakukan proses

evaporasi hingga diperoleh ekstrak encer. Ekstrak encer yang diperoleh

diuapkan sampai terbentuk ekstrak yang kental. Dari hasil evaporasi dihitung

berat ekstrak kental untuk dihitung rendemennya.

II. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Organoleptik EkstrakBentuk : cair

Bau : hijau kekuningan

Warna : minyak adas

Rasa : asin

Rendemen Ekstrak

Volume ekstrak kental : 20 ml

Berat cawan kosong : 24,59 g

Page 3: Resume Fitokimia

Berat cawan + ekstrak : 45,47 g

Berat cawan + ekstrak setelah penguapan : 29,95 g

Berat simplisia awal : 239,8 g

Rendemen ekstrak :

20 mL ekstrak cair = 29,95 g

400 mL ekstrak cair = 400 x 29,95 g = 599 g

20

Rendemen = 599- 29,59 x 100% = 2,37 % b/b

239,8

Bobot Jenis Ekstrak

Berat piknometer kosong : 12,93 g

Berat piknometer + air : 23,13 g

Volume piknometer : 10 mL

Berat air : 10 g

Kerapatan air : 10,20 = 1,02 g/mL

10

Berat piknometer + ekstrak : 23,17 g

Berat ekstrak : 8,66 g

Kerapatan ekstrak : 8,66 = 0,866g/mL

10

Bobot jenis ekstrak : 0,866 = 0,849

0,981

Kadar Air

Berat ekstrak uji : 2,4 g

Volume air : 0,4 ml

Kadar air : 0,4 = 0,4 v/b x 100% = 16,67%

2,4

Page 4: Resume Fitokimia

Pengukuran diameter lingkaran hasil dinamolisis

Lingkaran 1 Lingkaran 2 Lingkaran 3

Diameter 0,8 cm 2 cm 3 cm

Warna kuning hijau kuning pucat

Hasil pengamatan kromatografi lapis tipis

No.

bercak

Rf PENGAMATAN

Sinar tampak UV 254 nm UV 366 nm H2SO4 10%

1 0,059 - - Biru -

2 0,11 - - Biru -

3 0,18 - - Biru -

4 0,59 - - Biru -

Rf total : A = 4.8 cm = 0,6

B 8 cm

III. PEMBAHASAN

Dalam percobaan kali ini kami melakukan isolasi metabolit sekunder dari

simplisia tumbuhan obat dengan metode ekstraksi. Simplisia tumbuhan obat yang

kami gunakan adalah simplisia Foeniculli fructus, sedangkan metode ekstraksi yang

kami gunakan adalah.metode maserasi. Metode maserasi adalah salah satu metode

ekstraksi dingin. Ekstraksi dingin ini tidak memerlukan suhu yang tinggi, sehingga

Page 5: Resume Fitokimia

waktunya relatif lebih lama dibandingkan dengan ekstraksi cara panas yang

memerlukan suhu tinggi. Pada penyarian dengan cara maserasi perlu dilakukan

pengadukan untuk meratakan konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia,

sehingga dengan pengadukan tersebut tetap terjaga adanya derajat perbedaan

konsentrasi yang sekecil–kecilnya antara larutan di dalam sel dengan larutan di luar

sel.

Simplisia yang ada digerus hingga didapat partikel simplisia agak kecil (tidak

terlalu halus) untuk memperluas permukaan, sehingga interaksi antara cairan

penyari dengan permukaan simplisia lebih banyak, disamping itu juga berfungsi

untuk memecah dinding sel, sehingga cairan penyari dapat masuk ke dalam sel dan

mengekstraksi lebih banyak metabolit sekunder. Cairan penyari akan masuk ke

dalam dinding sel dan rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut

karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dan di luar sel,

maka larutan yang terpekat akan didesak keluar. Penyarian akan bertambah baik

bila permukaan serbuk yang bersentuhan dengan cairan penyari semakin luas.

Dengan demikian, makin halus serbuk simplisia seharusnya makin baik

penyariannya, tapi dalam pelaksanaannya tidak demikian karena pengaruh sifat

fisikokimia. Serbuk yang terlalu halus akan memberikan kesulitan pada proses

penyarian, cairan tidak dapat turun (menyulitkan pembasahan). Hal ini disebabkan

serbuknya terjalu halus, sehingga ruang antarsel berkurang. Sementara ruang

antarsel ini merupakan jalan masuknya cairan. Selain itu, serbuk yang terlalu halus

juga mengakibatkan terbentuknya suspensi yang sulit dipisahkan dengan hasil

penyarian. Serbuk yang terlalu halus juga dapat mengakibatkan dinding sel pecah,

sehingga zat yang tidak diinginkan pun dapat ikut terekstraksi. Oleh karena itu,

untuk tiap simplisia perlu ditetapkan derajat kehalusan tertentu agar didapat hasil

penyarian yang baik. Setelah penggerusan simplisia ditimbang sebanyak 239,8

gram, kemudian serbuk simplisia dimasukkan ke dalam maserator. Sebelumnya

maserator telah dilapisi oleh kapas, kemudian kapas dibasahi dengan etanol agar

tidak ada serbuk simplisia yang keluar pada saat dilakukan penyaringan karena

kapas berfungsi sebagai filter. Pembasahan dilakukan agar kapas menempel pada

dinding maserator untuk menghindari adanya ruang antara kapas dengan maserator,

Page 6: Resume Fitokimia

sehingga dapat mencegah terselipnya serbuk simplisia. Pembasahan juga untuk

mengganti udara dalam pori –pori, hal ini disebabkan karena dinding sel tumbuhan

terdiri dari serabut selulosa yang dikelilingi oleh air, jika simplisia tersebut

dikeringkan, lapisan air akan menguap dan terbentuk pori–pori yang diisi oleh

udara. Pembasahan ini memberikan kesempatan sebesar–besarnya kepada cairan

penyari memasuki seluruh pori-pori dalam simplisia, sehingga mempermudah

penyarian selanjutnya. Agar penyarian berjalan dengan baik, maka pori–pori berisi

udara harus didesak dengan air. Pembasahan juga mengakibatkan terjadinya

perbedaan konsentrasi, sedangkan perbedaan konsentrasi itu sendiri mempengaruhi

kecepatan penyarian. Makin besar perbedaan konsentrasi makin besar daya dorong,

sehingga makin cepat penyarian. Makin kasar serbuk makin panjang jarak,

sehingga konsentrasi zar aktif yang terlarut dan tertinggal dalam sel makin banyak.

Setelah dibasahi, kemudian serbuk simplisia dimasukkan dan direndam hingga

semua simplisia terendam. Perendaman dimaksudkan untuk menarik metabolit

sekunder yang terdapat dalam simplisia. Volume etanol yang digunakan dalam

maserasi untuk 239,8 g simplisia pada praktikum ini sebanyak 450 ml. Maserator

terdiri dari tabung yang berbentuk silinder dan selang dibawahnya untuk

mengalirkan ekstrak yang telah tersari.

Pelarut yang digunakan dalam proses maserasi ini adalah etanol. Pemilihan

pelarut yang akan digunakan untuk mengekstraksi harus sesuai dengan komponen

metabolit sekunder yang akan diekstraksi. Keuntungan etanol sebagai pelarut

karena bersifat polar dan tidak bersifat toksik, lebih selektif, dan memiliki daya

absorpsi yang baik. Penggunaan alkohol 95% juga agar mencegah dan menghambat

pertumbuhan kapang dan kuman selama proses maserasi karena kapang dan kuman

sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas. Alkohol, bagaimanapun juga adalah pelarut

serba guna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan.

Etanol sebagai pelarut organik polar akan menarik komponen utama

metabolit sekunder dalam simplisia yang bersifat polar. Hal ini sesuai dengan

prinsip like dissolve like. Pelarut yang bersifat polar akan melarutkan komponen-

komponen metabolit sekunder yang bersifat polar pula, sedangkan pelarut yang

bersifat nonpolar akan cenderung melarutkan komponen metabolit sekunder yang

Page 7: Resume Fitokimia

bersifat nonpolar. Etanol dapat melarutkan alkaloid basa, minyak menguap,

glikosida, kurkumin, kumarin, antrakuinon, flavonoid, steroid, damar, dan klorofil.

Lemak, malam, tanin, dan saponin hanya akan larut sedikit. Dengan demikian, zat

pengganggu yang larut hanya terbatas. Di samping itu, etanol merupakan senyawa

yang mudah menguap, sehingga pada proses pemekatan (evaporasi) waktu yang

dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan dengan menggunakan pelarut air. Hal ini

menguntungkan dalam maserasi karena ekstraksi ini menggunakan cara dingin,

sehingga dapat digunakan untuk mengekstraksi zat termolabil. Penggunaan etanol

mempersingkat waktu evaporasi, sehingga zat termolabil dapat terekstraksi.

Ekstrak cair yang diperoleh kemudian ditampung ke dalam wadah yang telah

disediakan. Setelah mengekstraksi, ekstrak yang didapat diukur volumenya. Hasil

penyarian dengan cara maserasi perlu didiamkan selama waktu tertentu. Waktu

tersebut diperlukan untuk mengendapkan zat–zat yang tidak diperlukan, tetapi ikut

terlarut dalam cairan penyari, contohnya malam.

Setelah itu, sebanyak 20 ml ekstrak cair diuapkan di atas waterbath.

Penguapan bertujuan untuk menguapkan pelarut, sehingga didapat berat yang

sesungguhnya. Proses ini dilakukan dengan menggunakan cawan penguap. Yang

pertama kali dilakukan adalah menimbang berat cawan penguap yang masih

kosong. Ekstrak yang didapat kemudian dimasukkan ke dalam cawan penguap, lalu

diuapkan di atas penangas air. Penguapan dilakukan sampai berat ekstrak yang

ditimbang sudah konstan. Ekstrak yang sudah pekat (beratnya konstan) akan

ditentukan rendemennya dengan cara menghitung persentase dari berat ekstrak

sesungguhnya per berat simplisia mula-mula. Berat ekstrak sesungguhnya

merupakan selisih dari berat cawan penguap yang sudah konstan setelah mengalami

penguapan dan berat cawan penguap yang masih kosong.

Pada proses perhitungan rendemen, didapat hasil randemen sebesar 2,37%.

Rendemen ini menunjukkan kadar ekstrak dari simplisia. Jumlah rendemen yang

didapat sangat kecil karena kurangnya pengadukan dan ukuran serbuk kurang halus

ketika penggerusan, serta pembasahan yang kurang sempurna.

Penentuan bobot jenis dari ekstrak yang didapat dilakukan dengan

menggunakan alat piknometer. Pertama-tama, piknometer kosong ditimbang,

Page 8: Resume Fitokimia

kemudian dimasukkan sejumlah ekstrak hingga penuh ke dalam piknometer kosong

tersebut, lalu ditutup hingga cairan ekstrak keluar dari lubang bagian atas tutup

piknometer. Hal tersebut menandakan bahwa piknometer telah penuh, kemudian

piknometer tersebut ditimbang. Catat hasil penimbangannya. Kerapatan ekstrak

adalah berat ekstrak di dalam piknometer dikurangi dengan berat piknometer

kosong dibagi dengan volume piknometer, karena seperti yang kita ketahui bahwa

kerapatan merupakan hasil bagi dari massa dibagi volume. Volume piknometer

adalah daya tampung piknometer yang biasanya tertera pada piknometer.

Kemudian, piknometer yang telah bersih dan kering diisi dengan air hingga penuh

dan ditimbang. Hal ini juga bertujuan untuk menentukan kerapatan air. Hasil

perbandingan antara kerapatan ekstrak dan kerapatan air merupakan bobot jenis

dari ekstrak tersebut. Hasil penentuan kerapatan air adalah 1,02 gram/mL dan

kerapatan ekstrak 0.866 gram/ mL. Jadi, bobot jenis ekstrak yang didapat adalah

sebesar 0,849.

Selanjutnya, dilakukan proses dinamolisis terhadap ekstrak yang didapat.

Proses dinamolisis dilakukan untuk memberikan gambaran secara kualitatif dari

kandungan kimia yang terdapat dalam ekstrak karena masing-masing ekstrak

memiliki pola dinamolisis yang berbeda. Uji dinamolisis dilakukan dengan cara

menuangkan maserat ke dalam cawan petri sebanyak 1/3 dari volume cawan petri.

Cawan petri tersebut ditutup dengan kertas saring berbentuk lingkaran yang

bersumbu di tengah. Uji dinamolisis dilakukan selama kurang lebih 20 menit. Noda

yang dihasilkan diamati polanya. Berdasarkan hasil percobaan, pola yang dimiliki

oleh Foeniculi fructus menunjukkan pola lingkaran, diameter 1 berwarna kuning,

diameter 2 berwarna hijau, sedangkan diameter 3 berwarna kuning pucat. Selain

sebagai penyaring, kertas saring berfungsi untuk kromatografi sederhana. Dari

kertas saring diukur diameter yang diperoleh berturut-turut adalah 2; 0,8; dan 3.

Pola ini menunjukkan karakteristik simplisia Foeniculi fructus.

Uji KLT dilakukan untuk mengamati pemisahan metabolit sekunder yang

terkandung dalam simplisia Foeniculi fructus. Dari uji KLT ini pemisahan akan

terlihat melalui pita-pita yang terbentuk pada silika gel. Mula-mula kertas silika gel

dipotong dengan ukuran tertentu (2,5 x 7,5 cm), lalu kertas tersebut ditandai dengan

Page 9: Resume Fitokimia

garis di ujung atas dan bawah masing-masing 1 cm, lalu hasil maserat ditotolkan di

ujung bawah titik. Penotolan dilakukan berulang pada tempat yang sama dengan

rentang waktu tertentu untuk menghindari kemungkinan totolan terlalu lebar.

Pengembang yang digunakan adalah toluen dan etil asetat dengan perbandingan

93:7. Toluen yang dipakai 9,3mL dan etil asetat yang dipakai adalah 0,7 ml.

Pengembang yang dipakai adalah pengembang yang bersifat nonpolar karena

metabolit sekunder dalam ekstrak bersifat polar.

Cairan pengembang berfungsi sebagai fasa gerak, sedangkan silika gel

berfungsi sebagai fasa diam. Pada percobaan ini digunakan cairan penampak

bercak, tetapi sebelumnya digunakan sinar ultraviolet 254 nm dan 366 nm tanpa

penampak bercak. Rf dari bercak yang dihasilkan dihitung, sehingga didapat hasil.

Hasil ini tidak dapat dibandingkan dengan literatur karena pada KLT nilai Rf tidak

terulangkan. Seharusnya digunakan larutan baku pembanding untuk

mengidentifikasi metabolit sekunder apa yang terdapat dalam simplisia.

IV. KESIMPULAN

Dari hasil percobaan diperoleh :

1 Rendemen : 2,37%

2. Bobot jenis ekstrak : 0,849 g/mL

3. Pola dinamolisis menghasilkan diameter sebesar

a. diameter 0,8 cm dengan warna kuning

b. diameter 2 cm dengan warna hijau

c. diameter 3 cm dengan warna kuning pucat

4. Rf hasil KLT : 0,6

Page 10: Resume Fitokimia

RESUME FITOKIMIA

Foeniculi fructus

Disusun oleh:

Teuku Alfian Jauhara 140510060102

Rahmi Dewi Sofyan 140510060104

Evelin Utami Dewi 140510060106

Karina Andrianti E. R. 140510060108

Anggraeni Wulandari 140510060110

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2009

Page 11: Resume Fitokimia

METODE PEMISAHAN EKSTAK

Foeniculli fructus

I. PROSEDUR

1. Kolom untuk kromatografi cepat disiapkan. Bagian alasnya dilapisi kertas

saring, kemudian ke dalamnya dimasukkan penjerap hingga batas tertentu.

Perhatikan keserbasamaan penjerap ke semua tempat dalam kolom, karena

adanya rongga-rongga udara dalam kolom akan berpengaruh buruk pada

proses pemisahan.

2. Setelah kolom didiamkan sambil direndam dengan eluen (pengkondisian

kolom), ekstrak yang akan dipisahkan ditempatkan diatas lapisan penjerap

(silika gel) dalam bentuk lapisan tipis yang rata diatas seluruh permukaan

penjerap. Setelah itu dilakukan proses elusi dengan campuran pelarut

berbagai perbandingan. Elusi dipercepat dengan cara penghisapan melalui

pompa vakum.

3. Eluen diganti dengan campuran yang mempunyai perbandingan berbeda

dengan volume eluen yang sama dengan volume eluen pada proses

pertama. Pengerjaan dilakukan berulang seperti proses pertama. Fraksi

yang keluar kolom ditampung dan digunakan untuk analisis lanjutan.

Komposisi larutan eluen adalah sebagai berikut:

n-heksana (mL) Etil Asetat (mL)

100 0

90 10

80 20

70 30

60 40

50 50

40 60

Page 12: Resume Fitokimia

30 70

20 80

10 90

0 100

4. Analisis kromatografi lapis tipis fraksi-fraksi

Fraksi-fraksi dianalisis dengan metode kromatografi lapis tipis, penjerap

silika gel G atau silika gel GF 254, pelarut campuran n-heksana dan etil

asetat (97:3), penampak bercak visual atau sinar ultraviolet 254 nm dan

366 nm.

Page 13: Resume Fitokimia

II. HASIL PENGAMATAN

1. Data Fraksi

Fraksi Warna

1 Bening

2 Bening

3 Bening kekuningan

4 Kuning jernih

5 Kuning jernih

6 Bening kekuningan

7 Kuning jernih

8 Bening kekuningan

9 Kuning kehijauan

10 Kuning kehijauan

11 hijau

Foto pada sinar tampak :

Page 14: Resume Fitokimia

2. Data Rf

Penjerap : silika gel

Pengembang : heksan: etil asetat (7:3)

A. Penampak Bercak : H2SO4

Fraksi Rf (cm)

1 0,5

2 -

3 -

4 0,44

5 0,44

6 0,37

7 0,3

8 0,3

9 0,18

10 0,16

11 0,17

12 (ekstrak) -

Foto penampak bercak :

Page 15: Resume Fitokimia

B. UV 254 nm

Fraksi Rf (cm)

1 0,53

2 -

3 -

4 0,52

5 0,5

6 0,2

7 0,11

8 0,056

9 0,03

10 -

11 -

12 (ekstrak) -

Foto pada UV 254 :

Page 16: Resume Fitokimia

A. UV 366 nm

Fraksi Rf (cm)

1 0,44

2 -

3 -

4 0,44

5 -

6 -

7 -

8 0,56

9 0,44

10 -

11 -

12 (ekstrak) -

Foto pada UV 366 :

Page 17: Resume Fitokimia

III. PEMBAHASAN

Pada percobaan ini, dilakukan pemisahan metabolit sekunder dari ekstrak atau

fraksinasi foeniculli fructus dengan metode fast chromatography. Pertama, disiapkan

kolom kromatografi. Bagian alasnya dilapisi kertas saring, kertas saring tersebut

ukurannya harus sesuai dengan alasnya, tidak boleh berlebih atau kurang, karena jika

kurang ukurannya maka akan mengakibatkan penyerap (silika gel) turun kebawah

sehingga ekstrak yang dihasilkan tidak sempurna karena telah tercampur dengan silika

gel tersebut. Larutan pengelusi disiapkan yaitu n-heksan dan etil asetat dengan

perbandingan 97:3. Penjerap dicampur dengan larutan pengelusi secukupnya hingga

dihasilkan bubur penjerap yang homogen di dalam kolom. Kolom kemudian dielusi

dengan larutan pengelusi hingga diperoleh kolom yang stabil. Kolom yang stabil di

peroleh apabila tetesan yang dihasilkan sudah konstan. Setelah dihasilkan kolom yang

mantap dijaga agar penjerap tidak kering agar kolom tidak retak. Sampel foeniculli

fructus yang berupa cairan kental kemudian ditambahkan dengan 3 gram silika gel,

digerus hingga tercampur homogen dan kering. Kemudian dimasukkan ke dalam kolom

kromatografi yang telah dialasi penyerap silika gel dalam bentuk lapisan tipis yang rata.

Penyerap silika gel dalam kolom kromatografi harus padat penempatannya hingga tidak

terdapat rongga udara. Adanya rongga udara dalam kolom dapat menyebabkan

ketidaksempurnaan dalam proses pemisahan.

Page 18: Resume Fitokimia

Setelah kolom kromatografi disiapkan, kemudian dilakukan proses elusi dengan

canpuran pelarut dalam berbagai perbandingan volume antara n-heksan dan etil asetat,

dimana dengan pengaruh gravitasi dapat menggerakkan sampel melalui kolom. Elusi

dipercepat dengan cara penghisapan melalui pompa vakum. Hal ini dilakukan agar

memudahkan dalam pengerjaannya dan mempersingkat waktu serta didapat fraksi yang

terpisah sempurna. Pada awal proses pemompaan ditunjukkan bahwa pemisahan terjadi

lebih cepat dengan penggunaan pelarut yang lebih sedikit.

Setelah itu, eluen diganti dengan campuran yang mempunyai perbandingan

volume berbeda dengan volume eluen pada proses pertama. Hal ini dilakukan sebanyak

12 kali dengan perbandingan konsentrasi eluen yang berbeda.

Kemudian Masing-masing eluat yang dihasilkan kemudian ditampung dalam vial

yang berbeda dan digunakan untuk analisis lanjutan.

Kromatografi Lapis Tipis Dua Dimensi

Pada teknik kromatografi lapis tipis, fase diamnya terdiri dari lapisan tipis adsorben

berupa silika gel, alumina atau selulosa pada plat pembawa seperti lempengan gelas,

alumunium foil yang tebal, atau lembaran plastik Plat KLT dibuat dengan mencampur

adsorben dengan sejumlah kecil pengikat yang inert seperti Kalsium sulfat (CaSO4) dan

air yang menyebar pada pembawa, mengeringkan plat, dan mengaktivasi adsorben

dengan memanaskannya dalam oven. Ketebalan lapisan adsorben berukuran kira-kira

0,1-0,25 mm pada analisis dan 1-2 mm pada KLT preparatif.

Untuk mengetahui berapa senyawa yang terkandung dalam ekstrak foeniculli

fructus maka kita dapat menggunakan data Rf yang diperoleh dengan menggunakan

analisis kromatografi lapis tipis dengan penjerap silica gel dan pengembang yang

merupakan perbandingan dari n-heksan dan etil asetat (93:7) dengan 11 fraksi.

Dimasukkan kurang lebih 100 ml pelarut/larutan pengembang ke dalam bejana

kromatografi hingga tinggi pelarut 0,5 cm sampai 1 cm, tutup rapat, biarkan sistem

mencapai keseimbangan . Larutan pengembang ditunggu sampai keadaan jenuh dengan

menutup chamber dengan kaca sehingga chamber menjadi vakum, akibatnya larutan

pengembang yang dimasukkan ke dalam chamber mengalami penguapan namun tidak

dapat keluar dari chamber sehingga diperoleh suasana yang jenuh. Pada suasana jenuh ini

Page 19: Resume Fitokimia

penguapan dari larutan pengembang akan menghasilkan tekanan ke atas. Keadaan inilah

dimanfaatkan untuk melajukan larutan pengembang.

Masing-masing eluat yang diperoleh dari kromatografi kolom ditotolkan di atas

pelat silika. Penotolan dilakukan sampai terlihat adanya bercak pada sinar UV. Pelat

dimasukkan ke dalam chamber yang telah jenuh dengan larutan pengembang, hingga

tempat penutulan terletak di sebelah bawah, pelarut yang ada di dalam bejana harus

mencapai tepi bawah lapisan penyerap, tempat penutulan tidak boleh terendam. Tinggi

larutan pengembang diatur agar tidak melewati garis awal pelat. Jika garis awal terendam

dalam larutan pengembang dikhawatirkan senyawa yang ditotolkan pada plat larut dalam

larutan pengembang atau senyawa tersebut tidak dapat naik Bejana ditutup rapat dengan

pertolongan zat lemak penutup, dan dibiarkan hingga pelarut merambat lebih kurang 10

cm di atas titik penutulan. Senyawa yang bersifat non polar akan ikut tertarik oleh

pengembang, tetapi senyawa yang bersifat polar akan tertahan pada silika. Setelah

pengembang sampai pada garis akhir pada pelat, pelat diangkat dan didiamkan hingga

kering. Kemudian pelat dilihat di bawah UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366

nm. Kemudian bercak yang terlihat di bawah UV di catat faktor retardasinya. Setelah

bercak di tandai kemudian hasil kromatografi di semprot vanilin sulfat kemudian di catat

retardasinya.

Foto pada sinar tampak :

Page 20: Resume Fitokimia

Foto pada UV 254 :

Foto pada UV 366 :

Foto pada penampak bercak :

Page 21: Resume Fitokimia

Setiap noda yang dihasilkan pada plat silika gel menandakan adanya pemisahan

yang terjadi dalam metabolit sekunder yang terdapat pada Foniculli fructus berdasarkan

sifat kepolarannya. Hal ini yang mendasari penggunaan etil asetat dan n-heksan sebagai

eluen, karena n-heksan bersifat sangat polar sedangkan etil asetat bersifat non-polar,

sehingga berdasarkan hukum Like Dissolve Like maka zat atau senyawa yang memiliki

sifat kepolaran akan larut dalam pelarut yang memiliki sifat kepolaran yang sama.

Adanya kesamaan ekstrak dan jarak pada tiap noda menandakan terjadinya

pemisahan senyawa metabolit yang sama pada tiap fraksi dengan menggunakan

penampak bercak apapun.

Bedasarkan literatur faktor retardasi (Rf)dari senyawa anetol adalah 0,41. Pada

hasil percobaan UV 366 pada fraksi ke 1,4, dan 9 yang mempunyai nilai 0.44. Kemudian

pada penyemprotan vanilin sulfat yang mendekati senyawa anetol pada fraksi 4 dan 5

yang mempuyai nilai sebesar 0.44. Sedangkan pada UV 254 tidak ada yang mempunyai

nilai Rf yang sama pada literatur hal ini disebabkan oleh tidak bisa dilihatnya senyawa

anetol pada UV 254.

Perbedaan nilai faktor retardasi ini dapat disebabkan pada kurangnya penjenuhan

larutan pengembang yang mengakibatkan pemisahan pengembang dengan sampel tidak

sempurna dan juga dapat disebabkan pula pada penetolan dengan pipa kapiler yang tidak

sempurna.

Page 22: Resume Fitokimia

IV. KESIMPULAN

1. Dari kromatografi kolom diperoleh 11 fraksi sebagai hasil pemisahan ekstrak

dari simplisia Foeniculli fruktus.

2. Dari Kromatografi lapis tipis diketahui satu fraksi yang mengandung satu isolat

dari fraksi hasil kromatografi kolom yaitu fraksi nomor 1,4, dan 9 pada panjang

gelombang 366nm dengan Rf = 0.44.

3. Dari Kromatografi lapis tipis diketahui satu fraksi yang mengandung satu isolat

dari fraksi hasil kromatografi kolom yaitu fraksi nomor 4,dan 5 pada

penyemprotan vanilin sulfat dengan Rf = 0.44.

Page 23: Resume Fitokimia

METODE PEMISAHAN METABOLIT SEKUNDER FOENICULLI FRUCTUS DENGAN

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF DAN KROMATOGRAFI KOLOM

I. PROSEDUR

Kromatografi kolom

Kolom untuk kromatografi disiapkan. Bagian alasnya dilapisi kapas. Larutan

pengelusi disiapkan yaitu n-heksan dan etil asetat (97:3). Penjerap dicampur dengan

larutan pengelusi secukupnya hingga dihasilkan bubur penjerap yang homogen.

Bubur penjerap yang telah dihomogenkan kemudian dimasukkan ke dalam kolom

hingga batas tertentu. Dipehatikan keberdamaan penjerap di semua tempat dalam

kolom, karena adanya rongga-rongga udara atau ketidakbersamaan penjerap dalam

kolom akan berpengaruh buruk pada proses pemisahan. Kolom kemudian dielusi

dengan larutan pengelusi hingga diperoleh kolom yang stabil. Ekstrak yang

dipisahkan ditempatkan di atas penjerap dalam bentuk lapisan tipis yang rata di atas

seluruh permukaan penjerap. Setelah itu dilakukan proses elusi, eluat yang

dihasilkan ditampung setiap 5 mL ke dalam vial.

Kromatografi Lapis Tipis

Masing-masing eluat yang diperoleh dari kromatografi kolom ditotolkan di

atas pelat. Penotolan dilakukan sampai terlihat adanya bercak. Pengembang

disiapkan dengan mencampur toluen dan etanol dengan perbandingan 97:3 di dalam

chamber. Tinggi larutan pengembang diatur agar tidak melewati garis awal pelat.

Kemudian pelat dimasukkan kedalam chamber yang telah jenuh dengan larutan

pengembang. Setelah pengembang sampai pada garis akhir pada pelat, pelat

diangkat dan didiamkan hingga kering. Kemudian pelat dilihat di bawah UV pada

panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.

Kromatografi Lapis Tipis Dua Dimensi

Dari hasil kromatogram pada Kromatografi Lapi Tipis, dipilih fraksi yang

menghasilkan satu bercak pada pola kromatogramnya. Fraksi tersebut kemudian

ditotolkan pada pelat. Kemudian dibuat larutan pengembang (n-heksan:etil asetat =

Page 24: Resume Fitokimia

97:3). Tinggi larutan pengembang diatur agar tidak melewati garis awal pelat Pelat

dimasukkan ke dalam chamber yang telah jenuh dengan larutan pengembang.

Setelah pengembang sampai pada garis akhir pada pelat, pelat diangkat dan

didiamkan hingga kering. Kemudian pelat dilihat di bawah UV pada panjang

gelombang 254 nm dan 366 nm. Kemudian bercak yang terlihat di bawah UV

ditandai. Kemudian dilakukan KLT lagi dengan pelat yang sama tetapi garis awal

berubah. Pelat dimasukkan ke dalam chamber yang telah berisi pengembang yang

telah jenuh yaitu n-heksan:etil asetat perbandingan97:3 Bercak yang telah ditandai

pada pelat dijadikan sebagai garis awal. Setelah pengembang sampai pada garis

akhir pada pelat, pelat diangkat dan didiamkan hingga kering. Kemudian pelat

dilihat di bawah UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.

II. DATA PENGAMATAN

Page 25: Resume Fitokimia

III. PEMBAHASAN

Percobaan kali ini bertujuan untuk melakukan pemisahan metabolit sekunder

dari hasil fraksinasi Foeniculli fructus dengan metode kromatorafi kolom dan

mendapatkan satu komponen metabolit sekunder dangan metode Kromatografi

Lapis Tipis (KLT) dua dimensi.

Pertama, kolom untuk kromatografi disiapkan. Bagian alasnya dilapisi kapas

agar fraksi yang akan ditampung tersaring. Larutan pengelusi disiapkan yaitu n-

heksan dan etil asetat dengan perbandingan 97:3. Penjerap dicampur dengan larutan

pengelusi secukupnya hingga dihasilkan bubur penjerap yang homogen. Penjerap

(silika gel) perlu dibuat dalam bentuk bubur agar dihasilkan kolom yang baik dan

Page 26: Resume Fitokimia

tidak mudah retak.Bubur penjerap yang telah dihomogenkan kemudian dimasukkan

ke dalam kolom hingga batas tertentu. Diperhatikan keberadaan penjerap di semua

tempat dalam kolom, karena adanya rongga-rongga udara atau ketidakbersamaan

penjerap dalam kolom akan berpengaruh buruk pada proses pemisahan. Kolom

kemudian dielusi dengan larutan pengelusi hingga diperoleh kolom yang stabil.

Kolom yang stabil di peroleh apabila tetesan yang dihasilkan sudah konstan.

Setelah dihasilkan kolom yang mantap dijaga agar penjerap tidak kering agar

kolom tidak retak. Ekstrak yang dipisahkan ditempatkan di atas penjerap dalam

bentuk lapisan tipis yang rata di atas seluruh permukaan penjerap. Setelah itu

dilakukan proses elusi, eluat yang dihasilkan ditampung setiap 5 mL ke dalam vial.

Tujuan penampungan fraksi setiap 5 mL adalah perkiraan dimana dalam tiap 5 mL

tersebut mengandung satu isolat. Pada fraksi 1 sampai 18 diperoleh fraksi yang

warnanya sama (bening) tetapi pada bagian atas kolom masih terdapat pita-pita.

Untuk mempercepat turunnya pita tersebut maka, perbandingan cairan pengelusi

diubah menjadi n-heksan dan etil asetat perbandingan 9:1. Pengelusi ini dapat

mempercepat turunnya pita yang terdapat di bagian atas kolom (senyawa polar

yang tertahan pada silika yang turun belakangan) karena perbandingan ini

mempunyai kepolaran yang lebih tinggi dari pengelusi sebelumnya sehingga

senyawa polar yang masih tertahan dapat terbawa oleh pengelusi tersebut.

Masing-masing eluat yang diperoleh dari kromatografi kolom ditotolkan di

atas pelat silika. Penotolan dilakukan sampai terlihat adanya bercak pada sinar UV.

Pengembang disiapkan dengan mencampur toluen dan etanol dengan perbandingan

97:3 di dalam chamber. Tinggi larutan pengembang diatur agar tidak melewati

garis awal pelat. Jika garis awal terendam dalam larutan pengembang

dikhawatirkan senyawa yang ditotolkan pada plat larut dalam larutan pengembang

atau senyawa tersebut tidak dapat naik. Kemudian pelat dimasukkan kedalam

chamber yang telah jenuh dengan larutan pengembang. Larutan pengembang

ditunggu sampai keadaan jenuh dengan menutup chamber dengan kaca sehingga

chamber menjadi vakum, akibatnya larutan pengembang yang dimasukkan ke

dalam chamber mengal;ami penguapan namun tidak dapat keluar dari chamber

sehingga diperoleh suasana yang jenuh. Pada suasana jenuh ini penguapan dari

Page 27: Resume Fitokimia

larutan pengembang akan menghasilkan tekanan ke atas. Keadaan inilah

dimanfaatkan untuk melajukan larutan pengembang. Senyawa yang bersifat non

polar akan ikut tertarik oleh pengembang, tetapi senyawa yang bersifat polar akan

tertahan pada silika. Setelah pengembang sampai pada garis akhir pada pelat, pelat

diangkat dan didiamkan hingga kering. Kemudian pelat dilihat di bawah UV pada

panjang gelombang 254 nm, 366 nm dan penampak bercak.

Kromatografi Lapis Tipis Dua Dimensi

Dari hasil kromatogram pada Kromatografi Lapi Tipis, dipilih fraksi yang

menghasilkan satu bercak pada pola kromatogramnya yaitu fraksi nomor lima.

Fraksi tersebut kemudian ditotolkan pada pelat. Kemudian dibuat larutan

pengembang (n-heksan-etil asetat = 97:3). Tinggi larutan pengembang diatur agar

tidak melewati garis awal pelat. Pelat dimasukkan ke dalam chamber yang telah

jenuh dengan larutan pengembang. Setelah pengembang sampai pada garis akhir

pada pelat, pelat diangkat dan didiamkan hingga kering. Kemudian pelat dilihat di

bawah UV pada panjang gelombang 254 nm 366 nm dan penampak bercak.

Kemudian bercak yang terlihat di bawah UV ditandai. Kromatografi lapis tipis dua

dimensi ini adalah untuk menghasilkan isolat yang benar-benar murni.

Dari hasil percobaan diperoleh satu isolat murni dengan menggunakan KLT

dua dimensi yang dilihat pada panjang gelombang 366 nm dengan pengembang n-

heksan : etil asetat (97:3) diperoleh Rf = ....

Page 28: Resume Fitokimia

IV. KESIMPULAN

1. Dari kromatografi kolom diperoleh 20 fraksi sebagai hasil pemisahan ekstrak

simplisia Foeniculli fructus.

2. Dari Kromatografi lapis tipis diketahui satu fraksi yang mengandung satu

isolat dari fraksi hasil kromatografi kolom yaitu fraksi nomor ….pada

panjang gelombang 366 nm bercak berwarna ungu dengan Rf = ….

3. Dari kromatografi lapis tipis dua dimensi diperoleh satu isolat murni pada

panjang gelombang …. nm, warna ….dengan Rf = …..