Post on 15-Apr-2017
AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 50
C5 Immunodefisiensi Didapat
Topik : Immunodefisiensi Didapat
Tutor : dr. Yenny Djuardi, PhD
A. Penyebab Immunodefisiensi Didapat
- Didapat dan bukan genetik
- Dapat dibagi dua, antara lain :
Immunosupresi karena penyakit lain
Immunodefisiensi iatrogenik akibat terapi penyakit lain
- Penyebab dari imunodefisiensi dapat terjadi akibat berikut :
1. Malnutrisi Protein
o Sering terjadi di negara berkembang dan terbanyak di
dunia
o Mengganggu perkembangan dan fungsi sel imun
karena menghambat produksi sel imun serta
komunikasi sel imun
2. Kanker Sumsum Tulang dan Leukimia
o Mengganggu perkembangan limfosit disumsum tulang
o Tumor menghasilkan substansi yang mengganggu
perkembangan dan fungsi sel imun
o Contohnya : Penyakit Hodgkins
3. Radiasi dan Kemoterapi untuk Kanker
o Obat-obat kemoterapi akan bersifat sitotoksik
terhadap limfosit
o Terdapat periode imunosupresi dan rentan infeksi
sehabis kemoterapi
o Biasanya setelah kemoterapi pasien akan lebih rentan
dengan penyakit
4. Immunosupresi Untuk Transplan atau Autoimun
o Mencegah inflamasi atau penolakan organ untuk
transplantasi
o Reaksi inflamasi dihambat oleh kortikosteroid
o Reaksi ... dihambat oleh siklosporin
5. Obat-Obatan Imunosupresi untuk Transplan
o Tujuannya mencegah rejeksi organ transplan
o Dilakukan dengan terapi induksi agar :
a) Mencegah aktivasi sel T
b) Daclizumab dan basiliximab untuk menghambat
reseptor CD25
c) Di mana daclizumab lebih aman dibandin
basiliximab
o Berikut contoh obat lain yang digunakan setelah terapi
induksi yaitu untuk terapi perawatan, antara lain
adalah glukokortikoid, siklosporin, takrolimus,
sirolimus, mikofenilat mofetil, azathioprine, antibodi
monoklonal (muronomab), daclizumab, basiliximab,
dan antibodi poliklonal (ATG)
AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 51
C5 Immunodefisiensi Didapat
o Ada juga obat untuk imunosupresi bagi penyakit
autoimun, antara lain methotrexate, leflunomide,
etanerecept, infliximab, adalimumab, dan
glukokortikoid yang intinya menghambat proses
inflamasi bagi seseorang pengidap autoimun
6. Splenektomi
o Limpa berfungsi dalam menghancurkan bakteri,
tempat recycle sel darah merah yang sudah tua, serta
maturasi sel T dan sel B setelah presentasi antigen
oleh sel T dan APC seperti sel dendritik
o Dilakukan karena trauma atau penyakit hematologi
tertentu
o Rentan akan bakteri berkapsul seperti Streptococcus
pneumoniae akibat defek pembersihan opsonisasi
mikroba di darah serta defek respon antibodi akibat
tidak adanya marginal center
B. Virologi dari HIV (Struktur, Replikasi, dan Mekanisme Infeksi)
Berikut struktur dari HIV secara lengkap, antara lain :
- Intinya HIV merupakan salah satu retrovirus yang memiliki
materi genetik RNA serta memiliki enzim reverse transcriptase
yang mampu mengubah konformasi RNA menjadi DNA
- Struktur HIV :
Terlihat pada permukaan sel T
Disusun oleh 2 RNA yang identik serta enzim yang antara
lain enzim reverse transcriptase, integrase, dan protease
Enzim serta RNA dibungkus oleh protein kapsid p24 yang
dikelilingi oleh matriks protein p17 serta diselubungi
membran fosfolipid envelope dari sel host
Gambar 5.1 Struktur HIV1
AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 52
C5 Immunodefisiensi Didapat
Akan menempel pada reseptor CD4 dan koreseptor
kemokin
Susunan genom dari HIV :
o Protein gag terbagi menjadi empat protein struktural
antara lain MA,CA, NC, dan p6
o Protein env terbagi menjadi SU (permukaan 9p120)
dan TM 9 (transmembran gp41)
o Protein pol akan memproduksi enzim PR (protease), RT
(reverse transcriptase), dan IN (integrase)
- Mekanisme replikasi DNA virus :
Envelope berikatan ke CD4 serta reseptor kemokin
Gambar 5.2 Struktur Genom Virus1
Gambar 5.3 Fusi Envelope ke Membran Sel1
AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 53
C5 Immunodefisiensi Didapat
Terjadi fusi enveope dengan sel (gp120 berikatan ke CD4+)
sehingga terjadi perubahan konformasi gp120 sehingga
dapat berikatan ke reseptor kemokin hasilnya konformasi
bentuk gp41 sehingga mampu menginjeksi fusion peptide
ke membran sel serta menginduksi genom virus masuk ke
sel host
Pelepasan materi genetik
Pengubahan RNA menjadi DNA dengan bantuan enzim RT
Terjadi integrasi DNA virus ke DNA host dengan bantuan
enzim IN sehingga membentuk provirus
Terjadi transkripsi yang dibantu protein tat sebagai
enhancer dan faktor transkripsi nF-kb dan SP-1
Terjadi pelepasan materi genetik membentuk HIV
protein
Kemudian keluar membran sel dan berikatan dengan
glikoprotein sebagai envelope
- Berikut mekanisme infeksi HIV kepada sel host :
Infeksi sel mukosa
Menginduksi sel dendritik dan sel T helper
Antigen dibawa ke kelenjar getah bening
Terjadi presentasi antigen
Terjadi penyebaran infeksi ke seluruh tubuh melalui
darah sehingga kondisinya disebut dengan viremia
Terbentuklah anti-HIV antibodi dan HIV-specific CTLs
namun tidak kuat menghancurkan HIV
Terjadi stabilisasi infeksi kronik
Sampai terjadi penyakit AIDS di mana akan terjadi
deplesi sel T helper sehingga terjadi imunodefisiensi
Gambar 5.4 Mekanisme Infeksi HIV1
Gambar 5.5 Mekanisme Infeksi HIV1
AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 54
C5 Immunodefisiensi Didapat
C. Progresivitas Penyakit dari Seseorang yang Terinfeksi HIV serta
Pola Serokonversi
Progresivitas merupakan hal yang berkaitan dengan
penyebaran virus dari titik awal infeksi hingga akhirnya enyebar ke
setiap nodus limfa pada tubuh. Semenara serokonversi adalah
produksi antibodi spesifik yang dapat terdeteksi yang spesifik
terhadap mikroorganisme saat infeksi atau vaksinasi.
Berikut tahapan progresivitas, antara lain fase akut, fase
latensi klinis, dan AIDS. Yang dilihat adalah jumlah virus dalam
plasma serta konsenterasi sel T CD4+.
1. Fase Akut
Ada lonjakan tinggi virus yang akan membunuh sel CD4 yang
akan menurun drastis. Terjadi saat 3-6 minggu masa infeksi.
Urutannya :
Sel T CD4+ memori pada organ limfoid mukosa terinfeksi
dan kematian banyak sel yang terinfeksi
Organ limofid mukosa adalah reservoir T CD4+ tebesar
sehingga kehilangan sel T CD4+ dalam jumlah besar
2. Fase Laten (Non-Symptomatic)
Tidak terjadi lonjakan sel CD4 maupun antigen karena sangat
konstan. HIV bereproduksi sangat lambat (konstan) saat
minggu ke 9-12. Dalam fase ini tidak terlihat banyak gejala.
Urutannya :
Fase tanpa gejala klinis
HIV terus bereplikasi sedangkan jumlah T CD4+ terus
menurun hingga di bawah 400 sel/mL
Fase latensi klinis berlangsung selama 2-15 tahun
sebelum berlanjut ke fase AIDS
Tetap terjadi replikasi virus HIV di sel T CD4+ sehingga
levelnya berkurang
Virus memiliki efek sitopatik langsung ke sel T host
Sel yang terinfeksi rentan mengalami apoptosis
Sangat krusial untuk melakukan terapi ARV (Antiretroviral)
3. AIDS
Dimulai dari simptom konstitusional sampai terjadi infeksi
oportunistik yang berbahaya. Berikut urutannya :
Fase setelah fase latensi klinis
Dikatakan AIDS jika jumlah sel T CD4+ di bawah 200
sel/mL
Pada fase ini terjadi infeksi oportunistik oleh
mikroorganisme seperti Candida sp. Dan Mycobacterium
tuberculosis
Infeksi oportunistik terjadi pada seseorang yang memiliki
sistem kekebalan tubuh lemah. Meliputi berbagai penyakit
seperti meningitis kriptokokus, toksoplasmosis, PCP,
oesophagela candidiasis, Kaposi’s sarcoma, dan tuberkulosis.
Gambar 5.6 Jumlah Antibodi
AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 55
C5 Immunodefisiensi Didapat
Serokonversi intinya adalah waktu adanya antibodi HIV
pertama kali di mana secara konversi HIV terjadi antara 3-9
minggu. Antibodi menyebar di plasma namun tidak terlalu efektif
kerjanya karena memang HIV sendiri kurang imunogenik ditambah
antibodi yang dihasilkan tidak mampu melakukan netralisasi
antigen. Jeda antara infeksi primer dan serokonversi disebut
window period yang penting (krusial) untuk identifikasi HIV.
Akan terjadi gejala serokonversi (respon fase akut) yang antara
lain demam, pegal-pegal (myelgia), radang tenggorokan,
kurangnya nafsu makan, sariawan, nyeri sendi, dan turunnya berat
badan sangat drastis. Intinya semakin lama infeksi HIV, maka akan
semakin sedikit jumlah sel T CD4+.
Faktor yang meningkatkan progresivitas antara lain turunnya
sel T CD4+, adanya infeksi HIV, serta semakin tua usia akan
semakin tinggi progresivitas.
D. Diagnosis Pasien Tersangka Infeksi HIV
Dalam melakukan diagnosis pasien yang disangka mengalami
infeksi HIV tentunya harus diambil sampel dari pasien tersebut,
maka sampel yang dapat digunakan antara lain :
a) Darah vena
b) Darah dari tusukan jari
c) Cairan oral (air liur)
d) Urine
Berikut beberapa cara untuk melakukan tes HIV :
1. Rapid Test
Dilakukan dengan mengambil darah pasien yang kemudian
diteteskan pada sebuah kit untuk melakukan tes HIV.
Selanjutya diberikan HIV buffer. Tunggu sampai 15 menit
agar terlihat strip dalam menentukan positif HIV atau tidak.
Jika di kolom C dan T ada strip maka akan positif HIV
namun jika strip hanya pada kolom C maka negatif HIV.
Selain itu jika tesnya baru dibaca lebih dari 15 menit maka
dianggap tidak valid.
2. ELISA
Mengambil sampel darah, urine, atau OMT(oral
mucosal transudate) pasien
Dimasukan ke mikrotiter
Diberikan enzim dan substrat
Selanjutnya akan ada penanda warna
Jika ada warna tertentu maka akan dianggap positif
Sistemnya adalah di dalam mikrotiter sudah ada
antibodi khusus anti-ET, anti-p17, anti-p24, anti-p31,
anti-gp41, dan anti-gp120/160 yang merupakan
komponen virus
Selanjutnya dimasukkan sampel pasien Gambar 5.7 Metode ELISA
AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 56
C5 Immunodefisiensi Didapat
Jika ada antigen yang tadi disebutkan maka antigen
melekat ke antibodi, maka setelah dicuci buffer akan ada
kompleks Ag-Ab
Setelah itu dimasukkan enzim spesifik untuk antibodi dan
subtrat
Jika terjadi perubahan warna maka terjadi penghasilan
produk dari enzim dan antibodi
Ada warna yang tidak bisa dilihat mata telanjang maka
memerlukan spektofotometer
3. Western Blot
Dilakukan untuk konfirmasi hasil positif dari ELISA
Dilakukan dengan memfraksi sari dari HIV-1 berdasarkan
berat molekul menggunakan elektroforesis gel
poliakrilamid
Kemudian akan dibandingkan dengan kontrol yang
memiliki HIV-1
Berikut contoh hasil western blot :
4. Ploymerase Chain Reaction (PCR)
Dilakukan biasanya untuk pemeriksaan neonatal
Di mana akan dilihat hasil amplifikasi DNA bayi untuk
mengecek kadar HIV di dalam darah
Berikut contoh hasil PCR untuk pasien HIV :
Gambar 5.8 Hasil Western Blot dari Hasil ELISA
Gambar 5.9 Hasil PCR dalam Tes HIV
AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 57
C5 Immunodefisiensi Didapat
5. Cytometric Flow
Dilakukan untuk menghitung jumlah sel T helper
Karena dengan adanya HIV ini akan mengurangi jumlah sel
T helper
Dilakukan menggunakan laser dan penanda fluorosens
Pada orang normal, jumlah sel T helper akan berjumlah
dua kali lipat dibanding jumlah sel T sitotoksik
E. Mekanisme Kerja Obat Antiretroviral
Secara umum, obat antiretroviral dapat dibagi menjadi beberapa
macam walaupun pada intinya kinerjanya akan menghambat
enzim reverse transkriptase dan reseptor pada sel terhadap HIV,
berikut macam-macamnya :
1. Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI)
Akan menghambat enzim reverse trannscriptase di mana
harus terjadi tiga tahap fosforilasi untuk aktivasi obat
Gugus 5’-monofosfat dari obat akan berikatan ke ujung 3’
DNA virus
Menyebabkan terjadinya penghambatan reaksi reverse
transcriptase
Berikut macam-macam obat dan fungsinya :
Tabel 5.1 Macam-Macam Obat NRTI
No. Nama Obat Mekanisme Kerja
1. Zidovudin Gugus azidotimidin (AZT) pada
zidovudin mengalami
fosforilasi yang selanjutnya
ujung 5’-monofosfat dari obat
ini akan berikatan dengan
ujung 3’ DNA virus untuk
menghambat reaksi reverse
transkirptase
2. Didanosin
Menghentikan pembentukan
rantai DNA Virus
3. Zalsitabin
4. Stavudin
5. Lamivudin dan
Emtrisitabin
6. Abakavir
Gambar 5.10 Cytometric Flow
Antiretrovirus
NRTI
Zidovudin
Didanosin
NtRTI
Tenofovir
NNRTI
Nevirapin
Efavirenz
PI
Sakuinavir
Ritonavir
Viral Entry Inhibitor
Enfuvirtid
Bisiklam
Diagram 5.1 Macam-Macam Antiretrovirus
AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 58
C5 Immunodefisiensi Didapat
2. Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor (NtRTI)
Obat ini diaktivasi dengan dua tahap fosforilasi sehingga
lebih cepat dan konversinya lebih sempurna
Mekanisme inti dari obat ini adalah dengan menghentikan
pembentukan rantai DNA virus
Contoh obatnya antara lain adalah tenofovir disoproksil
fumarat
3. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI)
Tidak memerlukan fosforilasi untuk aktivasi
Berikatan ke situs aktif enzim reverse transcriptase
sehingga tidak terjadi perubahan konformasi
Toksisitasnya dimetabolisme oleh sitokrom p-450 maka
akan cenderung berinteraksi dengan obat lain
Dapat terjadi resistensi jika ada mutasi pada virus dan
hanya bekerja pada HIV-1
Contoh obatnya antara lain nevirapin, delavirdin, dan
efavirenz
4. Protease Inhibitor (PI)
Obat ini berikatan ke situs aktif HIV-Protease secara
reversible
HIV-protease berperan dalam infektivitas dan pelepasan
poliprotein virus
Obat ini menghambat maturasi virus sehingga virus tidak
virulen
Contoh obatnya antara lain adalah sakuinavir, ritonavir,
indinavir, nelfinavir, amprenavir, liponavir, dan atazanavir
5. Viral Entry Inhibitor
Akan menghambat fusi virus ke sel
Di mana akan menghambat HIV untuk berikatan ke
reseptor CXCR4
Contoh obat ini antara lain adalah enfuvirtid dan bisiklam
F. Monitoring Respon Terapi atau Efek Samping Obat pada Pasien
Terinfeksi HIV
Saat seseorang menerima obat akan terjadi 3 kegagalan, antara
lain :
1. Kegagalan klinis
Terjadi pada dewasa dan remaja
Terjadi pada tahap 4 saat 6 bulan dalam melakukan
treatmen
AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 59
C5 Immunodefisiensi Didapat
2. Kegagalan imunologikal
Tidak dapat mengatur kadar CD4+
Di mana akan terjadi kekurangan level CD4+
3. Kegagalan virologi
Virus dalam plasma mencapai 1000 kopi/mL
Untuk monitoring, akan dilakukan empat macam tes, antara lain :
1. Viral Load Test
Menghitung jumlah partikel virus HIV pada darah di mana jika
lebih dari 1000 kopi/mL maka terjadi treatment failure.
Monitor dilakukan setiap 6-12 bulan sekali. Fungsinya untuk
indikasi dini adanya treatment failure dan harus beralih ke
second line drugs.
2. Immunological Monitoring
Dilakukan dengan menghitung CD4 dalam tubuh. Dilakukan
jika viral load test terlalu mahal. Dilakukan setiap 3-6 bulan
sekali untuk mengecek kapan harus distimulasi ART. Jika
pengecekan terakhir CD4 < 200 maka perlu pemeriksaan tiap
3-6 bulan, jika CD4 sekitar 201-500 maka perlu dicek setiap
setahun sekali, namun jika CD 4 lebih dari 500 maka tidak
perlu penngecekan. Jika positif harus terjadi pengubahan ART
untuk kegagalan virologi, selanjutnya stable ART.
3. Drug Resistance
Dilihat genotip atau fenotipnya. Untuk melihat apakah obatnya
cocok atau tidak. Jika secara genotip dilakukan dengan PCR
dan DNA sequencing untuk mengecek ada mutasi atau tidak.
Jika fenotip dilihat dari kemampuan HIV untuk tetap
bereplikasi dalam tubuh atau tidak.
4. Human Leukocyte Antigen Testing
Dilakukan tes pada HLA-B* 5701 sebelum inisiasi abacavir
(ABC). Karena jika HLA positif diberikan ABC maka akan terjadi
reaksi hipersensitivitas.
Cara lainnya :
5. CBC (Complete Blood Count)
Menghitung jumlah keseluruhan sel darah. Di mana penderita
HIV memiliki leukosit dan trombosit lemah.
6. Fasting Lipid Panel
Menghitung kadar kolesterol dan trigliserida dalam tubuh.
7. Blood Sugar Checking
Menghitung kadar gula darah tubuh.
8. Kidney Function Test
Melihat kinerja filtrasi glomerulus.