Discussion Notes 5 Immunodefisiensi Didapat

10
AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 50 C5 Immunodefisiensi Didapat Topik : Immunodefisiensi Didapat Tutor : dr. Yenny Djuardi, PhD A. Penyebab Immunodefisiensi Didapat - Didapat dan bukan genetik - Dapat dibagi dua, antara lain : Immunosupresi karena penyakit lain Immunodefisiensi iatrogenik akibat terapi penyakit lain - Penyebab dari imunodefisiensi dapat terjadi akibat berikut : 1. Malnutrisi Protein o Sering terjadi di negara berkembang dan terbanyak di dunia o Mengganggu perkembangan dan fungsi sel imun karena menghambat produksi sel imun serta komunikasi sel imun 2. Kanker Sumsum Tulang dan Leukimia o Mengganggu perkembangan limfosit disumsum tulang o Tumor menghasilkan substansi yang mengganggu perkembangan dan fungsi sel imun o Contohnya : Penyakit Hodgkins 3. Radiasi dan Kemoterapi untuk Kanker o Obat-obat kemoterapi akan bersifat sitotoksik terhadap limfosit o Terdapat periode imunosupresi dan rentan infeksi sehabis kemoterapi o Biasanya setelah kemoterapi pasien akan lebih rentan dengan penyakit 4. Immunosupresi Untuk Transplan atau Autoimun o Mencegah inflamasi atau penolakan organ untuk transplantasi o Reaksi inflamasi dihambat oleh kortikosteroid o Reaksi ... dihambat oleh siklosporin 5. Obat-Obatan Imunosupresi untuk Transplan o Tujuannya mencegah rejeksi organ transplan o Dilakukan dengan terapi induksi agar : a) Mencegah aktivasi sel T b) Daclizumab dan basiliximab untuk menghambat reseptor CD25 c) Di mana daclizumab lebih aman dibandin basiliximab o Berikut contoh obat lain yang digunakan setelah terapi induksi yaitu untuk terapi perawatan, antara lain adalah glukokortikoid, siklosporin, takrolimus, sirolimus, mikofenilat mofetil, azathioprine, antibodi monoklonal (muronomab), daclizumab, basiliximab, dan antibodi poliklonal (ATG)

Transcript of Discussion Notes 5 Immunodefisiensi Didapat

Page 1: Discussion Notes 5 Immunodefisiensi Didapat

AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 50

C5 Immunodefisiensi Didapat

Topik : Immunodefisiensi Didapat

Tutor : dr. Yenny Djuardi, PhD

A. Penyebab Immunodefisiensi Didapat

- Didapat dan bukan genetik

- Dapat dibagi dua, antara lain :

Immunosupresi karena penyakit lain

Immunodefisiensi iatrogenik akibat terapi penyakit lain

- Penyebab dari imunodefisiensi dapat terjadi akibat berikut :

1. Malnutrisi Protein

o Sering terjadi di negara berkembang dan terbanyak di

dunia

o Mengganggu perkembangan dan fungsi sel imun

karena menghambat produksi sel imun serta

komunikasi sel imun

2. Kanker Sumsum Tulang dan Leukimia

o Mengganggu perkembangan limfosit disumsum tulang

o Tumor menghasilkan substansi yang mengganggu

perkembangan dan fungsi sel imun

o Contohnya : Penyakit Hodgkins

3. Radiasi dan Kemoterapi untuk Kanker

o Obat-obat kemoterapi akan bersifat sitotoksik

terhadap limfosit

o Terdapat periode imunosupresi dan rentan infeksi

sehabis kemoterapi

o Biasanya setelah kemoterapi pasien akan lebih rentan

dengan penyakit

4. Immunosupresi Untuk Transplan atau Autoimun

o Mencegah inflamasi atau penolakan organ untuk

transplantasi

o Reaksi inflamasi dihambat oleh kortikosteroid

o Reaksi ... dihambat oleh siklosporin

5. Obat-Obatan Imunosupresi untuk Transplan

o Tujuannya mencegah rejeksi organ transplan

o Dilakukan dengan terapi induksi agar :

a) Mencegah aktivasi sel T

b) Daclizumab dan basiliximab untuk menghambat

reseptor CD25

c) Di mana daclizumab lebih aman dibandin

basiliximab

o Berikut contoh obat lain yang digunakan setelah terapi

induksi yaitu untuk terapi perawatan, antara lain

adalah glukokortikoid, siklosporin, takrolimus,

sirolimus, mikofenilat mofetil, azathioprine, antibodi

monoklonal (muronomab), daclizumab, basiliximab,

dan antibodi poliklonal (ATG)

Page 2: Discussion Notes 5 Immunodefisiensi Didapat

AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 51

C5 Immunodefisiensi Didapat

o Ada juga obat untuk imunosupresi bagi penyakit

autoimun, antara lain methotrexate, leflunomide,

etanerecept, infliximab, adalimumab, dan

glukokortikoid yang intinya menghambat proses

inflamasi bagi seseorang pengidap autoimun

6. Splenektomi

o Limpa berfungsi dalam menghancurkan bakteri,

tempat recycle sel darah merah yang sudah tua, serta

maturasi sel T dan sel B setelah presentasi antigen

oleh sel T dan APC seperti sel dendritik

o Dilakukan karena trauma atau penyakit hematologi

tertentu

o Rentan akan bakteri berkapsul seperti Streptococcus

pneumoniae akibat defek pembersihan opsonisasi

mikroba di darah serta defek respon antibodi akibat

tidak adanya marginal center

B. Virologi dari HIV (Struktur, Replikasi, dan Mekanisme Infeksi)

Berikut struktur dari HIV secara lengkap, antara lain :

- Intinya HIV merupakan salah satu retrovirus yang memiliki

materi genetik RNA serta memiliki enzim reverse transcriptase

yang mampu mengubah konformasi RNA menjadi DNA

- Struktur HIV :

Terlihat pada permukaan sel T

Disusun oleh 2 RNA yang identik serta enzim yang antara

lain enzim reverse transcriptase, integrase, dan protease

Enzim serta RNA dibungkus oleh protein kapsid p24 yang

dikelilingi oleh matriks protein p17 serta diselubungi

membran fosfolipid envelope dari sel host

Gambar 5.1 Struktur HIV1

Page 3: Discussion Notes 5 Immunodefisiensi Didapat

AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 52

C5 Immunodefisiensi Didapat

Akan menempel pada reseptor CD4 dan koreseptor

kemokin

Susunan genom dari HIV :

o Protein gag terbagi menjadi empat protein struktural

antara lain MA,CA, NC, dan p6

o Protein env terbagi menjadi SU (permukaan 9p120)

dan TM 9 (transmembran gp41)

o Protein pol akan memproduksi enzim PR (protease), RT

(reverse transcriptase), dan IN (integrase)

- Mekanisme replikasi DNA virus :

Envelope berikatan ke CD4 serta reseptor kemokin

Gambar 5.2 Struktur Genom Virus1

Gambar 5.3 Fusi Envelope ke Membran Sel1

Page 4: Discussion Notes 5 Immunodefisiensi Didapat

AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 53

C5 Immunodefisiensi Didapat

Terjadi fusi enveope dengan sel (gp120 berikatan ke CD4+)

sehingga terjadi perubahan konformasi gp120 sehingga

dapat berikatan ke reseptor kemokin hasilnya konformasi

bentuk gp41 sehingga mampu menginjeksi fusion peptide

ke membran sel serta menginduksi genom virus masuk ke

sel host

Pelepasan materi genetik

Pengubahan RNA menjadi DNA dengan bantuan enzim RT

Terjadi integrasi DNA virus ke DNA host dengan bantuan

enzim IN sehingga membentuk provirus

Terjadi transkripsi yang dibantu protein tat sebagai

enhancer dan faktor transkripsi nF-kb dan SP-1

Terjadi pelepasan materi genetik membentuk HIV

protein

Kemudian keluar membran sel dan berikatan dengan

glikoprotein sebagai envelope

- Berikut mekanisme infeksi HIV kepada sel host :

Infeksi sel mukosa

Menginduksi sel dendritik dan sel T helper

Antigen dibawa ke kelenjar getah bening

Terjadi presentasi antigen

Terjadi penyebaran infeksi ke seluruh tubuh melalui

darah sehingga kondisinya disebut dengan viremia

Terbentuklah anti-HIV antibodi dan HIV-specific CTLs

namun tidak kuat menghancurkan HIV

Terjadi stabilisasi infeksi kronik

Sampai terjadi penyakit AIDS di mana akan terjadi

deplesi sel T helper sehingga terjadi imunodefisiensi

Gambar 5.4 Mekanisme Infeksi HIV1

Gambar 5.5 Mekanisme Infeksi HIV1

Page 5: Discussion Notes 5 Immunodefisiensi Didapat

AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 54

C5 Immunodefisiensi Didapat

C. Progresivitas Penyakit dari Seseorang yang Terinfeksi HIV serta

Pola Serokonversi

Progresivitas merupakan hal yang berkaitan dengan

penyebaran virus dari titik awal infeksi hingga akhirnya enyebar ke

setiap nodus limfa pada tubuh. Semenara serokonversi adalah

produksi antibodi spesifik yang dapat terdeteksi yang spesifik

terhadap mikroorganisme saat infeksi atau vaksinasi.

Berikut tahapan progresivitas, antara lain fase akut, fase

latensi klinis, dan AIDS. Yang dilihat adalah jumlah virus dalam

plasma serta konsenterasi sel T CD4+.

1. Fase Akut

Ada lonjakan tinggi virus yang akan membunuh sel CD4 yang

akan menurun drastis. Terjadi saat 3-6 minggu masa infeksi.

Urutannya :

Sel T CD4+ memori pada organ limfoid mukosa terinfeksi

dan kematian banyak sel yang terinfeksi

Organ limofid mukosa adalah reservoir T CD4+ tebesar

sehingga kehilangan sel T CD4+ dalam jumlah besar

2. Fase Laten (Non-Symptomatic)

Tidak terjadi lonjakan sel CD4 maupun antigen karena sangat

konstan. HIV bereproduksi sangat lambat (konstan) saat

minggu ke 9-12. Dalam fase ini tidak terlihat banyak gejala.

Urutannya :

Fase tanpa gejala klinis

HIV terus bereplikasi sedangkan jumlah T CD4+ terus

menurun hingga di bawah 400 sel/mL

Fase latensi klinis berlangsung selama 2-15 tahun

sebelum berlanjut ke fase AIDS

Tetap terjadi replikasi virus HIV di sel T CD4+ sehingga

levelnya berkurang

Virus memiliki efek sitopatik langsung ke sel T host

Sel yang terinfeksi rentan mengalami apoptosis

Sangat krusial untuk melakukan terapi ARV (Antiretroviral)

3. AIDS

Dimulai dari simptom konstitusional sampai terjadi infeksi

oportunistik yang berbahaya. Berikut urutannya :

Fase setelah fase latensi klinis

Dikatakan AIDS jika jumlah sel T CD4+ di bawah 200

sel/mL

Pada fase ini terjadi infeksi oportunistik oleh

mikroorganisme seperti Candida sp. Dan Mycobacterium

tuberculosis

Infeksi oportunistik terjadi pada seseorang yang memiliki

sistem kekebalan tubuh lemah. Meliputi berbagai penyakit

seperti meningitis kriptokokus, toksoplasmosis, PCP,

oesophagela candidiasis, Kaposi’s sarcoma, dan tuberkulosis.

Gambar 5.6 Jumlah Antibodi

Page 6: Discussion Notes 5 Immunodefisiensi Didapat

AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 55

C5 Immunodefisiensi Didapat

Serokonversi intinya adalah waktu adanya antibodi HIV

pertama kali di mana secara konversi HIV terjadi antara 3-9

minggu. Antibodi menyebar di plasma namun tidak terlalu efektif

kerjanya karena memang HIV sendiri kurang imunogenik ditambah

antibodi yang dihasilkan tidak mampu melakukan netralisasi

antigen. Jeda antara infeksi primer dan serokonversi disebut

window period yang penting (krusial) untuk identifikasi HIV.

Akan terjadi gejala serokonversi (respon fase akut) yang antara

lain demam, pegal-pegal (myelgia), radang tenggorokan,

kurangnya nafsu makan, sariawan, nyeri sendi, dan turunnya berat

badan sangat drastis. Intinya semakin lama infeksi HIV, maka akan

semakin sedikit jumlah sel T CD4+.

Faktor yang meningkatkan progresivitas antara lain turunnya

sel T CD4+, adanya infeksi HIV, serta semakin tua usia akan

semakin tinggi progresivitas.

D. Diagnosis Pasien Tersangka Infeksi HIV

Dalam melakukan diagnosis pasien yang disangka mengalami

infeksi HIV tentunya harus diambil sampel dari pasien tersebut,

maka sampel yang dapat digunakan antara lain :

a) Darah vena

b) Darah dari tusukan jari

c) Cairan oral (air liur)

d) Urine

Berikut beberapa cara untuk melakukan tes HIV :

1. Rapid Test

Dilakukan dengan mengambil darah pasien yang kemudian

diteteskan pada sebuah kit untuk melakukan tes HIV.

Selanjutya diberikan HIV buffer. Tunggu sampai 15 menit

agar terlihat strip dalam menentukan positif HIV atau tidak.

Jika di kolom C dan T ada strip maka akan positif HIV

namun jika strip hanya pada kolom C maka negatif HIV.

Selain itu jika tesnya baru dibaca lebih dari 15 menit maka

dianggap tidak valid.

2. ELISA

Mengambil sampel darah, urine, atau OMT(oral

mucosal transudate) pasien

Dimasukan ke mikrotiter

Diberikan enzim dan substrat

Selanjutnya akan ada penanda warna

Jika ada warna tertentu maka akan dianggap positif

Sistemnya adalah di dalam mikrotiter sudah ada

antibodi khusus anti-ET, anti-p17, anti-p24, anti-p31,

anti-gp41, dan anti-gp120/160 yang merupakan

komponen virus

Selanjutnya dimasukkan sampel pasien Gambar 5.7 Metode ELISA

Page 7: Discussion Notes 5 Immunodefisiensi Didapat

AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 56

C5 Immunodefisiensi Didapat

Jika ada antigen yang tadi disebutkan maka antigen

melekat ke antibodi, maka setelah dicuci buffer akan ada

kompleks Ag-Ab

Setelah itu dimasukkan enzim spesifik untuk antibodi dan

subtrat

Jika terjadi perubahan warna maka terjadi penghasilan

produk dari enzim dan antibodi

Ada warna yang tidak bisa dilihat mata telanjang maka

memerlukan spektofotometer

3. Western Blot

Dilakukan untuk konfirmasi hasil positif dari ELISA

Dilakukan dengan memfraksi sari dari HIV-1 berdasarkan

berat molekul menggunakan elektroforesis gel

poliakrilamid

Kemudian akan dibandingkan dengan kontrol yang

memiliki HIV-1

Berikut contoh hasil western blot :

4. Ploymerase Chain Reaction (PCR)

Dilakukan biasanya untuk pemeriksaan neonatal

Di mana akan dilihat hasil amplifikasi DNA bayi untuk

mengecek kadar HIV di dalam darah

Berikut contoh hasil PCR untuk pasien HIV :

Gambar 5.8 Hasil Western Blot dari Hasil ELISA

Gambar 5.9 Hasil PCR dalam Tes HIV

Page 8: Discussion Notes 5 Immunodefisiensi Didapat

AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 57

C5 Immunodefisiensi Didapat

5. Cytometric Flow

Dilakukan untuk menghitung jumlah sel T helper

Karena dengan adanya HIV ini akan mengurangi jumlah sel

T helper

Dilakukan menggunakan laser dan penanda fluorosens

Pada orang normal, jumlah sel T helper akan berjumlah

dua kali lipat dibanding jumlah sel T sitotoksik

E. Mekanisme Kerja Obat Antiretroviral

Secara umum, obat antiretroviral dapat dibagi menjadi beberapa

macam walaupun pada intinya kinerjanya akan menghambat

enzim reverse transkriptase dan reseptor pada sel terhadap HIV,

berikut macam-macamnya :

1. Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI)

Akan menghambat enzim reverse trannscriptase di mana

harus terjadi tiga tahap fosforilasi untuk aktivasi obat

Gugus 5’-monofosfat dari obat akan berikatan ke ujung 3’

DNA virus

Menyebabkan terjadinya penghambatan reaksi reverse

transcriptase

Berikut macam-macam obat dan fungsinya :

Tabel 5.1 Macam-Macam Obat NRTI

No. Nama Obat Mekanisme Kerja

1. Zidovudin Gugus azidotimidin (AZT) pada

zidovudin mengalami

fosforilasi yang selanjutnya

ujung 5’-monofosfat dari obat

ini akan berikatan dengan

ujung 3’ DNA virus untuk

menghambat reaksi reverse

transkirptase

2. Didanosin

Menghentikan pembentukan

rantai DNA Virus

3. Zalsitabin

4. Stavudin

5. Lamivudin dan

Emtrisitabin

6. Abakavir

Gambar 5.10 Cytometric Flow

Antiretrovirus

NRTI

Zidovudin

Didanosin

NtRTI

Tenofovir

NNRTI

Nevirapin

Efavirenz

PI

Sakuinavir

Ritonavir

Viral Entry Inhibitor

Enfuvirtid

Bisiklam

Diagram 5.1 Macam-Macam Antiretrovirus

Page 9: Discussion Notes 5 Immunodefisiensi Didapat

AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 58

C5 Immunodefisiensi Didapat

2. Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor (NtRTI)

Obat ini diaktivasi dengan dua tahap fosforilasi sehingga

lebih cepat dan konversinya lebih sempurna

Mekanisme inti dari obat ini adalah dengan menghentikan

pembentukan rantai DNA virus

Contoh obatnya antara lain adalah tenofovir disoproksil

fumarat

3. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI)

Tidak memerlukan fosforilasi untuk aktivasi

Berikatan ke situs aktif enzim reverse transcriptase

sehingga tidak terjadi perubahan konformasi

Toksisitasnya dimetabolisme oleh sitokrom p-450 maka

akan cenderung berinteraksi dengan obat lain

Dapat terjadi resistensi jika ada mutasi pada virus dan

hanya bekerja pada HIV-1

Contoh obatnya antara lain nevirapin, delavirdin, dan

efavirenz

4. Protease Inhibitor (PI)

Obat ini berikatan ke situs aktif HIV-Protease secara

reversible

HIV-protease berperan dalam infektivitas dan pelepasan

poliprotein virus

Obat ini menghambat maturasi virus sehingga virus tidak

virulen

Contoh obatnya antara lain adalah sakuinavir, ritonavir,

indinavir, nelfinavir, amprenavir, liponavir, dan atazanavir

5. Viral Entry Inhibitor

Akan menghambat fusi virus ke sel

Di mana akan menghambat HIV untuk berikatan ke

reseptor CXCR4

Contoh obat ini antara lain adalah enfuvirtid dan bisiklam

F. Monitoring Respon Terapi atau Efek Samping Obat pada Pasien

Terinfeksi HIV

Saat seseorang menerima obat akan terjadi 3 kegagalan, antara

lain :

1. Kegagalan klinis

Terjadi pada dewasa dan remaja

Terjadi pada tahap 4 saat 6 bulan dalam melakukan

treatmen

Page 10: Discussion Notes 5 Immunodefisiensi Didapat

AUTHORED BY : IQBAL TAUFIQQURRACHMAN 59

C5 Immunodefisiensi Didapat

2. Kegagalan imunologikal

Tidak dapat mengatur kadar CD4+

Di mana akan terjadi kekurangan level CD4+

3. Kegagalan virologi

Virus dalam plasma mencapai 1000 kopi/mL

Untuk monitoring, akan dilakukan empat macam tes, antara lain :

1. Viral Load Test

Menghitung jumlah partikel virus HIV pada darah di mana jika

lebih dari 1000 kopi/mL maka terjadi treatment failure.

Monitor dilakukan setiap 6-12 bulan sekali. Fungsinya untuk

indikasi dini adanya treatment failure dan harus beralih ke

second line drugs.

2. Immunological Monitoring

Dilakukan dengan menghitung CD4 dalam tubuh. Dilakukan

jika viral load test terlalu mahal. Dilakukan setiap 3-6 bulan

sekali untuk mengecek kapan harus distimulasi ART. Jika

pengecekan terakhir CD4 < 200 maka perlu pemeriksaan tiap

3-6 bulan, jika CD4 sekitar 201-500 maka perlu dicek setiap

setahun sekali, namun jika CD 4 lebih dari 500 maka tidak

perlu penngecekan. Jika positif harus terjadi pengubahan ART

untuk kegagalan virologi, selanjutnya stable ART.

3. Drug Resistance

Dilihat genotip atau fenotipnya. Untuk melihat apakah obatnya

cocok atau tidak. Jika secara genotip dilakukan dengan PCR

dan DNA sequencing untuk mengecek ada mutasi atau tidak.

Jika fenotip dilihat dari kemampuan HIV untuk tetap

bereplikasi dalam tubuh atau tidak.

4. Human Leukocyte Antigen Testing

Dilakukan tes pada HLA-B* 5701 sebelum inisiasi abacavir

(ABC). Karena jika HLA positif diberikan ABC maka akan terjadi

reaksi hipersensitivitas.

Cara lainnya :

5. CBC (Complete Blood Count)

Menghitung jumlah keseluruhan sel darah. Di mana penderita

HIV memiliki leukosit dan trombosit lemah.

6. Fasting Lipid Panel

Menghitung kadar kolesterol dan trigliserida dalam tubuh.

7. Blood Sugar Checking

Menghitung kadar gula darah tubuh.

8. Kidney Function Test

Melihat kinerja filtrasi glomerulus.