Post on 12-Mar-2019
DAFTAR ISI
Editorial
Peran C-Reactive Protein untuk Menimbulkan Risiko Penyakit
Hoirun Nisa ........................................................................................................................
1
Analisa Kandungan Kimia Mudah Menguap Dari Lumut Hati Mastigophora Diclados
Dengan Menggunakan Kromatografi Gas – Spektrometri Massa (Kg-Sm)
Ismiarni Komala, Askal Maimulyanti, Iwan Safrudin ..................................................
9
Berbagai Upaya Mereduksi Efek Formalin Saat Praktikum Anatomi
Ahmad Azwar Habibi, Lucky Briliantina, Nurmilasari ...............................................
21
Aplikasi Model Konservasi Levine dalam Asuhan Keperawatan Anak Pasca Bedah
Dengan Masalah Nutrisi di Ruang Pediatric Intensive Care Unit Rsupn Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta
Kustati Budi Lestari ..............................................................................................................
33
Infeksi Oportunistik Protozoa Usus Pada Penderita Hiv/Aids di UPT Puskesmas Ciputat
dan Rumah Sakit Ketergantungan Obat (Rsko Jakarta), Tahun 2014
Din Fitri Rochmawati dan Silvia F. Nasution ...................................................................
54
Pengaruh Puasa Ramadan Terhadap Profil Lipid Darah Endah Wulandari dan Alfiahm .............................................................................................
61
Pengaruh Latihan Abdominal Stretching Terhadap Intensitas Nyeri Haid (Dismenore)
Pada Remaja Putri di Smk Al Furqon Bantarkawung Kabupaten Brebes
Mia Nur Fauziah1, Ratna Pelawati, Waras Budi Utomo ..............................................
69
Gambaran Status Pernafasan Bayi Dengan Ispa yang Mendapatkan Fisioterapi Dada di
RSPAD Gatot Subroto Jakarta
Ns. Mardiyanti, M.Kep, MDS ..........................................................................................
79
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Tuberculosis pada Balita di Desa Karang
Mulya Kecamatan Blanakan, Subang 2014
Jamaludin, S.Kp, M.Kep ......................................................................................................
95
Rehabilitation of Attention Deficits Following Acquired Brain Injury
Mardiyanti .........................................................................................................................
109
Perbandingan Karakteristik Film Sambung Silang Kitosan-Tripolifosfat yang dibuat
dengan Metode Penguapan Pelarut pada Suhu Pengeringan 50°C Dan 60°C
Yuni Anggraeni, Sabrina, Dina Haryanti1 .....................................................................
118
Resistensi Nyamuk Vektor Filariasis Culex Quenquefasciatus Terhadap Insektisida
Cypermetrin 100 Ec (Golongan Piretroid Sintetik)
Evi Indahwati dan Silvia F. Nasution ..............................................................................
129
Pengaruh Terapi Mendengarkan Murottal Al-Qur’an Terhadap Tingkat Kecemasan
Anak Presirkumsisi Di Rumah Sunatan Bintaro
Nadhia Elsa Silviani, Maulina Handayani, Gusrina Komara Putri .............................
137
JMI. Vol.13 No.1, Mei 2016
21
BERBAGAI UPAYA MEREDUKSI EFEK FORMALIN SAAT
PRAKTIKUM ANATOMI
Ahmad Azwar Habibi*, Lucky Briliantina*, Nurmilasari*
Dosen Anatomi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Keseatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pendahuluan
Penggunaan kadaver saat praktikum adalah hal yang penting dan mendasar dalam
rangka mempelajari anatomi tubuh manusia. Kadaver yang digunakan selama ini
selalu menggunakan formaldehid untuk pengawetan. Formaldehid telah digunakan secara
luas diseluruh dunia untuk pengawetan selama bertahun-tahun. Zat ini dipilih
karena:
1. kemampuannya sebagai agen fiksasi yang kuat dan bagus
2. harganya yang terjangkau.
Akan tetapi terlepas dari efek kemanfaatannya, formaldehid tergolong sebagai salah satu
zat berbahaya bagi kesehatan, terutama bagi mahasiswa, instruktur praktikum dan petugas
laboratorium. Paparan terhadap larutan formalin dapat menyebabkan rasa terbakar pada
Abstrak
Penggunaan kadaver saat praktikum adalah hal yang penting dan mendasar dalam rangka
mempelajari anatomi tubuh manusia. Penggunaan formaldehid dalam praktikum anatomi seperti
pisau bermata dua, disatu sisi efektivitasnya sebagai pengawet jaringan tubuh manusia dan
disisi lainnya memiliki efek toksisitas formalin yang membahayakan bagi kesehatan manusia.
Paparan terhadap larutan formaldehid dapat menyebabkan rasa pedih dan terbakar pada mata,
hiperlakrimasi, iritasi jalan nafas dan dermatitis. Penggunaan formaldehid sebagai pengawet tidak
dapat dihindari karena belum tergantikannya kemampuan formaldehid sebagai pengawet jaringan
yang baik dan murah. Beberapa teknik dan cara digunakan untuk menurunkan efek toksik
formaldehid. Upaya tersebut berupa cara sederhana dengan : (1) memperbaiki ventilasi ruangan,
(2) penggunaan karbon aktif, (3) penggunaan infus formalin dengan metode intra cardial dan (4)
memodifikasi campuran larutan bahan pengawet. Masing-masing teknik tersebut memiliki
kelebihan dan kekurangan. Aplikasi dan penerapannya sangat tergantung dengan kemampuan
tiap-tiap laboratorium.
Kata Kunci : Formaldehide, pengawet kadaver, mereduksi efek toksisitas
JMI. Vol.13 No.1, Mei 2016
22
mata, hiperlakrimasi, iritasi jalan nafas dan dermatitis.1 Bahkan menghirup kadar formalin
dalam jumlah yang besar dan terus-menerus dapat menyebabkan kanker nasofaring dan
cavum nasal.2
Penggunaan formaldehid dalam praktikum anatomi seperti pisau bermata dua,
disatu sisi efektivitasnya sebagai pengawet jaringan tubuh manusia dan disisi lainnya
memiliki efek toksisitas yang membahayakan bagi kesehatan tubuh manusia. Beberapa
penelitian dilakukan untuk mengurangi efek toksisitas formaldehid, karena
penggunaannya sebagai bahan pengawet kadaver tidak dapat dihilangkan sepenuhnya.
Hal ini disebabkan fiksasi kadaver tanpa menggunakan formaldehid akan merusak
jaringan sehingga tidak dapat mewakili bentuk fisik manusia hidup dengan baik.3
Oleh
karena itu, tanpa mengurangi efek kemanfaatannya, sudah seharusnya mulai dikembangkan
dan disosialisasikan teknik dan cara penggunaan kadaver sebagai bahan
praktikum yang memiliki efek toksik minimal.
Pada makalah ini akan disajikan beberapa teknik dari berbagai penelitian ilmiah yang
telah terbukti dapat mengurangi efek toksik dari penggunaan formaldehid.
Formaldehid Sebagai Bahan Pengawet Kadaver
Kadaver adalah jenazah dari orang yang mengikhlaskan jasadnya untuk
digunakan sebagai keperluan ilmu pengetahuan, dalam hal ini sebagai media belajar
praktikum anatomi. Untuk mendapatkan gambaran organ dan jaringan tubuh manusia
sebagaimana saat mereka hidup, maka kadaver yang digunakan harus mampu mewakili
keadaan yang sebenarnya. Oleh karena itu, kondisi kadaver harus tetap terjaga dengan
baik, tanpa banyak penyusutan dan kerusakan secara makroskopik.
Untuk menghasilkan kadaver yang awet sehingga dapat digunakan secara maksimal
dalam praktikum anatomi, diperlukan persyaratan sebagai berikut,4
1. Pemilihan kadaver yang tepat. Jenazah yang digunakan adalah jenazah yang masih
JMI. Vol.13 No.1, Mei 2016
23
baru dan belum mengalami pembusukan, idealnya adalah 24 jam setelah kematian
atau 1-3 hari dari refrigator bersuhu 4°C.
2. Pencegahan terhadap terjadinya kekakuan berlebihan (over hardening)
agar fleksibilitas organ yang ada di dalam tubuh tetap baik.
3. Pencegahan terjadinya kekeringan pada tubuh kadaver bagian luar
4. Pencegahan terjadinya infeksi jamur dan pertumbuhan bakteri di tubuh kadaver
5. Meminimalisir efek oksidasi pada kulit kadaver agar kulitnya tidak terlihat lebih
coklat dan gelap.
Untuk memperoleh lima hal tersebut, maka diperlukan larutan pengawet yang tepat.
Selama ini larutan yang digunakan adalah formalin. Formalin adalah formaldehid
yang dilarutkan dalam air dengan konsentrasi akhir 4%. Formaldehide adalah gas tidak
berwarna yang mudah larut dalam air. Di pasaran, dijual dalam larutan tersaturasi dengan
konsentrasi sebesar 37% (by mass) atau 40% (by volume), yang secara konvensional
disebut sebagai formalin 100%. Larutan yang digunakan untuk pengawetan umumnya
diberi buffer sodium tetraborate (borax), hexamethylene tetramine atau fosfat
dalam rangka pencegahan terhadap terbentuknya asam formic yang secara
substansial dapat merusak kualitas jaringan.5
Dibandingkan dengan ethanol, harga
formalin jauh lebih murah sehingga secara luas dipakai sebagai bahan pengawet kadaver.
Menurut rumus kimianya formaldehide atau metanal adalah merupakan suatu
golongan aldehide dari organik alifatis dengan rumus molekul CH20. Ketika dilarutkan
dalam air formaldehid akan berubah menjadi H2C(OH)2 . Sifat dari formaldehid mudah
menguap. P ada temperatur kamar berbentuk gas dengan bau merangsang yang tidak
enak. Zat ini dapat dioksidasi, direduksi, mengadisi dan dapat membentuk alkohol
sekunder. Pada pengawetan jenazah dia bersifat mengubah protein menjadi zat yang kenyal
dan padat sehingga cocok untuk bahan diseksi.
JMI. Vol.13 No.1, Mei 2016
24
Efek Toksik Formaldehid Bagi Tubuh Manusia
Formaldehide secara normal terkandung dalam udara yang kita hirup dengan jumlah
yang sangat rendah yaitu kurang dari 0.03 ppm (parts per million), baik di dalam mapun
di luar ruangan. Pada akhir 1970-an dan awal 1980-an, diketahui bahwa formaldehid dapat
menyebabkan kanker nasal pada tikus percobaan dalam kadar yang tinggi sebesar 6-15
ppm. Selain itu angka kejadian kanker meningkat pada individu yang terekspose
formalin dalam jangka waktu lama dengan kadar 0,6-1 ppm secara terus- menerus.6
Sedangkan, kadar formaldehid yang rendah (≤ 2 ppm) terbukti tidak
menyebabkan kanker pada binatang percobaan.7
Selain dicurigai dapat mencetuskan kanker saluran nafas, menghirup uap formalin
dalam jangka waktu pendek dapat menyebabkan iritasi pada mata, hidung dan
tenggorokan. Namun iritasi ini umumnya reversible. Dosis pencetus terjadinya iritasi pada
tiap orang berbeda-beda, karena sifat keluhan yang subjektif. Mata adalah bagian
tubuh yang paling sensitive terhadap ekpose formalin.8
Level terendah formaldehid dapat tercium oleh saluran nafas manusia adalah ketika
zat ini mencapai kadar 0.03 ppm di udara. Pada percobaan di ruangan tertutup dengan
kadar formalin yang terkontrol, iritasi mata dapat terjadi pada kadar 0.5 ppm. 5 sampai
20% individu mengatakan iritasi mata terjadi pada level 0.5 sampai 1 ppm. Sedangkan
iritasi sensorik dapat terjadi pada dosis yang lebih tinggi dimulai pada 1 ppm.7 Iritasi ringan
pada mata dan saluran nafas umumnya akan muncul pada kadar formaldehid sekitar 1 ppm,
dan iritasi berat dapat terjadi pada kadar 2 sampai 3 ppm.8
Formaldehid yang
ditelan peroral dapat menyebabkan penurunan plasma protein dan albumin,
hyperkeratosis di lambung dan gastitis. Formaldehid dapat menyebabkan mutasi genetik
pada semua tipe dan mampu merusak kromosom.9
JMI. Vol.13 No.1, Mei 2016
25
Berbagai Teknik Pengurangan Toksiksitas Formaldehid Selama Praktikum Anatomi
Terdapat berbagai macam teknik atau metode untuk mengurangi toksisitas
formaldehid, mulai dari tehnik yang sederhana hingga tehnik yang membutuhkan keahlian
dan peralatan khusus. Namun yang terpenting p a r a l a b o r an , i n s t r u k t u r
m a u p u n m a h a s i s w a tetap memakai proteksi diri selama melakukan praktikum
anatomi, seperti memakai masker dan sarung tangan. Berikut ini akan diuraikan beberapa
tehnik tersebut.
1. Infus formalin intra cardial
Salah satu teknik (metoda) yang terbaik adalah infus formalin intra cardinal
dengan tekanan pompa pada pengawetan jenazah menjadi cadaver. Bahan yang digunakan
adalah formalin 10% dalam bentuk formoglycerin. Tekniknya intra cardial dilakukan
sebagai berikut :10
Jarum yang dipergunakan adalah jarum punksi untuk orang dewasa.
Tempat injeksi dilakukan pada sela iga ke-IV kiri, dan lebih kurang 1 cm dari
medial garis medio clavicularis kiri.
Cairan yang digunakan adalah larutan formalin 10% atau formol glycerol
sebanyak 5 liter.
Tekanan yang digunakan adalah tekanan hydrostatik dengan ketinggian 2 meter
atau tekanan pompa sebesar 10-20 kg/cm2.
Waktu yang dibutuhkan cukup 30-60 menit saja.
Metode ini memerlukan suatu keterampilan, untuk menetapkan apakah jarum
telah mengenai ruangan ventrikel kiri atau tidak. Ketepatan posisi jarum dapat
diketahui dengan memaju-mundurkan jarum punksi semabri memperhatikan arus cairan
formalin yang kita masukkan dari tabung atau dari pompa. Dibandingkan cara
konvensional dengan memasukkan formalin ke arteri femoralis, teknik ini dapat
menjadi alternatif karena waktu penyiapannya hanya sebentar, ekpose formalin kepada
JMI. Vol.13 No.1, Mei 2016
26
petugas atau mahasiswa berkurang. Berikut disajikan tabel perbandingan tehnik infus intra
cardial dengan infus ke arteri femoralis (konvensional) berdasarkan penelitian yang
dilakukan di laboratorium anatomi FK USU.9
Kriteria Intra Cardial Konvensional (a.femoralis)
Waktu 1/2 -1 jam 2-3 jam
Tenaga 1-2 orang 3-5 orang
Polusi hampir tidak ada Banyak
Estetika baik Kurang
2. Mengurangi perendaman dalam bak formalin
Tehnik ini umumnya hampir sama dengan tehnik yang lama, dimana formalin
dimasukkan dalam pembuluh darah. Perbedaannya formalin dimasukkan kedalam
tuluh cadaver melalui vena saphena magna, bukan a. femoralis. Vena saphena magna
letaknya lebih superfisial dari pada a.femoralis sehingga lebih mudah ditemukan.
Cairan bahan pengawet dimasukkan dalam tubuh dengan metode kompresi
menggunakan alat khusus. Perbedaan selanjutnya, cadaver di simpan di dalam
kantong plastik tebal dan tidak direndam didalam formalin.
Keuntungan tehnik ini adalah daya pemisahan antara struktur-struktur lebih balk,
kelenjar pembuluh darah dan syaraf cukup baik, otot-otot lebih keras, serabut lebih jelas
dan berwarna coklat sedangkan kulit berwarna lebih gelap. Pada umumnya kondisi
otak, jantung, alat pencernaan dan paru-paru pada keadaan masih baik dan bau
formaldehid menjadi berkurang.9
3. Modifikasi campuran cairan pengawetan
Coleman dan Kogan (1998) mengenalkan cairan pengawetan kadaver dengan
prinsip mengurangi kadar formalin dan menambahkan garam (NaCl). Komposisi cairannya
tersusun dari 37-40% formaldehid (0.5L), fenol (0.2L), glycerine (0.5 L), isoprophyl
JMI. Vol.13 No.1, Mei 2016
27
alcohol (4L) dan sodium klorida (20kg) ditambah air keran dengan larutan akhir sebanyak
35 L. Konsentrasi akhir dari formalin adalah sebesar 0.5-0.75%.4
Cairan yang telah terbentuk, di masukkan kedalam A. femoralis dengan
menggunakan pompa tekanan sebesar 750-1000 mmHg. Kadaver kemudian dimasukkan
dalam kantong polyethylene tebal dan disimpan dalam cairan bahan pengawet dengan
suhu 18°C minimal 3 bulan. Sebelum kadaver dibuka untuk praktikum, sisa cairan
pembalseman dibuang dan kadaver dibiarkan kering dengan sendirinya. Kadar garam
tinggi yang tertinggal di jaringan akan membantu mencegah pembusukan.
Keberhasilan tehnik ini dibuktikan dengan masih baiknya keadaan jaringan secara
mikroanatomi. Secara makros, jaringan dan organ mengalami kerusakan struktur
yang minimal dan jaringan masih teraba lunak dan elastic sehingga mudah untuk
dilakukan diseksi. Kekeringan pada kulit sangat minimal. Warna asli jaringan dan
organ masih tetap terjaga dengan baik dan tidak adanya indikasi terjadi ‘browning’
oxidation effect.
Ide penggunaan garam dapur sebagai cairan pengawet berawal dari penggunaan
yang luas selama berabad-abad sebagai pengawet makanan, khususnya daging.
Sebagaimana diketahui, tubuh manusia tersusun atas 40-50% otot (daging) dari total berat
tubuh. Daging yang diasinkan tetap terjaga kelenturannya dan terhindar dari invasi
mikroba. Meskipun demikian, mekanisme bagaimana garam turut berperan dalam
campuran cairan pengawet kadaver masih belum diketahui dengan pasti.
JMI. Vol.13 No.1, Mei 2016
28
Gambar 1. Gambal sampel jaringan yang menggunakan campuran larutan pengawet garam dan
formalin.4
(a) Jaringan lemak tidak menunjukkan adanya pengerutan (H&E) (b) Tulang rawan
trakea dengan pewarnaan metakromatik (c) Tulang dari m. tibialis anterior menunjukkan sarkomer yang
baik dan tidak rusak (H&E) (d) Otot bergaris di (C) menunjukkan masih terjaganya
anisotropic banding. (e) spinal cord, substansia grisea menunjukkan bahwa sel-sel neuron
masih terjaga dengan baik. (f) Liver, hepatosit dan sinusoid terlihat baik (H&E)
4. Penggunaan karbon aktif
Penelitian yang dilakukan oleh Coleman membuktikan bahwa karbon aktif dapat
mengurangi efek toksik gas formaldehid. Di beberapa laboratorium negara maju,
digunakan meja diseksi yang dirancang khusus dengan motor elektrik sehingga gas
formaldehid bergerak ke bawah dan diserap karbon aktif yang dapat diisi ulang. Tehnik
ini mengurangi banyak gas formaldehid yang terekspose oleh individu di sekitarnya
sehingga dapat meminimalisir iritasi pada mata, saluran nafas dan kulit.11
JMI. Vol.13 No.1, Mei 2016
29
5. Memperbaiki sirkulasi udara di dalam ruangan praktikum anatomi.
Sirkulasi udara yang lebar dengan kipas angin yang memadai adalah salah satu
upaya menurunkan efek toksik dari formaldehid agar tidak terhirup oleh individu yang
terekspos dalam ruangan. Metode ini dapat menjadi pilihan bagi laboratorium yang
belum cukup canggih menggunakan karbon aktif untuk menurunkan kadar formaldehid.
Meskipun belum ada angka pasti berapa persen kaadar formaldehid dapat diturunkan
dengan ventilasi yang terbuka. Hendaknya ruang praktikum mempunyai ventilasi yang
cukup (ruangan lebar, jendela dan pintu cukup lebar, mempunyai kipas angin yang cukup
memenuhi syarat) dan disertai dengan alat penerangan yang baik dengan cukup
persediaan air dan sabun.
6. Pengurangan kadar formaldehid di kadaver dan ruangan dengan ammonium
bicarbonate.
Teknik ini menekankan penggunaan ammonium bicarbonate untuk mengurangi
efek toksik formaldehid yang dilepaskan dalam udara di ruang praktikum, tanpa
mengganggu peran formaldehid sebagai pengawet jaringan. Amonium bicarbonate
dimasukkan setelah kadaver diinfus dengan formaldehid melalui arteri femoralis.
Formaldehid yang dimasukkan ke dalam arteri sebanyak 5 L dengan konsentrasi 10%
kemudian disimpan dalam bak berisi cairan dengan komposisi 39.6% ethanol dan 6.6%
ethanol. Ketika akan digunakan untuk praktikum, dilakukan reperfusi dengan
ammonium bicarbonat sebanyak 1-2 L ammonium bicarbonate tersaturasi dengan bantuan
tekanan gravitasi menggunakan alat khusus. Tehnik ini dapat menurunkan konsentrasi
formaldehid di udara antara 0.5-1.0 ppm dan cairan di berbagai jaringan berkisar 0.012-
0.3%.3
Penutup
Efek kesehatan terkait penggunaan formaldehid dalam praktikum anatomi
JMI. Vol.13 No.1, Mei 2016
30
merupakan hal yang harus diperhatikan, karena melibatkan banyak individu, seperti
mahasiswa, dosen dan tenaga laboratorium. Telah banyak penelitian yang membuktikan
bahwa penggunaan formaldehid dalam pengawetan kadaver dapat menyebabkan efek
iritasi yang ringan dan reversibel hingga hilangnya kemampuan sensorik. Beberapa
penelitian membuktikan bahwa formaldehid dapat menyebabkan kanker saluran pernafasan
pada binatang percobaan.
Beberapa tehnik dan cara digunakan untuk menurunkan efek toksik formaldehid.
Dalam hal ini penggunaan formaldehid sebagai pengawet tidak dapat dihindari karena
belum tergantikannya kemampuan formaldehid sebagai pengawet jaringan yang baik dan
murah. Upaya pengurangan efek toksik formaldehid dapat berupa cara sederhana
dengan memperbaiki ventilasi ruangan, penggunaan karbon aktif, penggunaan infuse
formaldehid dengan metode intra cardial hingga memodifikasi laruran pembalsaman.
Semua upaya tersebut pada prinsipnya berupa mengurangi efek toksik bagi individu di
sekitarnya, dan dari setiap tehnik selalu terdapat kelebihan dan kekurangan, tergantung
dengan kemampuan tiap-tiap laboratorium dalam implementasinya.
Daftar Pustaka
1. Akbar-Khanzadeh F, Vaquerano MU. 1994. Formaldehid exposure, acute
pulmonary response, and exposure control options in a gross anatomy laboratory.
Am J Ind Med 26 : 61-75
2. Tanaka et al. 2003. Formaldehyde exposure levels and exposure control measures
during an anatomy dissecting course. Kaibogaku Zasshi Jun; 78 (2) : 43-51
3. Kawamata Seiichi, Haruto Kodera.2004. Reduction of formaldehyde
concentration in the air and cadaveric tissues by ammonium carbonate.
Anatomical Science International 76: 152-57
4. Coleman Raymond, Kogan Igor. 1998. An Improved low-formaldehyde
embalming fluid to preserve cadavers for anatomy teaching. J. Anat (192): 443-46
5. Wetzel Markus, Leuchs Heiko, Koop H.E. 2005. Preservation effect on wet
JMI. Vol.13 No.1, Mei 2016
31
weight, dry weight, and ash free dry weight biomass estimates of four common
estuarine macro-invertebrates: no difference between ethanol and formalin.
Helgol Mar Res (59): 206-13
6. CIIT Centers for Health Research. 1999. Formaldehyde: Hazard characterization
and dose-response assessment for carcinogenicity by the route of inhalation
(diunduh dari http://www.ciit.org/newsrs/formaldehydesummary, 13 Mei 2010)
7. Joel Bender. 2002. The Use of Noncancer Endpoints as a Basis for Establishing a
Reference Concentration for Formaldehyde. Reg. Toxicology and Pharmacology
35:23, 30
8. Dennis Paustenbach et al. 1997. A Recommended Occupational Exposure Limit
for Formaldehyde Based on Irritation, J. Toxicology and Envtl. Health 50:217,
220
9. Auerbach C, Moutschen-Dahmen M, Moutschen J. 1977. Genetic and
cytogenetical effects of formaldehyde and related compounds. Mutat Res;39(3-
4):317- 61
10. Djakobus Tarigan. 2004. Efek toxicosis formalin terhadap tenaga kerja pada
laboratorium anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Digital
Library USU
11. Coleman R. 1995. Reducing the levels of formaldehyde exposure in gross
anatomy laboratories. Anatomical r cords (243): 531-3