Post on 26-Dec-2015
description
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Syok merupakan keadaan dimana aliran darah sistemik tidak mampu
mempertahankan fungsi vital. Pada syok terjadi gangguan mekanisme kompensasi karena
terjadi gangguan atau kelelahan yang menyebabkan hipoksia jaringan. Syok merupakan
fase akhir dari berbagai proses patologis. Kategori syok berdasarkan pada patofisiologinya,
yaitu: syok kardiogenik, hipovolemik, septik, anafilaktik, dan neurogenik.
Syok kardiogenik adalah ketidakmampuan jantung untuk mendistribusikan aliran
darah ke jaringan dalam fungsinya untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Syok kardiogenik
ini dapat disebabkan oleh preload, afterload, atau kontraktilitas miokardium.
Pada kondisi syok, tubuh akan mengalami peningkatan stimulasi dari sistem simpato
adrenal dan pelepasan vasoactive peptides yang akan menyebabkan vasokonstriksi.
Jaringan dengan aktivitas metabolisme yang rendah seperti kulit dan otot akan mengalami
vasokonstriksi yang lebih kuat daripada organ lain yang membutuhkan metabolisme yang
tinggi. Vasokonstriksi ini menyebabkan berkurangnya suplai oksigen (iskemia) dan akan
mengalami pergeseran metabolisme dari aerob menjadi anaerob, berkurangnya jumlah
energi serta peningkatan akumulasi produk sisa diikuti oleh penigkatan jumlah ion Hidrogen,
penimbunan laktat, dan peningkatan hipo xantin. Ketika kondisi ini berlangsung lama, maka
akan terjadi penurunan dari jumlah cadangan energi sel dan berujung pada kematian sel
yang ireversibel (Lister,2001)
Pada anak penyebab syok kardiogenik tersering adalah kelainan jantung bawaan.
Penyakit jantung bawaan yang menimbulkan syok adalah yang menyebabkan obstruksi
jalan keluar dari ventrikel sinistra dan adanya shunt dari kiri ke kanan yang besar, seperti
pada defek septum ventrikel, patent ductus arteriosus atau pada defek endocardial cushion.
Selain itu syok kardiogenik juga dapat terjadi karena adanya penurunan kontraksi
miokardium seperti pada koarktasio atau stenosis aorta, serta pada penyakit miokardium
seperti miokarditis, kardiomiopati, iskemik miocard, dan cardiopulmonary bypass (McKieman
et al., 2005).
Pasien dengan kondisi syok harus distabilisasi secepat mungkin. Ventilasi mekanik
bisa diberikan apabila diperlukan, dan kondisi hipoksemia harus dikoreksi dengan
pemberian suplai oksigen. Namun apabila pada kondisi pasien yang memiliki lesi dependen
duktus diberikan oksigen maka duktus akan tertutup dan semakin memperberat syok,
sehingga disamping pemberian oksigen, perlu juga diberikan tambahan prostaglandin-E1
(PGE1) untuk menjaga patensi dari duktus.
2
Untuk itulah perlu suatu pemahaman yang komprehensif tentang syok kardiogenik,
sehingga komplikasi-komplikasi yang terjadi bisa teratasi dengan baik dan angka kematian
karena syok kardiogenik dapat berkurang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis mengambil rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Pengertian syok kardiogenik pada anak?
2. Etiologi syok kardiogenik pada anak?
3. Bagaimana pastofisiologi syok kardiogenik pada anak?
4. Bagaimana gejala klinis syok kardiogenik pada anak?
5. Apa saja pemeriksaan tambahan pada syok kardiogenik anak?
6. Bagaimana tata laksana syok kardiogenik pada anak?
7. Bagaimana prognosis syok kardiogenik pada anak?
1.3 Tujuan
Berdasarkan Rumusan masalah diatas, penulis mengambil tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian syok kardiogenik pada anak
2. Mengetahui etiologi syok kardiogenik pada anak
3. Mengetahui patofisiologi syok kardiogenik pada anak
4. Mengetahui gejala klinis syok kardiogenik pada anak
5. Mengetahui pemeriksaan tambahan pada syok kardiogenik anak
6. Mengetahui tata laksana syok kardiogenik pada anak
7. Mengetahui prognosis syok kardiogenik pada anak
1.4 Manfaat
Melalui makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai syok
kardiogenik pada anak serta dapat melakukan diagnosis dan tatalaksananya dengan tepat.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Syok adalah kondisi kegagalan sistem sirkulasi tubuh dalam mensuplai oksigen dan
nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan (Holmes dan Walley, 2003). Syok
juga dikatakan sebagai suatu titik dimana terdapat kegagalan akut dimana tidak tersedia
produksi adenosine triphospate (ATP) untuk mendukung fungsi selular seluruh tubuh
(Carsillo dkk, 2007). Syok merupakan suatu diagnosis klinis dimana didapatkan keadaan
mengancam jiwa yang terjadi saat jaringan tidak memperoleh cukup aliran darah. Keadaan
ini dapat menyebabkan kerusakan multi organ. Syok membutuhkan penatalaksanaan medis
segera dan dapat memburuk dengan sangat cepat. Kondisi ini dapat dideteksi dari adanya
hipoperfusi sistem organ. Diagnosis awal dibuat berdasarkan adanya perubahan derajat
kesadaran, penurunan pengeluaran air seni, kulit, dan instabilitas hemodinamik (Holmes dan
Walley, 2003).
Pengertian syok kardiogenik adalah adalah suatu kegawatdaruratan dimana terjadi
syok yang disebabkan karena pump failure yang dapat terjadi karena hilangnya kontraktilitas
myokardium karena berbagai sebab, terganggunya pengisian diastolik, aritmia, atau
obstruksi aliran darah yang terjadi karena sebab-sebab valvular, emboli pulmonal dan
tamponade jantung (Holmes dan Walley, 2003).
Definisi lain menyebutkan syok kardiogenik adalah suatu kondisi klinis tidak
adekuatnya perfusi jaringan yang disebabkan karena disfungsi kardiak. Definisi ini termasuk
didalamnya terdapat parameter hemodinamik: hipotensi persisten (tekanan darah sistolik
<80 - 90 mmHg atau mean arterial pressure 30 mmHg lebih rendah di bawah baseline)
dengan penutunan cardiac index (<1.8 L/ men per m2 tanpa bantuan or <2.0 to 2.2 L/min per
m2 dengan bantuan). (Reynolds dan Hochman, 2008)
2. 2 Epidemiologi
Di Indonesia, belum ada data yang jelas tentang insiden dan prevalensi syok
kardiogenik pada anak. Di Amerika Serikat, syok terjadi pada ± 2 % bayi, anak, dan orang
dewasa yang dirawat di rumah sakit (400.000 kasus/tahun), dan angka mortalitasnya
bervariasi tergantung kondisi klinis. Kebanyakan pasien yang meninggal tidak berada dalam
fase hipotensi akut dari syok, melainkan sebagai akibat dari berbagai komplikasi (Nelson,
2011)
4
Sindrom disfungsi multi organ didefinisikan sebagai adanya perubahan dari fungsi
organ yang membutuhkan penanganan medis segera dan adanya sindrom ini pada pasien
dengan syok secara substansial meningkat probabilitas kematian (Nelson,2011)
Dalam dunia pediatrik, angka mortalitas untuk syok menurun seiring dengan
meningkatmya upaya edukasi, penggunaan pedoman-pedoman penatalaksanaan syok yang
terstandarisasi yang memungkinkan deteksi dini dan intervensi pasien kritis dengan segera
ke unit perawatan intensif anak (Nelson,2011)
2.3 Etiologi
Ada banyak penyebab syok kardiogenik pada usia bayi dan anak-anak. Disritmia,
kardiomyopati dan atau karditis, penyakit jantung bawaan dan obstruksi adalah kategori
empat besar yang dapat mengungkapkan begitu banyak penyebab syok kardiogenik.
2.3.1 Penyakit Jantung Bawaan
Penyebab tersering syok kardiogenik terbanyak adalah kelainan bawaan termasuk
obstruksi aliran keluar ventrikel kiri, pirau kira ke kanan yang besar. Dipandang sebagai
penyebab paling umum syok kardiogenik pada pediatri, dimana seringkali intervensi bedah
untuk upaya paliatif sering tak terelakkan. Hypoplastic left heart syndrome, critical aortic
stenosis, coarctatio aorta, dan hypertrophic cardiomyopathy (HCM) adalah semua kelainan
obstruksi saluran keluar ventrikel kiri. Semua kecuali kardiomiopati hipertrofik adalah lesi
yang tergantung duktus arteriosus, jika tidak didiagnosis sebelum lahir, hal tersebut dapat
terdiagnosis saat minggu pertama sampai 10 hari kelahiran saat ductus arteriousus
menutup, sehinggga mengurangi aliran darah sistemik.
Pada pirau kiri-ke-kanan besar, pasien akan memasuki stadium gagal jantung
congestif pada periode neonatal awal karena resistensi vaskular pulmonal telah gagal. Lesi-
lesi seperti atrial-septal defect (ASD), ventricular-septal defect (VSD), patent ductus
arteriosus (PDA), dan atrio-ventricular septal defect (AVSD) termasuk dalam kategori ini.
Selama kehidupan fetal, suplai darah teralihkan ke sekitar paru karena paru terisi oleh cairan
sehingga untuk oksigenasi yang adekuat disediakan oleh plasenta. Sejalan dengan masa
transisi bayi untuk hidup di luar rahim, saat nafas pertama ditarik, dimulailah proses
penurunan resistensi vaskular pulmonal pada tingkat yang bervariasi. Pada kehidupan janin,
resistensi vaskular pulmonal tinggi, tetapi sebagaimana aliran darah pulmonal dibutuhkan
untuk oksigenasi setelah lahir, dalam beberapa minggu sampai bulan, resistensi vaskular
menurun dan aliran darah meningkat ke paru. Pada pasien dengan pirau besar, darah
memilih jalur dengan tahanan paling kecil dan sirkuit paru dengan tahanan rendah menerima
aliran ini sehingga terjadi oversirkulasi pulmonal dan gagal jantung kongestif yang pada
5
akhirnya berujung pada sirkulasi sistemik yang inadekuat dan syok kardiogenik
(Smith dan Bigham, 2013).
2.3.2 Kelainan Inflamasi pada Jantung
Myokarditis infeksiosa adalah penyebab paling memungkinkan yang secara luas
dipelajari sebagai penyebab syok kardiogenik, walaupun penyebab lain beragam mulai
metabolik, toksik, proses imunitas, perubahan jaringan ikat, kelainan neuromuskular,
kejadian hipoksik-iskemik, kondisi-kondisi idiopatik, atau kardiomyopati bawaan (Smith dan
Bigham, 2013).
1. Penyebab metabolik: hipotiorid atau hipertiroid, hipoglikemia, pheokromositoma,
glycogen storage diseases (i.e. Pompe disease), mucopolysaccharidoses, defisiensi
karnitin, Fabry disease, kelainan metabolisme asam lemak, asidosis, hipotermia, dan
hipokalsemia. Kelainan metabolisme tersebut dapat menyebabkan disfungsi kardiak
dan pada akhirnya terjadi gagal jantung baik itu hipertropik (overload volume) atau
dilatasi (tekana yang berlebih) dengan atau tanpa defek konduksi pada jantung
2. Myokarditis seringkali menjadi kegawatan yang sering mengecoh dokter umum
karena gejalanya dapat beragam dari demam ringan hingga syok. Deteksi dini dan
diagnosis esensial dalam mencegah komplikasi jangka panjang myokarditis
3. Reaksi toksik terhadap obat-obatan seperti sulfonamid, penicillin, dan antrasiklin
dapat menyebabkan kardiomyopati dan syok.
4. Penyakit jaringan ikat seperti systemic lupus erythamatosus (SLE), juvenile
rheumatoid arthritis (JRE), polyarteritis nodosa, penyakit Kawasaki, and demam
rematik akut adalah penyakit yang menyebabkan kardiomyopati yang berujung pada
syok atau gagal jantung. Komponen jantung yang terkena pada SLE dapat bervariasi
dari pericarditis, miokarditis, endokarditis dan bahkan keikutsertaan arteri koroner.
5. Kelainan neuromuskular yang diketahui sebagai penyebab kardiomyopati yaitu
Duchene’s muscular dystrophy, myotonic dystrophy, limb-girdle dystrophy, spinal
muscular atrophy, dan Friedreich’s ataxia. Gagal jantung adalah komplikasi klasik
dari distrofi muskular karena absennya kunci protein sarkolemma, distropin.
6. Kejadian hipoksik-iskemik yang menyebabkan gagal jantung bervariasi dari serangan
jantung dan bypass cardiopulmonal sampai cedera kepala, syok berkelanjutan dan
keracunan CO.
2.3.3 Disritmia
Tiap irama abnormal dapat memaksa jantung bekerja melebihi kapasistasnya,
menginduksi terjadinya syok kardiogenik, gagal jantung atau bahkan kematian mendadak.
Disritmia disebutkan paling umum dalam literatur sebagai takikardi supraventrikel yang tidak
6
diketahui, bradyarythmia, complete heart block, tachyarrythmia seperti takikardi ventrikel
(dengan atau tanpa pulse) atau fibrilasi ventrikel, dan kondisi lain yang dapat
mempredisposisi pasien untuk menjadi disritmia seperti hipotermi dan intoksikasi obat.
Takikardi supraventrikel yang tidak diketahui dan memanjang dapat menurunkan curah
jantung karena periode relaksasi yang inadekuat pada tiap siklus kardiak dan mengurangi
waktu pengisian atrium, oleh karena itu mengurangi tekanan pengisian ventrikel. Ventricular
tachyarrythmia menyebabkan gagal jantung dengan mengurangi waktu pengisian ventrikel
dan mengeliminasi sinkronisasi atrio-ventrikular. Kombinasi ini mengakibatkan pengurangan
pengisian ventrikel dan volum sekuncup (Smith and Bigham, 2013).
2.3.4. Lesi Obstruktif
Tamponade jantung dapat menurunkan volume ventrikel kanan dan kiri, dengan
fungsi sistolik normal. Karena akumulasi di kantung perikardium, sehingga tekanan
intraperikardium mencegah pengisian atrial adekuat yang terjadi karena kompresi diastolik
atrial sehingga mengganggu pengisian ventrikel karena ketiadaan volume atrium yang di
transport ke ventrikel. Selanjutnya, curah jantung dan volum sekuncup berkurang
(Smith and Bigham, 2013).
Emboli paru akut yang parah dan melibatkan arteri pulmonal bagian proximal dapat
menyebabkan syok kardiogenik dengan mekanisme menurunnya kemampuan ventrikel
kanan untuk memompa dikarenakan obstruksi pada arteri pulmonal sehinggal ventrikel
kanan kelebihan volum dan terdistensi berlebih sehingga volume yang masuk ventrikel kiri
pun menurun dan tidak bisa menghasikan curah jantung yang adekuat
(Smith and Bigham, 2013).
2.3.5 Penyebab Lain
Regurgitasi valvular akut, yaitu mitral dan aorta, adalah penyebab lain terjadinya syok
kardiogenik. Regurgitasi mitral akut dari ruptur traumatik korda atau yang mengikuti
endokarditis karena bakteri secara khas mengurangi volum sekuncup ventrikel kiri sehingga
meningkatkan volum ventrikel dan regurgitasnnya. Regurgitasi aorta akut kurang umum
pada pediatri dan biasanya disebabkan karena endokarditis, diseksi aorta, atau trauma.
Dihadapkan dengan peningkatan mendadak volume diastol ventrikel kiri karena aliran balik
aorta ke ventrikel kiri, stroke volume dan penurunan cardiac output
(Smith and Bigham, 2013).
Trauma tidak dapat dieksklusi sebagai penyebab syok kardiogenik. Commotio cordis
dan contusio cordis adalah dua kondisi yang disebabkan oleh karena cedera deselerasi
kecepatan tinggi seperti kecelakaan kendaraan bermotor atau cedera olahraga intensitas
7
tingi. Kerusakan miocardium dapat menyebabkan aritmia ventrikel
(Smith and Bigham, 2013).
2.4 Patofisiologi
Syok kardiogenik terjadi karena adanya gangguan dari curah jantung, peningkatan
resistensi vaskular sistemik atau keduanya. Seperti diketahui curah jantung adalah denyut
jantung dan volume sekuncup.
Volum sekuncup dipengaruhi oleh kontraktilitas dan tekanan pengisian ventrikel kiri.
Pada bayi dan anak-anak, curah jantung dipengaurhi oleh denyut jantung karena kurangnya
masa otot ventrikel dan juga kurangnya kemampuan dalam meningkatkan kontraktilitas.
Terdapat empat faktor utama penentu fungsi ventrikel yaitu, kontraktilitas, denyut
jantung, preload dan afterload, kurva Frank-Starllng merinci hubungan antara preload dan
fungsi ventrikel (Gambar2.1).
Gambar 2.1 kurva Frank-Starling
Dengan meningkatnya preload, meningkat pula curah jantung. Pada titik ketika
miosit teregang maksimal, fungsi ventrikel dapat memburuk. Pada titik ekstrim gangguan
ventrikel, kegagalan jantung dapat menyebabkan syok kardiogenik. Pada jantung normal
perpindahan kalsium intrasel berperan dalam kontraktilitas. Dalam keadaan menurunnya
kinerja miokard, kinerja kalsium pun terganggu, menyebabkan disfungsi sistolik dan diastolik.
Respon kompensasi tubuh dalam keadaan syok dapat memperburuk keadaan jantung.
Tubuh secara alami merespon keadaan output yang rendah dengan meningkatkan
resistensi sistemik pembuluh darah. Namun, peningkatan resistensi sistemik pembuluh
darah mengakibatkan peningkatan afterload ventrikel, sehingga kerja jantung meningkat dan
akirnya terjadi sistem reninangiotensin II aldosteron diaktifkan, sehingga menstimulasi sel
8
juxtaglomerular renalis untuk meningkatkan reabsorpsi air dan garam. Proses ini lebih lanjut
akan menyebabkan peningkatan preload dan pada keadaan syok kardiogenik, berkontribusi
pada terjadinya edema paru dan perifer melalui berlebihan melalui volume ventrikel akhir
diastolik yang berlebihan. Efek lain dari penurunan cardiac output adalah aktivasi sistem
saraf simpatis, melepaskan katekolamin. Efek langsungnya pada awal syok awal adalah
untuk meningkatkan denyut jantung, sehingga meningkatkan curah jantung. Dalam jangka
panjang, bagaimanapun, sifat vasokonstriksif katekolamin endogen meningkatkan afterload,
sehingga berkontribusi untuk menjadi gagal jantung yang lebih lanjut (Smith dan
Bingham,2013).
2.5 Diagnosis Syok Kardiogenik
2.5.1 Anamnesis
Anak-anak dan neonatus yang mengalami syok kardiogenik biasanya merupakan
pasien yang memiliki riwayat masalah pada jantung seperti penyakit jantung bawaan, infeksi
pada otot maupun katup jantung, gangguan irama jantung, lesi obstruktif pada jantung,
maupun pasien-pasien post trauma pada dada.
2.5.2 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang sering timbul pada syok kardiogenik ini adalah takikardi,
sebagai kompensasi tubuh untuk menaikan curah jantung saat terjadi syok. Takikardi
merupakan temuan awal yang sensitif tetapi tidak spesifik terhadap syok kardiogenik.
Kegagalan perfusi pada organ perifer dapat terlihat berupa oliguria, perubahan pada
temperatur tubuh menjadi dingin, gangguan kesadaran, adanya perlambatan capillary filling
time (lebih dari 2 detik), nadi lemah pada perifer, kulit menjadi pucat, belang, dingin dan
basah pada saat syok. Hal ini dikarenakan berkurangnya dari curah jantung dan
compensatory peripheral vasoconstriction . Selain itu dapat juga terjadi adanya edema paru
akut (Nelson, 2011).
Pada syok kardiogenik dengan kegagalan fungsi ventrikel kiri, terjadi peningkatan
tekanan hidrostatik vaskular paru. Akibatnya terjadi transudasi hingga mengganggu
pertukaran gas alveolar. Pada pemeriksaan fisik biasanya akan tampak takipnu disertai
dengan adanya ronki basah halus tidak nyaring di kedua lapangan paru, kadang-kadang
dapat juga ditemukan suaran mengi. Kegagalan fungsi ventrikel kanan biasanya disertai
dengan kongesti vena sistemik dengan peningkatan tekanan vena jugular dan pembesaran
9
hati. Bunyi gallop dapat didengar pada auskultasi jantung dikarenakan pengisian ventrikel
yang cepat. Paling mudah terdengar menggunakan stetoskop bagian bell setelah bunyi
jantung yang kedua. Bunyi gallop terdengar pada apex mengindikasikan disfungsi ventrikel
kiri, sedangkan jika bunyi gallop terdengar pada parasternal kiri mengindikasikan disfungsi
ventrikel kanan. Jika terdengar murmur diastolik mengindikasikan kelebihan cairan yang
melewati katup jantung. Untuk mempertahankan tekanan darah, pada curah jantung yang
rendah, akan terjadi vasokonstriksi sehingga dapat dijumpai akral yang dingin, sianosis dan
mottled. Vasokonstriksi sistemik akan menggakibatkan peningkatan afterload sehingga
memperburuk kerja jantung (IDAI,2011).
Pada pemeriksaan hemodinamik akan ditemukan tekanan darah sistolik yang
menurun sampai <90mmHg, bahkan dapat turun sampai <80mmHg pada pasien yang tidak
memperoleh pengobatan adekuat (Buku Ajar IPD, 2007).
2.5.3 Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan lab yang biasa dilakukan adalah analisa gas darah, serum elektrolit, tes fungsi
ginjal, test fungsi liver, darah lengkap, serum laktat dan kadang-kadang enzim jantung.
Pemeriksaan elektrolit, fungsi ginjal dan fungsi liver untuk mengetahui perfusi organ. Darah
lengkap akan menunjukan anemia yang nantinya akan memperburuk kondisi pasien karena
kurangnya persedian oksigen. Naiknya kadar serum laktat merupakan penanda dari syok.
Laktat serial merupakan penanda yang bermanfaat untuk hipoperfusi dan juga sebagai
prognosis. Meningkatnya kadar laktat pada pasien syok menunjukkan prognosis yang buruk,
meningkatnya kadar laktat selama resusitasi dapat meningkatkan resiko kematian dan
analisa gas darah akan menunjukan derajat asidosis. Analisa gas darah menunjukkan
keseimbangan asam basa homeostasis secara umum dan level dari oksigenasi arteri.
Naiknya sedikit kadar basa (antara +3 hingga -3mmol/L) berkaitan dengan derajat
keparahan dari syok. Defisit basa juga merupakan penanda penting selama resusitasi pada
syok (Buku Ajar IPD, 2007).
• Foto Rontgen Dada
Pada foto polos akan terlihat kardiomegali dan tanda-tanda kongesti paru atau edema paru
pada gagal ventrikel kiri yang berat. Bila terjadi komplikasi defek septal kiri atau regurgitasi
mitral akibat infark miokard akut, akan tampak gambaran kongesti paru yang tidak disertai
dengan kardiomegali, terutama pada onset infark pertama kali (Buku Ajar IPD, 2007).
10
• Ekokardiografi
Modalitas pemeriksaan yanng non-invasif sangat banyak membantu dalam membuat
diagnosis dan mencari etiologi dari syok kardiogenik. Pemeriksaan ini relatif cepat, aman,
dan dapat dilakukan secara langsung di tempat tidur pasien. Keterangan yang dapat
diperoleh dari pemeriksaan ini antara lain : penilaian fungsi ventrikel kanan dan kiri (global
maupun segmental), fungsi katup jantung (stenosis atau regurgitasi), tekanan ventrikel
kanan, efusi perikardial atau tamponade (Buku Ajar IPD, 2007).
• Angiografi arteri koroner
Angiografi koroner penting dilakukan pada pasien dengan miokard iskemia atau
miokard infark yang dapat berkembang menjadi syok kardiogenik. Angiografi bermanfaat
untuk melihat anatomi dari arteri koronaria dan kebutuhannya untuk revaskularisasi. Temuan
angiografi arteri koroner sering menunjukkan adanya kerusakan multivessel pada pasien
dengan kardiogenik syok
• Penggunaan kateter Swan-Ganz
Digunakan untuk mengukur tekanan arteri pulmonal dan tekanan baji kapiler paru
yang sangat berguna, khususnya untuk memastikan diagnosis dan etiologi syok kardiogenik,
serta sebagai bahan indikator evaluasi terapi yang diberikan. Pasien syok kardiogenik akibat
gagal ventrikel kiri yang berat, akan terjadi peningkatan tekanan baji paru. Bila pada
pengukuran didapatkan tekanan baji pembuluh darah paru lebih dari 18mmHg pada pasien
infark miokard akut menunjukkan bahawa volume intravaskuler pasien tersebut cukup
adekuat (Buku Ajar IPD, 2007).
2.6 Tatalaksana Syok Kardiogenik
Tatalaksana utama dari segala macam syok adalah stabilisasi jalan nafas, pernafasan
dan sirkulasi. Tujuan pengobatan adalah pertahankan kondisi optimal jantung dan
mengurangi risiko komplikasi:
a) Terus mengamati tanda-tanda vital, oksigenasi, produksi urin, dan tekanan kapiler
pulmonal, mengamati suara nafas dan perubahan irama jantung.
b) Menjaga saluran napas, menyediakan oksigen tambahan, dan mengamati intubasi atau
ventilasi mekanik.
11
c) Infus cairan intravena harus diberikan secara bijaksana karena pasien dengan syok
kardiogenik bisa dalam keadaan hipovolemik, hipervolemik, atau euvolemik.
d) Ikuti protokol pra-dan postdiagnostik pengobatan untuk pasien yang membutuhkan
perawatan darurat dan atau memerlukan prosedur invasif atau pembedahan. Melakukan
edukasi atau informed consent kepada anggota keluarga (Suzan,2011).
Terapi tingkat lanjut pada syok kardiogenik memiliki beberapa prinsip, yaitu:
a) Meminimalisir kebutuhan oksigen jantung. Dilakukan dengan mengintubasi atau
memberikan ventilasi mekanik pada pasien sehingga mengurangi kebutuhan jaringan
karena usaha pernapasan. Pasien dalam kondisi normotherm, dapat dilakukan dengan
pemberian antipiretik secara agresif. memberikan pasien sedasi dapat mengurangi
gerakan otot yang mengkonsumsi oksigen (Smith, 2013).
b) Memaksimalkan kerja miokard dengan cara perbaiki disaritmia, optimisasi preload,
memperbaiki kontraktilitas dan mengurangi afterload. Optimalisasi preload dilakukan
dengan penggunaan diuretik, vasodilator dan menejemen cairan. Kontraktilitas
diperbaiki dengan memperbaiki kondisi metabolik. Pengurangan afterload dilakukan
dengan memberikan sedasi dan manajemen nyeri (Smith, 2013).
Pengurangan afterload bisa dilakukan dengan pemberian nitroprussid atau milrinon.
Nitroprusid merupakan vasodilator yang bekerja terutama pada arteri otot halus dengan
dosis 0,5-1 mcg/kg/menit. Milrinon merupakan inhibitor tipe III fosfodiesterase yang
menaikkan kontraktilitas jantung, memperbaiki diastol dan juga berefek vasodilator
tetapi tidak mempengaruhi konsumsi oksigen miokard. Milirinon merupakan pilihan pada
syok kardiogenik. Perbaiki keadaan asidosis metabolik atau abnormalitas elektrolit
lainnya, jika pasien anemia berikan transfusi. Untuk manajemen nyeri bisa diberikan
morfin 0.1-0.2 mg/kg/kali pemberian IV/IM/SC prn; dosis maksimal sampai dengan 15
mg/kali pemberian, bisa diawali dengan dosis 0.05 mg/kg/ kali pemberian Untuk
menangani preload bisa diberikan diuretik (furosemid) 20-80 mg/hari PO/IV/IM; dititrasi
sampai 600 mg/hari jika kondisi edemanya parah, bisa dilakukan secara infus kontinu
Tabel 2.1 merupakan obat-obatan hemodinamik dan inotropik yang biasa digunakan
(Hollenberg, 1999) tabel 2.1 obat-obatan hemodinamik dan inotropik yang digunakan pada syok kardiogenik
12
Ketika terapi obat-obatan tidak adekuat maka langkah selanjutnya adalah terapi yang
lebih invasif, seperti extracorporeal membrane oxygenation (ECMO), ventricullar assist
devices (VAD), dan transplantasi jantung (Smith, 2013).
2.7 Prognosis
Dikarenakan bermacam-macamnya penyebab syok kardiogenik pada anak-anak
sehingga hasilnya sangatlah bermacam-macam pula sangat bergantung pada etiologi dan
terapi. Lambatnya penanganan, tidak adanya sumber daya manusia yang berpengalaman
dalam perawatan, kematian pasien dengan syok kardiogenik sangat tinggi (sampai 70-90%).
Untuk mencapai hasil yang baik dapat dilakukan dengan diagnosis cepat, terapi suportif
cepat, dan tindakan revaskularisasi arteri koroner pada pasien dengan iskemia miokard dan
infark secara cepat. Angka kematian pada pasien yang diobati secara agresif dapat
diturunkan menjadi 40-60%.
13
BAB III
KESIMPULAN
• Syok kardiogenik merupakan suatu kegawatdaruratan yang disebabkan karena
kegagalan jantung dalam memompa darah yang dapat terjadi karena hilangnya
kontraktilitas miokardium
• Etiologi syok kardiogenik pada anak antara lain disebabkan karena penyakit jantung
bawaan, kelainan inflamasi pada jantung, disritmia, lesi obstruktif, regurgitasi katub
jantung dan juga memungkinkan karena trauma.
• Syok kardiogenik terjadi karena adanya gangguan dari curah jantung, peningkatan
resistensi vaskular sistemik atau keduanya.
• Gejala klinis yang biasanya timbul pada syok kardiogenik adalah takikardia, oliguria,
penurunan temperatur tubuh, gangguan kesadaran, melambatnya capillary filling time
pada perifer, nadi lemah, kulit menjadi pucat.
• Pemeriksaan penunjang pada syok kardiogenik dapat berupa pemeriksaan darah,
EKG, foto polos thorax dan penggunaan kateter Swan-Ganz.
• Tatalaksana pada syok kardiogenik sama seperti tatalaksana pada syok pada
umumnya yang utama adalah stabilisasi jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi.
Tujuan pengobatan pada syok kardiogenik adalah mempertahankan kondisi optimal
jantung dan mengurangi risiko komplikasi.
• Prognosis pada syok kardiogenik tergantung pada kecepatan penanganan, SDM
yang berpengalaman.
14
Daftar Pustaka
Carcillo JA, Han K, Lin J, Orr R. 2007. Goal-Directed Management of Pediatric Shock in the Emergency Department. Clin Ped Emerg Med 8:165-175
Hollenberg SM, Kavinsky CJ, Parrillo JE: Cardiogenic shock. Ann Intern Med 1999 Jul 6; 131(1): 47-59.
Holmes DR Jr, Bates ER, Kleiman NS: Contemporary reperfusion therapy for cardiogenic shock: the GUSTO-I trial experience. The GUSTO-I Investigators. Global Utilization of Streptokinase and Tissue Plasminogen Activator for Occluded Coronary Arteries. J Am Coll Cardiol 1995 Sep; 26(3): 668-74.
Holmes CL, Walley KR. 2003. The Evaluation and Management of Shock. Clin Chest Med 24 (2003) 775– 789
Kliegman, M. et al. 2011. Nelson Textbook of Pediatrics, 19th edition. Elsevier. Philadelphia.
Lees, Martin. King, Douglas. 1988. Cardiogenic Shock in Neonate. Pediatrics in Review.
IDAI. 2011. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid II
Reynolds HR, Hochman JS. 2008. Cardiogenic shock: current concepts and improving outcomes. Circulation 2008; 117:686
Smith, Kristen. Bigham, Michael. 2013. Cardiogenic Shock. The open Pediatric Medicina Journal..
Sudoyo, Aru. dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1.
Suzan E. Jaffe, Tanja Schub. 2012. Quick Lesson About Cardiogenic Shock. Glendale California: Cinahl Information Systems.