Post on 07-Apr-2018
8/6/2019 Bronkiolitis Ref
1/17
BRONKIOLITIS
I. Pendahuluan
I.1. Defenisi
Bronkiolitis adalah infeksi akut pada saluran napas kecil atau bronkiolus,
biasanya disebabkan oleh infeksi virus. Bronkiolitis akibat virus menyebabkan
infeksi saluran napas bawah pada bayi dan anak-anak.1,2,3
I.2. Epidemiologi
Bronkiolitis sering mengenai anak usia di bawah 2 tahun dengan insiden
tertinggi pada bayi usia 6 bulan. Pada daerah yang penduduknya padat, insiden
bronkiolitis oleh karena RSV (Respiratory Synctial virus) terbanyak pada usia 2
bulan. Makin muda umur bayi menderita bronkiolitis biasanya akan semakin berat
penyakitnya. Bayi yang menderita bronkiolitis berat mungkin oleh karena kadar
antibodi maternal (maternal neutralizing antibody) yang rendah. Selain usia, bayi
dan anak dengan penyakit jantung bawaan, bronchopulmonary dysplasia,
prematuritas, kelainan neurologis, dan immunocompromized mempunyai resiko
yang lebih besar untuk terjadinya penyakit yang lebih berat. Insiden infeksi RSV
sama pada laki-laki dan perempuan, namun pada bronkiolitis berat lebih sering
terjadi pada laki-laki.1,2,4
Di RSU Dr. Soetomo, penderita laki-laki lebih banyak. Faktor resiko terjadinya
bronkiolitis adalah jenis kelamin laki-laki, status sosial ekonomi rendah, jumlah
anggota keluarga yang besar, perokok pasif, berada pada tempat penitipan anakatau ke tempat-tempat umum yang ramai, rendahnya antibodi maternal terhadap
RSV, dan bayi yang tidak mendapatkan air susu ibu (ASI). Di negara dengan 4
musim, bronkiolitis banyak terjadi pada musim dingin sampai awal musim semi.
Di negara tropis, biasanya pada musim hujan. Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSU Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2002 dan tahun 2003, bronkiolitis banyak
didapatkan pada bulan Januari sampai bulan Mei.1,2
II. Etiologi
1
8/6/2019 Bronkiolitis Ref
2/17
Respiratory syncytial virus (RSV) suatu anggota famili paramyxoviridae dan
terdiri dari genusPneumovirus. RSV merupakan suatu virus berselubung
dalam ukuran sekitar 150 sampai 300 nm, dinamakan demikian karena
replikasi virus menyebabkan fusi sel berdekatan menjadi sinsitia multinuklear
yang besar. Genom RNA utas tunggal menyandi bagi 10 protein spesifik virus.
RNA virus terkandung dalam nukleokapsid heliks yang di kelilingi oleh
selubung lipid yang mempunyai dua glikoprotein untuk menginfeksi sel, satu
merupakan protein fusi (F) yang mempermudah masuknya virus dan hospes.
RSV merupakan yang paling banyak menyebabkan bronkiolitis.2,3,5
VirusParainfluenza merupakan anggota familiParamyxoviridae dan terdiri
dari genusParamyxovirus. VirusParainfluenza berdiameter 150 sampai 250
nm, berselubung dan mengandung genom RNA berutas tunggal. Selubung
ditaburi dua glikoprotein, satu mempunyai aktivitas hemaglutinin dan
neuraminidase, sementara glikoprotein lain mengandung aktifitas fusi.5
Sokongan keseluruhan infeksi virusParainfluenza bagi penyakit saluran
pernapasan bervariasi, tergantung lokasi dan tahun.5
Adenovirus merupakan virus DNA kompleks berdiameter 70 sampai 80 nm.
Adenovirus manusia termasuk genus Mastadenovirus. InfeksiAdenovirus
tersering timbul pada bayi dan anak. Infeksi saluran pernapasan atas akut yang
tersering dengan rhinitis yang menonjol, kadang-kadang penyakit saluran
pernapasan bawah yang mencakup bronkiolitis dan pneumonia.5
III. Anatomi
2
8/6/2019 Bronkiolitis Ref
3/17
8/6/2019 Bronkiolitis Ref
4/17
Gambar 2. Saluran napas bawah6
Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris dimana bronkus utama kanan
lebih pendek dan lebih lebar dibandingkan dengan bronkus utama kiri. Cabang
utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan
kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini terus berjalan menjadi bronkusyang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis,
yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli. Bronkiolus terminalis
memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin
tulang rawan, tetapi di kelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat
berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis
disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai
penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru.7
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional
paru. Asinus terdiri dari (1) bronkiolus respiratorius, yang terkadang memiliki
kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya; (2) duktus alveolaris,
seluruhnya dibatasi oleh alveolus, dan (3) sakus alveolaris terminalis, yaitu
struktur akhir paru. Alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh dinding
tipis atau septum. alveolus pada hakikatnya merupakan suatu gelembung gas yang
di kelilingi oleh jaringan kapiler sehingga batas antara cairan dan gas membentukteganngan permukaan yang cenderung mencegah pengembangan saat inspirasi
dan cenderung kolaps pada waktu ekspirasi. pembentukan dan pengeluaran
surfaktan oleh sel lapisan alveolus bergantung pada beberapa faktor, yaitu
kematangan sel-sel alveolus dan sistem enzim biosintetik, kecepatan pergantian
surfaktan yang normal, ventilasi yang memadai, dan aliran darah ke dinding
alveolus.7
Gambaran Radiologi Normal
4
8/6/2019 Bronkiolitis Ref
5/17
Gambar 3. Normal lobulus pulmonar : anatomi dari bronchiolus dan kedua lobulus
pulmonal. Radiograph dari spesimen dimana bronchiolus berisi barium menunjukkan gambaran
garis percabangan centrilobular dan nodular yang opak. Duktus bronchiolus dan alveolar hanya
berjarak beberapa milimeter dari permukaan pleura dan interlobular septal (tanda panah).8
5
8/6/2019 Bronkiolitis Ref
6/17
Gambar 4. Posisi AP
9
Gambar 5. Posisi lateral
9
Keterangan: Keterangan:
1. Lapangan paru 1. Diaphragma
2. Hilus 2. Jantung
3. Jantung 3. Udara dalam lambung
4. Mediastinum 4. Ruang retrosternal
5. Diaphragma 5. Fissura horizontal
6. Sinus costophrenicus 6. Fissura oblique
7. Trakhea 7. Hilus
8. Jaringan lunak
IV. Patofisiologi
Bronkiolitis paling sering disebabkan olehRespiratory Syncityal Virus (RSV).3
Terdapat dua glikoprotein permukaan yang merupakan bagian terpenting dari
RSV untuk menginfeksi sel, yaitu protein G (attachment protein) yang mengikat
sel dan protein F (fusion protein) yang menghubungkan partikel virus dengan sel
target dan sel tetangganya. Kedua protein ini merangsang antibodi neutralisasi
protektif pada host. Terdapat dua macam strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV
6
8/6/2019 Bronkiolitis Ref
7/17
strain A menyebabkan gejala pernapasan yang lebih berat dan menimbulkan
sekuele. Masa inkubasi RSV 2 5 hari. . Virus bereplikasi di dalam nasofaring
kemudian menyebar dari saluran napas atas ke saluran napas bawah melalui
penyebaran langsung pada epitel saluran napas dan melalui aspirasi sekresi
nasofaring. RSV mempengaruhi saluran pernapasan melalui kolonisasi dan
replikasi virus pada mukosa bronkus dan bronkiolus yang memberi gambaran
patologi awal berupa nekrosis sel epitel silia. Nekrosis sel epitel saluran napas
menyebabkan terjadi edema submukosa dan pelepasan debris dan fibrin ke dalam
lumen bronkiolus.1,2
Gambar 6. Saluran udara yang tersumbat akibat pembengkakan pada
dinding bronkiolus10
Virus yang merusak epitel bersilia juga mengganggu gerakan mukosilier,
mukus tertimbun di dalam bronkiolus. Kerusakan sel epitel saluran napas juga
mengakibatkan saraf aferen lebih terpapar terhadap antigen/iritan, sehingga
dilepaskan beberapa neuropeptida (neurokinin, substance P) yang menyebabkan
kontraksi otot polos saluran napas. Pada akhirnya, kerusakan epitel saluran napas
juga meningkatkan ekpresiIntercelluler Adhesion Molecule-1 (ICAM-1) dan
produksi sitokin yang akan menarik eosinofil dan sel-sel inflamasi. Jadi,
bronkiolus menjadi sempit karena kombinasi dari proses inflamasi, edema saluran
7
8/6/2019 Bronkiolitis Ref
8/17
pernapasan, akumulasi sel-sel debris dan mukus serta spasme otot polos saluran
napas. Adapun respon paru ialah meningkatkan kapasitas fungsi residu,
menurunkan compliance, meningkatkan tahanan saluran napas, dead space serta
meningkatkan shunt. Semua faktor-faktor tersebut menyebabkan peningkatan
kerja sistem pernapasan, batuk, wheezing, obstruksi saluran napas, hiperaerasi,
atelektasis, hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolik sampai gagal napas. karena
resistensi aliran udara napas berbanding terbalik dengan diameter saluran napas,
maka penebalan dinding bronkiolus sedikit saja sudah memberikan akibat cukup
besar pada aliran udara. Apalagi diameter saluran napas bayi dan anak kecil lebih
sempit, resistensi aliran udara saluran napas meningkat pada fase inspirasimaupun fase ekspirasi.1,2
Selama fase ekspirasi terdapat mekanisme klep sehingga udara akan
terperangkap dan menimbulkan overinflasi dada. Volume dada pada akhir
ekspirasi meningkat hampir 2 kali di atas normal. Anak besar dan dewasa jarang
mengalami bronkiolitis bila terserang infeksi virus. Perbedaan anatomi antara
paru-paru bayi muda dan anak yang lebih besar mungkin merupakan kontribusi
terhadap hal ini. Respon proteksi imunilogi terhadap RSV bersifat transien dan
tidak lengkap. Infeksi yang berulang pada saluran napas bawah akan
meningkatkan resistensi terhadap penyakit. Infeksi RSV dapat menstimulasi
respon imun humoral dan seluler. Respon antibodi sistemik terjadi bersamaan
dengan respon imun lokal. Bayi usia muda mempunyai respon imun yang lebih
buruk.1,2
V. Manifestasi klinik
Mula-mula bayi menderita ISPA atas ringan berupa pilek yang encer dan
bersin. Gejala ini berlangsung selama beberapa hari, kadang-kadang disertai
demam dan nafsu makan berkurang. kemudian timbul distress napas yang ditandai
oleh batuk paroksismal, wheezing, sesak napas. Bayi akan menjadi rewel, muntah
serta sulit makan dan minum. Bronkiolitis biasanya terjadi setelah kontak dengan
orang dewasa atau anak besar yang menderita infeksi saluran napas atas yang
8
8/6/2019 Bronkiolitis Ref
9/17
ringan. bayi mengalami demam ringan atau tidak demam sama sekali dan bahkan
ada yang mengalami hipotermi.1,4
Gambar 7. Inflamasi pada saluran napas, terjadi pembengkakan dan
berisi mukus11
Infeksi akut bronkiolitis tidak disadari pada orang dewasa.12Pada orang dewasa,
gejala terlazim adalah pilek, rhinore, nyeri tenggorokan, dan batuk. Kadang-
kadang batuk disertai gejala sistemik sedang seperti malaise, nyeri kepala, dan
demam.
VI. Gambaran Laboratorium
Tes laboratorium tidak spesifik. hitung leukosit normal. Pada pasien dengan
peningkatan lekosit biasanya didominasi oleh PMN dan bentuk batang. Analisa
gas darah dapat menunjukkan adanya hipoksia akibat V/Q mismatch dan asidosis
metabolik jika terdapat dehidrasi.1
Untuk menentukan penyebab bronkiolitis, dibutuhkan pemeriksaan aspirasi
atau bilasan nasofaring. Pada bahan ini, dapat dilakukan kultur virus tetapi
memerlukan waktu yang lama, dan hanya memberikan hasil positif pada 50%
kasus. Ada cara lain yaitu dengan pemeriksaan antigen RSV dengan
menggunakan cara imunofluoresen atau ELISA. Sensitifitas pemeriksaan ini
adalah 80-90%.1,2
9
8/6/2019 Bronkiolitis Ref
10/17
Pada pemeriksaan histopatology menunjukkan nekrosis epitel dan proses
inflamasi pada dinding bronkiolus, eksudat neutrofil pada lumen saluran napas
dan terutama infiltrasi mononuklear pada dinding lumen.13
Gambar 8. Gambaran histopatologi dari bronkiolitis menunjukkan bagian
dinding bronkial yang mengalami destruksi dan infiltrasi neutrofil.13
Gambar 9. Gambaran histopatologi menunjukkan multipel makrofag pigmen
coklat dan lumen bronkial dan alveolus.13
VII. Gambaran Radiologi
Pasien dengan bronkiolitis sering kali menunjukkan gambaran radiologi yang
abnormal. Umumnya terlihat paru-paru mengembang. Bisa juga didapatkan
bercak-bercak yang tersebar, mungkin atelektasis atau pneumonia.3
10
8/6/2019 Bronkiolitis Ref
11/17
Gambar 10. Gambaran foto
thorax pada bayi denganbronkiolitis RSV, menunjukkan
hiperinflasi dan atelektasis
bilateral.3
Gambar 11. Bronkiolitis akibat
RSV dan Pneumonia. Tampak
infiltrat bilateral dan
hiperventilasi.14
11
8/6/2019 Bronkiolitis Ref
12/17
Gambar 12. Bronchiolitis infeksius dan bronchopneumonia: Gambaran foto thoraxPA menunjukkan noduler yang opak dan konsolidasi pada lobus kanan bawah. Pasien
berumur 48 tahun dengan Mycoplasma bronchiolitis dan bronchopneumonia. (Courtesyof Dr. Atsushi Nambu, Department of Radiology, University of Yamanashi, Yamanashi,
Japan.)8
Gambar 13. Obliterative bronchiolitis. Tampak lateral menunjukkan rongga udara
pada retrosternal. Pasien berumur 44 tahun dengan obliterative bronchiolitis
menunjukkan transplantasi paru bilateral e.c kista fibrosis.8
12
8/6/2019 Bronkiolitis Ref
13/17
Gambar 14. Respiratory syncytial virus (RSV) bronchiolitis. Gambaran foto thorax
PA (A) dan lateral (B) menunjukkan hyperinflasi dengan penurunan vaskularisasi di
basal paru dan pendataran diafragma. Pasien berumur 3 bulan dengan RSV
bronchiolitis. (Case courtesy of Dr. Eric Effman, Children's Hospital and MedicalCenter, Seattle, Washington.)15
Gambar 15. Respiratory syncytial virus (RSV) bronchiolitis. Chest X-Ray PA (A)
menunjukkan tidak ada kelainan. Gambaran CT Scan saat inspirasi,(B) menunjukkan
penipisan area dan vaskularisasi (panah). Gambaran CT Scan saat ekspirasi, (C)
menujukkan area dari udara yang terperangkap (panah). Biopsy spesimen (D)
menggambarkan bronchiolitis obliterans (panah). Pasien berumur 53 tahun dengan RSV
bronchiolitis.15
13
8/6/2019 Bronkiolitis Ref
14/17
Gambar 16. CT Scan thorax menunjukkan centrilobular nodulus dan garis percabangan
dan nodular yang opak (gambaran kuncup) di regio paru. Ground-glass opak dan
konsolidasi juga bisa dilihat. Pasien berumur 26 tahun dengan bronchiolitis aspirasidan
pneumonia.8
Diagnosis Banding
1). Pneumonia
Gambar 17. Foto (PA) dada menunjukkan suatu bulatan densitas pada lobus
kanan bawah (panah).
Biasanya ini akan berkembang menjadi konsolidasi lobar dari pneumonia yang
atipikal.16 Pada pneumonia, didapatkan perselubungan padat homogen sesuai dengan
lobus atau segmen paru, biasanya berbatas tegas, pada permulaannya sering masih
terlihat vaskuler, dan tampakair bronchogram sign, juga biasa disertai efusi pleura.
2). Congestive heart failure
14
8/6/2019 Bronkiolitis Ref
15/17
Gambar 18. Gambaran thorax posisi PA
menunjukkan gambaran distribusi khas
batwing17.
Pada CHF biasanya akan tampak perselubungan pada kedua lobus dengan gambaran
khas batwing, tanda-tanda kongesti paru atau edema paru dimana pembuluh-
pembuluh darah dan limfa distended juga disertai dengan pembesaran jantung.
3). Cystic fibrosis
Gambar `19. Secara umum, dilatasi
bronchus ireguler pada cystic fibrosis
memberikan gambaran bullosa yangberpola.18
Pada foto polos akan muncul lubang-lubang lusen pada bronchi yang
biasanya terisi cairan. Pada infeksi berulang, biasanya akan menyebabkan
bronkiektasis, mulanya pada lobus atas kemudian akan menjadi lebih difus.
VIII. Therapy
Infeksi oleh virus RSV biasanya sembuh sendiri (self limited), sehingga
pengobatan yang ditujukan biasanya pengobatan suportif. Prinsip dari pengobatan
ini ialah:
15
8/6/2019 Bronkiolitis Ref
16/17
1. Oksigenasi
Oksigenasi sangat penting untuk menjaga jangan sampai terjadi hipoksia,
sehingga memperberat penyakitnya. Hipoksia terjadi akibat gangguan perfusi
ventilasi paru-paru. Oksigenasi dengan kadar oksigen 30 - 40% sering
digunakan untuk mengoreksi hipoksia.19
2. Cairan
Pemberian cairan sangat penting untuk mencegah terjadinya dehidrasi
akibat keluarnya cairan lewat evaporasi, karena pernapasan yang cepat dan
kesulitan minum. Jika tidak terjadi dehidrasi diperlukan pemberian cairan
rumatan. Cara pemberian cairan ini bisa intravena atau nasogastrik. Akan
tetapi, harus hati-hati pemberian cairan lewat lambung karena dapat terjadi
aspirasi dan menambah sesak napas akibat lambung yang terisi cairan dan
menekan diafragma ke paru-paru.19
3. Obat-obatan
Antivirus (Ribavirin)
Bronkiolitis paling banyak disebabkan oleh virus sehingga ada pendapat
untuk mengurangi beratnya penyakit dapat diberikan antivirus. Ribavirin
adalah obat antivirus yang bersifat virus statik. Tetapi, penggunaan obat ini
masih kontroversial mengenai efektivitas dan keamanannya. The American
of Pediatric merekomendasikan penggunaan ribavirin pada keadaan
diperkirakan penyakitnya menjadi lebih berat seperti pada penderita
bronkiolitis dengan kelainan jantung, fibrosis kistik, penyakit paru-paru
kronik, immunodefisiensi, dan pada bayi-bayi prematur. Ada beberapa
penelitian prospektif tentang penggunaan ribavirin pada penderita
bronkiolitis dengan penyakit jantung dapat menurunkan angka kesakitan
dan kematian jika diberikan pada saat awal. Penggunaan ribavirin biasanya
dengan cara nebulizer aerosol 12 - 18 jam per hari atau dosis kecil dengan 2
jam 3 x/hari.
19
16
8/6/2019 Bronkiolitis Ref
17/17
Antibiotik
Penggunaan antibiotik biasanya tidak diperlukan pada penderita
bronkiolitis, karena sebagian besar disebabkan oleh virus, kecuali ada tanda-
tanda infeksi sekunder. Penggunaan antibiotik justru akan meningkatkan
infeksi sekunder oleh kuman yang resisten terhadap antibiotik tersebut.19
Bronkodilator dan Antiinflamasi
Kedua macam obat tersebut masih kontroversial penggunaannya pada
bronkiolitis. Ada beberapa penelitian yang mengatakan bahwa penggunaan
bronkodilator dan antiinflamasi dapat mengurangi beratnya penyakit dan
mencegah terjadinya mengi di kemudian hari.19
Pengobatan dengan kortikosteroid, sering secara tiba-tiba/cepat. Relaps
umum terjadi jika kortikosteroid dihentikan lebih awal dan sebagian besar
pasien memerlukan terapi kortikosteroid paling sedikit 6 bulan.12
IX. Prognosis
Kebanyakan prognosis pasien dengan bronkiolitis adalah baik. Pasien biasanya
dapat mengatasi serangan tersebut dalam waktu sesudah 48 72 jam. Prognosis
menjadi buruk pada pasien dengan kelainan imunologi atau penyakit
kardiopulmoner yang kronik. Mortalitas karena infeksi infeksi RSV primer kurang
dari 1%, pasien dapat meninggal karena komplikasi pneumonia, apneu yang lama,
asidosis respiratorik yang tidak terkoreksi, karena dehidrasi atau infeksi bakteriyang tidak terobati.2
17