Post on 16-Oct-2021
22
BAB IV
GAMBARAN UMUM PENELITIAN
4.1 Masyarakat Desa Hli Buei
4.1.1 Geografi
Bengkayang adalah sebuah Kabupaten yang memiliki beragam Kebudayaan,
salah satu kebudayaan yang masih kental dan juga rumah adat nya masih berdiri, yang
menjadi desa Tradisional ditengah kemajuan modernisasi adalah Kampung adat Sebujit
yang merupakan kampung adat yang terletak di Perbatasan Indonesia dan Malaysia.
Tepatnya di Desa Hli Buei, Kecamatan Siding, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan
Barat, Indonesia.
Terletak di Daerah Perbatasan menjadikan kampung Sebujit ini bukan hanya
sekedar kampung biasa tetapi juga merupakan Relasi Sosio Kultural untuk mayatukan
Solidaritas sosial dan Harmonisasi Sosial dengan Negara tetangga (Malaysia). Berikut
terlihat peta Desa Hli Buei
Gambar 2
Peta Kampung Sebujit Desa Hli Buei
Sumber : Google Maps
Desa Hli Buei merupakan kampung adat dengan keberagaman budaya etnik
bidayuhnya yang khas dan terjaga kearifan serta kelestarian budayanya, serta alam yang
asli dan indah. Menurut Bps Kabupaten Bengkayang batas wilayah Desa Hli Buei
Sebelah Utara Berbatasan dengan Desa Siding Sekaligus dengan Wilayah Perbatasan
23
Malaysia Timur, Sebelah Selatan Kecamatan Seluas, Timur Tangguh, Sebelah Barat
Kecamatan Seluas.
4.1.2 Demografi
Menurut BPS Bengkayang Desa Hli Buei memiliki penduduk dengan sebanyak
837 jiwa, diantaranya Laki-laki 440 jiwa dan Perempuan Berjumlah 397 jiwa.
Masyarakat Dayak Bidayuh di Desa Hli Bue Kecamatan Siding Kabupaten Bengkayang
memiliki sumber mata pencaharian hidup yang beragam. Namun mata pencaharian
utamanya adalah bertani ladang kering. Selain berladang, orang Dayak Bidayuh juga
memilihara temak, antara lain babi dan unggas. Perkebunan juga menjadi salah satu
mata pencaharian orang Dayak bidayuh. Tanaman yang ditanam pada umumnya adalah
karet, sedangkan berburu dan menangkap ikan merupakan pekerjaan tambahan untuk
mengisi hari-hari yang kosong. Jangan-jangan untuk menambah ekonomi keluarga.
4.2 Upacara Nyobeng
Upacara Nyobeng sebenarnya berasal dari kata Nibakng atau Sibankg yang
merupakan kegiatan Ritual yang besar dan tidak bisa sembarangan. Nibakng sebenarnya
sama, yaitu pertama Nibakng ini merupakan kegiatan tahunan yang paling besar
merupakan ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tipaiakng (dalam bahasa
sukuDayak Bidayuh), atas berkat panen padi yang diterima masyarakat suku Dayak
Bidayuh ini merupakan tujuan sesungguhnya dari ritual Nyobeng itu sendiri.
Dan yang kedua merupakan ritual untuk menghormati kepala manusia hasil
mengayau. Upacara Nyobeng merupakkan Upacara adat untuk menghormati roh-roh
leluhur yang diyakini sampai saat ini masih menjaga mereka.
4.2.1 Sejarah Nyobeng
Dahulu kala Suku Dayak Bidayuh yang tinggal di wilayah Indonesia dan
Malaysia kerap saling berperang. Tapi sekarang, lewat Gawai Dayak Bidayuh serumpun
Indonesia-Malaysia, dijunjung tinggi persaudaraan dalam kemasan ritual Nyobeng
untuk perdamaian. Hasil peperangan terutama ngayau disimpan warga Dayak Bidayuh
Hi Buei di rumah baluk.
Tengkorak musuh itu dikumpulkan di dalam rumah adat yang letaknya di tengah
kampung. Setiap tahunnya tengkorak hasil ngayau dimandikan dan dibersihkan Ada
penghormatan yang diberikan secara turun temurun meski tengkorak itu dulunya adalah
24
musuh. Ritual Nyobeng yang dilakukan setiap tahun merupakan tanda perdamaian,
melingkupi perdamaian Dayak Bidayuh serumpun yang ada di Indonesia ataupun
Malaysia.
Dalam setiap kesempatan digelarnya ritual Nyobeng, ada warga Malaysia yang
ikut hadir dalam upacara tersebut. Memungkinkan bagi mereka (warga Malaysia) untuk
ikut hadir di upacara adat tersebut selain karena masih satu rumpun dari Dayak
Bidayuh, juga karena kampung Hli Buei (Sebujit) terletak dekat kawasan perbatasan.
4.2.2 Ritual Adat
Ritual Nyobeng merupakan ritual memandikan atau membersihkan tengkorak
kepala manusia hasil mengayau oleh nenek moyang suku Dayak Bidayuh. Ini dilakukan
suku Dayak Bidayuh, satu diantara sub-suku Dayak di Kampung adat Sebujit, Desa Hli
Buei Kecamatan Siding, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat.
Mengayau adalah memengal kepala manusia dan tengkoraknya diawetkan.
Sekarang tradisi mengayau sudah tidak dilakukan lagi. Upacara ini cukup mengharukan
dan berlangsung selama tiga hari, mulai 15 – 17 juni yang harus di laksanakan setiap
tahun. Pra kegiatan ritual Nyobeng dilakukan dengan buka rumah Baluk (rumah adat
Suku Dayak Bidayuh) pada 13 Juni.
Gambar 3
Rumah Baluk (Rumah adat Suku Dayak Bidayuh)
Sumber gambar : Data Primer 2019.
Pembukaan rumah adat ini juga dilakukan dengan sebuah ritual, yaitu ritual
buka rumah Baluk, ada beberapa sesajian yang menjadi syarat ritual ini, yaitu sirih,
gambir, kapur, pinang, tuak, daun jeruk dan bawang kucai sebagai pewanginya. Setelah
25
rumah Baluk di buka musik dengan alat tradisional yang ada di dalam rumah Baluk
harus dimainkan terus, musik itu disebut musik maniamas, yaitu musik santai dan
persahabatan.
Proses ritual Nyobeng ini dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap pertama ritual
di mulai pukul 04.00 subuh, bertempat di rumah Baluk di pimpin oleh ketua adat. Ritual
pertama ini disebut dengan Paduapm (dalam bahasa Dayak Suku Bidayuh) yang artinya
memanggil atau menggundang roh-roh para leluhur untuk datang dalam ritual Nyobeng
dan sekaligus memohon izin atas ritual yang akan dilaksanakan, supaya semuanya
berjalan dengan baik dan mendapat berkat dari para leluhur (Tipaiakng; menyebut
Tuhan dalam bahasa Suku Dayak Bidayuh).
Rumah Baluk merupakan rumah Adat Suku Dayak Bidayuh yang berupa rumah
panggung dan berbentuk bulat. Untuk memasuki rumah adat ini, dibuat undakan yang
terbuat dari bilah pohon atau kayu belian. Rumah Baluk dengan tinggi 16 meter dan
berbentuk bulat, dengan 21 tiang penyanggah dari kayu belian, beratapkan daun sagu,
dan dinding dari bambu yang terbelah. Dengan satu pintu utama, di bagian kiri dan
kanan masing-masing satu buah jendela yang terbuka mengagak keatas dengan satu
kayu penyanggah.
Bagian belakang dengan dua jendela yang berlapis diatas dan bawah, terbuka
mengagak keatas, didepan pintu masuk ada dua buah patung dari kayu belian yang
berdiri dan saling berhadapan, disebelah kiri dan kanan. Patung ini merupakan patung
nenek moyang suku Bidayuh. Rumah Baluk ini sangat menawan jika di lihat dari
kejauhan. Rumah Baluk sudah ada sejak tahun 1997 dan sekarang sudah 21 tahun,
dengan berlantai papan, berdinding bambu, dan beratap daun sagu masih tetap kokoh
berdiri.
Bagian dalam rumah Baluk cukup luas dan ada banyak barang untuk kegiatan
ritual Nyobeng. Bagian dalam rumah Baluk di bagi menjadi tiga lantai, yaitu lantai
dasar, lantai satu, dan lantai dua paling atas yang berukuran kecil. Pada lantai dasar
rumah baluk, siapa saja boleh masuk, karena untuk umum yang bisa menampung sekitar
5 orang lebih bagi yang ingin menyaksikan ritual Nyobeng. Terlihat beberapa pusaka
yang disimpang dalam rumah adat Baluk seperti gambar berikut:
Gambar 4
26
Benda sejarah didalam (Rumah Baluk)
Sumber gambar : Data Primer 2019.
Di tengah-tengah rumah baluk ada dapur yang biasa di gunakan oleh Suku
Dayak Bidayuh untuk memasak, di sebelah kanan ada 4 buah Aguakng (bahasa Dayak
Bidayuh) yang digantungkan didinding rumah Baluk, yaitu alat musik tradisional mirip
seperti Tawak yang memiliki bunyi yang berbeda, dan sebelah kanannya ada 5 buah
gutakng berukuran kecil kira-kira sebesar baskom kecil yang di simpan dalam satu
tempat memanjang dari kayu, 1 buah sanakng yang digantungkan dekat pintu, dan 1
buah tawak juga di gantungkan dekat pintu sebelah kanan, dan semuanya memiliki
bunyi yang berbeda, sangat menarik dan memanjakan teliga bagi yang mendengarnya.
Dibagian tengah ada sibakng (bahasa Dayak Bidayuh) yang panjangnya 7 meter
ke bawah hingga menembus lantai rumah baluk, yang terbuat dari batang pohon yang
panjang dan di lubangi, besarnya kira-kira sepelukan orang dewasa, makin ke bawa
semakin kuncup dan baian permukaan besar, di gantungkan dengan rantai. Selalu di
bunyikan setelah rumah baluk di buka. Dibagian atas ada kabukng mirip gendang
sebagai pengiring sibakng jika di mainkan.
Atap yang terbuat dari daun sagu tersebut harus diganti setiap tahunnya. Sebuah
lapangan bola yang cukup luas dibawahnya menambah indahnya pesona rumah Baluk.
Prosesi yang kedua pada acara ritual Nyobeng yaitu penyambutan tamu, biasa
disebut Nabuai (bahasa Dayah Bidayuh). Dimulai menyambut tamu di batas desa.
Awalnya dilakukan untuk menyambut anggota kelompok yang datang dari mengayau.
Penyambut mengenakan selempang kain merah dengan hiasan manik-manik dari gigi
27
binatang hasil berburu yang dikalungkan. Dilengkapi dengan sumpit, Mandau, dan
senapan lantak yang dibunyikan ketika para tamu undangan hendak memasuki batas
desa. Sumpit dan Mandau juga di acungkan bersama-sama sambil berseru.
Letupan lantak dan seseruan tersebut juga berguna memangil roh para leluhur
sekaligus meminta izin bagi pelaksanaan ritual Nyobeng. Para tamu undangan telah
memanti diperbatasan desa tempat ritual akan dilaksanankan, kemudian rombongan
ketua adat dan tetua-tetua adat datang dari rumah Baluk ke perbatasan desa untuk
menyambut tamu tersebut. mereka datang dengan segala persiapan, berselempang kain
merah, berkalungkan manik-manik dari taring binatang, dan memegang sumpit,
Mandau, dan senapan lantak sambil berseru serempak sepajang jalan menuju perbatasan
desa tempat tamu telah menunggu.
Setibanya diperbatasan desa mereka tetap berseru sambil menyacungkan sumpit
dan Mandau ke atas dan membuyikan senapan lantak beberapa kali. Ritual
penyambutan tamu dilaksanakan, ketua adat telah siap dengan sesajian yang dibawanya.
Tetua adat melemparkan ajing keudara, dengan Mandau, pihak tamu rombongan harus
menebasnya dengan Mandau hingga anjing itu mati, jika masih hidup harus dipotong
begitu jatuh ketanah.
Prosesi juga dilakukan untuk ayam, ketua adat melemparkan ayam ke udara, dan
pihak ketiga rombongan tamu harus menebas ayam itu dengan Mandau sampai mati.
Seusai Ritual rombongan tamu diantar menuju rumah Baluk di tengah perkampungan
Kampung Sebujit. Sambil berjalan menuju rumah Baluk, para tetua adat berjalan paling
depan sambil menari dan diiringin musik untuk mengiringi rombongan tamu sampai ke
rumah Baluk, ada yang berseru-seru. Ribuan orang datang dari berbagai daerah, bahkan
dari luar Kalimantan hanya untuk menyaksikan ritual Nyobeng yang juga merupakan
gawai Dayak Suku Dayak Bidayuh Kampung Sebujit, Desa Hli Buei Kecamatan Siding,
Kabupaten Bengkayang. Proses penyambutan Dapat dilihat melalui gambar dibawah
ini:
Gambar 5
Ritual penyambutan tamu
28
Sumber gambar : Data Primer 2019.
Bersama warga dan tetua adat, para tamu kemudian menari tari maniamas
sambil mengitari rumah Baluk. Maniamas adalah tarian untuk menyambut dan
menghormati para pembela tanah leluhur yang baru datang dari mengayau. Sambil
diiringin tetua-tetua adat dengan bernyayikan lagu dan berseru-seru beberapa kali dan
sambil membaca mantra-mantra.
Gendang panjang yang dipasang menembus lantai rumah adat Baluk pun
bertalu. Mengikuti hentakan kenong dan empat buah gong besar yang tergantung di
dinding. rombongan tamu yang datang, sebuah acara seremonial pun dilakukan.Saat
makan, hidangan yang diberikan merupakan menu netral. Artinya, hidangan untuk tamu
dapat disantap semua. Hanya saja, penyajiannya memang dikemas secara tradisional.
Nasi dan sayur yang dibagikan dibungkus terpisah menggunakan
daun. Diletakkan berjejer di depan tamu. Selain itu, ada pula lauk yang disimpan dalam
wadah bambu yang sudah diraut dan dibentuk memanjang seperti palung
kecil. Kenikmatan santapan terasa meski berbumbu sederhana karena aura tradisional.
Ribuan orang datang dari berbagai daerah, bahkan dari luar Kalimantan hanya
untuk menyaksikan ritual Nyobeng yang juga merupakan gawai Dayak Suku Dayak
Bidayuh Kampung Sebujit, Kecamatan Siding, Kabupaten Bengkayang. Saat masuk
tempat upacara ritual, rombongan diberi percikan air yang telah diberi mantra dengan
daun Hanjuang, yang berfungsi sebagai tolak bala.
Tujuanya agar para tamu terhindar dari bencana. Ketika masuk depan area
rumah Baluk tempat upacara, para tamu harus membasuh kaki diatas nampan berisi
potongan batang pisang dan buah kundur sebagai pembersih diri atau pepasan. Ritual ini
29
lebih dikenal dengan ritual pepasan. Bersama warga dan tetua adat, para tamu kemudian
menari tari simaniamas sambil mengitari rumah Baluk. Seperti Gambar berikut:
Gambar 6
Ritual Pepasan dan Tarian ritual Nyobeng
Sumber gambar : Data Primer 2019.
Maniamas adalah tarian untuk menyambut dan menghormati para pembela tanah
leluhur yang baru datang dari mengayau. Sambil diiringin tetua-tetua adat dengan
bernyayikan lagu dan berseru-seru beberapa kali dan sambil membaca mantra-
mantra.Ketua adat dan para tetua adat lainya masuk ke rumah Baluk.
Sembari menari maka musik akan terus dimainkan. Para wanita Sebujit akan
mulai ikut menari sembari membagikan tuak terus menerus. Tamu lalu diajak
menikmati berbagai jenis makanan hasil bumi seluruh penduduk Sebujit sambil
beristirahat di balai-balai. Sambutan dan petuah dari tuan rumah dan perwakilan tamu
disampaikan sembari makan dan minum.
Sebelum acara dimulai, para tamu undangan istimewa, Bupati Bengkayang
Suryadman Gidot, Seketaris Daerah Kabupaten Bengkayang, Obaja kepala DPRD
Kabupaten Bengkayang Martinus Kajot, ketua dewan adat Kecamatan Siding Deki
Suprapto, para tokoh masyarakat dan tokoh agama yang menghadiri pembukaan ritual
Nyobeng menuju tempat yang telah di siapkan panitia menghadap ke rumah Baluk.
Pembukaan acara ritual Nyobeng dilakukan dengan pemukulan sibakng
sebanyak tujuh kali sebagai tanda dimulainya ritual Nyobeng, di rumah Baluk yang
dilakukan langsung oleh ketua DPRD Kabupaten Bengkayang, Martinus Kajot, yang di
30
dampinggi oleh ketua adat Suku Dayak Bidayuh, Bpk Amin. Tema Gawai Dayak
Sebujit tahun ini, yaitu “lestarikan adat budaya dayak untuk kesejahteraan masyarakat”.
Selain itu gawai Bidayuh mengandung makna filosofi merupakan rasa
solidaritas, persamaan, persatuan, serta menumbuhkan rasa kecintaan terhadap nilai-
nilai kesenian dan budaya itu sendiri. Serta menjadi modal yang kuat untuk
menumbuhkan perekonomian masyarakat. Pada dasarnya pemerintah Kabupaten
Bengkayang sangat mendukung kegiatan-kegiatan adat dan budaya seperti ini.
Setelah upacara ritual Nyobeng ini di buka dengan pemukulan Sibakng sebanyak
tujuh kali oleh ketua DPRD Kabupaten Bengkayang, Martinus Kajot dan setelah
mendengankan beberapa sambutan dari beberapa tokoh masyarakat, acara dilanjutkan
dengan makan bersama di sekitar rumah Baluk yang telah di siapkan oleh panitia.
Toleransi juga sangat tinggi, bagi yang tamu yang muslim telah disediakan makanan
khusus bukan babi.
Para tamu bebas memilih tempat yang enak untuk makan, karena makanan
disediakan dalam bentuk kotak. Setelah makan tamu boleh meningalkan area rumah
Baluk untuk istirahat. Ritual Nyobeng, memandikan tengkorak kepala manusia hasil
mengayau akan dilaksanakan makamnya di rumak Baluk sekitar pukul 21.00 WIB atau
pukul 22.00 waktu Malaysia.
Malam harinya sekitar pukul 19.00 WIB atau pukul 20.00 waktu Malay,
masyarakat sudah berkumpul di bawah rumah Baluk yang memiliki tinggi 16 meter
dengan 21 tiang pengyanggah dari kayu belian Nampak kokoh berdiri di tengah-tengah
perkampungan Sebujit yang juga menjadi kebanggaan masyarakat sebujit karena rumah
Baluk ini juga sudah dibangun di Taman Mini Indonesia Indah di Jakarta (TMII).
Masyarakat berharap hal ini akan terus berkembang dan tidah hanya sampai di
Taman Mini Jakarta, bisa dikenal oleh seluruh lapisan bahkan sampai lapisan Nasional
dan Internasional bisa mengenal rumah Baluk dan ritual Nyobeng di Kampung Sebujit
ini. Sebelum memulai ritual Nyobeng yang merupakan ritual inti dari upacara ini.
Upacara adat ini dimulai dengan memotong kepala anjing dan ayam di bawah rumah
Baluk. Ayam akan diambil darahnya dan anjing akan diambil kepalanya untuk sesajian
kepada para leluhur.
31
Setelah itu dilanjutkan dengan tari-tarian dan menari bersama-sama masyarakat,
para tamu, dan tetua adat dengan diiringi musik yang dimainakan dari dalam rumah
Baluk, disebut dengan musik simaniamas yaitu, musik santai dan persahabatan yang
memanjakan telinga, sehingga kita menari dengan santai dan bebas sesuai dengan
iringan musik tradisional kebanggaan masyarakat Dayak Bidayuh Kampung Sebujit.
Musik dan tari-tarian ini merupakan ritual sebagi pengantar ke ritual intin memandikan
tengkorak kepala manusia hasil mengayau.
Dua setengah jam lamanya masyarakat menari dengan iringan musik
simaniamas, sekitar pukul 21.30 WIB, ketua adat Bpk. Amin sebagai pemimpin upacara
ritual memandikan tengkorak danbeberapa para tetua adat naik kerumah Baluk dengan
pakaian lengkap kain merah, berkalung manik-manik dari taring binatang, ikat kepala,
dan dengan Mandau di tanggan.
Seekor babi yang lumayan besar terikat pada sebatang kayu, siap untuk di
jadikan kurban kira-kira beratnya hampir mencapai 50 kg, karena tidak harus ditentukan
beratnya berapa. Para tamu dan masyarakat yang ingin menyaksikan langsung ritual ini
diperkenankan masuk ke rumah Baluk, tetapi hanya pada lantai dasar yang boleh untuk
umum, lantai satu tempat sesajian hanya boleh tujuh orang yaitu ketua adat dan para
tetua adat.
Lantai ketiga paling atas dan berukuran kecil merupakan tempat penyimpanan
tengkorak kepala manusia hasil mengayau dan tulang binatang lainya hasil berburu para
nenek moyang Bidayuh. Hanya ketua adat yang bisa naik ke tempat ini.Ketua adat dan
para tetua adat telah siap, semua mata tertuju pada mereka yang akan melakukan ritual
tanda dimulainya ritual, didepan mereka seekor babi yang tak berdaya telah siap
menjadi kurban. Sibakng di pukul sebanyak tujuh kali tanda dimulainya ritual,
sementara itu para tetua adat sambil berseru-seru dan mengacungkan Mandau ke atas
sambil membaca mantra-mantra.
Setelah Sibakng di pukul, para tetua adat terus berseru-seru sambil membaca
mantra, Mandau tetap diacungkan ke atas, setelah itu secara serempak tetua adat
langsung menusukan Mandau yang di pegang kearah babi yang di jadikan kurban, ujung
Mandau menancap dan menembus di bagian lengan babi, suasana serentak berubah
menjadi menegangkan dan menyeramkan, jeritan babi menembus kesunyian malam,
32
darahnya mengalir dari bekas tusukan Mandau yang masih menancap di lengan babi,
semua mata tertuju pada babi yang menjerit.
Para tetua adat terus berseru-seru sambil membacakan mantra-mantra. Setelah
Mandau di tusukkan beberapa kali, ketua adat mengambil darah babi tersebut
menggunakan tangan dan di simpan ke dalam mangkok kecil, setelah cukup darah yang
diambil ketua adat diikuti beberapa tetua adat nak ke lantai dua meninggalkan babi yang
sudah tak bernyawa sementara darahnya terus mengalir bagaikan anak sungai.
Tujuh orang tetuah adat naik ke lantai dua untuk ritual selanjutnya, tidak boleh
lebih dari tujuh orang, setelah beberapa saat melakukan ritual, ketua adat dengan
membawa darah babi naik kelantai tiga paling atasrumah Baluk yang merupakan tempat
penyimpanan tengkorak kepala manusia hasil mengayau dan tulang-tulang binatang
lainnya hasil berburu. Kemudian ketua adat mengoleskan darah babi tersebut beberapa
kali sambil membacakan mantra-mantra, setelah merasa sudah cukup, ketua adat pun
turun kemudian semuanya turun ke lantai dasar rumah Baluk.
Ritual selesai, dilanjutkan dengan memainkan musik simaniamas, merupakan
musik santai dan persahabatan yang selalu memanjakan teliga yang mendengarnya.
Iring-iringan musik simaniamas harus terus dimainkan, sementara itu para tamu dan
masyarakat yang ikut menyaksikan ritual ini satu-persatu turun meninggalkan tempat
ritual rumah Baluk. Bagian terakhir dari ritual ini yaitu para tetua adat menyiapkan
sesajian terakhir, berupa hati babi, anjing, dan ayam diantar ke atas setelah itu para tetua
adat makan adat terakhir dari sesajian yang disiapkan.
Dengan begitu berakhirlah ritual Nyobeng memandikan tengkorak kepala
manusia hasil mengayau yang di lakukan di dalam rumah Baluk. Ritual Nyobeng ini
diisi dengan kegiatan olahraga tradisional. Ada satu yang sangat unik sekali dari
olahraga tradisional dan mungkin tidak dimiliki oleh daerah lain, yaitu panjat pinang
terbalik dengan kaki ke atas dan kepala kebawah.
Terlihat ada kegiatan unik hendak dilakukan yaitu panjat bambu terbalik. Bambu
setinggi 10 meter mulai didirikan di sebelah balug. Peserta panjat bambu terbalik hanya
diikuti 7 orang saja, 7 merupakan angka keramat bagi orang Bidayuh. Dari atas saya
melihat ketua adat merapal mantra dan peserta diperciki air dengan daun hanjuanng.
Gambar 7
33
Atraksi Panjat Bambu Terbalik
Sumber gambar : Data Primer 2019.
Atraksi panjat bambu terbalik merupakan bentuk yang menyatukan solidaritas
karna aksi nya panjat bambu merupakan bagian dari tradisi Ritual Nyobeng ini. Seperti
pada gambar diatas. Hari ketiganya, merupakan hari terakhir dari upacara ritual
Nyobeng ini masih menyisakan satu ritual lagi, yaitu biasa disebut Balik Layar. Balik
Layar ini merupakan ritual terakhir yaitu pertama ucapan terima kasih kepada roh-roh
para leluhur atau Tipaiyakng yang telah datang pada ritual Nyobeng ini dan yang kedua
ritual pengembalian roh-roh para leluhur atau Tipaiyakng ke tempat asal mereka berada
di gunung-gunung sekitar Kampung adat Sebujit. Karena seperti ritual pertama di awal
mereka di undang secara baik-baik untuk meminta izin dan untuk hadir dalam ritual
Nyobeng, nah sekarang mereka juga akan dikembalikan lagi ketempat mereka supaya
roh-roh leluhur tadi tetap bersahabat dengan masyara kat, melindungi masyarakat, dan
memberikan rezeki yang melimpah.
Dengan ritual terakhir inilah berakhir pula ritual Nyobeng Suku Dayak Bidayuh
Kampung Sebujit, Kecamatan Siding, Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat.Ritual
Nyobeng merupakan warisan nenek moyang yang diwariskan secara turun temurun,
sebuah ucapan syukur kepada leluhur. Ritual ini harus dilaksanakan setiap tahunnya dan
tidak bisa di tinggalkan. Ada konsekuensi tersendiri yang harus masyarakat Suku
Bidayuh terima jika seandainya ritual ini tidak silaksanakan.
Hal ini tentunya tidak diinginkan oleh masyarakat Bidayuh, sesuatu akan
menimpa mereka dan sama halnya mereka menyumpah diri mereka sendiri, mungkin
msyarakat Dayah Bidayuh tidak bisa hidup nyaman dan tentram seperti sekarang ini,
34
rezeki akan terus diberikan kepada mereka oleh para leluhur atau Tipaiakng (Tuhan).
Maka dari inilah masyarakat harus terus bersyukur kepada Tipaiakng (Tuhan) atas
rezeki yang melimpah kepada mereka (masyarakata Dayak Bidayuh). Hal ini dijelaskan
langsung oleh Bapak Amin selaku ketua adat Dayak Bidayuk, Kampung Sebujit dan
Pak Gunawan, ketika wawancara langsung di rumah Baluk, malamnya sekitar pukul
21.00 WIB.
Upacara adat Nyobeng sekaligus merupakan gawai Dayak Suku Dayak Bidayuh
Kampung Sebujit ini akan digelar tahun depan 2014. Masyarakat sangat mengarapkan
gawai tahun 2014 juga dapat terlaksana denagan baik dan ada sesuatu yang berbeda.
Gunawan, SH. Selaku ketua patinitia gawai Dayak Bidayuh Sebujit, mengatakan “gawai
2014 mendatang aka nada sesuatu yang berbeda dan akan lebih ramai, akan
mengundang tamu-tamu dari Malaysia.
Rencananya gawai 2014 nanti, panitia akan menyiapkan sofenir-sofenir yang
berupa rumah Baluk kecil untuk para pengunjung yang datang, ungkapnya”. Ini
diharapkan, lanjut Gunawan, bisa menjadi satu cara yang bisa memikat para wisatawan
dari berbagai daerah, bahkan dari luar negeri untuk datang kesebujit menyaksikan gawai
Dayak Bidayuh ini.
Dengan demikian para tamu yang datang tidak pulang dengan tangan kosong.
Selain sofenir rumah Baluk, juga akan di siapkan barang-barang lainya. Bisa memp
erkenalkan budaya yang ada di sebujit ke pada dunia luar. Budaya ini jangan sampai
punah di makan waktu, dan harus terus ada yang melestarikannya sampai kapanpun,
Gunawan menyayangkan anak-anak muda sekarang ini, misalnya di kampung sebujit,
sedikit sekali anak-anak muda yang peduli akan budayanya sendiri.
Sikap cuek dan tidak mau berperan aktifmisalnya dalam kegiatan seperti ini
yang hanya diadakan sekali dalam satu tahun. Dikhawatirkan dalam beberapa puluh
tahun kedepan mungkin tidak ada lagi yang meneruskan budaya ini, tetapi ini jangan
sampai terjadi, ungkap Gunawan saat di temui di rumahnya.Ketua adat Suku Dayak
Bidayuh, Kampung Sebujit, Bapak Amin berpesan kepada seluruh masyarakat Sebujit
agar tetap mencintai, mempertahankan budaya kita ini, jangan sesekali kita melupakan
budaya sendiri.
35
Bahkan harus terus dikembangkan dan diperkenalkan kepada seluruh lapisan
masyarakat di Kalimantan Barat, secara Nasional, bahkan Internasional yang belum
mengenal budaya kita ini. Jangan sampai budaya yang sudah ada sejak dahulu kala ini
merupakan warisan nenek moyang secara turun temurun ini di kalahkan bahkan di
hapus oleh budaya yang baru sekarang ini yang datang dari luar.
Kepada anak-anak muda Suku Dayak Bidayuh Kampung Sebujit, jangan hanya
menjadi penonton di kampung sendiri ketika budaya kita di pamerkan kepada orang
lain.Kita harus berperan aktif di dalamnya. Karena kalianlah para anak muda yang
memengang kunci pertahanan dan perkembangan budaya ini, tegas Pak Amin.
Begitulah pesan yang disampaikan Pak Amin selaku ketua adat Kampung Sebujit agar
budaya itu tetap tumbuh dan berkembang sepanjang masa.