Post on 26-Oct-2020
6
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang yang ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang dapat diabsorbsinya (Smelzter, 2002 ; Bare, 2002).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Mansjoer, 2000).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur
akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti
osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis (Mansjoer, 2001).
Fraktur adalah setiap patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik ( Price, 2006 ; Wilson, 2006).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa
nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, dan krepitasi (Doenges,
2000 ).
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang, yang diakibatkan oleh
tekanan eksternal yang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang
(Carpenito, 2000).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah suatu cedera yang
mengenai tulang yang disebabkan oleh trauma benda keras.
7
B. Anatomi dan Fisiologi
Gambar sistem kerangka
( Syaifuddin, 2006)
8
1. Anatomi
Tulang ekstermitas bawah ataun anggota gerak bawah dikaitkan pada
batang tubuh dengan perantara gelang panggul terdiri 31 pasang:
- Tulang koksa: tulang pangkal paha
- Tulang femur: tulang paha
- Tibia : tulang kering
- Fibula : tulang betis
- Patella : tempurung lutut
- Tarsolia : tulang pangkal kaki
- Meta tarsalia: tulang telapak kaki
- Falang : ruas jari kaki
a. OS koksa (tulang pangkal paha)
OS koksa turut membentuk gelang panggul, letaknya disetiap sisi dan
di depan bersatu dengan simfisis pubis dan membentuk sebagian
besar tulang pelvis.
b. OS femur
Merupakan tulang pipa dan terbesar didalam tulang kerangka pada
bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum membentuk
kepala sendi yang disebut kaput femoris. disebelah atas dan bawah
dari kolumna femoris terdapat taju yang disebut trokanter mayor dan
9
trokanter minor. Dibagian ujung membentuk persendian lutut,
terdapat dua buah tonjolan yang disebut kondilus lateralis dan
medialis. Diantara dua kondilus ini terdapat lekukan tempat letaknya
tulang tempurung lutut (patela) yang disebut dengan fosa kondilus.
c. OS tibialis dan fibularis
Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang
membentuk persendian lutut dengan OS femur, pada bagian ujungnya
terdapat tonjolan yang disebut OS maleolus lateralis atau mata kaki
luar. OS tibia Bentuknya lebih kecil pada bagian pangkal melekat
pada OS fibula pada bagian ujung membentuk persendian dengan
tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang disebut OS maleolus
medialis.
d. OS tarsalia (tulang pangkal kaki)
Dihubungkan dengan tungkai bawah oleh sendi pergelangan kaki,
terdiri dari tulang-tulang kecil yang banyaknya 5 yaitu sendi:
1) Talus
2) Kalkaneus
3) Navikular
4) OS kuboideum
5) Kunaiformi
e. Meta tarsalia (tulang telapak kaki)
10
Terdiri dari tulang-tulang pendek yang banyaknya 5 buah, yang
masing-masing berhubungan dengan tarsus dan falangus dengan
perantaraan sendi.
f. Falangus (ruas jari kaki)
Merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang masing-masing
terdiri dari atas 3 ruas keculi ibu jari banyaknya 2 ruas, pada meta
tarsalia bagian ibu jari terdapat dua buah tulang kecil bentuknya
bundar yang disebut tulang bijian (OS sesarnoid)
2. Fisiologi
Sistem muskuloskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan berperan
dalam pergerakan. Sistem terdiri dari tulang, sendi, otot, rangka, tendon,
ligament, bursa dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan
struktur tersebut.
(Price, 2006 ; Wilson, 2006)
C. Etiologi
Etiologi dari fraktur menurut Price, 2006 ; Wilson, 2006 ada 3 yaitu
1. Cidera atau benturan
2. Fraktur Patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi
lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban
11
Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang-orang yang baru
saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru diterima untuk
berlatih dalam angkatan bersenjata atau orang-orang yang baru memulai
latihan lari.
Fraktur juga dapat terjadi akibat kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian atau jatuh di kamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa
benda berat, kecelakaan pada kerja oleh karena mesin atau oleh karena trauma
olah raga.
(Rasjad, 1999)
D. Patofisiologi
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan
metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang
terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
perdarahan, maka volume darah menurun. COP (Cardiak Out Put) menurun
maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi
plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh.
Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi neuralvaskuler yang
menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping itu
fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat
12
terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan
integritas kulit.
Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan
dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang
telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh.
(Price, 1995 ; Wilson, 1995)
E. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstermitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan
warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai
fragmen tulang di imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur
merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan
gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan
dan cenderung bergerak secara tidak alamiah bukannya tetap rigid seperti
normalnya, pergeseran fragmen pada fraktur menyebabkan deformitas,
ekstermitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan
ekstermitas yang normal. Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik
karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melekatnya otot.
13
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang
sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat
fraktur.
4. Saat ekstermitas di periksa dengan tangan, teraba adanya
derik tulang yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara
fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi
sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini
biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
( Smelzter, 2002 ; Bare, 2002)
F. Penatalaksanaan
1. Fiksasi Internal
Salah satunya adalah tindakan ORIF(Open Reduction Internal
Fixation) atau fiksasi internal dengan pembedahan terbuka akan
mengimmobilisasi fraktur dengan melakukan pembedahan dengan
memasukan paku, sekrup atau pin ke dalam tempat fraktur untuk
memfiksasi bagian-bagian tulang yang fraktur secara bersamaan.
a) Indikasi ORIF
1) Fraktur yang tak bisa sembuh
2) Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
3) Fraktur yang dapat direposisi tapi sulit dipertahankan
4) Fraktur yang memberikan hasil baik dengan operasi
14
b) Komplikasi tindakan ORIF
1) Infeksi
2) Kehilangan dan kekakuuan jangkauan gerak
3) Kerusakan otot
4) Kerusakan saraf dan kelumpuhan
5) Deformitas
6) Sindrom kompartemen
(Gayle, 2001)
G. Komplikasi
1. Sindrom emboli lemak
Sindrom emboli lemak merupakan keadaan pulmonari akut dan
dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung-
gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan
yang rusak. Gelembung lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat
menyebabkan oklusi pada pembuluh darah-pembuluh darah pulmonari
yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak
mencakup dypsnea, perubahan dalam status mental (gaduh-gelisah, marah,
bingung, stupor), tacypnea, tachycardia, demam dan ruam kulit ptechie.
2. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen, komplikasi ini terjadi saat peningkatan
tekanan jaringan dalam ruang tertutup di otot, yang sering berhubungan
dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah
15
yang berat dan berikutnya menyebabakan kerusakan pada otot. Gejala-
gejalanya mencakup rasa sakit karena terdapat ketidakseimbangan pada
luka, rasa sakit yang berhubungan dengan tekanan yang berlebihan pada
kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif pada otot yang
terlibat.
3. Nekrosis avaskular
Nekrosis avaskular dapat tejadi saat suplai darah ke tulang kurang
baik. Hal ini paling sering mengenai fraktur intrascaplar femur. Karena
nekrosis avaskuler mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu
yang cukup lama, pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai
pasien keluar dari sumah sakit.
4. Osteomyelitis
Osteomyelitis adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup
sumsum dan atau korteks tulang dapat berupa exogenous atau
hematogeneus. Patogen dapat masuk melalui fraktur terbuka, luka tembus,
atau selama operasi. luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka
yang terlihat tulang tulangnya, luka amputasi karena truma dan fraktur-
fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka vaskuler memiliki resiko
osteomyelitis yang lebih besar.
5. Ganggren gas
Ganggren gas berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bakterium
saprophystik gram positif anaerob yaitu antara lain Clostodium welchi atau
Clostridium perfringens. Clostodium biasanya akan tumbuh pada luka
16
dalam yang mengalami penurunan suplai oksigen karena trauma otot.
Monitor terus pasien apakah dia mengalami perubahan oada status mental,
demam, menggigil, penurunan tekanan darah, peningkatan denyut dan
jumlah respiratori, serta apakah pasien terlihat letih dan lesu. Jika kondisi
seperti itu terus terjadi, maka akan terdapat edema, gelembung-gelembung
gas pada tempat yang luka.
6. Delayed union, nonunion, mal union
Delayed union terjadi bila penyembuhan fraktur lebih dari 6 bulan,
nonunion diartikan sebagai gagal tersambungnya tulang yang fraktur,
sedangkan malunion adalah penyambungan yang tidak normal pada
fraktur.
(Gayle, 2001)
H. Pengkajian Fokus
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan
secara menyeluruh.
1. Pengkajian Pasien Fraktur dengan post ORIF menurut (Doenges, 2000)
meliputi:
a. Aktivitas atau istirahat
Gejala:
Keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
(mungkin segera akibat langsung dari fraktur atau akibat sekunder
pembengkakan jaringan dan nyeri).
17
b. Sirkulasi
1) Peningkatan tekanan darah mungkin terjadi akibat respon terhadap
nyeri atau ansietas, sebaliknya dapat terjadi penurunan tekanan
darah bila terjadi perdarahan.
2) Takikardia
3) Penurunan atau tak ada denyut nadi pada bagian distal area
cedera, pengisian kapiler lambat dan pucat pada area fraktur.
4) Hematoma area fraktur.
c. Neurosensori
Gejala:
1) Hilang gerakan atau sensasi
2) Kesemutan (parestesia)
Tanda:
1) Deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi,
krepitasi, spasme otot, kelemahan/kehilangan fungsi.
2) Keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
(mungkin segera akibat langsung dari fraktur atau akibat sekunder
pembengkakan jaringan dan nyeri).
3) Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri, ansietas atau trauma
lain).
d. Nyeri atau Kenyamanan
Gejala:
1) Nyeri hebat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada
18
area fraktur, berkurang pada imobilisasi.
2) Spasme atau kram otot setelah imobilisasi.
e. Keamanan
Tanda:
1) Laserasi kulit dan perdarahan.
2) Pembengkakan lokal (dapat meningkat bertahap atau tiba-tiba).
f. Penyuluhan atau Pembelajaran
1) Imobilisasi.
2) Bantuan aktivitas perawatan diri.
3) Prosedur terapi medis dan keperawatan.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Rongent
Menentukan luas atau lokasi minimal 2 kali proyeksi, anterior,
posterior lateral.
b. CT Scan tulang, fomogram MRI (Magnetic Resonance Imaging).
Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan.
c. Arteriogram
Dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.
d. Hitung darah lengkap
Hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada perdarahan;
peningkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan.
19
I. Pathways
Trauma langsung, benturan, kecelakaan
Trauma eksternal > dari kekuatan tulang
Tulang tidak mampu menahan trauma
Fraktur
Fiksasi internal Trauma jaringan dan tulang Menekan jaringan
AnestesiDiskontuinitas Pembuluh darah robek
ORIF Jaringan dan tulangPeristaltik
Perdarahan lokal
Nafsu makan luka terbuka
Resiko kekurangan volume cairan
Resiko nutrisi Jalan masuknya NyeriKurang dari organisme hematoma
kebutuhan tubuh
Resiko perluasan Infeksi sekunder Aliran darah keperifer kurang
Gangguan mobilitas fisik warna jaringan pucat
Resiko Gangguan perfusi jaringan
Defisit Perawatan diri ADL dibantu
(Price, 1995 ; Wilson, 1995, Doenges, 2000)
20
J. Fokus Intervensi dan Rasional
1. Post ORIF
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan diskontuinitas jaringan
dan tulang.
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien
meningkatkan mobilitas pada tingkat yang paling tinggi yang
mungkin.
2) Kriteria hasil
Pasien menunjukan teknik yang mampu melakukan aktivitas.
3) Intervensi
a) kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
R : untuk mengetahui seberapa kemampuan klien.
b) bantu dan dorong dalam perawatan diri pasien.
R : meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi.
c) mengubah posisi secara periodik sesuai dengan keadaan pasien.
21
R : mencegah terjadinya luka dekubitus atau komplikasi kulit.
d) dorong atau pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari.
R : mempertahankan hidrasi yang adekuat dan mencegah
konstipasi.
e) berikan diit tinggi kalsium dan tinggi protein.
R : kalsium dan protein yang cukup diperlukan untuk proses
penyembuhan.
(Doenges, 2000)
b. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik.
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perawatan diri pasien
terpenuhi.
2) Kriteria hasil
Pasien dapat berpartisipasi pada aktivitas sehari hari dalam
meningkatkan perwatan dirinya.
3) Intervensi
a) Kaji kemampuan klien.
R : Kondisi dasar dapat menentukan kekurangan atau
kebutuhan.
22
b) Bantu pasien dalam personal hygiene.
R : untuk meningkatkan kontrol pasien dan kesehatan diri.
c) Bekerjasama dengan klien untuk memprioritaskan tugas-tugas
merawat diri.
R : meningkatkan kemampuan dalam perawatan diri.
d) Berikan motivasi dalam perawatan diri sesuai kondisi klien.
R : meningkatkan harga diri, meningkatkan rasa kontrol dan
kemandirian.
e) Dorong atau gunakan teknik penghematan energi seperti duduk
dalam melakukan aktivitas dan peningkatan bertahap.
R : menghemat energi atau menurunkan kelemahan dan
peningkatan kemampuan klien.
f) Libatkan keluarga dalam perawatan klien.
R : untuk pencapaian hasil yang maksimal harus ada partisipasi
aktif dari anggota keluarga dan untuk mengukur derajat
kemandirian pasien.
(Doenges, 2000)
c. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah.
23
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan
nutrisi pasien terpenuhi dan mampu menghabiskan makanan yang
disediakan.
2) Kriteria hasil
Tidak ada tanda tanda malnutrisi, klien mampu menghabiskan
makanan sesuai porsi yang diberikan atau dibutuhkan, tidak
mengalami mual dan muntah.
3) Intervensi
a) Mengkaji kemampuan klien untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan.
R : mengetahui status nutrisi yang dibutuhkan.
b) Berikan makanan sedikit tapi dengan porsi sering.
R : meningkatkan nafsu makan pasien.
c) Anjurkan klien untuk melakukan kebersihan mulut sebelum
makan.
R : mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan.
d) Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat.
24
R : meningkatkan motivasi pasien untuk menghabiskan diit
makanan sesuai program.
e) Diskusikan tentang makanan kesukaan atau makanan yang
tidak disukai dan jadwal makan yang disukai.
R : melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan
pasien memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan.
f) Menimbang berat badan klien.
R : mengetahui setiap perubahan yang terjadi.
(Doenges, 2000)
d. Resiko perluasan infeksi sekunder berhubungan dengan luka terbuka.
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi sudah
tidak terjadi.
2) Kriteria hasil
Tidak ada tanda dan gejala infeksi dan lekosit dalam batas normal.
3) Intervensi
a) Cuci tangan sebelum dan sesudah aktivitas walaupun
menggunakan sarung tangan steril.
R : mengurangi kontaminasi silang.
b) Perawatan luka secara steril dan prosedur aseptik.
25
R : untuk mencegah terjadinya infeksi atau meminimalkan
kontaminasi kuman dari luar.
c) Analisa hasil pemeriksaan laboratorium.
R : leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi.
d) Kolaborasi pemberian antibiotik.
R : untuk mematikan bakteri atau kuman penyebab infeksi.
(Doenges, 2000)
e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan.
1) Tujuan
Setelah dilakukan tidakan keperawatan diharapkan kekurangan
volume cairan teratasi.
2) Kriteria hasil
Tanda-tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit
baik dan pengisian kapiler cepat.
3) Intervensi
a) Kaji atau ukur dan catat jumlah perdarahan.
R : potensi kekurangan cairan, khususnya bila tidak ada
tambahan cairan.
b) Awasi tanda-tanda vital, bandingkan dengan hasil normal
pasien atau sebelumnya, ukur tekanan darah dan nadi.
26
R : perubahan tekanan darah dan nadi dapat digunakan untuk
memperkirakan kasar kehilangan darah.
(Doenges, 2000)
f. Resiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
darah vena dan arteri.
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan perfusi jaringan adekuat.
2) Kriteria hasil
Tanda-tanda vital stabil, kulit hangat dan teraba nadi.
3) Intervensi
a) Kaji dan awasi tanda-tanda vital, perhatikan tanda pucat atau
sianosis.
R : Ketidak adekuatan volume sirkulasi darah akan
mempengaruhi sistem perfusi jaringan.
b) Dorong pasien untuk secara rutin latihan jari atau sendi.
R : Meningkatkan sirkulasi dan mengurangi pengumpulan
darah pada ekstremitas bawah.
c) Selidiki tanda iskemia tiba-tiba seperti penurunan suhu kulit
dan peningkatan nyeri.
R : Dislokasi fraktur dapat menyebabkan kerusakan arteri yang
berdekatan dengan akibat hilangnya aliran darah ke distal.
(Doenges, 2000)
27