BAB II KONSEP DASAR A....

41
6 BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang disertai leucopenia, dengan atau tanpa ruam (rash) dan limfadenopati, trombositopenia ringan dan bintik-bintik perdarahan (petekie) spontan (Sjaefullah, 2000). Sementara itu menurut Ngastiyah (2005) Demam berdarah dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus (Arthropodhomvirus) dan Aedes Albopictus. Sedangkan pengertian Demam berdarah menurut Mansjoer (2000) adalah penyakit akut dengan ciri-ciri demam manifestasi perdarahan dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa demam berdarah dengue adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam disertai gejala perdarahan dan bila timbul renjatan dapat menyebabkan kematian. B. Anatomi Fisiologi Sistem sirkulasi adalah sarana untuk menyalurkan makanan dan oksigen dari traktus digestivus dan dari paru-paru ke sela-sela tubuh. Selain itu, sistem sirkulasi merupakan sarana untuk membuang sisa-sisa metabolisme

Transcript of BAB II KONSEP DASAR A....

6

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian

DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit yang terdapat pada

anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang

disertai leucopenia, dengan atau tanpa ruam (rash) dan limfadenopati,

trombositopenia ringan dan bintik-bintik perdarahan (petekie) spontan

(Sjaefullah, 2000). Sementara itu menurut Ngastiyah (2005) Demam berdarah

dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus

(Arthropodhomvirus) dan Aedes Albopictus. Sedangkan pengertian Demam

berdarah menurut Mansjoer (2000) adalah penyakit akut dengan ciri-ciri

demam manifestasi perdarahan dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang

dapat menyebabkan kematian. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut

dapat disimpulkan bahwa demam berdarah dengue adalah suatu penyakit

infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam

disertai gejala perdarahan dan bila timbul renjatan dapat menyebabkan

kematian.

B. Anatomi Fisiologi

Sistem sirkulasi adalah sarana untuk menyalurkan makanan dan

oksigen dari traktus digestivus dan dari paru-paru ke sela-sela tubuh. Selain

itu, sistem sirkulasi merupakan sarana untuk membuang sisa-sisa metabolisme

7

dari sel-sel ke ginjal, paru-paru dan kulit yang merupakan tempat ekskresi

sisa-sisa metabolisme. Organ-organ sistem sirkulasi mencakup jantung,

pembuluh darah, dan darah.

1. Jantung

Merupakan organ yang berbentuk kerucut, terletak didalam thorax,

diantara paru-paru, agak lebih kearah kiri. Jantung adalah organ berongga,

berotot yang terletak ditengah thorax dan menempati rongga antara paru

dan diafragma. Struktur jantung meliputi : Atrium, Ventrikel, Katup dan

otot jantung (Smeltzer and Bare, 2002).

Gambar 2.1Gambar anatomi pembuluh darahSumber : www.infopenyakit.com

8

Struktur jantung meliputi:

a. Atrium kanan berada di sebelah kanan jantung dan terbuka pada bagian

kirinya kedalam segitiga ventrikel kanan.

b. Atrium kiri berbentuk persegi tidak beraturan dengan vena pulmonalis

masuk kedalam setiap sudutnya.

c. Ventrikel kanan Atrium ini berada pada bagian depan jantung, dan

memompakan darah keatas masuk ke arteri pulmonalis.

d. Ventrikel kiri dinding ventrikel kiri jauh lebih tebal dibandingkan dinding

ventrikel kanan namun strukturnya sama. Dinding yang tebal diperlukan

untuk memompa darah teroksigenasi dengan tekanan tinggi melalui

sirkulasi sistemik.

e. Katup bikuspidalis adalah katup yang menjaga aliran darah dari atrium kiri

ke ventrikel kiri.

f. Katup trikuspidalis adalah katup yang terdapat antara atrium kanan dengan

ventrikel kanan yang terdiri dari 3 katup.

g. Endokardium merupakan lapisan jantung yang terdiri dari jaringan indotel

atau selaput lendir yang melapisi permukaan rongga jantung.

h. Miokardium merupakan lapisan inti dari jantung terdiri dari otot-otot

jantung, otot jantung ini membentuk bundalan-bundalan otot.

i. Perikardium merupakan lapisan jantung sebelah luar yang merupakan

selaput pembungkus, terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan parietal dan viseral

yang bertemu dipangkal jantung membentuk kantung jantung.

9

2. Pembuluh Darah

Pembuluh darah ada 3 yaitu: Arteri, Kapiler dan Vena (Syaifuddin, 2006)

a. Arteri (Pembuluh nadi)

Arteri meninggalkan jantung pada ventikel kiri dan kanan. Beberapa

pembuluh darah arteri yang penting:

1) Arteri koronaria adalah arteri yang mendarahi dinding jantung.

2) Arteri subklavikula adalah arteri bawah selangka yang bercabang

kanan kiri leher dan melewati aksila

3) Arteri Brachialis adalah arteri yang berada pada lengan atas.

4) Arteri radialis adalah arteri yang teraba pada pangkal ibu jari.

5) Arteri karotis adalah arteri yang mendarahi kepala dan otak.

6) Arteri temporalis adalah arteri yang teraba denyutnya di depan

telinga.

7) Arteri facialis teraba denyutan disudut kanan bawah.

8) Arteri femoralis merupakan arteri yang berjalan kebawah

menyusuri paha menuju ke belakang lutut.

9) Arteri Tibia adalah arteri pada kaki.

10) Arteri Pulmonalis merupakan arteri yang menuju ke paru-paru.

b. Kapiler

Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil yang teraba dari

cabang terhalus dari arteri sehingga tidak tampak kecuali dari bawah

mikroskop. Kapiler membentuk anyaman di seluruh jaringan tubuh,

kapiler selanjutnya bertemu satu dengan yang lain menjadi darah yang

10

lebih besar yang disebut vena.

c. Vena (pembuluh darah balik)

Vena membawa darah kotor kembali ke jantung. Beberapa vena yang

penting:

1) Vena Cava Superior adalah vena balik yang memasuki atrium

kanan, membawa darah kotor dari daerah kepala, thorak dan

ekstremitas atas.

2) Vena Cava Inferior merupakan vena yang mengembalikan darah

kotor ke jantung dari semua organ tubuh bagian bawah.

3) Vena jugularis adalah vena yang mengembalikan darah kotor dari

otak ke jantung.

4) Vena pulmonalis adalah vena yang mengembalikan darah kotor ke

jantung dari paru-paru.

3. Darah

Darah adalah jaringan cair dan terdiri atas dua bagian: bagian cair yang

disebut plasma dan bagian padat yang disebut sel darah (Pearce, 2002).

Darah adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat didalam pembuluh

darah yang berwarna merah (Syaifudin, 2000). Darah terdiri dari 2 bagian

yaitu: Sel darah dan Plasma darah.

a. Sel-sel darah

Sel-sel darah ada 3 macam yaitu Eritosit, Leukosit, Trombosit

(Syaifuddin, 2006).

11

1) Eritrosit (sel darah merah)

Eritrosit merupakan cakram bikonkaf yang tidak berhenti,

ukurannya kira-kira 8 m, tidak dapat bergerak, banyaknya kira-

kira 5 juta dalam mm3. Eritrosit berwarna kuning kemerahan

karena didalamnya mengandung suatu zat yang disebut

hemoglobin. Warna ini akan bertambah merah jika didalamnya

banyak mengandung Oksigen. Fungsi dari eritrosit adalah

mengikat Karbondioksida dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan

melalui paru-paru.

Eristrosit dibuat dalam sumsum tulang, limpa dan hati,

yang kemudian akan beredar keseluruh tubuh selama 14-15 hari,

setelah itu akan mati. Hemoglobin yang keluar dari eritrosit yang

mati akan terurai menjadi dua zat yaitu hematin yang menjadi Fe

yang berguna untuk pembuatan eritrosit baru dan hemoglobin

yaitu suatu zat yang terdapat dalam eritrosit yang berguna untuk

mengikat Oksigen dan Karbondioksida. Jumlah Hb dalam orang

dewasa kira-kira 11, 5-15 mg %. Normal Hb wanita 11, 5- 15, 5

mg % dan Hb laki-laki 13, 0- 17, 0 mg %.

Apabila eritrosit dan hemoglobin berkurang maka keadaan

ini disebut anemia. Biasanya hal ini disebabkan karena

pendarahan yang hebat dan gangguan dalam pembuatan eritrosit

(Syaifuddin, 2006)

12

2) Leukosit (sel darah putih)

Sel darah yang bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat

bergerak dengan perantara kaki palsu (pseudopodia)

mempunyai bermacam-macam inti sel sehingga dapat

dibedakan berdasarkan inti sel. Leukosit berwarna kuning

(tidak berwarna), banyaknya kira-kira 4000- 11.000/mm3.

Leukosit berfungsi sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh

dan memakan bibit penyakit / bakteri yang masuk dalam

tubuh jaringan RES (Retikulo Endotel System). Fungsi yang

lain yaitu sebagai pengangkut dimana leukosit mengangkut

dan membawa zat lemak dari dinding usus melalui limpa dan

ke pembuluh darah.

Sel leukosit selain dari dalam pembuluh darah juga

terdapat di seluruh jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan

penyakit disebabkan karena kemasukan kuman/ infeksi maka

jumlah leukosit yang ada dalam darah akan meningkat. Hal

ini disebabkan sel leukosit yang biasanya tinggal di dalam

kelenjar limfe sekarang beredar dalam darah untuk

mempertahankan tubuh terhadap serangan bibit penyakit

tersebut. Macam-macam leukosit adalah sebagai berikut

(Syaifuddin, 2006) :

13

a) Agranulosit

Sel yang tidak mempunyai granula didalamnya, terdiri

dari Limfosit dan Monosit. Limfosit adalah leukosit yang

dihasilkan dari jaringan RES dan kelenjar limfe di dalam

sitoplasmannya tidak terdapat granula dan inti besar

banyaknya 20-25 %. Fungsinya membunuh kuman dan

memakan bakteri yang masuk ke dalam jaringan tubuh.

Monosit fungsinya sebagai fagosit dan banyaknya 30%.

b) Granulosit

Granulosit terdiri dari Neutrofil, Eosinofil, Basofil.

Neutrofil mempunyai inti, protoplasma, banyaknya

bintik-bintik, banyaknya 60-70%. Eosinofil granula lebih

besar, banyaknya kira-kira 24%. Basofil inti teratur

dalam protoplasma terdapat granula besar banyaknya

½%

3) Trombosit (sel pembeku)

Merupakan benda-benda kecil yang bentuk dan ukurannya

bermacam-macam, ada yang bulat dan ada yang lonjong.

Warnanya putih dengan jumlah normal 150.000-450.000/ mm3.

Trombosit memegang peranan penting dalam pembekuan darah

jika kurang dari normal. Apabila timbul luka, darah tidak lekas

membeku sehingga timbul pendarahan terus menerus.

Proses pembekuan darah dibantu oleh zat yaitu Ca2+ dan

14

fribinogen. Fibrinogen mulai bekerja apabila tubuh mendapat

luka. Jika tubuh terluka, darah akan keluar, trombosit pecah dan

akan mengeluarkan zat yang disebut trombokinase. Trombokinase

akan bertemu dengan protombin dengan bantuan Ca2+ akan

menjadi thrombin. Thrombin akan bertemu dengan fibrin yang

merupakan benang-benang halus, bentuk jaringan yang tidak

teratur letaknya, yang akan menahan sel darah. Dengan demikian

terjadi pembekuan (Syaifuddin, 2006)

b. Plasma darah

Bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah warna bening

kekuningan hampir 90% plasma darah terdiri dari:

1) Fibrinogen yang berguna dalam proses pembekuan darah.

2) Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium, dan

lain-lain yang berguna dalam metabolisme).

3) Protein darah (albumin dan globulin) meningkatkan

viskositas darah dan juga menimbulkan tekanan osmotik

untuk memelihara keseimbangan cairan dalam tubuh.

4) Zat makanan (zat amino, glukosa lemak, mineral, dan

vitamin).

5) Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.

6) Antibodi atau anti toksin.

Hematokrit adalah presentase darah yang berupa sel. Harga

normal hematokrit adalah 40,0-54,0 %. Efek hematokrit terdapat

15

viskositas darah makin besar presentase darah merah yaitu makin

besar hematokrit.

Menurut Syaifuddin (2006) fungsi darah secara umum terdiri dari:

1) Sebagai alat pengangkut yaitu :

a) Mengambil Oksigen atau zat pembakaran dari paru untuk diedarkan

ke seluruh jaringan tubuh.

b) Mengangkut Karbondioksida dari jaringan untuk dikeluarkan melalui

paru.

c) Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan

dibagikan ke seluruh jaringan / alat tubuh.

d) Mengangkat atau mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh

untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal.

2) Sebagai pertahanan tubuh

Terhadap serangan bibit penyakit dan racun yang akan membinasakan

tubuh dengan perantara leukosit, antibodi atau zat-zat anti racun.

3) Menyebarkan panas keseluruh tubuh.

Fungsi khususnya lebih lanjut di terangkan lebih banyak di struktur atau

bagian dari masing-masing sel darah dan plasma darah.

Proses pembentukan sel darah (hemotopoesis) terdapat di tiga tempat, yaitu:

sumsum tulang, hepar dan limpa.

1) Sumsum Tulang

Sumsum tulang yang aktif dalam proses hemopoesis adalah Tulang

Vertebrae, Sternum (tulang dada), Costa (tulang iga).

16

2) Limpa

Limpa juga berfungsi menghancurkan sel darah merah yang rusak.

Volume darah pada tubuh yang sehat / organ dewasa terdapat darah kira-

kira 1/13 dari berat badan atau kira-kira 4-5 liter. Keadaan jumlah tersebut

pada tiap organ tidak sama tergantung pada umur, pekerjaan, keadaan

jantung atau pembuluh darah.

C. Etiologi

Virus dengue ini disebarkan dari manusia ke manusia melalui

nyamuk genus Aedes, seperti Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Aedes

aegypti tersebar di daerah tropis dan subtropis merupakan vektor utama.

Nyamuk ini berukuran kecil jika dibandingkan dengan nyamuk lain,

biasanya berukuran 3-4 mm. Warna tubuh hitam dengan bintik-bintik

putih pada seluruh tubuh dan kepala, dan lingkaran putih pada kaki.

Dadanya biasanya mempunyai corakan putih dan sayapnya bersisik serta

translusen.

Gambar : 2.2Sumber : Puskesmas kraton kota Jogja

www.ajangberkaryawordpress.com

17

Gambar 2.3Gambar siklus hidup nyamuk aedes aegypti

www.rt36kampoengcyber.com

Nyamuk betina Aedes aegypti mengigit pada waktu siang hari dengan

aktivitas puncak pada pagi hari dan petang. Perkembangan hidup nyamuk Aedes

Aegypti dari tidur hingga dewasa memerlukan waktu sekitar 10-12 hari. Hanya

nyamuk betina yang menggigit dan menghisap darah serta memilih dari manusia

untuk memotongkan telurnya. Sedangkan nyamuk jantan tidak biasa darah namun

hanya menghisap sari tumbuh-tumbuhan. Umur nyamuk Aedes Aegypti betina ±2

minggu. Umur nyamuk Aedes Aegypti kemempuan terbang 40-100 m

(Hadinegoro, 1999)

18

D. Patofisiologi

Virus Dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk

terjadi viremia, yang ditandai dengan demam mendadak tanpa penyebab yang

jelas disertai gejala lain seperti sakit kepala, mual, muntah, nyeri otot, pegal di

seluruh tubuh, nafsu makan berkurang dan sakit perut, bintik-bintik merah

pada kulit. Kelainan juga dapat terjadi pada sistem retikulo endotel atau

seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Pelepasan

zat anafilaktoksin, histamin dan serotonin serta aktivitas dari sistem kalikrein

menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler/vaskuler sehingga

cairan dari intravaskuler keluar ke ekstravaskuler atau terjadinya

perembesaran plasma akibat pembesaran plasama terjadi pengurangan volume

plasma yang menyebabkan hipovolemia, penurunan tekanan darah,

hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Selain itu sistem

reikulo endotel bisa terganggu sehingga menyebabkan reaksi antigen anti bodi

yang akhirnya bisa menyebabkan anaphylaxia.

Plasma merembas sejak permulaan demam dan mencapai puncaknya

saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat

berkurang sampai 30% atau lebih. Bila renjatan hipovolemik yang terjadi

akibat kehilangan plasma yang tidak dengan segera diatasi maka akan terjadi

anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Terjadinya renjatan ini

biasanya pada hari ke-3 dan ke-7.

Akibat lain dari virus dengue dalam peredaran darah akan

menyebabkan depresi sumsum tulang sehingga akan terjadi trombositopenia,

19

yang berlanjut akan menyebabkan perdarahan karena gangguan trombosit dan

kelainan koagulasi dan akhirnya sampai pada perdarahan.

Reaksi perdarahan pada pasien DHF diakibatkan adanya gangguan

pada hemostasis yang mencakup perubahan vaskuler, trombositopenia

(trombosit < 100.000/mm3), menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya

faktor koagulasi (protrombin, faktor V, IX, X dan fibrinogen). Perdarahan

yang terjadi seperti petekie, ekimosis, purpura, epistaksis, perdarahan gusi,

sampai perdarahan hebat pada traktus gastrointestinal Pembekuan yang

meluas pada intravaskuler (DIC) juga bisa menyebabkan terjadi saat renjatan

( Price dan Wilson, 1999).

E. Manifestasi Klinik

Perjalanan penyakit DD/DBD sulit diramalkan. Pada umunya

pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, selanjutnya diikuti oleh fase

kritis selama 2-3 hari ( Smeltzer dan Bare, 2002 ).

1. Demam Dengue (DD)

Demam Dengue merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari,ditandai

dengan dua atau lebih manifestasi sebagai berikut :

a. Nyeri kepala

Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada supraorbital dan

retroorbital.

b. Ruam kulit

Ruam kulit dapat muncul pada awal demam yang terlihat jelas

20

dimuka dan didada berlangsung beberapa jam yang lalu akan muncul

kembali pada hari ketiga sampai keenam berupa bercak-bercak

dilengan dan dikaki lalu keseluruh tubuh.

c. Manifestasi perdarahan (ptekie atau uji bendung positif)

Pada pasien DHF dapat terjadi gejala perdarahan pada hari ketiga atau

kelima.

d. Pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien

DD//DBD yang sudah dikonfirmasikan pada lokasi dan waktu yang

sama .

2. Demam Berdarah Dengue

Berdasarakan kriteria WHO 1997 diagnosis ditegakkan bila semua hal di

bawah ini di penuhi, yaitu:

a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik

Terdapat minimal satu manifestasi perdarahan berikut Uji bendung

positif adanya perdarahan dalam bentuk petekiae, ekimosis atau

purpura. Perdarahan selaput lendir mukosa, alat cerna gastrrointestinal,

tempat suntikan atau ditempat lainnya. Hematemesis atau melena dan

trombositopenia ( < 100.000 per mm3), dan perembesan plasma yang

erat hubungannya dengan kenaikan permiabilitas dinding pembuluh

darah.

b. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran

plasma), yaitu :

21

1) Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan satandart sesuai

dengan umur dan jenis kelamin

2) Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya

3) Tanda kebocoran plasma seperti efuis pleura, asites,

hipoproteinemia, atau hiponatremia.

4) Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit waktu

menelan.

5) Keluhan pada saluran pencernaan: mual, muntah, anoreksia, diare,

konstipasi

6) Keluhan sistem tubuh yang lain: nyeri atau sakit kepala, nyeri pada

otot, tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-

pegal pada saluran tubuh.

F. Klasifikasi Demam Berdarah Dengue (DBD)

Menurut Mansjoer (2000) DBD dibagi menjadi 4 derajat:

1. Derajat I jika terdapat demam mendadak selama 2-7 hari.

2. Derajat II jika ditemukan pula perdarahan kulit dan manifestasi perdarahan

lain.

3. Derajat III jika ditemukan tanda – tanda renjatan dini.

4. Derajat IV jika terdapat syok hebat dengan tekanan darah atau nadi tidak

terdeteksi.

22

Selain klasifikasi tersebut pada pasien DBD juga dikenal adanya

istilah Dengue Syok Syndrome (DSS). Dengue Syok Sindrome terjadi jika

seluruh kriteria diatas untuk DBD disertai dengan kegagalan sirkulasi

dengan manifestasi nadi yang cepat dan halus, tekanan nadi turun (20≤

mmHg), hipotensi dibandingkan standart sesuai umur, kulit dingin dan

lembab serta gelisah. Penderita seringkali mengeluhkan nyeri didaerah

perut sesaat sebelum renjatan timbul. Nyeri tersebut seringkali

mendahului perdarahan gastrointestinal.

G. Penatalaksaaan

Penatalaksanaan Demam berdarah menurut Ngastiyah (2005) adalah

penatalaksanaan medis dan keperawatan.

1. Medis

Pada dasarnya pengobatan pada DB bersifat simtomatis dan suportif

a. DHF tanpa renjatan

Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan

pasien dehidrasi dan haus. Pada pasien ini perlu diberi banyak minum,

yaitu 1,5 sampai 2 liter dalam 24 jam. Dapat diberikan teh manis,

sirup, susu, dan bila mau lebih baik oralit. Cara memberikan minum

sedikit demi sedikit dan orang tua yang menunggu dilibatkan dalam

kegiatan ini. Jika anak tidak mau minum sesuai yang dianjurkan tidak

dibenarkan pemasangan sonde karena merangsang resiko terjadi

perdarahan.

23

Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat anti piretik dan

kompres dingin. Jika terjadi kejang diberi luminal atau anti konvsulsan

lainnya. Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila :

1) Pasien terus-menerus muntah, tidak dapat diberikan minum

sehingga mengancam terjadinya dehidrasi.

2) Hematokrit yang cenderung meningkat.

Hematokrit mencerminkan kebocoran plasma dan biasanya

mendahului munculnya secara klinik perubahan fungsi vital (hipotensi,

penurunan tekanan nadi ), sedangkan turunnya nilai trombosit biasanya

mendahului naiknya hematokrit. Oleh karena itu, pada pasien yang

diduga menderita DHF harus diperiksa hemoglobin, hematokrit dan

trombosit setiap hari mulai hari ke-3 sakit sampai demam telah turun

1-2 hari. Nilai hematokrit itulah yang menentukan apabila pasien perlu

dipasang infus atau tidak.

b. DHF disertai renjatan (DSS)

Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segera dipasang

infus sebagai penganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma.

Cairan yang diberikan biasanya Ringer Laktat. Jika pemberian cairan

tidak ada respon diberikan plasma atau plasma ekspander, banyaknya

20-30 ml/kgBB. Pada pasien dengan renjatan berat diberikan infus

harus diguyur dengan cara membuka klem infus.

24

Apabila renjatan telah teratasi, nadi sudah jelas teraba, amplitudo

nadi besar, tekanan sistolik 80 mmHg /lebih, kecepatan tetesan

dikurangi 10 liter/kgBB/jam. Mengingat kebocoran plasma 24-48 jam,

maka pemberian infus dipertahankan sampai 1-2 hari lagi walaupn

tanda-tanda vital telah baik. Pasien dengan renjatan berat atau renjatan

berulang perlu dipasang CVP (Central Venous Pressure) untuk

mengukur tekanan vena sentral melalui vena magna atau vena

jugularis, dan biasanya pasien dirawat di ICU.

Tranfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan

gastrointestinal yang berat. Kadang-kadang perdarahan gastrointestinal

berat dapat diduga apabila nilai hemoglobin dan hematokrit menurun

sedangkan perdarahannya sedikit tidak kelihatan. Dengan

memperhatikan evaluasi klinik yang telah disebut, maka dengan

keadaan ini dianjurkan pemberian darah.

2. Penatalaksanaan Keperawatan per derajat

a. Perawatan pasien DBD derajat I

Pada pasien derajat I ini keadaan umumnya seperti pada pasien

influenza biasa dengan gejala demam, lesu, sakit kepala, dan

sebagainya, tetapi terdapat juga gejala perdarahan atas hasil uji

tourniquet positif (cara uji tourniquet ialah pasang manset tensimeter

pada lengan atas dan pompa sampai air raksa mencapai pertengahan

tekanan sistolik dan diastolik, biarkan selama 5 menit. Bila setelah

manset dibuka terdapat lebih dari 20 petekia pada daerah lengan bawah

25

dengan diameter 2,8 cm dinyatakan positif). Pasien perlu istirahat

mutlak, observasi tanda vital setiap 3 jam (terutama tekanan darah dan

nadi), periksa Ht, Hb, dan trombosit secara periodik (4 jam sekali).

Berikan minum 1 ½ - 2 liter dalam 24 jam. Air minum boleh teh

manis, sirup, susu, dan lebih baik oralit jika anak mau.

Obat-obatan harus diberikan tepat pada waktunya disamping

kompres dingin jika pasien demam. Urine perlu ditampung selama 24

jam dan diukur; tetapi tidak usah menunggu 24 jam jika urine

dianggap kurang beritahukan dokter. Catatlah hasil pemeriksaan Ht,

Hb dan trombosit secara teratur dan adakan penilaian apakah terjadi

kenaikan yang melebihi normal / tidak. Jika tekanan darah pada suatu

waktu menurun, ulangi ukur lagi 5 menit kemudian dan jika ternyata

memang turun dan mencurigakan segera hubungi dokter. Bila perlu

persiapkan alat-alat untuk infus. Bila pasien tidak mau minum

sebanyak yang telah ditentukan walaupun sudah dibujuk tidak

dibenarkan memasang sonde karena dapat menimbulkan perdarahan.

Pasien biasanya dipasang infus. Bila tidak terjadi sesuatu setelah

dirawat 2-3 hari, dan pasien dalam keadaan membaik dengan ditandai

adanya nafsu makan yang baik, pasien dipulangkan.

b. Perawatan pasien DBD derajat II

Umumnya pasien dengan DBD derajat II, ketika datang dirawat

sudah dalam keadaan lemah, malas minum (gejala klinis derajat I

26

ditambah adanya perdarahan spontan) dan tidak jarang setelah dalam

perawatan baru beberapa saat pasien jatuh kedalam keadaan renjatan.

Oleh karena itu, lebih baik jika pasien segera dipasang infus sebab jika

sudah terjadi renjatan vena-vena sudah menjadi kolaps sehingga susah

untuk memasang infus. Pengawasan tanda vital, pemeriksaan

hematokrit dan hemoglobin serta trombosit seperti derajat I, dan harus

diperhatikan gejala-gejala renjatan seperti nadi menjadi kecil dan

cepat, tekanan darah menurun, anuria atau anak mengeluh sakit perut

sekali dan lain sebagainya.

Apabila pasien derajat II ini setelah dirawat selama 2 hari

keadaan membaik yang ditandai dengan tekanan darah yang normal,

nadi, suhu dan pernafasan juga baik, infus satu dibuka, yang lainnya

dipertahankan sampai 24 jam lagi sambil terus diobservasi. Jika

keadaan umumnya tetap baik, tanda vital serta Ht dan Hb sudah

normal dan stabil infus dibuka. Biasanya pasien sudah mau makan dan

diperbolehkan pulang dengan pesan untuk datang kontrol setelah 1

minggu kemudian.

c. Perawatan DBD derajat III (DSS)

Pasien Dengue Syok Sindrome masalah utamanya adalah

akibat kebocoran plasma yang pada pasien DSS ini mencapai

puncaknya dengan ditemuinya tubuh pasien sembab, aliran darah

sangat lambat karena menjadi kental sehingga mempengaruhi curah

27

jantung dan menyebabkan gangguan saraf pusat. Terjadi gangguan

pada sistim pernafasan berupa asidosis metabolik dan agak dispnea

karena adanya cairan didalam rongga pleura. Pertolongan yang utama

adalah mengganti plasma yang keluar dengan memberikan cairan dan

elektrolit (biasanya diberikan Ringer Laktat) dan cara memberikan

diguyur ialah dengan kecepatan tetesan 20 ml/kg BB/jam. Karena

darah kehilangan plasma maka alirannya menjadi sangat lambat (darah

menjadi kental).

Akibat terjadinya kebocoran plasma pada paru terjadi

pengumpulan cairan didalam rongga pleura dan menyebabkan pasien

agak dispnea; untuk meringankan pasien dibaringkan semi fowler dan

diberikan Oksigen. pengawasan tanda vital dilakukan setiap 15 menit

terutama tekanan darah dan nadi juga pernafasan dan catat dalam

catatan perawatan / catatan khusus. Untuk memantau keadaan ginjal

pasien perlu dipasang kateter urine dan ditampung ke dalam kantong

yang steril, karena diperlukan evaluasi setiap jam atau lebih sering

dengan melihat keadaan pasien (renjatan sering didahului adanya

anuria).

Pemeriksaan hematokrit, hemoglobin dan trombosit tetap

dilakukan secara periodik dan semua tindakan serta hasil pemeriksaan

dicatat dalam catatan khusus serta dinilai / dibandingkan. Jika renjatan

dapat diatasi, nadi sudah jelas teraba dan amplitude nadi cukup besar,

tekanan darah sistolik 80 mmHg/lebih, kecepatan tetesan dikurangi

28

menjadi 10 ml/kg BB perjam. Karena dalam masa penyembuhan ini

cairan yang ada di ruang ekstravaskular diserap kembali ke dalam

ruang vaskuler maka pemberian cairan harus diperhatikan karena jika

kelebihan dapat menyebabkan sesak nafas dan memperberat kerja

jantung. Penilaian tanda vital dan infus masih diteruskan sampai 24-48

jam setelah syok teratasi, pemeriksaan hematokrit, hemoglobin dan

trombosit masih perlu dilakukan. Bila hasil telah stabil serta diberi

makan dan minum biasa. Bila pasien telah mau makan (nafsu

makannya sudah kembali) merupakan pertanda keadaan bahaya telah

lewat.

H. Komplikasi

Komplikasi DHF menurut Smeltzer dan Bare (2002) adalah perdarahan,

kegagalan sirkulasi, Hepatomegali, dan Efusi pleura.

1. Perdarahan

Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler,

penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm³ dan

koagulopati, trombositopenia, dihubungkan dengan meningkatnya

megakoriosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup

trombosit. Tendensi perdarahan terlihat pada uji tourniquet positif,

petechi, purpura, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis

dan melena.

29

2. Kegagalan sirkulasi

DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke

2–7, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga

terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan

peritoneum, hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemi yang

mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena (venous return), prelod,

miokardium volume sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi

disfungsi atau kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan.

DSS juga disertai dengan kegagalan hemostasis mengakibatkan

perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi darah terganggu

dan terjadi iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif

dan irreversibel, terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan

meninggal dalam 12-24 jam.

3. Hepatomegali

Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan

dengan nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel

sel kapiler. Terkadang tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar

dan lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau kompleks virus

antibody.

4. Efusi pleura

Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang

mengakibatkan ekstravasasi aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat

30

dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga pleura bila terjadi efusi

pleura akan terjadi dispnea, sesak napas.

I. Pengkajian Fokus

Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien DHF menurut Mansyoer (2000) adalah :

1. Identitas pasien

a. Umur (DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang

dari 15 tahun).

b. Jenis kelamin secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan pada

penderita DHF. Tetapi kematian lebih sering ditemukan pada

perempuan daripada anak laki-laki.

c. Tempat tinggal: penyakit ini semula hanya ditemukan di beberapa kota

besar saja, kemudian menyebar kehampir seluruh kota besar di

Indonesia, bahkan sampai di pedesaan dengan jumlah penduduk yang

padat dan dalam waktu relatif singkat.

2. Keluhan utama

Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF datang ke rumah

sakit adalah panas tinggi dan pasien lemah.

3. Riwayat penyakit sekarang

Didapatkan adanya keluhan panas mendadak dengan disertai menggigil

dan saat demam kesadaran kompos mentis. Turunya panas terjadi antara

hari ke-3 dan ke-7, kondisi semakin lemah. Kadang-kadang disertai

keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau

31

konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan

pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan

pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematemasis.

4. Riwayat penyakit yang pernah diderita

Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF biasanya mengalami

serangan ulangan DHF dengan type virus yang lain.

5. Kondisi lingkungan

sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya dan lingkumgan yang

kurang bersih (seperti yang mengenang dan gantungan baju yang di

kamar).

6. Pola kebiasaan

a. Nutrisi dan metabolisme

Nutrisi dan metabolisme: nafsu makan berkurang, dan nafsu makan

menurun.

b. Eliminasi BAB

Eliminasi BAB: kadang-kadang mengalami diare atau konstipasi.

Sementara DHF grade III-IV bisa terjadi melena.

c. Eliminasi BAK

Eliminasi BAK: perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit atau

banyak, sakit atau tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.

d. Tidur dan istirahat

Tidur dan istirahat: pasien DHF sering mengalami kurang tidur karena

mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan

32

kuantitas tidur maupun istirahatnya kurang.

e. Kebersihan

Kebersihan: upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan

lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat

sarang nyamuk aedes aegypti..

7. Pemeriksaan fisik

Meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi dari ujung rambut sampai

ujung kaki. Berdasarkan tingkatan grade DHF, keadaan fisik adalah :

a. Kesadaran : Composmentis

b. Tanda vital : Tekanan darah turun, Nadi meningkat, Suhu meningkat.

c. Kepala dan leher

Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam (flusy),

mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada

grade II,III, IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering,

terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokan

mengalami hyperemia pharing dan terjadi perdarahan telingga (grade

II, III, IV ).

d. Dada

Bentuk simetris dan kadang kadang sesak. Pada foto thorax terdapat

adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi pleura),

rales, ronchi, yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.

33

e. Abdomen

Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali) dan asites.

Ekstremitas : akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang.

f. Ekstrimitas :

Sianosis, ptekie, echimosis, akral dingin, nyeri otot, sendi tulang, kuku

sianosis atau tidak.

g. Sistem integumen

Adanya peteki pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat

dingin dan lembab.

8. Pemeriksaan Penunjang

Data fokus pemeriksaan penunjang yang bisa dijumpai pada pasien DHF

a. Uji rumple leed / tourniquet positif

b. Darah, akan ditemukan adanya trombositopenia, hemokonsentrasi,

masa perdarahan memanjang, hiponatremia, hipoproteinemia.

c. Air seni, mungkin ditemukan albuminuria ringan

d. Serologi dikenal beberapa jenis serologi yang biasa dipakai untuk

menentukan adanya infeksi virus dengue antara lain : uji IgG Elisa dan

uji IgM Elisa

e. Isolasi virus

Identifikasi virus dengan melakukan fluorescence anti body technique

test secara langsung / tidak langsung menggunakan conjugate

(pengaturan atau penggabungan)

34

f. Identifikasi virus

Identifikasi virus dengan melakukan fluorescence anti body tehnique

test secara langsung atau tidak langsung dengan menggunakan

conjugate

g. Radiology

Pada foto thorax bisa didapatkan efusi pleura terutama disebelah hemi

thorax kanan .

35

J. Pathways Keperawatan

Depresi sum sum tulang

Output berlebih

Gigitan nyamuk Aedes Aegepti

Sumber : Noer (1999); Doenges (2000)

Peningkatanenzim-enzimhepar SGOT

SGPT

Permeabilitasvaskuler ↑

Kebocoranplasma

Infeksi Virus Dengue

Terjadinya viremia

Stimulasi RES

Hepatomegali

Hepar mendesakrongga abdomen

Nafsu makan ↓

Intake tidak adekuat

Resiko perubahannutrisi kurang darikebutuhan tubuh

Mual, muntah

Resiko Defisit volumecairan dan elektrolit

Krisis situasi Cemas

Demam akut

Keringat ↑

Hipertermi

Fungsi trombositmenurun, faktor

koagulasi menurun,

Hematokrit ↑ viskositasdarah ↑

Aliran darahlambat

Suplai O2 kejaringan ↓

GangguanPerfusi jaringan

Trombosytopenia

Resiko injuriperdarahan

Nyeri otot, tulangdan sendi

Gangguan rasa

nyamannyeri

Stress

↑ asam lambung

36

K. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang dapat dirumuskan pada pasien DHF secara teori adalah :

1. Hipertermi berhubungan dengan viremia sekunder terhadap infeksi

dengue ditandai dengan: peningkatan suhu tubuh yang lebih besar dari

jangkauan normal, kulit kemerahan, hangat waktu disentuh, peningkatan

tingkat pernafasan, takikardi

2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan berpindahnya cairan

intraseluler ke ekstraseluler (kebocoran plasma dari endotel), out put

berlebih karena muntah dan hipertermi.

3. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan penurunan trombosit

4. Resiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen

dalam jaringan menurun

5. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,

muntah, anoreksia ditandai dengan: konjungtiva dan membran mukosa

pucat, menolak untuk makan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk.

6. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses patologis

ditandai dengan: nyeri, perilaku yang bersifat hati hati atau melindungi,

wajah menunjukkan nyeri, gelisah.

7. Cemas berhubungan dengan krisis situasi proses penyakit dan

hospitalisasi

37

L. Fokus Intervensi

Fokus Intervensi yang dapat dirumuskan untuk keperawatan pasien DHF.

1. Hipertemi berhubungan dengan viremia sekunder terhadap infeksi

dengue

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan temperatur

suhu dalam batas normal (36°-37° C).

Kriteria Hasil :

a. Klien tidak menunjukkan kenaikan suhu tubuh.

b. Suhu tubuh dalam batas normal ( 36°-37° C)

Rencana tindakan:

a. Observasi tanda-tanda vital

Rasional : Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui

keadaan umum pasien.

b. Kaji saat timbulnya demam

Rasional : Untuk mengidentifikasi pola demam pasien

c. Tingkatkan intake cairan.

Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan

tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi asupan

cairan

d. Catat asupan dan keluaran

Rasional : Untuk mengetahui ketidakseimbangancairan tubuh

e. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program

dokter

38

Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan

suhu tinggi.

f. Kolaborasi pemberian obat antipiretik

Rasional : dapat mengurangi rasa nyeri

2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan berpindahnya cairan

intraseluler ke ekstraseluler (kebocoran plasma dari endotel), output

berlebih karena muntah dan hipertermi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan defisit volume

cairan dapat terpenuhi

Kriteria Hasil :

a. Tanda-tanda vital stabil Tekanan darah 120/70 – 130/90 mmhg, Nadi

80 x/menit, Suhu 36 – 37 derajad celcius, CRT kurang dari 3 detik,

akral hangat, urine output 30-50cc/jam, membran mukosa lembab,

turgor kulit baik.

b. Volume cairan cukup input dan output seimbang.

Rencana tindakan:

a. Mengobservasi adanya tanda-tanda syok.

Rasional : Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani

syok yang dialami pasien.

b. Observasi tanda dan gejala dehidrasi atau hipovolemik (riwayat

muntah diare, kehausan turgor jelek).

Rasional : Untuk mengetahui penyebab devisit volume cairan, jika

haluaran urine < 25 ml/jam, maka pasien mengalami

39

syok

c. Monitor keadaan umum pasien (lemah pucat, tachicardi) serta tanda-

tanda vital.

Rasional : Menetapkan data dasar pasien, untuk mengetahui

dengan cepat penyimpangan dari keadaan normalnya

d. Monitor perubahan haluaran urine dan monitor asupan haluaran

Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan dan tingkatan

dehidrasi.

e. Memberikan cairan intravaskuler sesuai program dokter.

Rasional : Pemberian cairan Intravena sangat penting bagi pasien

yang mengalami defisit volume cairan dengan keadaan

umum yang buruk karena cairan langsung masuk

kedalam pembuluh darah.

f. Menganjurkan pasien untuk banyak minum

Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah

volume cairan tubuh.

3. Resiko injuri perdarahan berhubungan dengan penurunan trombosit

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan terhadap

pasien perdarahan tidak terjadi

Kriteria Hasil : Menunjukkan perbaikan keadaan umum dan tanda vital

yang baik

40

Rencana tindakan :

a. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.

Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran

pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-

tanda klinis seperti epistaksis, ptike.

b. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat ( bedrest )

Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan

terjadinya perdarahan.

c. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga untuk melaporkan jika

ada tanda perdarahan seperti : hematemesis, melena, epistaksis.

Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk

penaganan dini bila terjadi perdarahan.

d. Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak,

pelihara kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai

ambil darah.

Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.

e. Kolaborasi, monitor trombosit setiap hari

Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat

diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan

perdarahan yang dialami pasien.

4. Resiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan menurunnya

suplai oksigen dalam jaringan menurun.

41

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan suplai oksigen

ke jaringan adekuat.

Kriteria Hasil : Menunjukkan peningkatan perfusi secara individual

misalnya tidak ada sianosis dan kulit hangat, kesadaran

komposmentis, nyeri dada tidak ada, keluhan pusing

tidak ada, disorientasi tidak ada bisu, Nadi 60-

80x/menit, output urine 30-50cc/jam, CRT kurang dari

3 detik.

Rencana tindakan:

a. Observasi perubahan status mental

Rasional : Gelisah bingung disorientasi dapat menunjukkan

gangguan aliran darah serta hipoksia.

b. Observasi warna dan suhu kulit atau membrane mukosa.

Rasional : Kulit pucat atau sianosis, kuku membran bibir atau

lidah dingin menunjukkan vasokonstriksi perifer (syok)

atau gangguan aliran darah perifer.

c. Auskultasi frekuensi dan irama jantung cacat adanya bunyi jantung

ekstra.

Rasional : Tachicardia sebagai akibat hipoksemia kompensasi

upaya peningkatan aliran darah dan perfusi jaringan,

gangguan irama berhubungan dengan hipoksemia,

ketidakseimbangan elektrolit. Adanya bunyi jantung

tambahan terlihat sebagai peningkatan kerja jantung.

42

d. Ukur haluaran urine dan catat berat jenis urine

Rasional : Syok lanjut atau penurunan curah jantung

menimbulkan penurunan perfusi ginjal dimanifestasi

oleh penurunan haluaran urine dengan berat jenis

normal atau meningkat

e. Berikan cairan intra vena atau peroral sesuai indikasi.

Rasional : Peningkatan cairan diperlukan untuk menurunkan

hiperviskositas darah (Potensial pembentukan

trombosit) atau mendukung volume sirlukasi atau

perfusi jaringan.

5. Resiko nutrisi kurang dari, kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

tidak adekuat ditandai denngan mual, muntah , anoreksia

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan

nutrisi pasien terpenuhi.

Kriteria Hasil : Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan

porsi yang dibutuhkan atau diberikan, tidak muntah, Hb

10-14 g/dl, berat badan tidak turun.

Rencana tindakan:

a. Kaji keluhan mual dan muntah yang dialami oleh pasien

Rasional : Untuk menetapkan cara mengatasinya.

b. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.

Rasional : Untuk menghindari mual dan muntah

c. Menjelaskan manfaat nutrisi bagi pasien terutama saat pasien sakit.

43

Rasional : Meningkatkan pengetahuan pasien tentang nutrisi

sehingga motivasi pasien untuk makan meningkat.

d. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur dan dihidangkan

saat masih hangat.

Rasional : Membantu mengurangi kelelahan pasien dan

meningkatkan asupan makanan.

e. Catat jumlah dan porsi makanan yang dihabiskan

Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan nutrisi pasien.

f. Ukur berat badan pasien setiap hari.

Rasional : untuk mengetahui status gizi pasien

g. Kolaborasi pemberian asupan makanan dengan tim gizi

Rasional : untuk pemberian nutrisi yang maksimal

6. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses patologis

(viremia)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri

berkurang atau hilang

Kriteria Hasil :

a. Rasa nyaman pasien terpenuhi

b. Nyeri berkurang atau hilang

Rencana tindakan:

a. Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien dengan skala nyeri (0 - 10),

tetapkan tipe nyeri yang dialami pasien, respon pasien terhadap nyeri

Rasional : Untuk mengetahui berat nyeri yang dialami pasien

44

b. Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi pasien terhadap nyeri

Rasional : Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut maka

perawat dapat melakukan intervensi yang sesuai dengan

masalah klien.

c. Berikan posisi yang nyata dan, usahakan situasi ruang yang terang

Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri .

d. Berikan suasana gembira bagi pasien, alihkan perhatian pasien dari

rasa nyeri

Rasional : Dengan melakukan aktivitas lain, pasien dapat sedikit

melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.

e. Berikan kesempatan pada pasien untuk berkomunikasi dengan

teman-teman atau orang terdekat.

Rasional : Tetap berhubungan dengan orang-orang terdekat atau

teman membuat pasien bahagia dan dapat mengalihkan,

perhatiannya terhadap nyeri.

f. Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik

Rasional : Obat analgetik dapat menekan atau mengurangi nyeri

pasien.

7. Cemas berhubungan dengan ketidaktahuan tentang penyakit, krisis situasi

proses penyakit dan hospitalisa

Tujuan : cemas teratasi

Kriteria hasil : cemas berkurang, tidak gelisah, pasien kooperatif, tidur 6-

8 jam, Nadi : 60-80x/menit, RR : 16-20x/menit

45

Rencana tindakan :

a. Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.

Rasional : memudahkan intervensi.

b. Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi

ansietas di masa lalu.

Rasional : mempertahankan mekanisme koping adaftif,

meningkatkan kemampuan mengontrol ansietas

c. Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk

mengungkapkan pikiran dan perasaan.

d. Rasional : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk

mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan.

e. Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat

ini, harapan-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.

Rasional : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang

dibutuhkan untuk mengurangi kecemasan.

f. Berikan penguatan yang positif untuk meneruskan aktivitas sehari-

hari meskipun dalam keadaan cemas.

Rasional : menciptakan rasa percaya dalam diri pasien bahwa dirinya

mampu mengatasi masalahnya dan memberi keyakinan pada diri

sendri yang dibuktikan dengan pengakuan orang lain atas

kemampuannya.

g. Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.

Rasional : menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman.

46

h. Kolaborasi pemberian obat anti ansietas.

Rasional : mengurangi ansietas sesuai kebutuhan