Post on 07-Mar-2019
31
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1. Kajian Pustaka
2.1.1. Landasan Penelitian
Sebelum mengkaji lebih rinci mengenai variabel-variabel yang diteliti, maka
akan dijelaskan terlebih dahulu teori umum. Teori umum (grand theory) yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu terdapat grand theory, middle range theory,
dan applied theory untuk mengkaji lebih rinci mengenai variabel-variabel yang
akan diteliti. Secara ringkas kerangka konseptual pengembangan model dan teori
yang diacu dalam penelitian ini dapat dilihat dalam gambar dibawah ini.
Gambar 2.1. Landasan Teori Penelitian
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
Dalam penelitian ini untuk mengkaji lebih detail, maka perlu diuraikan
terlebih dahulu mengenai manajemen stratejik, yakni merupakan seperangkat
32
kumpulan keputusan manajemen dan tindakan yang menentukan kinerja bisnis
dalam jangka panjang (Wheelen and Hunger, 2010).
Secara umum proses manajemen strategic berawal dari Strategic situation
analysis, Environmental scanning, Strategic formulation, Strategic
implementation dan Evaluation and control. Tahapan tersebut dijelaskan oleh
Wheelen and Hunger (2010) sebagai berikut:
1) Analisis Lingkungan (Environmental scanning), adalah suatu kegiatan yang
dilakukan oleh manajemen untuk menganalisis lingkungan yang melingkupi
perusahaan. Dipertimbangkan 3 jenis lingkungan yaitu lingkungan sosial
(Societal environment), lingkungan tugas (Task environment) dan lingkungan
internal (Internal environment).
2) Formulasi Strategi (Strategy formulation) adalah suatu kegiatan yang
dilakukan oleh manajemen untuk merumuskan strategi perusahaan. Terdapat 4
fase yang dilakukan oleh manajemen: merumuskan Visi perusahaan.
Merumuskan tujuan & mewujudkannya dalam misi perusahaan serta
merumuskan strategi dan menetapkan kebijakan perusahaan.
3) Implementasi Strategi (Strategy implementation), merupakan suatu kegiatan
yang dilakukan oleh manajemen dalam menerapkan rumusan strategi yang
telah ditetapkan. Pada fase ini ada 3 hal yang dilakukan oleh manajemen:
menetapkan program, merencanakan anggaran, dan menetapkan prosedur
pelaksanaan.
4) Evaluasi dan pengendalian (Evaluation and control) adalah kegiatan evaluasi
dan pengendalian dari implementasi strategi yang diindikasi oleh kinerja
33
aktual perusahaan. Tahap ini hasil evaluasi strategi digunakan sebagai umpan
balik bagi perumusan strategi berikutnya.
Lebih detail dan jelas proses yang diterangkan oleh Wheelen dan Hunger
(2010) mengenai proses manajemen strategi dapat dilihat gambar dibawah ini:
Gambar 2.2. Proses Manajemen Stratejik
Sumber: Wheelen and Hunger (2010)
Sedangkan Thompson dan Martin (2010) mendefinisikan manajemen
stratejik adalah proses dimana sebuah organisasi menentukan tingkat tujuan,
sasaran dan hasrat pencapaian, memutuskan tindakan untuk mencapaiannya dalam
skala waktu yang tepat dalam lingkungan yang sering berubah,
mengimplementasikan tindakan dan menilai kemajuan dan hasil.
34
Selain itu manajemen stratejik merupakan disiplin ilmu yang mempelajari
suatu rencana dan tindakan suatu perusahaan yang diambil dengan lebih dahulu
memperhitungkan kondisi eksternal, kondisi internal dan posisi perusahaan di
pasar.
Strategi perusahaan menjelaskan dua masalah yang berhubungan, yaitu
jenis bisnis seperti apa yang perusahaan harus terapkan untuk dapat bersaing serta
bagaimana bisnis tersebut dapat dikelola dan membentuk suatu sinergi, Rufaidah
(2012). Strategi perusahaan dibagi menjadi strategi korporat, strategi bisnis dan
strategi fungsional.
Proses manajemen stratejik menurut Hitt, Ireland, dan Hoskisson (2010)
adalah sebagai seperangkat komitmen, keputusan, dan tindakan yang diperlukan
perusahaan untuk mencapai daya saing strategis dan memperoleh tingkat
pengembalian di atas rata-rata. Hal pertama yang dilakukan perusahaan adalah
menganalisis lingkungan external dan organisasi internal untuk menentukan
sumber daya, kapabilitas dan kompetensi intinya, kemudian perusahaan
membangun visi dan misi nya serta merumuskan strateginya. Implementasi
strategi perusahaan mengambil tindakan dengan tujuan mencapai daya saing
stratejik dan return di atas rata-rata. Tindakan strategis yang terintegrasi, akan
menciptakan hasil yang positif.
Sesuai pemaparan di atas kita ketahui bahwa perusahan perlu menerapkan
manajemen stratejik agar misi dan tujuan yang ditetapkan perusahaan dapat
diraih. Dengan semakin kompleksnya operasi perusahaan dan semakin komplek
serta turbulensi lingkungan bisnis yang dihadapi perusahaan, manajemen puncak
35
tidak lagi mampu memikul sendiri tanggung jawab atas jalannya perusahaan
dalam memadukan (matching) kemampuan internalnya dengan kesempatan yang
ada dari lingkungan externalnya (Porter, 2008). Perusahaan juga harus memiliki
kemampuan dalam menyelaraskan strategi dengan perubahan lingkungan serta
implementasi strategi yang telah dirumuskan termasuk didalamnya penggunaan
sumber daya dan pengembangan produk baru.
2.1.2. Pemasaran Stratejik
Setiap perusahaan mempunyai tujuan untuk dapat tetap hidup dan
berkembang. Tujuan tersebut hanya dapat dicapai melalui usaha mempertahankan
dan meningkatkan tingkat keuntungan atau laba perusahaan dengan cara
mempertahankan dan meningkatkan penjualannya. Tujuan ini dapat dicapai
apabila bagian pemasaran perusahaan melakukan strategi yang baik untuk dapat
menggunakan kesempatan dan peluang yang ada dalam pemasaran.
William Perreault Joseph P. Cannon & E. Jerome McCarthy (2013:79)
mengemukakan pemasaran adalah suatu kegiatan dalam perekonomian yang
berfungsi membantu menentukan nilai ekonomi dimana nilai ekonomi disini
berupa harga barang dan jasa. Penentuan nilai harga barang dan jasa sangat
dipengaruhi oleh tiga faktor kunci yaitu produksi, pemasaran dan konsumsi. Oleh
karena itu pemasaran menjadi penghubung antara kegiatan produksi dan
konsumsi.
Menurut Sofjan Assauri (2013:15) strategi pemasaran adalah serangkaian
tujuan dan sasaran, kebijakan dan aturan yang memberi arah kepada usaha-usaha
36
pemasaran perusahaan dari waktu ke waktu, pada masing-masing tingkatan dan
acuan serta alokasinya, terutama sebagai tanggapan perusahaan dalam
menghadapi lingkungan dan keadaan persaingan yang selalu berubah.
Menurut Kotler & Keller (2012:5) pemasaran adalah melakukan identifikasi
dan memenuhi kebutuhan manusia dan sosial. Salah satu definisi yang baik dan
singkat dari pemasaran adalah memenuhi kebutuhan dengan cara yang
menguntungkan.
Kotler & Armstrong (2012:29) mendefinisikan pemasaran adalah proses
dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan
pelanggan yang kuat untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya.
Pemasaran stratejik terdiri atas beberapa fase sebagaimana dikemukakan oleh
Wilson, Richard M.S et al (2005:9), yaitu:
a. Fase Pertama: (Terdiri atas analisa Stratejik & Pemasaran) memunculkan
indikator untuk menentukan posisi dan tujuan suatu perusahaan apakah
termasuk dalam posisi kompetitif dalam pasar, produk, market share,
posisi finansial, dan kemampuan dan efektivitas dari segala aspek. Dengan
menentukan faktor di atas dapat mendirikan konsep dasar kemana
perusahaan akan berjalan.
b. Fase Kedua (Arah Stratejik & Formulasi Stratejik) mengembangkan
indikator menuju ke arah mana perusahaan akan berjalan kedepannya
dimana membutuhkan visi kedepan untuk dicapai.
37
c. Fase Ketiga Terkait Manajemen Proses yang menjawab indikator yang
direncanakan serta bagaimana akhir dari proses pencapaian pemasaran
stratejik yang disusun dapat dicapai serta alternatif proses yang dapat
dikembangkan saat strategi dijalankan.
d. Fase Keempat: fokus dari evaluasi proses alternatif yang dijalankan,
memilah proses mana yang terbaik untuk selanjutnya diimplementasikan
e. Fase Kelima: meliputi implementasi dari strategi yang dipilih untuk
selanjutnya dimonitor jika memungkinkan ada tindakan korektif dari
strategi yang dijalankan serta memastikan proses tersebut dapat menjadi
penggerak dari pencapaian perusahaan yang mungkin saja dipengaruhi
oleh isu baik didalam internal perusahaan maupun lingkungan eksternal
yang mengharuskan perusahaan beradaptasi dengan perubahan tersebut.
Solomon & Elnora (2003: 220) mengungkapkan Pemasaran Stratejik terdiri
atas 3 elemen penting yakni: Segmenting, Targeting dan Positioning:
A. Segmentasi (Segmentation)
Menurut Solomon & Elnora (2003:221), segmentasi adalah Proses
membagi pasar yang lebih besar menjadi bagian-bagian yang lebih kecil
berdasarkan pada satu atau lebih karakteristik bersama yang bermakna.
Dengan melaksanakan segmentasi pasar, kegiatan pemasaran dapat
dilakukan lebih terarah dan sumber daya yang dimiliki perusahaan dapat
digunakan secara lebih efektif dan efisien dalam rangka memberikan kepuasan
bagi konsumen. Selain itu perusahaan dapat melakukan program-program
38
pemasaran yang terpisah untuk memenuhi kebutuhan khas masing-masing
segmen.
Ada beberapa variabel segmentasi yaitu:
1. Demografis
Segmentasi ini dilakukan dengan membagi pasar ke dalam kelompok-
kelompok berdasarkan variabel demografis seperti: usia, jenis kelamin,
besarnya keluarga, pendapatan, ras, pendidikan, pekerjaan, geografis.
2. Psikografis
Segmentasi ini dilakukan dengan membagi pasar ke dalam kelompok-
kelompok yang berlainan menurut kelas sosial, gaya hidup, kepribadian, dan
lain-lain. Informasi demografis sangat berguna, tetapi tidak selalu menyediakan
informasi yang cukup untuk membagi konsumen ke dalam segmen-segmen,
sehingga diperlukan segmen berdasarkan psychografis untuk lebih memahami
karakteristik konsumen.
3. Perilaku
Segmentasi ini dilakukan dengan membagi konsumen ke dalam segmen-
segmen berdasarkan bagaimana tingkah laku, perasaan, dan cara konsumen
menggunakan barang/situasi pemakaian, dan loyalitas merek. Cara untuk
membuat segmen ini yaitu dengan membagi pasar ke dalam pengguna dan non-
pengguna produk.
Agar segmen pasar dapat bermanfaat maka harus memenuhi beberapa
karakteristik:
39
Measurable: Ukuran, daya beli, dan profil segmen harus dapat diukur
meskipun ada beberapa variabel yang sulit diukur.
Accessible: Segmen pasar harus dapat dijangkau dan dilayani secara efektif.
Substantial: Segmen pasar harus cukup besar dan menguntungkan untuk
dilayani.
Differentiable: Segmen-segmen dapat dipisahkan secara konseptual dan
memberikan tanggapan yang berbeda terhadap elemen-elemen dan Bauran
Pemasaran yang berbeda.
Actionable: Program yang efektif dapat dibuat untuk menarik dan melayani
segmen-segmen yang bersangkutan.
Langkah dalam mengembangkan segmentasi yaitu:
1. Melakukan segmentasi pasar menggunakan variabel-variabel permintaan,
seperti kebutuhan konsumen, manfaat yang dicari, dan situasi pemakaian.
2. Mendeskripsikan segmen pasar yang diidentifikasikan dengan menggunakan
variabel-variabel yang dapat membantu perusahaan memahami cara melayani
kebutuhan konsumen tersebut dan cara berkomunikasi dengan konsumen.
B. Targeting
Menurut Solomon & Elnora (2003:232), target market adalah
pengelompokan pelanggan berdasarkan segmentasi dan penetapan target market.
Setelah pasar dibagi-bagi dalam segmen-segmen, maka perusahaan harus
memutuskan suatu strategi target market. Perusahaan dapat memilih dari empat
strategi peliputan pasar.
40
Undifferentiated targeting strategy, strategi ini menganggap suatu pasar
sebagai satu pasar besar dengan kebutuhan yang serupa, sehingga hanya ada
satu Bauran Pemasaran yang digunakan untuk melayani semua pasar.
Perusahaan mengandalkan produksi, distribusi, dan periklanan massa guna
menciptakan citra superior di mata sebagian besar konsumen.
Differentiated targeting strategy, perusahaan menghasilkan beberapa produk
yang memiliki karakteritik yang berbeda. Konsumen membutuhkan variasi dan
perubahan sehingga perusahaan berusaha untuk menawarkan berbagai macam
produk yang bisa memenuhi variasi kebutuhan tersebut.
Concentrated targeting strategy, perusahaan lebih memfokuskan menawarkan
beberapa produk pada satu segmen yang dianggap paling potensial.
Custom targeting strategy, lebih mengarah kepada pendekatan terhadap
konsumen secara individual.
Langkah dalam mengembangkan targeting yaitu:
Mengevaluasi daya tarik masing-masing segmen dengan menggunakan
variabel-variabel yang dapat mengkuantifikasi kemungkinan permintaan dari
setiap segmen, biaya melayani setiap segmen, dan kesesuaian antara
kompetensi inti perusahaan dan peluang pasar sasaran.
Memilih satu atau lebih segmen sasaran yang ingin dilayani berdasarkan
potensi laba segmen tersebut dan kesesuaiannya dengan strategi korporat
perusahaan.
41
C. Positioning
Menurut Solomon & Elnora (2003:235), Positioning ialah bagaimana
mempengaruhi segmen pasar tertentu melalui kegiatan pemasaran yang lebih baik
dibanding dengan pesaing.
Penentuan posisi pasar menunjukkan bagaimana suatu produk dapat
dibedakan dari para pesaingnya.
Berdasarkan referensi di atas dapat dipastikan bahwa dalam penentuan
stratejik perusahaan tetap memperhatikan aspek pemasaran dari produk atau jasa
yang ditawarkan kepada pelanggan. Pemasaran stratejik terdiri dari 3 aktifitas
utama manajerial yakni Planning, Decision-Making serta Controlling. Dalam
industri fixed broadband berhubungan dengan pemasaran stratejik khususnya
implementasi aktifitas pemasaran layanan yang ditawarkan mengarah kepada
customer-driven untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
2.1.3. Telekomunikasi
Freeman (2005:45) menyatakan “Telekomunikasi merupakan proses
komunikasi secara elektris pada jarak tertentu dalam bentuk suara, data dan
informasi citra. Dalam proses komunikasi tersebut dipakai suatu media transmisi
tertentu untuk membawa sinyal-sinyal telekomunikasi. Ada empat media
transmisi dasar yaitu kawat (wire pair), kabel coaxial, kabel optik dan radio”.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi disebutkan bahwa “Telekomunikasi adalah setiap pemancaran,
pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda,
42
isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau
sistem elektromagnetik lainnya”. Berdasarkan Undang-Undang tersebut di atas
dinyatakan pula “Jasa telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk
memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan
telekomunikasi”.
Jasa fixed broadband termasuk bagian dari jasa telekomunikasi yang
menggunakan media transmisi utamanya melalui fiber optic dan kabel tembaga.
Penelitian ini adalah mengenai jasa telekomunikasi fixed broadband dan dalam
disertasi ini digunakan istilah jasa telekomunikasi fixed broadband atau fixed
broadband atau layanan fixed broadband.
Banyak orang mengasosiasikan broadband dengan kecepatan tertentu
transmisi atau satu set tertentu dari layanan, seperti lingkaran digital subscriber
(DSL) atau jaringan area lokal nirkabel (WLAN). Namun, karena teknologi
broadband yang selalu berubah, definisi broadband juga terus berkembang. Hari
ini, istilah broadband biasanya menggambarkan koneksi internet yang berkisar
dari 5 kali untuk 2000 kali lebih cepat dari teknologi internet dial-up sebelumnya.
Namun, istilah broadband tidak mengacu kepada kecepatan tertentu atau layanan
tertentu. Broadband menggabungkan kapasitas koneksi (bandwidth) dan
kecepatan. Rekomendasi I.113 dari Sektor Standardisasi ITU (2003)
mendefinisikan broadband sebagai "Kapasitas transmisi yang lebih cepat dari
tingkat primer Integrated Services Digital Network pada 1,5 atau 2,0 MbPS”.
Menurut ITU-T (2003), Broadband memiliki tiga manfaat utama:
1. Kecepatan broadband secara signifikan lebih cepat dari teknologi
43
sebelumnya, sehingga lebih cepat dan lebih nyaman untuk mengakses
informasi atau melakukan transaksi online menggunakan internet.
Kecepatan layanan broadband juga telah meningkatkan pelayanan yang
ada, seperti game online, dan memungkinkan aplikasi baru, seperti men-
download musik dan video.
2. Tergantung pada jenis teknologi, bisa ada keuntungan ekonomi yang
terkait dengan broadband. Misalnya, dengan DSL, pengguna dapat
menggunakan saluran telepon standar tunggal untuk kedua layanan suara
dan data. Hal ini memungkinkan mereka untuk menjelajah internet dan
menghubungi teman pada saat semua sama-sama menggunakan saluran
telepon yang sama. Sebelumnya, pengguna internet mungkin telah
menginstal saluran telepon tambahan di rumah mereka untuk akses
Internet, tetapi dengan broadband, dua saluran telepon tidak lagi
diperlukan.
3. Broadband meningkatkan penggunaan aplikasi Internet dan membuka
jalan bagi solusi baru, yang tidak terlalu mahal dan efisien. Contoh
implementasi dari layanan e-government yang baru, seperti pengajuan
pajak elektronik, untuk pelayanan kesehatan secara online, e-learning dan
peningkatan tingkat perdagangan elektronik.
Beberapa jenis yang paling umum dari teknologi broadband menurut ITU
(2003):
1. Jaringan digital subscriber (DSL): Platform broadband yang paling umum
di dunia saat ini adalah DSL. DSL menggunakan frekuensi yang berbeda
44
untuk membagi layanan suara dan data menggunakan saluran telepon
standar yang sama. Ini berarti pengguna memiliki kemampuan untuk
menjelajah internet dan berbicara di telepon pada saat yang sama, dengan
hanya menggunakan satu saluran telepon. Seperti semua teknologi
broadband, DSL menawarkan kecepatan yang lebih tinggi dan kualitas
yang lebih besar ketika transmisi suara, data dan gambar. DSL adalah
layanan khusus, di mana setiap pengguna pada dasarnya memiliki sirkuit
pribadinya sendiri ke kantor sentral telepon. Ini berarti kecepatan
bandwidth dan layanan tidak bervariasi berdasarkan jumlah pelanggan di
daerah tertentu.
2. Modem kabel: modem kabel juga merupakan teknologi broadband yang
populer dan telah berkembang di negara-negara dengan jaringan TV kabel
maju. Jaringan kabel yang mampu membawa berbagai "Saluran"
sepanjang kabel fisik yang sama. Awalnya, saluran ini dilakukan saluran
televisi yang berbeda. Sekarang, selain saluran televisi tersebut, satu
saluran mengirimkan data ke pengguna dari Internet dan saluran lain
mengirimkan data dari pengguna kembali ke Internet. Perbedaan utama
antara DSL dan kabel adalah bahwa semua pelanggan modem kabel di
daerah kecil berbagi sama saluran untuk mengirim dan menerima data.
Akibatnya, jumlah bandwidth dan layanan yang dihasilkan kecepatan
setiap pengalaman pengguna tergantung pada berapa banyak tetangga
bandwidth yang menggunakan pada saat yang sama.
3. Fiber optic cable (Serat optik kabel): Tidak seperti DSL dan kabel
45
teknologi, yang keduanya didasarkan pada kawat tembaga, kabel serat
optik menggunakan laser untuk mengirimkan pulsa cahaya yang dibawa
serat kaca. Karena cahaya menggunakan frekuensi yang lebih tinggi, kabel
serat optik dapat membawa ribuan kali lebih banyak data dari baik sinyal
atau gelombang radio listrik. Serat optik secara teoritis dapat memberikan
potensi bandwidth yang hampir tak terbatas, sehingga solusi ini sering
digunakan baik untuk koneksi bandwidth tinggi antara kota atau daerah
bandwidth yang berat dalam kota. Biaya pemasangan kabel serat optik
yang sebelumnya menjadi penghalang untuk menghubungkan masyarakat
kecil atau rumah, tetapi harga telah jatuh ke posisi yang di beberapa
negara, pengguna dapat terhubung ke Internet melalui kabel serat optik
dengan kecepatan 20 kali lebih besar dari DSL dan modem kabel koneksi
yang tercepat. Beberapa pemerintah secara bertahap meletakkan
infrastruktur serat optic untuk memilikinya ketika akhirnya siap menjadi
biaya yang efektif untuk meng-install koneksi dan “Menyalakan” serat ke
rumah. Ini termasuk negara-negara seperti Korea, Islandia, Jepang,
Singapura dan Swedia.
4. Wireless Local Area Network (WLAN) dan Wireless Fidelity (Wi-Fi):
WLAN adalah jaringan area lokal yang menggunakan gelombang
elektromagnetik untuk mengirim dan menerima data jarak pendek,
daripada menggunakan jaringan wireline. Perangkat mobile mengakses
jaringan dengan menghubungkan, melalui radio, ke titik akses wireline
yang melewati lalu lintas bolak-balik melalui jaringan. WLAN merupakan
46
cara yang efektif untuk berbagi akses Internet nirkabel dari koneksi
broadband dalam jarak 100 meter. Mereka juga semakin banyak
digunakan untuk menyediakan akses broadband jarak jauh di daerah
pedesaan dan negara-negara berkembang (menggunakan peralatan khusus
dan teknologi untuk meningkatkan jarak efektif dari titik sambungan).
Jenis yang paling umum dari teknologi WLAN dikenal sebagai Wi-Fi;
Namun, Wi-Fi adalah salah satu dari beberapa standar WLAN dan tidak
identik dengan WLAN. Teknologi WLAN lainnya termasuk RF2,
HiperLAN2, dan 802.11a.
ITU (2003) menyatakan bahwa di daerah pedesaan dan negara-negara
berkembang, terutama di daerah yang belum memiliki akses ke infrastruktur
wireline tradisional, broadband dapat membantu meningkatkan infrastruktur ini
dan menyediakan akses ke suara, data dan layanan internet. Hal ini terutama
berlaku dengan teknologi WLAN, seperti Wi-Fi, yang mudah untuk dipasang dan
murah. Banyak proyek di seluruh dunia sedang mencari cara untuk menggunakan
WLAN untuk menjembatani last mile (akses mil terakhir ke pelanggan). Misalnya,
Sektor Pembangunan ITU Telekomunikasi sedang dalam proses pelaksanaan tiga
proyek percontohan untuk menentukan kinerja WLAN untuk menyediakan akses
masyarakat di daerah pedesaan Bulgaria, Uganda dan Yaman. Sebagai dampak
harga serat optik yang jatuh, daerah pedesaan dan negara berkembang juga
mungkin dapat melampaui dengan menggunakan kecepatan tinggi kabel serat
optik untuk semua koneksi baru, bukan menggunakan kabel tembaga yang umum
di seluruh negara maju.
47
Strouse (2004) menyatakan “Pasar jasa telekomunikasi akan lebih
transparan dan pelan-pelan akan menciptakan lebih banyak pilihan”. Lebih jauh
Strouse (2004:20) menyatakan “Tantangan yang dihadapi operator jasa
telekomunikasi adalah bagaimana membuat diferensiasi layanan telekomunikasi
yang ditawarkan dengan apa yang dimiliki oleh operator pesaingnya usaha
tersebut sukses maka layanannya akan menarik hanya pelanggan sehingga dapat
memperoleh pasar dan pesaingnya”. Pasaribu (2012) menyatakan “Penyatuan
teknologi informasi dengan teknologi komunikasi yang dikenal dengan istilah ICT
telah mempengaruhi gaya hidup masyarakat. Diferensiasi layanan dapat
berdasarkan cara tradisional seperti kualitas sambungan atau koneksi dan
ketersediaan jaringan telekomunikasi. Kegagalan atas kedua faktor tersebut dapat
menyebabkan pelanggan pindah ke operator pesaing.
Strouse (2004:23) menyatakan “Pelanggan dapat memilih dari beberapa
opsi tarif layanan yang ditawarkan yang cocok dengan kebutuhkan mereka. Juga
diferensiasi dilakukan melalui promosi seperti penawaran bonus, potongan harga,
atau tarif khusus dan saluran distribusi. Pelanggan menjadi lebih terdidik dan
lebih banyak tuntutannya. Mereka meminta operator menyediakan layanan
telekomunikasi yang memenuhi kebutuhan individual dengan harga yang lebih
rendah pada setiap peluncuran layanan baru”
2.1.4. Manajemen Kerelasian Pelanggan
Definisi Manajemen Kerelasian Pelanggan
Kotler & Keller (2012:145) menjelaskan bahwa pemasar harus membangun
48
hubungan baik antara perusahaan dan pelanggan. Pembinaan hubungan pelanggan
dengan perusahaan menjadi perhatian penuh bagi seluruh pemasar dalam
menjalankan fungsi pemasaran dalam unit bisnisnya. Hal ini diperkuat oleh Buttle
& Maklan (2015) yang menjelaskan Manajemen Kerelasian Pelanggan sebagai
berikut: bahwa peranan kerelasian pelanggan dalam mewujudkan integrasi proses
internal perusahaan dengan kondisi eksternal demi memberikan nilai dari
pelanggan yang disasar untuk menghasilkan profit bagi perusahaan. Hal yang
terpenting adalah riwayat pelanggan potensial yang terwujud dari implementasi
manajemen kerelasian berbasis teknologi.
Program Loyalitas Pelanggan merupakan salah satu bentuk dari penerapan
pemasaran relasional (Baran, Galka & Strunk, 2008). Program ini memiliki
berbagai nama yang berbeda seperti frequency programs, frequent shopper
programs, points programs atau rewards programs meskipun secara mendasar
manfaat yang ditawarkan hampir sama (Baran, Galka & Strunk, 2008: 291 &
361).
Sebagai contoh, dibisnis perhotelan, program Loyalitas Pelanggan lebih
dikenal dengan nama Guest Frequent Program; sementara dibisnis penerbangan
lebih sering disebut sebagai Frequent Flyer Program (Kartajaya, 2007) atau
“Frequent Flyer Clubs” (Ahonen, Kasper & Melkko, 2004). Oesman (2010)
memberi contoh Program Manajemen Kerelasian Pelanggan yang dikembangkan
pengelola pusat belanja seperti program special sourcing arrangement, key
account management (perhimpunan tenan), dan partnering program”.
Secara teknis Ahoneu, Kasper & Melkko (2004:136) menyampaikan bahwa
49
Program loyalitas adalah kegiatan-kegiatan dimana pelanggan mengumpulkan
aneka bonus yang kemudian dapat ditukar dengan hadiah-hadiah. Dalam nada
yang sama Kumar dan Reinatz (2006:163) menyatakan bahwa Program Loyalitas
Pelanggan adalah proses pemasaran yang menghasilkan hadiah-hadiah bagi
pelanggan karena kegiatan pembelian berulang yang mereka lakukan. Secara lebih
luas Baran, Galka & Strunk (2008) menyatakan Program loyalitas memiliki peran
yang penting dalam membangun hubungan untuk menstimulasi pemakaian, dan
memelihara pelanggan. Semua program ini memberikan insentif ekonomi secara
kumulatif kepada pelanggan yang membeli produk tertentu. Senada dengan
pengertian di atas, Butscher (2002:39) menyatakan bahwa tujuan utama dari
program Loyalitas Pelanggan adalah untuk membangun hubungan dengan
pelanggan sehingga mereka menjadipelanggan setia perusahaan dalam jangka
panjang. Oleh karena itu mendorong perilaku yang loyal, yakni perilaku yang
diharapkan dapat memberi manfaat bagi perusahaan (Bridson, et al., 2008).
Unsur-unsur penting dalam implementasi manajemen kerelasian menurut
Donaldson dan O'Toole (2002:145) yaitu “Penciptaan kualitas produk dan
layanan, upaya pengukuran kepuasan pelanggan internalisasi manajemen
kerelasian pada sumber daya manusia, melakukan komunikasi dengan pelanggan
yang lebih personal, menetapkan sasaran pelanggan yang realistis dan menilai
performansi”. Strouse (2004:147) menyatakan “Operator broadband berinteraksi
dengan pelanggan pada setiap jadwal penagihan sehingga selama pelanggan yakin
transaksi bisnis diantara mereka masih positif dan proses penyelesaian tagihan
berlangsung lancar dan mudah maka hubungan tersebut akan menguntungkan
50
kedua belah pihak”.
Theodore Levitt dalam Lovelock & Wirtz (2011) menyatakan “Satu tanda
yang pasti terjadinya penurunan hubungan yang buruk adalah tiadanya keluhan-
keluhan dari pelanggan”. Sementara Kotler dan Keller (2016) menyampaikan
“Mempermudah pelanggan menemui petugas yang tepat untuk menyampaikan
kebutuhan, persepsi dan keluhan mereka merupakan salah satu cara membentuk
ikatan yang kuat dengan pelanggan”.
Rahaman, Ferdous dan Rahman (2011) “Meneliti peran Manajemen
Kerelasian Pelanggan di operator telekomunikasi Bangladesh dan menggunakan
lima dimensi yaitu thankful, responsiveness and relationship, appropriateness,
caring, and keep in touch”. Sementara itu Lee et al. (2011) “Meneliti pada
penyedia jasa internet mengenai mobile CRM menggunakan dimensi yang
dikembangkan oleh Suh & Park (2005) yaitu Contents Differentiation, Contact
Frequency Contents Repetitio”. Dalam penelitian Ghafari et al. (2011:11)
“Mengenai Manajemen Kerelasian Pelanggan di Bank Iran menggunakan dimensi
Information Sharing, Customer Partnership, Long term Relationship, Joint
problem solving dan Technology-hosed CRM”.
Sweeney dan Webb (2007) mengungkapkan bahwa “Dimensi Manajemen
Kerelasian Pelanggan adalah Social Benefits, Phsychological Benefits, Functional
Benefits”. Sementara itu Parvatiyar dan Sheth (2002) menyampaikan bahwa
“Program-program Manajemen Kerelasian Pelanggan mempunyai bentuk
Continuity Marketing, One-to-One Marketing, dan Partnering Co-Marketing.
Dalam program Continuity Marketing dikembangkan program-program kartu
51
loyalitas dan keanggotaan dimana pelanggan sering diberi hadiah atas dasar
hubungan loyalitas dan keanggotaan dengan perusahaan. Bentuk dari penghargaan
atau hadiah seperti pelayanan istimewa, hadiah poin, potongan harga termasuk
potongan harga produk-produk lain. One-to-One Marketing ditujukan untuk dapat
memenuhi dan memuaskan tiap-tiap kebutuhan pelanggan secara individu dan
unik. Partnering program merupakan hubungan kemitraan antara pelanggan dan
perusahaan dalam rangka melayani kebutuhan-kebutuhan pemakai akhir.
Berdasarkan pada pengertian terhadap sumber sekunder di atas, maka
disimpulkan Manajemen Kerelasian Pelanggan fokus pada pengelolaan hubungan
antara perusahaan dengan pelanggan agar terjadi peningkatan hubungan diantara
keduanya. Hal ini diharapkan agar pelanggan dapat terus melakukan bisnis
dengan perusahaan, artinya terjadi peningkatan Loyalitas Pelanggan. Hal ini
dituangkan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 2.1. Rekapitulasi Konsep Manajemen Kerelasian Pelanggan
Ahli Definisi
Buttle & Maklan (2015)
“Manajemen Kerelasian Pelanggan dalam
mewujudkan integrasi proses internal perusahaan
dengan kondisi eksternal demi memberikan nilai
dari pelanggan yang disasar untuk menghasilkan
profit bagi perusahaan.
Baran, Galka & Strunk
(2008)
“Manajemen Kerelasian Pelanggan adalah
strategi pemasaran yang memfokuskan
perhatian pada pengelolaan pengalaman
pelanggan dengan cara memahami dengan lebih
baik kebutuhan-kebutuhannya serta perilaku
pembelian mereka.”
52
Ahli Definisi
Zeithaml & Jo Bitner
(2009:176)
“Manajemen Kerelasian Pelanggan adalah
sebuah filosofi dalam menjalankan bisnis,
sebuah orientasi strategi yang memfokuskan
pada usaha menjaga dan memperbaiki hubungan
dengan pelanggan saat ini. “
Kotler & Bowen (2010:22)
“Manajemen Kerelasian Pelanggan didefinisikan
secara sempit sebagai titik singgung dengan
pelanggan untuk memaksimumkan Loyalitas
Pelanggan. “
Lovelock & Wirtz
(2011:343)
“Sebuah bentuk kegiatan pemasaran untuk
menghasilkan hubungan yang lebih mendalam
atau berarti dengan pelanggan.”
Sumber: diolah dari berbagai sumber
Berdasarkan atas analisis atas konsep Manajemen Kerelasian Pelanggan,
serta didukung dengan deep interview dengan pakar yang kompeten, maka pada
penelitian ini, pengertian Manajemen Kerelasian Pelanggan terdiri atas manfaat
psikologis yang dirasakan oleh pelanggan kepada perusahaan melalui pemberian
hadiah dan pemberian kemudahan.
Dimensi Manajemen Kerelasian Pelanggan
Berdasarkan referensi di atas dapat dirumuskan matriks komparasi
perbandingan mengenai manajemen kerelasian.
53
Tabel 2.2. Komparasi Dimensi Manajemen Kerelasian
Rahaman,
Ferdous dan
Rahman (2011)
Peyman
Ghafari. Reza
Karjalia:i, Ali
Mashayekhni
a (2011)
Suh and
Park (2005)
Sweeney and
Webb (2007)
Parvatiyar
dan Sheth (
2002)
Sianipar,
Erikson
(2018)
Thankfull
Responsiveness
and relationship
Appropriateness
Customer
Partnership
Longterm
Relationship
Contact
Frequent
Contact
Repetition
Social
benefits
Psychological
benefits
1on1
Marketing
Manfaat
Psikologis
Thankfull Longterm
Relationship
Continuity
Marketing
Pemberian
Hadiah
Information
Sharing
Joint-
Problem
Solving
Technology
-Based
CRM
Comments
Differentia
tion
Functional
Benefits
Continuity
Marketing
Partnering
Program
Pemberian
Kemudahan
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
Berdasarkan kajian atas komparasi dimensi variabel, terdapat tiga dimensi
manajemen kerelasian bagi pelanggan broadband yaitu: manfaat psikologis,
pemberian hadiah dan pemberian kemudahan.
Pemberian manfaat psikologis merupakan tingkatan dimana perusahaan
memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan secara lebih personal. Pada tahap
ini, hubungan dengan pelanggan tidak hanya tercipta karena insentif harga yang
diberikan oleh pihak perusahaan, namun ada ikatan psikologis bahkan
persahabatan baik antar perusahaan dengan pelanggan, maupun antar pelanggan
yang satu dengan pelanggan yang lainnya. Implementasi dari penyediaan manfaat
psikologis paling mudah adalah berusaha mengingat nama pelanggan secara
individu. Hal ini telah banyak diterapkan oleh perusahaan terhadap pelanggan
54
loyalnya, dimana setiap kali mereka membeli produk yang bersangkutan, pihak
perusahaan senantiasa melayani dengan menyebut nama pelanggan yang
bersangkutan, bahkan melalui database yang ada, mampu mengingat layanan-
layanan apa saja yang menjadi preferensi dan pelanggan loyal tersebut.
Pemberian hadiah atau manfaat finansial merupakan penghematan biaya
yang dikeluarkan oleh seorang pelanggan pada saat mereka membeli produk atau
jasa dari perusahaan. Implementasi pada pengguna broadband dari penyediaan
manfaat finansial adalah dengan menjalankan Frequency Marketing Programs
seperti pemberian hadiah (reward) berupa diskon khusus apabila pelanggan sering
melakukan pembelian atau apabila membeli dalam jumlah yang besar. Dalam
praktek di lapangan, istilah Frequency Marketing Program seringkali digunakan
secara bergantian dengan istilah Reward Program mengingat kedua istilah
tersebut memiliki makna yang sama
Berdasarkan uraian di atas, maka konstruk dimensi dan indikator dari
variabel Manajemen Kerelasian Pelanggan disusun pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.3. Konstruk Dimensi dan Indikator dari Variabel Manajemen
Kerelasian Pelanggan
Dimensi Indikator
Manfaat
Psikologis
(X₁₁)
Kontinuitas Pelayanan
Kemampuan dalam memelihara hubungan dengan
pelanggannya
Kemampuan dalam memenuhi kebutuhan setiap pelanggan
Pemberian
Hadiah (X₁₂)
Kemampuan dalam pemberian hadiah
Pemberian hadiah karena menjadipelanggan setia
Frekuensi pemberian hadiah
Pemberian hadiah atau perhatian khusus yang diberikan pada
saat hari spesial
55
Dimensi Indikator
Pemberian
Kemudahan
(X₁₃)
Kemudahan layanan tambahan
Kemudahan informasi tagihan secara online
Kemudahan mendapat layanan dari kantor layanan operator
Aktivasi Layanan Fixed broadband
Pelayanan prioritas antrian
2.1.5. Kompetensi Unik
Definisi Kompetensi Unik
Persaingan antar bisnis, perubahan demografi penduduk, serta pergeseran
pola pembelian konsumen memaksa para pelaku bisnis merubah cara dalam
melakukan bisnis. Manajemen harus memutuskan strategi yang diadopsi
perusahaan dan kapan harus diubah ke strategi yang lain.
Dalam rangka menjaga keberlangsungan bisnis, perusahaan diharuskan
mengidentifikasi kebutuhan sumber daya organisasi yang spesifik, serta
kemampuan kinerja yang unggul. Sumber daya yang spesifik atau unik dan
keahlian tenaga kerja adalah apa yang disebut sebagai Kompetensi Unik
(Yamoah, Emanual Eratus (2013:29).
Berkaitan dengan definisi, sumber daya menjadi hal yang sangat penting
dan merupakan modal terbesar yang dimiliki perusahaan untuk menjalankan
bisnisnya, berkiprah dan berinteraksi dengan pasar serta pembelinya. Perusahaan
akan memiliki perbedaan dalam hal pengelolaan berdasarkan kepemilikannya atas
sumber-sumber daya, yang menurut Pearce dan Robinson (2012) terdiri dari
tangible asset, intangible assets dan organizational capabilities. Apabila
perusahaan mampu mengenali dan mengembangkan keunikan sumber daya yang
dimiliki maka perusahaan tersebut memiliki orientasi pasar yang kuat. Sumber
56
daya memiliki kekuatan yang unik yang memungkinkan perusahaan mencapai
superioritas dalam aspek aktiva berwujud, aktiva tidak berwujud dan kapabilitas
organisasi. Kemanfaatan yang lebih besar dari sumber daya yang ada harus
diciptakan oleh perusahaan untuk dapat memberikan superior performance bagi
pelanggan. Perusahaan yang telah mencapai superior performance melalui
pemberian superior value kepada pelanggan berarti telah memenuhi harapan
pelanggan (Sucherly, 2011).
Definisi lainnya dari Kompetensi Unik yaitu kekuatan unik yang
memungkinkan perusahaan mencapai superioritas. Kompetensi Unik menjelaskan
kemampuan spesifik suatu organisasi. Identifikasi Kompetensi Unik dalam suatu
organisasi meliputi keahlian tenaga kerja dan kemampuan sumber daya (Day and
Wensley dalam farizan Firdaus, 2011).
Menurut Griffin, Ricky W. (2017) sebuah Kompetensi Unik mungkin tidak
ditiru karena tiga alasan, yaitu:
1. Akuisisi atau pengembangan Kompetensi Unik tergantung pada keadaan
sejarah yang unik dimana organisasi lain tidak dapat melakukan replikasi.
Contoh, Caterpillar mendapatkan competitive advantage saat Amerika
Serikat memberikan kontrak jangka panjang ketika terjadi Perang Dunia ke-
II.
2. Kompetensi Unik sulit diimitasi karena natur dan karakternya tidak dapat
dikenali atau dimengerti oleh organisasi lain. Misalnya Procter & Gamble
memiliki competitive advantage dalam praktek manufakturnya. P&G
melakukan pengamanan terhadap informasi ini pada semua bagian.
57
3. Kompetensi Unik sulit diimitasi karena fenomena sosial yang kompleks.
Seperti kerja sama organisasi atau budaya. Misalnya Southwest Airlines
yang memiliki budaya yang unik, yang telah lama eksis selama beberapa
dekade.
Kozami, Azhar (2002) juga mengatakan Kompetensi Unik (Distinctive
Competence) adalah "Setiap keunggulan yang dimiliki perusahaan yang tidak
dimiliki pesaingnya karena dapat melakukan sesuatu yang mereka tidak bisa atau
dapat melakukan sesuatu yang lebih baik dari yang mereka bisa".
David dalam Wong, Kuej and Ong (2011: 561) bahwa sumber daya internal
lebih penting daripada sumber daya external untuk kekuatan persaingan yang
berkelanjutan dan kinerja organisasi. Indikator berwujud, menurut Alee (2008:12)
termasuk Financial Instrument or Operating Capital, Infrastructure, Time and
Materials, Facilities and Equipment, Information Technology, Hadware and
Software. Dalam hal aktiva tidak berwujud, Kostopules, Spanos and Prastacos
(2011:4) menyatakan bahwa Intangible Asset antara lain terdiri dari Employee’s
Knowledge, Experiences and Skills, Firm’s Reputation, Brand Name dan
Organizational Procedures.
Ngah and Ibrahim (2011:10) menyatakan bahwa sumber daya dapat
dikatakan juga termasuk modal sumber daya manusia dan modal struktural suatu
organisasi.
Perusahaan yang memasuki industri yang tersaturasi dan mengalami
perlambatan mempunyai peluang untuk meningkatkan nilai perusahaan melalui
diversifikasi ke bisnis baru dibanding reinvestasi dibisnis eksisting (Maksimovic
58
dan Philips: 2002 dan Gomes dan Livdan: 2004). Dalam industri telekomunikasi
maka bisnis baru yang “adjacent” dan relatif bersinggungan adalah bidang usaha
teknologi informasi dan bidang usaha media baik melalui satelit, kabel maupun
nirkabel (seperti on line TV, on line media, on line radio).
Keunikan yang dapat ditawarkan operator telekomunikasi diantaranya
dengan besarnya kemampuan infrastruktur IT yang dimiliki memasuki bisnis IT
dan managed service secara sendiri melalui anak usaha maupun kerja sama
dengan para perusahaan aplikasi software (Wendy L. Curie: 2004).
Sumber-sumber keunggulan bersaing, analisis keunggulan bersaing
menunjukkan perbedaan dan keunikan di antara para pesaing. Sumber keunggulan
bersaing itu adalah keterampilan, sumber daya dan pengendalian yang superior.
Keterampilan yang superior memungkinkan organisasi untuk memilih dan
melaksanakan strategi yang akan membedakan organisasi dan persaingan.
Keterampilan mencakup kemampuan teknis, manajerial dan operasional.
Strategi keunggulan bersaing menurut Day dan Wensley (1988) diartikan
sebagai kompetisi yang berbeda dalam keunggulan keahlian dan sumber daya.
Ada dua dimensi yang membentuk keunggulan bersaing adalah:
1) Keterampilan yang Superior, dengan indikator:
a) Kemampuan teknis
b) Manajerial
c) Operasional
2) Sumber Daya Yang Superior, dengan indikator:
a) Jaringan kerja distribusi
b) Kemampuan produksi
c) Kekuatan pemasaran
59
Hill, Charles & Gareth Jones (2009) mengatakan bahwa keunggulan
Kompetitif berdasarkan Kompetensi Unik (Distinctive Competence). Kompetensi
Unik adalah kekuatan spesifik perusahaan yang memungkinkan perusahaan untuk
membedakan produknya dari yang ditawarkan oleh saingan dan atau mencapai
biaya yang lebih rendah dibandingkan para pesaingnya.
Kompetensi Unik berdasarkan kajian pustaka dan realitas yang ada di
industri telekomunikasi dapat disarikan sebagai berikut:
Tabel 2.4. Rekapitulasi Konsep Kompetensi Unik
Ahli Definisi
Kozami, Azhar
(2002)
Kompetensi Unik adalah setiap keunggulan yang dimiliki
perusahaan yang tidak dimiliki pesaingnya karena dapat
melakukan sesuatu yang mereka tidak bisa atau dapat
melakukan sesuatu yang lebih baik dari yang mereka bisa.
Day and Wensley
dalam Farizan
Firdaus, (2011)
Kompetensi Unik menjelaskan kemampuan spesifik
suatu organisasi. Identifikasi Kompetensi Unik dalam
suatu organisasi meliputi keahlian tenaga kerja dan
kemampuan sumber daya
Buletin Ekonomi
(2010)
Sumber daya unik yang memberikan keunggguan dan
lebih banyak nilai pada konsumen pada industri
telekomunikasi Indonesia adalah aktiva berwujud dan
aktiva tidak berwujud seperti kebutuhan segmen yang
lebih spesifik
Day dan Wensley
(1988)
Kompetisi yang berbeda dalam keunggulan keahlian dan
sumber daya. Ada dua dimensi yang membentuk
keunggulan bersaing adalah Keterampilan yang Superior
dan Sumber daya yang Superior
Yamoah,
Emanual Eratus
(2013:29)
Dalam rangka menciptakan superioritas bisnis,
perusahaan diharuskan mengidentifikasi kebutuhan
sumber daya organisasi yang spesifik, serta kinerja yang
unggul
Hill, Charles &
Gareth Jones
(2009)
Kompetensi Unik adalah kekuatan spesifik perusahaan
yang memungkinkan perusahaan untuk membedakan
produknya dari yang ditawarkan oleh saingan dan atau
mencapai biaya yang lebih rendah dibandingkan para
pesaingnya
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
60
Berdasarkan analisis atas rekapitulasi konsep kompetensi untik tesebut,
serta didukung oleh hasil pelaksanaan deep interview dengan pakar yang
kompeten, maka pengertian Kompetensi Unik pada penelitian ini disusun ke
dalam suatu konstruk yaitu sumber daya spesifik dan kinerja unvggul yang
dimiliki perusahaan yang tidak dimiliki atau sulit ditiru oleh kompetitor dengan
tujuan menciptakan keunggulan kompetitif berkelanjutan
Dimensi Kompetensi Unik
Atas dasar uraian di atas, maka dapat dirumuskan matriks komparasi
perbandingan mengenai Kompetensi Unik sebagai berikut:
Tabel 2.5. Komparasi Dimensi Kompetensi Unik
Kozami, Azhar
(2002)
Farizan,
Firdaus (2011)
Buletin Ekonomi
(2010)
Day &
Wensley
(1988)
Yamoah,
Emanual
Eratus (2013)
Hill, Charles &
Gareth, Jones
(2009)
Keunggulan
tidak
dimiliki
pesaing
Kemampuan
Sumber
daya
Sumber
Daya
Sumber
daya yang
Superior
Sumber
daya
yang
spesifik
Sumber
daya
Lebih baik
dari pesaing
Keahlian
Tenaga
kerja
Keterampilan
Pengendalian
Superior
Keterampilan
yang
Superior
Kinerja yang
Unggul Kemampuan
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
Berdasarkan komparasi dimensi Kompetensi Unik tersebut, maka
diperoleh konstruk dimensi yang tepat untuk mengukur variabel Kompetensi Unik
pada penelitian ini yaitu sumber daya spesifik dan kinerja unggul, dengan
indikator sebagai berikut:
61
Tabel 2.6. Konstruk Dimensi dan Indikator dari Variabel Kompetensi Unik
Dimensi Indikator
Sumber Daya
Spesifik (X₂₁)
Cakupan Layanan
Kapasitas Sumber Daya Infrastruktur
Kualitas Infrastruktur
Kualitas Sarana
Kualitas Hardware
Kualitas Software
Nama Perusahaan
Reputasi Perusahaan
Merek dari produk perusahaan
Manajemen perusahaan
Kinerja yang
unggul (X₂₂)
Keahlian SDM dalam menangani pelanggan
Kemampuan memperoleh dan mengelola pengetahuan
Kerjasama antar unit organisasi perusahaan
Pemilihan konstruk dimensi dan indikator tersebut disesuaikan dengan
kondisi yang dihadapi oleh perusahaan operator fixed broadband yang saat ini
menghadapi permasalahan dalam pengembangan sumber daya spesifik dan
kemampuan menciptakan kinerja yang unggul.
2.1.6. Bauran Pemasaran
Definisi Bauran Pemasaran
Teori mengenai Bauran Pemasaran dikemukakan oleh McCarthy yang
dikutip oleh Kotler & Keller (2016: 36) yang dikenal dengan istilah 4P. Istilah 4P
ini arti Product (produk), Price (harga), Place (tempat), dan Promotion (promosi).
Namun konsep 4P menurut Kotler & Keller (2016: 37-38) sudah tidak mutakhir
lagi sehingga dikembangkan Holistic Marketing Management Four Ps yang
didalamnya meliputi sumber daya manusia (People), proses (Process), program-
62
program (Programs) dan performansi (Performance). Khusus mengenai
performansi meliputi berbagai ukuran outcome yang memiliki implikasi finansial
dan non finansial seperti keuntungan, brand equity, customer equity. Komponen
lainnya termasuk berbagai implikasi yang berada di luar perusahaan, contohnya
tanggung jawab sosial, legal, etika dan yang berkaitan dengan komunitas.
Mengenai 4P Lovelock dan Wirtz (2011:44) berpendapat bahwa konsep
yang dibuat oleh McCarthy biasa diterapkan pada barang-barang manufaktur
sementara karakteristik jasa memiliki tantangan pemasaran yang berbeda dengan
barang-barang manufaktur tersebut. 4P saja tidak cukup karena belum mencakup
aspek pengelolaan interaksi antara perusahaan dengan pelanggan sehingga Bauran
Pemasaran jasa selain 4P ditambah dengan 3P lagi sehingga secara lengkap
Bauran Pemasaran untuk jasa mencakup produk, harga, tempat, promosi, proses,
lingkungan fisik dan sumber daya manusia.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat diidentifikasikan tujuh dimensi
Bauran Pemasaran yaitu produk, harga, tempat, promosi, proses, sarana fisik dan
sumber daya manusia. Berkaitan dengan performansi yang disampaikan Kotler &
Keller (2016: 38) maka aspek performansi juga masuk pada tujuh dimensi
pemasaran di atas yang akan dipakai dalam penelitian ini sehingga tidak perlu
ditambah dimensi baru lagi. Sementara yang berkaitan dengan outcome lainnya
seperti yang disampaikan Kotler & Keller (2016: 38) tersebut tidak dipakai karena
dalam penelitian ini dibatasi hanya sampai kepada lingkup di luar perusahaan saja.
63
Produk
Kotler & Keller (2016:163) menyatakan bahwa produk adalah setiap
sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk memuaskan keinginan atau
kebutuhan dimana termasuk didalamnya adalah barang-barang fisik, jasa,
pengalaman-pengalaman, peristiwa-peristiwa, orang-orang, tempat-tempat,
bangunan-bangunan, organisasi-organisasi, dan informasi. Dalam hal ini
pengertian produk mencakup aspek yang luas baik fisik maupun nonfisik yang
menggambarkan kesempatan yang luas bagi perusahaan atau siapa saja yang
memiliki kreatifitas dan inovasi yang dapat dijual atau ditawarkan kepada prospek
maupun pelanggan. Pada dasarnya pengertian di atas sebagian besar merupakan
jasa juga seperti pengalaman, peristiwa dari tempat, disamping produk jasa yang
telah disebutkan tersendiri.
Berbeda dengan yang disampaikan oleh Lovelock dan Wirtz (2011:105-
106) mengenai produk jasa yang mengartikan produk jasa adalah semua elemen-
elemen dari performansi jasa baik secara fisik maupun yang intangible yang
menciptakan para pelanggan. Performansi jasa tersebut merupakan sesuatu yang
dialami pelanggan. Jasa tersebut diharapkan dapat memenuhi keinginan atau
kebutuhan pelanggan sehingga dapat memberikan nilai tertentu bagi pelanggan
layanan pelanggan broadband. Penyedia jasa perlu memiliki kemampuan
antisipasi terhadap keinginan pelanggan karena pelanggan tidak mencari penyedia
layanan yang tahu apa yang mereka inginkan namun mereka mencari yang tahu
apa yang akan mereka inginkan (Strouse: 2004). Sebagai contoh yang akan
berkembang di masa yang akan datang adalah bisnis data seperti disampaikan
64
oleh Suhaimi (2012) yang menyatakan bahwa bisnis data akan menjadi sumber
pertumbuhan operator layanan broadband di masa yang akan datang”.
Pembahasan Bauran Pemasaran produk yang akan dinilai kinerjanya
adalah variasi produk, kualitas produk, inovasi dan jaminan lamanya waktu
penyelesaian gangguan.
Harga
Kotler & Keller (2016:197) menyatakan bahwa keputusan tarif harus
konsisten dengan strategi pemasaran perusahaan, pasar sasaran dan posisi merek.
Kotler & Keller (2012: 197) lebih lanjut menjelaskan harga merupakan komponen
Bauran Pemasaran yang menghasilkan pendapatan bagi perusahaan.
Tujuan perusahaan menetapkan harga menurut Lovelock dan Wirtz
(2011:159) adalah berkaitan dengan target pendapatan dan keuntungan, untuk
membangun permintaan terhadap jasa yang ditawarkan serta mengembangkan
basis pelanggan perusahaan. Kasper et al (2006:70) menyatakan perusahaan
merumuskan dan menetapkan harga agar perusahaan dapat menarik banyak
pelanggan serta dapat menciptakan nilai kepada perusahaan (secara finansial) dan
pelanggan (kualitas dan kepuasan). Bagi operator layanan broadband selain aspek
keuntungan ternyata basis pelanggan sangat penting agar perusahaan dapat
mencapai skala ekonomi. Selain itu bila pelanggan tidak puas karena kualitas
layanan telekomunikasinya rendah, apalagi tarifnya relatif mahal maka mereka
mudah dan cepat beralih ke operator lainnya.
Strouse (2004:119) menyatakan aspek tarif merupakan faktor yang kritis
bagi kesuksesan bisnis operator telekomunikasi karena akan mempengaruhi
65
tingkat penggunaan atau adopsi pelanggan terhadap jasa telekomunikasi yang
baru serta keuntungan bagi operator telekomunikasi. Karena cepatnya perubahan
teknologi telekomunikasi maka ada beberapa strategi harga yang sering diterapkan
operator telekomunikasi, diantaranya adalah skimming, penetrasi pasar,
competitive atau market-led pricing dan usage-sensitive frameworks.
Ahonen et al (2005:220) berpendapat bahwa untuk jasa broadband, tarif
ditetapkan berdasarkan seberapa besar pelanggan mau membayar atas jasa
telekomunikasi tersebut, seberapa jauh tekanan pasar akan muncul atas penawaran
tersebut serta bagi operator dengan tarif tersebut masih mendapat keuntungan.
Strouse (2004:120) menyampaikan pelanggan menjadi lebih terdidik dan lebih
banyak tuntutannya. Mereka meminta operator menyediakan layanan
telekomunikasi yang memenuhi kebutuhan individual dengan harga yang lebih
rendah pada setiap peluncuran layanan baru.
Ahonen et al (2005:232) dan Strouse (2004:123) menjelaskan juga bahwa
operator telekomunikasi telah lama mempraktekkan strategi harga paket atau
bundling. Strouse (2004:123) memberi contoh pada operator telepon tetap yang
menawarkan paket akses lokal, akses jarak jauh ditambah dengan voice call
forwarding, call waiting beserta bonus jumlah waktu pemakaian tertentu dalam
satu tagihan dengan tarif yang lebih murah dibandingkan jumlah masing-masing
layanan tersebut. Pada bidang telekomunikasi, operator menggunakan tarif dan
biaya langganan bulanan.
Dalam penelitian ini, berkaitan dengan dimensi harga akan dinilai kinerja
harga berdasarkan pendapat dari pelanggan layanan broadband yang mencakup
66
kesesuaian harga dengan daya beli pelanggan, kesesuaian tagihan bulanan dengan
pemakaian serta kesesuaian harga tambahan layanan (Add-On).
Tempat
Pada lingkup pemasaran yang termasuk tempat adalah saluran distribusi,
coverage, assortment, lokasi, persediaan dan transportasi. Bagian berikut ini akan
membahas mengenai berbagai saluran pemasaran yang dipakai oleh perusahaan-
perusahaan yang bergerak dalam bisnis jasa maupun bisnis telekomunikasi. Kotler
& Keller (2016:216) menyampaikan “Saluran pemasaran adalah kumpulan
beberapa organisasi yang berpartisipasi dalam suatu rangkaian proses-proses yang
mempunyai tujuan untuk menyediakan produk atau jasa sedemikian rupa sehingga
dapat dibeli dan dipakai atau dikonsumsi oleh pelanggan perusahaan”. Dalam
konteks yang khusus dengan jasa, Lovelock & Wirtz (201 I:132) menyatakan
bahwa “Distribusi jasa dibangun oleh tiga aliran yang saling berhubungan yaitu
aliran informasi dan promosi, aliran negosiasi antara pelanggan dengan
perusahaan dan aliran produk”. Bila dikaitkan dengan operator broadband maka
apa yang dikemukakan oleh Lovelock & Wirtz telah dijalankan dalam bisnis
operator tersebut.
Mengacu kepada Kotler & Keller (2016:31) bahwa “Sejalan dengan
perkembangan internet dan teknologi lainnya, industri jasa seperti bank, asuransi,
perusahaan jasa perjalanan dan jasa pembelian dan penjualan saham melakukan
operasi bisnisnya melalui berbagai saluran baru yang berbeda dari masa
sebelumnya seperti website, e-mail, blog, jaringan sosial dan lain-lainnya”.
67
Dikaitkan dengan objek penelitian ini maka operator broadband juga
menggunakan berbagai saluran distribusi tersebut di atas.
Ahonen et all (2005:245) menyatakan “Operator broadband menggunakan
berbagai saluran pemasaran mulai dari yang tradisional seperti kantor-kantor
pelayanan dan toko-toko yang dimiliki oleh operator tersebut hingga yang modern
dimana termasuk didalamnya toko-toko independen seperti toko-toko elektronik,
mall dan departement store. Selain itu juga jasa telekomunikasi broadband dapat
juga dijual melalui integrator teknologi informasi seperti penjual komputer, pusat-
pusat pelayanan dan perusahaan-perusahaan teknologi informasi seperti SAP dan
IBM. Mereka berkepentingan atas kaitan dengan aspek mobilitas pada produk-
produknya. Operator broadband juga dapat menggunakan handphone
pelanggannya sebagai saluran distribusi”. Dikaitkan dengan keadaan di Indonesia
dimana jumlah orang yang membutuhkan internet dan informasi yang hanya ada
di TV kabel maka penggunaan internet ini akan terus berkembang di masa depan.
Strouse (2004:81) menambahkan “Penyedia jasa telekomunikasi menggunakan
strategi lintas saluran (cross-channel strategies) seperti pelayanan tagihan web-
site, penjualan handphone melalui counter penjualan operator dan pelayanan
pelanggan melalui telepon”.
Dalam penelitian ini aspek saluran distribusi yang dibahas berkaitan
dengan persepsi pelanggan broadband mengenai: kemudahan mengakses kantor
layanan, kemudahan sarana transportasi serta kemudahan menghubungi kontak
layanan seperti call center dan website.
68
Promosi
Elemen Bauran Pemasaran ini disebut juga dengan istilah komunikasi
pemasaran (Kotler dan Keller, 2016:246; Lovelock & Wirtz, 2011:184) bahwa
“Pemasaran modern dituntut lebih dari hanya sekedar dapat mengembangkan
produk serta menetapkan harga secara aktif saja tetapi juga harus mampu
mengkomunikasikannya kepada pemangku kepentingan yang sekarang maupun
yang potensial serta publik secara umum”.
Kotler dan Keller (2016:246) menyatakan bahwa “Komunikasi pemasaran
merupakan alat yang dipakai perusahaan untuk menginformasikan, membujuk,
dan mengingatkan kembali konsumen baik secara langsung maupun tidak
langsung mengenai produk-produk dan merek-merek yang mereka jual. Melalui
komunikasi tersebut, perusahaan membangun dialog dan hubungan dengan para
konsumennya”. Kotler dan Keller (2016: 246) menyampaikan “Bauran
komunikasi pemasaran terdiri dari delapan jalur utama komunikasi yaitu Iklan
(Advertising), Promosi Penjualan (Sales Promotion), Peristiwa-peristiwa dan
Pengalaman-pengalaman (Events and Experiences), Public Relations dan
Publicity, Pemasaran Langsung (Direct Marketing), Pemasaran Interaktif, Word-
of-Mouth Marketing dan Penjualan Pribadi (Personal Selling).” Sementara itu
Lovelock & Wirtz (2011:187) menyatakan “Disamping melalui saluran
komunikasi konvensional, perusahaan-perusahaan dapat pula melengkapinya
dengan iklan melalui website dan secara online. Untuk iklan online dapat dipakai
iklan banner, misalnya dengan menaruhnya di portal perusahaan besar seperti
Yahoo atau CNN, selain itu dapat juga dalam bentuk iklan di search engine di
69
Google, Yahoo, AOL dan MSN”.
Ahonen et al. (2005:250) menyampaikan “Karena sedang berlangsungnya
proses penggabungan atau konvergensi secara revolusioner berbagai media
komunikasi yang berbeda yaitu telekomunikasi, komputer dan media maka
perusahaan dapat mengembangkan berbagai strategi Bauran Pemasaran yang lebih
inovatif”. Secara umum operator broadband di Indonesia banyak melakukan
komunikasi pemasaran melalui berbagai media publik maupun pribadi, selain itu
melalui berbagai fasilitas perusahaan yang telah disebutkan Lovelock & Wirtz
(2012:187) di atas identitas dan gedung-gedung kantor operator broadband turut
memberikan kesan tertentu kepada publik maupun pelanggan broadband.
Berkaitan dengan pembahasan Bauran Pemasaran mengenai promosi di
atas, dalam penelitian ini akan dibahas mengenai kinerja iklan, penjualan
pemasaran langsung dan publisitas operator layanan broadband berdasarkan
penilaian responden pelanggan.
Proses
Lovelock dan Wirtz (2011:219) menyatakan “Proses menggambarkan
metode dan urutan dimana sistem operasi jasa bekerja dan mengatur bagaimana
proses-proses tersebut saling berkaitan untuk menciptakan proposisi nilai yang
dijanjikan perusahaan kepada pelanggan. Jadi proses-proses harus didesain dan
dikelola untuk menciptakan pengalaman pelanggan tertentu”. Kasper et al
(2006:75) menjelaskan bahwa “Proses adalah rangkaian langkah langkah yang
harus dijalankan agar diperoleh outcome yang telah ditetapkan bagi pelanggan”.
Kasper et al (2006:382-384) menunjukkan “Ada lima aspek penting untuk
70
membangun proses serta dapat juga dijadikan faktor pembeda antara proses jasa
perusahaan-perusahaan yaitu tingkat penggunaan teknologi, tingkat visibilitas
proses terhadap pelanggan, tingkat rekayasa pemenuhan keinginan pelanggan,
tingkat aksesabilitas bagi pelanggan dan tingkat interaksi dengan pelanggan”.
Setelah proses-proses dibangun dan dijalankan maka dapat dilihat
performansinya oleh pelanggan maupun manajemen perusahaan. Kasper et al
(2006:385-387) mengemukakan “Tiga kriteria proses penyampaian jasa kepada
pelanggan yaitu lamanya waktu proses, usaha yang dilakukan pegawai dalam
proses dan reliabilitas proses”.
Dalam penelitian ini akan diteliti kinerja proses sebagai berikut:
kesederhanaan proses layanan, keseragaman prosedur, kesesuaian waktu operasi
layanan dan kemudahan dalam menyampaikan keluhan/pengaduan.
Sarana Fisik/Fasilitas
Lovelock & Wirtz (2011:48) menyampaikan bahwa “Sarana fisik adalah
segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan fisik perusahaan seperti
gedung-gedung kantor, taman, kendaraan, peralatan, penampilan dan perilaku
karyawan yang melayani pelanggan, pakaian pegawai, tanda-tanda dan bahan-
bahan cetakan”.
Kasper et al (2006:391) menjelaskan “Lingkungan fisik jasa memiliki tiga
aspek yaitu atmosfir seperti temperatur udara, penerangan, suara dan kesegaran
tata- letak fisik dan bukti wujud jasa yang ditawarkan perusahaan seperti nama
perusahaan instruksi-instruksi dan aturan penggunaan jasa”.
Kinerja sarana fisik yang diteliti adalah persepsi pelanggan atas penataan
71
ruang kantor layanan, kebersihan lingkungan, kelengkapan sarana pendukung
serta kenyamanan ruangan layanan.
Sumber Daya Manusia
Setelah membahas aspek sarana fisik maka yang terakhir dari Bauran
Pemasaran adalah sumber daya manusia. Lovelock Wirtz (2011:302) menyatakan
“Aspek elemen Bauran Pemasaran sumber daya manusia sangat penting. Pada
jasa yang membutuhkan kontak yang banyak dengan pelanggan maka kualitas
pegawai yang melayani pelanggan (frontliner) sangat penting karena mereka
sangat berperan dalam menghasilkan jasa yang prima dan keunggulan bersaing”.
Kasper et al (2006:374) menegaskan “Peranan pegawai yang berhubungan
langsung dengan pelanggan sangat penting karena mereka yang memberikan jasa
telah dijanjikan dalam merek jasa dan pemasaran yang dilakukan perusahaan.
Mereka juga yang mewakili perusahaan dan mempromosikan produk-produk jasa
perusahaan”. Pada penelitian ini dilakukan penilaian kinerja petugas pelayanan
pelanggan di kantor layanan operator berdasarkan persepsi responden pelanggan
fixed broadband meliputi: kemampuan petugas dalam melayani, daya Tarik
penampilan petugas serta keramahan petugas di kantor layanan operator.
Didasari pembahasan di atas maka terbentuklah konstruk Bauran Pemasaran
sudah sesuai dengan yang terdapat dalam industri broadband yang mana
merupakan industri penyedia produk sekaligus dengan jasa yaitu terdiri dari
produk, harga, tempat, promosi, proses, sarana fisik/fasilitas dan sumber daya
manusia.
72
Dimensi Bauran Pemasaran
Penentuan dimensi Bauran Pemasaran dalam penelitian ini didasarkan atas
komparasi dimensi Bauran Pemasaran yang dikemukakan oleh para ahli
terdahulu, seperti yang dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 2.7. Komparasi Dimensi Bauran Pemasaran
Strouse
(2004)
Kasper et al
(2006)
Lovelock
dan Wirtz
(2011)
McCarthy
dalam Kotler
& Keller
(2012)
Kotler & Keller
(2016)
Pilihan
Penulis
(Lovelock
dan Wirtz
(2011)
Performansi Produk Produk Produk
Performansi
Produk
Tarif Harga yang Kompetitif
Harga Harga Harga
Distribution
Channel
Tempat
Promosi
Tempat
Promosi
Tempat
Performansi
Promosi
Performansi
Tempat
Promosi
Durasi
Proses
Reabilitas
Proses
Transparansi
Proses ke
Pelanggan
Proses Proses
Performansi
Proses
Atmosfer
Ruang
Layanan
Tata Letak
Fisik
Bukti
Wujud
Pelayanana
n yang
nyata
Aksesibilitas Ruang
Layanan
Sarana
Fisik
Sarana Fisik
Performansi
Sarana
Fisik/Fasilitas
Frontliner
Effort
Pegawai
dalam
melayani
Pelanggan
Sumber
Daya
Manusia
Sumber
Daya
Manusia
Performansi
Sumber Daya
Manusia
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
73
Berdasarkan komparasi dimensi Bauran Pemasaran dari para ahli, maka
dimensi yang tepat untuk mengukur Bauran Pemasaran pada penelitian ini adalah
merujuk kepada pendapat Lovelock dan Wirtz (2011) yang terdiri dari produk,
harga, tempat, promosi, proses, sarana fisik, dan sumber daya manusia, dengan
indikator sebagai berikut:
Tabel 2.8. Dimensi dan Indikator dari Variabel Bauran Pemasaran
Dimensi Indikator
Produk
(X₃₁)
Keragaman Jasa
Kualitas Jasa
Pengembangan Produk
Garansi Layanan
Harga (X₃₂)
Kesesuaian harga atau tarif layanan dengan kemampuan pelanggan
Akurasi perhitungan biaya layanan Fixed broadband
Kesesuaian harga tambahan layanan (add-on)
Tempat
(X₃₃)
Kemudahan mencapai kantor layanan
Ketersediaan sarana transportasi
Penggunaan sarana telekomunikasi
Promosi
(X₃₄)
Daya tarik iklan
Kemudahan memahami iklan
Daya tarik Personal Selling
Daya tarik pemasaran langsung
Daya tarik publisitas
Sumber
Daya
Manusia
(X₃₅)
Kemampuan SDM
Daya tarik penampilan petugas pelayanan pelanggan.
Keramahan petugas pelayanan pelanggan
Sarana Fisik
atau
Fasilitas
(X₃₆)
Daya tarik tata ruang fasilitas fisik kantor layanan
Kebersihan lingkungan kantor layanan
Kelengkapan sarana pendukung kegiatan operasional kantor layanan
Kenyamanan ruangan kegiatan operasional kantor layanan
Proses (X₃₇)
Kesederhanaan prosedur pelayanan pelanggan
Standarisasi prosedur pelayanan pelanggan
Kesesuaian dengan waktu standar operasi pelayanan pelanggan
Kemudahan mengajukan keluhan
74
Penentuan dimensi tersebut tersebut didasarkan pada kondisi yang
dihadapi oleh perusahaan operator fixed broadband yang menghadapi
permasalahan dalam aspek produk, harga, tempat, promosi, proses, sarana fisik,
dan sumber daya manusia.
2.1.7. Nilai Pelanggan
Definisi Nilai Pelanggan
Don Peppers dan Martha Rogers dalam Griffin & Lowenstein (2002)
menyatakan bahwa “Apapun bisnis sebuah perusahaan, pelanggan adalah misi
utama dari perusahaan tersebut”. Dalam nada yang sama dengan pendapat
tersebut, Oesman (2010) menegaskan “Suatu bisnis tidak ada tanpa kehadiran
pelanggan. Pelanggan memiliki kebutuhan yang sama namun keinginan mereka
dalam memenuhi kebutuhan tesebut berbeda, sehingga persepsi pelanggan
terhadap suatu produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan akan memberikan
nilai yang berbeda dimata pelanggan”. Mengenai sikap pelanggan terhadap nilai
ini, Kotler & Keller (2016) menyampaikan “Pelanggan cenderung berperilaku
untuk memaksimumkan nilai dalam batas-batas biaya keterbatasan pengetahuan,
mobilitas dan pendapatan”.
Soman & N-Marandi (2010) menyatakan bahwa “Tujuan utama bisnis
adalah menciptakan nilai bagi para pelanggannya”. Berbagai penelitian telah
menunjukkan bahwa “Kemampuan pemasaran yang baik memberikan
kemampuan kepada perusahaan untuk menciptakan Nilai Pelanggan yang
75
superior” (Guenzi & Troilo,2007). Perusahaan-perusahaan selalu mencari cara-
cara untuk dapat menciptakan keunggulan bersaing dan memberikan nilai kepada
para pemangku kepentingannya. Berkaitan dengan hal tersabut, Sucherly (2007)
menegaskan bahwa “Hanya perusahaan yang mampu menciptakan superior
customer value yang akan memenangkan persaingan.” Selanjutnya Kotler &
Keller (2016) menegaskan bahwa tugas setiap bisnis adalah menghasilkan Nilai
Pelanggan dengan mendapatkan keuntungan”. Demikian juga dengan operator
broadband, mereka harus dapat mamberikan layanan telekomunikasi yang prima
sehingga menarik banyak pelanggan dan mendapatkan keuntungan atas usahanya
itu.
Istilah nilai merupakan istilah yang beragam dipakai dalam buku-buku
pemasaran. Dalam pemasaran, penggunaannya bisa termasuk dalam berbagai
nomenklatur dan konteks, dengan istilah-istilah “Perceived Value, Perceived
Service Value, Perceived Customer Value, Customer Value dan lain-lainnya”
(Woodall, 2003). Lehtonen (2011) menyatakan bahwa “Nilai Pelanggan
merupakan persamaan sederhana yaitu: Customer Value=Benefits/Price”. Dari
rumus tersebut, Nilai Pelanggan dapat ditingkatkan dengan cara memperbaiki
berbagai manfaat produk atau jasa atau mengurangi harganya. Selain itu secara
bersamaan menaikkan manfaat dan harga tetapi kenaikan manfaat jauh lebih
tinggi dari kenaikan harga.
Kotler dan Keller (2016:79) menyatakan bahwa “Customer-perceived value
adalah perbedaan antara hasil evaluasi dari pelanggan prospektif atas semua
manfaat atau benefit dengan semua biaya penawaran dan altematif yang
76
dipersepsikan (Perceived Alternative). Semua manfaat pelanggan merupakan
persepsi nilai moneter atas paket manfaat ekonomi, fungsional dan psikologi yang
diharapkan pelanggan dari penawaran pasar karena produk, jasa, orang-orang dan
citra yang terlibat. Dalam kaitannya dengan citra, Kotler & Keller (2016)
menyatakan “Perusahaan dapat mengembangkan citra yang kuat dan menantang
sehingga mendorong kebutuhan psikologis dan sosial pelanggannya”.
Beldona, So & Morrison (2006:65) menyatakan bahwa “Persepsi nilai
adalah trade off antara pengorbanan yang dilakukan pelanggan dengan manfaat
yang diterimanya.” Kumar & Reinartz (2006:5) menunjukkan bahwa “Nilai
Pelanggan adalah nilai ekonomi (dalam satuan uang) atas hubungan pelanggan
dengan perusahaan yang dinyatakan berdasarkan kontribusi marjin atau
keuntungan bersihnya”.
Chou. Ho & Chiu (2009:357) menggunakan tiga dimensi persepsi Nilai
Pelanggan yaitu”Monetary value, Emotional value, dan Behavioral value”.
Petrick (2002) yang meneliti jasa kapal pesiar mengidentifikasikan dimensi
persepsi nilai yaitu “Quality, Emotional response, Monetaryprice, Behavioral
price and Reputation. Behavioral price adalah kenyamanan yang berkaitan
dengan proses pembelian”. Tsai et al. (2010) yang meneliti hypermarket
menggunakan “Dimensi Nilai Pelanggan Product value dan Service value”.
Guenzi Troilo (2007: 102) dalam meneliti Superior Value Creation dengan
dimensi perbandingan dengan pesaing-pesaing, bagaimana performansi
perusahaan dikaitkan dengan aspek-aspek kecepatan tanggap terhadap kebutuhan
pelanggan, kemampuan mengembangkan solusi-solusi kreatif atas kebutuhan
77
pelanggan, kecepatan tindakan di pasar dan inovasi”.
G.Barnes yang dikutip oleh Hurriyati (2010:120), terdapat empat sumber
nilai yang dapat diperoleh dan dirasakan pelanggan yaitu:
1. Proses, mengoptimalkan proses-proses bisnis dan memandang waktu
sebagai sumber daya pelanggan yang berharga.
2. Orang, karyawan diberi wewenang dan mampu menanggapi pelanggan.
3. Produk/jasa/teknologi, keistimewaan dan manfaat produk dan jasa yang
kompetitif, mengurangi gangguan produktivitas.
4. Dukungan, siap membantu pelanggan yang membutuhkan bantuan.
Hidayat (2009:102) dan Hamid (2011:59) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa penentu nilai bagi pelanggan meliputi:
a. Nilai produk, yaitu manfaat yang bisa didapat jika pelanggan menggunakan
jasa hotel.
b. Nilai layanan, yaitu manfaat yang didapat pelanggan setelah mendapat
layanan hotel,
c. Nilai personel, adalah manfaat yang bisa didapat pada saat berinteraksi
dengan karyawan,
d. Nilai moneter (moneter value), yaitu pengorbanan yang dikeluarkan
pelanggan untuk jasa hotel yang didapatkannya,
e. Biaya energi (cost of energy) yaitu pengorbanan yang dikeluarkan
pelanggan untuk energi yang hilang dari penyedia jasa hotel.
f. Biaya waktu (cost of time) yaitu pengorbanan yang dikeluarkan pelanggan
78
untuk waktu yang dikeluarkan oleh penyedia jasa hotel
g. Biaya psikis (cost of psych) yaitu pengorbanan yang dikeluarkan pelanggan
untuk tekanan psikis yang dialami pihak hotel.
Chang, Chen & Tseng (2009) dalam penelitian di industri perbankan
menggunakan “Dimensi-dimensi Functional, Social, Emotional, Epistemic, dan
Conditional”.
Roig et al. (2006) menyampaikan bahwa “Persepsi nilai merupakan
konstruk yang anti dimensional yang terdiri dari enam dimensi yaitu Functional
Value of The Establishment, Functional Value of The Personel; Functional Value
of The Service; Functional Value Price; Emotional Value; dan Social Value”.
Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan Nilai Pelanggan dalam industri
fixed broadband memperhatikan selisih antara manfaat & biaya yang dikeluarkan
pelanggan.
Manfaat yang dirasakan pelanggan adalah manfaat penggunaan produk,
manfaat karena kemudahan prosedur layanan, manfaat karena otoritas yang
diberikan operator kepada petugas layanan dalam mengambil keputusan yang
cepat serta dukungan yang diberikan oleh operator dalam membantu pelanggan
ketika ada permintaan ekstra layanan atau instalasi.
Biaya yang harus dikeluarkan terdiri dari biaya untuk menjadi pelanggan,
energi atau tenaga yang dikeluarkan untuk mendapatkan produk, lamanya waktu
yang dialokasikan ketika berintraksi dengan operator serta biaya yang dikeluarkan
oleh pelanggan ketika berpindah ke operator lain
79
Tabel 2.9. Rekapitulasi Konsep Nilai Pelanggan
Ahli Definisi
Beldona, So &
Morrison (2006)
“Persepsi nilai adalah trade off antara pengorbanan yang
dilakukan pelanggan dengan manfaat yang diterimanya.”
Guenzi & Troilo
(2007)
“Kemampuan pemasaran yang baik memberikan kemampuan
kepada perusahaan untuk menciptakan Nilai Pelanggan yang
superior”
Sucherly (2007) “Hanya perusahaan yang mampu menciptakan superior
customer value yang akan memenangkan persaingan.”
Lehtonen (2011)
“Nilai Pelanggan merupakan persamaan sederhana yaitu:
Customer Value = Benefits/Price”. Nilai Pelanggan dapat
ditingkatkan dengan cara memperbaiki berbagai manfaat
produk atau jasa atau mengurangi harganya.
Kotler & Keller
(2016)
“Customer-perceived value adalah perbedaan antara hasil
evaluasi dari pelanggan prospektif atas semua manfaat atau
benefit dengan semua biaya penawaran dan altematif yang
dipersepsikan (Perceived Altemative)
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
Berdasarkan kajian atas komparasi konsep Nilai Pelanggan yang
disampaikan para ahli, serta dengan didukung oleh hasil deep interview dengan
pakar yang kompeten, maka konsep Nilai Pelanggan pada penelitian ini disusun
ke dalam suatu konstruk yaitu Nilai Pelanggan dalam industri fixed broadband
memperhatikan selisih antara manfaat & biaya yang dikeluarkan pelanggan.
Manfaat yang akan diterima pengguna Fixed Broadband dapat berupa kualitas,
fitur atau aplikasi. Biaya yang harus dikeluarkan terdiri dari biaya akuisisi,
transportasi, instalasi, penanganan pesanan biaya pasca pembelian yaitu perbaikan
dan pemeliharaan, resiko kegagalan atau kinerja yang buruk atas produk atau jasa
yang dikonsumsi.
80
Dimensi Nilai Pelanggan
Berikut ini adalah perbandingan dimensi Nilai Pelanggan sebagai dasar
menentukan dimensi yang tepat untuk penelitian ini:
Tabel 2.10. Komparasi Dimensi Nilai Pelanggan
Petrick (2002) Roig, et al (2006) Chou, Ho &
Chiu (2009)
Lehtonen
(2011)
Kotler dan
Keller
(2016)
Sianipar,
Erikson
(2018)
Quality
Emotional
Response
Reputation
Functional Value of Establishment
Functional Value
of The Personel
Functional Value
of The Service
Functional Value
Price
Emotional Value
Social Value
Emotional Value
Conditional
Value
Benefit Manfaat Manfaat Bagi Pelanggan
Monetary Price
Behavioral
Price
Functional Value of Price
Monetary Value
Cost Korbanan Korbanan Pelanggan
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
Berdasarkan komparasi dimensi tersebut, maka dapat disimpulkan
konstruk dimensi variabel Nilai Pelanggan fixed broadband yang terdiri dari
manfaat bagi pelanggan dan korbanan pelanggan dengan indikator sebagai
berikut:
Tabel 2.11. Dimensi dan Indikator Variabel Nilai Pelanggan
Dimensi Indikator
Manfaat (Y1)
Nilai Produk
Nilai Pelayanan
Nilai Prosedur
Dukungan bantuan layanan
Korbanan (Y2)
Nilai Moneter
Biaya Energi
Biaya waktu
Resiko kinerja buruk produk
81
Penentuan dimensi tersebut sesuai dengan kondisi yang dihadapi dalam
penciptaan Nilai Pelanggan fixed broadband berkenaan dengan manfaat dan
korbanan.
2.1.8. Loyalitas Pelanggan
Definisi Loyalitas Pelanggan
Loyalitas Pelanggan sangat penting bagi perusahaan. Hal ini ditegaskan oleh
Louis Columbus dalam Kotler & Keller (2016:145) yang menyatakan
“Menciptakan pelanggan yang loyal merupakan inti dari setiap bisnis”. Menurut
Hermawan (2007), “Konsep Loyalitas Pelanggan dimulai dari eranya Leonard
Berry, Zeithami dan Parasuraman yang mengatakan bahwa Loyalitas Pelanggan
identik dengan kepuasan pelanggan. Konsep berikutnya dilanjutkan di era
Frederic Reicheld dimana Loyalitas Pelanggan tidak harus selalu diukur dari
keinginan membeli ulang tetapi lebih pada tingkat antusias menyebarkan berita
baik, mereferensikan dan merekomendasikan pemakaian produk kepada orang”.
Hermawan (2007) mengembangkan model Loyalitas Pelanggan dengan model
MarkPlus yang dinamakan Locking loyalty, Inti dari konsep Locking loyalty
adalah sebuah operating model yang berisi disiplin untuk mengunci Loyalitas
Pelanggan, sejak dini dan mulai tahapan Pra-pembelian (Pre Purchase),
Pembelian (Purchase), sampai Pasca Pembelian (Post Purchase).
Kuusik (2007) yang melakukan penelitian di perusahaan telekomunikasi di
Estonia menunjukkan “Empat faktor yang mempengaruhi Loyalitas Pelanggan
yaitu kepuasan, kepercayaan, citra, dan pentingnya hubungan pelanggan”.
82
Sucherly (2007) menyampaikan “Ketidak loyalan pelanggan pada suatu organisasi
bisnis jasa umumnya disinyalir karena tidak tepatnya menerapkan strategi
pemasaran untuk mencapai keunggulan bersaing”. Dikaitkan dengan pembahasan
kedua ahli tersebut. Penelitian ini diantaranya pengaitan antara Loyalitas
Pelanggan Fixed broadband dengan Hubungan Pelanggan dan Bauran Pemasaran.
Griffin (2002:35) menyatakan “Tingkatan loyalitas terdiri dari (1) Suspect,
meliputi orang yang mungkin akan membeli barang/jasa perusahaan; (2) Prospect,
adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan produk/jasa tertentu, dan
mempunyai keyakinan untuk membelinya; (3) Disqualified Prospect, yaitu
prospect yang telah mengetahui keberadaan barang/jasa tertentu, tetapi tidak
mempunyai kemampuan untuk membeli barang jasa tersebut; (4) First Time
Customers, yaitu konsumen yang membeli untuk pertama kalinya, mereka masih
menjadi konsumen yang baru; (5) Repeat Customers, yaitu konsumen yang telah
melakukan pembelian suatu produk sebanyak dua kali atau lebih; (6) Clients,
yaitu pembeli semua barang/jasa yang mereka butuhkan dan ditawarkan
perusahaan, mereka membeli secara teratur; (7) Advocates, seperti layaknya
clients, advocates membeli seluruh barang/jasa yang ditawarkan yang dibutuhkan,
serta melakukan pembelian secara teratur dan kemudian mereka mendorong
teman-teman mereka yang lain agar membeli barang atau jasa tersebut”.
Mengenai tingkat loyalitas advocates ini sejalan dengan pernyataan Haridasan &
Shanthi (2011) “Salah satu perilaku Loyalitas Pelanggan adalah pelanggan
memberi rekomendasi produk-produk dan jasa-jasa operator broadband kepada
teman-temannya termasuk membeli produk-produk lainnya atau meningkatkan
83
jumlah pembelian dan penyedia jasa yang dipakainya”.
Baran, Galka & Strunk (2008) menyatakan “Loyalitas berkaitan dengan
keterikatan pelanggan pada sebuah merek penyedia jasa berdasarkan pada sikap-
sikap dan respon-respon perilaku yang positif”. Jenis-jenis Loyalitas Pelanggan
menurut Griffin (2002:22-23) terdiri dari empat yaitu “Tidak ada kesetiaan (No
loyalty) kesetiaan yang tidak aktif (No loyalty), kesetiaan tersembunyi (Latent
loyalty) dan kesetiaan premium (Premium loyalty). Konsumen loyal merupakan
aset tak ternilai bagi perusahaan dimana karakteristik konsumen yang loyal adalah
melakukan pembelian ulang secara teratur (Repeat purchase), membeli diluar lini
produk atau jasa (Purchase across product lines), mengajak orang lain (Refers
others) dan menunjukkan kekebalan dari tarikan persaingan yaitu tidak mudah
terpengaruh oleh tarikan persaingan produk sejenis lainnyaatau Immunity”.
Haridasan dan Shanthi (2011) telah meneliti masalah loyalitas dalam bidang
bisnis broadband di India menggunakan dimensi-dimensi:
- Advocacy: akankah pelanggan memberi rekomendasi produk-produk dan
jasa operator broadband kepada teman-temannya?
- Purchasing: akankah pelanggan broadband membeli produk- produk
lainnya atau meningkatkan jumlah pembeliannya dari operator broadband
yang dipakai. Penelitian di bidang broadband lainnya dilakukan oleh Nitzan
& Barak (2010) menggunakan`dimensi usage dan customer tenure yang
dikembangkan oleh Prirs & Verhoef (2007).”
Benner (2009) dari hasil penelitiannya tentang “Loyalitas penumpang
maskapai penerbangan, mengungkapkan dimensi loyalitas adalah pelanggan
84
percaya, pembelian yang berulang, keberpihakan pelanggan, penciptaan prospek
dan komitmen pelanggan”.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Yacout (2010) menyatakan “Dimensi
Loyalitas Pelanggan meliputi perekomendasian jasa kepada orang lain, mengajak
orang lain untuk berlangganan pada penyedia jasa, menjadi pilihan pertama di
masa depan, dukungan berlanjut di masa depan”.
Bove & Lester (2010) mengungkapkan bahwa “Loyalitas Pelanggan dapat
diukur melalui unsur-unsur Credibility, Benevolence dan Commitment”.
Sementara Gomes & Cillan (2006) menerangkan “Dimensi Loyalitas Pelanggan
terdiri atas Customer trust dan Commitment to repeat purchase”.
Dalam penelitiannya Turel & Serenko (2004) menyatakan karena terdapat
Switching barrier, loyalitas kepada sebuah operator jasa telekomunikasi
broadband bukan lagi konstruk uni-dimensional, tetapi terdiri dan dua faktor
independen yaitu repurchase likelihood dan price tolerance terhadap harga
penyedia jasa dan terhadap harga pesaing. Srinivasan, Anderson & Ponnavolu
(2002) dalam penelitiannya menggunakan “Dimensi Loyalitas Pelanggan
mencakup Word of Mouth dan Price Tolerance. Seorang pelanggan yang
memiliki loyalitas lebih tinggi akan menunjukkan toleransi atas harga yang lebih
besar serta kemauan yang lebih kuat untuk memberi rekomendasi kepada rekan-
rekannya”.
Gronhold et al. (2000) menunjukkan “Loyalitas Pelanggan terdiri dari empat
indikator yaitu intensi pelanggan untuk melakukan pembelian kembali, intensi
untuk melakukan pembelian produk lain dari perusahaan yang sama (Cross
85
buying), intensi untuk berpindah ke pesaing (toleransi) dan intensi untuk
merekomendasikan merk perusahaan kepada orang lain.
Komparasi teori terkait loyalitas pelanggan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.12. Rekapitulasi Konsep Loyalitas Pelanggan
No Ahli Konsep
1 Griffin
(2002:15)
Loyalitas pelanggan lebih banyak berkaitan dengan perilaku
daripada sikap yaitu perilaku pembelian yang bersifat tidak
acak yang di realisasikan oleh pelanggan dari waktu ke
waktu.
2 Reichneld
(2003)
Keinginan (willingness) seseorang/seorang pelanggan,
seorang pegawai, seorang teman - untuk membuat sebuah
investasi atau pengorbanan pribadi dalam rangka
memperkuat sebuah hubungan.
3 Baran, Galka &
Strunk
(2008)
Sebuah keterikatan pelanggan pada sebuah merek, toko,
perusahaan pembuat barang, penyedia jasa, atau entitas
lainnya berdasarkan pada sikap-sikap dan respon-respon
perilaku yang positif seperti pembelian berulang
4 Dixon,
Freeman
itTontan (2010)
Kemauan pelanggan untuk melanjutkan hubungan bisnis
dengan sebuah perusahaan, meningkatkan pengeluaran
belanjanya, atau menyatakan hal-hal yang baik tentang
perusahaan (atau menghindari menyampaikan pernyataan-
pernyataan yang buruk)
5 Durukan &
Bozaci (2011)
Loyalitas Pelanggan adalah perilaku pelanggan untuk tetap
melakukan pembelian kembali pada suatu perusahaan
tertentu.
86
No Ahli Konsep
6 Sianipar,
Erikson (2018)
Loyalitas Pelanggan adalah penciptaan prospek melalui
rekomendasi dan kampanye berita baik, keberpihakan dan
kepercayaan pelanggan kepada penyedia jasa dan produk.
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
Berdasarkan kesimpulan dari beberapa referensi di atas dapat dibentuk
konstruk terkait Loyalitas Pelanggan broadband sebagai perilaku positif dari
pelanggan terhadap penyelengara jasa layanan melalui kemauan berlangganan
dalam jangka waktu tidak terbatas, serta bersedia memberikan effort positif untuk
mempengaruhi orang lain serta menjaga kredibilitas dari produk yang digunakan.
Dimensi Loyalitas Pelanggan
Berikut dapat disajikan tabel komparasi dimensi Loyalitas Pelanggan
sebagai berikut:
Tabel 2.13. Komparasi Dimensi Loyalitas Pelanggan
Griffin
(2002)
Turel &
Serenko (2004) Benner (2010)
Vani
Haridasan,
Shanthi
Venkatesh
(2011)
Prins &
Verhoef
(2007) dalam
Nitzan dan
Barak (2011)
Sianipar,
Erikson
(2018)
Refers others
Penciptaan
Prospek Advocacy
Perciptaan Prospek
Repeat purchase
Immunity
Repurchase
likelyhood
Pelanggan Percaya
Pembelian
Ulang
Keberpihakan
Pelanggan
Customer
Tenure
Keberpihakan Pelanggan
Purchase
across product lines
Price
Tolerance
Komitmen
Pelanggan Purchasing Usage
Kepercayaan Pelanggan
Sumber: diolah dari berbagai sumber
87
Berdasarkan komparasi dimensi variabel Loyalitas Pelanggan maka
konstruk dimensi dari dimensi Loyalitas Pelanggan broadband terdiri dari
penciptaan prospek, keberpihakan pelanggan, dan kepercayaan pelanggan.
Penciptaan prospek adalah tindakan pelanggan broadband untuk
mengajak, memberi saran atau rekomendasi kepada orang lain untuk
menggunakan layanan broadband operator yang dipakainya. Dalam hal ini
pelanggan juga memberi berbagai informasi kelebihan layanan broadband
maupun operator broadband yang dipakainya.
Keberpihakan pelanggan merupakan kondisi dimana pelanggan broadband
memilih operator broadband tertentu sebagai pilihan utamanya dalam
menggunakan layanan broadband lainnya yang ditawarkan. Dalam hal ini
pelanggan broadband menggunakan maupun menambah berbagai layanan
maupun fitur-fitur yang ditawarkan operator broadband yang dipakainya.
Adapun indikator dari masing-masing dimensi Loyalitas Pelanggan diuraikan
pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.14. Konstruk Dimensi dan Indikator dari Variabel Loyalitas
Pelanggan
Dimensi Indikator
Penciptaan prospek (Z1)
Merekomendasikan merek
Merekomendasi kan layanan
Antusias menyebarkan berita baik tentang produk
Keberpihakan
pelanggan (Z2)
Penambahan pembelian layanan pelanggan Fixed
Broadband
Keyakinan terhadap layanan fixed broadband
Intensitas penggunaan layanan
88
Dimensi Indikator
Kepercayaan pelanggan
(Z3)
Kepercayaan kepada operator
Kepercayaan kepada produk
Kepercayaan terhadap petugas layanan
Penentuan dimensi tersebut disesuikan dengan kondisi yang dihadapi oleh
operator dalam menciptakan Loyalitas Pelanggan dilihat dari aspek-aspek
tersebut.
2.2. Posisi Penelitian
Penelitian terdahulu banyak dilakukan di industri seperti perbankan,
manufaktur, hotel, perdagangan dan juga di industri telekomunikasi dengan
teknologi selular. Terbatasnya referensi data sekunder baik melalui teori data
statistik, menjadikan penelitian pada industri tersebut di atas digunakan sebagai
referensi data sekunder baik melalui teori maupun data statistik.
Persamaan dan perbedaan penelitian dalam disertasi ini dengan penelitian
sebelumnya dapat di lihat di tabel 2.15 sebagai berikut:
89
Tabel 2.15. Penelitian Terdahulu
Manajemen Kerelasian Pelanggan
No.
Nama Peneliti
(Tahun)
Judul Karya Ilmiah Hasil Penelitian
Persamaan
Perbedaan
1.
Landroguez et al
(2011)
Creating dynamic
capabilities to increase
customer value
Perusahaan yang berorientasi pasar melakukan
peningkatan Nilai Pelanggan yang superior, Kompetensi
Unik dan membangun hubungan pelanggan yang
berkelanjutan.
Variabel
Managemen
Kerelasian,
Kompetensi
Unik dan Nilai
Pelanggan
Objek penelitian,
metodologi penelitian
2.
Adewale &
Afolbi (2012)
An Empirical
Investigation Into the
Effect of Customer
Relationship
Management on Bank
Performance in
Nigeria
Terdapat tiga keuntungan saat menerapkan Manajemen
Kerelasian Pelanggan yaitu terhadap retensi pelanggan,
Loyalitas Pelanggan, dan kinerja bank
Menggunakan
variabel
Manajemen
Kerelasian,
Pelanggan
Loyalitas
Pelanggan
Objek penelitian
90
3. Saarijarvi et al
(2013)
Customer relationship
management: the
evolving role of
customer data
Sebagai hasilnya, empat gelombang Manajemen
Kerelasian Pelanggan diidentifikasi yang menjadi ciri
berkembangnya data pelanggan Manajemen Kerelasian
Pelanggan dan membantu mengidentifikasi arah baru
untuk penggunaan data pelanggan. Fokusnya dialihkan
dari internal ke eksternal penggunaan data pelanggan:
data pelanggan semakin dipahami sebagai sumber daya
bagi pelanggan - bukan hanya penciptaan nilai
perusahaan
Variabel
Manajemen
Kerelasian
Pelanggan,
Pengumpulan
data
menggunakan
kuesioner
Objek penelitian,
Metodologi penelitian
4. Wangkar (2013) Pengaruh kualitas
layanan, Nilai
Pelanggan, CRM
terhadap kepuasan
pelanggan dan loyalitas
pelaggan (Studi pada
PT Wiliam Makmur
Perkasa Manado)
Manajemen Kerelasian Pelanggan berpengaruh secara
positif dan signifikan terhadap Loyalitas Pelanggan
Variabel:
Manajemen
Kerelasian
Pelanggan,
Loyalitas
Pelanggan dan
Nilai
Pelanggan
Objek penelitian, Metode
penelitian
5. Tseng, Shu-Mei
(2016)
Knowledge
management
capability, customer
relationship
management, and
service quality
Hasilnya menunjukkan bahwa KMC memiliki pengaruh
positif terhadap Manajemen Kerelasian Pelanggan dan
kualitas layanan; Dan selanjutnya, Manajemen
Kerelasian Pelanggan memiliki pengaruh positif
terhadap kualitas layanan. Hasil ini juga
mengungkapkan saran konstruktif yang memungkinkan
perusahaan memperkuat KMC dan CRM mereka, serta
meningkatkan kualitas layanan mereka
Variabel
Manajemen
Kerelasian
Pelanggan,
Pengumpulan
data
menggunakan
kuesioner
Variabel Knowledge
Management, Kualitas
Layanan, Pengolahan data
menggunakan PLS (Partial
Least Square)
91
Kompetensi Unik
No.
Nama Peneliti
(Tahun)
Judul Karya Ilmiah
Hasil Penelitian
Persamaan
Perbedaan
6. Hitt & Ireland
(1986)
Relationships among
corporate level
Distinctive
Competencies,
Diversification
strategy, Corporate
structure and
performance
Upaya tambahan diperlukan untuk mereplikasi dan
memperluas temuan yang dilaporkan disini.
Variabel
Kompetensi
Unik,
pengumpulan
data
menggunakan
kuesioner
Studi Eksploratif, Objek
penelitian
7. Bouzdine,
Tatiana (2006)
How wine sector SMEs
approach strategic
questions some
comparative lessons of
casual representation
of disctinctive
competencies
Penggunaan teknik dampak kritis untuk memudahkan
analisis pendahuluan oleh manajer kekuatan perusahaan
dan kelemahan mereka, representasi persepsi manajer
tentang kompetensi melalui penggunaan Peta kausal,
pembangunan peta kausal akhir dengan tujuan untuk
mengidentifikasi kompetensi khas perusahaan dan
merancang keputusan strategis
Variabel
Kompetensi
Unik,
pengumpulan
data
menggunakan
kuesioner
Studi Eksploratif, Objek
penelitian
92
8. Mele, Cristina;
Tiziana Russo
Spena; Colurcio,
Maria (2010)
Co-creating value
innovation through
resource integration
Studi menyelidiki tiga inovasi, proses interaksi dan
integrasi. Temuan - inovasi pemahaman tradisional
inovasi, di mana pemasok adalah inovator dan nasabah
sebagai penerima (atau mungkin menjadi stimulus),
digantikan oleh pemahaman tentang inovasi yang
didasarkan pada S-D logika di mana pelanggan dan
stakeholder lainnya menjadi inovator
keterbatasan/implikasi - studi masa depan bisa
memeriksa pendahulunya dan implikasi dari proses
interaksi dan integrasi Inovasi kolaboratif
Dimensi:
Sumber Daya
Fokus kepada Sumber daya,
pengembangan produk
untuk penciptaan nilai
dengan industri yang
berbeda
9. Gabcanova Iveta
(2012)
Human Resources Key
Performance
Indicators
Telah terbukti secara ilmiah dan menurut pengalaman
para HR dalam rencana produksi, secara umum,
pelaksanaan HR scorecard memiliki aturan dan
langkah-langkah yang sama antara lingkungan
kewirausahaan organisasi serta dalam kerangka e.g di
perusahaan bisnis atau di rumah-rumah keuangan
Human
Resources
Methodology
10. Yamoah,
Emanuael Eratus
(2013)
Distinctive Competence
And Its Implication To
Marketers In Ghana
Disctinctive Competenceperlu untuk secara sistematis
diidentifikasi dan dievaluasi untuk memastikan bahwa
fokus manajerial yang memadai dan sumber daya
diarahkan pada pengembangan untuk mendukung
pertumbuhan dan keberhasilan dalam pasar yang
dinamis
Variabel:
Disctinctive
Competence
serta
dimensinya
Objek dan Lokasi Penelitian
93
Bauran Pemasaran
No.
Nama Peneliti
(Tahun)
Judul Karya Ilmiah
Hasil Penelitian
Persamaan
Perbedaan
11. Koh & Lee
(2010)
Analysis of Consumers
Choices and Time-
Consuption Behaviors
For Various
Broadcasting and
Telecom-munication
Convergence Services
Karakteristik Individu mempengaruhi pelanggan dalam
memilih jenis layanan konvergensi telekomunikasi dan
penyiaran
Variabel:
Bauran
Pemasaran
Dimensi Bauran Pemasaran:
Layanan teknologi
informasi dan
telekomunikasi (TIK)
12. Reijonen &
Laukkanen
(2010)
Customer Relationship
oriented marketing
practices in SMEs
Hasilnya menunjukkan perbedaan besar dalam aktivitas
tugas pemasaran yang berbeda, mis. Berikut bagaimana
hubungan pelanggan berkembang dan mengejar
pelanggan yang menguntungkan sering dilakukan,
sedangkan tugas seperti segmentasi dan diferensiasi
dalam hal komunikasi pemasaran dilakukan lebih
jarang. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan
bahwa praktik pemasaran berorientasi pelanggan
berbeda antara UKM. UKM yang berukuran mikro,
yang dioperasikan di industri jasa pribadi lainnya dan di
pasar konsumen tampaknya kurang mempraktekkan
praktik pemasaran daripada perusahaan yang dipelajari
lainnya
Menggunakan
variabel
Manajemen
Kerelasian
Pelanggan dan
Bauran
Pemasaran
Objek penelitian,
metodologi penelitian
94
13. Rubedo (2011) Pegaruh Bauran
Pemasaran jasa
terhadap loyalitas
konsumen (Survey
pada mahasiswa strata-
1 semester VIII pada
Universitas Komputer
Indonesia
Adanya pengaruh Bauran Pemasaran jasa terhadap
loyalitas konsumen
Variabel
Bauran
Pemasaran dan
Loyalitas
Pelanggan,
pemasaran jasa
Objek penelitian dan
metode penelitian
14. Selang (2013) Bauran Pemasaran
(Marketing Mix)
Pengaruh-nya
Terhadap Loyalitas
Konsumen Pada Fresh
Mart Bahu Mall
Manado
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial
produk, harga berpengaruh signifikan terhadap loyalitas
konsumen dan promosi, tempat tidak berpengaruh
signifikan terhadap loyalitas konsumen. Secara
Simultan produk, harga, promosi dan tempat
berpengaruh signifikan terhadap Loyalitas Konsumen.
Mengingat promosi dan tempat memiliki pengaruh yang
lemah terhadap loyalitas konsumen, maka sebaiknya
managemen memperhatikan dan lemah terhadap
loyalitas konsumen, maka sebaiknya managemen
memperhatikan dan meningkatkan peran dari promosi
dan pemilihan tempat dalam perencanaan pemasaran
perusahan
Kinerja bauran
dan Loyalitas
Pelanggan
Variabel tidak hanya fokus
di kinerja Bauran
Pemasaran dan Loyalitas
Pelanggan, tapi juga
Manajemen Kerelasian
Pelanggan, Sumber Daya,
dan Nilai Pelanggan
95
Nilai Pelanggan
No.
Nama Peneliti (Tahun)
Judul Karya Ilmiah
Hasil Penelitian
Persamaan
Perbedaan
16. Azila & Noor (2011) Electronic Customer
Relationship
Manage-ment
Performance: Its
impact on Loyalty
from customer
perspective
Performansi e-CRM berhubungan secara
signifikan dengan Loyalitas Pelanggan
Objek: Industri
Telekomunikasi
Tempat penelitian
15. O`Cass & Heirati
(2015)
Mastering the
complementarity
between marketing mix
and customer-focused
capabilities to enhance
new product
performance
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan
berorientasi pasar lebih baik dalam menerapkan Bauran
Pemasaran, manajemen merek dan kemampuan
Manajemen Kerelasian Pelanggan, dan kemampuan ini
membantu mendorong kinerja produk baru, dan saling
melengkapi antara kemampuan pemasaran ini
meningkatkan kapasitas perusahaan untuk mencapai
kesuksesan produk baru. Lebih dari mengerahkan setiap
kemampuan dalam isolasi.
Variabel
Bauran
Pemasaran dan
Manajemen
Kerelasian
Pelanggan,
pengumpulan
data
menggunakan
kuesioner
Objek Penelitian, Analisis
menggunakan regresi
kuadrat parsial
96
17. Sim et al (2011) Exploring the
individual
characteristics on the
adoption of
broadband An
empirical Analysis
Karakteristik individu seperti umur jenis
kelamin, daya inovasi, dan kualifikasi
memiliki hubungan signifikan dengan
persepsi kegunaan.
Nilai Pelanggan Metode Analisis: Multiple
regression analysis. Variabel
Karakteristik Individu pada
penelitian terdahulu
18. Rosenblum, Howard
(2012)
Customer Values of
Communication
Enabled Application
Mashup Types
1) Banyak jenis CEA Mashup namun hanya
sedikit jenis tipe yang digunakan; 2) Dengan
menambahkan komunikasi ke dalam
aplikasi IT dapat memperluas penyediaan
nilai fundamental; 3) Dengan menggunakan
analisis dan teknik yang disajikan dalam
jumal ini, perusahaan dapat membantu
supplier CEA Mashup untuk mengenali
kompetitor mereka, menemukan kategori
segmen market yang berdekatan
Penelitian
kualitatif
Objek Penelitian
19. Saili et al (2012) The Effects of loyalty
programs on
customer loyalty, the
mediating role of
customer value and
the moderating role
of relationship
benefit
Program Loyalitas Pelanggan mempunyai
pengaruh tidak langsung positif pada
perilaku Loyalitas Pelanggan & loyalitas
afektif melalui nilai penggan utilitarian &
hedonic
Variabel
managemen
kerelasian
pelanggan &
Loyalitas
Pelanggan
Objek penelitian
97
20. Shanker, Apama (2012) Open source
software solutions: A
study on customer
value propositions
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pelanggan menghargai hubungan mereka
dengan pemasok ketika produk software
open source kurang bagus dan pemasok
dapat menyediakan model lain dengan
dukungan yang handal
Nilai Pelanggan Case of study
Loyalitas Pelanggan
No.
Nama Peneliti (Tahun)
Judul Karya Ilmiah
Hasil Penelitian
Persamaan
Perbedaan
21. Lestari (2010) Pengaruh CRM
terhadap Loyalitas
Pelanggan pada
Blossom Factory
Outlet Dago
Timbulnya Loyalitas Pelanggan
dikarenakan adanya peranan penting dalam
melaksanakan Manajemen Kerelasian
Pelanggan
Variabel
Manajemen
Kerelasian
Pelanggan dan
Loyalitas
Pelanggan
Objek penelitian, metode
penelitian
22. Taurina & Andhika
(2010)
Bauran Pemasaran,
Manajemen
Kerelasian Pelanggan
dalam menciptakan
loyalitas konsumen
Variabel Bauran Pemasaran dan Manajemen
Kerelasian Pelanggan mempengaruhi
Loyalitas Pelanggan begitu juga sebalikanya
Variabel Loyalitas
Pelanggan,
Bauran
Pemasaran,
Manajemen
Kerelasian
Pelanggan
Objek penelitian, metode
penelitian
98
23. Tsai et al. (2010) The effect of
customer value
,Customer
Satifaction, and
switching Cost on
Customer Loyalty
Pelanggan dengan presepsi nilai yang lebih
positif atas prosuk atau jasa memberikan
evaluasi yang lebih positif pada perusahaan
Variabel: Nilai
Pelanggan dan
Loyalitas
Pelanggan
-Metode analisis: Analisa regresi
-Variabel: Kepuasan pelanggan
dan biaya beralih
-Subyek: pembeli hypermart
-Wilayah:Taiwan
24. Miliani (2011) Pengaruh CRM
terhadap Loyalitas
Pelanggan speedy di
kota Bandung
Penerapan Manajemen Kerelasian
Pelanggan mempengaruhi Loyalitas
Pelanggan
Variabel Loyalitas
Pelanggan dan
Manajemen
Kerelasian
Pelanggan,
Industri
telekomunikasi
Metode penelitian
25. Saili et al (2012) The effect of loyalty
programs on
customer loyalty: The
mediating role of
customer value and
the moderating of
role of relationship
benefits
Program Loyalitas Pelanggan mempunyai
pengaruh tidak langsung positif pada prilaku
Loyalitas Pelanggan dan loyalitas afktif
melaluui Nilai Pelanggan utlitarian dan
hedonic. Hubungan tersebut dimoderasi
oleh manfaat hubungan yang diperoleh dari
hubungan jangka panjang antara
departement store dan pelanggannya
Variabel
Manajemen
Kerelasian
Pelanggan dan
Loyalitas
Pelanggan serta
Nilai Pelanggan
Responden: Departemen Store di
Cina -Nilai
Pelanggan terdiri dari
Nilai Pelanggan utiritarian dan
hedonic -loyalitas
dibagi menjadi prilaku loyalitas
dan loyalitas efektif - Metode
Survey teknik SEM
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
99
Setelah melakukan penelusuran terhadap penelitian-penelitian yang pernah
dilakukan, baik di dalam negeri atau di luar negeri, hasil penelusuran
menunjukkan bahwa penelitian dengan model penelitian ini belum pernah
dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Penelitian melibatkan lima variabel yaitu
Manajemen Kerelasian Pelanggan, Kompetensi Unik, Bauran Pemasaran, Nilai
Pelanggan dan Loyalitas Pelanggan secara bersama-sama belum pernah dilakukan
oleh peneliti lain dalam industri telekomunikasi Fixed Broadband maupun
industri lainnya. Sementara itu penelitian yang dilakukan pada industri
telekomunikasi hingga saat, ini hanya menggunakan tiga variabel penelitian saja
yaitu Nilai Pelanggan, Bauran Pemasaran dan Loyalitas Pelanggan. Pada industri
lainnya ditemukan maksimal hanya tiga variabel penelitian yaitu Nilai Pelanggan,
Loyalitas Pelanggan dan Manajemen Kerelasian Pelanggan. Sehingga, dengan
demikian penelitian ini memiliki orisinalitas tinggi dibandingkan dengan
penelitian-penelitian terdahulu.
Sehingga State of the Art dari penelitian ini adalah menghasilkan model
yang bertumpu pada hasil dari peningkatan Nilai Pelanggan yang didasari oleh
pengembangan Manajemen Kerelasian Pelanggan, Kompetensi Unik, dan Bauran
Pemasaran dalam upaya meningkatkan Loyalitas Pelanggan layanan fixed
broadband di Indonesia, yang menunjukkan bahwa topik penelitian ini belum
pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Dengan demikian penelitian ini
memiliki orisinalitas yang tinggi.
Keunggulan dari penelitian ini terletak pada unit analisis penelitian yaitu
pelanggan layanan Fixed Broadband sementara unit penelitian sebelumnya adalah
100
pelanggan seluler. Penelitian ini menggunakan metode Quantitative Research,
yaitu suatu rancangan penelitian yang melakukan pendekatan terhadap kajian
empiris untuk mengumpulkan, menganalisis dan menampilkan data dalam bentuk
numerik dan mencoba melakukan pengukuran yang akurat terhadap sesuatu.
Sementara penelitian lainnya menggunakan metode analisa regresi. Penelitian di
industri fixed broadband pertama yang dilakukan di tahun 2018 dengan lima
variabel. Sehingga diharapkan dari model penelitian ini diperoleh Novelty yang
dapat menjadi suatu Model solusi stratejik untuk meningkatkan Loyalitas
Pelanggan layanan fixed broadband di Indonesia.
2.3. Kerangka Pemikiran
Industri jasa layanan fixed broadband sedang mengalami perkembangan
yang pesat baik di tingkat global maupun nasional. Pertumbuhan jumlah
pelanggan fixed broadband relatif jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
pertumbuhan pelanggan jasa telekomunikasi telepon narrowband. Perkembangan
industri fixed broadband vs wireless broadband juga didorong oleh
perkembangan teknologi fixed broadband yang makin baik dan cepat. Persaingan
diantara operator fixed broadband juga sangat tinggi sehingga setiap operator
fixed broadband selalu berusaha melakukan inovasi dalam berbagai bidang
termasuk dalam menarik calon pelanggannya. Penelitian ini berkaitan dengan
pelanggan fixed broadband untuk segmen konsumer.
Berikut ini diuraikan hasil penelitian terdahulu yang menunjukkan
hubungan diantara variabel penelitian:
101
2.3.1 Hubungan antara Manajemen Kerelasian Pelanggan dengan
Kompetensi Unik
Hubungan antara Manajemen Kerelasian Pelanggan dengan Kompetensi
Unik diperoleh atas kajian dari penelitian Lukas (2001) yang mengatakan bahwa
keberhasilan Manajemen Kerelasian Pelanggan ditentukan oleh tiga faktor utama
yaitu, manusia, proses dan teknologi untuk mengoptimalkan hubungan organisasi
dengan semua tipe pelanggan.
Sehingga dapat disimpulkan adanya hubungan antara Manajemen
Kerelasian Pelanggan dengan Kompetensi Unik, yang dapat digambarkan sebagai
berikut:
Gambar 2.3. Hubungan antara Manajemen Kerelasian Pelanggan dengan
Kompetensi Unik
2.3.2 Hubungan antara Manajemen Kerelasian Pelanggan dengan Bauran
Pemasaran
Mengenai hubungan antara Manajemen Kerelasian Pelanggan dengan
Bauran Pemasaran telah banyak diteliti oleh para ahli. Buttle (2004), Reinartz et
al. (2004:302) serta Zikmund, Mc Leod dan Gilbert (2003) menyampaikan
pelayanan pelanggan dan harga merupakan value drivers bagi Customer
Relationship Management (CRM). Mengenai aspek harga tersebut ditegaskan pula
Manajemen
Kerelasian
Pelanggan
Kopentensi
Unik
Lukas (2001)
102
oleh Jones et al. (2005:106) dan Tanner et al. (2005).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan adanya hubungan antara
Manajemen Kerelasian Pelanggan dengan Bauran Pemasaran, yang dapat
digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.4. Hubungan antara Manajemen Kerelasian Pelanggan dengan
Bauran Pemasaran
2.3.3 Pengaruh Manajemen Kerelasian Pelanggan terhadap Nilai
Pelanggan
Pengaruh Manajemen Kerelasian Pelanggan terhadap Nilai Pelanggan,
diteliti oleh Verhoer (2002) yang meneliti para pelanggan penyedia jasa keuangan
menyatakan bahwa leanggotaan dalam program Loyalitas Pelanggan dan direct
mailings mempunyai pengaruh positif pada perubahan Nilai Pelanggan.
Pendapat lainnya menyebutkan Program loyalitas memberikan nilai kepada
pelanggan pada saat mereka menerima point rewards setelah melakukan
pembelian sehingga memberi arti psikologis bagi pelanggan (Hsee et al. 2003:1:
Van Osselaer et al., 2004:269). Dalam nada yang sama Liu (2007) menunjukkan
pada saat pelanggan menukar point rewards-nya maka pelanggan tersebut
menerima manfaat ekonomi dan psikologi dari program Loyalitas Pelanggan.
Sementara itu Sirdeshmukh et al. (2002) menekankan pentingnya fungsi
Manajemen
Kerelasian
Pelanggan
Bauran
Pemasaran
Buttle (2004), Reinartz et al. (2004) Zikmund, Mc Leod
dan Gilbert (2003)
103
pengembangan nilai tersebut karena kemampuan memberikan nilai yang superior
kepada pelanggan sangat menunjang dalam memulai kerelasian dan retensinya.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat dilihat hubungan antara Manajemen
Kerelasian Pelanggan dengan Nilai Pelanggan seperti pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.5. Pengaruh Manajemen Kerelasian Pelanggan terhadap Nilai
Pelanggan
2.3.3 Pengaruh Manajemen Kerelasian Pelanggan terhadap Loyalitas
Pelanggan
Selanjutnya dibahas mengenai pengaruh Manajemen Kerelasian Pelanggan
terhadap Loyalitas Pelanggan. Hal itu diteliti oleh Roam, Pullins & Roam (2002)
yang menyimpulkan selama pelanggan berpartisipasi dalam program loyalitas
maka pelanggan mungkin termotivasi oleh program insentif untuk membeli merek
sponsor program berulang kali. Hasil penelitian lainnya dikemukakan oleh
Ndubisi (2007:222) dan menunjukkan bahwa strategi-strategi pemasaran
kerelasian, komunikasi, komitmen, kompetensi, dan penanganan konflik
berhubungan secara langsung dan tidak langsung (melalui trust dan kualitas
hubungan) dan cigar, Loyalitas Pelanggan..
Sementara itu aspek jumlah pembelian dibahas juga dalam penelitian Liu
(2007) dimana Program loyalitas menimbulkan Loyalitas Pelanggan kepada
104
perusahaan khususnya pelanggan-pelanggan dengan tingkat pembelian sedikit
(light buyers), rendah (low buyers) dan menengah (moderate buyers). Namun,
untuk pelanggan dengan pembelian tinggi (heavy buyers) tidak terjadi perubahan
pembelian sama sekali. Lawson-Body (2004) yang meneliti pada perusahaan-
perusahaan teknologi informasi Kanada menyebutkan Manajemen Kerelasian
Pelanggan dengan dimensi partnerships, empowerment, relations with customers,
dan personalization memiliki hubungan langsung yang positif dengan Loyalitas
Pelanggan.
Program pembinaan Loyalitas Pelanggan merupakan upaya-upaya
pemasaran terstruktur yang memberikan insentif atau hadiah, oleh karena itu
mendorong perilaku yang loyal, yakni perilaku yang diharapkan dapat memberi
manfaat bagi perusahaan (Bridson, et al., 2008). Andreas Kuusik (2007:3)
menegaskan banyak faktor penting yang mempengaruhi Loyalitas Pelanggan.
Penelitian dilakukan pada 1000 pelanggan dari perusahaan telekomunikasi di
Estonia diantaranya menyebutkan pentingnya kerelasian yang merupakan sa1ah
satu faktor yang mempengaruhi Loyalitas Pelanggan. Selain itu Assion & Moez
(2004) menjelaskan dampak dari karakteristik situs Web dalam hubungan antara
Manajemen Kerelasian Pelanggan dan Loyalitas Pelanggan dimana penggunaan
internet untuk mendukung Manajemen Kerelasian Pelanggan memungkinkan
perusahaan untuk meningkatkan Loyalitas Pelanggan di sektor IT.
Berdasarkan pembahasan diatas diperoleh adanya pengaruh dari Manajemen
Kerelasian Pelanggan terhadap Loyalitas Pelanggan seperti tercantum pada
Gambar 2.6.
105
Gambar 2.6. Pengaruh Manajemen Kerelasian Pelanggan terhadap Loyalitas
Pelanggan
2.3.5 Hubungan Kompetensi Unik dengan Bauran Pemasaran
Penelitian Roach (2009) berkaitan dengan bagaimana persepsi konsumen
dari keuntungan relatif, kompatibilitas dan kompleksitas yang terkait dengan
pemasaran ponsel, dan bagaimana keterlibatan mereka dengan ponsel mereka,
mempengaruhi niat konsumen untuk menerima komunikasi pemasaran yang
dikirim melalui saluran pemasaran. Persepsi konsumen mengenai atribut inovasi
yaitu keuntungan relatif dan kompatibilitas secara signifikan berkaitan dengan
penerimaan konsumen (atau adopsi) dari pesan pemasaran yang dikirim melalui
ponsel mereka.
Sehingga dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
antara Kompetensi Unik dengan Bauran Pemasaran, yang dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 2.7. Hubungan Antara Kompetensi Unik dengan Bauran Pemasaran
Kompetensi
Unik
Bauran
Pemasaran
Roach (2009)
106
2.3.6 Pengaruh Kompetensi Unik terhadap Nilai Pelanggan
Dalam rangka menciptakan superioritas bisnis, perusahaan diharuskan
mengidentifikasi kebutuhan sumber daya organisasi yang spesifik, serta
kemampuan kinerja yang unggul. Sumber daya yang spesifik atau unik dan
keahlian tenaga kerja adalah apa yang disebut sebagai Kompetensi Unik
(Yamoah, Emanual Eratus (2013:29).
Pengaruh Kompetensi Unik terhadap Nilai Pelanggan juga diteliti oleh
Sucherly (2011) yang menyatakan bahwa kemanfaatan yang lebih besar dari
sumber daya yang ada harus diciptakan oleh perusahaan untuk dapat memberikan
Superior Performance bagi pelanggan. Perusahaan yang telah mencapai Superior
Performance melalui pemberian Superior Value kepada pelanggan berarti telah
memenuhi harapan pelanggan.
Gambar 2.8. Pengaruh Kompetensi Unik terhadap Nilai Pelanggan
2.3.7 Pengaruh Kompetensi Unik terhadap Loyalitas Pelanggan
Kepuasan merupakan tingkat perasaan dimana seseorang menyatakan hasil
perbandingan atas kinerja produk (jasa) yang diterima dan yang diharapkan oleh
pelanggan (Kotler:1997 dalam Lupiyoadi dan Hamdani: 2006). Tingkat kepuasan
pelanggan yang tinggi akan dapat menciptakan Loyalitas Pelanggan dan
mencegah perputaran pelanggan, mengurangi sensitivitas pelanggan terhadap
107
harga, mengurangi biaya kegagalan pemasaran, mengurangi biaya operasi yang
diakibatkan oleh meningkatnya jumlah pelanggan, meningkatkan efektivitas iklan,
dan meningkatkan reputasi bisnis (Fornell, 1992 dalam Lupiyoadi dan Hamdani:
2006). Pada dasarnya kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan dapat berakibat
pada perilaku pelanggan selanjutnya. Jika pelanggan puas terhadap suatu layanan
maka akan melakukan pembelian ulang. Selama ini loyalitas sering dikaitkan
dengan perilaku pembelian ulang.
Untuk meningkatkan Loyalitas Pelanggan, manajemen juga perlu
menciptakan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan untuk memenangkan
kompetensi pasar dengan menerapkan Kompetensi Unik, yang diartikan sebagai
keunggulan kompetensi dimiliki suatu perusahaan dimana keunggulan tersebut
tidak dimiliki oleh kompetitor lainnya.
Colin dan Fran (2004) memberi beberapa contoh dari setiap jenis dan juga
memberikan contoh beberapa kesulitan dalam berpikir tentang kompetensi. Secara
khusus, mereka memperingatkan kelompok untuk kemungkinan bahwa mereka
kemungkinan besar akan mulai berpikir hasil yang khas, bukan kompetensi.
Misalnya, Loyalitas Pelanggan, merek yang sukses dan reputasi yang kuat sering
diberikan sebagai Kompetensi Unik, padahal sebenarnya mereka adalah hasil dari
kompetensi mendasari itu.
Sehingga berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Kompetensi
Unik berpengaruh pada Loyalitas Pelanggan, yang dapat digambarkan sebagai
berikut.
108
Gambar 2. 9 Pengaruh Kompetensi Unik terhadap Loyalitas Pelanggan
2.3.8 Pengaruh Bauran Pemasaran terhadap Nilai Pelanggan
Pengaruh Bauran Pemasaran terhadap Nilai Pelanggan telah dipelajari oleh
Wong dan Dean (2005:272) yang menunjukkan bahwa orientasi jasa dan
orientasi pelanggan yang dijalankan oleh perusahaan atau penyedia jasa
mempunyai korelasi yang tinggi dengan Nilai Pelanggan. Penegasan mengenai
orientasi pelanggan disampaikan pula oleh Guenzi &. Troilo (2007:98) yang
membuktikan perusahaan yang memiliki tenaga penjualan yang berorientasi
kepada pelanggan secara positif mendorong penciptaan Nilai Pelanggan yang
superior serta peningkatan performansi pasar perusahaan tersebut. Pada penelitian
di industri jasa telekomunikasi Indonesia, Sucherly (2004) menyatakan “Strategi
Bauran Pemasaran jasa berpengaruh terhadap nilai jasa telekomunikasi” serta
selanjutnya Sucherly (2007:78) menyampaikan “superioritas program promosi
dan proses pelayanan membentuk Nilai Pelanggan yang superior.”
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan adanya pengaruh dari Bauran
Pemasaran terhadap Nilai Pelanggan, yang digambarkan sebagai berikut:
109
Gambar 2.10. Pengaruh Bauran Pemasaran terhadap Nilai Pelanggan
2.3.9 Pengaruh Bauran Pemasaran terhadap Loyalitas Pelanggan
Pengaruh Bauran Pemasaran terhadap Loyalitas Pelanggan telah banyak
menarik perhatian peneliti. Roos et al. (2004:3) yang meneliti dalam industri
telekomunikasi menyatakan faktor determinan pelanggan pindah adalah harga,
dukungan pelanggan, perubahan penggunaan produk dan kesalahan sistem. Hal
ini mengindikasikan bahwa Bauran Pemasaran mempengaruhi Loyalitas
Pelanggan jasa layanan fixed broadband. Peneliti lainnya telah memperhatikan
aspek orientasi dan produk yaitu Wong dan Dean (2005:272) menyampaikan
bahwa faktor orientasi jasa, orientasi pelanggan dan banyaknya pilihan atas
produk atau jasa yang disediakan perusahaan mempunyai hubungan yang kuat
dengan Loyalitas Pelanggan.
Temuan lainnya oleh Zhang & Deng (2009:3) yang meneliti pada industri
telekomunikasi Swedia menunjukkan Brand image positif langsung berhubungan
dengan Loyalitas Pelanggan. Namun kualitas jasa, persepsi harga, dan nilai
penawaran berdampak terhadap Loyalitas Pelanggan secara tidak langsung
melalui kepuasan konsumen dan kepercayaan. Sementara itu Akbar et al.
(2010:116) dan Lee (2010:353) menemukan bahwa perbaikan kualitas jasa
memberikan pengaruh positif` yang langsung kepada Loyalitas Pelanggan. Akbar
Bauran
Pemasaran
Nilai Pelanggan Wong dan Dean (2005) Guenzi &. Troilo (2007
Sucherly (2007
110
et al. (2010:116) menjelaskan bahwa pelanggan menjadi loyal karena pengalaman
yang mereka peroleh dalam proses perbaikan kualitas jasa serta harapan
memperoleh pengalaman yang lebih baik proses transaksi berikutnya, sehingga
menimbulkan loyalitas yang lebih tinggi. Lee (2010:374) yang juga meneliti pada
aspek kualitas jasa menemukan bahwa dimensi tangibility kualitas jasa memberi
pengaruh yang lebih besar pada dimensi Loyalitas Pelanggan, sikap loyalitas
(Attitude loyalty) dan perilaku loyalitas (Behavior loyalty).
Boohene & Agyapomr (2011:236) yang meneliti operator Vodafone Ghana
menunjukkan adanya hubungan positif antara kualitas jasa dengan Loyalitas
Pelanggan dengan dimensi repurchase intent, resistance to switch to competitors'
product that is superior to the preferred one, dan willingness to recommend
preferred products to friends and associates. Sementara itu pendapat yang sama
dengan hal di atas dinyatakan pula oleh Wan, lin (2009) dimana ada hubungan
antara kualitas jasa web-based dengan Loyalitas Pelanggan. Peneliti lainnya yaitu
Hu dan Yu-Jia (2011:71) telah meneliti pelanggan toko retail di Taiwan dan
menemukan bahwa Strategi Bauran Pemasaran dengan dimensi produk, harga,
promosi dan tempat mempunyai hubungan positif yang signifikan dengan
Loyalitas Pelanggan yang menggunakan dimensi rekomendasi dan pembelian
berulang.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan adanya pengaruh
Bauran Pemasaran terhadap Loyalitas Pelanggan seperti dapat digambarkan
berikut ini:
111
Gambar 2.11. Pengaruh Bauran Pemasaran terhadap Loyalitas Pelanggan
2.3.4 Pengaruh Nilai Pelanggan terhadap Loyalitas Pelanggan
Pengaruh Nilai Pelanggan terhadap Loyalitas Pelanggan, diteliti oleh Chou
et al. (2009) yang meneliti dalam penggunaan layanan pesan pendek atau biasa
disebut SMS menunjukkan bahwa Nilai Pelanggan memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap Loyalitas Pelanggan dan kepuasan pelanggan. Sementara itu
studi pada pengguna layanan online yang dilakukan oleh Yang & Peterson
(2004:799) menyatakan perusahaan yang akan meningkatkan Loyalitas Pelanggan
harus fokus pada kepuasan data Nilai Pelanggan.
Sementara itu Tsai et al. (2010:729) menyatakan pelanggan yang memiliki
persepsi nilai yang lebih positif atas produk atau jasa memberikan evaluasi yang
lebih positif pada perusahaan atau penyedia jasa, menghasilkan kepuasan yang
lebih besar dan loyalitas yang lebih tinggi. Secara umum ditegaskan oleh Wong &
Dean (2005:272) bahwa persepsi nilai mempengaruhi Loyalitas Pelanggan secara
signifikan.
Duchessi (2002) berpendapat bahan dasar Nilai Pelanggan adalah kualitas
produk, kualitas pelayanan dan harga. Perusahaan dapat meningkatkan nilai
dengan memenuhi atau melebihi harapan pelanggan diantara ketiga dimensi
tersebut. Hal ini dapat dilakukan bila perusahaan mampu mengikuti atau
112
mengantisipasi perkembangan tuntutan pelanggan sehingga mencegah
perpindahan pelanggan karena menurunnya Nilai Pelanggan superior menjadi
inferior, jadi Nilai Pelanggan superior merupakan kunci untuk menciptakan
Loyalitas Pelanggan.
Berdasarkan pada hasil pembahasan tersebut maka diperoleh Gambar 2.12
mengenai pengaruh Nilai Pelanggan terhadap Loyalitas Pelanggan.
Gambar 2.12. Pengaruh Nilai Pelannggan terhadap Loyalitas
Pelanggan
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, disusun paradigma penelitian
sebagai berikut:
Gambar 2.13. Paradigma Penelitian
Sumber: Diolah Peneliti
113
2.4. Hipotesis Penelitian
1. Manajemen Kerelasian Pelanggan, Kompetensi Unik dan Bauran
Pemasaran berpengaruh terhadap Nilai Pelanggan fixed broadband di
Indonesia baik secara simultan maupun parsial.
2. Manajemen Kerelasian Pelanggan, Kompetensi Unik dan Bauran
Pemasaran berpengaruh terhadap Loyalitas Pelanggan fixed broadband di
Indonesia baik secara simultan maupun parsial.
3. Nilai Pelanggan berpengaruh terhadap Loyalitas Pelanggan fixed
broadband di Indonesia.
4. Manajemen Kerelasian Pelanggan, Kompetensi Unik dan Bauran
Pemasaran berpengaruh terhadap Loyalitas Pelanggan melalui Nilai
Pelanggan fixed broadband di Indonesia.