BAB II TINJAUAN PUSTAKA KERANGKA BERPIKIR DAN...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA KERANGKA BERPIKIR DAN...
27
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
2.1. Kajian Pustaka
Pada penelitian ini yang menjadi grand theory adalah Manajemen
Strategi, middle range theory adalah Corporate Strategy dan Cooperative
Strategy.
Gambar 2. 1 Struktur Hierarki Rujukan Teori
KINERJA BANK (BANK PERFORMANCE)
ROE (Return On Equity). (Athamasoglou et al, 2006)
ROA (Return On Asset). (Athamasoglou et al, 2006)
manajemen bisnis, manajemen finansial dan perbankan
• Pearce & Robinson (2011)
Corporate Strategy
• Frank Rotharmel, (2013) Fred R. David, Thomas L. Wheelen and David Hunger
Cooperative Strategy
• Frank Rotharmel, (2013) Fred R. David, Thomas L. Wheelen and David Hunger
APPLIED THEORY
Merger , Akuisisi Thomas L.Wheelen David. Hunger, 2013
Strategy Relationship, Collaboration (Katz dan Martin 2007), Relationship distribution (Burt, 2003), Aliance, Customer Relationship Management (CRM) Stanley (2000, 48), dan Joint Ventur ( Thomas L.Wheelen David.
Hunger , 2013)
MIDLE RANGE THEORY
GRAND THEORY
Management Strategy Ansoff (1972)
Frank Rotharmel (2013), John A. Perace II Richard (2013) Robinson: Fred R. David
Financial :Permodalan :
(Berger., A.N (2003)Size Asset olweny & Shipo 2011)Likuiditas (Nguyen et al (2017)Efisiensi (Chena et al (2017)Fee Based Hanak (1992)Pertumbuhan Dana pihak ketiga(Pertumbuhan Kredit(Moorad, 2007)
Non-Financial :
Jumlah SDM (Arteaga 2016 Network (Molyneux &
Wilson, 2007
TI (Layanan Digital Banking) (Moorad, 2007)
GCG krayenbuel
(1993:26) Arun dan Turner (2004:371)
Macro Economic Inflasi (Aburime, 2005,
Boyd yet al (2001),
Suku Bunga Acuan (Bourke, 1989; Molyneux & Thormtom 1992)
Nilai Tukar (Loen & Ericson, 2008)
28
Manajemen strategi sebagai Grand Theory diperkenalkan Ansoff (1972).
Manajemen strategi adalah seperangkat keputusan dan tindakan manajerial yang
membantu menentukan kinerja jangka panjang suatu organisasi. Analisis terhadap
lingkungan (baik eksternal dan internal) sebagai dasar untuk perumusan strategi
(perencanaan strategis atau jangka panjang), implementasi strategi, dan evaluasi
dan kontrol. Sheelwn et.al (2015) mendefinisikan manajemen strategi sebagai
serangkaian keputusan dan aksi manajerial yang menentukan kinerja jangka
panjang sebuah organisasi, termasuk proses identifikasi lingkungan eksternal dan
internal.
Menurut David (2013:35) menjelaskan manajemen strategi merupakan
suatu seni dan ilmu pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan, dan
mengevaluasi keputusan lintas fungsi yang memungkinkan organisasi untuk
mencapai tujuannya. Wheelen & Hunger (2015:38) menjelaskan manajemen
strategi adalah serangkaian keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan
kinerja jangka panjang dari suatu perusahaan.
Middle range theory yaitu manajemen bisnis, manajemen finansial dan
perbankan, Corporate strategy serta cooperative strategy. Pengertian manajemen
bisnis menurut Kyriazoglou (2012:38) adalah sebagai berikut manajemen bisnis
sebagai “kegiatan menjalankan perusahaan, seperti mengendalikan, memimpin,
pemantauan, pengorganisasian, dan perencanaan. Manajemen bisnis adalah
kegiatan terorganisir untuk memperoleh keuntungan.
Manajemen korporasi lebih pada proses untuk memimpin, mengatur dan
mengarahkan perusahaan. Tugas bisnis yang sering dilakukan oleh manajemen
29
perusahaan termasuk perencanaan strategis, serta mengelola sumber daya
perusahaan dan menerapkannya untuk mencapai tujuan perusahaan. Setiap fungsi
dalam struktur maupun diluar struktur didorong agar menunjang pencapaian
tujuan perusahaan.
Tata kelola perusahaan berkaitan dengan seluruh fungsi dalam organisasi.
Ward et al (2005) mengemukakan perusahaan melakukan berbagai macam
kegiatan dan sering terlibat dalam proses bisnis yang cukup beragam. Manajemen
korporasi diperlukan untuk mengelola aktivitas yang semakin beragam. Totalitas
kegiatan bisnis dan proses dapat dipisahkan menjadi beberapa yang benar-benar
berkontribusi pada penciptaan nilai, dan mungkin beberapa yang sebenarnya
menghancurkan nilai. Manajemen korporasi diidentifikasi secara praktis untuk
membangun proses kontrol yang sangat baik yang menambah nilai pada bisnis.
Interaksi perusahaan dalam struktur ekonomi yang menyimpan
ketidakpastian memerlukan pengelolaan. Manajemen kooperatif diperlukan untuk
mengelola pertukaran sosial untuk menciptakan nilai inovasi dalam layanan.
Pengelolaan pertukaran memperebutkan sarana yang jarang terdapat di pasar
memerlukan dukungan struktur. Kelangkaan sumber daya, penguasaan hak-hak
atas sumber daya serta keinginan untuk memenuhi kebutuhan menciptakan
produktivitas yang berdampak signifikan pada pertumbuhan, pencapaian tujuan
maupun pemenuhan kebutuhan institusi yang terlibat memerlukan tata kelola
sistematis dan terstruktur. Adanya nilai, manfaat, dan cara yang digunakan untuk
menguasai hak-hak atas sumber daya yang dapat mendorong meningkatnya
pemenuhan kebutuhan memerlukan pengelolaan agar kepentingan, distribusi
30
kontrol pada awal maupun saat seimbang, nilai, kekuatan lebih optimal. Applied
theory penelitian ini adalah kinerja bank, finansial, non finansial, GCG dan makro
ekonomi, merger, akuisisi, strategi relationship, kolaborasi, strategi aliansi,
relationship.
2.1.1. Finansial
2.1.1.1. Konsep finansial
Kondisi finansial menentukan bagaimana sistem operasi layanan bank.
Jumingan (2011:243) mengungkapkan bahwa rasio dalam analisis laporan
keuangan adalah angka yang menunjukkan hubungan antara unsur dengan unsur
lainnya dalam laporan keuangan . Setiap rasio finansial yang dibentuk memiliki
tujuan yang ingin dicapai, sehingga tidak dijumpai batasan yang jelas dan tegas
berapa rasio yang terdapat pada setiap aspek yang dianalisis. Pada dasarnya rasio
yang digunakan pada bank tidak jauh berbeda dengan rasio finansial pada
perusahaan non bank lainnya. Perbedaan yang terdapat antara rasio bank dan
perusahaan non bank yaitu terletak pada jenis rasio yang digunakan untuk menilai
suatu rasio yang jumlahnya lebih banyak, karena komponen neraca dan laporan
laba rugi yang dimiliki bank berbeda dengan laporan neraca dan laporan laba rugi
milik perusahaan non bank. Dalam mengelola dananya bank membutuhkan
kepercayaan masyarakat, sehingga risiko yang dihadapi bank jauh lebih besar
ketimbang perusahaan non bank lainnya dan ada beberapa rasio yang dikhususkan
untuk memperhatikan rasio-rasio tersebut (Kasmir, 2016:216). Loan to Deposit
Ratio/Finance, konsep yang didasarkan pada agency theory.
31
Konstruk finansial merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja bank
berasal dari aktivitas bisnis berupa finansial yang akan menjadi penunjang utama
dalam bisnis bank.
2.1.1.2. Pengukuran Finansial
Pengukuran finansial adalah sebagai berikut:
Tabel 2. 1 Dimensi finansial
No Author Dimensi Indikator
1. Lemioux (2013 1. Modal
2. Likuiditas
1. Modal inti
2. LDR
2. Pabozzi dan Peterson (2003
1. Modal
2. Struktur
organisasi
1. Biaya dalam jangka
panjang (Capital
expenditure).
2. Capital Adequacy Ratio
(CAR)
3. Choundry
(2007)
1. Modal
2. Asset
3. Liquidity
1. Modal inti
2. Jumlah Asset
3. LDR
4. Brealey &
Myers (1991)
1. Modal
2. Hutang
1. Modal inti
2. Rasio leverage
5. Brigham et.al (
1999)
1. Struktur modal
2. Hutang
3. Biaya hutang
1. Modal inti
2. Rasio leverage
3. Beban Bunga
6. Cottei et al
(2011
1. Struktur modal
2. Pengembangan
Pasar saham
3. Hutang
1. Modal inti
2. Market Capital
3. Rasio leverage
7. Koksal &
Orman (2014)
struktur modal Modal
Hutang
8. Lee et al (2010 struktur modal Modal
Hutang
9. Berger (2003) struktur modal Modal
Hutang
10. Hitchner (2006 Aset Ukuran Aset
11. Ineichen (2007) Aset Ukuran Aset 12. Klingebiel
(2000)
Aset Ukuran Aset
13. Michauds &
Michauds
(2008)
Aset Ukuran Aset
32
No Author Dimensi Indikator
14. Ganley (2004) Likuiditas LDR 15. Akhtar, 2007 Likuiditas LDR 16. Brunnermeier
dan Yogo, 2009
Likuiditas LDR
17. Harbi ( 2017) Likuiditas
18. Central Bank 1. Modal CAR
2. Likuiditas LDR
3. NSFR/Net stable fund ratio
LCR (Liquidity Coverage
Ratio)
19. Mitra &
Schwaiger
(2011
Likuiditas LDR
20. Arif & Anes
(2012)
Dana pihak ketiga 1. Giro
2. Jenis simpanan
21. Hardianto dan
Wulandari
(2016)
1. Likuiditas LDR
2. Fee based service Biaya Tambahan
3. Efisiensi BOPO
22. Hoffman et al
(2012)
1. Fee-based income
service
2. Socio
demographic
3. Pysichographic
23. Koukova et al
(2011)
Fee-based income
service
Giro , simpanan
24. Chao et al
(2016
1. Fee based service,
2. Network
1. Kartu kredit, kartu tunai,
trust, dan manajemen
kekayaan.
25. Doyran (2013) Efisiensi Bopo
26. Abid & Goaied
(2016)
Efisiensi Fungsi Profit
27. Azad et al
(2016)
Efisiensi Optimaliasi Teknologi
28. Wu et al (
2006)
Efisiensi BOPO
29. Duncan dan
Elliott (2004)
Efisiensi Output yang dihasilkan
dalam suatu organisasi
dengan input
30. Hamid et al
(2017).
Efisiensi BOPO
31. Wang et al.,
2002
Produktivitas Rasio output ke input
32. Sufian et
al.(2013)
Efisiensi Mengubah inputnya menjadi
output sesuai dengan tujuan
progresif
33
No Author Dimensi Indikator
33. Hadad, (2003) Efisiensi 1. SFA
2. DFA
34. Oh and Lee
(2010)
Dimensi non
parametric dalam
meta-frontier
1. Fungsi jarak dalam
periode waktu yang sama
2. Fungsi jarak antar waktu
3. Fungsi jarak secara global
35. Wong dan Feng
(2016)
Efisiensi cara menghitung input dan
output
36. Duncan dan
Elliott (2004)
Efisiensi Perbedaan dari hasil
maksimum yang dapat
dicapai untuk suatu tingkat
input tertentu
37. Dimensi
(konstruk )
finansial
1. Permodalan Modal Inti, CAR
2. Size Asset Jumlah aset, Pertumbuhan
dana pihak ketiga,
pertumbuhan kredit , NPL,
3. Liquiditay LDR
4. Fee-based income Jumlah Fee Based, Prosentase Feebase terhadap
pendapatan
5. Efisiensi BOPO, NIM
1. Permodalan
Modal dalam struktur perusahaan sebagai variabel untuk penilaian
pengambilan keputusan dari strategi korporasi misalnya melakukan kerjasama
atau berkompetisi dalam lingkungan yang persaingan yang ketat. Lemioux
(2013:30) menekankan bahwa modal dan persyaratan likuiditas adalah dua
instrumen tersebut (dilengkapi dengan modal dan likuiditas cadangan fasilitas
selama fase darurat krisis). Hal ini menunjukan bagaimana pentingnya struktur
modal yang dirancang oleh perusahaan. Pabozzi dan Peterson (2003:328)
mengemukakan bahwa modal merupakan sumber pendanaan jangka panjang.
Modal dalam struktur organisasi bank diidentifikasi sebagai sejumlah nilai
yang diukur berdasarkan satuan uang. Modal bank merupakan modal awal pada
34
saat pendirian Bank yang jumlahnya telah ditetapkan dalam suatu ketentuan atau
pendirian bank. Struktur modal dalam perusahaan mempengaruhi bagaimana
profitabilitas maupun biaya. Struktur modal yang tepat merupakan suatu
keputusan yang kritis untuk berbagai keputusan bisnis. Selain karena adanya
kebutuhan untuk memaksimalkan keuntungan pada berbagai macam organisasi
bisnis, keputusan itu juga berdampak pada kemampuan perusahaan untuk dapat
berjalan dengan lingkungan persaingan. Moorad Choundry (2007;5) menjelaskan
bahwa “Bank capital in the equity of the Bank . It is important asit is the chusion
that absorbs any unreserved losses that the Bank insecures.”
Menurut Brealey & Myers (1991) dalam perspektif Trade–off theory bahwa
adanya hubungan antara pajak, risiko kebangkrutan dan penggunaan hutang yang
disebabkan keputusan struktur modal yang diambil perusahaaan. Hal ini
menyebabkan perusahaan berupaya membangun struktur modalnya sesuai agar
lebih optimal termasuk agar menyusun modal dalam struktur yang disarankan
yaitu 100% dari hutang. Faktanya tidak ada perusahaan yang menyusun modal
dalam struktur yang didasarkan pada teory Trade–off theory. Hal ini dikemukakan
Brealey & Myers (1991); bahwa penggunaan hutang 100% sulit dijumpai dan
semakin banyak hutang semakin tinggi beban atau risiko yang ditanggung
perusahaan. Termasuk bagaimana biaya yang dikeluarkan sebagai biaya
kesempatan atas hutang tersebut.
Perlunya keseimbangan seperti disarakan oleh Brigham et.al (1999) struktur
modal optimal tercapai pada saat terjadi keseimbangan antara manfaat
menggunakan hutang dengan biaya menggunakan hutang. Dalam struktur
35
ekonomi masyarakat seperti saat ini terlebih dengan krisis yang ada, terdapat
beragam pilihan investasi dan diversifikasi risiko bagi para investor. Koksal &
Orman (2012) struktur modal yang didasarkan pada kondisi ekonomi yang stabil.
Teori lain yang berkaitan dengan struktur modal adalah berkaitan dengan
informasi. Informasi asimetri memunculkan teori Pecking Order. Perusahaan
menyusun modal berdasarkan informasi yang dimilikinya. Teori Pecking Order
menunjukkan urut-urutan pendanaan sebagai berikut: 1) Perusahaan cenderung
menggunakan internal financing. 2) Perusahaan menyesuaikan target dividend
payout ratio terhadap peluang 3) investasi mereka, sementara mereka
menghindari perubahan dividen secara drastis. 3) Jika pendanaan eksternal
dibutuhkan, pertama-tama perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling
aman, yaitu dimulai dengan penerbitan hutang, convertibles bond, dan alternatif
yang paling terakhir adalah saham. Salah satu asumsi dalam teori ini berkaitan
dengan kontrol (pemilik saham diasumsikan tidak akan membagi atau menjual
sahamnya dengan investoir baru).
Asumsi kedua yaitu informasi. Kesulitan utama dalam pengawasan
(monitoring) perusahaan adalah karena adanya asimetri informasi (asymmetry
information) atau ketidakselarasan informasi, yang menjadikan fungsi-fungsi
dalam sistem pengelolaan perusahaan rawan masalah moral hazard baik fungsi
finansial, pemasaran, maupun SDM para agen sering mempunyai informasi yang
lebih baik mengenai bisnis tersebut dari pada pihak principal (pendiri), para agen
bisa memaksimumkan utilitasnya atas beban pihak lain, atau paling sedikit agen
tidak menanggung secara penuh atau sepadan dengan kerugian bila terjadi. Para
36
pemegang saham dan manajemen bisa mempunyai agenda tersembunyi yang
bertentangan dengan etika dan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang
berkelanjutan. Kondisi tersebut dapat dilihat dari ketepatan pengambilan
kebijakan dalam pengelolaan termasuk upaya-upaya untuk mendorong
keunggulan bersaingnya. Asymmetric information menyebabkan dua hal, yaitu
moral hazard dan adverse selection (kesalahan memilih). Asymmetric information
adalah kondisi dimana informasi tidak tersebar merata antar pelaku ekonomi.
Informasi memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan modal.
Cotei et al (2011) mengemukakan perlindungan investor yang lebih kuat,
transparansi yang lebih tinggi, perkembangan pasar finansial mengurangi biaya
rekapitalisasi menjadi pertimbangan dalam memilih pendanaan guna memperkuat
struktur modal. Liang (2012) menggambarkan bagaimana perilaku para investor
dan asimetric information. Informasi bergerak secara bertahap dan akhirnya
menjadi pengetahuan umum. Koksal dan Orman (2014) mengemukakan teori
pecking order paling berguna ketika lingkungan ekonomi relatif tidak stabil. Ajina
et al (2015) menyatakan investasi berkaitan dengan tingkat transparansi dan
tingkat asimetri informasi.
Dalam perspektif yang lebih luas berkaitan kondisi di negara-negara maju,
Cottei et al (2011:717) mengemukakan bahwa struktur modal berkaitan dengan
tingkat finansial, pengembangan pasar saham dan rasio baik leverage jangka
panjang maupun jangka pendek. Hal ini menjadikan konsep tentang struktur
modal tidak hanya didasarkan pada pertimbangan ketersediaaan modal maupun
perkembangan pasar.
37
Lebih lanjut dijelaskan Cottei et al (2011:718) bahwa perbedaan dalam
struktur modal di berbagai negara dengan sistem hukum yang berbeda.
Perusahaan menggunakan pembiayaan eksternal hanya jika dana internal tidak
cukup untuk membiayai aktivitas perusahaan untuk mengoptimalkan peluang
pertumbuhan dan informasi biaya asimetri rendah (Shyam-Sunder dan Myers,
1999). Terutama bagi negara-negara dengan sistem ekonomi yang tertutup jika
dana eksternal dibutuhkan, teori pecking order memprediksi bahwa perusahaan
berusaha menjaga tingkat keamanan yang paling mungkin.
Di negara-negara di mana pasar finansial memiliki struktur, pasar modal
kurang berkembang, perusahaan tidak memiliki standar dalam tata kelola dan
standar akuntansi, perlindungan terhadap para pemegang saham dan kreditur
rendah, lebih sedikit informasi tersedia tentang perusahaan dan asimetri informasi
lebih tinggi ada. Dalam konteks teori pecking order, perusahaan lebih bergantung
pada dana internal dan utang (dijamin dan tidak aman) untuk defisit pembiayaan.
Dalam menentukan struktur modal, terdapat hubungan positif penerbitan utang
untuk modal dan defisit pembiayaan.
Di sisi lain, model trade-off dapat memprediksi bahwa perusahaan akan
berusaha mempertahankannya struktur modal optimal (target) dengan
menyeimbangkan manfaat dan biaya utang. Manfaatnya termasuk pajak,
pengurangan masalah arus kas bebas dan potensi konflik antara manajer dan
pemegang saham. Kesulitan finansial, biaya yang terkait dengan kurangnya
investasi dan masalah substitusi aset. Menurut Teori trade-off perusahaan yang
memiliki struktur modal optimal dan menyesuaikan leverage akan lebih optimal
38
memanfaatkan modalnya untuk profitabilitas. Koksal & Orman (2014)
menegaskan tentang struktur modal yaitu karakteristik perusahaan, pajak,
spesifikasi industri dan makro ekonomi.
Untuk industri perbankan, struktur modal didasarkan pada beragam
pertimbangan termasuk perluasan jaringan, regulasi, keamanan investasi,
kepercayaan nasabah (pertimbangan untuk memilih pemodal) atau bagaimana
pasar saham, maupun tingkat suku bunga dan risiko bisnis terutama di negara-
negara berkembang yang memiliki tingkat risiko akibat asimetrik informasi yang
cukup tinggi. Liang (2012:210) mengemukakan bagaimana asimetri informasi dan
pasar modal termasuk bagaimana permintaan saham oleh para investor. Informasi
mempengaruhi perilaku para pemodal. Lee et al (2010:46) menegaskan bahwa
struktur modal merupakan gambaran dari nilai perusahaan dan nilai sekuritas
perusahaan. Berger & Bouman (2013:146) mengenai krisis ekonomi dan
kaitannya dengan tingkat kemampuan bank untuk bertahan. Berger (2003)
mengemukakan pentingnya struktur modal. Ditegaskan bahwa penggunaan
struktur modal tidak dapat dilepaskan dari regulator yang menetapkan minimum
untuk modal ekuitas dan jenis peraturan lainnya untuk mencegah pengambilan
risiko yang berlebihan, dan mungkin mempengaruhi biaya agensi. Hal ini
menunjukkan adanya beragam pertimbangan untuk menentukan struktur modal
perusahaan.
a. Indikator Permodalan
Struktur modal yang merupakan kombinasi utang dan ekuitas dalam
struktur finansial jangka panjang perusahaan lebih menggambarkan target
39
komposisi utang dan ekuitas dalam jangka panjang pada suatu perusahaan
(Bernstein & Wild, 1998). Pabozzi dan Peterson (2003:328) menegaskan
indikator permodalan dinilai berdasarkan biaya dalam jangka panjang (Capital
expenditure).
Permodalan dalam beberapa penelitian diukur dengan menggunakan
indikator Capital Adequacy Ratio (CAR), yang menggambarkan tingkat
kecukupan modal bank. Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah suatu rasio yang
menunjukkan sampai sejauh mana kemampuan permodalan suatu bank untuk
mampu menyerap risiko kegagalan kredit yang mungkin terjadi, sehingga semakin
tinggi angka rasio ini, maka menunjukkan bank tersebut semakin sehat, begitu
juga sebaliknya.
CAR (Capital Adequancy Ratio) adalah rasio yang memperlihatkan
seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit,
penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) dibiayai dari modal sendiri
disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber diluar bank. Angka rasio
CAR yang ditetapkan oleh Bank Sentral adalah minimal 8%, jika rasio CAR
sebuah bank berada dibawah 8% berarti Bank tersebut tidak mampu menyerap
kerugian yang mungkin timbul dari kegiatan usaha bank, kemudian jika rasio
CAR diatas 8% menunjukkan bahwa Bank tersebut semakin solvable. Dengan
kata lain, semakin besar jumlah modal Bank yang dapat dioperasionalkan, kondisi
ini tentunya akan memberikan peluang bagi bank untuk dapat melakukan ekspansi
kredit dengan segala konsekuensinya. Jika Bank mampu melakukan ekspansi
40
kredit dengan baik, maka pendapatan bunga bank akan meningkat dan pada
*blabla*
Indikasi modal berkaitan dengan risiko adalah CAR. Capital adequacy
ratio merupakan rasio yang memperlihatkan perbandingan modal bank dengan
aktiva tertimbang menurut risiko. Semakin tinggi rasio CAR mengindikasikan
bank tersebut semakin sehat ditinjau dari sisi permodalannya. Pemenuhan CAR
minimum 8% mengindikasikan bank mematuhi regulasi permodalan. Rasio ini
memperlihatkan seberapa besar aktiva bank yang mengandung risiko (kredit,
penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) dibiayai dari modal sendiri
disamping memperoleh dana dari sumber diluar bank.
Modal Bank
CAR = Total ATMR
2. Size Asset dan Kualitas Aset bank
Aset merupakan sumber ekonomi yang diharapkan memberikan manfaat
dalam usaha (Joel G.Siegel, Jae K. Shim). Moorad Choudry (2013,30) Asset :
Fixed Assetand net current Asse, Indicates if the company is able tocover its shoth
term liabilities its current assets. James R. Hitchner (2006,317) menyampaikan
pentingnya ukuran aset yaitu cara umum untuk menentukan indikasi nilai bisnis,
kepemilikan bisnis, atau penggunaan keamanan, satu atau lebih metode
berdasarkan nilai aset bersih dari kewajiban. Ineichen (2007:10) menjelaskan
tentang pengelolaan aset yaitu 1) Pengembalian asimetris, peluang investasi di
mana hubungan risiko/imbalan adalah asimetris, potensi keuntungan lebih tinggi
dari potensi kerugian atau di mana probabilitas laba lebih tinggi dari kemungkinan
41
kerugian, atau kombinasi keduanya. 2) Menemukan dan mengeksploitasi asimetri
ini membutuhkan manajemen risiko aktif proses.
Pengelolaan aset terkait dengan risiko dan peluang untuk mendapatkan
imbalan atas aset tersebut. Klingebiel (2000) menegaskan pentingnya pengelolaan
aset. Manajemen aset perusahaan telah digunakan untuk mengatasi utang macet
dalam restrukturisasi perusahaan finansial negara atau membuang aset perusahaan
yang dinilai tidak produktif. Konsep tentang aset berkembang. Aset adalah
kekayaan perusahaan. Di era globalisasi alokasi aset semakin berpengaruh
terhadap kelanjutan organisasi, Michauds & Michauds (2008:2) pada dasarnya
aset berkaitan dengan risiko dan optimasi.
Indikator Size aset adalah sebagai berikut:
a. NPL (Net Performing Loan)
Aktiva produktif adalah penyediaan dana bank untuk memperoleh
penghasilan, dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank,
tagihan akseptasi, tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual
kembali (reverse repurchase agreement), tagihan derivatif, penyertaan, transaksi
rekening administratif serta bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat
dipersamakan dengan itu (Bank Indonesia, 2012).
Perkembangan produk-produk layanan perbankan serta terbukanya pasar
investasi mendorong perkembangan pada asset-aset bank agar berfungsi sebagai
salah satu sumber pendapatan yang menguntungkan di sisi lain bank tidak terlepas
dari kepemilikan aset non produktif. Menurut Bank Indonesia (2012) bahwa aset
non produktif adalah aset bank selain aset produktif yang memiliki potensi
42
kerugian, antara lain dalam bentuk agunan yang diambil alih, properti
terbengkalai (abandoned property), rekening antar kantor, dan suspense account.
Risiko kredit dalam beberapa penelitian diukur dengan variabel Non
Performance Loan (NPL). Non performance loan (NPL) adalah jumlah kredit
yang tidak dibayar atau tidak dapat ditagih, dengan kata lain adalah kredit macet
atau kredit yang bermasalah. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas
kurang lancar, diragukan dan macet. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif
(PPAP) yang harus disediakan bank guna menutup kerugian yang ditimbulkan
oleh aktiva produktif non lancar (dalam hal ini kredit bermasalah) menjadi kecil.
Apabila jumlah NPL ini besar melebihi 5%, maka besar kemungkinan
profitabilitas yang akan diterima bank juga besar, karena tidak terbayarnya kredit
berdampak pada menurunnya pendapatan bunga yang merupakan pendapatan
utama bank. Risiko pasar merupakan risiko dari dampak perubahan kredit yang
disalurkan (out standing credit) sebagai akibat dari kondisi ekonomi maupun
persaingan.
Aktiva produktif Bank yang diindikasikan dengan NPL adalah kredit yang
mengalami kesulitan dalam melakukan pelunasannya. Jika pada suatu Bank
memiliki jumlah NPL yang terlalu tinggi maka Bank tersebut harus menyediakan
pencadangan yang lebih besar sehingga modal Bank dapat ikut terkikis. Padahal,
besarnya modal sangat mempengaruhi besarnya ekspansi kredit. Jumlah NPL
yang besar membuat perbankan sulit untuk menyalurkan kreditnya.
43
b. Pertumbuhan Kredit
Pertumbuhan kredit yang disertai kehati-hatian merupakan aset produktif
perbankan. Pengaturan fungsi-fungsi pengelolaan kredit dalam system
pengelolaan di perusahaan yang efektif dan efisien akan meningkatkan kinerja
perusahaan yang diukur berdasarkan kinerja finansial. Keberhasilan Bank sebagai
penyedia kredit dapat dilihat dari adanya sistem tata kelola atau tools untuk
memberikan keyakinan kepada investor bahwa pengelolaan dana yang
diinvestasikan dilakukan dengan baik sehingga perusahaan menghasilkan return.
Aktivitas untuk menjaga agar kepentingan para stakeholder dalam
pemberian kredit usaha mikro maka pelaksanaan aktivitas tersebut memiliki
prinsip-prinsip. Pengelolaan untuk pemberian kredit usaha mikro yang
menunjukan kemampuan bank-bank papan atas dalam menyalurkan kredit tidak
terlepas dari sistem tata kelola yang menopangnya.
c. Pertumbuhan Dana pihak ketiga
Pertumbuhan dana pihak ketiga menjadi salah satu indikator dalam menilai
likuiditas. Tersedianya dana dalam jumlah yang besar dan biaya murah
memungkinkan pihak bank untuk mengoptimalkan sisi permintaan kredit.
Pertumbuhan dana sebagai salah satu variabel utama perbankan. Pertumbuhan
dana dapat mengindikasikan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap
Bank.
Dana pihak ketiga adalah dana yang diperoleh dari masyarakat, baik dalam
mata uang negara sendiri maupun dalam valuta asing tergantung pada pilihan
produk layanan perbankan yang dipilih. Hal ini sesuai dengan fungsi bank sebagai
44
penghimpunan dana dari masyarakat. Menurut Kasmir (2008:48) untuk
memperoleh dana dari masyarakat luas Bank dapat menggunakan tiga macam
jenis simpanan yaitu, tabungan, giro, dan deposito.
Penjelasan mengenai produk konvensional perbankan adalah
1) Giro
Giro atau checking account adalah simpanan yang dapat digunakan sebagai
alat pembayaran dan penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan cara
pemindahbukuan. Rekening giro dengan sifat penarikannya merupakan alat
pembayaran yang lebih efisien bagi nasabah untuk memperlancar kegiatan
bisnisnya.
Namun cek dan bilyet giro bukanlah suatu legal ledger atau alat pembayaran
yang sah yang wajib diterima umum. Cek dapat digunakan untuk suatu
pembayaran transaksi secara tunai, cek dapat ditarik atau unjuk atau atas nama,
dan tidak dapat dibatalkan oleh penarik kecuali cek tersebut dinyatakan hilang
atau dicuri dengan ada laporan kepolisian. Bilyet giro pada dasarnya merupakan
perintah kepada bank untuk memindahbukukan sejumlah tertentu uang atas beban
rekening penarik, pada tanggal yang ditentukan, kepada pihak yang tercantum
dalam warkat bilyet giro tersebut.
2) Deposito Berjangka
Deposito berjangka (time deposit) adalah simpanan yang penarikannya hanya
dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan
bank. Sumber dana ini memiliki ciri-ciri pokok, yaitu jangka waktu penarikannya
45
tetap, oleh karena itu sering disebut fixed deposit yang umumnya memiliki jangka
waktu jatuh tempo 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, dan 24 bulan.
Deposito berjangka ini hanya dapat ditarik atau diuangkan pada saat jatuh
temponya oleh pihak yang namanya tercantum dalam bilyet deposito. Oleh karena
itu, deposito merupakan simpanan atas nama. Apabila deposito ditarik sebelum
jangka waktu jatuh tempo, maka bank akan mengenakan penalti kepada deposan
dan hak pendapatan bunga tidak diperhitungkan oleh bank atas deposito berjangka
tersebut. Deposito dapat diperpanjang secara otomatis (automatic rollover) atas
permintaan nasabah.
Di sisi bank, sumber dana deposito berjangka ini digolongkan sebagai dana
mahal dibandingkan sumber dana lainnya. Namun, keuntungannya bagi bank
adalah penyediaan likuiditas untuk kebutuhan penarikan dana ini hampir dapat
diprediksi secara akurat. Jenis simpanan dalam bentuk deposito berjangka lebih
disenangi oleh nasabah atau masyarakat karena menawarkan tingkat bunga yang
relatif lebih tinggi dibanding giro atau jenis simpanan lainnya. Seperti
dikemukakan Arif & Anes (2012) deposito berpengaruh terhadap pendapat bank.
3) Tabungan
Tabungan (savings deposit) adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik
dengan cek atau alat yang dipersamakan dengan itu. Produk-produk tabungan oleh
perbankan sangat bervariasi, hal ini disebabkan karena diberikannya kebebasan
perbankan untuk menyelenggarakan program tabungan sendiri.
46
Memberikan tingkat bunga dan hadiah-hadiah yang cukup menarik.
Misalnya, produk tabungan antara rekening giro dan tabungan. Nasabah yang
ingin memanfaatkan fasilitas simpanan ini di samping memiliki rekening giro
harus pula membuka rekening tabungan pada bank yang sama. Perhitungan bunga
atas sumber dana tabungan ini dapat dilakukan dengan berdasarkan saldo harian,
saldo rata-rata, atau saldo terendah dari tabungan.
3. Likuiditas
Ratio Likuiditas (liquidity ratios) merupakan rasio yang digunakan sebagai
alat ukur kemampuan perusahaan dalam membayar pinjaman jangka pendeknya
pada saat jatuh tempo atau dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya
(financial yang harus segera dipenuhi)”. Kelebihan likuiditas dapat juga
diinterpretasikan bahwa bank memiliki pengelolaan likuiditas yang buruk
sehingga tidak optimal dalam mengelola portofolio aset dan liabilitas. Bank akan
kesulitan membayar beban bunga nasabah.
Sebelumnya Ganley (2004) menyatakan bahwa surplus likuiditas dapat
menimbulkan permasalahan bagi bank sentral terkait dengan mekanisme transmisi
kebijakan moneter, pelaksanaan intervensi bank sentral di pasar uang, dan neraca
maupun rugi atau laba bank sentral. Distorsi efektivitas kebijakan moneter
tersebut cenderung menimbulkan permasalahan sustainabilitas kondisi finansial
bank sentral, khususnya bila digunakan instrumen kebijakan moneter dalam
bentuk surat-berharga bank sentral. Oleh karena itu pihak perbankan mengelola
aset secara efektif seiring dengan perubahan lingkungan dan peraturan.
47
Di sisi lain pertimbangan risiko mempengaruhi bagaimana perbankan
mengelola likuiditasnya. Bank harus siap menghadapi perubahan kebijakan
moneter dan persyaratan transaksional bank sendiri serta pembayaran pinjaman
jangka pendek untuk meminimalisir risiko likuiditas yang tidak produktif (Akhtar,
2007). Ada sejumlah risiko lain yang dihadapi oleh Bank seperti risiko kredit,
risiko operasional dan risiko tingkat suku bunga, yang mungkin berujung pada
bentuk risiko likuiditas (Brunnermeier dan Yogo, 2009). Harbi (2017)
menyimpulkan bahwa risiko likuiditas muncul ketika Bank tidak dapat
memperoleh pendanaan baru pada saat kekurangan. Sebaliknya, risiko likuiditas
pasar muncul ketika Bank tidak mampu menjual atau memperdagangkan aset
dengan pemberitahuan singkat dengan harga pasar tanpa menimbulkan kerugian
yang signifikan.
Indikator Likuiditas adalah sebagai berikut:
a. Loan to Deposit Ratio (LDR).
Likuiditas Bank dalam beberapa penelitian diukur dengan menggunakan
variabel Loan to Deposit Ratio (LDR). Loan to deposit ratio (LDR)
menggambarkan besarnya jumlah kredit yang dapat disalurkan kepada
masyarakat. Menurut Bank Indonesia (2014), penilaian aspek likuiditas
mencerminkan kemampuan bank untuk mengelola tingkat likuiditas yang
memadai guna memenuhi kewajibannya secara tepat waktu dan untuk memenuhi
kebutuhan yang lain.
Selain itu Bank turut menjamin kegiatan dikelola secara efisien, dalam
arti bahwa bank dapat menekan biaya pengelolaan likuiditas yang tinggi serta
48
setiap saat Bank dapat melikuidasi asetnya secara cepat dengan kerugian yang
minimal (SE. Intern BI, 2004).
Kemampuan likuiditas bank dapat diproksikan dengan LDR (Loan to
Deposit Ratio), yaitu perbandingan antara kredit dengan Dana Pihak Ketiga
(DPK). Rasio ini digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank yang dengan cara
membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga.
Loan to Deposit Ratio menunjukkan perbandingan antara volume kredit
dibandingkan volume deposit yang dimiliki oleh Bank. Hal ini berarti
menunjukkan tingkat likuiditas semakin kecil dan sebaliknya, karena sumber
dananya (deposit) yang dimiliki telah habis digunakan untuk membiayai financing
portofolio kreditnya. Semakin tinggi rasio ini, semakin rendahnya kemampuan
likuiditas bank yang bersangkutan, sehingga kemungkinan suatu Bank dalam
kondisi bermasalah akan semakin besar. Kredit yang diberikan tidak termasuk
kredit kepada Bank lain sedangkan untuk dana pihak ketiga adalah giro, tabungan,
simpanan berjangka, sertifikat deposito.
Standar yang digunakan Bank Indonesia untuk rasio LDR adalah 80%
hingga 110%. Jika angka rasio LDR suatu bank berada pada angka dibawah 80%
(misalkan 60%), maka dapat disimpulkan bahwa Bank tersebut hanya dapat
menyalurkan sebesar 60% dari seluruh dana yang berhasil dihimpun. Karena
fungsi utama dari bank adalah sebagai intermediasi (perantara) antara pihak yang
kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana, maka dengan rasio LDR
60% berarti 40% dari seluruh dana yang dihimpun tidak tersalurkan kepada pihak
yang membutuhkan, sehingga dapat dikatakan bahwa Bank tersebut tidak
49
menjalankan fungsinya dengan baik. Kemudian jika rasio LDR Bank mencapai
lebih dari 110%, berarti total kredit yang diberikan Bank tersebut melebihi dana
yang dihimpun. Oleh karena dana yang dihimpun dari masyarakat sedikit, maka
bank dalam hal ini juga dapat dikatakan tidak menjalankan fungsinya sebagai
pihak intermediasi (perantara) dengan baik.
Hal yang sama dikemukakan Mitra & Schwaiger (2011:46) bahwa LDR
adalah metrik standar dan umum digunakan, biasanya dilaporkan setiap bulan.
LDR mengukur hubungan antara pinjaman dan simpanan nasabah. Tingkat LDR
di atas 100% merupakan tanda peringatan dini pertumbuhan aset yang berlebihan;
tentu saja tingkat di bawah 70% menyiratkan kelebihan likuiditas dan
menyiratkan potensi yang tidak memadai untuk mengembalikan dana. LDR
adalah ukuran yang baik dari kontribusi pendanaan pelanggan ke dana bank secara
keseluruhan, tetapi tidak bersifat prediktif dan tidak memperhitungkan tenor,
konsentrasi, dan volatilitas dana. Karena itu tidak cukup sebagai mengukur risiko
likuiditas sendiri dan harus digunakan bersama dengan langkah-langkah lain.
4. Fee-based income
Layanan jasa perbankan tidak terpaku pada layanan tradisional lending
dan funding. Industri perbankan saat ini menghadapi beberapa tantangan:
peningkatan persaingan, regulasi yang ketat, dan pelanggan yang semakin kritis,
memiliki informasi dan pemahaman terhadap harga yang lebih luas, dan memiliki
kecenderungan kognitif dan afektif dalam mengevaluasi layanan perbankan
berdasarkan pengalaman. Bank umumnya terus mengembangkan layanan jasa
untuk memperoleh sejumlah fee dari nasabah. Arif & Anes (2012) menjelaskan
50
bahwa Bank juga memfasilitasi pembayaran dan sistem penyelesaian dan
mendukung kelancaran transfer barang dan jasa.
Salah satu kegiatan perbankan selain menghimpun dan menyalurkan dana
adalah memberikan jasa-jasa bank lainnya. Seperti dikemukakan Hanak (1992)
bahwa perantara finansial diuntungkan dengan adanya ketidaksempurnaan di
pasar untuk pengalihan aset positif dan negatif agen ekonomi. Perantara finansial
yang berhasil menambah nilai ekonomi yaitu menyediakan layanan pengurangan
biaya kepada nasabah.
Lebih lanjut Hoffman et al (2012) mengemukakan bahwa aspek penting
agar nasabah mengadopsi layanan adalah nilai yang dirasakan. Karakteristik
inovasi yang dirasakan (yaitu keuntungan relatif) sangat menentukan niat untuk
mengadopsi model pemberian imbalan berbasis biaya. Di sisi lain karakteristik
konsumen yang diukur berdasarkan kualitas konsumen memiliki efek tidak
langsung melalui karakteristik inovasi yang dirasakan. Layanan finansial dan
layanan penasihat Bank tertentu memiliki beberapa yang unik karakteristik.
Kondisi tersebut memungkinkan Bank mengekplorasi peluang untuk menciptakan
nilai unik, membangun hubungan dengan nasabah dan mengoptimalkan
keuntungannya.
Dari perspektif individu nasabah struktur harga mempengaruhi bagaimana
pilihan dan evaluasi. Hal ini berpengaruh terhadap konsumsi nilai dan pada
akhirnya mempengaruhi kinerja perbankan. Koukova et al (2011) mengemukakan
pemisahan biaya pengiriman secara eksplisit dari harga produk adalah contoh dari
51
harga yang dipartisi di mana totalnya harga dibagi menjadi dua atau lebih
komponen wajib seperti harga dasar dan biaya tambahan.
Hardianto dan Wulandari (2016) mengemukakan fee based service tidak
di pengaruhi oleh risiko kredit. Bank yang memiliki eksposur risiko dari layanan
kredit rendah tidak selalu memiliki pendapatan yang lebih tinggi daripada bank
yang memiliki eksposur terhadap risiko kredit yang lebih tinggi. Inefisiensi
berkaitan dengan fee based service.
Lebih lanjut Chao et al (2016:1) menjelaskan beberapa bentuk fee based
service untuk meningkatkan income yaitu layanan berbasis biaya. Tujuannya
adalah mendukung dan memperlancar kedua kegiatan tersebut. Semakin lengkap
jasa Bank yang ditawarkan maka semakin baik, hal ini disebabkan jika nasabah
hendak melakukan suatu transaksi perbankan, cukup di satu Bank saja.
Perkembangan neraca rugi atau laba bank–bank menunjukan pendapatan
utama dari hasil operasional bank-bank itu cenderung tergantung pada pendapatan
hasil bunga kredit. Bank meningkatkan pendapatannya dari hasil pemberian jasa-
jasa perbankan yang dapat ditawarkan kepada nasabahnya atau yang lebih dikenal
dengan fee based income. “Tujuan dari pemberian jasa-jasa ini selain untuk
mengembangkan pangsa pasar bank juga untuk meningkatkan pendapatan bank
dalam bentuk komisi”. Fee Based Income menurut Kasmir (2004) adalah:
”Keuntungan yang didapat dari transaksi yang diberikan dalam jasa-jasa Bank
lainnya atau spread based (selisih antara bunga simpanan dengan bunga
pinjaman)”.
52
Dari beberapa pengertian diatas dapat digambarkan bahwa kegiatan
perbankan adalah selain menghimpun dana dan menyalurkan dana adalah
memberikan jasa-jasa lainnya. Tujuannya adalah mendukung dan memperlancar
kedua kegiatan tersebut. Semakin lengkap jasa Bank yang ditawarkan maka
semakin baik, hal ini disebabkan jika nasabah hendak melakukan suatu transaksi
perbankan, cukup berhenti disatu bank saja. Bentuk layanan fee based menurut
Chao et al (2016:2) antara lain kartu kredit, kartu tunai, trust, dan manajemen
kekayaan.
Berikut ini adalah jasa-jasa yang umumnya dilakukan oleh bank yang
dikemukakan oleh Kasmir (2008).
a. Menerima setoran-setoran seperti : Pembayaran pajak, telepon, air, listrik,
uang kuliah 2) Melayani pembayaran-pembayaran seperti :
Gaji/pensiun/honorarium, devien, Pembayaran kupon, bonus/hadiah 3)
Dalam pasar modal perbankan dapat memberikan atau menjadi Penjamin
emisi (underwriter), Penjamin (guarantor), Wali amanat (trustee), Perantara
perdagangan efek/pialang (broker), Pedagang efek (dealer), Perusahaan
pengelola dana (invesment company). Selain itu bank menerima jasa
transfer (kiriman uang). Bank memindahkan sejumlah dana tertentu sesuai
dengan perintah si pemberi amanat yang ditujukan untuk keuntungan
seseorang yang ditunjuk sebagai penerima transfer (beneficiery). 2) Inkaso
(collection)
Merupakan jasa bank untuk menagihkan warkat-warkat yang berasal dari
luar negeri.
53
b. Kliring (clearing)
Merupakan jasa penyelesaian hutang piutang antar Bank dengan cara
menyerahkan warkat-warkat yang akan dikliringkan di lembaga kliring.
c. Safe Deposit Box
Merupakan jasa-jasa bank yang diberikan kepada para nasabahnya. Jasa ini
dikenal juga dengan nama safe loket.
d. Bank Card
Suatu fasilitas atau jasa yang diberikan kepada nasabah dalam rangka
mempermudah dan memperlancar transaksi jual beli barang terutama yang
berkaitan dengan transaksi internasional.
e. Bank Garansi
Semua bentuk garansi yang tau jaminan yang diterima atau diberikan oleh
bank yang mengakibatkan pembayaran kepada pihak yang menerima
jaminan apabila pihak yang dijamin wanprestasi atau cidera janji.
f. Letter of Credit
g. Cek Wisata (travelers cheque)
Keuntungan meningkatkan aktivitas fee based income menurut Kasmir
(2004:120) adalah perolehan keuntungan dari jasa-jasa Bank ini walaupun relatif
kecil, namun mengandung suatu kepastian, hal ini disebabkan risiko terhadap
jasa-jasa Bank ini lebih kecil jika dibandingkan dengan kredit. Disamping faktor
risiko ragam penghasilan dari jasa ini pun cukup banyak, sehingga pihak
perbankan dapat lebih meningkatkan jasa-jasa banknya dan yang paling penting
justru jasa-jasa Bank ini sangat berperan besar dalam memperlancar transaksi
54
simpanan yang ada didunia perbankan. Dari gambaran beberapa keuntungan
diatas, kiranya cukup bahwa strategi peningkatan pendapatan dari fee based
income mutlak harus dilaksanakan terutama dalam kondisi persaingan industri
perbankan yang semakin ketat.
5. Efisiensi
Efisiensi menjadi salah satu kunci keberhasilan pengelolaan Bank.
Efisiensi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja sebuah
organisasi. Kemampuan menghasilkan output yang maksimal dengan input yang
ada, adalah merupakan ukuran kinerja yang diharapkan Doyran (2013)
mengemukakan manajemen biaya (efisiensi biaya operasi/inefisiensi) memiliki
pengaruh terhadap ROA. Hardianto & Wulandari (2016) mengemukakan bahwa
efisiensi adalah pengukuran kinerja yang menggambarkan kemampuan perbankan
untuk mengelola input untuk mendapatkan output. Dalam proses melakukan
pengukuran efisiensi, bank akan menghadapi kondisi bagaimana mendapatkan
hasil optimal dengan input yang ada. Ukuran dan variabel kontrol risiko secara
positif terkait dengan inefisiensi bank komersial.
Mengenai efisiensi Abid & Goaied (2016) menjelaskan bahwa efisiensi
berdasarkan konsep fungsi dari profit. Azad et al (2016) mengemukakan tentang
konsep efisiensi yaitu ukuran kinerja relatif untuk unit pengambilan keputusan.
Kedua pendapat tersebut menggambarkan perspektif yang berbeda. Abid &
Goaied (2016) menilai efisiensi dari sisi biaya dan bagaimana dampaknya pada
profit. Sedangkan Azad et al (2016) mengemukakan bahwa masing-masing kantor
cabang memiliki karakteristik berbeda termasuk bagaimana teknologi yang
55
digunakan. Kedua pendapat tersebut memberikan gambaran bahwa efisiensi
cukup kompleks. Kedua pandangan tersebut ada kekurangan dan kelebihan. Wu
et al (2006) mengemukakan konsep efisiensi berdasarkan rasio finansial. Efisiensi
adalah ukuran komprehensif dari berbagai aspek kinerja menggunakan banyak
variabel finansial.
Sebelumnya Duncan dan Elliott (2004), menjelaskan konsep efisiensi
adalah hubungan antara output yang dihasilkan dalam suatu organisasi dengan
input yang digunakan untuk menghasilkan output tersebut. Pendapat tersebut
diperkuat oleh Hamid et al (2017). Sebelumnya Wang et al., 2002)
mengemukakan bahwa produktivitas melibatkan rasio output ke input sedangkan
efisiensi harus dilakukan dengan produktivitas relatif dari waktu ke waktu. Pada
dasarnya, konsep efisiensi mengukur sejauh mana suatu perusahaan telah mampu
mengubah inputnya menjadi output sesuai dengan tujuan progresif dari
perusahaan (Sufian et al., 2013).
Indikator Efisiensi adalah rasio BOPO. Rasio BOPO sebagai pengukur
efisiensi operasi menggambarkan kemampuan pendapatan operasional bank dalam
menutup biaya operasionalnya. Menurut Hadad, (2003) melakukan pengukuran
efisiensi perbankan Indonesia dengan pendekatan SFA dan DFA. Kesimpulan
yang diambil dari penelitian ini bahwa skor efisiensi DFA lebih beragam
dibandingkan dengan skor efisiensi SFA, jika digunakan data bulanan dan data
tahunan untuk menggabungkan seluruh bank. Namun bank-bank yang paling
efisien yang dihasilkan dengan menggunakan kedua pendekatan ini adalah sama.
56
Sehingga perhitungan dengan menggunakan DFA dan SFA jika menggunakan
observasi seluruh bank menghasilkan nilai-nilai yang konsisten.
Mengenai ukuran efisiensi dengan menggunakan dimensi non parametric
dalam meta-frontier; Oh and Lee (2010) menjelaskan bagaimana (1) fungsi jarak
dalam periode waktu yang sama, (2) fungsi jarak antar waktu dan (3) fungsi jarak
secara global. Pengukuran tersebut dapat digunakan untuk menilai bagaimana
efisiensi layanan jasa berdasarkan teknologi dan lingkungan yang dihadapi oleh
unit bisnis. Wong dan Feng (2016) menjelaskan bagaimana pengukuran efisiensi
yaitu dengan cara menghitung input dan output. Efisiensi input adalah kombinasi
input optimal untuk mencapai suatu ditentukan tingkat output tertentu sedangkan
efisiensi berorientasi output adalah output optimal yang bisa diproduksi dari
tingkat input tertentu. Duncan dan Elliott (2004) menyatakan perbandingan
ukuran yang mencerminkan perbedaan dari hasil maksimum yang dapat dicapai
untuk suatu tingkat input tertentu. Evaluasi efisiensi dalam industri perbankan
didasarkan pada sejumlah pendekatan.
Angka terbaik untuk rasio BOPO adalah dibawah 90%, karena jika rasio
BOPO melebihi 90% hingga mendekati angka 100%, maka berarti bank tersebut
dapat dikategorikan tidak efisien dalam menjalankan operasinya. Secara
konseptual, bank-bank yang bekerja secara efisien akan dapat menghasilkan laba
yang tinggi, karena dengan efisiensi biaya operasi tersebut akan memaksimalkan
pendapatan Bank. Risiko kredit merupakan risiko yang dihadapi bank terhadap
besarnya kredit yang disalurkan kepada nasabah, semakin besar jumlah kredit
yang disalurkan akan semakin besar risiko kredit. Pada penelitian ini pendekatan
57
untuk mengukur efisiensi dilihat dari rasio finansial atau pendekatan tradisional,
yaitu mengukur biaya operasi dengan pendapatan operasi.
2.1.2. Faktor non finansial
2.1.2.1. Konsep Non Finansial
Pengukuran kinerja non finansial memberikan makna mewujudkan
srategi perusahaan dan visi pada sebuah alat yang memotivasi kinerja dan
intensitas komunikasi (Moers Frank, 2000). Selain hal tersebut Cumby dan
Conrod (2001) juga berpendapat bahwa faktor kunci kesuksesan perusahaan yaitu
melalui kinerja non finasial yang menghasilkan finasial yang superior. Menurut
Ittner dan Lacker (2000) terdapat beberapa keuntungan dari pengukuran kinerja
non Finasial yaitu terdapat hubungan yang dekat dengan strategi organisasi jangka
panjang, terdapat hubungan pada inovasi, manajemen capability, hubungan
karyawan, pengukuran kinerja non financial merupakan indikator yang baik pada
kinerja keuangan yang akan dating. Kaplan (1996) mengatakan bahwa
pengukuran kinerja finasial dalam perusahaan akan mendorong perusahaan terlalu
berpegang pasda pencapaian dan pertahanan keuntungan financial jangka pendek,
hal ini menyebabkan perusahaan lebih banyak menanamkan investasi jangka
pendek dan kurang memperhatikan investasi yang biasa menciptakan value jangka
panjang seperti itangible dan intellectual aset yang bias menghasilkan
pertumbuhan pada masa yang akan dating. Konsep non finansial merupakan
sumber daya internal yang melekat untuk mendukung aktivitas bisnis perbankan.
58
Sebagaimana halnya Human capital Shih et al (2010) sangat mendukung
tercapainya aktivitas Bisnis.
Konstruk : Faktor non Finansial merupakan sumber daya yang terdiri
dari sumber daya insani maupun sumber daya lainnya yang menghasilkan
keuntungan untuk menciptakan kinerja yang baik.
2.1.2.2. Pengukuran Non Finansial
Pengukuran non finansial didasarkan pada konsep yang dikemukakan
sebagai berikut:
Tabel 2. 2 Dimensi Nonfinansial
No Author Dimensi Indikator
1 Shih et al (2010 human capital 1. Cognitivists
2. Connectivists
2 Agarwal et al
(2018)
human capital Daya inovasi
3 Becker, 1975 human capital Superior kinerja
4 Price, 1977 human capital Superior kinerja
5 Schultz, 1961 human capital Pendidikan
6 Kumar et al.,
2015
human capital Bakat
7 Gardner, 2002 Human capital Sumber daya fisik
8 Debrah dan
Ofori, 2006
Human capital Terampil
9 Barney, 1991 Human capital Keahlian unik
10 Khan (2014) Human capital 1. Investasi kemampuan,
2. Perilaku,
3. Usaha,
4. Waktu untuk menghasilkan kinerja,
11 Cappelli, 2008 Human capital Keterampilan
12 Seerharamann
et al (2002)
Human capital 1. Biaya
2. Valuasi pasar
3. Nilai ekonomi (arus kas)
4. Market value
13 Rodov (2002) Human capital 1. Competence
2. Reputation
3. Experience
4. Innovation
5. Skill
59
No Author Dimensi Indikator
14 Johanson
(1996)
Human capital 1. Kedekatan individu (hubungan)
dengan pelanggan
2. Penerapan kreativitas untuk
Kebutuhan pelanggan yang spesifik
15 Vaškelienė,
(2007).
Human capital Modal intelektual terindeks tunggal
16 Ramanauskait
ud ionienė,
K (2013)
Human capital Pengembaliannya terhadap asset
17 Uzzi (1997) Network Jaringan dari perspektif social
18 Surin et al
(2017)
Network Automated Teller Machine (ATM),
jaringan komunikasi dengan
pelanggan,
19 Veludo et al
(2014)
Network Jaringan dalam konsep kemitraan
20 Eisenhardt dan
Martin (2000)
Network Konfigurasi sumber daya dan kapasitas
perusahaan
21 Mort &
Weerawardena
(2006)
Network 1. Konfigurasi sumber daya
2. Kapasitas perusahaan untuk
mendapatkan, dan kombinasi
sumber daya
22 Jensen (2003) Network Mekanisme asuransi bagi lembaga
finansial.
23 Ritter et al
(2002)
network Kompetensi
24 Farina (2010 Network Tindakan strategis
25 Allen & Babus
(2008)
Network Eksposur mutual antar Bank yang
diperoleh di pasar antar Bank, berbagi
deposan yang sama
26 Humphrey
(2014)
Network Merespon tantangan tata kelola
berubah akibat kebutuhan pasar,
pergeseran titik kompetisi antar
perusahaan, peran kodifikasi dalam
menyederhanakan tata kelola dan
kontrol aktivitas rantai nilai.
27 Grundle (2018) Network Risiko sistemik, platform, transaksi
perbankan, kenyamanan
28 Chao et al
(2016
Network efisiensi dan profitabilitas.
29 Hirtle (2007) Network Memperluas pasar dan sumber daya
30 Soda & Zaheer
(2012)
Network Formal dan informal dari struktur
organisasi, proses, dan alur kerja,
31 Jensen (2003), Network
32 Olsen & Dimensi jaringan social yang penting
60
No Author Dimensi Indikator
hakansson
(2017)
bagi perusahaan muntuk mendapatkan
sumber daya dari hubungan individual
dan posisi agregatnya dalam jaringan.
33 Andersen ,
2018,
sisi artitektur
organisasi
Berupa pembukaan kantor cabang,
sisi teknologi
komunikasi
ATM
34 . Ayo et al
(2016)
digital service Segi profitabilitas, prestise social
35 Bons et al
(2012)
network Internet dan teknologi seluler
36 Alt dan
Puschmann,
2012
network Bernavigasi dan mengelola layanan,
perancangan saluran khusus
37 Mahdi &
Dawsoon
(2007)
network Teknologi baru sistem perbankan
38 Hwang et al
(2001)
network Terintegrasinya layanan administratif,
informsi termasuk transaksi
39 Durugbo
(2013),
network Penggunaan teknologi komunikasi
dalam perlausan jaringan layanan
bisnis.
40 Benaroch &
kaufman
(2000)
network Cabang dan teknologi komunikasi,
ATM
41 Surin et al
(2017)
network Interaksi yang sering (ikatan yang
kuat)
42 Moeler (2008 network Kerjasama antar organisasi
43 Dimensi
(konstruk ) Non
finansial
1. Human
capital
1. Competence
2. Reputation
3. Experience
4. Innovation
5. Skill
2. Network Jumlah Cabang,
3. digital
service
Jumlah ATM,CDM,CRM,EDC
4. Digital
banking
Internet banking
Peningkatan tuntutan terhadap kinerja organisasi mendorong perbaikan pada
praktik pengelolaan SDM termasuk perbaikan pada konsep pengembangan SDM.
Manusia sebagai modal utama yang menggerakan roda organisasi. Asumsi teori
human capital bersumber pada ekonomi neo-klasik bahwa terdapat hubungan
61
antara modal manusia dengan economic return. Shih et al (2010:74)
mengungkapkan bahwa Cognitivists dan connectivists dianggap sebagai pencipta
pengetahuan utama di industri perbankan. Modal manusia berpengaruh signifikan
terhadap modal struktural dan modal pelanggan. Modal SDM adalah modal
manusia mengacu pada kemampuan, keterampilan, dan kecerdasan karyawan Shih
et al (2010:78) . Hubungan modal mengacu pada hubungan antara semua pihak
terkait dan pemangku kepentingan. Modal organisasi mencakup alur kerja, sistem,
struktur, merek dagang, intelektual properti, dan aset tidak berwujud lainnya yang
dimiliki oleh perusahaan, tetapi tidak dapat ditampilkan neraca. Modal manusia
dan modal struktur tidak dapat dipisahkan dari upaya mewujudkan tujuan
organisasi termasuk perbankan.
Agarwal et al (2018:3) mengemukakan bahwa modal manusia berkaitan
dengan inovasi. Dijelaskan bahwa sumber daya manusia dan praktik kerja telah
melalui perjalanan evolusi yang panjang dari personel manajemen yang bersifat
transaksional terhadap peran strategis yang lebih proaktif yang akhirnya
memimpin untuk inovasi kontemporer dalam praktik sumber daya manusia. Hal
ini menunjukkan kedudukan strategis SDM. Dalam spektrum yang lebih luas
merujuk pada konstelasi perkembangan kontemporer pada manusia sumber daya
dan praktik kerja. Modal manusia mencakup praktik kinerja tinggi, tempat kerja
inovasi, praktik kerja komitmen tinggi, praktik keterlibatan tinggi, tempat praktik
kerja yang fleksibel, dan perubahan tempat kerja; partisipasi karyawan,
keterlibatan karyawan, manajemen atau pemberdayaan partisipatif.
62
Praktik-praktik HR adalah sinergi baru dari praktik SDM yang ada. Strategi
keterlibatan SDM yang tinggi yang tidak hanya meningkatkan nilai sumber daya
manusia tetapi juga menghasilkan peningkatan penampilan organisasi. Akumulasi
modal manusia yang tinggi sebagai bahan penting dalam memberikan kinerja
perusahaan yang unggul, sementara penyusutan modal manusia dapat
membalikkan superior kinerja atau mengarah ke kinerja sub-optimal (Becker,
1975; Price, 1977). Secara garis besar, ini menangkap akumulasi modal manusia
dan kerugian modal manusia terkait dengan kegagalan bisnis. Modal manusia
mengacu pada pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan kemampuan individu
(Schultz, 1961).
Teori modal manusia (Becker, 1975) adalah kunci teoritis fondasi dalam
akuisisi bakat dan penyusutan modal manusia. Dalam menghadapi penurunan
kinerja, perekrutan tepat waktu dari bakat top ke dalam organisasi tidak diragukan
lagi membantu dalam mengubah nasib organisasi dan sangat membantu dalam
memulihkan daya saing bisnis (Kumar et al., 2015). Selain itu, sumber daya
manusia telah diakui sebagai sumber daya fisik pengganti sebagai strategi
kompetitif untuk abad dua puluh satu (Gardner, 2002). Ini dianggap perlu bagi
perusahaan yang bersaing dalam industri lokal dan global untuk memiliki individu
yang sangat terampil sebagai basis strategi (Debrah dan Ofori, 2006).
Keputusan kualitas dan kemampuan untuk mengurangi kesalahan dalam
rencana strategis maupun implementasi strategis ditopang oleh sumber daya
manusia yang berkualitas. Untuk mengembalikan keseimbangan, perusahaan
63
perlu membangun atau memperoleh keahlian yang unik dan sumber daya manusia
(Barney, 1991).
Dalam perspektif Human capital yang muncul dari ekonomi neo-klasik
menjelaskan ketersediaan SDM yang sesuai dengan tuntutan perubahan dan
tantangan persaingan. Pandangan teori The Human capital , Human capital
terkait dengan masalah-masalah ekonomi serta peningkatan kesejahteraan dalam
suatu negara. Peningkatan jumlah modal manusia terutama pada penguasaan
teknologi dan informasi akan mendorong perkembangan dan peningkatan
produktivitas negara. Menurut Khan (2014) bahwa: “All the countries emphasize
on a more human capital development by devoting necessary efforts and time to
accelerate the economic growth. Thus to enter theinternational arena one of the
fundamental solutions is human capital development”. Lebih lanjut ditegaskan
bahwa:
Newer conceptions of ‘total human capital ’ view the value as an
investment”. The combination of ability, behavior, effort, and time investment
produces performance, the result of personal investment. Thomas O.
Davenport gave the equation for this as: THC = A & B x E x T, where a
multiplicative relationship enhances the outcome. In this equation THC
(stands for Total Human capital ) = A for ability, B for behavior, E for effort
and T for (time)
Optimalisasi ketersediaan SDM di perbankan untuk mengisi organisasi
strategis maupun tingkat operasional disesuaikan dengan keahlian maupun
kompetensi yang dimiliki SDM. Kompetensi harus terus dilakukan review agar
dapat dilakukan peningkatan kompetensi berikutnya yang lebih optimal.
Keterampilan dan keahlian organisasi bersumber pada mobilitas antar-
organisasi karyawan. Mengingat pertumbuhan persaingan global organisasi
64
berada di bawah tekanan yang meningkat untuk memberikan insentif untuk
mempertahankan dan menarik individu yang sangat terampil (Cappelli, 2008).
Berdasarkan pendapat tersebut maka konstruk non finansial adalah
akumulasi sumber daya untuk mendukung strategi perusahaan guna meningkatkan
kinerja bisnis.
1. Jaringan /Kantor Cabang
Jaringan dalam dunia bisnis memiliki peran penting. Jaringan berkaitan
dengan kinerja perusahaan. Uzzi (1997) bahwa gagasan posisi jaringan
memengaruhi perilaku dan kinerja kompetitif perusahaan, baik dalam literatur
jaringan maupun literatur manajemen strategis. Surin et al (2017) yang
menjelaskan hubungan antara jaringan dengan performance. Veludo et al (2014)
mengemukakan jaringan dalam konsep kemitraan. Interaksi sosial individu
mempengaruhi bagaimana struktur jaringan dalam organisasi.
Baik Eisenhardt dan Martin (2000) maupun Mort & Weerawardena
(2006) mendefinisikan kemampuan jaringan dinamis sebagai kapasitas
perusahaan untuk mengembangkan suatu serangkaian rutinitas yang ditentukan
dalam jaringannya, menghasilkan konfigurasi sumber daya dan kapasitas
perusahaan untuk mengintegrasikan, mengkonfigurasi ulang, mendapatkan, dan
kombinasi sumber daya. Jensen (2003) mengemukakan jaringan berperan untuk
membuka akses pasar baru. Said (2016) mengemukakan jaringan sebagai fungsi
dari jaminan. Jaringan dibentuk secara endogen dan berfungsi sebagai mekanisme
asuransi bagi lembaga finansial. Dijelaskan bahwa jaringan adalah sekumpulan
65
item yang dikenal sebagai node (simpul) dan ujung-ujungnya terhubung simpul
satu sama lain.
Bahkan Ritter et al (2002) jaringan merupakan dimensi dari kompetensi.
Untuk perusahaan manufaktur Jaringan dengan pemasok, supplier, distributor
merupakan aset penting yang mendukung kinerja organisasi. Membangun jaringan
berbasisi pelanggan sebagai aspek penting bagi perusahaan jasa. Artinya jaringan
menjadi bagian penting dalam struktur organisasi. Farina (2010:20) menambahkan
bahwa jaringan sebagai sumber-sumber daya eksternal di mana perusahaan dapat
menarik tindakan strategis mereka dan meningkatkan kinerja.
Konsep awal jaringan itu sendiri menurut Allen & Babus (2008:2) adalah
kumpulan node (sebuah titik di mana garis atau jalur memotong atau cabang; titik
pusat atau penghubung.) dan tautan di antara node. Gagasan node cukup umum,
individu, negara, atau bahkan koleksi entitas tersebut. Dalam konteks Sistem
finansial, node dari jaringan mewakili lembaga finansial, sedangkan tautan
diciptakan melalui eksposur mutual antar bank yang diperoleh di pasar antar bank,
dengan memegang eksposur portofolio yang sama atau dengan berbagi deposan
yang sama. Lebih lanjut dengan adanya pemahaman tentang jaringan, kerangka
kerja konseptual dalam dimana berbagai pola koneksi dapat digambarkan dan
dianalisis secara bermakna dapat dilakukan.
Mengenai jaringan bisnis di era global. Andersen (2018:56) menyatakan
bahwa interaksi sebagai reaksi dalam jaringan. Interaksi, strategi dalam jaringan
bisnis merupakan proses yang diperoleh dari pembelajaran sehari-hari. Interaksi
dikombinasikan dengan spekulasi dan gambar dari jaringan itulah yang dimaksud
66
dengan jaringan bisnis. Interaksi mempengaruhi kemampuan perusahaan
mengakses sumber-sumber daya termasuk pelanggan dan meningkatkan kuasa
atas sumber daya, kepentingan, atas sumber-sumber daya tersebut. Sumber daya
antara lain teknologi, target pasar, akses SDM. Namun, konsep wawasan jaringan
tidak menangkap keseluruhan gambar dari situasi bisnis yang ada (Andersen
(2018:61).
Humphrey (2014) mengemukakan konsep jaringan dalam perspektif
rantai nilai di era global (Global value chain), tata kelola jaringan berfokus pada
bagaimana merespon tantangan tata kelola berubah akibat kebutuhan pasar,
pergeseran titik kompetisi antar perusahaan, peran kodifikasi dalam
menyederhanakan tata kelola dan kontrol aktivitas rantai nilai.
Dalam skala mikro pentingnya jaringan untuk mengoptimalkan fungsi-
fungsi dalam organsiasi dapat dilihat dari penggunaan sistem informasi. Jaringan
intranet memungkinkan antar fungsi dalam organsiasi bekerja lebih efektif dan
cepat mengambil keputusan hal ini dikemukakan oleh Duncan (1978). Sistem
jaringan yang dimiliki oleh perusahaan memungkinkan perusahaan beroperasi
dalam skala ekonomi. Supplier, operasi maupun distribusi produk lebih terkendali
dengan adanya dukungan system jaringan yang memadai.
Duncan (1978) mengemukakan bahwa bank yang lebih baik, lebih
tangguh memiliki jaringan atau sistem perbankan dengan standar yang bersifat
linier dan tidak linier. Jensen (2003) mengemukakan perusahaan sering
berpartisipasi di beberapa jaringan pada saat yang bersamaan dan memasuki pasar
yang didominasi oleh jaringan lain selain pasar yang mereka masuki. Mengenai
67
jaringan bisnis Moeler (2008:27) mengemukakan bahwa jaringan bisnis adalah
kerjasama antar-organisasi berbasis sukarela antara di setidaknya tiga perusahaan,
yang otonomi kewirausahaannya sebagian dibatasi oleh kerja sama. Kerjasama itu
sendiri didasarkan pada prinsip rasionalitas, prinsip altruisme, prinsip manfaat
kolektif, prinsip konsistensi identitas, dan prinsip persaingan seperti dinyatakan
Yanhan (2012: 58)
Chao et al (2016:1) pertimbangan perluasan jaringan dilihat dari efisiensi
dan profitabilitas. Durugbo (2013:466) bahwa kemampuan untuk menawarkan
saluran komunikasi yang saling melengkapi dan mengoordinasikan informasi
bisnis atau teknologi sangat penting untuk kemajuan, peningkatan efektivitas dan
efisiensi bisnis secara keseluruhan ditegaskan “networking technologies support
rapid access to and sharing of information.” Grundle (2018) mengemukakan
perspektif jaringan dilihat dari risiko yang dihadapi. Berbagai risiko sistemik
digunakan untuk menilai langkah-langkah perluasan jaringan. Inti dari jaringan
tersebut adalah menyatukan berbagai platform dari jaringan konvensional hingga
transaksi perbankan yang menambah kenyamanan bagi nasabah.
Berkaitan degan indikator jaringan yang dikonsepsikan oleh Soda &
Zaheer (2012) dalam dimensi formal dan informal. Komponen formal jaringan
dalam arsitektur organisasi menggambarkan terdiri dari struktur organisasi,
proses, dan alur kerja, yang memungkinkan untuk mengakses, bertukar, atau
mentransmisikan sumber daya seperti persetujuan, arahan, terkait tugas informasi
dan komunikasi.
68
a. Jumlah Kantor Cabang
Sebelumnya Hirtle (2007) mengemukakan tentang perluasan jaringan
kantor cabang untuk meningkatkan performance sebagai indikator jaringan.
b. Digital service
Disampaikan bahwa munculnya perbankan internet, proliferasi mesin
teller otomatis (ATM), dan meningkatnya dorongan pasca merger untuk efisiensi
menantang metode tradisional dalam memberikan layanan perbankan. Kantor-
kantor cabang-cabang ini semakin terkonsentrasi dalam jaringan cabang besar dari
sejumlah lembaga terbatas. Pada dasarnya perluasan jaringan. Di sisi perbankan
elektronik, Bank terus melakukan adopsi terhadap inovasi-inovasi terkini dalam
mengembangkan electronic delivery channels. Electronic delivery channels
tersebut meliputi Automated Teller Machine (ATM), mesin Electronic Data
Capture (EDC). Hal yang sama ditekankan oleh Durugbo (2016) tentang
penggunaan teknologi komunikasi dalam perluasan jaringan layanan bisnis.
Mengenai indikasi network berdasarkan pengelompokan formal dan
tidak formal, Surin et al (2017) mengemukakan bahwa pihak-pihak informal
termasuk jaringan dengan anggota keluarga, kerabat, teman dan bisnis kontak
yang ditandai dengan interaksi yang sering (ikatan yang kuat). Jaringan formal
ditandai dengan interaksi dengan pihak-pihak lain seperti badan pemerintah, bank
lain yang didasarkan pada kontrak bisnis.
Di era teknologi dan informasi perluasan jaringan yang lebih cepat dan
menjangkau pelanggan adalah perluasan seperti dikemukakan oleh Hirtle (2007)
antara lain proliferasi mesin teller otomatis (ATM), perbankan Internet.
69
Meningkatnya kualitas dari sistem keamanan data baik nasabah maupun data yang
terintegrasi dengan sistem perbankan memungkinkan perluasan jaringan berbasisi
internet utnuk menjangkau pelanggan. Di sisi lain perluasan dengan kantor cabang
diperlukan untuk meningkatkan performance (Hirtle (2007). Perbankan dapat
mengoptimalkan jaringan kantor cabang dan menggunakan teknologi untuk
perluasan jaringan. Benaroch & kaufman (2000) mengemukakan jaringan
perbankan berbasis teknologi. Indikator jaringan dalam penelitian ini didasarkan
pada konsep yang dikemukakan oleh Hirtle (2007), Soda & Zaheer (2012): yaitu
dari sisi arsitektur organisasi berupa pembukaan kantor cabang, dan dari sisi
teknologi komunikasi berupa ATM (Andersen, 2018, Durugbo (2013), Benaroch
& kaufman (2000).
Di era teknologi dan komunikasi infrastruktur berkaitan dengan jaringan.
Pendanaannya dan peluncuran infrastruktur baru, khususnya jaringan broadband
komunikasi dengan jangkauan nasional menjadi isu strategis dalam layanan
perbankan. Pada umumnya di negara berkembang jaminan pemeliharaan
infrastruktur belum sesuai dengan harapan termasuk untuk industri perbankan.
Singkatnya, baik proses pembangunan infrastruktur baru maupun perawatan
melibatkan: perubahan lingkungan, pendanaan, kepemilikan dan manajemen
infrastruktur dalam skala ekonomi besar; mode akses yang berubah; dan tata
kelola infrastruktur serta pengaturan regulasi.
Dewasa ini infrastruktur di industri perbankan berkaitan dengan dukung
teknologi informasi dan komunikasi untuk menjangkau layanan yang lebih luas
dan cepat. Hwang et al (2001) menegaskan bisnis terus menerus memerlukan
70
lingkungan basis data dengan fleksibilitas tinggi, kemampuan beradaptasi yang
lebih baik, dan dukungan yang baik untuk membuat keputusan. Perkembangan
teknologi komunikasi menyediakan mendukung terintegrasinya layanan
administratif, informsi termasuk transaksi. Layanan yang aman, pengaturan
kliring, kliring pemakaian, layanan direktori aman, dan transaksi lain yang terkait
dengan jaringan elektronik yang luas seperti internet atau intranet internal
organisasi dapat diwujudkan dengan adanya dukungan infrastruktur. Layanan
dapat diwujudkan dengan biaya murah (cost leadership) dengan akses semakin
luas sebagai tanggapan terhadap bisnis yang kompetitif. Mahdi & Dawsoon
(2007) menyampaikan infrastruktur berupa teknologi baru adalah fitur penting
dari sistem perbankan internasional.
Secara spesifik Weill et al (2002:3) mendefinisikan infrastruktur yang
berkaitan dengan TI sebagai fondasi dasar dari kemampuan baik teknis dan
manusia yang disebarkan ke seluruh bisnis dalam bentuk layanan yang dapat
diandalkan dan terkoordinasi secara terpusat. Infrastruktur menghubungkan
kemampuan perusahaan dengan mitra bisnis, infrastruktur eksternal seperti
sebagai sistem pembayaran bank yang lebih cepat dengan biaya lebih murah.
Chanopas et al (2006) mengemukakan bahwa infrastruktur sebagai satu set
sumber daya TI bersama yang merupakan dasar untuk komunikasi di seluruh
organisasi dan penerapan aplikasi bisnis saat ini atau masa depan.
Indikasi layanan digital menurut (Alt dan Puschmann, 2012) adalah 1)
membantu pelanggan dalam bernavigasi dan mengelola layanan perbankan
mereka, menyediakan akses di beberapa saluran dan penyedia layanan jasa
71
perbankan, perancangan saluran khusus yang didasarkan pada teknologi seluler
dan sosial. CFMI masa depan tidak hanya mereplikasi saluran perbankan yang ada
(misalnya perbankan online) di saluran lain, tetapi mempertimbangkan bahwa
teknologi seluler dan sosial juga akan membentuk dan menciptakan yang baru
produk perbankan (misalnya pinjaman sosial, crowd sourcing, pembayaran
mobile, dll.). 2) Layanan penyelesaian untuk pemenuhan transaksi. Termasuk
penanganan proses eksekusi pesanan dan keseluruhan proses, keamanan transaksi
dan administrasi data pengguna. 3) Kepatuhan terhadap aturan untuk
mengembangkan dan merilis layanan, pengawasan pasar) dan hukum (peraturan
kepatuhan, kontrak).
Bons et al (2012) mengemukakan bahwa internet dan teknologi seluler
memungkinkan transformasi ini memiliki implikasi penting bagi operasi internal
Bank, rantai nilai seluruh industri finansial dan interaksi bank dengan pelanggan.
Aksesibilitas, keamanan dan kemudahan penggunaan menjadi kunci keberhasilan
adopsi sistem layanan berbasis internet. Ayo et al (2016) mengemukan konsep
tentang digital service dari sisi pelanggan yaitu keuntungan relatif biasanya diukur
dari segi profitabilitas, prestise sosial.
Dandapani et al (2008) mengemukakan bahwa internet banking tidak
memiliki dampak signifikan terhadap kinerja kredit. Credit unions dengan akun
web memiliki profitabilitas rata-rata yang sama dengan credit unions yang tidak
menyediakan fasilitas akses internet ke pelanggan mereka. Mbama dan Ezepue
(2018) mengemukakan bahwa keberhasilan kehadiran layanan digital
diindikasikan dengan kualitas layanan, kualitas fungsional, nilai yang dirasakan,
72
keterlibatan pelanggan-pelanggan, kegunaan yang dirasakan dan risiko yang
dirasakan. Ada hubungan yang signifikan antara pengalaman pelanggan, kepuasan
dan kesetiaan, yang terkait dengan kinerja finansial. Ditegaskan bahwa digital
service memungkinkan Bank untuk mengembangkan layanan bagi pelanggan,
memotong biaya yang terkait dengan pengiriman pernyataan melalui pos dan
transaksi tatap muka dengan pelanggan di kantor cabang. Jumlah layanan digital
yang tersedia yaitu Internet banking, mobile banking, SMS Banking, Q-Rcode.
2. Human capital
Salah satu dimensi dalam mendukung sistem operasi perusahaan adalah
jumlah SDM memadai. Praktik-praktik manajemen di organisasi memerlukan
dukungan SDM yang memadai. Upaya untuk menyederhanakan kegiatan dan
pekerjaan (yang telah disusun dalam proses perencanaan) memerlukan dukungan
SDM yang memadai baik jumlah maupun kemampuan. Hakikat dan kemampuan
manusia terbatas. Oleh karena itu diperlukan dukungan SDM yang menjadikan
pekerjaan dapat disederhanakan pengerjaannya. Proses interaksi antara manusia
dan lingkungannya dalam organisasi memungkinkan satu sama lain belajar, saling
membantu dan mendukung aktivitas.
Pekerjaan mungkin bersifat kompleks, berkembang seiring dengan
tantangan persaingan dan perubahan lingkungan, pekerjaan menjadi lebih
sederhana dan spesifik dimana setiap orang akan ditempatkan dan ditugaskan
untuk setiap kegiatan yang sederhana dan spesifik tersebut. Proses
pengelompokkan dan penamaan bagian atau kelompok pekerjaan berdasarkan
kriteria tertentu disesuaikan dengan jumlah SDM yang tersedia.
73
Kesesuaian antara pekerjaan dengan jumlah SDM memungkinkan sistem
bekerja secara efektif. SDM yang ada menjadikan proses penentuan relasi antar
bagian dalam organisasi, baik secara vertikal maupun secara horisontal diperlukan
untuk mendukung sistem operasi bekerja lebih efektif. Organisasi yang efektif
dipandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional dapat mengintegrasikan
individu-individu agar pekerjaan dapat diimplementasikan.
Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah model telah dihasilkan yang
berhubungan dengan beragam aspek mengungkapkan secara finansial kontribusi
karyawan kepada organisasi. Seerharamann et al (2002) menjelaskan bahwa
terdapat empat pemikiran untuk penilaian yang berkaitan dengan human capital .
Pertama diukur berdasarkan biaya. Penilaian ini sangat objektif, tetapi tidak
mencerminkan nilai sebenarnya. Kedua berdasarkan evaluasi pasar saat ini,
namun kurang memberikan nilai buku untuk aset berwujud. Ketiga nilai ekonomi
(arus kas). Penilaian sangat subjektif dan berisiko tergantung pada estimasi dan
asumsi tentang masa depan. Keempat didasarkan pada ‘market value’ dan
pendekatannya adalah untuk “menandai pasar”. Pendekatan ini diharapkan dapat
mengatasi ketidakpastian, penilaian kepekaan dan dinamika perubahan
lingkungan bisnis.
Rodov (2002) lebih spesifik mengemukakan bagaimana pengukuran
intaggible asset dengan menggunakan rasio finansial. Ini berarti bahwa setidaknya
perusahaan harus memiliki alternatif (pelengkap) untuk mengukur dan mengelola
asset intangible. Kuantifikasi yang terperinci namun sederhana dari modal
intelektual yang terkait dengan nilai pasar perusahaan bertujuan mengatasi
74
kelemahan dan berkontribusi menciptakan neraca lengkap untuk menggambarkan
aset berwujud maupun tidak berwujud perusahaan. Pengukuran intaggible asset
dengan menggunakan rasio finansial memberikan gambaran hubungan langsung
antara pelanggan perusahaan, proses dan modal untuk inovasi dan modal
finansialnya (mencerminkan terminologi yang seimbang). Rodov (2002)
menjelaskan bahwa kedudukan manusia dalam struktur modal.
Gambar 2. 2 Kedudukan Modal manusia dalam Struktur modal (Sumber:
Rodov et al (2002)
Nilai dari keseluruhan modal tersebut menggambarkan nilai pasar
perusahaan. Sebagai contoh jika nilai pasar perusahaan 1 milyar maka nilai modal
manusia pada dimensi kompetensi adalah 0,04x 1 Milyar= 40 juta. ‘Nilai dasar
pasar’ yang baru dibuat dengan menambahkan nilai IC ini ke nilai buku
75
perusahaan. Nilai pasar perusahaan berfluktuasi sebagai tanggapan atas sentimen
investor. Dengan kata lain, pergerakan valuasi pasar perusahaan sehari-hari
'”membuktikan” nilai IC-nya, terlepas dari apa potensi ‘nyata’ nya.
Sebelumnya Johanson (1996) mengemukakan konsep pengukuran sumber
daya manusia dari sisi akuntansi. Pengukuran yang memadukan modal manusia
dan pelanggan yang terdiri dari kedekatan individu (hubungan) dengan pelanggan
dan penerapan kreativitas mereka untuk kebutuhan pelanggan yang spesifik.
Amoah (2018) mengemukakan bahwa aliran modal manusia dapat dipahami
dengan cara mengeksplorasi interaksi antara arus masuk dan outflows, dan faktor-
faktor yang mempengaruhi arus.
Penilaian dapat menggunakan dasar akuntansi finansial tradisional
perusahaan atau menggunakan indikator pasar. Bahkan beberapa metode nilai
modal intelektual terindeks tunggal yang sistematis digunakan, sementara yang
lain mempertimbangkan beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas
perusahaan, seperti dikemukakan Vaškelienė, (2007).
Mengenai modal manusia Ramanauskait dan ud ionienė (2013)
mengemukakan modal manusia dilihat dari perspektif pengembaliannya terhadap
aset. Konsep modal manusia berdasarkan konsep pengembaliannnya pada aset
adalah rasio antara rata-rata laba sebelum pajak dan modal rata-rata perhitungan
unit, dan dibandingkan dengan nilai rata-rata industri. Konsep lainnya yaitu
berdasarkan pasar yang diindikasikan dengan cara menghitung perbedaan antara
nilai pasar dari suatu perusahaan dan asetnya, dijumlahkan bersama.
76
Seetharamann et al (2002) menawarkan konsep pengukuran SDM berdasarkan
konsep ekonomi pengetahuan yang berbasis nilai pasar.
2.1.3. Good Corporate Governance
2.1.3.1. Konsep Good Corporate Governance
Konsep Good Corporate Governance berkembang seiring dengan
meningkatnya tuntutan kehati-hatian tatakelola serta persaingan. Mengenai GCG
di sektor perbankan Krayenbuel (1993:26) menyampaikan bahwa GCG
merupakan 'tata kelola korporasi' yang menggambarkan tugas dan tanggung jawab
dewan direksi yang bertanggung jawab atas kinerja perusahaan secara
keseluruhan. Corporate governance adalah keseluruhan perangkat pengaturan
legal, kebudayaan, dan institusi yang menentukan apa yang dapat dilakukan
perusahaan publik, siapa yang mengendalikan, bagaimana pengendalian
dilakukan, dan bagaimana risiko dan imbal hasil saham dari aktivitas-aktivitas
yang dilakukan oleh perusahaan tersebut dialokasikan.
Corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada agency
theory. GCG diharapkan dapat berfungsi sebagai tools untuk memberikan
keyakinan kepada investor bahwa pengelolaan dana yang diinvestasikan
dilakukan dengan baik sehingga perusahaan menghasilkan return (Shleifer dan
Vishny, 1997 : 737). Regulasi sistem yang difungsikan untuk meminimalisir
terjadinya moral hazard dalam hubungan keagenan.
Mengenai GCG di sektor perbankan Arun dan Turner (2004:371) tentang
penerapan GCG untuk bank di negara-negara berkembang bahwa reformasi
perbankan hanya dapat dilaksanakan dengan dukungan sistem peraturan kehati-
77
hatian dinyatakan tentang pentingnya GCG ditegaskan: “The corporate
governance of banks in developing economies is important for several reasons’.
Konsep GCG menurut Arun dan turner (2004:372) adalah sebagai mekanisme
agar para pengelola perbankan bertindak dalam kepentingan para pemegang
saham. Ardalan (2007:506) sebelum menerapkan GCG, terlebih dahulu dipahami
tentang landasan berpikir GCG itu sendiri. Pemahaman adalah berhubungan
dengan sifat dan peran tata kelola perusahaan. Ahrens (2009:312) menegaskan:
“corporate governance is perceived to be important and topical, which creates a
strong demand for understanding”
Mengenai GCG sebagai tata kelola perusahaan di bank-bank negara
berkembang, Chahine dan Safieddine (2009:208) pentingnya menjaga industri di
negara-negara berkembang dari kegagalan sistematis, yang mengakibatkan adanya
inefisiensi. Sejak terjadinya kegagalan satu Bank yang dapat mempengaruhi
kepercayaan deposan atau kreditur dalam perbankan industri, yang sangat rentan
menyebabkan guncangan, sejumlah peraturan finansial internasional dan nasional
diimplementasikan dalam rangka menciptakan sistem perbankan yang stabil dan
aman. Konstruk Good Corporate Governance adalah tata kelola perusahaan tugas
dan tanggung jawab pelaksanaan manajemen yang didasarkan pada faktor
kepatuhan terhadap regulasi dan pemahaman yang memiliki nilai etika tinggi yang
dapat memberikan kepercayaan kepada masyarakat dalam melakukan bisnis.
2.1.3.2. Konsep Good Corporate Governance
Konsep Good Corporate Governance dalam struktur perbankan adalah
sebagai berikut :
78
Tabel 2. 3 Pengukuran Good Corporate Governance
No Author Dimensi Indikator
1 Krayenbuel (1993) Good Corporate
Governance
tugas dan tanggung jawab dewan
direksi atas kinerja perusahaan secara
keseluruhan
2 Shleifer dan Vishny,
1997
Good Corporate
Governance
tools untuk memberikan keyakinan
bagi investor
3 Arun dan Turner (2004) Good Corporate
Governance
mekanisme bertindak dalam
kepentingan para stakeholder
4 Ahrens (2009 Good Corporate
Governance
Pemahaman
5 Chahine dan Safieddine
(2009
Good Corporate
Governance
Kegagalan sistematis, inefisiensi.
6 Asian Development
Bank (ADB
Good Corporate
Governance
Accountability, Transparency,
Predictability dan Participation.
7 OECD Good Corporate
Governance
transparansi, akuntabilitas,
responsibilitas, integritas, dan fairness
8 Dimensi
(konstruk ) GCG
Good Corporate
Governance
Skor self assement GCG
Asian Development Bank (ADB, 2005) menjelaskan bahwa GCG
mengandung empat nilai utama yaitu: Accountability, Transparency,
Predictability dan Participation. Sejak diperkenalkan oleh Organization of
Economic Cooperation Development (OECD) 1999 prinsip-prinsip GCG, telah
dipedomani oleh negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Prinsip-prinsip GCG
bersifat universal sehingga dapat diimplementasikan disemua negara atau
perusahaan dan diselaraskan dengan sistem hukum dan tata nilai masing-masing
negara. Prinsip-prinsip GCG adalah transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
integritas dan fairness disingkat TARIF dengan penjelasan sebagai berikut:
1) Transparansi (tranparence)
Prinsip ini mensyaratkan kemampuan yang harus dimiliki dari berbagai
pemangku kepentingan untuk melihat dan memahami proses serta acuan yang
digunakan dalam pengambilan keputusan perusahaan. Manfaat yang bisa dipetik
79
dari penerapan prinsip ini. Salah satunya, stakeholder dapat mengetahui risiko
yang mungkin terjadi dalam melakukan transaksi dengan perusahaan. Informasi
kinerja perusahaan yang diungkap secara akurat, tepat waktu, jelas, konsisten, dan
dapat diperbandingkan, maka dimungkinkan terjadinya efisiensi pasar. Prinsip
transparansi yang dilaksanakan dengan baik dan tepat meminimalisir benturan
kepentingan (conflict of interest) para pemangku kepentingan.
2) Akuntabilitas (accountability)
Prinsip ini memuat kewenangan-kewenangan yang harus dimiliki oleh dewan
direksi dan komisaris beserta kewajiban-kewajibannya kepada pemegang saham
dan pemangku kepentingan lain. Dewan direksi bertanggung jawab atas
keberhasilan dalam mencapai keberhasilan pengelolaan perusahaan dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh pemegang saham. Dewan komisaris
bertanggung jawab atas keberhasilan pengawasan dan wajib memberikan
masukan dan pembinaan kepada direksi atas pengelolaan perusahaan sehingga
tujuan perusahaan dapat tercapai. Manfaat apabila prinsip accountability ini
diterapkan secara efektif, maka ada kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang,
dan tanggung jawab antara pemegang saham, dewan komisaris, serta direksi.
Dengan adanya kejelasan inilah maka perusahaan akan terhindar dari kondisi
agency problem.
Mengenai akuntabilitas di sektor perbankan Krayenbuel (1993:27)
menegaskan bahwa : “Corporate accountability is enforced through the board
structure, in addition the traditional enforcer of corporate accountability is
essentially the owner or owners of the bank.
80
3) Responsibilitas (responsibility)
Prinsip ini mewajibkan dari pimpinan serta jajaran manajemen perusahaan
melakukan kegiatannya secara bertanggungjawab. Pengelola perusahaan harus
melakukan transaksi yang telah disepakati sesuai dengan undang-undang,
peraturan kontrak serta standar operasional prosedur bisnis perusahaan yang
berlaku. Manfaat penerapan prinsip ini diharapkan membuat perusahaan
menyadari bahwa dalam kegiatan operasionalnya menghasilkan eksternalitas
(dampak luar kegiatan perusahaan) negatif yang harus ditanggung oleh
masyarakat. Prinsip tersebut diharapkan membantu peran pemerintah dalam
mengurangi kesenjangan pendapatan dan kesempatan kerja pada segmen
masyarakat yang belum mendapatkan manfaat dari mekanisme pasar (tanggung
jawab etika bisnis lembaga terhadap lingkungannya).
4) Integritas (integrity)
Prinsip ini mewajibkan pemegang saham, dewan direksi, dan dewan
komisaris dalam menjalankan kegiatan usaha agar melepaskan diri dari berbagai
pengaruh kepentingan atau tekanan yang berasal dari pihak-pihak tertentu yang
dapat berpotensi mengganggu, merugikan atau mengurangi objektivitas
pengambilan keputusan bisnis perusahaan. Praktik-praktik prinsip integritas dapat
meliputi beberapa kriteria antara lain seleksi anggota komisaris dan anggota
direksi, akses terhadap pendapat konsultan independen, proses alokasi riil, proses
lelang pengadaan barang atau jasa dan proses audit.
5) Keadilan (fairness)
81
Prinsip ini untuk menjamin terselenggaranya perlakuan yang adil para
pemangku kepentingan terdiri dari pemegang saham, dewan direksi, dewan
komisaris, karyawan, dan masyarakat sekitar. Dalam menjalankan tugasnya
dewan komisaris dapat membentuk berbagai komite yang membantu dewan
komisaris agar fungsi dewan komisaris dapat berjalan lebih efektif, antara lain :
(1) Komite audit, bertugas memastikan terselenggaranya efektivitas dari
pengendalian, dilaksanakan oleh auditor internal dan auditor eksternal. (2)
Komite nominasi, bertugas menyusun kriteria seleksi dan prosedur nominasi
anggota komisaris dan direksi serta eksekutif lainnya, merancang sistem penilaian,
dan memberikan rekomendasi tentang jumlah komisaris dan direksi. (3) Komite
remunerasi, bertugas menetapkan arahan dan penyusunan sistem penggajihan dan
pemberian tunjangan serta rekomendasi atas penilaian sistem remunerasi,
pemberian saham, sistem pensiun dan kompensasi dalam kasus pengurangan
pegawai (rasionalisasi). (4) Komite asuransi dan risiko usaha, bertugas
melakukan penilaian periodik dan pemberian rekomendasi jenis, risiko usaha, dan
jumlah asuransi.
Manfaat dari penerapan prinsip fairness diharapkan membuat seluruh aset
perusahaan dikelola secara baik dan prudent (hati-hati), sehingga muncul
perlindungan kepentingan pemegang saham secara fair (jujur dan adil). Fairness
juga diharapkan memberi perlindungan kepada perusahaan terhadap praktik
korporasi yang merugikan.
Mengenai GCG dalam struktur organisasi, Lopez et al (2017) menjelaskan
konsep GCG sebagai mekanisme untuk memisahkan kepemilikan dengan
82
manajemen untuk menciptakan nilai dan keputusan perusahaan serta untuk
menyusun mekanisme kontrol manajemen. Komposisi sebagai dimensi penting
dalam struktur komisaris yang menunjukan GCG sebagai organsiasi. Komisaris
eksternal berperan merekonsiliasi adanya perbedaan, mengevaluasi apakah agenda
independen cocok dengan rutinitas perusahaan dan mengurangi potensi konflik
keagenan. Pelaksanaan prinsip GCG menghasilkan outcome yang sesuai dengan
harapan stakeholders perseroan. Shleifer dan Vishny (1997) menyatakan bahwa
GCG berfokus pada bagaimana investor mengendalikan manajer untuk
memberikan keuntungan dan berperilaku jujur dalam manajemen sumber daya
perusahaan. GCG diperlukan sebagai sistem untuk mengawasi dan membimbing
manajer dalam berinvestasi dan mengelola perusahaan. Sowarno (2018)
menjelaskan GCG adalah bentuk lain dari etika bisnis dan penegakan etika kerja
yang telah menjadi komitmen perusahaan. Peran dan tuntutan investor asing dan
kreditor pada penerapan prinsip GCG adalah salah satu faktor dalam membuat
keputusan investasi dalam suatu perusahaan termasuk saat krisis seperti
dikemukakan Peni & Vahamaa (2012).
Lebih lanjut Bachiller dan Lacalle (2017) mengemukakan GCG berkaitan
dengan kinerja multidimensi perusahaan. Suhadak et al (2018) mengemukakan
bahwa GCG adalah salah satu kunci sukses bagi perusahaan untuk tumbuh,
menghasilkan laba jangka panjang dan menang persaingan bisnis global. Kedua,
implementasi GCG yang gagal diyakini menyebabkan krisis ekonomi di Asia dan
Amerika Latin. GCG terdiri dari semua pemangku kepentingan, proses dan
kegiatan ditempatkan untuk memastikan keakuratan manajemen aset perusahaan
83
dinyatakan GCG adalah instrumen untuk meyakinkan investor bahwa para
investor akan mendapatkan pengembalian dari investasi.
2.1.4. Faktor ekonomi Makro
2.1.4.1. Konsep Ekonomi Makro
Konsep ekonomi makro menurut Samuleson dan Nordhaus adalah cabang
ilmu ekonomi yang mempelajari dan mengamati kinerja perekonomian secara
keseluruhan dan komprehensif. Menurut Robert S. Pindyck dan Daniel L.
Rubinfeld pengertian ekonomi makro adalah sebuah ilmu ekonomi yang
menangani variabel agregat ekonomi, seperti: 1) Tingkat dan rata-rata
pertumbuhan produksi nasional 2) Angka pengangguran, 3) Suku bunga, 4) Inflasi
Kondisi ekonomi turut berperan dalam perkembanga finansial. Goldsmith
(1959) menjelaskan mengenai hubungan antara Struktur finansial dan
pembangunan. Pengaruh faktor finansial terhadap pertumbuhan ekonomi dan
struktur dapat dilihat lebih mudah berdasarkan nilai uang daripada aset tidak
berwujud lainnya. Pengaruh uang pada pertumbuhan dan struktur ekonomi dilihat
dari bagaimana uang beredar, diperkenalkan, ditarik, dan digunakan untuk
kegiatan ekonomi. Konstruk ekonomi makro adalah kondisi ekonomi suatu negara
yang diterapkan dalam kebutuhan masyarakat dalam menetapkan acuan suatu
aktivitas bisnis.
84
2.1.4.2. Pengukuran Ekonomi Makro
Tabel 2. 4 Pengukuran Ekonomi Makro
No Author Dimensi Indikator
1 Goldsmith (1959) Struktur finansial dan
pembangunan
Nilai uang, uang beredar,
diperkenalkan, ditarik, dan
digunakan untuk kegiatan
ekonomi.
2 Bodie dan Marcus
(2001)
Inflasi Tingkat infasi
3 Qin dan He (2013 Inflasi Tingkat infasi
4 Doyran (2013) Inflasi Margin bunga bersih.
5 Indonesian Central
Bank
Suku Bunga dalam
Kebijakan moneter
Tingkat suku bunga
6 Choudry (2011 Risiko suku bunga Tingkat suku bunga
7 Steven et al (1997) Suku bunga Intertemporal substitution.
8 Dimensi
(konstruk) ekonomi
makro
1. Inflasi
2. Nilai Tukar
3. Suku bunga acuan
1. Tingkat Inflasi
2. Fluktuasi Nilai Tukar
3. Tingkat Suku bunga
acuan
1. Inflasi
Inflasi dapat diartikan secara sederhana sebagai kondisi menurunnya nilai
mata uang. Inflasi dapat dilihat pada saat harga meningkat akibat meningkatnya
permintaan dan pada saat yang sama supply tetap atau kelangkaan supply akibat
rantai pasokan yang terhambat. Inflasi merupakan kemerosotan nilai uang
(kertas) karena banyaknya dan cepatnya uang (kertas) beredar sehingga
menyebabkan naiknya harga barang-barang.
Menurut Bodie dan Marcus (2001) menjelaskan bahwa inflasi merupakan
suatu nilai dimana tingkat harga barang dan jasa secara umum mengalami
kenaikan. Inflasi adalah salah satu peristiwa moneter yang menunjukkan suatu
kecenderungan akan naiknya harga-harga barang secara umum, yang berarti
terjadinya penurunan nilai uang. Secara makro inflasi menyebabkan
85
kesejahteraan masyarakat menurun, nilai uang menurun dan daya beli
masyarakat menjadi rendah, pemutusan Hubungan kerja (PHK), instabilitas
ekonomi serta ancaman sosial.
Mengenai dampak inflasi Qin dan He (2013:1) bahwa inflasi berdampak
pada resesi ekonomi dunia yang berdampak sistemik terutama di negara-negara
dengan fundamental ekonomi yang lemah hal ini dicontohkan pernah terjadi
pada tahun 2008. Doyran (2013) menyampaikan bahwa inflasi berpengaruh
negatif terhadap profitabilitas tetapi secara positif dan signifikan terkait dengan
margin bunga bersih. Beragam faktor yang menyebabkan inflasi. Pedro et al
(2017) menjelaskan mengenai faktor ekonomi dan kaitannya dengan kehidupan
perbankan. Bank, terpapar risiko sistemik akibat perkembangan ekonomi makro.
2. Suku Bunga Acuan
Suku bunga acuan erat kaitannya dengan perubahan ekonomi. Perbedaan
struktur ekonomi masing-masing negara termasuk kebijakan ekonomi makro
mempengaruhi bagaimana penetapan bunga acuan bank sentral seperti BI
menentukan suku Bunga dalam Kebijakan moneter.
Kewenangan tersebut antara lain dalam menetapkan sasaran sasaran
moneter dengan memperhatikan laju inflasi dan melakukan pengendalian
moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk tetapi tidak terbatas
pada operasi pasar terbuka dipasar uang baik rupiah maupun valuta asing,
penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan
pengaturan kredit atau pembiayaan. (UU RI No. 3 Tahun 2004 tentang
perubahan atas undang-undang RI No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia).
86
Kebijakan Moneter adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah melalui
Bank Sentral guna mengatur penawaran uang dan tingkat bunga dalam tingkat
yang wajar dan aman.
Kebijakan penetapan tingkat suku bunga merupakan hal yang cukup
penting. Sebab kebijakan ini tidak hanya mempengaruhi perilaku konsumen
untuk menabung, membelanjakan atau menginvestasikan uang nya tetapi juga
mempengaruhi dunia usaha dalam hal pengambilan keputusan investasi dan
pembiayaan. Di samping itu, tingkat suku bunga juga akan mempengaruhi
tingkat "kesehatan" atau likuiditas suatu perekonomian negara. Choudry
(2011:174) mengemukakan adanya risiko yang disebabkan oleh tingkat suku
bunga yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja. Risiko suku bunga
didefinisikan sebagai dampak potensial yang merugikan atau sebaliknya pada
nilai aset bersih dari neraca lembaga finansial dan laba yang dihasilkan dari
perubahan dalam tarif bunga eksposur risiko ada pada saat ada ketidak cocokan
tanggal jatuh tempo antara aset dan kewajiban, atau antara pokok dan arus kas
bunga.
Mengenai kebijakan moneter, Steven et al (1997) mengemukakan
beberapa jalur transmisi kebijakan moneter dengan menggunakan sasaran suku
bunga 1) intertemporal substitution. Perubahan suku bunga akan mengubah
biaya pinjaman atau pendapatan dari tabungan. Hal ini selanjutnya akan
berpengaruh terhadap komponen utama pengeluaran, terutama untuk investasi
usaha, investasi perumahan, dan mungkin juga pengeluaran konsumsi barang-
barang tahan lama. 2) Exchange rate effect. Di dalam sistem nilai tukar
87
mengambang, kenaikan suku bunga, ceteris paribus, biasanya akan dihubungkan
dengan apresiasi nilai tukar dalam jangka pendek sehingga barang impor relatif
menjadi lebih murah dan laju inflasi akan menurun. Kegiatan ekspor juga akan
terpengaruh karena penjualan barang ekspor akan beralih ke dalam negeri.
Pengalihan pasar produk ekspor ini juga akan mendorong turunnya harga-harga
di dalam negeri. 3) Cash-flow effect. Dengan meningkatnya suku bunga
nominal, pendapatan nominal debitur akan menurun. Jika debitur menghadapi
kendala likuiditas akibat meningkatnya suku bunga dan tidak dapat meminjam
lagi dalam jumlah lebih besar untuk mempertahankan tingkat pengeluaran
semula maka pengeluaran mereka terpaksa harus diturunkan. 4) Wealth effect.
Perubahan suku bunga yang biasa digunakan sebagai faktor diskonto dari
ekspektasi pendapatan untuk masa yang akan datang akan mengubah nilai aset
finansial dan aset ril. Perubahan nilai aset-aset tersebut mengakibatkan
perubahan tingkat kesejahteraan pelaku ekonomi dan pada gilirannya akan
mempengaruhi keputusan konsumsi, investasi dan produksi. 5) Credit rationing
effect. Peningkatan suku bunga dapat mendorong bank-bank untuk
meningkatkan premi risiko yang mereka bebankan kepada debitur lama maupun
calon debitur baru akibat kekhawatiran akan turunnya kapasitas para debitur
dalam membayar hutang-hutangnya. Implikasinya, suku bunga kredit
meningkat, suplai kredit menurun, atau terjadi penjatahan kredit.
3. Nilai Tukar
Liberalisasi dan globalisasi yang melanda dunia dewasa ini telah
merubah perekonomian di berbagai negara menjadi semakin terbuka.
88
Liberalisasi dan globalisasi yang ada membawa konsekuensi pada fundamental
perekonomian masing-masing negara. Kemampuan dalam menjaga fundamental
perekonomian ini dapat berdampak pada kestabilan ekonomi makro.
Salah satu indikator ekonomi makro yang sensitif terhadap gejolak
perekonomian eksternal adalah nilai tukar mata uang (kurs mata uang). Dalam
hal ini nilai tukar mata uang mencerminkan kekuatan perekonomian sebagai
akibat dari penetrasi dan efek dari perekonomian global. Semakin stabil nilai
tukar mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain, semakin
menunjukkan kekuatan fundamental perekonomian negara tersebut. Dengan kata
lain, pemerintah (otoritas moneter) mampu melakukan kebijakan moneter dan
dari nilai tukar mata uang yang dapat mendorong peningkatan daya saing
perekonomian suatu negara.
Pergerakan nilai tukar mata uang mencerminkan harga relatif suatu mata
uang terhadap mata uang lain. Fluktuasi dalam perkembangan nilai tukar mata
uang akan mengakibatkan perubahan perilaku economic agent dalam keputusan
bisnisnya. Pergerakan nilai tukar yang overvalued, akan berimplikasi pada
semakin mahalnya harga barang impor dalam persepsi mata uang domestik. Hal
ini akan berdampak pada semakin berkurangnya daya beli importir dalam
pemenuhan kebutuhan produknya. Sebaliknya pada saat terjadi undervalued,
maka bagi eksportir hal tersebut akan dapat mengurangi margin profit yang
diterimanya dari produk yang laku di pasar internasional.
Pergerakan nilai tukar yang berfluktuasi di pasar uang tersebut akan
sangat ditentukan oleh sistem nilai tukar yang dianut oleh masing-masing
89
negara. Sistem nilai tukar mata uang yang bersifat fixed exchange rate,
cenderung akan mengakibatkan stabilitas nilai tukar mata uang karena adanya
supporting dari otoritas moneter dalam bentuk intervensi di pasar uang.
2.1.5. Kinerja
2.1.5.1. Konsep kinerja Bank
Konsep kinerja di industri layanan jasa finansial terus berkembang.
Grady, M. W. (1991). Mendefinsikan business performance sebagai alat atau
metode yang mengartikulasikan sebuah strategi bisnis serta memonitor dampak
dari strategi tersebut. Pengertian business performance ini mengaitkan dua hal,
yaitu bagaimana (membumikan) penerapan strategi serta bagaimana memantau
dampak strategi tersebut terhadap bisnisnya.
Pandangan Mucha, M. J. (2011) terhadap business performance lebih
kepada metode pengukuran performansi bisnisnya. Menurut Mucha, MJ (2011)
pengukuran business performance merujuk kepada identifikasi, pengumpulan,
dan pengukuran; yang semuanya berperan sebagai alat komunikasi, termasuk
bagaimana efektifitas manajemen kepada external dan pemilik saham. Russell,
R. S., & Taylor-III, B. W. (2008), bahwa business performance adalah sejumlah
angka yang mengindikasikan sejauh mana target objective bisa tercapai. Esensi
dari teori performanis bisnis ini adalah membandingkan tingkat pencapaian
perusahaan dengan tujuan perusahaan semula.
Berbeda dengan Swink, M., Melnyk, S. A., Cooper, M. B., & Hartley, J.
L. (2011) yang menyoroti masalah kinerja sebagai medium komunikasi.
90
Business Performance adalah media komunikasi yang strategis dan penting
sebagai formulasi dari korporasi atau unit bisnis atau fungsional perusahaan
yang menjalankan roda bisnis dan bertindak sebagai kontrol terhadap target
objektif perusahaan. Esensi yang disampaikan oleh Swink, et al (2011) sama
dengan Grady, MW (1991) dan Mucha, MJ (2011), bahwa performansi bisnis
sebagai media komunikasi kepada pihak yang berkepentingan. Wheelen, T. L.,
Hunger, J. D., Hoffman, A. N., & Bamford, C. E. (2015) menyampaikan teori
tentang performansi bisnis yang dikaitkan proses strategi. Menurut Wheelen, et
al (2015) bahwa business performance adalah hasil akhir dari sebuah kegiatan
proses management strategy.
Pada hakekat nya konsep kinerja untuk perbankan berkembang dan lebih
menyeluruh. Gambaran luas dan kompleks tentang kinerja perbankan
memberikan gambaran bagaimana kompetisi di industri perbankan. Dalam
struktur persaingan pasar yang semakin ketat beragam sudut pandang
dikemukakan baik berkaitan dengan ukuran finansial maupun non finansial.
Secara praktis, kinerja finansial perbankan digambarkan dengan sisi finansial
yang menunjukan tingkat kesehatan. Sistem pengukuran finansial dinilai lebih
praktis dan dapat menjelaskan bagaimana postur strategik perusahaan.
Pengukuran rasio finansial menunjukan optimalnya fungsi sistem perbankan.
Pengertian kinerja menurut Wheelen & Hunger (2012:332) bahwa
kinerja adalah hasil akhir dari aktivitas. Pilih tindakan untuk menilai kinerja
berdasarkan unit organisasi yang akan dinilai dan tujuan yang akan dicapai.
Tujuan yang ditetapkan sebelumnya dalam bagian perumusan strategi dari
91
proses manajemen strategis (antara lain berurusan dengan profitabilitas, pangsa
pasar, dan pengurangan biaya) harus digunakan untuk mengukur kinerja
perusahaan setelah strategi telah diterapkan.
Kaitan antara strategi dengan kinerja juga diungkapkan oleh David
(2013:324) yang menurutnya terdapat kriteria kuantitatif yang umumnya
digunakan untuk mengevaluasi strategi yaitu rasio finansial, yang berguna
untuk: pertama: untuk membandingkan kinerja perusahaan pada beberapa
periode, kedua yaitu membandingkan kinerja perusahaan dengan kinerja
pesaing, ketiga yaitu membandingkan kinerja perusahaan terhadap rata-rata
dalam industri.
Hal senada dikemukakan oleh Boonpattarakan (2012:21) yang
menyebutkan bahwa kinerja perusahaan merupakan outcome dari strategi
perusahaan pada suatu perusahaan yang diukur dari profitability dan growth
rate. Best (2009:66) kinerja bisnis merupakan output atau hasil dari penerapan
segala aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan bisnis. Kinerja bisnis
merupakan output atau hasil dari penerapan segala aktivitas yang berhubungan
dengan pemasaran. Biasanya, kinerja pemasaran hanya dilihat melalui kinerja
finansial perusahaan. Menurut Best (2009:66), untuk melengkapi kinerja
finansial bisnis, perusahaan memerlukan serangkaian pengukuran yang paralel
untuk mengikuti kinerja pemasaran. Konstruk kinerja Bank merupakan hasil dari
rangkaian aktivitas bisnis bank yang dapat menjadi acuan untuk target guna
mencapai salah satu visi dari suatu Bank.
92
2.1.5.2 Pengukuran kinerja
Dimensi pengukuran kinerja finansial adalah sebagai berikut:
Tabel 2. 5 Dimensi pengukuran kinerja finansial
No Peneliti Dimensi
1 Goldsmith (1959 Makro ekonomi
2 Momparler et al (2012) Finansial
3 Abdullah et al (2017) Rasio finansial dan non finansial
4 Mehra (1998) finansial dan non finansial berdasarkan
ruang lingkup strategis atau jangka
panjang
5 Kaplan and Norton, 2001 Finansial dan non finansial
6 Ayadi et al (1998) Finansial & Non finansial
7 Zineldin & Bredenlow (2001 Non finansial
8 Andersen (2006) Non finansial
9 Ab-Rahim et al (2016) Finansial dan non finansial
10 Berger $ Bouwman (2013) Finansial
11 Aras et al (2018) Finansial dan non finansial
12 Dimensi (konstruk )
kinerja finansial
Rasio finansial
Pengukuran yang tegas dalam finansial memberikan orientasi yang tepat
bagi perbankan. Beberapa ahli mengungkapkan bahwa ukuran kinerja perusahaan
yang paling sering digunakan dalam penelitian empiris adalah kinerja finansial
(financial performance), kinerja operasional (operational performance), dan
kinerja berbasis pasar (market-based performance) (Jahanshahi, Rezaie, Nawaser,
Ranjbar & Pitamber, 2012). Kinerja biasanya dinilai menggunakan pengukuran
berbasis data akuntansi atau data finansial. Kekurangan dari semua pengukuran
93
berbasis data akuntansi adalah fokus nya pada kinerja yang sudah lalu (Kaplan &
Norton, 1992).
Mengenai performance dalam kaitannya dengan penggunaan teknologi,
Momparler et al (2012) mengemukakan pengukuran kinerja perbankan
berdasarkan ROA dan ROE. Return on Asset (ROA), yaitu rasio untuk mengukur
kemampuan manajemen Bank dalam mengelola aktiva yang dikuasainya untuk
menghasilkan berbagai income. Mehra (1998:313) mengemukakan pengukuran
finansial dan non finansial berdasarkan ruang lingkup strategis atau jangka
panjang. Pada dimensi ROA yaitu pengembalian standar ukuran aset rata-rata
yang sering digunakan untuk mengevaluasi kinerja Bank. Dawar (2014)
mengemukakan pengukuran rasio finansial untuk menilai performance bank yaitu
dengan menggunakan ROA dan ROE
Mengenai kinerja finansial, Doyran (2013:728) mengemukakan salah satu
pengukuran rasio yaitu 1) ROA. 2) NIM, 3) OPEX yaitu biaya operasi: 4) LIQ 5)
LeV/ Leverage. Ab-Rahim & Chiang (2015) pengukuran kinerja finansial adalah
ROA, ROE. Abdullah et al (2017) memadukan pengukuran berdasarkan rasio
finansial seperti return on assets (ROA), return on equity (ROE), atau profit
margin (PM). Sahile et al (2013:701) menjelaskan bahwa pengukuran kinerja
bank yaitu average Return on Equity (ROE), Return on Assets (ROA), Net Interest
Margins (NIM).
Menurut Mudradjat Kuncoro dan Suhardjono (2002) rasio untuk
mengukur dan membandingkan kinerja profitabilitas bank adalah Return on Equty
(ROE) dan Return on Asset (ROA).Ferdi Rindhatmono (2005), dalam
94
penelitiannya menemukan bahwa BOPO, NPL, NIM, CAR, dan market share
berpengaruh signifikan terhadap ROA, sedangkan LDR tidak signifikan.
Bambang Sudiyatno dan Suroso (2010), menguji pengaruh DPK, BOPO, CAR
dan LDR terhadap kinerja finansial pada sektor perbankan. Hasil penelitian
menunjukkan DPK, CAR dan LDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap
ROA, sedangkan BOPO berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA.
Menemukan bahwa NPL berpengaruh signifikan terhadap ROA, sedangkan
CAR dan LDR tidak signifikan terhadap ROA. Bambang Sudiyatno dan Rini
Setiyowati (2012), meneliti pengaruh BOPO, NPL, NIM, dan CAR terhadap
kinerja finansial Bank. Hasil penelitian menunjukan BOPO, NPL berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap kinerja finansial bank, sedangkan NIM dan CAR
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja finansial Bank.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja Bank secara umum dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
merupakan faktor yang secara spesifik mempengaruhi kinerja Bank, dan faktor ini
dapat dikendalikan manajemen. Sedangkan faktor eksternal berasal dari luar
Perusahaan yang tidak dapat dikendalikan manajemen, seperti faktor makro
ekonomi dan karakteristik industri (Shahchera, M (2012). Havrylchyk, et al
(2006), dalam penelitiannya menemukan hubungan yang positif antara modal
(capital) dengan laba Bank. Molyneux dan Thornton (1992), menemukan
hubungan yang positif antara efisiensi dengan profitabilitas (ROA), efisiensi dapat
meningkatkan profitabilitas.
95
Sedangkan Miller dan Noulas (1997), menemukan adanya hubungan yang
negatif antara risiko kredit (credit risk) dengan dengan profitabilitas (ROA).
Naceur, SB (2003), menemukan bahwa capital berpengaruh positif signifikan
terhadap ROA, dan overhead berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA,
namun Loan tidak signifikan terhadap ROA. Shahchera, M (2012), menemukan
bahwa aset likuid berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas (ROA). Ozdinzer,
B and Ozyildirim (2006), melakukan penelitian bank-bank di Turki menemukan
bahwa efisiensi berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas. Anna P.I. Vong
dan Hoi Si Chan, 2009, melakukan penelitian di perbankan Macao menemukan
bahwa LOTA (Loan to Total Asset) berpengaruh negatif signifikan terhadap
ROA. Momparler et al (2012) menegaskan bahwa pengukuran performance ROA
& ROE.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Gul, et al (2011), penelitian yang
dilakukan di perbankan Pakistan menemukan bahwa Loan dan Deposit
berpengaruh positif signifikan terhadap ROA, sedangkan Capital tidak signifikan
terhadap ROA. Mengenai performance di bidang perbankan, Rahim dan Chiang
(2014:158) mengungkapkan bahwa konsentrasi pasar dan efisiensi perbankan
menentukan kinerja profitabilitas bank-bank komersial Malaysia.
Perkembangan dan perubahan indikator pengukuran di bidang finansial
telah mendorong pemahaman yang lebih menyeluruh tentang perbankan termasuk
fungsi bank yang sebenarnya. Di sisi lain pengukuran tersebut menjadi semakin
luas dan bahkan menjadi bias. Indikator pengukuran adalah sebagai berikut:
96
Tabel 2. 6 Indikator Kinerja
No Peneliti Indikator
1 Goldsmith (1959 Pertumbuhan ekonomi
2 Momparler et al (2012) ROA & ROE
3 Ferdi Rindhatmono (2005) ROA
5 Abdullah et al (2017) ROA,NIM,Biaya operasi,Likuiditas,
Leverage,INF,GDP
6 Mehra (1998) ROA,
Kaplan and Norton, 2001 kepuasan pelanggan, proses bisnis
internal, serta kapasitas.pembelajaran dan
pertumbuhan
7 Zineldin & Bredenlow (2001 Jumlah nasabah
8 Sahile et al (2013) Average return on equity (ROE). Return
on assets (ROA), net interest margins
(NIM).
9 Berger & Bowman (2013) ROA dan ROE
10 Andersen (2006) Penjualan produk
11 Anna P.I. Vong dan Hoi Si
Chan, 2009
ROA
12 Gul, et al (2011), Kinerja Bank (ROA).
11 Molyneux dan Thornton
(1992)
ROA
12 Ab-Rahim et al (2016) Efisiensi, ROA, ROE, NIM, biaya
pinjaman
13 Aras et al (2018) ekonomi, lingkungan, dan sosial
perusahaan
14 Indikator
(konstruk) kinerja finansial
ROA, ROE
97
Pengukuran indikator kinerja perbankan dengan menggunakan ROA dan
ROE mengarahkan fokus perbankan. Untuk mengukur kemampuan bank dalam
memperoleh keuntungan bersih dikaitkan dengan pembayaran deviden. Semakin
besar ratio ini maka makin besar kenaikan laba bersih bank yang bersangkutan,
selanjutnya akan menaikan harga saham bank dan semakin besar pula dividen
yang diterima investor.
ROE = Laba Bersih
Modal Sendiri
Sedangkan ROE /Return on asset merupakan perbandinganm antara laba sesudah
pajak dengan total aset yang dimiliki. Semakin besar nilai ROA, maka semakin
bagus pula kinerja perusahaan perbankan tersebut, karena return yang didapatkan
perusahaan semakin besar.
Laba Sesudah Pajak
ROA = Total Asset
Aktivitas bisnis menjadi lebih fokus pada tujuan ROA dan ROE secara
praktis pengukuran kinerja finansial dapat dilaksanakan dengan tingkat informasi
hasil analisis yang lebih cepat. Pengukuran menggambarkan bagaimana struktur
dan postur strategik perbankan. Dibandingkan dengan pengukuran non finansial,
pengukuran finansial lebih objektif dan terhindar dari objektivitas yang
menimbulkan bias pengukuran misalnya kepuasan pelanggan. Untuk perbankan
yang beroperasi dalam sistem ekonomi global maka pengukuran finansial relevan
digunakan dengan feedback yang lebih cepat seiring dengan tingkat persaingan
yang ketat.
Dalam sistem pengelolaan yang semakin terbuka dan transparan maka
pengukuran kinerja dari dimensi finansial seperti ROA dan ROE dapat
98
meminimalisir terjadinya assymetric information yang berakibat pada diverse
selection. Selain itu pengukuran rasio finansial memiliki keterkaitan dengan
regulasi seperti dikemukakan oleh Munir dan Baird (2016). Penggunaan ukuran
finansial dikaitkan dengan tekanan “peraturan perbankan” yang bersifat koersif.
Berbeda dengan Debusk (2013) ada potensi bias pengukuran dalam rasio
finansial. Di tegaskan pengguna data pengukuran kinerja mengalami bias halo, di
mana kinerja organisasi pada ukuran finansial tampaknya mempengaruhi persepsi
mereka terhadap kinerja organisasi pada tindakan non finansial. Secara praktis
bias tersebut dapat diminimalisir dengan adanya bentuk-bentuk pengukuran
kinerja Bank oleh lembaga konsumen atau lembaga pemerhati layanan perbankan.
2.1.6. Corporate strategy
Definisi strategi menurut Porter (1996: 68) adalah : “Strategy is the
creation of a unique and valuable position, involving a different set of activities”.
Kearns (2010:17) menunjukan bahwa strategi merupakan sebuah kegiatan atau
tindakan-tindakan yang berorientasi pada pencapaian jangka panjang. Strategi
adalah tentang posisi unik yang perlu dicapai oleh perusahaan, seperti
disampaikan Kolbusa (2013):“strategy as the description of a new, unique
position which the company is striving to achieve”. Strategi adalah tentang
perencanaan dalam sebuah permainan, Watson (2013: 22) mengemukakan bahwa
strategi adalah: “A strategy is a complete contingent plan for a player in the
game”. Perencanaan merupakan sejumlah pernyataan yang akan dijadikan sebagai
panduan dan memberikan arah untuk mencapai tujuan.
99
Pandangan tentang konsep strategi baik Resources Base View (RBV)
maupun Market Base View (MBV) pada dasarnya disasarkan pada kompetisi.
Lebih lanjut Ghobadian et al (2014) menggambarkan bagaimana tingkatan strategi
dalam suatu organisasi profit sebagai berikut:
Gambar 2. 3 Tingkatan strategi . Sumber : Ghobadian et al (2014)
Ghobadian et al (2014:329) bahwa: (i) strategi fokus pada apa yang bisa
dipelajari, diajarkan dan mengabaikan aspek-aspek yang tidak dapat dipelajari
serta diajarkan, (ii) tahapan-tahapan dalam strategi berlangsung dalam suatu
proses yang linier dengan waktu yang ditetapkan secara sistematis oleh organisasi
dan pada saat yang sama kondisi-kondisi diluar organisasi “ unpredictable” dan
sulit dikendalikan, (iii) asumsi tentang kondisi empiris hasil observasi bisa
berubah karena perubahan itu sendiri melekat pada objek observasi. Pandangan
tersebut tampaknya relevan dengan perumusan-perumusan strategi yang
dihasilkan.
Dilihat dari tingkatan maka strategi dikelompokan menjadi 3 yaitu
corporate, bisnis dan fungsional
100
2.1.6.1. Strategy Corporate
Strategi korporasi merupakan strategi yang dilakukan di level korporasi
yang aktivitas nya menyangkut pengembangan bisnis korporasi, portofolio
perusahaan. Strategi korporasi yang dapat dilakukan secara organik maupun
anorganik. Secara organik beberapa perusahaan meningkatkan penambahan
saham dari pemegang saham atau penurunan deviden payout ratio agar deviden
dari laba akan kembali lagi menjadi modal untuk menambah ekspansi perusahaan.
Pada hakekatnya strategi korporasi terutama mengenai pilihan arah perusahaan
secara keseluruhan dan manajemen bisnis atau portofolio produknya. Ini benar
adanya apakah perusahaan itu adalah perusahaan kecil atau multinastional Corp
(MNC), (Thomas L Wheelen, 2012).
Strategi tingkat korporat melibatkan keputusan manajemen senior untuk
membuat tindakan yang dibutuhkan dalam upaya mencari keunggulan kompetitif
di beberapa industri dan pasar secara bersamaan., (Frank T. Rothaermel,
2013).Awalnya istilah itu digunakan untuk mengemukakan pola pengambilam
keputusan yang menentukan tujuan perusahaan, menghasilkan kebijakan utama
untuk mencapai tujuan ini (Collis / Montgomery, 2005, 8)
Konstruk: Strategi Korporasi merupakan langkah-langkah dengan pola
yang terstruktur untuk level korporasi dalam rangka mencapai visi yang
ditetapkan melalui peningkatan kinerja.
Corporate Strategy, terdiri dari
a. Directional Strategy : Strategi perusahaan secara keseluruhan berorientasi
pertumbuhan, stabilitas dan berkesinambungan.
101
b. Portofolio Srategy, Strategi perusahaan yang menganalisis perusahaan
terhadap industri dan market melalui pertumbuhan produk dan bisnisnya.
c. Parenting Strategy, Strategi dimana manajemen memposisikan sebagai
koordinator untuk mengkoordinasikan aktivitas dan sumber dan
penyebarannya melalui produk dan unit bisnisnya.
Strategi perusahaan menjelaskan dua masalah yang saling berhubungan.
Pertama, jenis bisnis seperti apa yang perusahaan harus tetapkan untuk dan dapat
bersaing, kedua, bagamana bisnis tersebut dapat dikelola dan membentuk suatu
sinergi. Strategi perusahaan atau strategi korporasi pada dasar nya merupakan
suatu arahan (direction) perusahaan agar anak-anak perusahaannya atau unit-unit
bisnis strategis perusahaannya secara keseluruhan menjadi portofolio bisnis yang
menguntungkan perusahaan. Sehingga, karena sifat arahan yang seperti itu
corporate strategy terdiri dari directional strategy (orientasi menuju
pertumbuhan), portofolio strategy (kordinasi arus kas antar unit bisnis) dan
parenting strategy (membangun dan mengembangkan sinergi perusahaan melalui
pemanfaatan sumberdaya bersama). Secara menyeluruh, perusahaan akan
menghasilkan suatu grand strategy yaitu rencana komprehensif dan umum atas
tindakan utama yang perusahaan akan laksanakan untuk mencapai tujuan jangka
panjangnya dalam lingkungan yang dinamis.
Pada umumnya, strategi korporasi akan menentukan orientasi perusahaan
terhadap pertumbuhan dan strategi bersaing di industri atau pasar yang akan
dimasuki. Strategi korporasi menyediakan strategic platform atau kapabilitas
organisasi untuk mengatasi permasalahan bisnis di dalam lingkungan yang
102
beragam dengan sekumpulan kemampuan strategis. Semua perusahaan, mulai dari
perusahaan terkecil yang hanya memproduksi satu jenis produk dalam satu
industri saja sampai perusahaan multibisnis yang memproduksi berbagai produk
dalam berbagai industri (konglomerasi), pada suatu waktu harus memperhatikan
pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam strategi perusahaan seperti :
1.Haruskah perusahaan melakukan ekspansi, penciutan, atau tidak
mengubah operasi perusahaan nya ?
2.Haruskah perusahaan memusatkan kegiatan hanya dalam industri yang
sekarang, atau berekspansi ke industri lainnya?
3.Apabila perusahaan ingin tumbuh dan berkembang, haruskah perusahaan
melakukan nya melalui pengembangan internal atau akuisisi eksternal,
merger, atau usaha patungan?
Strategi korporasi, seperti bagan dibawah, mewujudkan tiga macam orientasi
umum yaitu pertumbuhan (growth), stabilitas (delay), dan penciutan
(retrenchment). Setelah perusahaan memilih orientasi umum untuk arahan
strateginya, perusahaan dapat memilih beberapa strategi spesifik perusahaan agar
dapat lebih fokus dalam penerapan strategi sehingga tujuan perusahaan tercapai.
103
Gambar 2. 4 Pemetaan Strategi Korporasi: Directional Strategy
2.1.6.2. Business Strategy
Didalam Teorinya Frank T. Rothaermel, membagi strategi bisnis sebagai
berikut:
Differentiation Strategy
Didalam Strategi Diferensiasi, perusahaan dituntut untuk mengetahui
Value Drivers yang terdiri dari product Feature, Customer Service,
Customization, Complements.
Cost Leadership Strategy
Perusahaan dalam hal ini dituntut untuk memahami Cost drivers yang
terdiri dari Cost of input factors, Economis of scale, Learning curve effect,
Experience-curve effect
Integration Strategy
Strategi ini merupakan kombinasi Cost leadership dan Differentiation
104
Innovation Strategy
Strategi ini merupakan kekuatan untuk menghadapi persaingan.
Entreupreneur Strategy
Strategi ini untuk menjalankan proses pembaharuan secara konsisten,
sehingga selalu dalam inovasi yang terus menerus.
Konstruk: Strategi bisnis merupakan langkah-langkah dengan pola yang
terstruktur untuk level aktivitas bisnis yang bersifat mendukung produk dan untuk
kepuasan customer dalam rangka mencapai visi yang ditetapkan melalui
peningkatan capaian. Strategi bisnis dapat dilakukan dengan inovasi dan aktivitas
yang mendukung peningkatan aktivitas bisnis. Strategi bisnis terdiri dari strategi
bersaing dan strategi kooperatif seperti dikemukakan Pearce & Robinson (2015).
1. Strategi bersaing ( competitive strategy)
Mengemukakan beberapa sumber keunggulan bersaing yang dapat
dikembangkan berikut ini:
a. Low cost strategies:
Strategi bisnis yang berusaha untuk membangun keunggulan kompetitif
dalam jangka panjang dengan menekankan dan menyempurnakan kegiatan rantai
nilai yang dapat dicapai dengan biaya yang jauh di bawah biaya yang dapat
dicapai pesaing, secara berkelanjutan. Hal tersebut pada gilirannya
memungkinkan perusahaan untuk bersaing terutama dengan harga yang lebih
rendah di bawah pesaing yang masih bertahan dalam bisnis.
105
b. Differentiation:
Suatu strategi bisnis yang berusaha untuk membangun keunggulan kompetitif
dalam jangka panjang dengan produk dan layanan yang berbeda dibanding dengan
produk pesaing yang sudah ada dalam hal fitur, kinerja, atau faktor lain yang tidak
secara langsung berhubungan dengan harga dan biaya. Perbedaan tersebut
umumnya sulit diciptakan dan sulit ditiru.
c. Speed based strategies:
Strategi bisnis yang dibangun dalam hal kemampuan fungsional dan kegiatan
yang memungkinkan perusahaan untuk lebih cepat dari pesaing utamanya dalam
memenuhi kebutuhan pelanggan secara langsung maupun tidak langsung.
d. Market Focus:
Strategi generik yang menerapkan pendekatan strategi diferensiasi, atau
pendekatan strategi biaya rendah, atau kombinasi keduanya hanya di ceruk pasar
yang sempit (atau fokus). Fokus pasar dapat didefinisikan secara geografis atau
didefinisikan oleh fitur jenis produk, jenis target pelanggan, atau beberapa
kombinasi dari kedua hal tersebut.
2. Strategi Kooperatif
Strategi kooperatif terdiri dari :
a. Collaborative Strategy
Menurut Gee, EP (2000) Collaborative Strategy adalah strategi perusahaan
dalam menjalankan bisnis dengan mengoptimalkan kebersamaan dan kerjasama
dengan pihak lain yang saling menguntungkan. Sedangkan menurut Lasker, RD.,
Weis, ES. & Miller, R (2001), Collaborative Strategy adalah suatu proses yang
106
melalui beberapa pihak yang berkepentingan untuk secara bersama-sama secara
konstruktif dalam mencari solusi dan menyelesaikan masalah yang dihadapi
Selanjutnya Le Roy, F., & Sanou, FH (2014) menyampaikan gabungan
dua konsep yaitu collaboration dengan competition menjadi beberapa alternatif
yang dapat dijalankan oleh perusahaan. Alternatif ini menghasilkan 4 type
hubungan, seperti tabel berikut:
Tabel 2. 7 Type of Collaboration
S
u
mber: Le Roy (2014)
Hasil riset Le Roy, F., & Sanou, FH (2014) menyatakan bahwa dampak
yang lebih berpengaruh terhadap business performance berturut turut adalah
Coopetitive, Aggressive, dan Cooperative. Ireland, RD., Hit, MA. & Vaidyanath
D. (2002) menyampaikan istilah lain dari collaboration yaitu aliansi. Menurut
Ireland, et al (2002) aliansi adalah kerjasama antara dua atau lebih perusahaan
dalam rangka untuk meningkatkan kinerja perusahaan mereka, serta
meningkatkan posisi kompetisi mereka dengan cara berbagi sumber daya diantara
perusahaan yang berkerja sama itu.
Wheelen, T. L., Hunger, J. D., Hoffman, A. N., & Bamford, C. E. (2015).
Menyampaikan konsep synergi yang pengertiannya sama dengan collaboration.
Menurut Wheelen, at al (2015) kerjasama diantara unit bisnis atau antar fungsi
perusahaan sehingga mampu meningkatkan pendapatan perusahaan lebih tinggi
Rendah Tinggi
Rendah Co-existence Aggressive
Tinggi Cooperative Coopetitive
Derajat
kerja sama
Derajat kompetisi
107
dibandingkan bila tidak dilakukan bekerja sama. Bentuk kerjasama dalam sinergi
biasanya adalah sbb: Berbagi pengetahuan bagaimana dan cara, berkoordinasi
dalam kegiatan, Berbagi sumber daya, bersama-sama untuk mendapatkan power
ketika bernegosiasi dll.
Variabel collaborative strategy pada penelitian ini, dengan memperhatikan
beberapa konsep dari para peneliti, collaborative strategy adalah suatu upaya
perusahaan untuk meningkatkan performansi bisnisnya melalui kerjasama internal
dan atau external dengan pihak lain yang memiliki concern yang sama, bahkan
dengan competitor sekalipun.
Konstruk: Collaborative strategy adalah upaya perusahaan untuk
meningkatkan kinerja bisnis melalui kerjasama internal dan atau eksternal dengan
pihak lain yang memiliki tujuan yang sama bahkan dengan kompetitor sekalipun.
Ireland, et al (2002) menyampaikan bahwa salah satu bentuk lain dari
collaborative strategy adalah Aliansi. Sedangkan Wheelen, et al (2015)
menyampaikan bahwa bentuk collaborative strategy untuk kepentingan internal
perusahaan adalah synergi. Masing-masing konsep baik aliansi maupun sinergi
dua-duanya merupakan strategi untuk meningkat pertumbuhan bisnis. Kedua
dimensi itu layak digunakan pada penelitian ini.
Collaborative strategy dipilah menjadi 2 bagian. Collaborative strategy
terkait dengan pihak external dan Collaborative strategy terkait dengan pihak
internal. Collaborative strategy dengan pihak external antara lain adalah
Partnership, Coopetitive dan aliansi. Sedangkan Collaborative strategy yang
terkait dengan pihak internal adalah sinergi. Collaborative leadership merupakan
108
pengembangan dari konsep The Collaborative Enterprise , yaitu suatu
kemampuan tertentu untuk memanfaatkan potensi kelompok ke mitra,
menciptakan peluang dan memberikan tantangan bersama-sama (Martin
Echavarria, 2016).
Untuk indikator dimensi collaborative strategy akan menggunakan indikator
yang merefleksikan adanya pertumbuhan bisnis, atau setidaknya menguntungkan
perusahaan, partnernya dapat dipercaya, dan mendapat dukungan dari internal
perusahaan. Indikator untuk memenuhi objektif tersebut antara lain :
Collaboration strategy mampu meningkatkan “customer experirence”,
Collaboration strategy memperoleh benefit tertentu bagi perusahaan, pihak mitra
yang menjadi pihak partner Collaboration strategy memiliki nilai trust serta
collaboration harus didukung oleh internal.
Sedangkan indikator dimensi sinergi terkait internal perusahaan, memiliki
tujuan untuk membentuk kekuatan perusahaan menumbuhkan bisnis. Penekannya
pada menumbuhkan kekuatan perusahaan. Kekuatan perusahaan dapat terjadi
dengan menghimpun semua unit bisnis solid untuk mencapai target perusahaan.
Indikator yang relevan itu sinergi adalah bagaimana keterlibatan unit kerja serta
bagaimana melakukan sinkronisasi semua kegiatan yang harmonis. Resume
indikator collaborative strategy disampaikan pada tabel berikut:
109
Tabel 2. 8 Type of Collaboration
No Dimensi Indikator
1 Partnership Partnership membuka peluang
terjadinya peningkatan “customer
experirence”.
Partnership mendapatkan benefit
tertentu.
Partnership didasari pada trust
Partnership dapat dukungan dari
internal.
2 Coopetitive Coopetitive membuka peluang
terjadinya peningkatan “customer
experirence”.
Coopetitive mendapatkan benefit
tertentu
Coopetitive didasari pada trust
Coopetitive dapat dukungan dari
internal.
3 Aliansi Aliansi membuka peluang
terjadinya peningkatan “customer
experirence”.
Aliansi mendapatkan benefit
tertentu
Aliansi didasari pada trust
Aliansi dapat dukungan dari
internal.
4 Synergi Keterlibatan unit kerja
Syncronisasi kegiatan
Dimensi variabel Collaborative strategy adalah sebagai berikut:
Partnership, Coopetitive, aliansi dan sinergi. Strategi kooperatif menurut Wheelen
dan Hunger (2015) digunakan oleh perusahaan untuk mencapai keunggulan
bersaing dalam industri dengan cara bekerja sama dengan perusahaan lain.
Terdapat dua jenis strategi kooperatif yaitu collusion dan strategic alliance.
a. Collusion
Merupakan suatu kerja sama aktif perusahaan dalam suatu industri untuk
mengurangi output dan menaikkan harga untuk mencapai hukum ekonomi normal
110
dalam supply dan demand. Kolusi eksplisit dimana perusahaan bekerja sama
melalui komunikasi dan negosiasi langsung. Kolusi tacit dimana perusahaan
bekerja sama secara tidak langsung melalui sinyal atau sistem informal. Menurut
Barney kolusi tacit dapat berhasil jika: (1) terdapat sejumlah kecil pesaing yang
teridentifikasi, (2) terdapat kesamaan biaya di antara perusahaan yang berkolusi,
(3) satu perusahaan bertindak sebagai pemimpin harga, (4) adanya budaya industri
yang umum yang menerima kerja sama, (5) penjualan yang berfrekuensi tinggi
dari order yang kecil, (6) persediaan yang banyak terkait dengan fluktuasi
permintaan, (7) terdapat entry barrier untuk menjaga pesaing.
b. Strategic Alliances
Merupakan pengaturan kerja sama jangka panjang antara dua atau lebih
perusahaan atau unit bisnis independen yang terlibat dalam aktivitas bisnis untuk
mencapai keunggulan yang saling menguntungkan. Terdapat beberapa alasan bagi
perusahaan untuk mengembangkan aliansi strategis, yaitu:
a. Untuk memperoleh atau mempelajari kapabilitas baru. Suatu studi
menemukan bahwa perusahaan yang melakukan aliansi strategis memiliki
teknologi manufaktur yang modern dibanding yang tidak melakukannya.
b. Untuk mendapatkan akses ke pasar spesifik. Suatu survei yang dilakukan
oleh Economist Intelligence Unit, 59% eksekutif menyatakan bahwa alasan
utama mereka terlibat dalam aliansi adalah adanya kebutuhan untuk
ekspansi yang cepat dan berbiaya rendah untuk memasuki pasar baru.
111
c. Untuk mengurangi risiko finansial. Aliansi memiliki kebutuhan sumber
daya finansial yang lebih sedikit dibandingkan dengan akuisisi atau
bertindak sendirian.
d. Untuk mengurangi risiko politik. Membentuk aliansi dengan mitra lokal
merupakan cara yang baik untuk menghadapi defisiensi sumber daya dan
kapabilitas pada waktu berekspansi ke pasar internasional.
Jenis aliansi strategis adalah:
(1) Mutual Service consortia, merupakan kerja sama antara perusahaan sejenis
pada industri sejenis untuk mengembangkan sumber daya agar memperoleh
manfaat yang akan sangat mahal apabila dilakukan sendirian, seperti akses
teknologi canggih.
(2) Joint Venture (patungan) merupakan aktivitas bisnis kooperatif yang
dibentuk oleh dua atau lebih organisasi terpisah untuk tujuan strategis yang
akan membentuk entitas bisnis independen dan pengalokasian kepemilikan,
tanggung jawab operasional, dan sumber daya finansial.
(3) Licensing Arrangement, merupakan persetujuan dimana perusahaan pemberi
lisensi memberikan hak kepada perusahaan lain di negara lain atau pasar lain
untuk memproduksi atau menjual suatu produk.
(4) Value Chain partnership, merupakan aliansi yang kuat dan tertutup dimana
suatu perusahaan atau unit membentuk pengaturan jangka panjang dengan
supplier atau distributor kunci untuk keunggulan yang saling
menguntungkan.
112
(5) Partnership
Sebagai bentuk organisasi antar perusahaan, pentingnya aliansi strategis
dalam industri Amerika telah meningkat tajam (Lerner dan Rajan, 2006).
Umumnya didefinisikan sebagai perjanjian organisasi yang diprakarsai secara
sukarela antara perusahaan, aliansi perusahaan menyatukan perusahaan lain yang
independen secara hukum untuk menyediakan akses ke sumber daya pelengkap
dan memperkuat posisi kompetitif mereka (Baum et al., 2000; Gulati, 1995).
The Alliances Conceptual Referential Ioerative Schema (Allince –CROS)
adalah kerangka metodologis atau skema (Tubert-Oklander & Hernandez de
Turbet, 20014) untuk membangun kemitraan dan aliansi yang digunakan oleh
pelatih kemitraan. Menggunakan konsep asli CROS dari Pichon-Riviere dengan
referensi untuk membuat aliansi (martin Echavarria, 2016).
Aliansi perusahaan melibatkan investasi hubungan spesifik yang
substansial dan mekanisme kerja sama yang sudah berjalan lama (Baker et al.,
2002; Garvey, 1995; Gay dan Dousset, 2005), dan aktivitas kolaboratif antar
perusahaan seperti itu menciptakan jaringan bisnis yang dapat menjadi sumber
nilai penting (Jensen dan Meckling, 1991). Sementara literatur manajemen besar
telah mengeksplorasi pola, motivasi dan manfaat bagi perusahaan untuk masuk ke
dalam perjanjian aliansi (Daset al., 1998; Eisenhardt dan Schoonhoven, 1996;
Gulati, 1995; Stuart et al., 1999), pengetahuan masih kurang tentang konsekuensi
finansial dari kegiatan aliansi perusahaan (Lerner dan Rajan, 2006). Dibandingkan
dengan merger dan akuisisi, aliansi strategis menawarkan opsi penting lainnya
bagi perusahaan untuk berkembang (Habib, 2006).
113
Pearson (2015) menjelaskan beragam bentuk kemitraan yaitu Cooperative
Strategy digunakan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dalam suatu
industri dengan bekerja sama dengan perusahaan lain. Sedangkan Coution, aliansi
strategis yaitu mengikutsertakan kerja sama aktif perusahaan dalam suatu industri
untuk mengurangi output dan menaikkan harga untuk menghindari hukum
penawaran dan permintaan ekonomi. Perusahaan melakukan aliansi strategis yaitu
perluasan Jangkauan kerjasama jangka panjang antara dua atau lebih perusahaan
independen atau unit bisnis yang terlibat dalam kegiatan bisnis untuk keuntungan
ekonomi bersama bentuk lain kemitraan yaitu mutual service consotium yaitu
kemitraan dengan industri sejenis untuk mengumpulkan sumber daya mereka
untuk mendapatkan manfaat yang terlalu mahal jika dikembangkan sendiri
misalnya akses ke teknologi canggih. Aktivitas bisnis koperasi yaitu kerjasama
yang dibentuk oleh dua atau lebih organisasi terpisah untuk tujuan strategis, yang
menciptakan entitas bisnis independen dan mengalokasikan pemilik, tanggung
jawab operasional dan risiko finansial dan penghargaan kepada setiap anggota,
sambil mempertahankan identitas atau otonomi terpisah mereka (Pearson, 2015)
kemitraan lain yaitu pengaturan lisensi sebuah perjanjian di mana perizinan
memberi hak kepada perusahaan lain di negara lain atau pasar untuk memproduksi
atau menjual suatu produk. Sedangkan kemitraan rantai nilai aliansi yang kuat dan
erat di mana satu perusahaan atau unit membentuk perjanjian jangka panjang
dengan kunci-kunci atau distributor atau keuntungan bersama.
Pada dasarnya adanya hubungan antar institusi kuasa atas sumber-sumber
dan kepentingan interaksi dan pertukaran sosial terdiri dari pola-pola yang stabil
114
dan berulang dengan tetap memberikan makna bagi kedua institusi yang terlibat.
Hubungan didasarkan pada transaksi dan saling melengkapi dengan memberikan
hak atas penguasaan sumber daya guna menciptakan nilai dan produktivitas baik
bagi institusi maupun masyarakat luas.
Dari Teori diatas, maka dapat disampaikan bahwa strategi kooperatif
adalah upaya yang dilakukan perusahaan untuk menangkap peluang dan
menghadapi tantangan yang semakin kompetitif dengan melakukan kerjasama
baik dalam peer yang sama maupun lintas perusahaan yang berbeda untuk saling
mensubsidi kekurangan masing-masing dan menonjolkan kelebihannya masing-
masing yang digabungkan menjadi suatu bisnis yang dapat meningkatkan
penghasilan dan profit.
2.1.7. Posisi Penelitian
Yang membedakan studi ini dengan studi lainnya berdasarkan lampiran 1
tentang review penelitian sebelumnya adalah
1. Aspek Variabel
Studi sebelumnya variabel-variabel dilihat secara terpisah. Pada studi ini
variabel-variabel diuji secara bersama-sama. Dimensi variabel permodalan pada
penelitian sebelumnya menggunakan menggunakan CAR. Pada penelitian ini
ditambah dengan jumlah modal inti. Dimensi pada variabel aset pada penelitian
sebelumnya menggunakan NPL jumlah aset. Pada penelitian ini ditambahkan
dengan pertumbuhan dana pihak ketiga dan pertumbuhan kredit, yang sebelumnya
belum dilakukan oleh peneliti lain di layanan jasa perbankan di tingkat ASEAN.
115
2. Aspek Unit Analisis
Unit analisi penelitian mengenai Determinan Kinerja Bank di ASEAN
dalam rangka menghadapi MEA Perbankan pada tahun 2025 yang akan
melaksanakan implementasi Asean Banking Integration Framework (ABIF) serta
membuka peluang Bank di ASEAN menjadi QAB (Qualified ASEAN Bank),
penelitian dilakukan pada bank-bank yang sudah Go Public di ASEAN dengan
data sekunder laporan keuangan bank selama 10 tahun terakhir (2008 – 2017).
3. Aspek Praktis
Peneliti melaksanakan pengujian simulasi untuk menentukan plotting
kondisi bank-bank yang di ASEAN yang sudah Go Public, agar dapat
menentukan strategi apa saja yang harus dilakukan dalam menghadapi tantangan
MEA Perbankan di ASEAN tahun 2025. Hasil penelitian ini menyiapkan analisis
proyeksi untuk mempersiapkan Bank dalam persaingan di era MEA baik di
negaranya sendiri maupun di negara lain dalam bentuk QAB Bank. Penelitian ini
menghasilkan gambaran tentang posisi bisnis dari masing-masing Bank untuk
dijadikan sebagai rujukan strategi kooperatif.
4. Aspek Strategi
Peneliti memberikan arah kebijakan strategis yang perlu dilakukan bank-
bank di ASEAN berdasarkan hasil simulasi dan plotting kondisi Bank serta
analisa TOWS (Tantangan, Opportunity, Weakness, Strenght) di masing-masing
kondisi Bank. Pada penelitian ini dipersiapkan juga strategi korporasi dan strategi
kooperatif untuk menunjang rancangan analisi proyeksi kinerja perbankan agar
sesuai dengan kriteria QAB pada era MEA perbankan pada tahun 2025. Hasil
116
penelitian menawarkan kerangka kerja yang lebih menyeluruh untuk memecahkan
masalah performance perbankan agar sesuai dengan kriteria QAB pada era MEA
perbankan tahun 2025.
2.2. Kerangka pemikiran
2.2.1. Hubungan finansial dengan Kinerja Bank
Faktor finansial menentukan bagaimana kinerja bank, seperti
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2. 5 Finansial Dengan Kinerja Bank
2.2.1.1 Hubungan permodalan dengan kinerja bank
Keberhasilan untuk meningkatkan aset maupun pendapatan tidak dapat
dilepaskan dari dukungan struktur modal yang dimiliki. Beban bunga dan risiko
serta dampak positif lain penggunaan modal asing menjadi pertimbangan
penetapan struktur modal yang tepat. Ketersediaan modal dalam jumlah yang
cukup memungkinkan ekspansi pada pasar yang lebih luas. Pengambilan
keputusan strategis untuk memperluas pasar akan lebih implementatif dengan
adanya struktur modal yang memadai. Seperti dikemukakan oleh Pabozzi dan
Peterson (2003:328) mengemukakan bahwa modal merupakan sumber pendanaan
jangka panjang. Ketersediaan modal memungkinkan langkah-langkah strategis
untuk menguasai dan mengekplorasi peluang pasar baru pada tingkat internasional
,menjadi lebih optimal.
Finansial Kinerja
Jumingan (2011:243) Kasmir, (2016:216).
117
Dalam struktur perekonomian ASEAN yang berada dibawah tekanan yang
semakin meningkat, maka tuntutan integrasi regional yang semakin tinggi. Oleh
karena itu diperlukan dukungan modal yang memadai agar pemanfaatan dan
eksplorasi potensi pasar dapat dilakukan secara optimal. Pengurangan berbagai
batasan (restrictions) pada perbankan yang diikuti dengan meliberalisasi aliran
modal dalam kawasan perlu dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung
struktur modal yang memadai. Ketersediaan struktur modal memadai
memungkinkan perbankan untuk mendapatkan pangsa pasar dan meningkatkan
layanan jasa-jasa perbankan dengan lebih luas, efektif , aman serta profitable
artinya pendapatan akan semakin tinggi. Aset menjadi lebih produktif di wilayah
ASEAN perkembangan pasar finansial menjadikan biaya rekapitulasi seperti
dikemukakan Cotei et al (2011) sebagai dasar untuk pendanaan guna memperkuat
struktur modal. Daya tahan perbankan untuk menghadapi persaingan di ASEAN
menjadi lebih kuat dengan adanya dukungan modal yang memadai.
Berger (2003) mengemukakan kaitan struktur modal dengan performa
perbankan. Struktur kepemilikan mempengaruhi bagaimana kualitas kontrol
termasuk bagaimana informasi yang ada tersebar dengan kualitas lebih lengkap.
Struktur modal yang lebih terbuka memperkecil adanya pengerahan usaha kerja
yang tidak mencukupi dari para manajer, menekan pembiayaan yang tidak
produktif, menetapkan sejumlah input atau output yang sesuai dengan tujuan
perusahaan dan mengarahkan upaya para agen dalam memaksimalkan nilai bagi
perusahaan. Pilihan struktur modal dapat membantu mengurangi biaya agensi dan
pada akhirnya menentukan bagaimana kinerja perbankan. Struktur perbankan
118
mempengaruhi bagaimana pemberian kredit kepada perusahaan non finansial,
transmisi dampak kebijakan moneter, dan penyediaan stabilitas ekonomi secara
keseluruhan.
Struktur modal, biaya keagenan dan kinerja bank memiliki keterkaitan erat
(Dawar,2014). Dawar menegaskan adanya hubungan negatif kepemilikan dengan
kinerja perbankan. Dalam struktur pasar modal yang kurang berkembang, struktur
modal berpengaruh negatif terhadap kinerja. Postulat teori agensi harus dilihat
dengan perspektif yang berbeda mengingat terbelakangnya pasar obligasi dan
dominasi bank-bank milik negara dalam pemberian pinjaman kepada sektor
korporasi. Pemasok modal milik negara (Bank milik negara) belum mampu
menerapkan pengaruh disiplin yang besar pada manajer perusahaan India yang
terus berlanjut menikmati perilaku bebas dengan konsekuensi kinerja negatif.
Struktur modal berpengaruh terhadap kinerja. Bahkan pada saat krisis
struktur modal menentukan bagaimana performance Bank seperti dikemukakan
oleh Berger & Bouwman (2013) modal membantu bank kecil untuk meningkatkan
kemungkinan mereka bertahan hidup dan pangsa pasar setiap saat (selama krisis
perbankan, krisis pasar, dan waktu normal). Kedua, modal meningkatkan kinerja
bank menengah dan besar terutama selama krisis perbankan. Jumlah seluruh
aktiva Bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan
pada Bank lain) merupakan sumber-sumber pendapatan yang akan
mempengaruhi bagaimana performance. Di sisi lain Summers (2014)
mengemukakan tentang pertambahan akumulasi modal yang menurunkan
pertambahan nilai. Dalam jangka pendek akumulasi modal justru mengurangi
119
kinerja jika pangsa pasar yang ada telah jenuh artinya tidak ada difersifikasi
segmen pasar berdasarkan hasil perluasan pangsa pasar.
Gambar 2. 6 Struktur Modal dengan Kinerja Bank
2.2.1.2 Hubungan antara Size Asset dengan Kinerja Bank
Pertumbuhan dana pihak ketiga akan meningkatkan kemampuan Bank
untuk memenuhi kebutuhan nasabah untuk pinjaman. Selisih antara beban bunga
dan pinjaman pada nasabah merupakan pendapatan yang diterima oleh Bank.
Kondisi tersebut berdampak pada meningkatnya kinerja yang diindikasikan
dengan ROA maupun ROE. Bank yang memiliki pertumbuhan dana baik dari
deposito maupun tabungan dapat meningkatkan profitabilitasnya seperti
dikemukakan Olweny & Shipho, 2011, Athanasoglou et al., 2005, Naceur &
Omran, 2011.
Industri perbankan mempunyai peranan penting dalam perekonomian
sebagai lembaga intermediasi yang menyalurkan dana masyakarat ke dalam
investasi aset Pertumbuhan kredit dapat mendorong meningkatnya pendapatan
bank. Selisih bunga yang diperoleh pada akhirnya menentukan bagaimana kinerja
Bank.
Permodalan Kinerja
Berger., A.N (2003), Margaritis dan Psillaki
(2010), Berger & Bouwman (2013). Al-
Kayed et al (2014), Dawar.,V(2014)
120
Gambar 2. 7 Size asset dengan Kinerja Bank
Hubungan antara aset dengan kinerja bank diperoleh berdasarkan
pemahaman faktor internal adalah karakteristik bank individu yang
mempengaruhi kinerja bank. Banyak penelitian telah menganalisis kaitannya
dengan kinerja bank yang difokuskan pada faktor-faktor spesifik. Azam &
Siddiqoui, 2012 secara khusus, mengukur dampak ukuran pada kinerja perbankan.
Perusahaan dengan aset yang besar dapat mencapai skala ekonomi dan
menawarkan harga yang relatif tinggi dibandingkan dengan biaya bahkan lebih
tinggi dari pada pesaing. Kemampuan menjangkau nasabah dapat dijadikan
sebagai dasar untuk menetapkan biaya lebih tinggi dibandingkan dengan pesaing.
Ukuran aset yang besar memungkinkan perusahaan memperlaus pengaruh yang
besar dalam produk dan pasar faktor-faktor produksi. Pada akhirnya
meningkatkan kinerja Bank. Biaya yang lebih rendah dan keuntungan yang lebih
tinggi meningkatkan kinerja Bank. Aset merupakan kekuatan yang utama dalam
menjalankan bisnis berikutnya secara berkesinambungan.
2.2.1.3 Hubungan Likuiditas dengan Kinerja Bank
Kemampuan Bank dalam membayar pinjaman jangka pendeknya pada saat
jatuh tempo atau dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya (finansial yang
harus segera dipenuhi) menunjukan tingkat kesehatan bank. Namun disisi lain ada
size asset Kinerja
Olweny & Shipho, 2011, Athanasoglou et
al., 2005 Dietrich & Wanzenried, 2010,
Naceur & Omran, 2011
121
faktor risiko akibat kelebihan likuiditas pada industri layanan jasa finansial seperti
Bank. Kelebihan likuiditas menggambarkan lemahnya daya dukung infrastruktur
dalam sistem pembayaran dan pasar uang antar Bank. Bank adanya pihak yang
diberikepercayaan untuk mengelola dana nasabah. Pengelolaan tersebut
diharapkan produktif. Oleh karena itu pengelolaan likuiditas menyangkut aspek-
aspek risiko likuiditas, risiko pasar, risiko trading, penghimpunan dana dan modal,
target keuntungan dan rencana pertumbuhan.
Gambar 2. 8 Likuiditas dengan Kinerja Bank
Tingginya kepemilikan likuiditas memiliki dampak yang lebih besar pada
pilihan sekuritas dan portofolio yang menguntungkan disisi lain bank dihadapkan
pada kerugian yang muncul dari melakukan likuidasi posisi tertentu. Oleh karena
itu penting bagi bank untuk menyadari posisi likuiditasnya untuk membantu
memperluas pinjaman pelanggannya dalam kasus pasar yang menguntungkan.
Bank dengan masalah likuiditas akan kehilangan sejumlah peluang bisnis dan
pada akhirnya berdampak pada kinerja. diperkuat oleh Nguyen et al (2017) , Saad
& Samet (2017), Thao Tran et al (2016 ) Chena (2018 ), Young & Jang (2016)
Mamatzakis & Bermpei (2014 ), Chang et al (2018). Bank yang menggunakan
aset cair atau banyak pendanaan eksternal untuk memenuhi permintaan dana akan
meningkatkan biaya pendanaan Bank. Akibatnya, profitabilitas Bank menurun,
Likuiditas Kinerja
Nguyen et al (2017) , Saad & Samet (2017),
Thao Tran et al (2016 ) Chena (2018 ),
Young & Jang (2016) Mamatzakis &
Bermpei (2014 ), Chang et al (2018)
122
bank-bank dengan tingkat aset likuid yang tinggi dalam pinjaman dapat menerima
pendapatan bunga yang lebih tinggi.
2.2.1.4 Hubungan Efisiensi dengan Kinerja Bank
Kinerja perbankan tidak terlepas dari konsep efisiensi. Penggunaan sejumlah
input untuk menghasilkan output pada akhirnya menentukan bagaimana kinerja
Bank, hal ini seperti dikemukakan Doyran (2013), Hardianto & Wulandari (2016)
maupun Abid & Goaied (2016). Penggunaaan aset yang optimal akan menentukan
bagaimana pendapatan dan penurunan pada sisi biaya. Pada akhirnya akan
menentukan bagaimana input berupa pendapatan bagi perbankan. hal yang sama
dikemukakan oleh Sunil Kumar (2010), Quaranta et al (2017), Chena et al
(2017), Roghaniana et al (2012). Efisiensi menurunkan biaya dan pada akhirnya
mendorong pendapatan.
Gambar 2. 9 Efisiensi dengan Kinerja Bank
Berkembangnya kebutuhan pelanggan menjadi salah satu potensi dan
peluang pasar bagi perbankan. Fokus pada layanan jasa konvensional Bank
kurang relevan ditengah meningkatnya kebutuhan layanan untuk pelanggan.
Perbankan yang mampu mengoptimalkan peluang dengan layanan difersifikasi
produk dan pasar baru dapat mengoptimalkan kinerjanya.
Efisiensi Kinerja
Doyran (2013), Hardianto & Wulandari (2016)
maupun Abid & Goaied (2016). Sunil Kumar
(2010), Quaranta et al (2017), Chena et al
(2017), Roghaniana et al (2012),
123
2.2.1.5 Hubungan Fee Based dengan Kinerja Bank
Beragam layanan jasa perbankan yang ditawarkan kepada pelanggan.
Beragam aktivitas transaksi yang diperlukan pelanggan merupakan peluang bagi
Bank untuk memperoleh sumber-sumber pendapatan baru. Hanak (1992)
mengemukakan bagaimana perkembangan layanan jasa perbankan berdasarkan
segmen kelompok pasar yang lebih spesifik seperti untuk rumah tangga.
Perbankan dapat memberikan layanan distribusi yang secara langsung mengurangi
biaya ini untuk rumah tangga. Perbankan dapat memanfaatkan selisih nilai
dibandingkan jika masyarakat bertransaksi secara langsung untuk mengurus
keperluannya. Memberikan layanan sebagai intermediator guna memenuhi
tagihan bagi nasabah merupakan peluang meningkatkan kinerja bank. Layanan
distribusi yang disediakan oleh perbankan kepada nasabah atau pelanggan sebagai
input tetap bagi proses produksi nilai. Kondisi ini adalah peluang bagi bank untuk
meningkatkan kinerjanya. Keputusan perusahaan memaksimalisasi layanan
distribusi, variasi produk serta harga.
Gambar 2. 10 Fee-base income dengan Kinerja Bank
2.2.2 Hubungan Nonfinansial dengan Kinerja Bank
Keberhasilan kinerja bank ditentukan oleh faktor non finansial. seperti
jaringan yang diindikasikan kantor cabang yang lebih menjangkau nasabah
maupun human capital maupun. Hubungan digambarkan sebagai berikut:
Feebased Kinerja
Hanak (1992), Crouzille 2013
124
Gambar 2. 11 Non finansial dengan Kinerja Bank
2.2.2.1 Hubungan Networking dengan kinerja
Hubungan antara network dengan kinerja Bank diperoleh berdasarkan
pemahaman pada hasil penelitian (Molyneux & Wilson, 2007). Ditegaskan bahwa
upaya untuk meningkatkan network melalui teknologi yang tinggi akan
memperluas skala dan area operasional yang pada akhirnya mempengaruhi
kinerja. bank-bank yang memiliki insentif yang kuat untuk memperluas skala dan
lingkup operasi dapat aktivitas perbankan lintas batas dan pada akhirnya mencapai
kinerja yang lebih optimal.
Gambar 2. 12 Networking dengan Kinerja Bank
Perubahan teknologi dan dinamika tuntutan pelanggan mengarahkan
perusahaan agar mengoptimalkan seluruh kemampuannya termnasuk modal
jaringan. Luasnya jaringan yang dimiliki oleh Bank baik untuk jaringan pasar
maupun jaringan yang memperkuat agar pasar tetap berada dalam penguasaan
pada akhirnya mendorong meningkatnya kinerja perusahaan. Uzzi (1997)
menegaskan posisi jaringan memengaruhi perilaku dan kinerja kompetitif. Hal
yang sama dikemukakan Surin et al (2017). Jaringan adalah kemampuan jaringan
Network Kinerja
Molyneux & Wilson, 2007 , Uzzi (1997),
Surin et al (2017), Durugbo (2013)
Non
finansial Kinerja
(Moers Frank, 2000),Conrod (2001) Ittner dan Lacker (2000), Kaplan (1996)
125
dinamis sebagai kapasitas perusahaan untuk mengembangkan suatu serangkaian
aktivitas bisnis yang lebih luas dan menguntungkan. Perusahaan memiliki
beragam kesempatan untuk mengekplorasi adanya peluang-peluang pasar baru
atau memperluas inovasi produknya bahkan memperluas struktur modal serta
sumber daya perusahaan yang dapat digunakan untuk tujuan profit. Pentingnya
jaringan bagi perusahaan untuk memperkuat kapasitas tidak diragukan. Jaringan
memungkinkan perusahaan memperoleh informasi lebih lengkap dan pada
akhirnya dapat menetapkan sejumlah pilihan yang sesuai dengan tujuan
perusahaan.
Ketersediaan Automated Teller Machine (ATM), maupun jaringan
komunikasi dengan pelanggan melalui media social memungkinkan Bank
menutup transaksinya lebih cepat artinya konsumen membayar lebih cepat dan
pada akhirnya kinerja perbankan meningkat. Durugbo (2013) menegaskan
jaringan komunikasi yang saling melengkapi berpengaruh terhadap kemajuan
bisnis secara keseluruhan.
2.2.2.2 Hubungan Human capital dengan kinerja
Ketersediaan SDM yang memadai memungkinkan perusahaan untuk
mengkordinasikan, mengalokasikan sumber-sumber daya untuk digunakan dalam
mendukung layanan pada nasabah. Interaksi dengan pelanggan, rumusan strategi
maupun eksekusi strategi memerlukan sejumlah SDM memadai. Setiap aktivitas
bisnis yang dirancang oleh perusahaan tidak dapat dilepaskan dari ketersediaan
SDM. Ditengah persaingan yang sangat kompetitif kedudukan manusia untuk
menciptakan inovasi layanan sangat strategis.
126
Gambar 2. 13 Human capital dengan Kinerja Bank
Wal et al (2018:3) mengemukakan bahwa modal manusia berkaitan dengan
inovasi yang pada akhirnya akan mendorong pembelian produk-produk layanan
jasa perbankan oleh nasabah. Perluasan layanan jasa perbankan memerlukan
dukungan SDM agar praktik-praktik manajemen di organisasi memerlukan
dukungan SDM yang memadai agar pembagian kerja (division of work), atau
koordinasi (coordination). Untuk mengintegrasi aktivitas layanan menjadi lebih
optimal artinya kinerja Bank akan meningkat. Hal yang sama dikemukakan
Arteaga (2016), Agarwal et al (2018), Donald &Lantub (2014), Torabia et al
(2016), Ali (2016).
2.2.2.3 Hubungan Digital Service dengan Kinerja
Perkembangan teknologi dan komunikasi memungkinkan Bank
menyediakan layanan jasa yang lebih spesifik dan menjangkau pasar yang lebih
luas. Interaksi dan penyediaan nilai untuk pelanggan menjadi lebih cepat dan tepat
dengan biaya yang lebih rendah. Artinya Bank dapat mebngoptimalkan
penggunaan faktor-faktor produksinya dengan tetap memperluas jangkauannya.
Gambar 2. 14 Layanan Digital dengan Kinerja Bank
human capital
Kinerja
Arteaga (2016), Agarwal et al (2018),
Donald &Lantub (2014), Torabia et al
(2016), Ali (2016)
Layanan Digital
Kinerja
Malhotra & sing (2009), Kalathil et al (2015),
Drasch et al (2015), Reydet et al (2017), Ozili
(2017),Koh et al (2017) , Parise et al (2016)
Stoicaa (2013), Beccalli(2006), Hanafizadeh et al
2012)
127
Mahdi & Dawsoon (2007) menyampaikan infrastruktur berupa teknologi
baru adalah fitur penting dari sistem perbankan internasional. Ketersediaan
layanan digital mempermudah transaksi termasuk bagi bank itu sendiri. Van Wie
(2012). Akses pelanggan terhadap layanan jasa perbankan menjadi lebih cepat dan
perbankan bisa memberikan layanan yang tepat sesuai dengan spesifikasi yang
diinginkan pelanggan. sejalan dengan malhotra & sing (2009), Kalathil et al
(2015), Drasch et al (2015), Reydet et al (2017), Ozili (2017),Koh et al (2017) ,
Parise et al (2016) Stoicaa (2013), Beccalli(2006), Hanafizadeh et al 2012.
ketersediaan layanan digital membantu pelanggan dalam bernavigasi dan
perbankan menyediakan akses di beberapa saluran dan penyedia layanan jasa
perbankan.
2.2.3 Hubungan Good Corporate Governance dengan kinerja bank
Konsep Good Corporate Governance berkembang seiring dengan
meningkatnya tuntutan kehati-hatian tatakelola serta persaingan. Mengenai GCG
di sektor perbankan Krayenbuel (1993:26) menyampaikan bahwa GCG
merupakan 'tata kelola korporasi' yang menggambarkan tugas dan tanggung jawab
dewan direksi yang bertanggung jawab atas kinerja perusahaan secara
keseluruhan. Corporate governance adalah keseluruhan perangkat pengaturan
legal, kebudayaan, dan institusi yang menentukan apa yang dapat dilakukan
perusahaan publik, siapa yang mengendalikan, bagaimana pengendalian
dilakukan, dan bagaimana risiko dan imbal hasil saham dari aktivitas-aktivitas
yang dilakukan oleh perusahaan tersebut dialokasikan.
128
Corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada agency
theory. GCG diharapkan dapat berfungsi sebagai tools untuk memberikan
keyakinan kepada investor bahwa pengelolaan dana yang diinvestasikan
dilakukan dengan baik sehingga perusahaan menghasilkan return (Shleifer dan
Vishny, 1997 : 737). Regulasi sistem yang difungsikan untuk meminimalisir
terjadinya moral hazard dalam hubungan keagenan.
Mengenai GCG di sektor perbankan Arun dan Turner (2004:371) tentang
penerapan GCG untuk bank di negara-negara berkembang bahwa reformasi
perbankan hanya dapat dilaksanakan dengan dukungan sistem peraturan kehati-
hatian dinyatakan tentang pentingnya GCG ditegaskan: “The corporate
governance of banks in developing economies is important for several reasons”.
Konsep GCG menurut Arun dan turner (2004:372) adalah sebagai mekanisme
agar para pengelola perbankan bertindak dalam kepentingan para pemegang
saham. Ardalan (2007:506) sebelum menerapkan BCG, terlebih dahulu dipahami
tentang landasan berpikir GCG itu sendiri. Pemahaman adalah berhubungan
dengan sifat dan peran tata kelola perusahaan. Ahrens (2009:312) menegaskan:
“corporate governance is perceived to be important and topical, which creates a
strong demand for understanding”
Mengenai GCG sebagai tata kelola perusahaan di bank-bank negara
berkembang, Chahine dan Safieddine (2009:208) pentingnya menjaga industri di
negara-negara berkembang dari kegagalan sistematis, yang mengakibatkan adanya
inefisiensi. Sejak terjadinya kegagalan satu bank yang dapat mempengaruhi
kepercayaan deposan atau kreditur dalam perbankan industri, yang sangat rentan
129
menyebabkan guncangan, sejumlah peraturan finansial internasional dan nasional
diimplementasikan dalam rangka menciptakan sistem perbankan yang stabil dan
aman.
2004
Gambar 2. 15 GCG dengan Kinerja Bank
2.2.4 Hubungan Ekonomi Makro dengan Kinerja bank
Inflasi menyebabkan nilai mata uang menurun. Namun di sisi lain kinerja
meningkat. Hal ini disebabkan adanya suku bunga acuan baru yang dijadikan
sebagai instrument untuk mengatasi inflasi. Suku bunga acuan tersebut
mempengaruhi penetapan bunga pada nasabah atau penetapan biaya untuk
nasabah atas layanan yang diberikan oleh bank. Kenaikan harga akan memicu
kenaikan harga pada layanan perbankan. kenaikan harga barang akhir (output)
mendahului kenaikan harga barang-barang input untuk layanan perbankan dan
harga-harga faktor produksi (upah dan sebagainya) akan memicu harga yang
ditetapkan untuk nasabah. Dalam setiap kenaikan faktor-faktor input produksi,
Bank tetap menghitung setiap modal yang digunakan. Semakin tinggi
penggunaan modal untuk faktor-faktor produksi maka semakin tinggi harga yang
ditetapkan dan pada akhirnya mempengaruhi pendapatan perbankan.
Gambar 2. 16 Ekonomi Makro dengan Kinerja Bank
Ekonomi makro
Kinerja
Aburime, 2005,Boyd yet al (2001),
Thanh (2015), Dietrich & Wanzenried,
2010 Naceur & Omran, 2011
GCG Kinerja
Arun dan Turner (2004-372)
Arens (2009-312), turner (2004)
130
Perubahan suku bunga acuan akan mempengaruhi bagaimana pinjaman
maupun dana pihak ketiga. Perubahan suku bunga akan mengubah biaya pinjaman
atau pendapatan dari tabungan. Bunga yang tinggi akan mempengaruhi sisi
permintaan dan penawaran dana yang dikelola oleh bank. pada akhirnya
menentukan bagaimana kinerja lembaga. Suku bunga yang terlalu tinggi akan
mengurangi minat debitur untuk menggunakan dana perbankan dalam membiayai
aktivitas produktif maupun konsumsinya. Disisi lain bunga yang rendah akan
mengurangi penyimpanan dana nasabah di Bank dan kondisi tersebut akan
mengurangi kemampuan bank dalam mengelola aset-asetnya. Sejalan dengan
Aburime (2005), Boyd yet al (2001), Thanh (2015), Dietrich & Wanzenried
(2010), Naceur & Omran (2011), yang mengungkapkan pentingnya faktor
ekonomi makro.
2004
Gambar 2. 17 Suku Bunga dengan Kinerja Bank
Nilai mata uang dijadikan sebagai salah satu pertimbangan investasi bagi
beberapa investor. Lemahnya nilai mata uang dalam negeri atas dolar berdampak
pada pilihan investasi atau tabungan nasabah. Yang pada akhirnya
mempengaruhi kesempatan Bank untuk memperoleh pendapatan dengan
mengelola uang nasabah. Selisih bunga sebagai salah satu sumber pendapatan
bank berkurang dengan kurangnya dana nasabah yang dikelola.
Suku Bunga Acuan
Kinerja
Aburime (2005), Boyd yet al (2001), Thanh
(2015), Dietrich & Wanzenried (2010),
Naceur & Omran (2011)
131
Depresiasi mata uang menyebabkan adanya krisis mata uang yang
memunculkan efek penularan terhadap sektor nyata misalnya meningkatnya suku
bunga sebagai dampak dari kebijakan untuk mengantisipasi depresiasi. Hal ini
menyebabkan bunga pinjaman naik dan pada saat yang sama beban bunga yang
harus dibayarkan pihak bank meningkat. Rendahnya selisih bunga menyebabkan
kinerja menurun terlebih dalam situasi krisis mata uang kinerja sektor riil
menurun. Kredit turun dan pada akhirnya performance kinerja menjadi turun.
2004
Gambar 2. 18 Nilai Tukar dengan Kinerja Bank
2.2.5 Kerangka Pemikiran Simulasi dan Plotting Kondisi Bank
Setelah meneliti determinan Bank, diperlukan Simulasi dan Plotting
terhadap Bank yang diteliti untuk menentukan analisa TOWS dan menetapkan
Strategi yang dipilih. Dengan asumsi bahwa pasar dalam persaingan pasar yang
sempurna, tidak ada hambatan untuk masuk dalam persaingan pasar ASEAN.
Kami mengatur model menjadi dua tingkat terpisah, yaitu tingkat mikro dan
tingkat makro. Di tingkat mikro kami memperkirakan bagaimana perilaku mikro
Bank bersaing head to head antara bank di pasar domestik (h) dan pasar luar
negeri (f) di mana set pasar dibedakan dalam . Kami menggunakan
persaingan antara Bank dengan permainan statis informasi yang tidak lengkap
dengan banyak ekuilibria sebagaimana kami jelaskan lebih lanjut dalam sub
Nilai Tukar Kinerja
Aburime (2005), Boyd yet al (2001), Thanh
(2015), Dietrich & Wanzenried (2010),
Naceur & Omran (2011)
132
bagian sebagai berikut. Di tingkat makro kami memperkirakan bagaimana bank
baik masuknya domestik atau asing di pasar ASEAN dipengaruhi oleh variabel
makro seperti jumlah perusahaan (N), produk domestik bruto (PDB), populasi
(POP), dan produktivitas bank ( ) dengan respons impuls fungsi (IRF).
a. Model Tingkat Mikro
Model dasar permainan statis dengan informasi tidak lengkap yang kami
ikuti menurut Bajari et al (2010). Kami menggunakan game statis menurut Boyd
Nicolo (2005) bahwa keputusan Bank untuk masuk di pasar dengan mode
kesetimbangan Nash. Boyd-Nicolo (2005) berusaha memperluas model teoretis
menjadi model empiris yang menunjukkan bagaimana bank bersaing di pasar
melalui aksi untung.
Persaingan antar Bank dalam kawasan ASEAN memiliki jumlah pemain i =
1,…, n. Setiap tindakan untuk bersaing dengan bank lain untuk tindakan bersaing
dengan Bank lain dicatat oleh a. Oleh karena itu, untuk setiap tindakan Bank yang
dapat bersaing di pasar ASEAN dengan menggunakan perilaku Bank untuk
mengendalikan daya saing mereka . Untuk setiap tindakan Bank
memiliki serangkaian tindakan terbatas untuk bersaing akan menghasilkan 72
contoh tindakan pembayaran hasil Bank di kawasan ASEAN. Definisi laba
didefinisikan menurut Boyd dan Nicolo (2005), sedangkan fungsi laba ini
ditentukan oleh faktor-faktor seperti pinjaman, deposito, dan risiko. Kelangsungan
hidup Bank dapat masuk di pasar akan didefinisikan sebagai
(1)
133
Di mana Where adalah keseimbangan untuk hasil kompetisi yang
. adalah suku bunga pinjaman, adalah suku bunga
simpanan, ρ adalah ukuran risiko di mana Bank mau masuk ke pasar domestik
atau asing. adalah permintaan untuk simpanan serta pinjaman dalam
perekonomian. Definisi ini berasal dari berbagai tindakan (a) masuknya Bank ke
pasar dengan kinerja keuangannya, mis. laba atas aset (ROA), laba atas ekuitas
(ROE) atau risiko seperti kredit macet (NPL). Tindakan Bank dengan kinerja
keuangannya memengaruhi persaingan mereka dalam tindakan i. Selanjutnya,
tindakan bank untuk bersaing dalam pasar dalam negeri (h) dan pasar luar negeri
(f) dengan serangkaian pilihan terpisah , sedangkan tindakan
Bank pesaing i yaitu j akan bereaksi terhadap a_i yang didefinisikan sebagai a_j.
Kami mendapat tanggapan dari pesaing bank kecuali Bank yang saya definisikan
sebagai di mana j = i-1. Set ini menjelaskan kepada
kita bagaimana pesaing dekat ( ) dan pesaing lainnya ( ) bereaksi terhadap
bank i bersaing dalam pasar ASEAN. Strategi campuran a_ij ini sebagai matriks
hasil sesuai dengan asumsi kami yang memengaruhi persamaan (1).
Kemampuan Bank masuk ke pasar menurut persamaan (1) disebut sebagai
variabel keadaan. Dalam istilah ini, variabel s adalah kemampuan Bank untuk
bertahan di pasar ( . Oleh karena itu kita memiliki seperangkat probabilitas
kelangsungan hidup bank ke pasar sebagai
. Di mana S
adalah seperangkat bilangan real yang kemungkinan bank bertahan di pasar
134
ASEAN. S ini disebut sebagai game diskrit dalam set diskrit sebagaimana
dinyatakan oleh Boyd-Nicolo (2005).
Dalam perspektif ekonometrik, keputusan dipengaruhi oleh nilai kesalahan
unobservable yang tidak dapat diobservasi ( ). Perangkat yang tidak
dapat diobservasi ini didefinisikan sebagai informasi pribadi untuk setiap Bank.
Variabel-variabel ini diikuti di seluruh Bank dan tindakan. Ini menghasilkan
kepadatan sesuai dengan tindakan Bank dalam pilihan k. Jika respons i - bank
dalam ROA, ROE, dan NPL, akibatnya j - bank memiliki reaksi yang sama. Jadi,
fungsi yang tidak dapat diamati menjadi or .
Himpunan bank untuk memilih tindakan mereka akan menghasilkan
preferensi Bank dengan utilitas yang berbeda. Tindakan Bank untuk memilih
preferensi laba mereka akan menentukan fungsi utilitas mereka untuk bank i.
Oleh karena itu perlu untuk memperkirakan preferensi tindakan ini ke dalam
fungsi utilitas sehingga (Train, 2009),
(2)
where
Persamaan (2) dapat diselesaikan dengan model multinomial logit seperti yang
dinyatakan oleh Train (2009). Preferensi Bank i untuk memenuhi
keseimbangannya pada titik dipengaruhi oleh variabel strategis aksi
sebagaimana dinyatakan dalam dan preferensi stokastik mereka
.
Dalam pilihan diskrit standar dengan permainan dinamis, aksi
akan
dimasukkan ke dalam persamaan (2). Dalam model kami, kami mengecualikan
tindakan dan kami anggap termasuk . Definisi ini menyiratkan bahwa
135
pemain menjaga informasi yang menyatakan bahwa model kami sebagai
informasi yang tidak lengkap. Istilah dinyatakan sebagai parameter vektor
(yaitu ROA, ROE, atau NPL) yang berpengaruh pada probabilitas bank baik
untuk masuk di pasar h atau dicatat sebagai untuk di pasar f atau dicatat
sebagai .
Asumsi ini memberi informasi kepada kami bahwa bank saya akan masuk ke
dalam pasar ASEAN sesuai dengan survival memerintahkan pilihan diskrit (δ_i)
untuk menembus di pasar asing sehingga
sedangkan untuk pasar
domestik atau rumah sebagai
, sehingga kita memiliki tingkat
penetrasi pasar untuk pasar dalam negeri (h) dan pasar luar negeri (f) yaitu:
(3)
Di mana pilihan kelangsungan hidup diskrit untuk masuk Bank di pasar luar
negeri ( ) memiliki tingkat yang lebih tinggi dari pada tingkat domestik
( ). Kami berasumsi bahwa Bank yang bersaing di tingkat asing lebih
produktif daripada tingkat domestik. Kami menerapkan asumsi ini menurut
Niepmann (2015) berdasarkan teori perdagangan internasional bahwa Bank asing
atau kita dapat disebut sebagai perbankan internasional memiliki lebih produktif
dari pada Bank domestik (Buch et al, 2014). Kami berasumsi bahwa Bank
internasional di ASEAN memiliki kinerja yang lebih baik daripada bank
domestik. Konsekuensinya, asumsi ini harus sejalan dengan fungsi produksi yang
menguraikan heterogenitas bank di seluruh bank ASEAN. Kami mendefinisikan
136
heterogenitas Bank dari Bank domestik dan internasional di bagian berikut. Di
Bank Internasional, Bank dapat beroperasi di pasar domestik dan internasional
karena Bank Internasional akan memiliki efisiensi yang lebih baik dari pada Bank
domestik.
Dalam model kami, karena pasar bebas dan tidak ada hambatan untuk masuk,
bank akan memasuki pasar sesuai dengan variabel keadaan vektor seperti
disebutkan sebelumnya. Mereka dapat bergerak dengan mudah baik sebagai
perbankan domestik atau internasional karena liberalisasi keuangan dalam
integrasi perbankan ASEAN. Oleh karena itu, kemampuan Bank untuk masuk di
pasar hanya berdasarkan variabel keadaan mempengaruhi
Asumsi ini menyatakan, bahwa pesaing bank akan bereaksi
berdasarkan informasi publik yang dipublikasikan dalam dokumen formal seperti
laporan keuangan atau neraca untuk merespons dengan keputusan mereka untuk
memasuki pasar domestik atau asing. Kita dapat mendefinisikan bahwa distribusi
tindakan strategis bank untuk bertahan di pasar probabilitas s sebagai
. Kita akan memiliki fungsi utilitas seperti yang
dinyatakan dalam persamaan (2) menjadi,
(4)
Dalam persamaan (4) jelaskan bahwa utilitas yang diharapkan dari Bank untuk
masuk sebagai h, f atau keduanya akan tergantung pada
. Sementara
itu, utilitas Bank-i untuk memilih utilitas dalam pembayaran ditentukan oleh
faktor . Istilah
mendefinisikan bahwa serangkaian aksi
137
antara dari pesaing bank akan mempengaruhi fungsi utilitas Bank-i di pasar
yang ada . Di sisi lain keputusan tidak lengkap karena ada ϵ_i atau informasi
pribadi tidak dapat diobservasi. Kegunaan bank untuk memiliki kepuasan yang
diharapkan
dipengaruhi oleh informasi publik Bank j seperti yang
dinyatakan oleh
Dengan menyederhanakan persamaan (4) yang kita
miliki
(5)
Kita dapat menggambarkan struktur pembayaran dalam (4) dengan fungsi
probabilitas terurut yaitu probabilitas untuk memasuki pasar domestik atau pasar
internasional. Seperti disebutkan dalam persamaan (3) dan (5) sedemikian rupa
sehingga,
(6) Prob or
Kita dapat menurunkan persamaan (6) ke dalam fungsi linier sedemikian sehingga
membedakan antara pasar asing, pasar domestik, dan tidak ada keduanya,
(7)
i
or oreign market
i
or domestic market
or none
Seperti yang dinyatakan pada kondisi (7) maka probabilitas pilihan keseimbangan
didistribusikan sebagai
(8) Pr
Di sisi lain, karena fungsi utilitas seperti dicatat oleh (4) dan kondisi (8) kita harus
menghindari hubungan satu-ke-satu dengan pilihan nilai tertentu. Nilai spesifik
138
pilihan ini akan memulihkan parameter struktural untuk memilih variabel status
alternatif seperti yang dinyatakan oleh Hotz-Miller, 1993). Dengan demikian,
kami menunjukkan keseimbangan pilihan diskrit,
(9)
Dimana memetakan probabilitas pilihan yang harus dibalik seperti yang
disarankan oleh Hotz-Miller (1993) (9) menjadi
(10)
Persamaan (10) memberi tahu kami bahwa membalikkan keseimbangan bahwa
hubungan antara pilihan diskrit untuk
telah dipulihkan secara
nonparametrik. Kondisi (10) masih belum sepenuhnya lengkap, kita harus
mempertimbangkan bahwa ada heterogenitas bank sebagaimana dicatat oleh
persamaan (7) adalah penting bahwa keputusan
Keputusan survival bank di pasar ASEAN bergantung pada vektor
produktivitas atau disebut sebagai shock produktivitas (Bajari et al, 2010). Ada
persyaratan ketat bahwa produktivitas Bank - i pada ,, tidak boleh dikaitkan
dengan produktivitas bank - j pada s. Pembatasan ini akan merevisi persamaan
(10) menjadi,
(11)
Persamaan (11) didefinisikan sebagai laba untuk Bank-i dan Bank-j tidak boleh
dikaitkan satu sama lain dalam hal produktivitas mereka sebagaimana dicatat oleh
persyaratan .
139
b. Biaya Marginal dan Produktivitas
Dalam bagian ini, laba berdasarkan perbedaan biaya marjinal di pasar
yang berbeda. MC didefinisikan dalam keseimbangan jangka pendek dan jangka
panjang melalui properti dasar dari biaya marjinal yaitu
(12)
Dimana MC adalah biaya marjinal, TC adalah biaya total, Q adalah kuantitas atau
produktivitas bank. Keuntungan definisi ini bahwa proses masuknya pasar
membutuhkan biaya masuk seperti biaya hangus. Sementara itu, biaya marjinal
mewakili titik shutdown dalam jangka panjang, kami mengasumsikan MC dapat
diperkirakan dengan tepat tanpa biaya hangus, karena dalam liberalisasi keuangan
tidak ada biaya hangus untuk memasuki pasar. Oleh karena itu, pilihan terpisah
bahwa bank akan masuk ke pasar melalui biaya marjinal yang kompetitif antara
Bank langsung di pasar,
(13) Pr
Pr
Persamaan (13) memberi tahu kami bahwa margin kompetitif di pasar
domestik akan berada dalam keseimbangan diskrit pada (Pr ) jika
bank - saya dapat bersaing dengan bank lain - j di pasar domestik jika marjinal
mereka biaya lebih rendah daripada bank lain - j kita taruh dengan memesan 1. Di
pasar luar negeri, jika Bank-saya lebih kompetitif daripada bank asing untuk
Bank-saya atau Bank -j dipesan 2. Keseimbangan ini akan mencapai pada
(Pr ). Sebaliknya, jika Bank tidak lagi kompetitif untuk kedua
140
kondisi tersebut, keseimbangan diskritnya adalah Pr . Untuk
memperkirakan fungsi TC diperkirakan melalui fungsi translog yaitu
(14)
Di mana TC adalah biaya total dan, K adalah belanja modal, dan L adalah belanja
tenaga kerja, variabel-variabel ini dikempiskan dengan deflator harga. Menurut
persamaan (12), ada perubahan produktivitas karena kita dapat menghitung harus
sejalan dengan guncangan produktivitas seperti yang disorot dalam persamaan
(11). Produktivitas harus dibatasi antara . Pentingnya asumsi ini memberi
tahu kami bahwa kami harus memperkirakan fungsi produksi dengan cermat
untuk menghitung produktivitas Bank.
Untuk memperkirakan heterogenitas bank antara domestik dan asing, kita
harus membedakan teknologi antara Bank. Poin ketika kita memperkirakan
dengan asumsi-asumsi terbatas itu kita harus mulai ada perbedaan kinerja antara
Bank yang menyebabkan heterogenitas antara produktivitas Bank. Asumsi ini
akan mengarahkan kami untuk memperkirakan fungsi produksi berdasarkan
variasi harga lintas Bank dan waktu untuk output dan input. Pada tahap pertama
kami memiliki fungsi produksi yang diberikan oleh,
(15)
Di mana Q_it adalah output bank yang didefinisikan sebagai , di
mana L adalah pinjaman dan D adalah deposito. adalah produktivitas Bank,
dan adalah Bank yang telah berpengalaman dengan perbankan internasional
(f) atau pengalaman asing di pasar ASEAN. Produktivitas dimodelkan dengan
istilah Hicks-netral. Fungsi produksi (15) diperkirakan oleh
141
(16)
Fungsi produksi dengan heterogenitas bank diperkirakan dengan prosedur
Ackerberg et al (2015). Prosedur ini meningkatkan metode dari metode Olley-
Pakes (1996) dan Levinsho-Petriny (2003) untuk mengurangi parameter fungsi
produksi bias yang biasanya ada untuk guncangan produktivitas yang tidak
teramati (ω_it).
Dalam fungsi produksi konvensional, parameter dan diperkirakan
secara langsung dengan fungsi translog. Menurut Olley-Pakes (1996) parameter
tersebut menyebabkan bias karena istilah yang tidak dapat diobservasi dalam
model konvensional tidak mempertimbangkan keputusan di antara dan . Di
sisi lain, sebelum Bank memutuskan untuk menambah modal atau tenaga kerja
pada periode saat ini. Keputusan mereka mempengaruhi dari periode sebelumnya.
Fungsi produksi konvensional tidak menyangkut keputusan bank untuk
berinvestasi baik dalam modal atau tenaga kerja sedangkan fungsi ini sangat
penting ketika pemegang saham menempatkan investasi mereka untuk
meningkatkan modal atau mempekerjakan karyawan baru. Sementara kebijakan
investasi ini yang biasanya diwakili dalam unobservable tidak terkontrol, estimasi
parameter akan menyesatkan. Oleh karena itu, parameter ini bias, itu akan
terhambat pada estimasi produktivitas. Selanjutnya, Ackerberg et al (2015) juga
prihatin tentang memperkirakan fungsi produksi dengan General Method of
Moment (GMM) saat mereka melakukan fungsi kebijakan investasi. Van
Biesebroeck (2007) berpendapat bahwa metode GMM menghasilkan estimator
ketekunan untuk memperkirakan perbedaan produktivitas.
142
Pada bagian ini kami menganggap bahwa fungsi kebijakan investasi untuk
persamaan (16) akan menjadi sebagai tindakan negara pilihan diskrit yang dialami
bank dengan perbankan internasional ( ) yang yang
diberikan oleh
(17)
Kami membalikkan produktivitas yang dipengaruhi oleh keputusan investasi
seperti yang dilakukan Olley-Pakes (1996). Kami memulihkan fungsi produksi itu
. persamaan (16) menjadi,
(18)
Dalam persamaan (18) produktivitasnya bergantung pada pergerakan
produktivitas yang diubah bank seiring waktu. Komponen utama dari persamaan
ini harus menguraikan bagaimana bank akan memasuki pasar baik pasar domestik
maupun asing. Tingkat kelangsungan hidup Bank dengan pengalaman di
perbankan internasional dapat ditentukan dalam pilihan terpisah untuk estimasi
produktivitas dan modal.
Oleh karena itu, estimasi non parametrik untuk kelangsungan hidup Bank
pada waktu t dan informasi yang ditetapkan oleh informasi periode sebelumnya
pada t-1. Aturan pemilihan untuk Bank tetap aktif di kawasan ASEAN
didefinisikan sebagai . Ambang produktivitas ini akan
menentukan aturan seleksi dengan perilaku produktivitas autoregresif. Aturan
seleksi untuk produktivitas bank untuk masuk ke pasar domestik atau pasar
domestik dan asing sebagai
(19)
143
Dari persamaan (19) kami memiliki cutoff produktivitas untuk Bank
dengan tingkat kelangsungan hidup untuk pasar asing dengan with
. Produktivitas cutoff ini menggambarkan, kemampuan bank
untuk memasuki pasar luar negeri atau bertahan di pasar luar negeri dengan proses
produktivitas sebagai berikut
(20)
Dari persamaan ini (20), sekarang kita memiliki setidaknya estimasi bersih yang
mendefinisikan batasan guncangan produktivitas seperti yang dinyatakan dalam
persamaan (10) hingga . Kami memperkirakan persamaan ini melalui solusi
momen sebagai berikut
(21)
Persamaan (21) menjelaskan kepada kami, bahwa guncangan produktivitas ,
tergantung pada mobilitas modal dan juga jumlah bank tenaga kerja. Kami lebih
suka bahwa modal dan tenaga kerja berdampak langsung pada produktivitas bank
pada periode saat ini. Dalam persamaan (21) menurut Ackerberg et al (2015), ini
membutuhkan estimasi persisten untuk mengurangi kesalahan optimasi di .
144
Dalam skala pengembalian konstan, keputusan optimal dalam persamaan (17)
seharusnya tidak tergantung pada persediaan modal saat ini. Asumsi ini
menyatakan, bahwa modal pada periode sebelumnya akan dibelanjakan langsung
untuk menghasilkan output pada periode sebelumnya, jika tidak pada periode
berjalan akan mempengaruhi produktivitas pada periode sebelumnya. Oleh karena
itu, guncangan produktivitas dipengaruhi oleh produktivitas sebelumnya, tenaga
kerja dan pengalaman bank di pasar seperti kelangsungan hidup bisnis baik pasar
domestik maupun internasional. Argumen ini menyiratkan bahwa persamaan (21)
harus diselesaikan dengan menggunakan teknik persamaan Euler yang biasanya
diselesaikan dengan simulasi Monte Carlo.
c. Bank Entry and Macroeconomy
Dalam sub bagian ini kami memperkenalkan bagaimana permintaan produktivitas
Bank di negara-negara anggota ASEAN memengaruhi kompetisi Bank. Seperti
yang kami sebutkan dalam persamaan (13), kesediaan bank untuk masuk di
negara-negara anggota ASEAN tergantung pada jumlah perusahaan yang terdaftar
(N) di masing-masing negara anggota. Permintaan pinjaman atau simpanan
bergantung pada jumlah perusahaan yang menyatakan . Di mana
, atau menuntut elastisitas output melebihi jumlah perusahaan.
Dari persamaan (13), kita dapat menyatakan bahwa masuknya bank ke negara-
negara anggota ASEAN menurut Breshnan-Reiss (1991) tentang ambang masuk,
(22)
Perlu dicatat bahwa adalah laba sebagaimana dicatat dalam persamaan
(12), diprediksi menurut estimasi hasil dalam persamaan (12).
145
diprediksi mendapat keuntungan dari game statis diskrit dengan informasi
yang tidak lengkap, adalah elastisitas permintaan, dan N adalah jumlah
perusahaan yang masuk di pasar. Menurut Schaumans dan Verboven (2015) the
tidak hanya masuk perusahaan di pasar, pada kenyataannya dapat
menjadi proksi sebagai keuntungan industri variabel per kapita, atau variabel lain
seperti Populasi dan Produk Domestik Bruto (PDB) ). Dari model entri sederhana
ini, dalam konteks ekonomi makro kami menggunakan Impulse Response
Function (IRF) untuk mengukur dampak variabel ekonomi makro dengan
menggunakan prosedur dari Jorda (2005) sebagai berikut
(23) t
Di mana adalah efek tetap negara, t adalah efek tetap waktu, adalah
perubahan panjang perusahaan yang terdaftar di setiap negara, adalah
kontrol vektor seperti populasi negara, PDB riil, dan produktivitas bank ( ).
IRF dibuat pada di mana dampak permintaan meningkat dari perusahaan
sebagai proksi permintaan pinjaman serta dampak setoran pada persaingan Bank.
146
PARADIGMA PENELITIAN
Gambar 2. 19 Paradigma Penelitian
2.3. Hipotesis.
Berdasarkan kerangka pemikiran sebelumnya yang telah dibahas diatas,
maka dibuat hipotesis penelitian pada perbankan yang ada di ASEAN sebagai
berikut.
Ha1. Gambaran finansial yang terdiri dari permodalan, aset, likuiditas, efisiensi,
fee-based income, non finansial terdiri dari networking, human capital ,
GCG dan Faktor ekonomi makro serta Kinerja Bank yang sudah Go Public
se-ASEAN berada pada kriteria baik.
Ha2 Faktor finansial memiliki pengaruh terhadap Kinerja Bank yang sudah Go
Public se-ASEAN.
Ha3 Faktor non finansial memiliki pengaruh terhadap Kinerja Bank yang sudah G
Go Public se-ASEAN.
Ha4 Faktor GCG memiliki pengaruh terhadap Kinerja Bank yang sudah Go
Public se-ASEAN.
Ha5 Faktor ekonomi makro memiliki pengaruh terhadap Kinerja Bank yang sudah
Go Public se-ASEAN.
Kinerja Bank - ROE - ROA
finansial
Non Finansial
GCG
EKONOMI MAKRO