BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN...
24
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1. Kajian Pustaka
Pada kajian pustaka dipaparkan grand theory, middle range theory, dan
applied theory yang mendasari penelitian ini disertai dengan telaahan atas
penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya tentang variabel penelitian.
Dalam penelitian ini, yang menjadi grand theory adalah manajemen stratejik,
sedangkan yang menjadi middle range theory adalah Agency Theory Manajemen
Stratejik, Keunggulan Bersaing, dan Manajemen Sumber Daya Manusia, dan yang
menjadi applied theory adalah GCG, Biaya Pengembangan TI, Biaya
Pengembangan SDM, Keunggulan Bersaing (CAR, BOPO, FBI), dan Kinerja
Perusahaan (ROA).
Penelitian ini berpijak pada grand theory manajemen stratejik. Pengertian
manajemen stratejik menurut David (2013:35) adalah seni dan ilmu untuk
merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi suatu keputusan, dalam
rangka mencapai tujuan organisasi. Di mana dalam pengertian manajemen
stratejik terkandung sembilan kata kunci yaitu keunggulan bersaing, perumus
strategi, pernyataan visi dan misi, peluang dan ancaman eksternal, kekuatan serta
kelemahan internal, tujuan jangka panjang, tujuan tahunan, dan kebijakan. Proses
manajemen stratejik menurut Wheelen dan Hunger (2015:38) meliputi
pengamatan lingkungan (baik eksternal dan internal), perumusan strategi
(perencanaan strategis atau jangka panjang), implementasi strategi, dan evaluasi
dan pengendalian.
25
Gambar 2.1 Grand Theory, Middle Range Theory, dan Applied Theory
Sektor Jasa Perbankan (Sumber: Diolah dari berbagai sumber)
Middle
Range
Theory
Biaya Pengembangan
TI
Fawcet (1999)
Word Bank dalam
Adesola, Moradeyo,
Oyeniyi (2013)
Agbolade (2011)
Kinerja
Perusahaan
(ROA)
Fabozzi dan
Drake (2009)
Kasmir
(2013)
Grand
Theory
Manajemen Stratejik
David (2013) Wheelen dan Hunger (2015)
Agency Theory
Keunggulan Bersaing
Manajemen Sumber Daya Manusia
Jean et al.(2002), Porter (2004), Armstrong (2009)
Applied
Theory
Biaya Pengembangan
SDM
Gates dan Pascal
(2010)
Keunggulan
Bersaing : CAR
GCG
Fahy et al. (2005)
Wheelen & Hunger (2015)
PBI nomor 8/4/PBI/2006
Keunggulan
Bersaing : BOPO
Keunggulan
Bersaing: FBI
Keunggulan Bersaing:
Treacy dan Wiersema (1997)
Hunger dan Wheelen (2012)
26
Adapun teori yang menjadi middle range theory dalam penelitian ini adalah
agency theory, keunggulan bersaing, dan manajemen sumber daya manusia.
Agency theory menjadi dasar dalam pemahaman mengenai tata kelola perusahaan
(corporate governance). Menurut Jean et al. (2002), teori keagenan adalah
pendekatan manajemen di mana satu individu (agen) bertindak atas nama pihak
lain (prinsipal) yang harus memajukan tujuan direksi. Hubungan keagenan adalah
sebuah kontrak antara principal dan agen (dikembangkan oleh Jensen dan
Meckling, 1976; dan Fama dan Jensen, 1983). Inti dari hubungan keagenan adalah
adanya pemisahan antara kepemilikan (di pihak principal/investor) dan
pengendalian (di pihak agen/manajer).
Adapun middle range theory yang kedua adalah keunggulan bersaing.
Porter (2004:3) menjelaskan bahwa lokus dari keunggulan dalam pasar dan posisi
keunggulan umumnya diperoleh dengan differentiation or lower delivered cost.
Sementara Barney (2010:84) menjelaskan bahwa sustained competitive advantage
(keunggulan bersaing berkesinambungan), diperoleh ketika sumber daya bersifat :
valuable dimana sumber daya mampu menjadikan perusahaan untuk
memproduksi barang dan jasa yang bernilai, rare dimana pesaing tidak mampu
memperolehnya, inimitable dimana pesaing tidak dapat dengan mudah menirunya,
serta appropriate dimana perusahaan memiliki sumber daya tersebut dan mampu
memanfaatkannya.
Teori ketiga yang menjadi Middle Range Theory dalam penelitian ini
adalah Manajemen Sumber Daya Manusia. Definisi manajemen Sumber Daya
Manusia menurut Armstrong (2009:4) adalah serangkaian pendekatan yang
27
melekat, terintegrasi, dan stratejik dalam hal pekerjaan dan kesejahteraan orang-
orang yang bekerja dalam suatu organisasi.
Merujuk kepada konsep grand theory, serta middle range theory di atas,
berikut ini adalah applied theory yang berada di level mikro dan siap
diaplikasikan dalam konseptualisasi sebagai pedoman dalam melakukan
penyusunan formulasi variabel penelitian, yaitu: Tata Kelola Perusahaan,
Teknologi Informasi, Sumber Daya Manusia, Keunggulan Bersaing, dan Kinerja
Perusahaan, yang dipakai dalam mengembangkan dimensi dan indikator
penelitian.
2.1.1 GCG
Menurut OECD (2004), corporate governance atau tata kelola perusahaan
merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi dan
pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan kepercayaan investor. Tata kelola
perusahaan meliputi satu rangkaian hubungan antara manajemen perusahaan,
dewan (direksi/komisaris), pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya.
Tata kelola perusahaan juga menyediakan struktur sebagai sarana penetapan
tujuan perusahaan, dan cara mencapai tujuan tersebut serta memantau kinerja
yang telah ditentukan. Tata kelola perusahaan yang baik harus memberikan
insentif yang tepat untuk dewan (direksi/komisaris) dan manajemen untuk
mengejar tujuan baik untuk kepentingan perusahaan dan pemegang saham dan
harus memfasilitasi pengawasan yang efektif. Kehadiran sistem tata kelola
perusahaan yang efektif, dalam sebuah perusahaan individu dan seluruh
perekonomian secara keseluruhan, membantu untuk memberikan tingkat
28
kepercayaan yang diperlukan untuk berfungsinya ekonomi pasar. Akibatnya,
biaya modal menjadi lebih rendah dan perusahaan didorong untuk menggunakan
sumber daya secara lebih efisien, sehingga menyokong pertumbuhan.
Selanjutnya dalam publikasi OECD (2004) diuraikan hal-hal untuk
Memastikan Dasar Efektif Kerangka Tata Kelola Perusahaan. Kerangka corporate
governance harus mendorong transparansi dan pasar yang efisien, konsisten
dengan aturan hukum dan jelas mengartikulasikan pembagian tanggung jawab
yang berbeda antara pengawasan, regulasi dan penegakan otoritas. Terdapat 4
(empat) komponen sebagai dasar efektif kerangka corporate governance , yaitu:
A. Kerangka corporate governance harus dikembangkan dengan sudut
pandang berdampak pada kinerja ekonomi secara keseluruhan, integritas
pasar dan insentif yang diciptakan bagi pelaku pasar dan pendorong pasar
yang transparan dan efisien.
B. Hukum dan peraturan diperlukan yang dapat mempengaruhi praktik tata
kelola perusahaan dalam suatu yurisdiksi yang harus konsisten dengan
aturan hukum, transparan dan dapat dilaksanakan.
C. Pembagian tanggung jawab antara otoritas yang berbeda di dalam wilayah
hukum harus diartikulasikan secara jelas dan memastikan bahwa
kepentingan umum dilayani.
D. Pengawas, regulator dan penegak hukum harus memiliki kewenangan,
integritas dan sumber daya untuk memenuhi tugas mereka secara
profesional dan obyektif. Selain itu, keputusan mereka harus tepat waktu,
transparan dan sepenuhnya dapat dijelaskan.
29
Bank Indonesia sebagai otoritas pengawasan bank sebelum dibentuk OJK,
mengatur ketentuan tentang GCG Bank Umum dalam Peraturan OJK (POJK) No.
55/POJK.03/2016 tentang Penerapan Tata kelola Bagi Bank Umum tanggal 9
Desember 2016 dan SE BI No. 15/15/DPNP), yang sampai saat ini masih
berlaku. Salah satu konsiderans PBI tersebut yaitu bahwa dalam rangka
meningkatkan kinerja Bank, melindungi kepentingan stakeholders dan
meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku
serta nilai-nilai etika yang berlaku umum pada industri perbankan, diperlukan
pelaksanaan GCG. Prinsip umum GCG/tata kelola Bank dalam aturan tersebut
yaitu penerapan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas
(accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi
(independency), dan kewajaran (fairness). Pelaksanaan prinsip-prinsip GCG pada
bank umum paling kurang harus diwujudkan dalam:
a. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi;
b. kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite dan satuan kerja yang
menjalankan fungsi pengendalian internal bank;
c. penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal dan auditor eksternal;
d. penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian internal;
e. penyediaan dana kepada pihak terkait dan penyediaan dana besar;
f. rencana strategis Bank;
g. transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Bank.
Fahy et al. (2005) berpendapat bahwa secara sederhana, Corporate
Governance adalah sistem dan proses yang dibuat untuk mengarahkan dan
30
mengontrol suatu organisasi agar mencapai peningkatan kinerja dan menambah
kontinuitas nilai pemegang saham. Perhatian utama Corporate Governance
dalam efektivitas struktur manajemen, termasuk peran direksi, kecukupan dan
kehandalan laporan korporasi, dan efektivitas sistem manajemen risiko. Untuk
mencapai GCG suatu perusahaan harus mengadopsi sikap yang jelas terhadap
masing-masing aspek sebagai berikut:
Strategi
Stewardship
Budaya perusahaan
Pelaporan perusahaan
Sistem TI
Operasionalisasi Dewan
Sementara itu Fahy et al. (2005) menyebutkan bahwa untuk mencapai
perbaikan signifikan dalam tata kelola perusahaan (enterprise governance/EG),
profesional keuangan harus menyetujui keperluan perbaikan baik proses
pelaporan maupun isi dan fokus pelaporan. EG tidak hanya menyampaikan
informasi yang benar dengan format yang benar, pengukuran dengan kriteria yang
berlawanan, dan mempunyai waktu untuk menganalisisnya. Mereka memerlukan
keyakinan bahwa dasar tutup buku dan kompilasi data sebagai efisiensi dan secara
otomatis memungkinkan, membebaskan waktu bagi staf keuangan untuk
menyediakan lebih baik dan lebih tepat waktu informasi. Perusahaan perlu
menetapkan kriteria yang baku untuk pengukuran kinerja, dan meyakinkan bahwa
tidak hanya manajemen senior tapi seluruh insentif staf secara benar untuk
31
meyakinkan lingkungan mereka sesuai dengan ekspektasi pemangku kepentingan
yang lebih luas.
Saat ini, nilai pemegang saham diukur lebih mirip yang digunakan pada
hirarki top manajemen, nilai merit pemegang saham, dan pelajaran lain dari
keuangan dan investasi perlu mengekspolasi daalm konteks keseluruhan akuntansi
manajemen lebih dari sebagai item tunggal. Khususnya, perhatian harus
dilakukan untuk meyakinkan bahwa pengukuran dan insentif berfokus secara
berat pada pemegang saham tidak menyebabkan pembiasaan kerugian meluas
kepada komunitas pemegang saham secara luas. Hal ini tidak akan disampaikan
EG secara luas dan juga akan secara bertahap menuntun issue bahwa akan
berpengaruh terhadap kinerja secara keseluruhan.
Hit et al. (2011) dan Kuncoro (2006) berpendapat bahwa GCG termasuk
tataran Strategic Actions atau Strategy Implementation. Selanjutnya, Hit et al.
(2011) menambahkan bahwa definisi GCG atau tata kelola perusahaan adalah
seperangkat mekanisme yang digunakan untuk mengelola hubungan antara para
pemangku kepentingan dan untuk menentukan serta mengendalikan arah strategis
dan kinerja organisasi. Pada intinya, tata kelola perusahaan berkaitan dengan cara
mengidentifikasi untuk memastikan bahwa keputusan strategis yang dibuat
berjalan secara efektif. Governance juga dapat dianggap sebagai sarana untuk
membangun harmoni antara pihak (pemilik perusahaan dengan level manajer
tertinggi) yang kepentingannya mungkin bertentangan.
Kuncoro (2006), memaparkan kaitan GCG dalam proses strategi
manajemen sebagai berikut:
32
Gambar 2.2. GCG dalam Proses Strategi Manajemen
Dalam hubungan ini, David (2013:35) menyebutkan 3 tahapan proses
manajemen strategi yaitu formulasi strategi, implementasi strategi dan evaluasi
strategi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa implementasi strategi mencakup sasaran
tahunan, kebijakan, motivasi pegawai dan alokasi sumber daya.
Visi, misi, tujuan
Formulasi strategi Implementasi strategi
Evaluasi Kinerja
Analisis lingkungan internal Analisis lingkungan eksternal
Analisis lingkungan strategi
Analisis lingkungan
Strategi
korporasi
Aliansi strategik
Strategi
internasiona
l
Strategi bisnis Corporate governance
Struktur & disain
organisasi
Kepemimpinan
Strategik
Pengendalian Strategik
33
Hubbard dan Beamish (2011:383) mengemukakan definisi corporate
governance sebagai suatu sistem peraturan dan proses dimana organisasi
dilaksanakan. Fokus tata kelola perusahaan adalah pada peran board of directors.
Board of directors merepresentasikan posisi puncak suatu organisasi dan memiliki
kekuatan tertinggi dalam organisasi, yang merupakan orang-orang yang dipilih
dan ditunjuk untuk mengawasi manajemen eksekutif organisasi. Mereka dipilih
oleh shareholder (pemegang saham). Board of directors memiliki posisi
kepemimpinan yang khusus, karena sebagian besar direktur berasal dari luar
dengan keterlibatan paruh waktu, sementara pembuatan keputusan baik
operasional dan stratejik dijalankan oleh tim eksekutif dan pegawai, dalam
pengawasan CEO. Sehingga peran kunci dari board adalah penunjukan CEO dan
pengawasan kinerja organisasi di bawah CEO tersebut.
Di sisi lain, Wheelen & Hunger (2015:77), menjelaskan bahwa istilah
Corporate governance merujuk kepada hubungan di antara board of directors, top
management, dan shareholder dalam menentukan arah dan kinerja perusahaan.
Wheelen & Hunger (2015:78) menjelaskan lima cakupan tanggung jawab dari
board of directors menurut Spencer Stuart yaitu:
1. Efektivitas dari board of director, yang mencakup proses, penyusunan, dan
hasilnya
2. Strategi organisasi
3. Risiko vs inisiatif dan keseluruhan profil risiko yang dihadapi organisasi
4. Rencana penggantian pimpinan dari tim board dan top management
5. Sustainability
34
Wheelen & Hunger (2015:79) menjelaskan bahwa Board of director
memenuhi tanggung jawab melalui perannya dalam manajemen stratejik dengan
tiga tugas dasar yaitu:
1. Monitor : Board of director menjaga pengembangan di dalam dan di luar
perusahaan, dan membuat manajemen memperhatikan pengembangan yang
diperlukan, dijalankan melalui komite.
2. Evaluate and influence : Board dapat menguji pengajuan, keputusan, dan
tindakan-tindakan manajemen; menyetujui atau tidak menyetujui hal-hal
tersebut; memberikan nasihat dan saran; dan merancang berbagai alternatif.
Board yang aktif akan melakukan tugas ini selain monitor.
3. Initiate and determine : Board dapat menggambarkan misi perusahaan dan
pilihan stratejik dari manajemennya. Board yang aktif akan melakukan tugas
ini untuk melengkapi tugas monitor dan evaluate and influence.
Berkenaan dengan institusi perbankan, The World Bank Report (2002)
memiliki definisi corporate governance sebagai “the organization and rules that
affect expectations about the exercise of control of resources in a firm”, yang
berarti bahwa organisasi dan peraturan yang mempengaruhi harapan tentang
pelaksanaan pengendalian sumber daya pada suatu perusahaan.
Adapun bagi perbankan umum di Indonesia, pengertian GCG menurut
Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/4/PBI/2006 tentang pelaksanaan GCG
bagi bank umum adalah GCG adalah suatu tata kelola Bank yang menerapkan
prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability),
pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan
35
kewajaran (fairness)”. Pelaksanaan GCG pada bank sesuai dengan Surat Edaran
No. 15/15/DPNP, 29 April 2013, tentang Pelaksanaan GCG Bagi Bank Umum,
disebutkan bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja Bank, melindungi
kepentingan stakeholders, dan meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku serta nilai-nilai etika yang berlaku umum pada
industri perbankan, Bank wajib melaksanakan kegiatan usahanya dengan
berpedoman pada prinsip GCG.
Pelaksanaan GCG pada industri perbankan berdasarkan Surat Edaran
tersebut harus senantiasa berlandaskan pada 5 (lima) prinsip dasar sebagai berikut:
1. transparansi (transparency) yaitu keterbukaan dalam mengemukakan
informasi yang material dan relevan serta keterbukaan dalam
melaksanakan proses pengambilan keputusan;
2. akuntabilitas (accountability) yaitu kejelasan fungsi dan pelaksanaan
pertanggungjawaban organ Bank sehingga pengelolaannya berjalan secara
efektif;
3. pertanggungjawaban (responsibility) yaitu kesesuaian pengelolaan Bank
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip
pengelolaan Bank yang sehat;
4. independensi (independency) yaitu pengelolaan Bank secara profesional
tanpa pengaruh/tekanan dari pihak manapun;
5. kewajaran (fairness) yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-
hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
36
Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian Tingkat
Kesehatan Bank Umum dengan menggunakan pendekatan risiko/RBBR, maka
penilaian terhadap pelaksanaan GCG yang berlandaskan pada 5 (lima) prinsip
dasar tersebut dikelompokkan dalam suatu governance system yang terdiri dari 3
(tiga) aspek governance, yaitu governance structure, governance process, dan
governance outcome.
Dalam Surat Edaran No. 15/15/DPNP, 29 April 2013, tentang Pelaksanaan
GCG Bagi Bank Umum, disebutkan dalam rangka memastikan penerapan 5 (lima)
prinsip dasar GCG, Bank harus melakukan penilaian sendiri (self assessment)
secara berkala yang paling kurang meliputi 11 (sebelas) Faktor Penilaian
Pelaksanaan GCG yaitu:
1. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris;
2. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi;
3. kelengkapan dan pelaksanaan tugas Komite;
4. penanganan benturan kepentingan;
5. penerapan fungsi kepatuhan;
6. penerapan fungsi audit intern;
7. penerapan fungsi audit ekstern;
8. penerapan manajemen risiko termasuk sistem pengendalian intern;
9. penyediaan dana kepada pihak terkait (related party) dan penyediaan dana
besar (large exposures);
10. transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Bank, laporan pelaksanaan
GCG dan pelaporan internal; dan
37
11. rencana strategis Bank.
Selain itu, perlu diperhatikan pula informasi lainnya yang terkait dengan
penerapan GCG Bank di luar 11 (sebelas) Faktor Penilaian Pelaksanaan GCG
seperti misalnya permasalahan yang timbul sebagai dampak kebijakan remunerasi
pada suatu bank atau perselisihan internal Bank yang mengganggu operasional
dan/atau kelangsungan usaha Bank. Sebagai contoh, penetapan bonus yang
didasarkan pada pencapaian target di akhir tahun, dimana penetapan target
tersebut sangat tinggi (ambisius) sehingga mengakibatkan dilakukannya praktek-
praktek yang tidak sehat oleh manajemen ataupun pegawai bank dalam
pencapaiannya.
Adapun Lipunga (2014) mengukur pengungkapan item CGC di perbankan
berdasarkan: struktur kepemilikan, transparansi finansial dan pengungkapan
informasi, dan proses dan struktur manajemen dan dewan direksi.
Sementara menurut Vintila, Paunesco, dan Ghergina (2015), variabel tata
kelola perusahaan, ditemukan dalam banyak penelitian, sebagai ukuran dewan
direksi, dewan independen, jumlah wanita dalam dewan direksi, salary atau
reward yang diterima oleh CEO, kepemilikan CEO, usia CEO, dan tenor CEO.
Sehingga dalam penelitiannya, Vintila, Paunescu, Gherghina (2015) mengukur
tata kelola perusahaan berdasarkan:
a. Karakteristik dewan direksi (independensi, ukuran dewan, yang diukur
dengan jumlah direksi, komite penasihat, keragaman gender)
b. Struktur Pemegang saham (saham investor institusi dan orang-orang CEO)
c. Karaktetistik CEO (tenor CEO, usia CEO, dan dualisme CEO)
38
d. Remunerasi CEO (gaji pokok, bonus, paket dengan saham)
Berbagai teori dan penelitian tentang pengaruh GCG terhadap beragam
industri menyebutkan berdampak positif terhadap kinerja perusahaan termasuk
industri perbankan. Penelitian Tariq et al. (2014) bertujuan menginvestigasi
efektivitas GCG terhadap efisiensi finansial industri perbankan di Pakistan.
Periode penelitian dari tahun 2007-2012 dengan sampel 17 bank yang listed di
bursa saham dan selektif, dengan data diambil dari laporan keuangan mereka baik
dari website bank yang bersangkutan maupun dari Lahore Stock Exchange.
Efisiensi finansial diukur melalui teknik fix & random effects model, sementara
untuk pengukuran variabel dependen efisiensi finansial digunakan dengan 2
proksi yaitu rasio ROA dan ROE. Variabel independen meliputi ukuran Dewan
Pengurus, Rapat Dewan Pengurus, Direksi Non-Eksekutif, Ukuran Bank dan
leverage. Hasil penelitian secara konsisten dengan penelitian sebelumnya tentang
GCG, menunjukkan dampak positif secara signifikan terhadap efisiensi bank.
Studi ini dikontribusikan untuk literatur ke arah pengaruh GCG terhadap kinerja
keuangan bank. GCG menyediakan kebijakan dan aturan untuk memonitor dan
mengelola bank secara umum, dan menyediakan pedoman bagi dewan direksi
bagaimana menjalankan secara umum dan bagaimana meningkatkan nilai
pemegang saham dan meningkatkan efisiensi bank. Untuk analisis statistik,
digunakan aplikasi STATA.
Hasil penelitian Nur’ainy et al. (2013), menunjukkan pengaruh penerapan
GCG terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan EVA. Penelitian dilakukan
terhadap perusahaan manufaktur yang tercatat di BEI periode 2006-2010 sebagai
39
sampel, yang secara konsisten menerbitkan laporan tahunan dan laporan keuangan
di situs BEI atau situs sendiri sebanyak 40 perusahaan dari ukuran terbesar. Path
Analysis dilakukan untuk menunjukkan efek langsung dan tidak langsung dari
setiap jalur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi GCG dapat
mempengaruhi langsung pada kinerja perusahaan yang diukur dengan EVA, dan
juga menunjukkan mempengaruhi secara tidak langsung melalui ukuran
perusahaan. Dengan kata lain, ukuran perusahaan memiliki peran mediasi dalam
dampak pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik pada kinerja perusahaan.
Implikasi praktis dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
dalam memberikan gambaran tentang pelaksanaan GCG di Indonesia yang dapat
digunakan oleh investor dan calon investor sebagai salah satu pertimbangan dalam
pengambilan keputusan investasi, dan memperkuat penelitian sebelumnya
mengenai hubungan antara penerapan GCG dan kinerja perusahaan.
Juniarti dan Natalia (2012), meneliti semua perusahaan yang terdaftar di
BEI yang memiliki skor GCG untuk periode survei 2004-2009 sebagai sampel
penelitian. Tujuan penelitian adalah mencari manfaat penerapan GCG terhadap
biaya utang (cost of debt). Variabel lain seperti Debt to Asset (DA), ROA,
Pertumbuhan Penjualan (Sgrowth), Ukuran Perusahaan (FSize dan Market to
Book (MTB) dianggap sebagai variabel kontrol. Ukuran atau peringkat GCG dari
ranking Corporate Governance Perception Index (CGPI) yang merupakan hasil
penilaian Indonesia Institute for Corporate Governance (IICG) bekerjasama
dengan majalah SWA. Hasil penelitian ternyata tidak mendukung hipotesis.
Beberapa penjelasan, termasuk rendahnya tingkat kepercayaan kreditur terhadap
40
praktik tata kelola perusahaan yang baik telah dibahas untuk mendukung temuan
penelitian.
Kaitan antara GCG dengan TI dijelaskan oleh Schonbeger dan Lazer
(2007), bahwa informasi adalah fondasi dari seluruh governance. Informasi
menuntun proses dan keputusan yang besar dan yang kecil dari yang secara
material berperan dalam perang dan perdamaian sampai dengan pengumpulan
sampah. Perkembangan awal munculnya electronic Government mengurangi
biaya telekomunikasi, dan mengembangkan penyediaan fondasi yang mendorong
jasa layanan publik secara elektronik. Sementara itu perkembangan selanjutnya
menjadi information Government adalah suatu kerangka konsep yang berfokus
pada aliran informasi secara internal Government dan antara Government dengan
penduduk. Fenomena ini secara faktual tidak hanya ada di lembaga layanan
publik/pemerintah tetapi juga organisasi profit antara perusahaan dan nasabahnya.
Dari uraian di atas, dapat direkapitulasikan perbandingan konsep GCG
sebagai berikut :
Tabel 2.1 Rekapitulasi Konsep GCG
No Penulis Konsep
1 Fahy et al. (2005) Corporate Governance adalah sistem dan proses yang
dibuat untuk mengarahkan dan mengontrol suatu
organisasi agar mencapai peningkatan kinerja dan
menambah kontinuitas nilai pemegang saham
2 Wheelen & Hunger
(2015)
Corporate governance adalah hubungan di antara board
of directors, top management, dan shareholder dalam
menentukan arah dan kinerja perusahaan
3 Hubbard dan
Beamish (2011)
Corporate governance sebagai suatu sistem peraturan
dan proses dimana organisasi dilaksanakan
41
No Penulis Konsep
4 The World Bank
report (2002)
Corporate governance adalah “the organization and
rules that affect expectations about the exercise of
control of resources in a firm”
5 PBI nomor
8/4/PBI/2006
GCG adalah suatu tata kelola Bank yang menerapkan
prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas
(accountability), pertanggungjawaban (responsibility),
independensi (independency), dan kewajaran (fairness)
6 Lipunga (2014) Pengungkapan item CGC di perbankan mencakup
struktur kepemilikan, transparansi finansial dan
pengungkapan informasi, serta proses dan struktur
manajemen dan dewan direksi.
7 Vintila, Paunesco,
dan Ghergina
(2015)
GCG di perbankan diukur berdasarkan karakteristik
dewan direksi, struktur pemegang saham, karakteristik
CEO, dan remunerasi CEO
Berdasarkan kajian literatur dan jurnal penelitian sebelumnya, serta
didukung oleh pelaksanaan in depth interview dengan pakar yang kompeten dalam
bidang GCG pada industri jasa perbankan, maka diperoleh konstruk pengertian
penilaian GCG dalam penelitian ini yaitu peringkat, kualitas atau penilaian GCG
merupakan nilai komponen GCG yang dihitung dalam penilaian tingkat kesehatan
bank oleh OJK.
Kemudian disusun komparasi dimensi tata kelola perusahaan dari berbagai
sumber tersebut, sebagai bahan penyusunan konstruk dimensi GCG, sebagaimana
ditampilkan berikut ini :
Tabel 2.2 Komparasi Dimensi Variabel GCG
Hubbard
and
Beamish
(2011)
Wheelen et
al.(2015)
Surat Edaran No.
15/15/DPNP
Vintila,
Paunescu, Gherghina
(2015)
- Shareholder
- board of
director
- top manage-
ment
- Ownership
structure and
influence
- Financial
stakeholder rights
- Pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab Dewan Komisaris;
- Pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab Direksi;
- Kelengkapan dan pelaksanaan
- The characteristics of
the board of directors
- The shareholder
structure
- The characteristics of
42
Hubbard
and
Beamish
(2011)
Wheelen et
al.(2015)
Surat Edaran No.
15/15/DPNP
Vintila,
Paunescu, Gherghina
(2015)
and relations
- Financial
transparency and
information
disclosure
- Board structure
and process
tugas Komite;
- Penanganan benturan
kepentingan;
- Penerapan fungsi kepatuhan;
- Penerapan fungsi audit intern;
- Penerapan fungsi audit ekstern;
- Penerapan manajemen risiko
termasuk sistem pengendalian
intern;
- Penyediaan dana kepada pihak
terkait (related party) dan
penyediaan dana besar (large
exposures);
- Transparansi kondisi keuangan
dan non keuangan bank, laporan
pelaksanaan GCG dan
pelaporan internal; dan
- Rencana strategis bank
CEO
- The remuneration of
CEO
Berdasarkan kajian literatur dan jurnal penelitian sebelumnya, serta
didukung oleh pelaksanaan in depth interview dengan pakar yang kompeten dalam
bidang GCG pada industri jasa perbankan, maka diperoleh konstruk variabel
GCG yaitu hasil penilaian GCG dari lembaga independen dari berbagai dimensi.
Penentuan variabel tersebut didasarkan pada pertimbangan unit analisis
dalam penelitian yang cenderung lebih cocok menggunakan variabel tersebut
dimana kondisi saat ini industri perbankan cenderung memiliki kelemahan dalam
aspek tersebut.
Selanjutnya, berdasarkan kajian literatur dan jurnal penelitian sebelumnya,
maka diperoleh konstruk indikator untuk variabel hasil penilaian GCG, yaitu Nilai
GCG atas dasar aturan dan tata cara perhitungan yang diatur OJK, dengan data
bersumber dari publikasi bank.
43
2.1.2 Biaya Pengembangan Teknologi Informasi
Sebagaimana diketahui perkembangan industri perbankan tidak lepas dari
kemajuan TI yang digunakan sebagai infrastruktur dalam kegiatan operasional
bank berupa system TI yang dikenal dengan Core Banking System. Perkembangan
Teknologi Informasi memungkinkan Bank memanfaatkannya untuk
meningkatkan efisiensi kegiatan operasional dan mutu pelayanan Bank kepada
nasabah.
Fawcet (1999) menjelaskan bahwa Information Technology (IT) adalah
suatu terminologi yang meliputi semua bentuk atau format teknologi yang
digunakan untuk menciptakan, mengubah, dan memanfaatkan informasi dalam
berbagai bentuk variasi (data bisnis, pembicaraan, citra yang tidak bergerak, citra
bergerak, presentasi multimedia dan bentuk lainnya). Lebih lanjut Fawcet
menguraikan karakteristik informasi secara umum digolongkan berdasarkan
generasi dari waktu ke waktu. Sejak tahun 1995 mulai dikategorikan generasi ke-4
yang era-nya teknologi web/internet.
Idowu, Ogunbodede, Idowu (2003:71) meneliti tentang Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) dengan empat indikator yaitu : personal
computers, mobile phones, dan Internet facilities. Dimana penggunaan pesawat
telepon adalah untuk kegiatan komunikasi, riset, konsultasi dan sarana
memperoleh kebutuhan.
Menurut Agbolade (2011:103), definisi TIK adalah otomasi proses,
kontrol, dan produksi informasi dengan menggunakan komputer, telekomunikasi,
perangkat lunak dan gadget lainnya yang menjamin kelancaran dan efisiensi
44
kegiatan. Istilah tersebut mencakup perangkat teknologi elektronik untuk
mendapatkan kebutuhan informasi bisnis di semua tingkatan.
Menurut Agbolade (2011:104), Bank harus memasukkan TIK ke dalam
rencana strategis untuk memperoleh kinerja yang efektif dalam sistem
pembayaran dan pengiriman, dan memerlukan analisis yang tepat untuk
menentukan jenis, sifat, dan tingkat produk TIK yang diperlukan untuk mencapai
efektivitas dan efisiensi. Sangat penting bagi manajemen bank untuk
mengintensifkan investasi produk TIK untuk memudahkan pelayanan yang
nyaman, akurat, dan cepat.
Agbolade (2011) mengukur penggunaan TI di perbankan dengan
menanyakan hal-hal sebagai berikut :
1. Kebijakan bank tentang teknologi informasi
2. Dampak otoritas regulasi bank terhadap pengembangan operasi bank
melalui TI
3. TI menghasilkan penyampaian informasi tepat waktu
4. Adanya technical know-how untuk mengoperasikan TI
5. Perbandingan biaya menjalankan teknologi informasi Bank dibandingkan
manfaatnya
6. Kontrol internal yang memadai atas operasi TI di perusahaan
7. Teknologi informasi memungkinkan bank mampu mengantarkan layanan
berkualitas kepada pelanggan
8. Adanya pembaharuan yang konstan dalam pengembangan TI
9. TI memperluas kecepatan layanan
45
10. TI mengurangi penggunaan kertas di bank
Definisi TIK menurut Word Bank dalam Adesola, Moradeyo, Oyeniyi
(2013:8) adalah “the set of activities which facilitate by electronic means the
processing, transmission and display of information” atau rangkaian kegiatan
pemrosesan, transmisi dan tampilan informasi yang difasilitasi oleh sarana
elektronik.
Ige (1995) dalam Obiri-Yeboah, Kyere-Djan, Kwarteng (2013:1)
mendefinisikan Teknologi Informasi sebagai penanganan modern yang
melibatkan akses, penyimpanan, pengolahan, pengangkutan atau transfer dan
pengiriman informasi secara elektronik.
Sementara itu, Fawcet (1999) menguraikan bahwa perkembangan industri
jasa keuangan dibentuk oleh berbagai faktor, salah satunya adalah konvergensi
yang timbul dari industri jasa keuangan dan teknologi. Lebih lanjut menurut
Fawcet bahwa TI dapat berperan sebagai ‘enabler’ yang memungkinkan
organisasi atau lembaga jasa keuangan merespon dengan membuat perubahan
yang signifikan terhadap struktur dan metode kegiatan operasionalnya. Sebagai
contoh:
Mengubah struktur biaya dari biaya variabel menjadi biaya tetap pada
investasi peralatan TI. Hal ini memungkinkan organisasi menangani
peningkatan volume bisnis tanpa penambahan jumlah staf dalam proporsi
yang sama.
Senior manajer meningkatkan kemampuannya mengakses informasi yang
diperlukan untuk menjalankan bisnis secara langsung melalui sistem
46
komputer, peran tradisional ’middle manager’ dalam menyaring informasi
antara ‘front line’ dan senior manajer menjadi kurang relevan.
Pengurangan/mengeliminasi petugas ‘back office’ tradisional, antara lain dapat
dilakukan dengan sistem otomasi atau sentralisasi lingkungan bisnis.
Seluruh organisasi, termasuk industri jasa keuangan meningkatkan pengakuan
nilai pengetahuan sebagai suatu aset korporasi.
Pada akhirnya salah satu dampak penggunaan TI dalam industri jasa
keuangan adalah pada efisiensi dan efektivitas jumlah staf dan jalur karir.
Rose dan Hudgins (2008) menjelaskan bahwa pada era sekarang,
perbankan dan industri jasa keuangan dengan cepat mengglobal dan mengalami
persaingan yang ketat di pasar setelah pasar mengglobal di seputar planet ini,
tidak hanya antar bank, tetapi juga melibatkan dealer sekuritas, perusahaan
asuransi, credit union, perusahaan pembiayaan, dan ribuan pesaing jasa keuangan
lainnya. Perusahaan-perusahaan finansial besar semuanya ber-konvergen terhadap
satu sama lain, menawarkan layanan paralel untuk memikat perhatian publik. Jika
konsolidasi, globalisasi, konvergensi dan kompetisi tidaklah mencukupi untuk
menjaga suatu industri dari gejolak/turmoil, perbankan dan jasa keuangan lainnya
juga mengalami revolusi teknologi sebagaimana pengelolaan informasi, produksi
dan distribusi jasa keuangan menjadi secara elektronik.
Bank dapat didefinisikan menurut terminologi:
a. Fungsi ekonomi yang dilayaninya
b. Jasa yang ditawarkan kepada nasabah
c. Berdasarkan legalitas yang eksisten.
47
Beberapa otoritas jasa keuangan menyarankan adanya kehilangan pangsa
pasar dapat berimplikasi bahwa perbankan tradisional sedang sekarat. Secara pasti
pasar keuangan menjadi lebih efisien dan nasabah yang lebih banyak yang
didapatkan dari sekitar bank untuk memperoleh dana yang diperlukan (seperti
meminjam dari pasar bebas), bank tradisonal menjadi kurang diperlukan.
Beberapa ahli berargumen bahwa adanya ribuan bank yang kecil-kecil di seluruh
dunia-mungkin lebih banyak dari yang dibutuhkan-bahwa Pemerintah umumnya
mensubsidi industri melalui asuransi simpanan yang murah dan pinjaman yang
berbiaya rendah. Ahli lainnya masih berargumen bahwa pangsa pasar perbankan
jatuh karena regulasi pemerintah yang eksesif, pembatasan kemampuan industri
untuk berkompetisi. Kemungkinan perbankan menjadi “diatur untuk bangkrut”,
kemungkinan melukai nasabah yang amat bergantung terhadap bank untuk
pelayanan yang kritikal-bisnis retail dan secara individual. Ahli lain meng-counter
bahwa perbankan tidak sekarat, tapi hanya berubah-menawarkan jasa baru dan
mengubah bentuknya-merefleksikan permintaan pasar sekarang. Kemungkinan
pengukuran hal-hal penting industri (seperti total asset) tidak merefleksikan lebih
jauh bagaimana diversifikasi dan kompetisi nyata para banker yang menjadikan
dunia modern.
Otoritas pengawasan bank berpendapat bahwa TI merupakan aset yang
berharga bagi operasional Bank yang dapat meningkatkan nilai tambah dan daya
saing bank, sehingga pengelolaannya bukan hanya merupakan tanggung jawab
unit kerja penyelenggara TI namun juga seluruh pihak yang menggunakannya.
Selain itu, penggunaan TI dalam kegiatan operasional Bank juga dapat
48
meningkatkan risiko yang dihadapi Bank. Dengan meningkatnya risiko yang
dihadapi, Bank perlu menerapkan manajemen risiko secara efektif. Otoritas
pengawasan bank yang sebelumnya Bank Indonesia kemudian saat ini oleh OJK,
telah mengatur manajemen risiko TI pada bank umum melalui PBI
No.9/15/PBI/2007 tanggal 30 November tahun 2007 tentang Penerapan
Manajemen Risiko dalam Penggunaan TI oleh Bank Umum.
Penerapan TI telah membawa perubahan dalam kegiatan operasional serta
pengelolaan data Bank sehingga dapat dilakukan secara lebih efisien dan efektif
serta memberikan informasi secara lebih akurat dan cepat. Perkembangan produk
perbankan berbasis teknologi diantaranya berupa Electronic Banking
memudahkan nasabah untuk melakukan transaksi perbankan secara non cash
setiap saat melalui jaringan elektronik. Selain itu penggunaan jasa pihak ketiga
dalam penyediaan sistem dan pelayanan Bank semakin meningkat pula.
Dalam PBI tersebut di atas, penerapan manajemen risiko TI bank ditinjau
dari aspek penerapan IT Governance yang harus merupakan komitmen dari
penyelenggara maupun pengguna TI pada bank. Penerapan IT Governance
bergantung pada penyelarasan Rencana Strategis TI dengan strategi bisnis bank,
optimalisasi pengelolaan SDM, pemanfaatan TI (IT value delivery), pengukuran
kinerja dan penerapan manajemen risiko yang efektif. Untuk dapat menerapkan
manajemen risiko yang efektif, diperlukan keterlibatan dan pengawasan Dewan
Komisaris dan Direksi; penyusunan dan penerapan kebijakan dan prosedur terkait
TI; serta proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko
yang berkesinambungan. Selain itu, ke depan Bank dituntut pula untuk
49
mengantisipasi kebutuhan akan infrastruktur TI yang memadai dalam rangka
menghadapi implementasi Basel II. Dengan ketentuan penerapan manajemen
risiko TI, Bank diharapkan mampu mengelola risiko yang dihadapi secara efektif
dalam seluruh aktivitas operasional yang didukung dengan pemanfaatan TI.
Berdasarkan penjelasan otoritas pengawas bank tersebut di atas bahwa TI
merupakan asset penting atau asset berharga dan sudah lazim diketahui bahwa
sistem TI yang diterapkan di bank memerlukan biaya yang relatif besar. Untuk
itu, sudah seyogyanya jika pengeluaran biaya yang material tersebut sebanding
dengan nilai tambah dan daya saing bank sehingga dapat mencapai target kinerja
dan keuntungan/rentabilitas yang telah direncanakan.
Hasil analisis deskriptif Sharma et al. (2014), menjelaskan bahwa TI
memiliki pengaruh yang sangat besar pada perekonomian global saat ini. TI
sekarang menjadi pendorong yang paling penting dari ekonomi global. Daya
saing ekonomi suatu negara menjadi semakin erat selaras dengan kemampuannya
untuk berinovasi dan berpartisipasi dalam industri TI. Dalam dekade terakhir telah
dimulai suatu revolusi baru- revolusi informasi. Penelitian Sharma et al. (2014)
difokuskan pada Penting-nya TI, Transformasi Bisnis, Dampak TI pada berbagai
sektor ekonomi. Mengingat potensi yang besar dari TI, setiap negara harus
memutuskan untuk memulai pada visi dan perjalanan ambisius untuk
memanfaatkan TI bagi rakyat di negaranya. Oleh karena itu, Pemerintah harus
mengambil langkah-langkah untuk menciptakan lingkungan TI yang kondusif
agar partisipasi dapat terintegrasi bagi semua pihak dalam proses pembangunan
suatu perekonomian digital baru. Perjalanan ini menuju era informasi akan
50
berdampak pada peningkatan kualitas setiap aspek kehidupan manusia,
munculnya masyarakat yang kompetitif dan ekonomi yang hidup dari suatu era
teknologi baru melalui sistem pemerintahan yang transparan, infrastruktur yang
baik dan sumber daya manusia yang terampil.
Penelitian Ali dan Murty (2014) terhadap industri perbankan di India
menunjukkan bahwa Core-banking Solution yang tampak pada bank-bank yang
dinasionalisasi saat ini menawarkan manfaat baik bagi bank maupun nasabahnya.
Secara simultan bank-bank yang dinasionalisasi menawarkan layanan tele-
banking, internet banking, mobile/sms banking kepada nasabahnya. Layanan
tersebut saat ini tersedia di hampir 19 bank yang dinasionalisasi baik pada ukuran
bank kecil, menengah, maupun besar. Sekarang, bank-bank di India mengakui
pentingnya Information and Communication Technology (ICT) atau TIK guna
kelancaran fungsi mereka. Selain itu, bank-bank di India menggunakan ICT
dalam sejumlah ukuran untuk menawarkan suatu variasi produk dan layanan
terhadap nasabahnya. Perubahan skenario dan inovasi ini berdampak secara pasti
terhadap bank-bank yang dinasionalisasi di India sebagaimana mereka
mempunyai jaringan kantor cabang yang luas dan juga dapat memenuhi
pelayanan volume nasabah yang sangat banyak.
Chae et al. (2014) memaparkan bahwa beberapa penelitian lalu
mendukung hubungan positif antara kemampuan teknologi informasi dan kinerja
perusahaan yang muncul beberapa tahun lalu di MIS. Penelitian yang
bersangkutan melihat apakah hubungan ini masih signifikan secara statistik,
setelah lebih dari satu dekade sejak studi pertama diterbitkan, di mana beberapa
51
perkembangan yang signifikan dalam industri TI telah terjadi. Dengan demikian,
penelitian berusaha menguji kembali hubungan antara kemampuan TI dan kinerja
perusahaan dengan data dari tahun 2000-an. Hasil analisis saat ini menunjukkan
masih ada hubungan yang signifikan antara kemampuan TI dan kinerja
perusahaan. Sementara itu, pemimpin perusahaan TI tidak menunjukkan kinerja
keuangan yang lebih baik dibandingkan perusahaan kontrol. Berbagai aspek
kemungkinan yang menjadi penyebab perubahan temuan dibahas dengan
perbandingan secara mendalam dari kinerja bisnis antara kedua kelompok
perusahaan – Pemimpin TI dan kontrol- dengan data selama periode 1991-2007.
Berdasarkan uraian konsep di atas, berikut adalah komparasi pengertian
Teknologi Informasi menurut berbagai sumber :
Tabel 2.3 Komparasi Pengertian TI
No Sumber Pengertian
1 Fawcet (1999) Information Technology (IT) adalah suatu
terminologi yang meliputi semua bentuk atau
format teknologi yang digunakan untuk
menciptakan, mengubah, dan memanfaatkan
informasi dalam berbagai bentuk variasi (data
bisnis, pembicaraan, citra yang tidak bergerak,
citra bergerak, presentasi multimedia dan bentuk
lainnya).
2 Idowu ,
Ogunbodede ,
Idowu (2003:71)
TIK meliputi personal computers, mobile phones,
dan Internet facilities.
3 Agbolade
(2011:103)
TIK adalah otomasi proses, kontrol, dan produksi
informasi dengan menggunakan komputer,
telekomunikasi, perangkat lunak dan gadget
lainnya yang menjamin kelancaran dan efisiensi
kegiatan.
52
No Sumber Pengertian
4 Word Bank dalam
Adesola, Moradeyo,
Oyeniyi (2013:8)
Rangkaian kegiatan pemrosesan, transmisi dan
tampilan informasi yang difasilitasi oleh sarana
elektronik
Berdasarkan kajian literatur dan jurnal penelitian sebelumnya, maka
diperoleh konstruk pengertian Biaya Pengembangan Teknologi Informasi dalam
penelitian ini yaitu secara akuntansi merupakan salah satu komponen biaya dalam
laporan Laba-rugi bank.
Kemudian disusun komparasi dimensi TI dari berbagai sumber sebagai
bahan penyusunan konstruk dimensi TI, sebagaimana ditampilkan berikut ini.
Tabel 2.4
Komparasi Dimensi Variabel Biaya Pengembangan TI
Idowu, Ogunbodede,
Idowu (2003:71)
Word Bank dalam
Adesola, Moradeyo,
Oyeniyi (2013:8)
Agbolade (2011)
- Personal computers
- Mobile phones
- Internet facilities
- Pemrosesan
- Transmisi
- Tampilan
- Kebijakan bank tentang teknologi
informasi
- Dampak otoritas regulasi bank terhadap
pengembangan operasi bank melalui TI
- TI menghasilkan penyampaian informasi
tepat waktu
- Adanya technical know-how untuk
mengoperasikan TI
- Perbandingan biaya menjalankan
teknologi informasi Bank dibandingkan
manfaatnya
- Kontrol internal yang memadai atas
operasi TI di perusahaan
- Teknologi informasi memungkinkan bank
mampu mengantarkan layanan berkualitas
kepada pelanggan
- Adanya pembaharuan yang konstant
dalam pengembangan TI
- TI memperluas kecepatan layanan
- TI mengurangi penggunaan kertas di bank
53
Berdasarkan kajian literatur dan jurnal penelitian sebelumnya, serta
didukung oleh pelaksanaan in depth interview dengan pakar yang kompeten dalam
bidang Biaya Pengembangan Teknologi Informasi pada industri jasa perbankan,
maka diperoleh konstruk dimensi dari variabel Biaya Pengembangan Teknologi
Informasi pada penelitian ini terdiri dari dua aspek yaitu : 1) Besarnya biaya TI
yang dikeluarkan oleh tiap emiten bank, dan 2) Besarnya Biaya investasi TI
diambil dari data DPIP OJK.
Penentuan kedua dimensi tersebut didasarkan pada pertimbangan unit
analisis dalam penelitian yang cenderung lebih cocok menggunakan dimensi
tersebut dimana kondisi saat ini industri perbankan cenderung memiliki
kelemahan dalam aspek tersebut.
Selanjutnya, berdasarkan kajian literatur dan jurnal penelitian sebelumnya,
yang kemudian didukung oleh pelaksanaan in depth interview dengan pakar yang
kompeten dalam bidang Biaya Pengembangan Teknologi Informasi pada industri
jasa perbankan, maka diperoleh konstruk indikator untuk kedua dimensi tersebut
sebagai berikut :
1. Besarnya biaya TI yang dikeluarkan oleh tiap emiten bank, diukur dengan
indikator Besarnya biaya TI yang dikeluarkan oleh tiap emiten bank.
2. Besarnya pos Biaya investasi TI diambil dari data DPIP OJK, diukur dengan
indikator Besarnya pos Biaya investasi TI diambil dari data DPIP OJK.
54
2.1.3 Biaya Pengembangan Sumber Daya Manusia
Sementara itu selain aturan GCG tersebut di atas, sejak tahun 1999, sudah
diantisipasi oleh regulator bahwa dalam rangka mendukung kegiatan operasional
perbankan yang high regulated, rumitnya teknis perbankan, persaingan dan
perkembangan global industri perbankan serta teknologi informasi yang pesat,
perlu didukung oleh pengembangan SDM yang handal. Bank Indonesia sebagai
otoritas pengatur dan pengawas perbankan sudah mengatur kewajiban penyediaan
dana untuk pengembangan SDM Bank Umum sebesar 5% dari total biaya SDM
(yang dihitung dari total biaya SDM tahun lalu), yang diatur dalam Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/310/KEP/DIR/1999 tanggal 31 Maret
1999 tentang Penyediaan Dana untuk Pengembangan Sumber Daya Manusia
Bank Umum. Salah satu konsiderans dari aturan tersebut bahwa tenaga perbankan
yang profesional perlu diciptakan dengan upaya yang berkesinambungan dan
biaya yang memadai, sehingga setiap bank wajib mengupayakan peningkatan
kemampuan serta keterampilan pegawai guna memenuhi kebutuhan tenaga
profesional yang diperlukan. Konsepsi pengembangan SDM tersebut sejalan
dengan prinsip bahwa SDM merupakan faktor penting modal perusahaan (human
capital) selain modal finansial.
Boxall et al. (2007) menjelaskan bahwa Human Resource Management
(HRM) atau Manajemen SDM, merupakan pengelolaan orang-orang dan
pekerjaan menuju tujuan yang diinginkan, yang merupakan kegiatan mendasar
dalam setiap organisasi di mana manusia bekerja. Jika hubungan sebab-akibat
yang jelas dapat dibangun di antara penerapan HRM dan kinerja organisasi maka
55
akan memiliki implikasi yang signifikan dan positif bagi perusahaan. Paktisi
HRM mengidentifikasi perlunya ditingkatkan legitimasi dan ruang pada dewan
direksi. Di sekolah bisnis, akademisi HRM juga seharusnya menjadi setara dengan
kolega-nya yang bekerja pada bidang finance bukannya hubungan yang menjadi
renggang seperti yang sering terjadi.
Dessler (2013) menjelaskan bahwa pengelolaan sumber daya manusia atau
HRM adalah proses perekrutan, pelatihan, penilaian dan pemberian kompensasi
terhadap pegawai, serta dengan memperhatikan hubungan perburuhan, kesehatan,
keamanan dan penekanan pada keadilan/fairness. Dessler melanjutkan bahwa
pertimbangan pentingnya HRM adalah menghindari kekeliruan personil,
meningkatkan kinerja dan keuntungan, membekali manager lain dengan
kemampuan HRM, serta HR for entrepreneurs dengan kata lain sebagai
entrepreneurs pada akhirnya kita akan menjadi HR manajer kita sendiri.
Berkaitan dengan pelatihan SDM, Dessler menekankan bahwa pelatihan
mempunyai catatan yang impresif mempengaruhi kinerja. Selanjutnya Dessler
menguraikan bahwa pengembangan program dalam HRM berarti secara nyata
menyusun atau menciptakan program pelatihan baik topik maupun bahan
materialnya.
Sumber daya manusia atau karyawan adalah sumber daya paling dinamis
dan biasanya yang paling mahal dari semua sumber daya organisasi. Torrington
et al. (2005) berpendapat bahwa keberhasilan dalam pengembangan sumber daya
manusia bergantung pada sejauh mana keberhasilan tersebut terkait dengan
strategi perusahaan.
56
Selanjutnya Gates dan Pascal (2010) melaporkan hasil survey dan
wawancara terhadap professional HR untuk mengidentifikasi dan lebih
memahami persepsi dan ekspektasi mereka terhadap Human Capital Measures
(HCM), baik isi, hubungan dengan strategi maupun dampaknya terhadap kinerja.
Dua jenis HCM digunakan sebagai analisis komponen utama. Salah satu faktor
mengukur efisiensi kerja dan biaya kesadaran (indikator efisiensi), sedangkan
faktor kedua mengukur kemampuan kewirausahaan dan kemampuan inovatif
(indikator inovasi). Hasilnya mengkonfirmasi hipotesis berikut: pertama, menurut
manajer SDM, semakin maju sebuah perusahaan dalam pengembangan HCM,
semakin tinggi kinerja perusahaan; dan kedua, perusahaan yang mengikuti strategi
diferensiasi, manajer SDM tertarik indikator inovasi, sementara mereka mengikuti
strategi pengurangan biaya, manajer SDM tertarik indikator efisiensi. Hasil
penelitian ini menunjukkan pentingnya penerapan HC-metrics terhadap sistem
manajemen kinerja strategis guna menghasilkan kinerja HC perusahaan. Hal ini
memberikan kontribusi perspektif secara lintas disiplin (HR, kontrol manajemen,
dan strategi ) tentang strategi HC.
Penelitian Wright et al. (2003), menguji pengaruh praktek HR dan
komitmen organisasi terhadap kinerja operasi dan profitabilitas bisnis unit.
Penelitian ini menggunakan suatu disain prediksi dengan 50 sampel unit bisnis
otonom pada korporasi yang sama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua
faktor komitmen organisasi dan praktek HR secara signifikan berhubungan
dengan pengukuran kinerja operasional sebaik pengukuran biaya operasi dan laba
sebelum pajak.
57
Berdasarkan uraian konsep di atas, berikut adalah komparasi pengertian
Sumber Daya Manusia menurut berbagai sumber :
Tabel 2.5 Komparasi Pengertian SDM
No Sumber Pengertian
1 Boxall et al. (2007) HRM atau Manajemen SDM, merupakan
pengelolaan orang-orang dan pekerjaan menuju
tujuan yang diinginkan, yang merupakan kegiatan
mendasar dalam setiap organisasi di mana
manusia bekerja
2 Dessler (2013) Pengelolaan sumber daya manusia atau HRM
adalah proses perekrutan, pelatihan, penilaian dan
pemberian kompensasi terhadap pegawai, serta
dengan memperhatikan hubungan perburuhan,
kesehatan, keamanan dan penekanan pada
keadilan/fairness.
3 Torrington et al.
(2005) Keberhasilan dalam pengembangan sumber daya
manusia bergantung sejauh mana keberhasilan
tersebut terkait dengan strategi perusahaan.
4 Gates dan Pascal
(2010) Human Capital Measures diukur dengan efisiensi
kerja dan biaya kesadaran (indikator efisiensi),
serta kemampuan kewirausahaan dan kemampuan
inovatif (indikator inovasi).
Berdasarkan kajian literatur dan jurnal penelitian sebelumnya, serta
didukung oleh pelaksanaan in depth interview dengan pakar yang kompeten dalam
bidang Biaya Pengembangan SDM pada industri jasa perbankan, maka diperoleh
konstruk pengertian Biaya Pengembangan SDM dalam penelitian ini yaitu secara
akuntansi merupakan salah satu komponen biaya dalam laporan Laba-rugi bank.
Besarnya biaya pengembangan SDM (diluar infrastruktur), minimal 5% dari biaya
total SDM bank tahun lalu.
58
Kemudian disusun komparasi dimensi sumber daya manusia dari berbagai
sumber tersebut, sebagai bahan penyusunan konstruk dimensi sumber daya
manusia, sebagaimana ditampilkan berikut ini :
Tabel 2.6
Komparasi Dimensi Variabel Biaya Pengembangan SDM
Gates dan Pascal (2010) Dessler (2013)
- Efisiensi
- Inovasi
- Perekrutan
- Pelatihan
- Penilaian
- Pemberian kompensasi
Berdasarkan kajian literatur dan jurnal penelitian sebelumnya, serta
didukung oleh pelaksanaan in depth interview dengan pakar yang kompeten dalam
bidang Biaya Pengembangan SDM pada industri jasa perbankan, maka diperoleh
konstruk dimensi dan indikator Biaya Pengembangan SDM yaitu besarnya pos
Biaya Pengembangan SDM diambil dari data DPIP OJK.
Penentuan dimensi dan indikator tersebut disesuaikan dengan unit analisis
penelitian yang cenderung mengalami masalah dalam aspek tersebut.
2.1.4 Keunggulan Bersaing
Wheelen dan Hunger (2012), menyatakan bahwa keunggulan bersaing
merupakan kumpulan strategi untuk menentukan keunggulan suatu perusahaan
dari persaingan diantara perusahaan lain. Strategi bersaing meliputi biaya rendah
(low cost) dan diferensiasi. Selanjutnya kombinasi kedua strategi tersebut disebut
fokus. Untuk melakukan identifikasi titik temu teori tersebut dengan praktek pada
industri perbankan, perlu dicatat aspek biaya rendah dan diferensiasi dimaksud.
59
Goetsch (2006) mengungkapkan pengertian keunggulan bersaing menurut
Michael E. Porter yang tetap relevan dalam era sekarang, yaitu jantung dari
kinerja perusahaan dalam pasar yang kompetitif. Perusahaan di seluruh dunia
menghadapi pertumbuhan yang lambat serta pesaing domestik dan global yang
tidak lagi bertindak sebagaimana apabila kue pie yang diperluas sehingga cukup
besar untuk semuanya.
Lebih lanjut Goetsch (2006) menjelaskan bahwa persaingan adalah proses
di mana organisasi berusaha untuk membangun dan mempertahankan posisi
menguntungkan dengan mengalahkan organisasi lain di pasar yang sama. Tujuan
keseluruhan dari setiap posisi kompetisi adalah profitabilitas yang berkelanjutan.
Dua tipe dasar strategi “bersaing-biaya rendah” dan “diferensiasi-masing-masing”
dapat difokuskan atau diperluas dalam ruang lingkup perusahaan.
Kesimpulannya, teknologi perusahaan dapat mengadopsi satu dari 4 pilihan
strategi bersaing, yaitu:
Biaya rendah/ruang lingkup luas
Diferensiasi/ ruang lingkup luas
Biaya rendah/ ruang lingkup sempit (cerukan)
Diferensiasi/ ruang lingkup sempit (cerukan).
Persaingan bisnis yang berkelanjutan dalam dunia perbankan diuraikan
oleh Jeucken (2001). Bank memberikan kredit dan menghasilkan penciptaan
uang. Dengan penciptaan uang, bank mempengaruhi jumlah penawaran uang
dalam suatu perekonomian dan secara tidak langsung menghasilkan pengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi. Lebih jauh, bank berperan penting dalam
60
mengalokasikan uang di antara industri, dengan demikian juga secara tidak
langsung mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Bank sebagai salah satu pelaku
sektor finansial juga bertanggung jawab terhadap sejumlah besar transaksi
pembayaran dalam suatu perekonomian. Peran bank dalam suatu perekonomian
dapat digambarkan dalam bagan di bawah ini.
Gambar 2.3
Peran Pasar Keuangan Dalam Suatu Sistem Perekonomian
Lebih lanjut Jeucken (2001) menguraikan beberapa tendensi
perkembangan perbankan yang tampak, terutama deregulasi, internasionalisasi,
inovasi teknologi, konsolidasi, konsentrasi, konglomerasi, disintermediasi,
aktivitas rekening off balance sheet/administratif, dan pengaburan batas antara
aktivitas yang bervariasi. Bank akan mengintegrasikan pengembangan
berkelanjutan dalam aktivitas mereka, mengingat tekanan untuk melakukannya
sedang diterapkan oleh pemerintah, masyarakat, pesaing dan pelanggan mereka.
Pasar Internasional
Pemerintah
Pasar Keuangan
Rumah tangga Perusahaan
impor
ekspor
pajak investasi
tabungan
konsumsi
investasi
produksi
61
Selain itu juga dorongan dari internal bank itu sendiri, untuk meningkatkan
melalui kebutuhan pencapaian tujuan dan identitas utama. Agar dapat memahami
hal ini, penting untuk memahami dampak lingkungan dari bank.
Jeucken (2001) menjelaskan terdapat beberapa fase yang dapat dibedakan
melalui perhatiannya terhadap pengembangan berkelanjutan. Fase ini mengikuti
pola tertentu dalam hampir seluruh bank. Sebagai ilustrasi dapat dilihat dari
gambar di bawah ini.
Gambar 2.4
Tipologi Perbankan dan Pengembangan Berkelanjutan
Menurut Jeucken (2001), sustainable business atau bisnis yang
berkelanjutan adalah suatu operasi di mana penggunaan utama bahan baku dan
pencemaran lingkungan dapat diatribusikan terhadap sebuah perusahaan tidak
melebihi kapasitas regeneratif atau kapasitas penyerapan masing-masing sistem
ekologi. Sementara itu, sustainable banking atau perbankan yang berkelanjutan
adalah suatu modus operandi di mana aktivitas internal untuk memenuhi
kebutuhan bisnis berkelanjutan dan pada sisi lain kegiatan eksternal (seperti
pinjaman dan investasi) difokuskan pada menilai dan merangsang keberlanjutan
antara pelanggan dan entitas lain dalam masyarakat.
Bank defensif
Bank prevensif
Bank ofensif
Bank berkelanjutan
62
Hal pokok dalam perbankan berkelanjutan, Jeucken (2001)
mengungkapkan bahwa aktivitas sosial dan komersial distimulasikan dengan
karakter berkelanjutan. Sebagai ringkasan kajian atas hal pokok dimaksud,
diuraikan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.7
Hasil Kajian Perbankan Berkelanjutan
Alasan perbankan berkelanjutan Pembentuk perbankan
berkelanjutan
Pasar
Nasabah
Pesaing
Pemegang saham
Pemasok
Komersial
Produk dan advis baru
Pasar baru
Tata kelola
Kebutuhan pemasok
Citra
Keterlibatan
Media
Keterlibatan
Sponsor, donasi, modal partisipasi
Jaringan (NGOs/LSM, pemerintah,
bisnis)
Pemerintah
UU tentang konsumen
UU tentang bank
Dll. (misalnya penelitian)
Internal
Bank data, daftar pengawasan, dll.
Kepedulian lingkungan internal
Kebijakan/komitmen top manajemen
NGOs/LSM
UNEP, dll.
ICC, dll.
Kelompok aksi (amnesti
internasional dll.)
Komunikasi
Pernyataan
Jaringan
Laporan
The Indonesian Institute for Corporate Governance IICG (2014),
beranggapan bahwa keberlanjutan perusahaan dapat ditentukan oleh corporate
governance dan organisasi pembelajar, karena mengarahkan perusahaan
memenuhi harapan stakeholders sekaligus tujuan perusahaan dalam jangka
panjang.
63
Wang (2014) menjelaskan bahwa keunggulan bersaing atau CA dapat
diperoleh ketika suatu organisasi mengembangkan atau mengakuisisi suatu set
atribut atau mengeksekusi tindakan yang memungkinkan untuk mengungguli
pesaingnya. Menurut Wang, teori keunggulan bersaing dimulai sekitar tahun
1960-an yang diawali dengan dua dominansi teori yaitu Market Based View
(MBV), dengan para pakar antara lain Bain (1968), Porter (1977), Peteraf &
Bergen (2003), dan Resource Base View (RBV), dengan para pakar antara lain
Ansoff (1965), Barney (1991), Hosskisson et al. (1999), dan Furrer et al. (2008).
Treacy dan Wiersema (1997) dalam buku The Discipline of Market
Leaders, menambahkan bahwa tiga disiplin kritikal untuk menjadi market leader
yaitu operational excellence (low cost), product leadership (product
differentiation) dan customer intimacy. Strategi yang dianjurkan agar menjadi
pemimpin pasar adalah strategi fokus terhadap ke-3 aspek tersebut yaitu customer
centricity, product innovation, dan operational excellence.
Tujuan dari organisasi yang secara operasional excellent yaitu proses yang
efisien dan efektif, sehingga berdampak pada perbaikan produktivitas, sehingga
terjadi peningkatan kecepatan terhadap pasar dan harga yang kompetitif.
Dengan demikian nasabah akan mendapatkan:
Produk dan jasa yang handal
Mudah secara bisnis dengan ketidaknyamanan yang minimal
Harga murah
Perusahaan yang sesuai dengan pola ini antara lain retail, manufaktur,
distributor energi dan pelayanan pemerintah.
64
Customer Centricity atau Customer Centric maksudnya adalah pendekatan
strategi berdasarkan kepada customer driven. Customer driven artinya strategi
dikendalikan oleh kebutuhan dan keinginan pelanggan. Lawannya adalah apabila
strategi dilakukan by product atau strategi dengan cara langsung menawarkan
produk.
Fahy et al. (2005) menguraikan bahwa strategi mempunyai banyak
definisi. Menurut akademisi terkenal Harvard, Michael Porter, sukses timbul dari
munculnya perbedaan. Titik penting strategi adalah tentang posisi kompetitif,
diferensiasi dalam pandangan nasabah, serta nilai tambah melalui suatu aktivitas
gabungan yang berbeda dari yang digunakan kompetitor. Sementara itu, Fahy
mengutip Henry Mintzberg, pada bukunya tahun 1994, The Rise and Fall of
Strategic Planning menyarankan bahwa strategi timbul dari waktu ke waktu untuk
merespon perubahan kondisi pasar. Selain itu, suatu perencanaan yang didesain
sempurna akan berkembang sebagai suatu strategi yang mereflesikan keputusan
dan tindakan yang dibuat dari waktu ke waktu. Mintzberg mendefiniskan pola ini
sebagai strategi realitas atau emergent strategy.
Selanjutnya Fahy et al. (2005), menjelaskan bahwa tanpa memperhatikan
definisi atau banyak faktor yang mempengaruhi pilihan dari perusahaan atau
strategi bersaing, terdapat pertanyaan dasar yang perlu dijawab. Keputusan-
keputusan strategis biasanya jatuh dengan pengampunan dari top manajemen. Kita
dapat melihat pola keputusan startegis yang dibuat oleh top manajemen sebagai
pengganti strategi organisasi secara total. Strategi ini bertujuan pada kesesuaian
efektivitas atau penyelarasan kapabilitas organisasi dengan peluang dan tantangan
65
lingkungan. Oleh karena itu keputusan strategis lebih kompleks dan meliputi
sejumlah variabel dinamis.
Fahy et al. (2005) menjelaskan berkaitan dengan suatu kemampuan
organisasi mengevaluasi nilai dari produknya, dalam kriteria kontribusi mereka
terhadap keseluruhan pemangku kepentingan dan nilai pemegang saham dari
bisnis, adalah kritikal terhadap kesuksesan persaingan dalam jangka panjang.
Namun demikian, sebagaimana proses volume dan nilai informasi tumbuh,
demikian juga kompleksitas yang terkait dengan pengelolaan kinerja perusahaan.
Untuk suatu organisasi mencapai kesuksesan mencapai tujuannya, manajemen
harus mengerti bagaimana nilai diciptakan dan dihancurkan serta apakah model
bisnis dioperasikan secara efektif dan bagaimana dapat ditingkatkan. Hal ini
dikerjakan melalui pendefinisian dan evaluasi strategi, penetapan target,
pengukuran kinerja, perkiraan dan selanjutnya re-evaluasi strategi. Semua ini
memerlukan suatu masukan yang vital. yaitu informasi. Secara krusial, bahwa
informasi harus tepat waktu, akurat dan konsisten pada keseluruhan organisasi.
McKenzie (2013), menjelaskan bahwa inovasi dalam sektor jasa finansial
mungkin tidak cukup menghasilkan produk yang mengubah dunia, namun secara
prinsip menemukan cara yang lebih baik untuk melakukan sesuatu dengan
menginformasikan perkembangan terbaru. Melalui inovasi, lembaga keuangan
mengidentifikasi pengurangan biaya, perbaikan efisiensi, menjangkau nasabah
baru atau meningkatkan pengalaman pelanggan, serta tentu saja menghasilkan
laba. Inovasi dapat berarti memperbaiki sistem, produk atau proses yang sudah
ada, atau menciptakan sesuatu yang baru, mengutip Teresa Connors (head of
66
client engagement, TS market engagement, international banking at Royal Bank
of Scotland). Dengan kata lain peningkatan pada lembaga keuangan dan ruang
korporasi dengan kita melihat inovasi di lapangan yang langsung menyentuh
pelanggan, serta di unit kerja pengolahan back-end. Selanjutnya tujuan dari
organisasi yang mempunyai produk unggul yaitu melakukan identifikasi,
pemahaman, dan respon terhadap keinginan pasar saat ini dan masa datang,
sehingga menghasilkan yang terbaik, produk yang inovatif dan paling terkemuka.
Dengan demikian nasabah akan mendapatkan produk terbaik dan pemanfaatan
waktu. Perusahaan yang sesuai dengan pola ini antara lain yang bergerak di
bidang teknologi, R & D, barang konsumsi dan media masa.
Dalam hal analisis strategis telah dilakukan, selanjutnya perhatian beralih
ke pengembangan strategi bisnis. Aaker (2013), menguraikan bahwa alternatif
strategi yang harus dipertimbangkan dapat berupa asset dan kompetensi, segmen
pasar sasaran, proposisi nilai serta strategi fungsional. Kunci untuk strategi yang
sukses adalah konsep dan penciptaan sebuah keunggulan bersaing yang
berkelanjutan (SCA). Sebagai salah satu dasar untuk SCA adalah tantangan untuk
menciptakan dan memanfaatkan sinergi. Terdapat empat filosopi strategis yang
sangat berbeda yang menawarkan perspektif bermanfaat mengenai strategi dan
pilihan strategi, yaitu komitmen strategis, oportunisme strategi, adaptabilitas
strategis dan maksud strategis. Sebuah SCA perlu bermakna dan berkelanjutan.
SCA harus cukup besar untuk membuat perbedaan: keunggulan marginal dalam
kualitas. Sementara itu, berkelanjutan perlu didukung dan ditingkatkan sepanjang
waktu. Ada kebutuhan sasaran bergerak bagi kompetitor.
67
Tabak et al. (2011) meneliti pengaruh persaingan terhadap risiko yang
diterima perbankan di Amerika Latin dan apakah perubahannya tersebut
berhubungan dengan perubahan ukuran dan modal bank. Hasil penelitian
menyimpulkan:
Persaingan mempengaruhi risiko dalam suatu pola yang non linier
Ukuran bank menjelaskan keunggulan persaingan
Rasio modal menjelaskan keunggulan dari persaingan yang lebih rendah.
Hasil penelitian ini amat penting bagi regulasi perbankan khususnya pada saat
gejolak pasar finansial di seluruh dunia baru-baru ini.
Tantangan persaingan pada perbankan secara perspektif teori dikemukakan
oleh Boot dan Schmeits (1998), bahwa para bankir ditantang dengan persaingan
lingkungannya yang terus meningkat. Proliferasi dari bank dengan orientasi
transaksi (kegiatan trading dan pasar keuangan) bagaimanapun secara nyata
merupakan tantangan bagi ‘relationship banking’ (bank-kemitraan). Dapat
diidentifikasi dua dimensi, yaitu pertama persaingan dari pasar keuangan
mengurangi secara tradisional stabilitas ketahanan kemitraan. Argumentasinya
bahwa berlawanan dengan umumnya tingkat kepercayaan, bank dapat secara
optimal merespon peningkatan investasi spesifik-kemitraan. Kedua, aktivitas yang
berorientasi transaksi peningkatannya menjadi bagian yang terintegrasi dari
lembaga bank. Dalam konteks bencana Barrings, diilustrasikan bagaimana bank
dengan orientasi transaksi memungkinkan dapat merusak daya saing bank-
kemitraan.
68
Sementara itu, aturan Basel yang diterbitkan oleh BIS yakni
lembaga/organisasi yang mewadahi perbankan dunia dalam penyusunan aturan
prudential (kehati-hatian), mulai Basel I, II dan saaat ini Basel III, selalu
mengemukakan bahwa faktor modal (capital) adalah hal yang utama, baik untuk
mendanai kegiatan operasional bank maupun yang saat ini menjadi tantangan
perekonomian global, adalah sebagai buffer dalam menghadapi krisis ekonomi,
khususnya yang non siklikal.
Dalam aturan perbankan nasional pun di Indonesia, yang saat ini OJK
merupakan otoritas pengawasan bank, secara konsisten meratifikasi aturan Basel
tersebut ke dalam aturan tingkat kesehatan bank yang saat ini menganut prinsip
tingkat kesehatan berbasis risiko (RBBR), yang diatur dalam POJK No. 4
/POJK.03/2016. Dalam RBBR, tingkat kesehatan merupakan penilaian gabungan
dari kualitas modal/capital, GCG, nilai komposit 8 risiko (kredit, operasional,
pasar, likuiditas, strategis, reputasi, kepatuhan dan hukum) dan
pendapatan/earnings.
Sebagaimana dijelaskan dalam konsiderans POJK No. 11 /POJK.03/2016
tanggal 29 Januari 2016 tentang Kewajiban Minimum Modal Bank Umum,
bahwa dalam rangka menciptakan sistem perbankan yang sehat dan mampu
berkembang serta bersaing secara nasional maupun internasional, bank perlu
meningkatkan kemampuan untuk menyerap risiko yang disebabkan oleh kondisi
krisis dan/atau pertumbuhan kredit perbankan yang berlebihan. Dijelaskan pula
dalam konsiderans POJK tersebut bahwa dalam rangka meningkatkan
69
kemampuan bank untuk menyerap risiko, diperlukan peningkatan kualitas dan
kuantitas permodalan bank sesuai standar internasional.
Selanjutnya dalam Penjelasan Umum POJK No. 11 /POJK.03/2016
tersebut, diuraikan bahwa pengalaman krisis keuangan dan ekonomi yang terjadi
di berbagai negara pada beberapa tahun belakangan menunjukkan bahwa
kejatuhan Bank antara lain disebabkan oleh tidak memadainya kualitas dan
kuantitas permodalan Bank untuk mengantisipasi risiko yang dihadapi. Dalam
rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas modal Bank sehingga Bank lebih
mampu menyerap potensi kerugian baik akibat krisis keuangan dan ekonomi
maupun karena pertumbuhan kredit yang berlebihan, persyaratan komponen dan
instrumen modal serta perhitungan kecukupan modal Bank perlu disesuaikan
dengan standar internasional. Standar Internasional yang menjadi acuan adalah
“Global Regulatory Framework for More Resilient Banks and Banking System”
yang lebih dikenal dengan Basel III (Basel Committee on Banking Supervision,
2010).
Berdasarkan uraian di atas, penguatan permodalan bank diperlukan untuk
menyerap risiko baik yang timbul akibat kegiatan inhern (pertumbuhan kredit
berlebihan) maupun krisis ekonomi.
Sementara itu, aspek diferensiasi produk/jasa perusahaan, termasuk bank,
selayaknya memperhatikan terlebih dahulu bahwa sumber pendapatan utama
perbankan di Indonesia adalah dari produk perkreditan, atau bunga kredit atau
dalam istilah umumnya disebut non FBI. Di sisi lain, perkembangan kegiatan
bisnis dan produk/jasa bank mengarah pada penggunaan TI yang semakin
70
canggih. Berkembangnya produk/jasa bank yang berbasis TI, memunculkan
cerukan bisnis berupa fee based product, yang sebelumnya hanya bank-bank
tertentu saja berfokus pada segmen tersebut. Produk/jasa selain perkreditan
lazimnya disebut produk/jasa FBI, seperti produk/jasa treasury, trade finance
atau produk/jasa operasional lainnya seperti transfer, payment point, jasa titipan,
dan lain-lain.
Berdasarkan akutansi bank, komposisi pendapatan bank dibagi menjadi 2
bagian, yaitu pendapatan operasional dan non operasional. Pendapatan
operasional dipilah menjadi dua pula, yaitu pendapatan bunga dan pendapatan
operasional selain bunga. Pendapatan bunga sebagian besar bersumber dari bunga
kredit, sementara itu pendapatan selain bunga diperoleh dari peningkatan nilai
wajar dan keuntungan penjualan Surat Berharga, penjualan aset keuangan
lainnya, keuntungan transaksi spot dan derivative, serta FBI.
Pengertian FBI menurut Kasmir (2013) adalah keuntungan yang didapat
dari transaksi yang diberikan dalam jasa-jasa bank lainnya. Produk/jasa fee based
yang ditawarkan oleh perbankan antara lain: kiriman uang (transfer), kliring
(clearing), inkaso (collection), safe deposit box, bank card, jual-beli uang kertas
(bank note), jual-beli cek perjalanan (travellers cheque), L/C (letter of credit),
bank garansi, penerimaan setoran (tagihan listrik, telepon, gaji, pajak). Saat ini
berbagai produk baru FBI merupakan hasil pengembangan electronic banking.
Di India selama periode 2000-2009, menunjukkan bahwa kepemilikan
bank mempengaruhi pencapaian pendapatan selain bunga. Secara relatif terhadap
bank swasta domestik, bank milik pemerintah dengan signifikan menghasilkan
71
FBI lebih rendah, sementara bank asing menghasilkan FBI yang lebih tinggi.
Bank milik pemerintah dengan tingkat kepemilikan pemerintah yang lebih tinggi,
secara signifikan mempunyai sumber daya untuk menghasilkan pendapatan selain
bunga yang lebih rendah. Secara signifikan, pada Bank milik Pemerintah, FBI
mengurangi risiko yang diukur dari variabel profitabilitas (Pennathur,
Subrahmanyam, & Vishwasrao, 2012).
Sementara itu, hasil pengamatan terhadap industri perbankan di 28 negara
periode 1997-2004 oleh Nguyen (2012), menunjukkan bahwa pada periode 1997-
2002, hubungan antara pendapatan bunga dan pendapatan selain bunga secara
statistik memiliki hubungan yang signifikan dan negatif. Namun demikian pada
periode 2003-2004, hubungan antara pendapatan bunga dan pendapatan selain
bunga secara umum positif namun secara statistik tidak signifikan. Fenomena
yang tampak pada periode 1997-2002 menunjukkan bahwa peningkatan kegiatan
nontradisional bank secara negatif berkorelasi dengan risiko profitabilitas, yang
mencerminkan ketidakjelasan keuntungan dari diversifikasi. Namun kontribusi
pendapatan selain bunga secara positif berhubungan dengan Return On Asset dan
Return On Equity untuk periode data 2003-2004.
Berdasarkan uraian konsep di atas, berikut adalah komparasi pengertian
Keunggulan Bersaing menurut berbagai sumber :
72
Tabel 2.8
Komparasi Pengertian Keunggulan Bersaing
No Sumber Pengertian
1 Hunger dan
Wheelen
(2012)
Keunggulan bersaing merupakan kumpulan strategi untuk
menentukan keunggulan suatu perusahaan dari
persaingan diantara perusahaan lain. Strategi bersaing
meliputi biaya rendah (low cost) dan diferensiasi
2 Wang (2014) Keunggulan bersaing atau CA dapat diperoleh ketika
suatu organisasi mengembangkan atau mengakuisisi
suatu set atribut atau mengeksekusi tindakan yang
memungkinkan untuk mengungguli pesaingnya
3 Treacy dan
Wiersema
(1997)
Tiga disiplin kritikal untuk menjadi market leader yaitu
operational excellence (low cost), product leadership
(product differentiation) dan customer intimacy
Berdasarkan kajian literatur dan jurnal penelitian sebelumnya, yang
didukung oleh pelaksanaan in depth interview dengan pakar yang kompeten dalam
bidang keunggulan bersaing industri jasa perbankan, maka diperoleh konstruk
pengertian keunggulan bersaing pada penelitian ini sebagai komponen keunggulan
bersaing: low cost (rasio BOPO), diferensiasi (FBI); serta CAR. CAR dan rasio
BOPO merupakan salah satu aspek yang digunakan oleh otoritas nasional dan
global dalam komponen penghitungan tingkat kesehatan bank. Permodalan
merupakan syarat mutlak dari otoritas global dan nasional agar bank dapat
bersaing dan berkelanjutan. Secara akuntansi, FBI merupakan salah satu
komponen pendapatan operasional selain bunga kredit yang ada dalam laporan
Laba-rugi bank.
Kemudian disusun komparasi dimensi keunggulan bersaing dari berbagai
sumber tersebut, sebagai bahan penyusunan konstruk dimensi keunggulan
bersaing, sebagaimana ditampilkan berikut ini :
73
Tabel 2.9
Komparasi Dimensi Variabel Keunggulan Bersaing
Hunger dan
Wheelen (2012)
Wang (2014) Treacy dan Wiersema (1997)
- biaya rendah (low
cost)
- diferensiasi
- Akuisisi atribut
- Eksekusi
- Operational excellence (low cost)
- Product leadership (product
differentiation)
- Customer intimacy
Berdasarkan kajian literatur dan jurnal penelitian sebelumnya, yang
didukung oleh pelaksanaan in depth interview dengan pakar yang kompeten dalam
bidang keunggulan bersaing industri jasa perbankan, maka diperoleh konstruk
dimensi keunggulan bersaing industri jasa perbankan yang terdiri dari tiga aspek
yaitu : CAR, Rasio BOPO dan FBI.
Penentuan kedua dimensi tersebut disesuaikan dengan unit analisis industri
jasa perbankan yang saat ini mengalami permasalahan dalam ketiga aspek
tersebut.
Kemudian berdasarkan kajian literatur dan jurnal penelitian sebelumnya,
yang didukung oleh pelaksanaan in depth interview dengan pakar yang kompeten
dalam bidang keunggulan bersaing industri jasa perbankan, maka kedua dimensi
keunggulan bersaing tersebut diukur dengan indikator sebagai berikut :
1. CAR
CAR merupakan rasio modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut
Risiko/ATMR. CAR dihitung dan diambil dari data DPIP OJK.
74
2. Rasio BOPO
Rasio BOPO merupakan rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan
Operasional. Rasio BOPO dihitung dan diambil dari data DPIP OJK.
3. FBI
FBI merupakan salah satu komponen pendapatan operasional selain bunga
kredit yang ada dalam laporan Laba-rugi bank. FBI dihitung dan diambil
dari data DPIP OJK.
2.1.5 Kinerja Perusahaan
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu tujuan pencapaian perusahaan
adalah performance atau kinerja perusahaan yang lazimnya diukur oleh kinerja
perusahaan secara kuantitatif dari aspek finansial khususnya aspek rentabilitas
atau profitabilitas. Fabozzi dan Drake (2009) menjelaskan bahwa dalam menilai
kinerja operasi perusahaan, perhatian utama adalah jika perusahaan mengelola
asetnya dengan cara yang efisien dan menguntungkan. Ketika seorang investor
menilai kondisi keuangan suatu perusahaan, perhatian utama adalah jika
perusahaan mampu untuk memenuhi kewajiban finansialnya. Investor dapat
menggunakan rasio finansial untuk mengevaluasi lima aspek kinerja operasional
dan kondisi keuangan:
a. Retun on investment (ROI). Rasio ROI membandingkan ukuran manfaat,
seperti laba atau pendapatan bersih, dengan langkah-langkah investasi. Dalam
pengertian ini juga sering digunakan rasio lainnya seperti ROA dan return on
equity (ROE).
75
b. Likuiditas. Likuiditas mencerminkan kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aset-aset yang
paling mudah dikonversi menjadi uang tunai.
c. Profitablitas. Rasio profitabilitas membantu mengukur seberapa baik investor
mengelola biaya. Profit margin ratio membandingkan komponen pendapatan
dengan penjualan yang ditunjukkan dengan perumusan Gross profit margin =
(revenues-COGS)/revenues. Rasio ini memberikan informasi porsi laba yang
tersisa dari penjualan setelah dikurangi biaya produksi. Hal ini mencerminkan
kinerja operasi perusahaan. Untuk mengevaluasi operasi dan keputusan
keuangan perusahaan, investor harus membandingkan laba bersih dengan
pendapatan.
d. Aktivitas. Rasio Aktivitas digunakan untuk mengevaluasi manfaat yang
dihasilkan oleh aset tertentu, seperti persediaan atau piutang atau untuk
mengevaluasi manfaat yang dihasilkan atas keseluruhan aset perusahaan.
Inventory turnover menunjukkan seberapa cepat suatu perusahaan telah
menggunakan persediaan untuk menghasilkan barang dan jasa yang dijual.
Sedangkan account receivable turnover ratio menunjukkan ukuran dari
seberapa efektif suatu perusahaan menyalurkan kredit kepada pelanggan.
e. Financial leverage. Sebuah perusahaan dapat membiayai asetnya dengan
ekuitas atau dengan utang. Pembiayaan dengan utang secara hukum
mewajibkan perusahaan untuk membayar bunga dan melunasi pokok seperti
yang dijanjikan. Pembiayaan ekuitas tidak mewajibkan perusahaan untuk
membayar apa-apa karena dividen dibayarkan pada kebijaksanaan dari direksi.
76
Financial leverage ratios digunakan untuk mengukur risiko keuangan
perusahaan.
Hempel dan Simonson (1991), menjelaskan bahwa tujuan pengelolaan
bank adalah untuk memaksimalkan nilai investasi pemilik pada bank. Nilai
maksimalisasi ini meliputi kedua aspek yaitu keuntungan dan risiko serta
keseimbangan di antara keduanya. Variabel keuntungan tidak hanya termasuk
yang melipui pengukuran keuntungan, seperti ROA dan ROE, tetapi juga
termasuk waktu mendapatkan keuntungan (timing of returns) dan prospek
keuntungan masa depan. Kualitas atau kandungan risiko dari keuntungan
berasosiasi dengan ukuran, waktu dan prospek masa depan dari keuntungan.
Komponen memaksimalisasi nilai terhadap pemilik dapat digambarkan pada
Gambar 2.5 di halaman 76:
Sebagaimana diketahui, Hempel dan Simonson (1991) menguraikan
klasifikasi risiko secara luas, yaitu:
1. Risiko finansial, yang timbul dari pengelolaan neraca.
2. Risiko deliveri, yang timbul pada saat bank mennyampaikan jasa
finansialnya kepada masyarakat.
3. Risiko lingkungan, yang mana bank harus menanggungnya sebagaimana
suatu ketentuan perusahaan.
77
Goal:
Balancing:
Measures:
Size of returns
ROA
ROE
Earnings per share
Timing of returns
Future prospects
Riskiness of returns
Financial Risks
Credit risk
Liquidity risk
Interest-rate risk
Leverage risk
Delivery risks
Operational risk
Technological risk
New products risk
Strategic risk
Defalcation risk
Environmental risks
Economic risk
Competitive risk
Regulatory risk
Gambar 2.5
Komponen Maksimalisasi Nilai terhadap Pemilik Perusahaan
Profitabilitas merupakan suatu indikator kinerja utama yang mencerminkan
tingkat pendapatan perusahaan keuangan atau bisnis lainnya yang dihasilkan dari
pemanfaatan sumber daya melalui penawaran produk dan jasa (Rose dan Hudgins,
2013). Sementara itu, rentabilitas merupakan ukuran kemampuan bank dalam
meningkatkan laba untuk periode tertentu atau untuk mengukur tingkat efisiensi
usaha dan profitabilitas yang dicapai bank (Kasmir, 2013). Secara khusus Kasmir
(2013) menjelaskan bahwa keuntungan utama bisnis perbankan diperoleh dari
selisih bunga simpanan yang diberikan kepada deposan dengan bunga
pinjaman/kredit yang disalurkan (spread based).
Maximize Value to
Owners
Risks Returns
78
Berdasarkan uraian teori dan pendapat para pakar tersebut di atas bahwa
kinerja perusahaan termasuk bank, dapat diukur oleh indikator tingkat
profitabilitas atau rentabilitas. Pencapaian tingkat rentabilitas perusahaan
termasuk bank bergantung bagaimana perusahaan mengelola atau memanfaatkan
sumber dayanya dengan cara yang efisien dan menguntungkan melalui
produk/jasa yang ditawarkan.
Sebagaimana diketahui bisnis operasional bank merupakan kegiatan usaha
yang diatur dengan sangat ketat oleh otoritas pengawasan bank. Tingkat
kesehatan bank berdasarkan risiko dan prinsip kehati-hatian merupakan
terminologi lazim dalam pengaturan dan pengawasan kegiatan operasinal bank.
Regulasi perbankan menurut Undang-undang (UU) diatur dalam UU No. 7
Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang No. 10 tahun 1998, antara lain memuat bahwa bank umum merupakan
insitusi yang memberikan pelayanan dalam proses pembayaran baik secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah.
Sebagai turunan dari UU Perbankan tersebut di atas, dalam POJK No. 4
/POJK.03/2016 tanggal 26 Januari 2016 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan
Bank Umum, yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.
13/1/PBI/2011 tanggal 5 Januari 2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Umum, pada Penjelasan Umum dijelaskan antara lain bahwa “Bank wajib
memelihara kesehatannya”. Lebih lanjut dalam POJK tersebut dijelaskan bahwa
kesehatan bank merupakan cerminan kondisi dan kinerja bank, merupakan sarana
bagi otoritas pengawas dalam menetapkan strategi dan fokus pengawasan
79
terhadap Bank. Kesehatan bank menjadi kepentingan semua pihak terkait, baik
pemilik, pengelola (manajemen), dan masyarakat pengguna jasa bank.
Perkembangan industri perbankan, terutama produk dan jasa yang semakin
kompleks dan beragam dapat meningkatkan eksposur risiko dan profil risiko
bank. Sejalan dengan itu pendekatan penilaian secara internasional juga mengarah
pada pendekatan pengawasan berdasarkan risiko. Pada Bab III Pasal 6 POJK
tersebut ditetapkan bahwa Bank wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan
bank secara individual dengan menggunakan pendekatan risiko (Risk-Based Bank
Rating) dengan cakupan penilaian terhadap faktor-faktor sebagai berikut:
1. Profil risiko (risk profile)
Penilaian terhadap faktor profil risiko merupakan penilaian terhadap risiko
inheren dan kualitas penerapan manajemen risiko dalam operasional bank
yang wajib dilakukan terhadap 8 (delapan) risiko, yaitu: risiko kredit; risiko
pasar; risiko likuiditas; risiko operasional; risiko hukum; risiko stratejik; risiko
kepatuhan; dan risiko reputasi.
2. GCG
Penilaian terhadap kualitas manajamen Bank atas pelaksanaan prinsip-prinsip
GCG yang ditinjau dari berbagai aspek. GCG pada industri perbankan
berlandaskan 5 (lima) prinsip dasar yaitu transparansi, akuntabilitas,
pertanggungjawaban, independensi, dan kewajaran
3. Rentabilitas (earnings);
Penilaian terhadap faktor Rentabilitas meliputi penilaian terhadap kinerja
earnings, sumber-sumber earnings, dan sustainability earnings Bank.
80
Parameter/indikator penilaian faktor rentabilitas antara lain Return On Asset
yaitu perhitungan laba sebelum pajak dibagi rata-rata total asset.
4. Permodalan (capital).
Evaluasi terhadap kecukupan permodalan dan kecukupan pengelolaan modal.
Perhitungan modal terutama didasarkan atas perbandingan antara besarnya
modal dengan aktiva tertimbang menurut risiko. Modal terdiri diri dari modal
inti dan modal pelengkap, sementara itu aktiva bank dihitung bobot risikonya
dengan dasar perhitungan eksposur risiko pada tiap masing-masing pos aktiva.
Sesuai Pasal 7 POJK tersebut, penilaian terhadap faktor profil risiko
merupakan penilaian terhadap risiko inheren dan kualitas penerapan manajemen
risiko dalam operasional Bank yang wajib dilakukan terhadap 8 (delapan) risiko,
yaitu: risiko kredit; risiko pasar; risiko likuiditas; risiko operasional; risiko
hukum; risiko stratejik; risiko kepatuhan; dan risiko reputasi.
Berdasarkan uraian konsep di atas, berikut adalah komparasi pengertian
kinerja perusahaan menurut berbagai sumber :
Tabel 2.10
Komparasi Pengertian Kinerja Perusahaan
No Sumber Pengertian
1 Fabozzi dan Drake
(2009)
Dalam menilai kinerja operasi perusahaan,
perhatian utama adalah jika perusahaan
mengelola asetnya dengan cara yang efisien
dan menguntungkan
2 Kasmir (2013) Keuntungan utama bisnis perbankan
diperoleh dari selisih bunga simpanan yang
diberikan kepada deposan dengan bunga
pinjaman/kredit yang disalurkan (spread
based).
81
No Sumber Pengertian
3 POJK No. 4
/POJK.03/2016 tanggal
26 Januari 2016 tentang
Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank Umum
Kesehatan bank merupakan cerminan kondisi
dan kinerja bank, merupakan sarana bagi
otoritas pengawas dalam menetapkan strategi
dan fokus pengawasan terhadap Bank
Berdasarkan kajian literatur dan jurnal penelitian sebelumnya, yang
didukung oleh pelaksanaan in depth interview dengan pakar yang kompeten dalam
bidang kinerja perusahaan industri jasa perbankan, maka diperoleh konstruk
pengertian kinerja perusahaan pada penelitian ini merupakan penilaian akhir
terhadap kapabilitas perusahaan, dalam hal ini digunakan penilaian aspek finansial
dengan rasio ROA. Rasio ini juga digunakan dalam penghitungan komponen
earnings pada penghitungan tingkat kesehatan bank.
Penggunaan ROA dalam mengukur kinerja bank, dilakukan oleh Hahn dan
Powers (2010:68-69) yang menjelaskan bahwa ukuran yang digunakan untuk
untuk menguji kinerja perbankan adalah rasio ROA karena merupakan ukuran
kinerja industri perbankan primer (FDIC, 1995). Disebutkan juga bahwa ROA
adalah salah satu bentuk ROI, dimana penggunaan ukuran ini konsisten dengan
saran Porter (1980, 1985) bahwa ROI adalah ukuran kinerja yang sesuai.
Berdasarkan penelitian terdahulu, ROA didefinisikan sebagai laba bersih dibagi
dengan total aset (Lenz, 1980; Robinson dan Pearce, 1988; Bernstein, 1993).
Pengukuran kinerja ROA yang digunakan dalam penelitian Hahn dan Powers
(2010) diberikan oleh responden bank sesuai dengan strategi penelitian
sebelumnya (Robinson dan Pearce, 1988; Lyles, Baird, Orris, dan Kuratko, 1993).
82
Sementara itu, Al-Tamimi dan Jabnoun (2010:185) menjelaskan bahwa
kinerja bank diukur dengan ROA dan ROE. ROA merupakan indikator efisiensi
manajerial yang merefleksikan sejauh mana kapabilitas manajemen bank dalam
mengkonversikan aset perusahaan ke dalam laba bersih. Sementara ROE adalah
indikator dari net benefit yang diterima pemegang saham dari investasi modal
mereka di bank.
Berdasarkan uraian di atas, maka kinerja perusahaan diukur dengan rasio
rentabilitas, menggunakan rasio ROA yang mencerminkan rasio antara laba rata-
rata terhadap total asset. Nilai rasio ROA dihitung dari data DPIP OJK.
Penentuan dimensi tersebut didasarkan pada pertimbangan unit analisis
dalam penelitian ini yaitu industri jasa perbankan yang cenderung lebih cocok
menggunakan dimensi tersebut, dimana kondisi saat ini industri jasa perbankan
cenderung masih memiliki kelemahan pada aspek tersebut.
2.1.6 Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian sebelumnya berkaitan dengan topik penelitian yang akan
dilakukan dikemukakan dalam matriks di bawah ini:
83
Tabel 2.11 Penelitian Terdahulu
Hubungan antara GCG dengan Kinerja
Nama
Peneliti
Topik
Penelitian
Hasil penelitian Variabel/Dimensi Perbedaan/
Persamaan
Juniarti dan
Natalia
(2012)
Melakukan
identifikasi
manfaat
penerapan
GCG terhadap
biaya utang
(cost of debt)
Hasil penelitian tidak
mendukung hipotesis,
antara lain karena
rendahnya tingkat
kepercayaan kreditur
terhadap praktik tata
kelola perusahaan
yang baik.
X= skor GCG
Variabel
moderating =
Debt to Asset
(DA), ROA,
Pertumbuhan
Penjualan
(Sgrowth),
Ukuran
Perusahaan (Fsize
dan Market to
Book (MTB).
Y= cost of debt
Persamaan:
GCG
Perbedaan:
Seluruh
perusahaan
go- public
DA, Fsize,
MTB, COD.
Nur’ainy et
al. (2013)
Pengaruh
penerapan
GCG terhadap
kinerja
perusahaan
yang diukur
dengan EVA
Implementasi GCG
mempengaruhi
langsung kinerja
perusahaan yang
diukur dengan EVA,
dan menunjukkan
pengaruh secara tidak
langsung melalui
ukuran perusahaan
X= implementasi
GCG
Intervening =
ukuran
perusahaan
Y= kinerja
perusahaan
(EVA)
Persamaan:
GCG
Perbedaan:
Ukuran
usaha,
EVA,
manufaktur
Tariq et al.
(2014)
Investigasi
efektivitas
GCG terhadap
efisiensi
finansial
industri
perbankan di
Pakistan
Hasil penelitian
secara konsisten
dengan penelitian
sebelumnya tentang
GCG menunjukkan
dampak positif secara
signifikan terhadap
efisiensi bank.
X=ukuran Dewan
Pengurus, Rapat
Dewan Pengurus,
Direksi Non-
Eksekutif, Ukuran
Bank dan
leverage.
Y=ROA dan ROE
Persamaan:
ROA
bank
Perbedaan:
Ukuran
Dewan
Pengurus,
Rapat
Dewan
Pengurus,
Direksi
Non-
Eksekutif,
Ukuran
Bank dan
leverage.
ROE
84
Hassan &
Halbouni (2013)
Corporate
governance,
economic
turbulence and
financial
performance of
UAE listed
firms.
Corporate
governance
berpengaruh negatif
terhadap financial
performance dan
economic turbulence.
Dependen :
financial
performance
Independen :
corporate
governance
mechanisms
economic
turbulence
Persamaan:
GCG
Financial
performan
ce
Perbedaan:
Economic
turbulence
Bawaneh
(2015)
Menguji
pengaruh
penerapan
kode GCG
pada kinerja
bank Yordania
Keberhasilan GCG di
bank Yordania
membutuhkan
penerapan aturan
dengan benar, yang
bergantung pada
kontrol dari Bank
Sentral Jordan (CBJ)
dan manajemen bank.
Prinsip transparansi
dan pengungkapan
tentang situasi
keuangan bank
membantu
meningkatkan
kepercayaan klien
dan meningkatkan
reputasi dan kinerja
bank.
X : GCG,
aplikasi tata kelola
Y : kinerja
Persamaan:
GCG
Financial
performanc
e
Perbedaan:
Aplikasi tata
kelola
Limakrisna &
Yoserizal
(2016)
Menganalisis
pengaruh
GCG,
teknologi
informasi,
kompetensi
SDM terhadap
keunggulan
kompetitif dan
implikasinya
terhadap
kinerja
pemasaran.
GCG, Teknologi
informasi,
Kompetensi SDM
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap keunggulan
kompetitif.
Keunggulan
kompetitif pun positif
dan signifikan
berpengaruh pada
kinerja pemasaran
X : GCG,
teknologi
informasi,
kompetensi SDM
Y : keunggulan
kompetitif
Z : kinerja
pemasaran
Persamaan :
GCG
Teknologi
informasi
Kompetens
i SDM
Keunggula
n
kompetitif
Perbedaan :
Kinerja
Pemasaran
85
Hubungan antara SDM dengan Keunggulan Bersaing dan Kinerja
Nama
Peneliti
Topik
Penelitian
Hasil penelitian Variabel/Dimensi Perbedaan/
Persamaan
Wright et al.
(2003)
Menguji
pengaruh
praktek HR
dan komitmen
organisasi
terhadap
kinerja operasi
dan
profitabilitas
bisnis unit
Analisis
menunjukkan bahwa
faktor komitmen
organisasi dan
praktek HR secara
signifikan
berhubungan dengan
pengukuran kinerja
operasional sebaik
pengukuran biaya
operasi dan laba
sebelum pajak (EBT)
X= komitmen
organisasi,
praktek HR
Variabel
moderating =
biaya operasi
dan EBT.
Y= kinerja
perusahaan
Persamaan:
Kinerja
Perbedaan:
komitmen
organisasi,
praktek HR
biaya operasi
dan EBT
Non bank
Mavridis
(2004)
The
intellectual
capital
performance of
the Japanese
banking sector
Hasil penelitian ini
dengan Analisis
prediktif menyatakan
ada hubungan yang
normal, kuat,
signifikan dan
korelasi positif antara
Value Added/VA dan
modal fisik (CA).
Variabel VA berubah
ke arah yang sama
dengan modal fisik
(0340) tetapi tidak
dalam arah yang
sama dengan biaya
manajerial (HC = -
1679).
Independen :
Intelectual Capital
Dependen :
Bank Peformance
Persamaan:
Kinerja
bank
Perbedaan:
Intelectual
Capital
Joshi, Cahill
dan Sidhu
(2010)
Intellectual
capital
performance
in the banking
sector
An assessment
of Australian
owned banks.
Modal intelektual,
intellectual
coefficient (VAICe)
memiliki hubungan
yang signifikan
dengan biaya SDM
dan penambahan nilai
bank di Australia.
Independen:
Modal intelektual
Dependen :
kinerja IC
Persamaan:
Biaya SDM
bank
Perbedaan:
Modal
intelektual
VAICe
Habir &
Larasati
(1999)
Human
resource
management
as competitive
advantage in
the new
HRM berpengaruh
terhadap Keunggulan
Bersaing
Dependen:
Competitive
Advantage
Independen :
Human
Resource
Persamaan:
Competitive
Advantage
Perbedaan:
Human
86
millennium An
Indonesian
perspective
Management
Resource
Management
Non bank
Gates dan
Pascal (2010)
Melakukan
analisis
hubungan
HCM, strategi
dan kinerja
perusahaan
dengan
persepsi HR
managers
Analisis persepsi
menurut manajer
SDM menunjukkan
bahwa semakin maju
sebuah perusahaan
dalam pengembangan
HCM, semakin tinggi
kinerja perusahaan;
dan perusahaan
mengikuti strategi
diferensiasi, manajer
SDM tertarik
indikator inovasi,
sementara mereka
mengikuti strategi
pengurangan biaya,
manajer SDM tertarik
indikator efisiensi
Dimensi:
efisiensi kerja,
sadar biaya
(indikator
efisiensi)
kemampuan
kewirausahaan
dan kemampuan
inovatif
(indikator
inovasi).
Persamaan:
efisiensi
kerja,
kinerja
Perbedaan:
sadar biaya
(indikator
efisiensi);
kemampuan
kewirausaha
an dan
kemampuan
inovatif
(indikator
inovasi).
Non bank
Masum,
Azad, Hoque
& Beh
(2015)
Menguji
pengaruh
praktik
manajemen
sumber daya
manusia
(HRM)
terhadap
efisiensi bank
dengan
menggunakan
indeks
Malmquist dari
produktivitas
faktor total.
Praktik HRM di
industri perbankan
untuk memastikan
efisiensi dalam
skenario jangka
panjang. Bank
domestik disarankan
untuk memastikan
pembangunan
berkelanjutan dalam
praktik HRM agar
bisa bersaing dengan
bank asing.
X : Praktik
HRM
Y : efisiensi
Persamaan:
SDM
Perbedaan:
Efisiensi
bank
Komnenic
Tomic, &
Pokrajcic
(2011)
Menyelidiki
secara empiris
apakah modal
intelektual
(intellectual
capital / IC)
sebagai aset
strategis
berdampak
pada kinerja
Terdapat hubungan
positif antara modal
intelektual
perusahaan dengan
ukuran kinerja
X : Modal
Intelektual
Y : kinerja
Persamaan:
SDM
Kinerja
Perbedaan:
Komponen IC
87
organisasi serta
mengidentifika
si komponen
IC yang
mungkin
menjadi
penggerak
indikator
tradisional
kesuksesan
bisnis
Surin,
Edward,
Hussin, &
Ab Wahab
(2017)
Meneliti
hubungan
antara jaringan
bisnis strategis
dan kinerja
bisnis di antara
perusahaan
manufaktur
UKM di
Malaysia
Human capital dan
lingkungan bisnis
secara signifikan
memoderasi
hubungan antara
jaringan bisnis
strategis dan kinerja
bisnis
X : Jaringan
Bisnis strategis
Y : Human
capital dan
lingkungan
bisnis
Kinerja Bisnis
Persamaan:
SDM
Kinerja
Perbedaan:
Jaringan
bisnis
strategis
Lingkungan
bisnis
Non bank
Hubungan antara TI dengan Keunggulan Bersaing dan Kinerja
Nama
Peneliti
Topik Penelitian Hasil penelitian Variabel/Dimensi Perbedaan/
Persamaan
Chae et al.
(2014)
Pengaruh
kapabilitas TI
dan kinerja
perusahaan
Terdapat
hubungan positif
yang signifikan
antara
kemampuan TI
dengan kinerja
perusahaan.
Pemimpin TI
tidak
menunjukkan
kinerja
keuangan yang
lebih baik
dibandingkan
kontrol.
X= kapabilitas TI,
Pemimpin TI.
Y=kinerja
perusahaan
Persamaan:
Kinerja
Perbedaan:
kapabilitas
TI,
Pemimpin
TI
Non bank
Ali dan
Murty
(2014)
Dampak Core-
Banking Solution
pada industri
perbankan di
India
Core-banking
Solution pada
bank yang
dinasionalisasi
menawarkan
manfaat bagi
bank dan
X= ukuran bank
kecil, menengah
dan besar; ukuran
ICT, variasi
produk/layanan
Y= kelancaran
Persamaan:
Bank
Perbedaan:
ukuran
bank kecil,
menengah
88
nasabahnya
mengakui
pentingnya ICT
guna kelancaran
fungsi bank.
penggunaan ICT
menawarkan
suatu variasi
produk dan
layanan terhadap
nasabahnya.
Perubahan
skenario dan
inovasi
berdampak pasti
terhadap bank-
yang
dinasionalisasi
dapat
menggantikan
jaringan kantor
yang luas dan
memenuhi
pelayanan
volume nasabah
yang tinggi.
fungsi bank
(layanan jaringan
kantor dan
volume nasabah)
dan besar;
ukuran ICT,
variasi
produk/laya
nan
kelancaran
fungsi bank
(layanan
jaringan
kantor dan
volume
nasabah)
Kim dan
Davidson
(2004)
The effects of IT
expenditures on
banks’ business
performance:
using a balanced
scorecard
approach
Dalam penelitian ini
pengeluaran
terhadap TI
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap kinerja
bank
Independen:
Pengeluaran IT
Dependen :
Kinerja Bank
Persamaan:
Pengeluar-
an TI
Kinerja
Bank
Perbedaan:
Tidak ada
Sharma et
al. (2014)
Pentingnya TI ,
Transformasi
Bisnis, Dampak
TI pada berbagai
sektor ekonomi.
TI pendorong
yang paling
penting dari
ekonomi global.
Daya saing
ekonomi suatu
negara selaras
dengan
kemampuannya
untuk berinovasi
dan
X=Pentingnya TI,
Transformasi
Bisnis
Y=Dampak TI
pada berbagai
sektor ekonomi.
Persamaan:
Daya
saing/CA
bank
Perbedaan:
Pentingnya
TI,
Transfor-
masi Bisnis
Dampak TI
89
berpartisipasi
dalam industri
TI
pada
berbagai
sektor
ekonomi
Luse &
Mennecke
(2014)
IT can matter:
co-evolution
fostering IT
competitive
advantage
Hasil penelitian ini
menyimpulkan
manajer dapat
melihat TI dan
mengidentifikasi
mana potensi
keunggulan
kompetitif strategis
dari TI dapat
ditemukan. Karena
TI berpengaruh
terhadap
keunggulan
kompetitif.
Independen:
IT
Dependen :
Competitive
Advantage
Persamaan:
Competitive
Advantage
Perbedaan:
IT
Non bank
Colgate
(1998)
Creating
sustainable
competitive
advantage
through
marketing
information
system
technology:a
triangulation
methodology
within the
banking industry
Hasil penelitian ini
menyimpulkan
bahwa lembaga
keuangan dengan
menerapkan TI lebih
sukses. TI
berpengaruh walau
tidak terlihat
signifikan terhadap
keunggulan
kompetitif.
Independen:
Teknologi sistem
informasi
pemasaran
Dependen :
Keunggulan
kompetitif
Persamaan:
Keunggulan
kompetitif
bank
Perbedaan:
Teknologi
sistem
informasi
pemasaran
Darshani
(2013)
Kajian identifikasi
factor-faktor
keunggulan
bersaing pada
Bank of Ceylon
Leasing,
Srilangka: dengan
kasus khusus
cabang Kahawatta
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
kualitas layanan dan
Harga Lease
berdampak positif
dan signifikan pada
keunggulan
kompetitif
sedangkan
Kemajuan
Teknologi dan
Upaya promosi
tidak berdampak
namun signifikan
Y = keunggulan
kompetitif
X1 = teknologi
baru
X2 = Kualitas
layanan
X3= Upaya
promosi
X4 = harga sewa
Persamaan:
keunggulan
kompetitif
bank
Perbedaan:
teknologi
baru
Kualitas
layanan
Upaya
promosi
Harga sewa
90
pada keunggulan
kompetitif.
Hubungan keunggulan bersaing dengan kinerja
Nama
Peneliti
Topik Penelitian Hasil penelitian Variabel/ Persamaan/
Perbedaan
Tabak et al.
(2011)
Meneliti
pengaruh
persaingan
terhadap risiko
yang diterima
perbankan di
Amerika Latin
dan apakah
perubahannya
tersebut
berhubungan
dengan
perubahan ukuran
dan modal.
Persaingan
mempengaruhi
risiko dalam
suatu pola yang
non linier
Ukuran bank
menjelaskan
keunggulan
persaingan
Rasio modal
menjelaskan
keunggulan
dari persaingan
yang lebih
rendah.
X1= Persaingan
X2= Ukuran bank
X3= rasio modal
Y= risiko yang
diterima
Persamaan:
Persaingan
bank
rasio modal
Perbedaan:
Y= risiko
yang diterima
Figueira,
Nellis dan
Parker
(2009)
Banking
performance and
technological
change in non-
core EU
countries:
A study of Spain
and Portugal
Dengan metode
indeks Malmquist
menunjukkan
kinerja meningkat
dari bank-bank di
Portugal dan
Spanyol selama
tahun 1990-an
sampai 2000an
terutama disebabkan
TC (Technology
Change) dan
beberapa bank
merespon lebih
positif dan produktif
untuk kesempatan
yang ditawarkan
oleh teknologi baru
dari bank lain,
seperti tercermin
dalam dispersi yang
lebih besar dalam
kinerja bank dari
waktu ke waktu
dalam hasil DEA
awal.
Independen:
Orientasi portofolio
dan skala operasi
Dependen :
Efesiensi Bank
Independen:
Orientasi
portofolio
dan skala
operasi
Dependen :
Efesiensi
Bank
91
2.1.7 Posisi Penelitian / State of The Art
Berdasarkan hasil penelusuran terhadap penelitian-penelitian yang pernah
dilakukan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri melalui penelusuran jurnal-
jurnal penelitian, menunjukkan bahwa penelitian dengan model penelitian ini
belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, sehingga penelitian ini
memiliki orisinalitas tinggi dibandingkan dengan penelitian-penelitian terdahulu.
Agyapong
dan Boamah
(2013)
Meneliti
pengaruh
competitive
advantage bisnis
terhadap
performace
Competitive
advantage mampu
mempengaruhi
performace
X : competitive
advantage
Y : kinerja
Persamaan :
Keunggulan
bersaing
Kinerja
Perbedaan :
Industri hotel
Leonidou,
Christodouli
des,
Kyrgidou,
Palihawada
na
(2017)
Meneliti
bagaimana faktor
internal
perusahaan
membantu
merumuskan
strategi bisnis
hijau di antara
perusahaan
manufaktur kecil,
dan bagaimana
pengaruhnya
terhadap
keunggulan
kompetitif dan
kinerja kompetitif
Implementasi
strategi bisnis hijau
menghasilkan ke-
unggulan kompetitif
posisional, dimana
asosiasi ini semakin
kuat dalam kondisi
intensitas peraturan
yang tinggi,
dinamisme pasar
yang tinggi,
perhatian
masyarakat yang
tinggi, dan
intensitas
persaingan yang
tinggi. Keunggulan
kompetitif kondusif
untuk meningkatkan
kinerja pasar dan
keuangan.
X : faktor internal
perusahaan
Y : Strategi bisnis
hijau
Z : keunggulan
kompetitif (kinerja
pasar dan kinerja
keuangan)
Persamaan :
Keunggulan
bersaing,
Kinerja
Perbedaan :
Industri hotel
92
State of the Art dari penelitian ini adalah bertumpu pada hasil dari
pengembangan keunggulan bersaing yang didasari oleh GCG, biaya
pengembangan TI, dan biaya pengembangan sumber daya manusia, dalam upaya
meningkatkan kinerja perusahaan industri jasa perbankan di Indonesia,
menunjukkan bahwa topik penelitian ini belum pernah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya. Dengan demikian penelitian ini memiliki orisinalitas yang tinggi.
Aspek GCG, biaya pengembangan TI, biaya pengembangan sumber daya
manusia, dan keunggulan bersaing yang mempengaruhi kinerja perusahaan
merupakan 5 (lima) variabel deduktif yang diteliti dalam disertasi ini. Kelima
variabel tersebut merupakan hasil kajian dari berbagai textbook, literatur, jurnal,
dan hasil penelitian sebelumnya.
2.2 Kerangka pemikiran
2.2.1 Hubungan antara GCG dengan Keunggulan Bersaing
Hasil penelitian konsisten dengan penelitian sebelumnya tentang GCG,
yang menunjukkan dampak positif secara signifikan terhadap efisiensi bank. Di
sisi lain, juga ditemukan bahwa GCG, Teknologi Informasi, dan Kompetensi
SDM berpengaruh positif dan signifikan terhadap keunggulan kompetitif.
Keunggulan kompetitif pun positif dan signifikan berdampak pada kinerja
pemasaran.
2.2.2 Hubungan antara GCG dengan Kinerja
Hasil penelitian sebelumnya berkaitan dengan hubungan antara GCG
dengan kinerja menunjukkan GCG dapat mempengaruhi secara langsung kinerja
perusahaan. Implementasi GCG dapat mempengaruhi langsung pada kinerja
93
perusahaan yang diukur dengan EVA. Temuan penelitian juga menunjukkan
bahwa keberhasilan GCG di bank Yordania membutuhkan penerapan aturan
dengan benar, yang bergantung pada kontrol dari Bank Sentral Jordan (CBJ) dan
manajemen bank. Prinsip transparansi dan pengungkapan tentang situasi
keuangan bank membantu meningkatkan kepercayaan klien dan meningkatkan
reputasi dan kinerja bank. Di sisi lain, GCG, Teknologi informasi, Kompetensi
SDM ditemukan berpengaruh positif dan signifikan terhadap keunggulan
kompetitif. Keunggulan kompetitif secara positif dan signifikan berdampak pada
kinerja pemasaran.
2.2.3 Hubungan antara SDM dengan Keunggulan Bersaing
Penelitian menunjukkan bahwa praktik HRM di industri perbankan
ditujukan untuk memastikan efisiensi dalam skenario jangka panjang. Bank
domestik disarankan untuk memastikan pengembangan praktik HRM secara
berkelanjutan agar bisa bersaing dengan bank asing. Temuan lain menunjukkan
bahwa Human capital dan lingkungan bisnis secara signifikan memoderasi
hubungan antara jaringan bisnis strategis dan kinerja bisnis.
2.2.4 Hubungan antara SDM dengan Kinerja
Beberapa hasil penelitian sebelumnya berkaitan dengan hubungan antara
SDM dengan kinerja, menunjukkan bahwa aspek SDM berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan. Praktek HR dan komitmen organisasi berhubungan signifikan
dengan kinerja operasi dan profitabilitas unit bisnis. Demikian pula, modal
intelektual, intellectual coefficient (VAICe) memiliki hubungan yang signifikan
dengan biaya SDM dan penambahan nilai bank di Australia. Praktik HRM di
94
industri perbankan mampu memastikan efisiensi dalam skenario jangka panjang.
Sehingga bank domestik disarankan untuk memastikan pengembangan praktik
HRM secara berkelanjutan agar bisa bersaing dengan bank asing. Sementara
temuan lain menemukan adanya hubungan positif antara modal intelektual
perusahaan dengan ukuran kinerja. Selain itu, human capital dan lingkungan
bisnis secara signifikan memoderasi hubungan antara jaringan bisnis strategis dan
kinerja bisnis.
2.2.5 Hubungan antara TI dengan Keunggulan Bersaing
Pada penelitian di industri perbankan di India menunjukkan bahwa Core-
banking Solution pada bank yang dinasionalisasi menawarkan manfaat baik bagi
bank maupun nasabahnya, menggantikan jaringan kantor cabang yang luas, serta
ICT meningkatkan kelancaran fungsi bank dan menawarkan variasi produk dan
layanan terhadap nasabahnya.
2.2.6 Hubungan antara TI dengan Kinerja
Hasil penelitian sebelumnya juga menemukan hubungan antara TI dengan
kinerja menunjukkan hubungan yang positif. Pada industri perbankan di India
menunjukkan bahwa Core-banking Solution pada bank yang dinasionalisasi
menawarkan manfaat baik bagi bank maupun nasabahnya, menggantikan jaringan
kantor cabang yang luas, serta ICT meningkatkan kelancaran fungsi bank dan
menawarkan variasi produk dan layanan terhadap nasabahnya. Selain itu,
berdasarkan penelitian dengan metode indeks Malmquist, menunjukkan adanya
95
peningkatan kinerja bank di Portugal dan Spanyol selama tahun 1990-an sampai
2000an yang terutama disebabkan TC (Technology Change). Penelitian lain juga
menunjukkan bahwa biaya TI berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
bank.
2.2.7 Hubungan antara Keunggulan Bersaing (Permodalan, efisiensi dan
FBI) dengan Kinerja
Hasil penelitian sebelumnya berkaitan dengan hubungan antara Kinerja
dengan Keunggulan Bersaing (Permodalan, efisiensi dan FBI), menunjukkan
indikasi hubungan yang positif. Pada penelitian mengenai pengaruh persaingan
terhadap risiko perbankan di Amerika Latin dan menyimpulkan: bahwa prsaingan
mempengaruhi risiko dalam suatu pola yang non linier, ukuran bank menjelaskan
keunggulan persaingan, dan rasio modal menjelaskan keunggulan dari persaingan
yang lebih rendah. Hasil penelitian tersebut amat penting bagi regulasi perbankan
khususnya saat gejolak pasar finansial di seluruh dunia baru-baru ini.
Pada penelitian berdasarkan analisis atas hubungan HCM, strategi dan
kinerja perusahaan dengan persepsi HR managers, ditemukan bahwa semakin
maju sebuah perusahaan dalam pengembangan HCM, semakin tinggi kinerja
perusahaan; dan pada perusahaan yang mengikuti strategi diferensiasi, manajer
SDM tertarik pada indikator inovasi, sementara pada perusahaan yang mengikuti
strategi pengurangan biaya, manajer SDM lebih tertarik pada indikator efisiensi.
Penelitian juga menunjukkan bahwa keunggulan kompetitif kondusif untuk
meningkatkan kinerja pasar dan keuangan.
96
Berdasarkan konsep/teori di atas dan berbagai penelitian yang telah
dilakukan serta aturan dan praktek pada industri perbankan, terdapat benang
merah antara penerapan GCG, pengelolaan TI, serta pengembangan SDM sebagai
implementasi suatu strategi perusahaan yang akhirnya untuk mendapatkan
keunggulan bersaing yang berkelanjutan untuk meningkatkan nilai atau kinerja
perbankan. Mengingat dalam penelitian-penelitian sebelumnya masing-masing
variabel independen tersebut belum dilakukan analisis secara sekaligus
pengaruhnya terhadap kinerja perusahaan dan keunggulan bersaing, maka
penelitian akan mencoba melakukan analisis pengaruh ketiga variabel independen
tersebut terhadap keunggulan bersaing dan kinerja perusahaan.
Selanjutnya untuk variabel keunggulan bersaing, pada dasarnya diadopsi
dari aturan Basel yang menganjurkan untuk memperkuat permodalan agar bank
menjadi sehat dan berkelanjutan, sehingga aspek permodalan menjadi sub variabel
keunggulan bersaing bank. Sementara itu, ukuran bank dan rasio modal
menjelaskan keunggulan persaingan, yang merupakan komponen operational
excellence selain efisiensi. Pada sisi lain dari sudut inovasi, lembaga keuangan
mengidentifikasi pengurangan biaya, perbaikan efisiensi, menjangkau nasabah
baru atau meningkatkan pengalaman pelanggan, serta menghasilkan laba. Dalam
teori keunggulan bersaing juga dijelaskan pentingnya biaya rendah. Dengan
demikian aspek efisiensi akan dijadikan juga sub variabel ke-2 keunggulan
bersaing bank. Sebagaimana biaya rendah/efisiensi dalam teori keunggulan
bersaing, aspek diferensiasi merupakan faktor mutlak lainnya, baik lingkup luas
dan sempit/cerukan, disamping perkembangan teknologi TI yang lazim digunakan
97
perbankan untuk mewujudkan produk/jasa dan pelayanan yang mumpuni ke arah
fee based product, sehingga FBI akan dijadikan sub variabel ke-3 keunggulan
bersaing.
Berdasarkan kajian pustaka di atas, kerangka pemikiran didasarkan pada
pemahaman terhadap masing-masing variabel dan hubungan antar variabel.
Sebagaimana diketahui GCG merupakan roh atau jiwanya perusahaan, bagaimana
kegiatan usaha perusahaan dilakukan dengan tata kelola yang baik. Dalam GCG,
aspek SDM merupakan hal yang pokok, baik sebagai pemegang saham, pengurus
maupun pegawai perusahaan. Sementara itu, GCG merupakan aspek kualitatif
yang secara tidak langsung dapat memengaruhi kinerja perusahaan, sementara itu
aspek kuantitatif terutama aspek finansial antara lain modal dan biaya dapat
menentukan secara langsung kinerja perusahaan. Selain aspek GCG, TI dan SDM,
aspek keunggulan bersaing bank dengan faktor yang diteliti permodalan, rasio
efisiensi dan FBI diharapkan dapat menghasilkan kinerja perusahaan yang baik.
Paradigma penelitian yang akan menjadi dasar pelaksanaan penelitian
disusun dalam bagan sebagai berikut:
98
Gambar 2.6 Paradigma Penelitian
2.3 Hipotesis
1. GCG, Biaya Pengembangan TI, dan Biaya Pengembangan SDM berpengaruh
terhadap Keunggulan Bersaing (CAR, BOPO, FBI) pada bank konvensional
yang tercatat di BEI periode 2011-2016.
2. Keunggulan Bersaing (CAR, BOPO, FBI) berpengaruh terhadap Kinerja
Perusahaan pada bank konvensional yang tercatat di BEI periode 2011-2016.
3. GCG, Biaya Pengembangan TI, Biaya Pengembangan SDM, dan Keunggulan
Bersaing (CAR, BOPO, FBI) berpengaruh terhadap Kinerja Perusahaan pada
bank konvensional yang tercatat di BEI periode 2011-2016 .
GCG (X1)
Biaya
Pengembangan
TI (X2)
Biaya Pengembangan
SDM (X3)
Keunggulan
Bersaing BOPO, (Y1)
Kinerja/ROA
(Z)
Nur’aini et al. (2013), Tariq
et al. (2014) Bawaneh
(2015) Limakrisna &
Yoserizal (2016)
Wright et al. (2003), Sidhu
(2010), Masum, Azad,
Hoque & Beh (2015)
Chae et al. (2014) .
Figueira, Nellis dan Parker
(2009) Kim dan Davidson
(2004),
Tabak et al.
(2011), Gates
dan Pascal
(2010),
Ali dan Murty
(2014) Keunggulan
Bersaing CAR (Y2)
Keunggulan
Bersaing FBI (Y3)
Tariq et al. (2014)
Limakrisna &
Yoserizal (2016)
99