Post on 31-Dec-2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan akan
berpengaruh terhadap pelayanan kesehatan, sehingga masyarakat lebih
menuntut pelayanan bermutu, ramah dan tanggap dalam memenuhi kebutuhan
klien. Salah satu indikator kepuasan pelanggan tehadap pelayanan runah sakit
adalah pelayanan keperawatan, mengingat keberadaan perawat 24 jam secara
berkesinambungan dan merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan. Jika
pasien merasa puas dengan pelayanan rumah sakit merupakan promosi bagi
rumah sakit dan sebaliknya bila pasien tidak puas terhadap pelayanan yang
diberikan akan membuat citra rumah sakit menjadi tidak baik.
Rumah sakit sebagai bidang dalam pelayanan kesehatan begitu
sangat tajam persaingannya. Untuk dapat bersaing, rumah sakit sebagai
penyedia jasa pelayanan harus mampu memberikan pelayanan yang bermutu
kepada pelanggaannya (klien) antara lain dengan memberikan pelayanan dan
asuhan keperawatan dalam praktek keperawatan professional. Untuk
melaksanakan proses keperawatan, komunikasi merupakan komponen yang
penting di mana komunikasi merupakan proses yang dilakukan perawat dalam
menjaga kerjasama yang baik dengan klien dalam membantu kebutuhan dasar.
1
Pada era modernisasi ini masyarakat sudah mulai selektif untuk
melihat rumah sakit yang pantas dijadikan sebagai lahan untuk mencari
peertolongan pelayanan kesehatan. Salah satu tantangan terbesar dalam
pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah terpenuhinya harapan masyarakat
akan mutu dan kapasitas pelayanan rumah sakit. Upaya menjaga kualitas
pelayanan kesehatan di rumah sakit tidak terlepas dari profesi keperawatan.
Berdasarkan standar tentang evaluasi dan pengendalian kualitas dijelaskan
bahwa pelayanan keperawatan menjamin adanya asuhan keperawatan yang
berkualitas tinggi dengan terus menerus melibatkan diri dalam program
pengendalian kualitas di rumah sakit. Sedikitnya 85% dari masalah pelayanan
kesehatan adalah proses pelaksanaan pelayanan keperawatan sebagai salah satu
profesi di rumah sakit yang cenderung potensial dalam upaya menjaga mutu
pelayanan rumah sakit (Kusumapraja, 2000).
Mutu pelayanan keperawatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap
dan keterampilan perawat yang melaksanakan perawatan, dalam melaksanakan
asuhan keperawatan komunikasi merupakan hal yang mutlak harus
dilakukan.Efektifitas komunikasi dapat dilihat dari dari sejauh mana dampak
dan efek yang terjadi setelah dilaksanakan komunikasi. Seorang perawat dapat
dikatakan sukses dalam berkomunikasi dengan klien apabila apa yang
disampaikan perawat diikuti atau dilaksanakan oleh klien. Perawat tidak akan
dapat melaksanakan tahapan-tahapan proses keperawatan dengan baik bila
tidak terjadi komunikasi yang baik antara perawat dengan klien, perawat
2
dengan keluarga, perawat dengan perawat dan perawat dengan tenaga
kesehatan lainnya (Mundakir, 2006).
Fenomena yang terjadi selama ini di beberapa rumah sakit adalah
minimalnya komunikasi dan interaksi antara perawat dengan pasiennya.
Perawat hanya akan masuk ke kamar pasien untuk mengganti infuse, merawat
luka, memberikan suntikan atau memberikan obat dan baru akan mendatangi
pasien bila ada panggilan melalui bel (nurse call) dari pasien atau keluarganya.
Lebih dari itu seharusnya yang dilakukan oleh perawat adalah melakukan
pelayanan yang lebih care yang bersifat edukasi tentang kesehatan juga
diperlukan. Pada dasarnya pasien dan keluarganya akan selalu mengharapkan
dan menanti informassi yang berkaitan dengan masalah kesehatannya serta
kondisi yang sedang dialaminya. Karena itulah perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan, pendidikan/penyuluhan kesehatan sebagai sebaggai upaya
preventif dan promotif tidak boleh dikesampingkan selain upaya kuratif dan
rehabilitatif yang diberikan oleh tim medis (Rahayuni, 2007).
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal yaitu
komunikasi antar oorang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap
pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik verbal dan
nonverbal (Mulayana, 2000). Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan
pasien dan merupakan komunikasi profesional yang mengarah pada tujuan
untuk penyembuhan pasien (Indrawati, 2003).
3
Kelemahan dalam berkomunikasi merupakan masalah yang serius
baik bagi perawat maupun bagi klien. Banyak faktor yang menyebabkan
ketidakpuasan pasien di rumah sakit, salah satunya adalah faktor komunikasi
antara perawat dan pasien. Tingkat kepuasan pasien sangat tergantung pada
bagaimana komunikasi yang dilakukan dapat memenuhi harapan dalam proses
penyembuhan pasien. Dalam komunikasi apabila dilaksanakan tidak sesuai
dengan spirit dalam komunikasi tersebut maka yang dihasilkan adalah respon
ketidakpuasan dari pasien. Akhirnya pasien akan meninggalkan rumah sakit
dan mencari jasa pelayanan yang bermutu di tempat lain. Oleh sebab itu sudah
saatnya kepuasan pasien menjadi bagian yang integral dalam misi dan tujuan
keperawatan karena semakin meningkatnyan intensitas kompetisi global dan
domestik, serta berubahnya selera dan perilaku dari pasien untuk mencari
pelayanan jasa keperawatan yang lebih bermutu.
Beberapa penelitian ptelah dilakukan seperti hasil penelitian yang
dilakukan Hj.Indrawati di RSU Sukolilo pada tahun 1997 menunjukkan bahwa
kepuasan pasien terhadap komunikasi perawat 54,2% tidak puas, 10,7% cukup
puas dan 29,2% sangat puas dan evaluasi penerapan standar keperawatan yang
dilaksanakan (Rusmini, 2006). Dalam penelitian yang dilakukan di Lokhandes
Hospital di Karnataka,India tahun 2008 dari hasil kuisioner perawat yang
melaksanakan komunikasi terapeutik (54.6 %), Berdasarkan kuisioner tentang
kepuasan klien selama dirawat klien merasa puas (66.7 %). Sebagaian besar
perawat sudah melaksanakan komunikasi terapeutik dan kepuasan pasien klien
tentang pelayanan keperawatan adalah puas, jadi ada hubungan yang bermakna
4
antara komunikasi terapeutik dengan tingkat kepuasan klien tentang pelayanan
keperawatan (Arya P.V, 2008).
Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal 19
November 2012 di Ruang Anggrek RSUD Badung dari 10 pasien yang
diwawancarai diperoleh 7 pasien (70%) diantaranya merasa komunikasi yang
dilakukan perawat sudah baik, dan lingkungan sekitar sudah bersih dan nyaman
sedangkang 3 pasien (30%) mengatakan masih ada perawat yang tidak
memberi salam, bersikap judes dan jarang menerapkan sikap yang ramah
seperti senyum, salam dan sapa kepada pasien dan lingkungan yang diciptakan
kurang bersih dan kurang begitu nyaman.
Dalam kaitan dengan komunikasi yang dilakukan perawat
terhadap tingkat kepuasan pasien maka sangat diperlukan adanya solusi-solusi
yang dapat meningkatkan keterampilan komunikasi perawat karena
keterampilan komunikasi tidak dibawa sejak lahir, untuk itu upaya yang dapat
dilakukan dengan meningkatkan kemampuan secara mandiri ataupun
mengikuti pelatihan sehingga dapat menghilangkan hambatan dalam
komunikasi pada pasien.
Dari fenomena tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan studi tentang “Hubungan Antara Penerapan Komunikasi Terapeutik
Oleh Perawat dengan Tingkat Kepuasan Pasien pada Pelayanan Perawatan di
Ruang Anggrek RSUD Kabupaten Badung”.
5
B.Rumusan Masalah Penelitian
Apakah ada “Hubungan Antara Penerapan Komunikasi Terapeutik Oleh
Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Pada Pelayanan Perawatan di Ruang
Anggrek RSUD Kabupaten Badung”?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penerapan
komunikasi terapeutik oleh perawat dengan tingkat kepuasan pasien pada
pelayanan perawatan di Ruang Anggrek RSUD Kabupaten Badung.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi penerapan komunikasi terapeutik yang
dilakukan perawat di Ruang Anggrek RSUD Kabupaten Badung.
b. Untuk mengidentifikasi tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan
perawatan di Rung Anggrek RSUD Kabupaten Badung.
c. Untuk menganalisis apakah ada hubungan antara penerapan
komunikasi terapeutik oleh perawat dengan tingkat kepuasan pasien
pada pelayanan perawatan di Ruang Anggrek RSUD Kabupaten
Badung.
6
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini dapat ditinjau dari dua segi yaitu:
1. Segi Akademik
a. Bagi Institusi STIKES BALI
Dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk
meningkatkan wawasan dan pengetahuan mahasiswa STIKES BALI.
b. Bagi Peneliti
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan
peneliti tentang komunikasi terapeutik perawat.
2. Segi Praktis
a. Bagi Tempat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan menjadi bahan masukan dan
evaluasi tingkat kepuasan pasien dalam rangka meningkatkan kualitas
peyalanan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Badung.
b. Bagi Peneliti Selanjutnya
Memberi informasi tentang hubungan antara penerapan komunikasi
terapeutik oleh perawat dengan tingkat kepuasan pasien pada
pelayanan perawatan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Komunikasi Terapeutik
1. Pengertian Komunikasi Terapeutik
Kata komunikasi berasal dari bahasa latin Communicare yang
berarti berpartisipasi atau memberitahukan. Komunikasi merupakan alat
yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, sehingga
komunikasi dikembangkan dan dipelihara secara terus menerus.
Komunikasi bertujuan untuk memudahkan, melancarkan melaksanakan
kegiatan-kegiatan tertentu ddalam rangka mencapai tujuan yang optimal,
baik komunikasi dalam lingkup pekerjaan maupun hubungan antar
manusia (Mundakir, 2006)
Sebagai tenaga kesehatan yang paling lama dan sering berinteraksi
dengan pasien/klien, perawat diharapkan dapat menjadi obat secara
psikologis dengan cara komunikasi terapeutik. Kehadiran dan interaksi
yang dilakukan oleh perawat hendaknya menbawa kenyamanan dan
kerinduan bagi klien (Mundakir, 2006).
Komunikasi dalam profesi keperawatan sangatlah penting sebab
tanpa kominukasi pelayanan keperawatan sulit untuk diaplikasikan. Dalam
proses asuhan keperawatan, komunikasi ditujukan untuk mengubah
8
perilaku klien guna mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Stuart,
Dalam Suryani 2005).
Komunikasi terapeutik adalah suatu pemgalaman bersama antara
perawat dan klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien.
(Mundakir, 2006: 116) dimana seorang perawat mengguanakan
pendekatan terencana dalam mempelajari klien (Potter-Parry, 2000 dalam
Nushasanah, 2010).
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal yaitu
komunikasi antar orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan
setiap pesertanya menangkap reaksi orag lain secara langsung, baik secara
verbal dan nonverbal (Mulyanan, 2000 dalam Mundakir, 2006).
2. Tujuan Komunikasi Terapeutik
Menurut Suryani (2005 dalam Nurhasanah 2010) komunikasi
terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien ke arah yang
lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang
meliputi:
a. Penerimaan diri dan peningkatan kesadaran dan penghargaan diri,
membantu pasien memperjelas dan mengurangi baban perasaan dan
pikiran mempertahankan kekuatan egonya. Melalui komunikasi
terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien yang
menderita penyakit kronis ataupun terminal umumnya mengalami
perubahan dalam dirinya, ia tidak mampu menerima keberadaan
9
dirinya, mengalami gangguan gambaran diri, penurunan harga diri,
merasa tidak berarti dan pada akhirnya merasa putus asa dan depresi.
b. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superficial
dan saling bergantung dengan orang lain dan mandiri. Membantu
mengambil tindakan yang efektif untuk mengubah situasi yang ada.
Melalui komunikasi terapeutik klien belajar bagaimana menerima dan
diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan
menerima klien apa adanya, klien akan dapat meningkatkan
kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya (Hibdon,
2000)
c. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan
serta mecapai tujuan yang realistis. Terkadang klien menetapkan ideal
diri atau tujuan terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya. Taylor,
Lilis dan La Mone (1997) mengemukakan bahwa individu yang
merasa kenyataan hidupnya jauh dari ideal akan merasa rendah diri.
d. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.
Klien mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak
mempunyai rasa percaya diri dan mengalami harga rendah diri.
Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat membantu
klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang jelas.
Seorang perawat tidak akan dapat mengetahui tentang kondisi klien
jika tidak ada kemampuan menghargai keunikan klien. Tanpa mengetahui
keunikan masing-masing kebutuhan klien, perawat juga akan kesulitan
10
memberikan bantuan kepasa klien dalam mengatasi masalah klien,
sehingga perlu dicari metode yang tepat dalam mengakomodasikan agar
perawat mampu mendapatkan “pengetahuan” yang tepat tentang klien.
Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat menghadapi,
mempersepsikan, bereaksi dan menghargai keunikan klien (Mundakir,
2006)
3. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik
Menurut Nurhasanah (2010: 68-69) prinsip dasar komunikasi
terapeutik adalah :
a. Hubungan perawat dengan klien adalah hubungan terapeutik yang
saling menguntungkan. Didasarkan pada prinsip “ human manity of
nurse and clients “ di dalamnya terdapat hubungan saling
mempengaruhi baik pikiran, perasaan dan tingkah laku untuk
memperbaiki prilaku klien.
b. Prinsip yang sama dengan komunikasi interpersonal De Vito yaitu
keterbukaan, empati, sifat mendukung, sikap positif dan kesetaraan.
c. Kualitas hubungan perawat ditentukan oleh bagaimana perawat
mendefinisikan dirinya sebagai manusia (human).
d. Perawat menggunakan dirinya dengan baik dengan teknik yang khusus
untuk memberi pengertian dan merubah perilaku klien.
e. Perawat harus menghargai keunikan klien, karena itu perawat perlu
memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat latar belakang.
11
f. Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri member
maupun menerima pesan.
g. Trust harus dicapai terlebih dahulu sebelum identifikasi masalah dan
alternative problem solving.
h. Trust adalah kunci dari komunikasi terapeutik.
4. Teknik-teknik Komunikasi Terapeutik
Dalam menghadapi pesan yang disampaikan pasien, perawat dapat
menggunakan berbagai teknik komunikasi terapeutik. Menurut Stuart dan
Sundeen (1987: 124 dalam Mundakir, 2006: 131), teknik-teknik
komunikasi terapeutik terdiri dari :
a. Mendengarkan dengan aktif (Aktive Listening)
Seorang perawat semestinya mendengarkan secara aktif keluhan dari
pasien. Dengan mendengar, perawat mengetahui perasaan klien,
memberi kesempatan lebih banyak untuk bicara. Perawat harus
menjadi pendengar yang aktif dengan tetap kritis dan korektif bila apa
yang disampaikan klien perlu diluruskan. Tujuan teknik ini ada;ah
memberi rasa aman klien dalam mengungkapkan perasaannya dan
menjaga kestabilan emosi atau psikologi dari pasien.
b. Pertanyaan Terbuka (Broad Opening)
Teknik ini memberikan kesempatan klien untuk mengungkapkan
perasaannya sesuai kehendak pasien tanpa membatasinya.
12
c. Mengulang (Restarting)
Mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien. Gunanya untuk
menguatkan ungkapan klien dan member indikasi perawat mengikuti
pembicaraan pasien.
d. Klarifikasi
Klarifikasi dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar
atau pasien berhenti karena malu mengemukakan informasi, informasi
yang diperoleh tidak lengkap atau mengemukakan tentang keluhannya.
e. Refleksi Isi dan Perasaan
Refleksi merupakan reaksi perawat dan pasien selama berlangsung
komunikasi. Refleksi ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu refleksi
isi, bertujuan untuk memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide
yang diekspresikan pasien dengan pengertian perawat, sedangkan
refleksi perasaan, bertujuan untuk memberi respon pada perasaan
pasien terhadap isi pembicaraan agar klien mengetahui dan menerima
perasaannya.
f. Memfokuskan Pembicaraan
Perawat membantu klien untuk berbicara pada topic yang telah dipilih
dan yang penting serta menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan lebih
spesifik, lebih jelas, terarah dan berfokus pada realitas.
13
g. Membagi Persepsi
Perawat meminta pendapat klien tentang hal hal yang perawat rasakan
dan pikirkan. Dengan cara ini, perawat dapat meminta umpan balik
atau meminta respon dari pasien untuk memberikan informasi.
h. Identifikasi Tema
Mengidentifikasi latar belakang masalah yang dialami pasien yang
muncul selama percakapan, untuk meningkatkan pengertian dan
mengeksplorasi masalah yang penting.
i. Diam (Silence)
Biasanya dilakukan setelah diberikan pertanyaan. Tujuannya untuk
memberi kesempatan untuk berrpikir dan memotivasi pasien untuk
berbicara.
j. Memberi Informasi (Informing)
Perawat memberikan informasi kepada pasien mengenai hal-hal yang
belum diketahuinya. Teknik ini bertujuan meberi informasi dan fakta
untuk pendidikan kesehatan bagi pasien serta dapat membina
hubungan aling percaya dengan pasien sehingga menambah
pengetahuan pasien yang berguna baginya untuk mengambil tindakan
dan keputusan.
k. Memberi Saran
Perawat memberikan alternative ide untuk pemecahan masalah. Teknik
ini baik digunakan pada waktu yang tepat, sehingga pasien bisa memili
dan mengambil sebuah keputusan.
14
5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Terapeutik
Menurut Perry dan Potter (1987, dalam Mundakir, 2006: 47-50),
beberapa faktor yang mempengaruhi jalannnya pengiriman dan
menerimaan pesan (komunikasi) dalam pelayanan keperawatan antara lain:
a. Persepsi
Persepsi adalah cara seseorang menyerap tentang sesuatu yang
di sekelilingnya. Mekanisme penyerapan ini umumnya sangat terkait
dengan fungsi panca indra manusia. Proses penyerapan rangsangan
yang diorganisasikan dan diinterprestasikan dalam otak kemudian
menjadikan persepsi.
b. Nilai
Nilai adalah keyakinan yang dianut seseorang yang sangat
dekat kaitannya denga masalah etika. Komunikasi yang terjadi antara
perawat dan perawat atau kolega lainnya mungkin terfokus pada
bahasan tentang upaya peningkatan dalam memberikan pertolongan
tentang masalah kesehatan sedangkan, komunikasi dengan pasien
hendaknya lebih mengarah pada memberikan support dan dukungan
nasehat dalam rangka mengatasi masalah pasien.
c. Emosi
Emosi adalah subjektif seseorang dalam merasakan situasi
yang terjadi di sekelilingnya. Kekuatan emosi seseorang dipengaruhi
oleh bagaimana kemampuan atau kesanggupan seseorang dalam
15
berhungan dengan orang lain. Kemampuan professional seseorang
dapat diketahui dari emosinya dan menjadi ukuran awal seseorang
dalam merasakan, bersikap dan menjalankan hubungan dengan klien.
d. Latar Belakang Sosial Budaya
Faktor ini memang sedikit berpengaruh namun paling tidak
dapat dijadikan pegangan bagi perawat dalam bertutur kata, bersikap
dan melangkah dalam berkomunikasi dengan klien.
e. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan produk atau hasil dari perkembangan
pendidikan. Perawat diharapkan dapat berkomunikasi dari berbagai
tingkat pengetahuan yang dimiliki pasien. Dengan demikian perawat
dituntut mempunyai pengetahuan yang cukup tentang pertumbuhan
dan perkembangan klien.
f. Peran dan Hubungan
Dalam berkomunikasi akan sanagt baik bila mengenal denagn
siapa dia berkomunikasi. Kemajuan hubungan perawat dan klien
adalah hubungan tersebut saling menguntungkan dalam menjalin ide
dan perasaannya. Komunikasi efektif bila bila partisipan mempunyai
efek dan dampak positif dalam menjalin hubungan sesuai dengan
perannya masing-masing.
g. Kondisi Lingkungan
16
Komunikasi berkaitan dengan lingkungan sosial tempat
komunikasi berlangsung. Lingkungan yang kacau akan merusak pesan
yang dikirim oleh kedua pihak. Seorang perawat mempunyai
wewenang untuk mengontrol kondisi lingkungan ketika klien datang.
Perawat harus dengan tenang dan jelas memberikan informasi kepada
klien atau keluargannya.
6. Tahapan Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik yang terjadi antara dan klien harus melalui
tahapan yang terjadi dari empat fase yaitu, fase preinteraksi, fase
perkenalan atau orientasi, fase kerja dan fase terminasi (Nurhasanah, 2009:
143). Dalam setiap fase terdapat tugas atau kegiatan perawat yang harus
terselesaikan.
a. Fase Preinteraksi
Tahap ini adalah masa persiapan sebelum dimulai berhubungan
dengan klien. Tugas perawat pada fase ini yaitu :
1) Mengeksplorasi perasaan, mendefinisikan harapan dan
mengidentifikasi kecemasannya.
2) Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri ia
akan terlatih untuk memaksimalkan dirinya agar bernilai terapeutik
bagi klien, jika merasa tidak siap maka perlu belajar kembali,
diskusi teman kelompok.
17
3) Mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam pembuatan
rencana interaksi.
4) Membuat rencana pertemuan kembali secara tertulis, yang akan
diimplementasikan saat bertemu dengan klien.
b. Fase Orientasi
Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali dengan klien.
Pada saat pertama kali bertemu dengan klien fase ini digunakan
perawat untuk berkenalan dengan klien dan merupakan langkah awal
dalam membina hubungan saling percaya. Tugas utama perawat pada
tahap ini adalah memberikan situasi lingkungan yang peka dan
menujukkan penerimaan, serta membantu klien dalam
mengekspresikan perasaan dan pikiran. Tugas-tugas perawat pada
tahap ini yaitu:
1) Membina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap
penerimaan dan komunikasi terbuka. Untuk membina hubungan
saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, iklas,
menerima pasien apa adanya, menepati janji dan menghargai
pasien.
2) Merumuskan kontrak bersama pasien. Kontrak penting untuk
menjaga kelangsungan sebuah interkasi. Kontrak yang harus
disetujui bersama dengan klien yaitu, waktu dan topik pertemuan.
18
3) Menggali perasaan ddan pikiran serta mengidentifikasi masalh
klien. Untuk mendorong klien mengekspresikan perasaannya,
maka teknik yang digunakan adalah pertanyaan terbuka.
4) Merumuskan tujuan dengan klien. Tujuan dirumuskan setelah
masalah pasien teridentifikasi. Bila tahap ini tidak berhasil decapai
akan menimbulkan ketidak berhasilan padda keseluruhan interaksi.
(Stuart, 1998, dalam Nurhasanah, 2010: 145)
c. Fase Kerja
Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi
terapeutik. Fase kerja merupakan inti dari hubungan perawat dengan
pasien yang berkaitan dengan pelaksanaan rencana asuhan yang telah
detetapkan. Tahap ini perawat bersama pasien mengatasi masalah yang
dihadapi klien. Tugas perawat adalah mengeksplorasi stressor dan
mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan
persepsi, perasaan dan perilaku pasien. Strategi yang dapat dilakukan
oleh perawat menurut Nurhasanah (2009: 147) adalah mengatasi
penolakan perilaku adaptif dengan cara, yaitu:
1) Berhadapan dengan lawan bicara. Dengan posisi ini perawat
menyatakan kesiapannya.
2) Sikap tubuh yang terbuka, kaki dan tangan terbuka (tidak
bersilang). Sikap tubuh teerbuka menunjukkan bahwa perawat
beersedia untuk mendukung terciptanya komunikasi.
19
3) Menunduk atau memposisikan tubuh ke arah atau lebih dekat
dengan lawan bicara. Hal ini menunjukkan bahwa perawat siap
untuk merespon dalam komunikasi (berbicara-mendengar).
4) Pertahankan kontak mata, sejajar dan natural. Dengan posisi mata
sejajar perawat menunjukkan kesediannya untuk mempertahankan
komunikasi.
5) Bersikap tenang. Akan lebih terlihat tidak terburu-buru saat
berbicara dan menggunakan gerakan atau bahasa tubuh yang
natural.
d. Fase Terminasi
Fase ini merupakan fase yang paling sulit dan penting, karena
hubungan saling percaya sudah terbina dan berada pada tingkat
optimal. Perawat dan pasien keduanya merasa kehilangan. Terminasi
dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu
atau saat pasien akan pulang. Perawaat dan pasien bersama-sama
meninjau kembali proses keperawatan yang telah dilalui dan
pencapaian tujuan. Untuk melalui fase ini dengan suskes dan bernilai
terapeutik, perawat menggunakan konsep kehilangan. Terminasi
merupakan akhir dari pertemuan perawat, yang dibagi dua yaitu:
1) Terminasi sementara, berarti masih ada pertemuan lajutan.
2) Terminasi akhir, terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses
keperawatan secara menyeluruh.
20
Tugas perawat pada fase ini yaitu:
1) Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakuakan,
evaluasi ini disebut evaluasi objektif. Brammer & McDonald
(1996) menyatakan bahwa meminta klien menyimpulkan tentang
apa yang telah didiskusikan atau respon objektif setelah tindakan
dilakukan sangat berguna pada tahap terminiasi.
2) Melakukan evaluasi subjektif, dilakukan dengan menyatakan
perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat.
3) Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan,
tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang
baru dilakukan atau akan dilakukan pertemuan berikutnya. Tindak
lanjut dievaluasi dalam tahap orientasi pada pertemuan berikutnya
(Suryani, 2005 dalam Nurhasanah, 2009: 148-150).
B. Perawat
Perawat atau nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata nutrix yang
berarti merawat atau memelihara. Menurut Harlley (1997) menjelaskan
pengertian dasar seorang perawat yaitu seseorang yang berperan dalam
merawat atau memelihara, membantu dan melinddungi seseorang karena sakit,
injury dan proses penuaan. Perawat professional adalah perawat yang
bertanggung jawab dan berwewenang memberikan pelayanan keperawatan
secara mandiri atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan
kewenangannya (Depkes RI, 2002)
21
Definisi perawat menurut UU RI. No. 23 tahun 1992 tentang
kesehatan, perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan
kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki
dan diperoleh melalui pendidikan keperawatan.
Definisi perawat menurut ICN (Internasional Council of Nursing)
tahun 1965, perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan
keperawatan yang memenuhi syarat serta berwenang ddi negeri bersangkutan
untuk memberikan pelayanan keperawatan yang bertanggung jawab untuk
meningkatkan kesehatan, pencegahan penyakit serta pelayanan terhadap
pasien.
Tyalor C Lilis C Lemone (1989) mendefinisikan perawat adalah
seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dengan
melindungi seseorang karrena sakit, luka dan proses penuaan (Ali.Z, 2000)
V. Handerson (1980) mendefinisikan perawat mempunyai fungsi yang
unik yaitu, membantu individu baik yang sehat maupun yang sakit, dari lahir
hingga meninggal agar dapat melaksanakan aktivitas sehari-hari secara
manddiri, deengabn menggunakan kekuatan, kemauan atau pengetahuan yang
dimiliki. Perawat berupaya menciptakan hubungan yang baik dengan pasien
atau klien untuk penyembuhan dan meningkatkan kemandiriannya. Apabila
kemandirian tidak berhasil diciptakan maka perawat menbantu mengatasi
hambatan. Apabila penyakit tidak dapat disembuhkan dan akhirnya meninggal
22
dunia, maka perawat berusaha untuk agar pasien dapat meninggal dengan
tenang (Ali.Z, 2000)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan baha perawat
adalah seseorang yang teelah menyelesaikan pendidikan dan mempunyai
kemampuan dan kewajiban dalam merawat dan menolong orang yang sakit
atau klien sesuai dengan bidangnya.
C. Pelayanan
Sesungguhnya yang menjadi produk dari organisasi pemerintahaan
adalah pelayanan masyarakat (public service). Pelayanan tersebut diberikan
untuk memenuhi hak masyarakat, baik it merupakan layanan sipil maupun
layanan publik artinya, kegiatan pelayanan pada dasarnya menyangkut
pemenuhan suatu hak. Ia melekat pada setiap orang, baik secara pribadi
maupun berkelompok atau organisasi dan dilakukan secara universal.
Menurut Moenir (2002:27) pelayanan adalah serangkaian kegiatan,
karena itu pelayanan juga merupakann sebuah proses, pelayanan berjalan
secar rutin dan berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan dalam
masyarakat.
Menurut Pasolong (2007:128) berpendapat “pelayanan pada dasarnya
dapat didefinisikan sebagai aktivitas seseorang,sekelompok atau organisasi
baik langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan”.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (1993), mengemukakan
bahwa pelayanan adalah segala bentuk kegiatan pelayanan dalam bentuk
23
barang ataupun jasa dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No
63/KEP/M.PAN7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan
Publik, yg disebut pelayanan publik adalah “segala kegiatan pelayanan yang
dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan penerima layanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-Undangan”.
Pelayanan kesehatan merupakan suatu bentuk upaya kesehatan
sebgaimana dlm UU No.23 thn 1992 Pasal 1 yaitu setiap kegiatan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan
masyarakat. Upaya kesehatan yang dimaksud adalah merata dan terjangkau
oleh masyarakat diseluruh wilayah temasuk fakir miskin dan orang terlantar.
Menurut Azwar (2001) pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang
diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalamn suatu organisasi
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan perseorangan, keluarga kelompok
dan masyarakat.
Menurut Azwar (2001) standart pelayanan kesehatan adalah spesifikasi
dari fungsi dan tujuan yang harus dipenuhi oleh penyedia layanan kesehatan
agar pemakai jasa pelayanan dapat memperoleh keuntungan maksimal dari
pelayanan yg diselenggarakan. Adapun standar pelayanan yg diberlakukan
adalah sebagai berikut :
24
1. Standart persyaratan minimal
Standart persyaratan minimal adalah keadaan minimal yang harus
dipenuhi untuk dapat menjamin terselenggaranya pelayanan medis yang
bermutu yang terdiri dari :
a. Standart masukan
1) Tenaga pelaksana baik kualitas maupun kuantitas
2) Sarana, jenis, jumlah, spesifikasi sarana yg tersedia baik medis
maupun non medis
3) Dana, jumlah dan alokasi penggunaan
b. Standart lingkungan
1) Garis besar kebijakan yg dipakai sebagai pedoman oleh sarana
pelayanan dalam menyelenggarakan kegiatannya.
2) Struktur dan pola organisasi yg diterapkan oleh sarana pelayanan.
3) Sistem manajemen yg dianut oleh sarana pelayanan
c. Standart prosess (stadart tindakan)
d. Tindakan medis (medical procedure) yg diselenggarakan oleh sarana
pelayanan
e. Tindakan non medis
2. Standar penampilan minimal
Standar penampilan minimal adalah menunjuk pada penampilan pelayanan
medis yg masih dpt diterima. Standar ini menunjuk pada unsur keluaran
(standar of output) atau standart penampilan yang terdiri dari :
a. Penampilan aspek medis yatu kepuasan pasien terhadap pelayanan
medis.
b. Penampilan aspek non medis.
25
D. Kepuasan
Prinsip utama perbaikan dan kinerja pelayanan kesehatan adalah
kepedulian terhadap pasien. Pasien menjadi fokus pelayanan tidak hanya
menginginkan kesembuhan ddari sakit yang diderita yang merupakan outcome
pelayanan, tetapi juga merasakan dan menilai bagaimana pasien diperlakukan
dalam proses pelayanan yang dapat memuaskan mereka. Kepuasan terjadi
apabila pasien puas setelah membandingkan kinerja penawaran berhubungan
dengan harapan konsumen.
Kepuasan menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah puas; merasa
senang; perihal (hal yang bersifat puas, kesenangan dan sebagainya).
Kepuasan dapat diartikan sebagai perasaan puas senang dan kelegaan
seseorang dikarenakan mengkomsumsi suatu produk atau jasa untuk
mendapatkan pelayanan suatu jasa.
Kepuasan adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai
akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperbolehkan setelah pasien
membandingkannya dengan apa yang diharapkan (Pohan, 2007: 156)
Kepuasan merupakan respon pelanggan terhadap depenuhinya
kebutuhan ddan harapan. Hal tersebut merupakan penilaian pelanggan
terhadap produk dan pelayanan, yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan
dan harapan, termasuk di dalamnya tingkat pemenuhan yang kurang atau
tingkat pemenuhan yang melebihi kebutuhan dan harapan (Oliver, 1997 dalam
Koentjoro, 2007)
26
Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul
setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja atau
hasil suatu produk dan harapan-harapannya (Kotler, 2004: 42 dalam
Nursalam, 2007)
Kepuasan pasien berhubungan dengan mutu pelayanan rumah sakit.
Dengan mengetahui tingkat kepuasan pasien, manajemen rumah sakit dapat
melakukan peningkatan mutu pelayanan (Depkes RI, 2005: 31 dalam
Nursalam, 2007).
Tingkat kepuasan adalah sesuatu fungsi dari perbedaan antara
penampilan yang dirasakan dan harapan. Kepuasan pelangan rumah sakit atau
organisasi pelayanan kesehatan lain atau kepuasan pasien dipengaruhi banyak
faktor, antara lain yang berhubungan dengan :
1. Pendekatan dan perilaku petugas, perasaan pasien terutama saat
pertama kali datang
2. Mutu informasi yang diterima, seperti apa yang dikerjakan, apa yang
dapat diharapkan
3. Prosedur perjanjian.
4. Waktu tunggu.
5. Fasilitas umum yang tersedia.
6. Fasilitas perhotelan untuk pasien seperti mutu makanan, privacy dan
pengaturan kunjungan.
7. Out come terapi dan perawatan yang diterima.
(Djoko, 2000)
27
Menurut Yazid (2004: 286 dalam Nursalam, 2007), ada enam faktor
yang menyebabkan timbulnya rasa tidak puas pelanggan terhadap suatau
produk, yaitu :
1. Tidak sesuai harapan dan kenyataan.
2. Layanan selama proses menikmati jasa tidak memuaskan.
3. Perilaku personel kurang memuaskan.
4. Suasana dan kondisi fisik lingkungan yang tidak menunjang.
5. Cost terlalu tinggi, jarak terlalu jauh, banyak waktu terbuang dan harga
tidak sesuai.
6. Promosi atau iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Menurut Muninjaya (2011: 23-24) Sebagai bagaian dari system
pelayanan publik, pelayanan kesehatan di suatu kabupaten atau kota harus
memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Availablity
Pelanyanan kesehatan harus tersedia untuk melayani seluruh masyarakat di
suatu wilayah
2. Appropriateness
Pelayanan kesehatan harus sesuai dengan mayarakat di suatu wilayah.
Kebutuhan masyarakat diukur dari pola penyakit yang berkembang di
wilayah tersebut dan tidak melebihi kebutuhan dan daya jangkau
masyarakat.
28
3. Contuinity-Sastainability
Pelayanan kesehatan di suatu daerah harus berlangsung untuk jangka lama
dan dilaksanakan secara berkesinambungan.
4. Accetability
Pelayanan kesehatan harus diterima oleh masyarakat dan memperhatikan
aspek sosial, budaya dan ekonomi masyarakat.
5. Affordable
Biaya atau tarif pelayanan kesehatan harus terjangkau oleh masyarakat
umum.
6. Efficient
Pelayanan kesehatan harus dikelola (manajemen) secara efisien.
7. Quality
Pelayanan kesehatan yang diakses masyarakat harus terjaga mutunya.
Menurut Leonard L. Barry dan Pasuraman “Marketing servis
competin through quality” Kotler (2000: 40 dalam Nursalam, 2007:329-330)
dan Muninjaya (2011: 10-11) mengidentifikasi lima instrumen kepuasan
pasien karakteristik yang digunakan oleh pelanggan dalam mengevaluasi jasa
pelayanan, antara lain :
1. Tangibles (Kenyataan)
Mutu jasa pelayanan juga dapat dirasakan secara langsung oleh
para penggunanya dengan menyediakan fasilitas fisik dan perlengkapan
yang memadai yang meliputi :
29
a. Perawat memberi informasi tentang administrasi yang berlaku bagi
pasien rawat inap di RS.
b. Perawat selalu menjaga kebersihan dan kerapihan ruangan yang anda
tempati.
c. Perawat menjaga kebersihan dan kesiapan alat-alat kesehatan yang
digunakan.
d. Perawat menjaga kebersihan dan kelengkapan fasilitas kamar mandi
dan toilet.
e. Perawat selalu menjaga kerapihan dan penampilannya.
2. Reliability (Keandalan)
Kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan tepat
waktu dan akurat sesuai dengan yang ditawarkan yang meliputi :
a. Perawat mampu menangani masalah perawwatn dengan tepat dan
profesional.
b. Perawat memberikan informasi tentang fasilitas yang tersedia, cara
penggunaannya dan tata tertib yang berlaku di RS.
c. Perawat memberitahu dengan jelas tentang hal-hal yang harus dipatuhi
dalam perawatan.
d. Perawat memberitahu dengan jelas tentang hal-hal yang dilarang
dalam perawatan.
e. Ketepatan waktu perawat tiba diruangan ketika dibutuhkan.
30
3. Responsiveness (Cepat Tanggap)
Dimensi ini dimasukkan ke dalam kemampuan petugas kesehatan
menolong pelanggan dan kesiapannya melayani sesuai prosedur dan bias
memenuhi harapan pelanggan yang meliputi:
a. Perawat bersedia menawarkan bantuan ketika mengalami kesulitan
walau tanpa diminta.
b. Perawat segera menangani ketika sampai diruangan rawat inap
c. Perawat menyediakan waktu khusus untuk membantu anda berjalan,
BAB, BAK, ganti posisi tidur dan lain-lain.
d. Perawat membantu untuk memperoleh obat.
e. Perawat membantu untuk pelaksanaan foto dan laboratorium di RS.
4. Assurance (Jaminan)
Kriteria ini berhubungan dengan pengetahuan, kesopanan dan sifat
petugas yang dapat dipercaya oleh pasien. Pemenuhan terhadap criteria
pelayanan ini mengakibatkan pengguna jasa merasa terbebas dari resiko
yang meliputi :
a. Perawat memberi perhatian terhadap keluhan yang dirasakan pasien.
b. Perawat dapat menjawab pertanyaan tentang tindakan perawatan yang
diberikan kepadda pasien.
c. Perawat jujur dalam memberikan informasi tentang keadaan pasien.
d. Perawat teliti dan termpil dalam melaksananakan tinddakan
keperawatan kepada pasien.
31
5. Empathy (Empati)
Kriteria ini terkait dengan rasa kerpedulian dan perhatian kepada
setiap pasien, memahami kebutuhan pasien dan memberikan kemudahan
untuk dihubungi setiap saat jika pasien ingin memperoleh bantuan yang
meliputi:
a. Perawat memberikan informasi kepada pasien tentang segala tindakan
perawatan yang akan dilaksanakan
b. Perawat mudah ditemui dan dihubungi bila dibutuhkan.
c. Perawat sering menengok dan memeriksa keadaan pasien seperti
mengukur tensi, suhu, nadi, pernafasan dan cairan infus.
d. Pelayanan yang diberikan perawat tidak memandang pangkat atau
status berdasarkan kondisi pasien.
e. Perawat memperhatikan dan memberikan dukungan moril atau
psikologis terhadap keadaan pasien.
E. Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kepuasan
Pasien.
Menurut jurnal Husna,dkk di Rumah Sakit Siti Khodijah pada
tahun 2009 mendapatkan hasil bahwa Kepuasan pasien sangat berkaitan erat
dengan kemampuan komunikasi atau komunikasi terapeutik yang diterapkan
perawat dalam berhubungan dengan pasien.
Kepuasan ini pula akan berdampak pada kualitas pelayanan
keperawatan khususnya dan Kualitas pelayanan rumah sakit umumnya
maupun pengakuan terhadap kemampuan profesional perawat didalam
32
mengatasi permasalahan pasien. Selain itu kepuasan ini pula akan berdampak
pada penggunaan yang berulang fasilitas rumah sakit tersebut atau akan
menjadi pilihan utama pasien untuk meminta bantuan medis. Peningkatan
kepercayaan pasien terhadap pelayanan rumah sakit memiliki dampak yang
sangat besar terhadap perkembangan rumah sakit tersebut baik secara
kualitatif maupun kuantitataif.
Hal ini sesuai dengan pendapat Moison, Walter dan White dalam
Haryanti,2000, yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi
kepuasan pasien adalah faktor komunikasi yaitu tata cara komunikasi yang
diberikan pihak penyedia jasa dan bagaimana keluhan – keluhan pasien
dengan cepat diterima dan ditangani oleh penyedia jasa terutama perawat
dalam memberikan bantuan terhadap keluhan pasien, memberikan penjelasan
yang tepat dan akurat sesuai kebutuhan klien/pasien. Ini juga sesuai dengan
pendapat Griffith ( 1987 ) yang menyatakan salah satu aspek yang
mempengaruhi perasaan puas seseorang adalah sikap dan pendekatan staf
kepada pasien yaitu sikap dan kemampuan staf dalam memberikan informasi
kepada pasien ketika pertama kali datang ke rumah sakit.
Menurut Purwanto (1998) menyatakan bahwa pengobatan melalui
komunikasi yang disebutnya komunikasi terapeutik sangatlah penting dan
berguna bagi pasien sebab dengan komunikasi yang baik dapat memberikan
pengertian bahwa persoalan yang dihadapi pasien pada tahap perawatan dapat
diatasi oleh perawat. Kemampuan mengatasi persoalan yang dihadapi oleh
pasien ini akan berdampak pada kepuasan pasien.
33
Komunikasi yang efektif dan bersahabat tanpa mengesampingkan
kekurangan yang ada pada pasien akan meningkatkan hubungan yang lebih
harmonis dan saling percaya antar pemberi jasa (perawat) dan penerima jasa
(pasien) yang akan berdampak pada perasaan puas baik bagi perawat ataupun
bagi pasien.
34
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Keterangan :Variabel yang tidak diteliti
Variabel yang diteliti
Gambar 3.1 Kerangka konsep hubungan komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien
35
Faktor faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeautik :
1. Persepsi2. Nilai3. Emosi 4. Latar Belakang Sosial
Budaya 5. Pengetahuan 6. Kondisi Lingkungan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien :
1. Pendekatan dan prilaku pertugas
2. Mutu informasi yang diterima
3. Prosedur perjanjian 4. Waktu tunggu 5. Fasilitas umum yang
tersedia 6. Fasilitas perhotelan untuk
pasien 7. Outcometerapi dan
perawatan yang diterima
1. Baik
2. Cukup
3. Kurang
Tingkat kepuasan
Komunikasi terapeutik
1. Baik
2. Cukup
3. Kurang
Hubungan komunikasi terapeutik perawat terhadap
kepuasan pasien
B. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
Variabel adalah: suatu ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota
suatu kelompok (orang, benda, situasi) yang berbeda dengan yang dimiliki
oleh kelompok tersebut (Raffi 1985 dalam Nursalam, 2011: 97). Variabel
dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Variabel bebas adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lain
(Nursalam, 2011: 97). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas
yaitu "Komunikasi Terapeutik".
b. Variabel terikat adalah variabel yang ditentukan oleh variabel lain
(Nursalam, 2011: 98). Variabel terikat dari penelitian ini adalah
"Kepuasan Pasien"
36
2. Definisi operasional
Definisi operasional dari variabel dala penelitian ini dapat dilihat
dalam tabel berikut:
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Parameter Alat
Ukur
Kategori Skor Skala
1 Variabel
bebas.
Penera-
pan
komuni-
kasi
terapeu-
tik oleh
perawat
Komuni-
kasi
terapeu-
tik adalah
komuni-
kasi
terencana-
kan yang
terjadi
antara
perawat dan
klien secara
langsung
atau tatap
muka
dengan
tujuan untuk
menyelesai-
kan dan
membantu
proses
penyembu-
han klien.
1. Persepsi
2. Emosi
3. Latar
belakang
sosial
budaya
4. Pengeta-
huan
5. Kondisi
lingku-
ngan
Kuisioner 5= Selalu
4= Sering
3=Kandang
-kadang.
2= Jarang.
1= Tidak
pernah
1.Nilai
baik, jika
nilai aku-
mulasi
>75%
2.Cukup
jika nilai
akumu-
lasi 60%-
75%
3.kurangi
ka nilai
akumu-
lasi
<60%
Ordinal
37
No Variabel Definisi Parameter Alat
Ukur
Kategori Skor Skala
2 Variabel
terikat.
Tingkat
kepuas-
an
pasien
Tingkat
kepuasan
adalah suatu
fungsi dari
perbedaan
antara
penampilan
yang
dirasakan
dan
diharapkan
1. Pendeka-
tan dan
perilaku
petugas
2. mutu
informasi
yang
diterima.
3. P rosedur
perjanjian
.
4. Waktu
tunggu
5. Fasilitas
umum
yang
tersedia.
6. Fasilitas
perhotel-
an untuk
pasien
7. Outcome
terapi
perawat-
an yang
diterima
Kuisioner 5= Sangat
puas
4= puas
3= Netral
2= Tidak
puas
1= Sangat
Tidak
puas
1.Nilai
baik, jika
nilai
akumu-
lasi
>75%
2.Cukup
jika nilai
akumu-
lasi 60%-
75%
3.kurang
jika nilai
akumu-
lasi
<60%
Ordinal
38
C. Hipotesis
Hipotesis yaitu jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan
penelitian. Hipotesis pada penelitian ini yaitu ada hubungan antara komunikasi
terapeutik perawat terhadap tingkat kepuasan pasien di Ruang Anggrek RSUD.
Badung.
39
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang disusun
sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap
pertanyaan penelitian. (Setiadi, 2007 : 127). Jenis penelitian ini adaiah
analitik korelasi dengan metode pendekatan cross sectional, yaitu penelitian
yang dilakukan pada satu waktu dan satu kali untuk mencari hubungan antara
variabel independen (faktor resiko) dengan variabel dependen (efek), dimana
pada penelitian ini yang bertujuan untuk menganalisis sejauh mana hubungan
komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien di ruangan Anggrek
RSUD Badung.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini dilaksanankan di Ruang Anggrek RSUD.
Badung. Sedangkan waktu penelitian dilakukan dari tanggal tanggal…..?????
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti
yang dapat berupa orang, benda, gejala, atau wilayah yang ingin diketahui
oleh peneliti (Notoatmojo, 1993, dalam Setiadi, 2007 : 175).
40
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang sedang menjalani
perawatan di ruang Anggrek RSUD Badung yaitu sebanyak 31 pasien.
2. Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti
dan dianggap mewakili seluruh polulasi. (Notoatmojo, 1993 , dalam Setiadi,
2007 : 177).
a. Tehnik Sampling
Dalam penelitian ini, menggunakan sampel sebanyak 31 pasien
pasien yang sedang menjalani perawatan di Ruang Anggrek RSUD
Badung. Pemilihan sampel dilakukan dengan tehnik nonprobability
sampling, yaitu sampling jenuh. Nonprobability sampling adalah tehnik
yang tidak memberi kesempatan yang sama bagi anggota populasi untuk
dipilih menjadi sampel. Tehnik sampling jenuh merupakan tehnik
penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel
Hal ini dilakukan jika jumlah papulasi relatif kecil (Setiadi,2007 : 183).
b. Kriteria sampel
1) Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari
suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti. (Nursalam,
2011 : 92). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
41
a) Semua pasien/klien yang dirawat di Ruang Anggrek RSUD
Badung.
b) Lama perawatan satu sampai 10 hari.
c) Pasien bersedia menjadi responden dan telah menandatangani
inform consent.
d) Semua pasien di Ruang Anggrek RSUD Badung
bisa baca dan tulis.
2) Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek
yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab.
(Nursalam, 2011 : 92). Dalam penelitian ini, kriteria eksklusi dari
sampel, meliputi:
a) Pasien yang mengalami gangguan kesadaran.
b) Pasien yang mengalami gangguan orientasi realita.
c) Semua pasien di Ruang Anggrek RSUD. Badung yang tidak bisa
baca dan tulis.
D. Alat dan Tehnik Pengumpulan Data
1. Alat Pengumpulan Data
Alat yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian ini
menggunakan kuesioner dengan skala Likert. Kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel
yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden.
42
Sebelum dilakukan penelitian, alat ukur (kuesioner) akan diuji Validitas
dan Reabilitas.
a. Uji validitas
Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan instrumen
yang mampu mengukur apa-apa yang seharusnya diukur menurut
situasi dan kondisi tertentu (Suyanto, 2011: 55). Pengukuran validitas
instrumen pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan SPSS for
Windows. Untuk menilai validitas masing-masing butir pertanyaan
dapat dilihat dari nilai Corrected Item-Total Correlation. Suatu butir
pertanyaan dinyatakan valid jika nilai rhitung > rtabel pertanyaan
dinyatakan valid.
b. Uji reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui suatu alat ukur telah
memiliki konsistensi baik, dapat digunakan berkali-kali dan hasilnya
tidak berubah (Suyanto, 2011 : 56). Pengukuran reliabilitas instrumen
pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan SPSS for Windows.
Untuk menilai reliabilitas masing-masing butir pertanyaan dapat dilihat
dari nilai Cronbach Alpha, Suatu butir pertanyaan dinyatakan
reliabilitas jika nilai Cronbach Alpha minimal 0,7.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dengan pengumpulan data primer yaitu
dengan memberikan kuesioner yang berisi sederetan pertanyaan secara
lengkap dan terperinci kepada responden.
43
a. Untuk teknik pengumpulan data komunikasai terapeutik
Pengumpulan data dilakukan dengan memberi kuesioner
terstruktur dengan skala Likert yang terdiri dari selalu, sering, kadang-
kadang, jarang dan tidak pernah. Kuesioner ini terdiri dari 20
pertanyaan.
b. Untuk teknik pengumpulan data kepuasan pasien
Pengumpulan data dilakukan dengan memberi kuesioner
terstruktur dengan skala Likert yang terdiri dari sangat puas, puas,
netral, kurang puas dan sangat tidak puas. Kuesioner ini terdiri dari 20
pertanyaan.
Sebelum diberikan kuesioner, calon responden diberikan
penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian dan menjelaskan
tentang cara pengisian kuesioner. Selanjutnya peneliti menyerahkan
surat permohonan pada setiap calon responden. (lembar permohonan
menjadi responden terlampir). Responden baru bisa mengisi kuesioner
jika responden sudah menandatangani surat pernyataan menjadi
responden atau inform consent (lembar pernyataan menjadi responden
terlampir) yang dibagikan oleh peneliti kepada calon responden.
E. Teknik Pengolahan Dan Analisa Data
1. Tehnik Pengolahan Data
Dalam melakukan analisis, data terlebih dahulu harus diolah dengan
tujuan mengubah data menjadi informasi. Dalam statistik, informasi yang
diperoleh dipergunakan untuk proses pengambilan keputusan terutama
44
dalam pengujian hipotesis. Dalam proses pengolahan data terdapat langkah-
langkah yang harus di tempuh, antara lain sebagai berikut.
a. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh atau dikumpulkan. Tujuannya adalah mengurangi kesalahan
atau kekurangan yang ada di daftar pertanyaan.
b. Coding
Coding adalah kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data
yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting
apabila pengolahan dan analisis data menggunakan komputer.
c. Scoring
Scoring adalah memberikan penilaian terhadap item-item yang perlu
diberikan penilaian.
d. Tabulating
Tabulating adalah kegiatan membuat tabel. Jawaban yang telah diberi
kode kemudian dimasukkan ke dalam tabel. Langkah terakhir adalah
analisa data. Data dimasukkan ke dalam komputer dan dianalisa secara
statistik.
2. Tehnik Analisa Data
a. Analisa Untuk Data Komunikasi Terapeutik Perawat
Dari data variabel komunikasi terapeutik perawat diberi skor dan
penilaian, dimana dengan pilihan Jawaban berupa selalu dengan skor 5,
sering dengan skor 4, kadang-kadang dengan skor 3, jarang dengan skor
45
2, tidak pemah dengan skor l.hasil Jawaban responden yang telah diberi
bobot tersebut dijumlahkan dan dibandingkan dengan skor tertinggi
kemudian dikalikan dengan 100%.
Rumus yang digunakan :
P =
fn
x 100 %
Dimana: P = Nilai
f = Skor yang diperoleh
n = Skor maksimal
Hasil prosentase yang diperoleh selanjutnya ditafsirkan dengan
skala kualitatif yaitu :
Baik : Bila didapat hasil >75%.
Cukup : Bila didapat hasil 60%-75%.
Kurang : Bila didapat hasil <60%
b. Analisa Untuk Data Tingkat Kepuasan pasien
Untuk menjawab perumusan masalah mengenai sampai sejauh mana
tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan maka
digunakan metode analisa data ini.
Skala yang digunakan adalah sekala 5 tingkat (Likert) yang terdiri
dari sangat penting, penting, cukup penting, kurang penting dan tidak
penting.
Kelima penilaian tersebut dberikan bobot sebagai berikut ini:
46
a. Jawaban sangat puas diberi bobot 5.
b. Jawaban puas diberi bobot 4.
c. Jawaban netral diberi bobot 3.
d. Jawaban tidak puas diberi bobot 2.
e. Jawaban sangat tidak puas diberi bobot 1.
Hasil jawaban responden yang telah diberi bobot tersebut
dijumlahkan dan dibandingkan dengan skor tertinggi kemudian dikalikan
dengan 100%.
Rumus yang digunakan yaitu sebagai berikut
P =
fn
x 100 %
Dimana : P = Nilai
f = Skor yang diperoleh
n = Skor maksimal
Menurut Setiadi, 2007: 80 Hasil prosentase yang diperoleh
selanjutnya ditafsirkan dengan skala kualitatif yaitu :
Baik : Bila didapat hasil >75%.
Cukup : Bila didapat hasil 60%-75%.
Kurang : Bila didapat hasil <60%
c. Analisa data untuk mencari hubungan komunikasi terapeutik perawat
terhadap kepuasan pasien
47
Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu menjelaskan bagaimana
hubungan antara komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien
di Ruang Anggrek RSUD. Badung maka untuk mendapatkan korelasi
antara kedua variabel tersebut digunakan teknik Korelasi Tata Jenjang
(Spearman Rho) menggunakan computer program SPSS 11.5 for
Windows dengan level signifikansi α = 0,05. Untuk mengetahui derajat
hubungan atau kekuatan variabel diukur dengan "Koefisien Korelasi (r).
Menurut Nugroho, 2005 dalam Trisna (2011 : 44) mengatakan
bahwa koefisien korelasi memiliki nilai antara -1 hingga +1. Sifat nilai
koefisien korelasi adalah plus (+) atau minus (-). Hal ini menunjukkan
arah korelasi. Makna sifat korelasi: korelasi positif (+) berarti jika
variabel X1 mengalami kenaikan maka variabel X2 juga akan mengalami
kenaikan atau jika variabel X1 mengalami kenaikan maka variabel Xi juga
akan mengalami kenaikan dan korelasi negatif (-) berarti jika variabel X1
mengalami kenaikan maka variabel X2 akan mengalami penurunan atau
jika varibel X1 mengalami kenaikan maka variabel X1 akan mengalami
penurunan.
Sifat korelasi akan menentukan arah dari korelasi. Keeratan
korelasi dikelompokkan sebagai berikut:
a. 0,00 sampai dengan 0,20 berarti korelasi memiliki keeratan sangat
lemah
b. 0,21 sampai dengan 0,40 berarti korelasi memiliki keeratan lemah
c. 0,41 sampai dengan 0,70 berarti korelasi memiliki keeratan kuat
48
d. 0,71 sampai dengan 0,90 berarti korelasi memiliki keeratan sangat
kuat
e. 0,91 sampai dengan 0,99 artinya korelasi memiliki keeratan sangat
kuat sekali
f. 1 berarti korelasi sempurna
Pedoman yang digunakan untuk menerima atau menolak hipotesis
nol (Ho) yang diusulakan :
a. Ho diterima jika r-hitung < r-tabel, atau nilai p-value pada kolom
sig. (2-tailed) > level of significant (α).
b. Ho ditolak jika r-hitung > r-tabel, atau nilai p-value pada kolom sig. (2-
tailed) < level of significant (α yang dicari).
Sedangkan pedoman yang digunakan untuk menerima atau
menolak hipotesis alternative (Ha) yang diusulakan, yaitu:
a. Ha diterima jika r-hitung > r-tabel, atau nilai p-value pada kolom
sig. (2-tailed) < level of significant (α).
b. Ha ditolak jika r-hitung < r-tabel, atau nilai p-value pada kolom sig. (2-
tailed) > level ofsignificant (α).
(Nugroho,2005 dalam Dewi 201 1 : 45)
F. Etika Penelitian
Penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia. Oleh
sebab itu, etika penelitian harus diperhatikan. Sebelum mengadakan proposal
penelitian, peneliti mengajukan izin untuk melakukan studi pendahuluan dan
pengumpulan data awal yang ditandatangani Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
49
Kesehatan (STIKES) Bali yang kemudian memberikan surat pengantar
penelitian kepada Kepala Kesbanglinmas provinsi Bali, selanjutnya
disampaikan kepada Kesbang Pol dan Linmas Kabupaten Badung, dan
Direktur RSUD. Badung. Selanjutnya tembusan disampaikan kehadapan
kepala bidang Diklat RSUD. Badung dan Ketua YP3LPK Bali di Denpasar.
Masalah etika yang harus diperhatikan menurut Hidayat (2009 : 83) adalah
sebagai berikut:
a. Informed consent
Informed cosent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan
responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed
consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan
lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed consent
adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui
dampaknya. Jika subjek bersedia maka mereka harus menandatangani lembar
persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati
hak pasien. Beberapa informasi yang harus ada dalam informed consent
tersebut antara lain: partisipasi pasien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis
data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah
yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi,
dan lain-lain.
b. Anomity (Tanpa Nama)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan
jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan
50
atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya
menuliskan kode pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada
lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.
c. Confidentiality (Kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah
lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya
oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil
riset.
51