Diskusi I - Copy

28
Diskusi I Dari anamnesis ditemukan adanya pusing berputar yang disebabkan karena adanya trauma pada bagian kepala karena kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan adanya benturan pada kepala pasien. Cedera atau trauma pada kepala dapat melibatkan seluruh struktur lapisan, mulai dari lapisan kulit kepala atau lapisan paling luar, tulang tengkorak, duramater, vaskuler otak, sampai jaringan otaknya sendiri, baik berupa luka yang tertutup maupun trauma yang menembus kulit hingga tengkoraknya.(ilmu bedah saraf) Trauma pada bagian kepala dapat menjadi masalah yang serius. Di dalam kepala terdapat organ yang sangat vital yaitu otak. Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, begitu rusak, neuron tidak dapat diperbaiki lagi. Sebagian masalah merupakan akibat langsung dari cedera dan banyak lainnya terjadi sekunder akibat cedera. Jaringan gelatinosa otak dan medula spinalis dilindungi oleh tulang tengkorak, tulang belakang, dan 3 lapisan jaringan penyambung yaitu: piamater, arachnoid dan duramater.

description

neuro

Transcript of Diskusi I - Copy

Diskusi I

Dari anamnesis ditemukan adanya pusing berputar yang disebabkan karena adanya trauma pada bagian kepala karena kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan adanya benturan pada kepala pasien. Cedera atau trauma pada kepala dapat melibatkan seluruh struktur lapisan, mulai dari lapisan kulit kepala atau lapisan paling luar, tulang tengkorak, duramater, vaskuler otak, sampai jaringan otaknya sendiri, baik berupa luka yang tertutup maupun trauma yang menembus kulit hingga tengkoraknya.(ilmu bedah saraf) Trauma pada bagian kepala dapat menjadi masalah yang serius. Di dalam kepala terdapat organ yang sangat vital yaitu otak. Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, begitu rusak, neuron tidak dapat diperbaiki lagi. Sebagian masalah merupakan akibat langsung dari cedera dan banyak lainnya terjadi sekunder akibat cedera. Jaringan gelatinosa otak dan medula spinalis dilindungi oleh tulang tengkorak, tulang belakang, dan 3 lapisan jaringan penyambung yaitu: piamater, arachnoid dan duramater.

Pia mater langsung berhubungan dengan otak dan jaringan meningens dan mengikuti kontur struktur eksternal. Pia mater merupakan lapisan vaskular, yang pembuluh-pembuluh darahnya berjalan menuju struktur SSP untuk memberi nutrisi pada jaringan saraf.Arachnoid adalah suatu membran fibrosa yang tipis, halus dan avaskulae. Arachnoid meliputi otak dan medula spinalis tetapi tidak mengikuti kontur luar seperti pia mater.Antara piamater dan arachnoid terdapat subarachnoid yang terdiri dari arteri, vena serebral, trabekula arachnoid dan cairan serebrospinal.Duramater adalah suatu jaringan ikat, tidak elastis dan terdiri dari 2 lapisan bagian luar yaitu dura endosteal dan dura meningeal. Dura endosteal membentuk bagian dalam periosteum tengkorak dan berlanjut sebagai periosteum yang membatasi kanalis vertebralis medula spinalis. Bagian dalam dura meningeal merupakan memran tebal yang meliputi otak dan menyusup diantara jaringan otak sebagai penyokong dan pelindung. Lapisan dalam dura meningeal ini bersambung dengan duramater spinal. Dura spinal terus berlanjut hingga vertebra sakralis kedua dan bersatu dengan filum terminale membentuk ligamentum koksigealis yang menjulur sampai ke tulang koksik, bersambung dengan periosteum dan menambatkan medula spinalis pada kanalis vertebralis. 4 lapisan utama dari dura meningeal meluas hingga rongga tengkorak.Falks serebeli memisahkan kedua hemisferium serebri. Hemisferium serebri kanan dan kiri dipisahkan sepanjang fisura longitudinal pada falks serebri. Tentorium serebeli memisahkan serebrum dari serebelum. Diafragma selae melapisi hipofisis dan ditembus oleh sistem portal hipotalamohipofiseal.Sinus-sinus vena terletak di antara kedua lapisan dura mater dan tempat-tempat terpisahnya kedua lapisan tersebut.sinus-sinus vena ini merupakan saluran tak berkatup yang berfungsi mengalirkan darah serebral dan cairan serebrospinal. Pada sinus-sinus vena tidak mempunyai jaringan vaskular, tetapi terdiri dari dura mater yang dilapisi jaringan endotel.Pada kerusakan vaskular otak dapat terjadi perdarahan pada:1. Ruang ekstradural atau yang disebut dengan epidural, yang terletak di antara dura endosteal dan tulang tengkorak.2. Ruang subdural, yaitu di antara dura meningeal dan arachnoid.3. Ruang subarachnoid, yaitu di antara aracnoid dan pia mater.4. Di bawah pia mater ke dalam otak sendiri.Pada tabula interna tulang tengkorak terdapat alur-alur tempat arteria meningea anterior. Garis fraktur yang melintasi salah satu alur tersebut dapat merusak arteri yang terletak di dalamnya dan ini merupakan penyebab tersering hematoma ekstradural/epidural. Biasanya karena pukulan keras pada daerah parietotemporal kepala menyebabkan cedera arteri meningea media. Sedangkan pada hematoma subdural terjadi kerusakan pembuluh vena yang melintasi ruang subdural. Pada subarachnoid terjadi aneurisma yang ruptur pada erteri yang mendarahi dasar otak. Pada perdarahan intraserebral, pembuluh darah yang menembus jaringan otak rusak, sehingga darah masuk ke dalam jaringan otak. (patof sylvia)Pembagian cedera kepala menurut Perdossi (2006) dibagi dalam kategori cedera kepala minimal, ringan, sedang dan berat yang dapat dinilai berdasarkan GCS, gambaran klinis (lama pingsan dan ada atau tidaknya defisit neurologis) serta gambaran CT scan.Traumatic Brain Injury TBI didefinisikan sebagai kelainan non-degeneratif dan non-kongenital yang terjadi pada otak, sebagai akibat adanya kekuatan mekanik dari luar, yang menyebabkan gangguan temporer atau permanen dalam hal fungsi kognitif, fisik, dan fungsi psikososial, dengan disertai penurunan atau hilangnya kesadaran (Jones, 2005; Wahjoepramono, 2005). Adapun definisi dari konsensus nasional Perdossi (2006) menyatakan bahwa TBI adalah trauma mekanik terhadap kepala secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen. Cedera kranioserebral termasuk dalam ruang lingkup cabang ilmu neurotraumatologi, yang mempelajari/meneliti pengaruh trauma terhadap sel otak secara struktural maupun fungsional dan akibatnya baik pada masa akut maupun sesudahnya. Akibat trauma dapat terjadi pada masa akut (kerusakan primer) dan sesudahnya (kerusakan sekunder), oleh karena itu manajemen segera dan intervensi lanjut harus sudah dilaksanakan sejak saat awal kejadian guna mencegah/meminimalkan kematian maupun kecacatan pasien.Berdasarkan terjadinya lesi atau gangguan yang terjadi dalam cedera kepala dibagi dua yaitu primer dan sekunder. Cedera kepala primer adalah kerusakan yang terjadi pada masa akut, yaitu langsung saat terjadinya cedera, yang dapat mengenai jaringan kulit kepala hingga otak, berupa laserasi, perdarahan (hematoma), fraktur tulang tengkorak dan kerusakan jaringan otak. Sedangkan cedera kepala sekunder adalah kerusakan yang terjadi sesudahnya, sebagai komplikasi lanjutannya. Yang termasuk dalam cedera kepala sekunder misalnya edema jaringan otak, peningkatan tekanan intrakranial, infeksi jaringan otak, hipoksia, dan sebagainya (Adam et.al, 2005; Greenberg, 2001; Wahyupramono, 2005).Klasifikasi cedera kepala dapat dilakukan dengan berbagai cara pembagian, namun yang sering digunakan adalah berdasarkan keadaan klinis dan patologis (primer atau sekunder seperti dijelaskan di atas). Untuk klasifikasi berdasarkan keadaan klinis didasarkan pada kesadaran pasien yang dalam hal ini menggunakan Glasgow coma scale (GCS) sebagai patokannya. Terdapat tiga kategori yaitu CKR (GCS: 14-15), CKS (GCS: 9-13), dan CKB (GCS 8) (Greenberg, 2001). Adapun pembagian cedera kepala menurut Perdossi (2006) adalah sebagai berikut:KategoriGCSGambaran KlinikCT Scan Otak

Minimal15Pingsan (-), defisit neurologi (-)Normal

Ringan13-15Pingsan < 10 menit, defisit neurologi (-)Normal

Sedang9-12Pingsan > 10 menit s/d 6 jam, defisit neurologi (+)Abnormal

Berat3-8Pingsan > 6 jam, defisit neurologi (+)Abnormal

Tujuan klasifikasi tersebut adalah untuk pedoman triase di gawat darurat. Adapun bila didapat abnormalitas CT Scan berupa perdarahan intrakranial, penderita dimasukkan klasifikasi cedera kepala berat (Perdossi, 2006).Klasifikasi lainnya adalah berdasarkan patologi yang dibagi dalam komosio serebri, kontusio serebri, dan laserasi. Di samping patologi yang terjadi pada otak, mungkin terdap pat juga fraktur tulang tengkorak. Fraktur ini ada yang di basis kranium dan ada yang di temporal, frontal, parietal, ataupun oksipital. Fraktur bisa linear atau depressed, terbuka atau tertutup. Klasifikasi berdasarkan lesi bisa fokal atau difus, bisa kerusakan aksonal ataupun hematoma. Letak hematoma bisa ekstradural atau dikenal juga sebagai hematoma epidural (EDH), bisa hematoma subdural (SDH), hematoma intraserebral (ICH), ataupun perdarahan subaraknoid (SAH).Klasifikasi lain berdasarkan lama amnesia pascacidera (APC) diperkenalkan oleh Russel dalam Jennett & Teasdale. Klasifikasi ini bisa dikombinasikan dengan klasifikasi berdasarkan klinis GCS.Lama amnesia pasca cederaBeratnya trauma kranioserebral

4 mingguEkstreem berat

Patologi dan gejala klinik yang terjadi pada cedera kepala adalah:1. Hematoma Ekstradural/Epidural (EDH) Sebagian besar kasus diakibatkan oleh robeknya arteri meningea media. Perdarahan terletak di antara tulang tengkorak dan duramater. Gejala klinisnya adalah lucid interval, yaitu selang waktu antara pasien masih sadar setelah kejadian trauma kranioserebral dengan penurunan kesadaran yang terjadi kemudian. Biasanya waktu perubahan kesadaran ini kurang dari 24 jam; penilaian penurunan kesadaran dengan GCS. Gejala lain nyeri kepala bisa disertai muntah proyektil, pupil anisokor dengan midriasis di sisi lesi akibat herniasi unkal, hemiparesis, dan refl eks patologis Babinski positif kontralateral lesi yang terjadi terlambat. Pada gambaran CT scan kepala, didapatkan lesi hiperdens (gambaran darah intrakranial) umumnya di daerah temporal berbentuk cembung. 1. Hematoma Subdural (SDH) Terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan, sinus venosus dura mater atau robeknya araknoidea. Perdarahan terletak di antara duramater dan araknoidea. SDH ada yang akut dan kronik. Gejala klinis berupa nyeri kepala yang makin berat dan muntah proyektil. Jika SDH makin besar, bisa menekan jaringan otak, mengganggu ARAS, dan terjadi penurunan kesadaran. Gambaran CT scan kepala berupa lesi hiperdens berbentuk bulan sabit. Bila darah lisis menjadi cairan, disebut higroma (hidroma) subdural. 1. Edema Serebri Traumatik Cedera otak akan mengganggu pusat persarafan dan peredaran darah di batang otak dengan akibat tonus dinding pembuluh darah menurun, sehingga cairan lebih mudah menembus dindingnya. Penyebab lain adalah benturan yang dapat menimbulkan kelainan langsung pada dinding pembuluh darah sehingga menjadi lebih permeabel. Hasil akhirnya akan terjadi edema.1. Cedera Otak Difus Terjadi kerusakan baik pada pembuluh darah maupun pada parenkim otak, disertai edema. Keadaan pasien umumnya buruk.1. Hematoma Subaraknoid (SAH)Perdarahan subaraknoid traumatik terjadi pada lebih kurang 40% kasus cedera kranioserebral, sebagian besar terjadi di daerah permukaan oksipital dan parietal sehingga sering tidak dijumpai tanda-tanda rangsang meningeal. Adanya darah di dalam cairan otak akan mengakibatkan penguncupan arteri-arteri di dalam rongga subaraknoidea. Bila vasokonstriksi yang terjadi hebat disertai vasospasme, akan timbul gangguan aliran darah di dalam jaringan otak. Keadaan ini tampak pada pasien yang tidak membaik setelah beberapa hari perawatan. Penguncupan pembuluh darah mulai terjadi pada hari ke-3 dan dapat berlangsung sampai 10 hari atau lebih. Gejala klinis yang didapatkan berupa nyeri kepala hebat. Pada CT scan otak, tampak perdarahan di ruang subaraknoid. Berbeda dengan SAH non-traumatik yang umumnya disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak (AVM atau aneurisma), perdarahan pada SAH traumatik biasanya tidak terlalu berat. 1. Fraktur Basis KraniiBiasanya merupakan hasil dari fraktur linear fosa di daerah basal tengkorak; bisa di anterior, medial, atau posterior. Sulit dilihat dari foto polos tulang tengkorak atau aksial CT scan. Garis fraktur bisa terlihat pada CT scan berresolusi tinggi dan potongan yang tipis. Umumnya yang terlihat di CT scan adalah gambaran pneumoensefal.Hampir 15% pasien TBI dapat mengalami perburukan setelah beberapa saat (delayed deterioration). Perburukan ini bisa dalam hitungan menit, jam atau beberapa hari. Waktu selang tersebut sering dikatakan sebagai lucid interval. Etiologi munculnya delayed deterioration ini antara lain karena: perdarahan (EDH, SDH, delayed contusions), cerebral edema difus, hidrocephalus, kejang, abnormalitas metabolik, gangguan vaskular, meningitis, dan hipotensi (shock) (Greenberg, 2001). Pada pasien ini dimana memiliki riwayat trauma yang jelas, serta muncul defisit neurologis berupa nyeri kepala yang berlangsung progresif merupakan manifestasi adanya sindrom desak ruang yang sangat mungkin akibat lesi perdarahan pada cedera kepala (EDH atau SDH) (Adam et.al, 2005; Aminoff et.al,2005). Defisit neurologis yang muncul tergantung pada daerah mana yang terjadi perdarahan atau area otak mana yang tertekan oleh adanya lesi perdarahan tersebut. Gangguan di lobus temporal dapat mengakibatkan gangguan pada area motorik maupun sensorik. Dan bila lesi sampai menekan ke batang otak atau mengganggu sistem ARAS, maka dapat menyebabkan gangguan kesadaran (Adam et.al, 2005; Aminoff et.al,2005).

DIAGNOSIS SEMENTARADiagnosis Klinik: pusing berputarDiagnosis Topik: intrakranial dan ekstrakranialDiagnosis Etiologik: Cedera Kepala Sedang - Berat

PEMERIKSAAN ( November 2014)Status GeneralisKeadaan Umum:Tampak sakit sedang, kesan status gizi cukupKesadaran compos mentis, GCS: E4V5M6

Tanda Vital:TD : 120/90 mmHg R : 23x/menitN : 83x/mnt S : 35,8C

Kulit:Turgor kulit baik

Kepala:mesocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut

Mata:Edema palpebra -/-, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor diameter 3/3 mm, reflek cahaya Normal/Normal, reflek kornea Normal/Normal

Telinga:Bentuk normal, simetris, serumen -/-

Hidung: Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, sekret -/-

Mulut:Bibir kering, faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1 tenang

Leher:Simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada deviasi trakhea, tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening, kaku kuduk (-), meningeal sign (-)

Dada:Pulmo :I : Normochest, dinding dada simetrisP : Fremitus taktil kanan=kiri, ekspansi dinding dada simetrisP : Sonor di kedua lapang paruA : Vesikuler (Normal/Normal), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)Cor :I : Tidak tampak ictus cordis P : Iktus cordis terabaP : Batas atas ICS III linea parasternal sinistraBatas kiri ICS V linea midklavicula sinistraBatas kanan ICS IV linea stemalis dextraA : BJ I dan II reguler, Gallop (-), Murmur (-)

Abdomen:I : Datar, supelP : Dinding perut supel, turgor kulit baik, hepar dan lien tidak teraba membesar, tidak ada nyeri tekan abdomenP : TimpaniA : Bising usus (+) normal

Ekstremitas:Edema (-), sianosis (-), atrofi otot (-), capillary refill