BAB I - Copy

78
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan akan berpengaruh terhadap pelayanan kesehatan, sehingga masyarakat lebih menuntut pelayanan bermutu, ramah dan tanggap dalam memenuhi kebutuhan klien. Salah satu indikator kepuasan pelanggan tehadap pelayanan runah sakit adalah pelayanan keperawatan, mengingat keberadaan perawat 24 jam secara berkesinambungan dan merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan. Jika pasien merasa puas dengan pelayanan rumah sakit merupakan promosi bagi rumah sakit dan sebaliknya bila pasien tidak puas terhadap pelayanan yang diberikan akan membuat citra rumah sakit menjadi tidak baik. Rumah sakit sebagai bidang dalam pelayanan kesehatan begitu sangat tajam persaingannya. Untuk 1

Transcript of BAB I - Copy

Page 1: BAB I - Copy

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan akan

berpengaruh terhadap pelayanan kesehatan, sehingga masyarakat lebih

menuntut pelayanan bermutu, ramah dan tanggap dalam memenuhi kebutuhan

klien. Salah satu indikator kepuasan pelanggan tehadap pelayanan runah sakit

adalah pelayanan keperawatan, mengingat keberadaan perawat 24 jam secara

berkesinambungan dan merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan. Jika

pasien merasa puas dengan pelayanan rumah sakit merupakan promosi bagi

rumah sakit dan sebaliknya bila pasien tidak puas terhadap pelayanan yang

diberikan akan membuat citra rumah sakit menjadi tidak baik.

Rumah sakit sebagai bidang dalam pelayanan kesehatan begitu

sangat tajam persaingannya. Untuk dapat bersaing, rumah sakit sebagai

penyedia jasa pelayanan harus mampu memberikan pelayanan yang bermutu

kepada pelanggaannya (klien) antara lain dengan memberikan pelayanan dan

asuhan keperawatan dalam praktek keperawatan professional. Untuk

melaksanakan proses keperawatan, komunikasi merupakan komponen yang

penting di mana komunikasi merupakan proses yang dilakukan perawat dalam

menjaga kerjasama yang baik dengan klien dalam membantu kebutuhan dasar.

1

Page 2: BAB I - Copy

Pada era modernisasi ini masyarakat sudah mulai selektif untuk

melihat rumah sakit yang pantas dijadikan sebagai lahan untuk mencari

peertolongan pelayanan kesehatan. Salah satu tantangan terbesar dalam

pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah terpenuhinya harapan masyarakat

akan mutu dan kapasitas pelayanan rumah sakit. Upaya menjaga kualitas

pelayanan kesehatan di rumah sakit tidak terlepas dari profesi keperawatan.

Berdasarkan standar tentang evaluasi dan pengendalian kualitas dijelaskan

bahwa pelayanan keperawatan menjamin adanya asuhan keperawatan yang

berkualitas tinggi dengan terus menerus melibatkan diri dalam program

pengendalian kualitas di rumah sakit. Sedikitnya 85% dari masalah pelayanan

kesehatan adalah proses pelaksanaan pelayanan keperawatan sebagai salah satu

profesi di rumah sakit yang cenderung potensial dalam upaya menjaga mutu

pelayanan rumah sakit (Kusumapraja, 2000).

Mutu pelayanan keperawatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap

dan keterampilan perawat yang melaksanakan perawatan, dalam melaksanakan

asuhan keperawatan komunikasi merupakan hal yang mutlak harus

dilakukan.Efektifitas komunikasi dapat dilihat dari dari sejauh mana dampak

dan efek yang terjadi setelah dilaksanakan komunikasi. Seorang perawat dapat

dikatakan sukses dalam berkomunikasi dengan klien apabila apa yang

disampaikan perawat diikuti atau dilaksanakan oleh klien. Perawat tidak akan

dapat melaksanakan tahapan-tahapan proses keperawatan dengan baik bila

tidak terjadi komunikasi yang baik antara perawat dengan klien, perawat

2

Page 3: BAB I - Copy

dengan keluarga, perawat dengan perawat dan perawat dengan tenaga

kesehatan lainnya (Mundakir, 2006).

Fenomena yang terjadi selama ini di beberapa rumah sakit adalah

minimalnya komunikasi dan interaksi antara perawat dengan pasiennya.

Perawat hanya akan masuk ke kamar pasien untuk mengganti infuse, merawat

luka, memberikan suntikan atau memberikan obat dan baru akan mendatangi

pasien bila ada panggilan melalui bel (nurse call) dari pasien atau keluarganya.

Lebih dari itu seharusnya yang dilakukan oleh perawat adalah melakukan

pelayanan yang lebih care yang bersifat edukasi tentang kesehatan juga

diperlukan. Pada dasarnya pasien dan keluarganya akan selalu mengharapkan

dan menanti informassi yang berkaitan dengan masalah kesehatannya serta

kondisi yang sedang dialaminya. Karena itulah perawat dalam memberikan

asuhan keperawatan, pendidikan/penyuluhan kesehatan sebagai sebaggai upaya

preventif dan promotif tidak boleh dikesampingkan selain upaya kuratif dan

rehabilitatif yang diberikan oleh tim medis (Rahayuni, 2007).

Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal yaitu

komunikasi antar oorang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap

pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik verbal dan

nonverbal (Mulayana, 2000). Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang

direncanakan secara sadar dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan

pasien dan merupakan komunikasi profesional yang mengarah pada tujuan

untuk penyembuhan pasien (Indrawati, 2003).

3

Page 4: BAB I - Copy

Kelemahan dalam berkomunikasi merupakan masalah yang serius

baik bagi perawat maupun bagi klien. Banyak faktor yang menyebabkan

ketidakpuasan pasien di rumah sakit, salah satunya adalah faktor komunikasi

antara perawat dan pasien. Tingkat kepuasan pasien sangat tergantung pada

bagaimana komunikasi yang dilakukan dapat memenuhi harapan dalam proses

penyembuhan pasien. Dalam komunikasi apabila dilaksanakan tidak sesuai

dengan spirit dalam komunikasi tersebut maka yang dihasilkan adalah respon

ketidakpuasan dari pasien. Akhirnya pasien akan meninggalkan rumah sakit

dan mencari jasa pelayanan yang bermutu di tempat lain. Oleh sebab itu sudah

saatnya kepuasan pasien menjadi bagian yang integral dalam misi dan tujuan

keperawatan karena semakin meningkatnyan intensitas kompetisi global dan

domestik, serta berubahnya selera dan perilaku dari pasien untuk mencari

pelayanan jasa keperawatan yang lebih bermutu.

Beberapa penelitian ptelah dilakukan seperti hasil penelitian yang

dilakukan Hj.Indrawati di RSU Sukolilo pada tahun 1997 menunjukkan bahwa

kepuasan pasien terhadap komunikasi perawat 54,2% tidak puas, 10,7% cukup

puas dan 29,2% sangat puas dan evaluasi penerapan standar keperawatan yang

dilaksanakan (Rusmini, 2006). Dalam penelitian yang dilakukan di Lokhandes

Hospital di Karnataka,India tahun 2008 dari hasil kuisioner perawat yang

melaksanakan komunikasi terapeutik (54.6 %), Berdasarkan kuisioner tentang

kepuasan klien selama dirawat klien merasa puas (66.7 %). Sebagaian besar

perawat sudah melaksanakan komunikasi terapeutik dan kepuasan pasien klien

tentang pelayanan keperawatan adalah puas, jadi ada hubungan yang bermakna

4

Page 5: BAB I - Copy

antara komunikasi terapeutik dengan tingkat kepuasan klien tentang pelayanan

keperawatan (Arya P.V, 2008).

Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal 19

November 2012 di Ruang Anggrek RSUD Badung dari 10 pasien yang

diwawancarai diperoleh 7 pasien (70%) diantaranya merasa komunikasi yang

dilakukan perawat sudah baik, dan lingkungan sekitar sudah bersih dan nyaman

sedangkang 3 pasien (30%) mengatakan masih ada perawat yang tidak

memberi salam, bersikap judes dan jarang menerapkan sikap yang ramah

seperti senyum, salam dan sapa kepada pasien dan lingkungan yang diciptakan

kurang bersih dan kurang begitu nyaman.

Dalam kaitan dengan komunikasi yang dilakukan perawat

terhadap tingkat kepuasan pasien maka sangat diperlukan adanya solusi-solusi

yang dapat meningkatkan keterampilan komunikasi perawat karena

keterampilan komunikasi tidak dibawa sejak lahir, untuk itu upaya yang dapat

dilakukan dengan meningkatkan kemampuan secara mandiri ataupun

mengikuti pelatihan sehingga dapat menghilangkan hambatan dalam

komunikasi pada pasien.

Dari fenomena tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan studi tentang “Hubungan Antara Penerapan Komunikasi Terapeutik

Oleh Perawat dengan Tingkat Kepuasan Pasien pada Pelayanan Perawatan di

Ruang Anggrek RSUD Kabupaten Badung”.

5

Page 6: BAB I - Copy

B.Rumusan Masalah Penelitian

Apakah ada “Hubungan Antara Penerapan Komunikasi Terapeutik Oleh

Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Pada Pelayanan Perawatan di Ruang

Anggrek RSUD Kabupaten Badung”?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penerapan

komunikasi terapeutik oleh perawat dengan tingkat kepuasan pasien pada

pelayanan perawatan di Ruang Anggrek RSUD Kabupaten Badung.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi penerapan komunikasi terapeutik yang

dilakukan perawat di Ruang Anggrek RSUD Kabupaten Badung.

b. Untuk mengidentifikasi tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan

perawatan di Rung Anggrek RSUD Kabupaten Badung.

c. Untuk menganalisis apakah ada hubungan antara penerapan

komunikasi terapeutik oleh perawat dengan tingkat kepuasan pasien

pada pelayanan perawatan di Ruang Anggrek RSUD Kabupaten

Badung.

6

Page 7: BAB I - Copy

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini dapat ditinjau dari dua segi yaitu:

1. Segi Akademik

a. Bagi Institusi STIKES BALI

Dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk

meningkatkan wawasan dan pengetahuan mahasiswa STIKES BALI.

b. Bagi Peneliti

Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan

peneliti tentang komunikasi terapeutik perawat.

2. Segi Praktis

a. Bagi Tempat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan menjadi bahan masukan dan

evaluasi tingkat kepuasan pasien dalam rangka meningkatkan kualitas

peyalanan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Badung.

b. Bagi Peneliti Selanjutnya

Memberi informasi tentang hubungan antara penerapan komunikasi

terapeutik oleh perawat dengan tingkat kepuasan pasien pada

pelayanan perawatan.

7

Page 8: BAB I - Copy

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Komunikasi Terapeutik

1. Pengertian Komunikasi Terapeutik

Kata komunikasi berasal dari bahasa latin Communicare yang

berarti berpartisipasi atau memberitahukan. Komunikasi merupakan alat

yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, sehingga

komunikasi dikembangkan dan dipelihara secara terus menerus.

Komunikasi bertujuan untuk memudahkan, melancarkan melaksanakan

kegiatan-kegiatan tertentu ddalam rangka mencapai tujuan yang optimal,

baik komunikasi dalam lingkup pekerjaan maupun hubungan antar

manusia (Mundakir, 2006)

Sebagai tenaga kesehatan yang paling lama dan sering berinteraksi

dengan pasien/klien, perawat diharapkan dapat menjadi obat secara

psikologis dengan cara komunikasi terapeutik. Kehadiran dan interaksi

yang dilakukan oleh perawat hendaknya menbawa kenyamanan dan

kerinduan bagi klien (Mundakir, 2006).

Komunikasi dalam profesi keperawatan sangatlah penting sebab

tanpa kominukasi pelayanan keperawatan sulit untuk diaplikasikan. Dalam

proses asuhan keperawatan, komunikasi ditujukan untuk mengubah

8

Page 9: BAB I - Copy

perilaku klien guna mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Stuart,

Dalam Suryani 2005).

Komunikasi terapeutik adalah suatu pemgalaman bersama antara

perawat dan klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien.

(Mundakir, 2006: 116) dimana seorang perawat mengguanakan

pendekatan terencana dalam mempelajari klien (Potter-Parry, 2000 dalam

Nushasanah, 2010).

Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal yaitu

komunikasi antar orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan

setiap pesertanya menangkap reaksi orag lain secara langsung, baik secara

verbal dan nonverbal (Mulyanan, 2000 dalam Mundakir, 2006).

2. Tujuan Komunikasi Terapeutik

Menurut Suryani (2005 dalam Nurhasanah 2010) komunikasi

terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien ke arah yang

lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang

meliputi:

a. Penerimaan diri dan peningkatan kesadaran dan penghargaan diri,

membantu pasien memperjelas dan mengurangi baban perasaan dan

pikiran mempertahankan kekuatan egonya. Melalui komunikasi

terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien yang

menderita penyakit kronis ataupun terminal umumnya mengalami

perubahan dalam dirinya, ia tidak mampu menerima keberadaan

9

Page 10: BAB I - Copy

dirinya, mengalami gangguan gambaran diri, penurunan harga diri,

merasa tidak berarti dan pada akhirnya merasa putus asa dan depresi.

b. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superficial

dan saling bergantung dengan orang lain dan mandiri. Membantu

mengambil tindakan yang efektif untuk mengubah situasi yang ada.

Melalui komunikasi terapeutik klien belajar bagaimana menerima dan

diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan

menerima klien apa adanya, klien akan dapat meningkatkan

kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya (Hibdon,

2000)

c. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan

serta mecapai tujuan yang realistis. Terkadang klien menetapkan ideal

diri atau tujuan terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya. Taylor,

Lilis dan La Mone (1997) mengemukakan bahwa individu yang

merasa kenyataan hidupnya jauh dari ideal akan merasa rendah diri.

d. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.

Klien mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak

mempunyai rasa percaya diri dan mengalami harga rendah diri.

Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat membantu

klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang jelas.

Seorang perawat tidak akan dapat mengetahui tentang kondisi klien

jika tidak ada kemampuan menghargai keunikan klien. Tanpa mengetahui

keunikan masing-masing kebutuhan klien, perawat juga akan kesulitan

10

Page 11: BAB I - Copy

memberikan bantuan kepasa klien dalam mengatasi masalah klien,

sehingga perlu dicari metode yang tepat dalam mengakomodasikan agar

perawat mampu mendapatkan “pengetahuan” yang tepat tentang klien.

Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat menghadapi,

mempersepsikan, bereaksi dan menghargai keunikan klien (Mundakir,

2006)

3. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik

Menurut Nurhasanah (2010: 68-69) prinsip dasar komunikasi

terapeutik adalah :

a. Hubungan perawat dengan klien adalah hubungan terapeutik yang

saling menguntungkan. Didasarkan pada prinsip “ human manity of

nurse and clients “ di dalamnya terdapat hubungan saling

mempengaruhi baik pikiran, perasaan dan tingkah laku untuk

memperbaiki prilaku klien.

b. Prinsip yang sama dengan komunikasi interpersonal De Vito yaitu

keterbukaan, empati, sifat mendukung, sikap positif dan kesetaraan.

c. Kualitas hubungan perawat ditentukan oleh bagaimana perawat

mendefinisikan dirinya sebagai manusia (human).

d. Perawat menggunakan dirinya dengan baik dengan teknik yang khusus

untuk memberi pengertian dan merubah perilaku klien.

e. Perawat harus menghargai keunikan klien, karena itu perawat perlu

memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat latar belakang.

11

Page 12: BAB I - Copy

f. Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri member

maupun menerima pesan.

g. Trust harus dicapai terlebih dahulu sebelum identifikasi masalah dan

alternative problem solving.

h. Trust adalah kunci dari komunikasi terapeutik.

4. Teknik-teknik Komunikasi Terapeutik

Dalam menghadapi pesan yang disampaikan pasien, perawat dapat

menggunakan berbagai teknik komunikasi terapeutik. Menurut Stuart dan

Sundeen (1987: 124 dalam Mundakir, 2006: 131), teknik-teknik

komunikasi terapeutik terdiri dari :

a. Mendengarkan dengan aktif (Aktive Listening)

Seorang perawat semestinya mendengarkan secara aktif keluhan dari

pasien. Dengan mendengar, perawat mengetahui perasaan klien,

memberi kesempatan lebih banyak untuk bicara. Perawat harus

menjadi pendengar yang aktif dengan tetap kritis dan korektif bila apa

yang disampaikan klien perlu diluruskan. Tujuan teknik ini ada;ah

memberi rasa aman klien dalam mengungkapkan perasaannya dan

menjaga kestabilan emosi atau psikologi dari pasien.

b. Pertanyaan Terbuka (Broad Opening)

Teknik ini memberikan kesempatan klien untuk mengungkapkan

perasaannya sesuai kehendak pasien tanpa membatasinya.

12

Page 13: BAB I - Copy

c. Mengulang (Restarting)

Mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien. Gunanya untuk

menguatkan ungkapan klien dan member indikasi perawat mengikuti

pembicaraan pasien.

d. Klarifikasi

Klarifikasi dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar

atau pasien berhenti karena malu mengemukakan informasi, informasi

yang diperoleh tidak lengkap atau mengemukakan tentang keluhannya.

e. Refleksi Isi dan Perasaan

Refleksi merupakan reaksi perawat dan pasien selama berlangsung

komunikasi. Refleksi ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu refleksi

isi, bertujuan untuk memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide

yang diekspresikan pasien dengan pengertian perawat, sedangkan

refleksi perasaan, bertujuan untuk memberi respon pada perasaan

pasien terhadap isi pembicaraan agar klien mengetahui dan menerima

perasaannya.

f. Memfokuskan Pembicaraan

Perawat membantu klien untuk berbicara pada topic yang telah dipilih

dan yang penting serta menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan lebih

spesifik, lebih jelas, terarah dan berfokus pada realitas.

13

Page 14: BAB I - Copy

g. Membagi Persepsi

Perawat meminta pendapat klien tentang hal hal yang perawat rasakan

dan pikirkan. Dengan cara ini, perawat dapat meminta umpan balik

atau meminta respon dari pasien untuk memberikan informasi.

h. Identifikasi Tema

Mengidentifikasi latar belakang masalah yang dialami pasien yang

muncul selama percakapan, untuk meningkatkan pengertian dan

mengeksplorasi masalah yang penting.

i. Diam (Silence)

Biasanya dilakukan setelah diberikan pertanyaan. Tujuannya untuk

memberi kesempatan untuk berrpikir dan memotivasi pasien untuk

berbicara.

j. Memberi Informasi (Informing)

Perawat memberikan informasi kepada pasien mengenai hal-hal yang

belum diketahuinya. Teknik ini bertujuan meberi informasi dan fakta

untuk pendidikan kesehatan bagi pasien serta dapat membina

hubungan aling percaya dengan pasien sehingga menambah

pengetahuan pasien yang berguna baginya untuk mengambil tindakan

dan keputusan.

k. Memberi Saran

Perawat memberikan alternative ide untuk pemecahan masalah. Teknik

ini baik digunakan pada waktu yang tepat, sehingga pasien bisa memili

dan mengambil sebuah keputusan.

14

Page 15: BAB I - Copy

5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Terapeutik

Menurut Perry dan Potter (1987, dalam Mundakir, 2006: 47-50),

beberapa faktor yang mempengaruhi jalannnya pengiriman dan

menerimaan pesan (komunikasi) dalam pelayanan keperawatan antara lain:

a. Persepsi

Persepsi adalah cara seseorang menyerap tentang sesuatu yang

di sekelilingnya. Mekanisme penyerapan ini umumnya sangat terkait

dengan fungsi panca indra manusia. Proses penyerapan rangsangan

yang diorganisasikan dan diinterprestasikan dalam otak kemudian

menjadikan persepsi.

b. Nilai

Nilai adalah keyakinan yang dianut seseorang yang sangat

dekat kaitannya denga masalah etika. Komunikasi yang terjadi antara

perawat dan perawat atau kolega lainnya mungkin terfokus pada

bahasan tentang upaya peningkatan dalam memberikan pertolongan

tentang masalah kesehatan sedangkan, komunikasi dengan pasien

hendaknya lebih mengarah pada memberikan support dan dukungan

nasehat dalam rangka mengatasi masalah pasien.

c. Emosi

Emosi adalah subjektif seseorang dalam merasakan situasi

yang terjadi di sekelilingnya. Kekuatan emosi seseorang dipengaruhi

oleh bagaimana kemampuan atau kesanggupan seseorang dalam

15

Page 16: BAB I - Copy

berhungan dengan orang lain. Kemampuan professional seseorang

dapat diketahui dari emosinya dan menjadi ukuran awal seseorang

dalam merasakan, bersikap dan menjalankan hubungan dengan klien.

d. Latar Belakang Sosial Budaya

Faktor ini memang sedikit berpengaruh namun paling tidak

dapat dijadikan pegangan bagi perawat dalam bertutur kata, bersikap

dan melangkah dalam berkomunikasi dengan klien.

e. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan produk atau hasil dari perkembangan

pendidikan. Perawat diharapkan dapat berkomunikasi dari berbagai

tingkat pengetahuan yang dimiliki pasien. Dengan demikian perawat

dituntut mempunyai pengetahuan yang cukup tentang pertumbuhan

dan perkembangan klien.

f. Peran dan Hubungan

Dalam berkomunikasi akan sanagt baik bila mengenal denagn

siapa dia berkomunikasi. Kemajuan hubungan perawat dan klien

adalah hubungan tersebut saling menguntungkan dalam menjalin ide

dan perasaannya. Komunikasi efektif bila bila partisipan mempunyai

efek dan dampak positif dalam menjalin hubungan sesuai dengan

perannya masing-masing.

g. Kondisi Lingkungan

16

Page 17: BAB I - Copy

Komunikasi berkaitan dengan lingkungan sosial tempat

komunikasi berlangsung. Lingkungan yang kacau akan merusak pesan

yang dikirim oleh kedua pihak. Seorang perawat mempunyai

wewenang untuk mengontrol kondisi lingkungan ketika klien datang.

Perawat harus dengan tenang dan jelas memberikan informasi kepada

klien atau keluargannya.

6. Tahapan Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik yang terjadi antara dan klien harus melalui

tahapan yang terjadi dari empat fase yaitu, fase preinteraksi, fase

perkenalan atau orientasi, fase kerja dan fase terminasi (Nurhasanah, 2009:

143). Dalam setiap fase terdapat tugas atau kegiatan perawat yang harus

terselesaikan.

a. Fase Preinteraksi

Tahap ini adalah masa persiapan sebelum dimulai berhubungan

dengan klien. Tugas perawat pada fase ini yaitu :

1) Mengeksplorasi perasaan, mendefinisikan harapan dan

mengidentifikasi kecemasannya.

2) Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri ia

akan terlatih untuk memaksimalkan dirinya agar bernilai terapeutik

bagi klien, jika merasa tidak siap maka perlu belajar kembali,

diskusi teman kelompok.

17

Page 18: BAB I - Copy

3) Mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam pembuatan

rencana interaksi.

4) Membuat rencana pertemuan kembali secara tertulis, yang akan

diimplementasikan saat bertemu dengan klien.

b. Fase Orientasi

Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali dengan klien.

Pada saat pertama kali bertemu dengan klien fase ini digunakan

perawat untuk berkenalan dengan klien dan merupakan langkah awal

dalam membina hubungan saling percaya. Tugas utama perawat pada

tahap ini adalah memberikan situasi lingkungan yang peka dan

menujukkan penerimaan, serta membantu klien dalam

mengekspresikan perasaan dan pikiran. Tugas-tugas perawat pada

tahap ini yaitu:

1) Membina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap

penerimaan dan komunikasi terbuka. Untuk membina hubungan

saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, iklas,

menerima pasien apa adanya, menepati janji dan menghargai

pasien.

2) Merumuskan kontrak bersama pasien. Kontrak penting untuk

menjaga kelangsungan sebuah interkasi. Kontrak yang harus

disetujui bersama dengan klien yaitu, waktu dan topik pertemuan.

18

Page 19: BAB I - Copy

3) Menggali perasaan ddan pikiran serta mengidentifikasi masalh

klien. Untuk mendorong klien mengekspresikan perasaannya,

maka teknik yang digunakan adalah pertanyaan terbuka.

4) Merumuskan tujuan dengan klien. Tujuan dirumuskan setelah

masalah pasien teridentifikasi. Bila tahap ini tidak berhasil decapai

akan menimbulkan ketidak berhasilan padda keseluruhan interaksi.

(Stuart, 1998, dalam Nurhasanah, 2010: 145)

c. Fase Kerja

Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi

terapeutik. Fase kerja merupakan inti dari hubungan perawat dengan

pasien yang berkaitan dengan pelaksanaan rencana asuhan yang telah

detetapkan. Tahap ini perawat bersama pasien mengatasi masalah yang

dihadapi klien. Tugas perawat adalah mengeksplorasi stressor dan

mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan

persepsi, perasaan dan perilaku pasien. Strategi yang dapat dilakukan

oleh perawat menurut Nurhasanah (2009: 147) adalah mengatasi

penolakan perilaku adaptif dengan cara, yaitu:

1) Berhadapan dengan lawan bicara. Dengan posisi ini perawat

menyatakan kesiapannya.

2) Sikap tubuh yang terbuka, kaki dan tangan terbuka (tidak

bersilang). Sikap tubuh teerbuka menunjukkan bahwa perawat

beersedia untuk mendukung terciptanya komunikasi.

19

Page 20: BAB I - Copy

3) Menunduk atau memposisikan tubuh ke arah atau lebih dekat

dengan lawan bicara. Hal ini menunjukkan bahwa perawat siap

untuk merespon dalam komunikasi (berbicara-mendengar).

4) Pertahankan kontak mata, sejajar dan natural. Dengan posisi mata

sejajar perawat menunjukkan kesediannya untuk mempertahankan

komunikasi.

5) Bersikap tenang. Akan lebih terlihat tidak terburu-buru saat

berbicara dan menggunakan gerakan atau bahasa tubuh yang

natural.

d. Fase Terminasi

Fase ini merupakan fase yang paling sulit dan penting, karena

hubungan saling percaya sudah terbina dan berada pada tingkat

optimal. Perawat dan pasien keduanya merasa kehilangan. Terminasi

dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu

atau saat pasien akan pulang. Perawaat dan pasien bersama-sama

meninjau kembali proses keperawatan yang telah dilalui dan

pencapaian tujuan. Untuk melalui fase ini dengan suskes dan bernilai

terapeutik, perawat menggunakan konsep kehilangan. Terminasi

merupakan akhir dari pertemuan perawat, yang dibagi dua yaitu:

1) Terminasi sementara, berarti masih ada pertemuan lajutan.

2) Terminasi akhir, terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses

keperawatan secara menyeluruh.

20

Page 21: BAB I - Copy

Tugas perawat pada fase ini yaitu:

1) Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakuakan,

evaluasi ini disebut evaluasi objektif. Brammer & McDonald

(1996) menyatakan bahwa meminta klien menyimpulkan tentang

apa yang telah didiskusikan atau respon objektif setelah tindakan

dilakukan sangat berguna pada tahap terminiasi.

2) Melakukan evaluasi subjektif, dilakukan dengan menyatakan

perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat.

3) Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan,

tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang

baru dilakukan atau akan dilakukan pertemuan berikutnya. Tindak

lanjut dievaluasi dalam tahap orientasi pada pertemuan berikutnya

(Suryani, 2005 dalam Nurhasanah, 2009: 148-150).

B. Perawat

Perawat atau nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata nutrix yang

berarti merawat atau memelihara. Menurut Harlley (1997) menjelaskan

pengertian dasar seorang perawat yaitu seseorang yang berperan dalam

merawat atau memelihara, membantu dan melinddungi seseorang karena sakit,

injury dan proses penuaan. Perawat professional adalah perawat yang

bertanggung jawab dan berwewenang memberikan pelayanan keperawatan

secara mandiri atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan

kewenangannya (Depkes RI, 2002)

21

Page 22: BAB I - Copy

Definisi perawat menurut UU RI. No. 23 tahun 1992 tentang

kesehatan, perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan

kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki

dan diperoleh melalui pendidikan keperawatan.

Definisi perawat menurut ICN (Internasional Council of Nursing)

tahun 1965, perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan

keperawatan yang memenuhi syarat serta berwenang ddi negeri bersangkutan

untuk memberikan pelayanan keperawatan yang bertanggung jawab untuk

meningkatkan kesehatan, pencegahan penyakit serta pelayanan terhadap

pasien.

Tyalor C Lilis C Lemone (1989) mendefinisikan perawat adalah

seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dengan

melindungi seseorang karrena sakit, luka dan proses penuaan (Ali.Z, 2000)

V. Handerson (1980) mendefinisikan perawat mempunyai fungsi yang

unik yaitu, membantu individu baik yang sehat maupun yang sakit, dari lahir

hingga meninggal agar dapat melaksanakan aktivitas sehari-hari secara

manddiri, deengabn menggunakan kekuatan, kemauan atau pengetahuan yang

dimiliki. Perawat berupaya menciptakan hubungan yang baik dengan pasien

atau klien untuk penyembuhan dan meningkatkan kemandiriannya. Apabila

kemandirian tidak berhasil diciptakan maka perawat menbantu mengatasi

hambatan. Apabila penyakit tidak dapat disembuhkan dan akhirnya meninggal

22

Page 23: BAB I - Copy

dunia, maka perawat berusaha untuk agar pasien dapat meninggal dengan

tenang (Ali.Z, 2000)

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan baha perawat

adalah seseorang yang teelah menyelesaikan pendidikan dan mempunyai

kemampuan dan kewajiban dalam merawat dan menolong orang yang sakit

atau klien sesuai dengan bidangnya.

C. Pelayanan

Sesungguhnya yang menjadi produk dari organisasi pemerintahaan

adalah pelayanan masyarakat (public service). Pelayanan tersebut diberikan

untuk memenuhi hak masyarakat, baik it merupakan layanan sipil maupun

layanan publik artinya, kegiatan pelayanan pada dasarnya menyangkut

pemenuhan suatu hak. Ia melekat pada setiap orang, baik secara pribadi

maupun berkelompok atau organisasi dan dilakukan secara universal.

Menurut Moenir (2002:27) pelayanan adalah serangkaian kegiatan,

karena itu pelayanan juga merupakann sebuah proses, pelayanan berjalan

secar rutin dan berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan dalam

masyarakat.

Menurut Pasolong (2007:128) berpendapat “pelayanan pada dasarnya

dapat didefinisikan sebagai aktivitas seseorang,sekelompok atau organisasi

baik langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan”.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (1993), mengemukakan

bahwa pelayanan adalah segala bentuk kegiatan pelayanan dalam bentuk

23

Page 24: BAB I - Copy

barang ataupun jasa dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No

63/KEP/M.PAN7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan

Publik, yg disebut pelayanan publik adalah “segala kegiatan pelayanan yang

dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan

kebutuhan penerima layanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan

perundang-Undangan”.

Pelayanan kesehatan merupakan suatu bentuk upaya kesehatan

sebgaimana dlm UU No.23 thn 1992 Pasal 1 yaitu setiap kegiatan untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan

masyarakat. Upaya kesehatan yang dimaksud adalah merata dan terjangkau

oleh masyarakat diseluruh wilayah temasuk fakir miskin dan orang terlantar.

Menurut Azwar (2001) pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang

diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalamn suatu organisasi

untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan

menyembuhkan penyakit serta memulihkan perseorangan, keluarga kelompok

dan masyarakat.

Menurut Azwar (2001) standart pelayanan kesehatan adalah spesifikasi

dari fungsi dan tujuan yang harus dipenuhi oleh penyedia layanan kesehatan

agar pemakai jasa pelayanan dapat memperoleh keuntungan maksimal dari

pelayanan yg diselenggarakan. Adapun standar pelayanan yg diberlakukan

adalah sebagai berikut :

24

Page 25: BAB I - Copy

1. Standart persyaratan minimal

Standart persyaratan minimal adalah keadaan minimal yang harus

dipenuhi untuk dapat menjamin terselenggaranya pelayanan medis yang

bermutu yang terdiri dari :

a. Standart masukan

1) Tenaga pelaksana baik kualitas maupun kuantitas

2) Sarana, jenis, jumlah, spesifikasi sarana yg tersedia baik medis

maupun non medis

3) Dana, jumlah dan alokasi penggunaan

b. Standart lingkungan

1) Garis besar kebijakan yg dipakai sebagai pedoman oleh sarana

pelayanan dalam menyelenggarakan kegiatannya.

2) Struktur dan pola organisasi yg diterapkan oleh sarana pelayanan.

3) Sistem manajemen yg dianut oleh sarana pelayanan

c. Standart prosess (stadart tindakan)

d. Tindakan medis (medical procedure) yg diselenggarakan oleh sarana

pelayanan

e. Tindakan non medis

2. Standar penampilan minimal

Standar penampilan minimal adalah menunjuk pada penampilan pelayanan

medis yg masih dpt diterima. Standar ini menunjuk pada unsur keluaran

(standar of output) atau standart penampilan yang terdiri dari :

a. Penampilan aspek medis yatu kepuasan pasien terhadap pelayanan

medis.

b. Penampilan aspek non medis.

25

Page 26: BAB I - Copy

D. Kepuasan

Prinsip utama perbaikan dan kinerja pelayanan kesehatan adalah

kepedulian terhadap pasien. Pasien menjadi fokus pelayanan tidak hanya

menginginkan kesembuhan ddari sakit yang diderita yang merupakan outcome

pelayanan, tetapi juga merasakan dan menilai bagaimana pasien diperlakukan

dalam proses pelayanan yang dapat memuaskan mereka. Kepuasan terjadi

apabila pasien puas setelah membandingkan kinerja penawaran berhubungan

dengan harapan konsumen.

Kepuasan menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah puas; merasa

senang; perihal (hal yang bersifat puas, kesenangan dan sebagainya).

Kepuasan dapat diartikan sebagai perasaan puas senang dan kelegaan

seseorang dikarenakan mengkomsumsi suatu produk atau jasa untuk

mendapatkan pelayanan suatu jasa.

Kepuasan adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai

akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperbolehkan setelah pasien

membandingkannya dengan apa yang diharapkan (Pohan, 2007: 156)

Kepuasan merupakan respon pelanggan terhadap depenuhinya

kebutuhan ddan harapan. Hal tersebut merupakan penilaian pelanggan

terhadap produk dan pelayanan, yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan

dan harapan, termasuk di dalamnya tingkat pemenuhan yang kurang atau

tingkat pemenuhan yang melebihi kebutuhan dan harapan (Oliver, 1997 dalam

Koentjoro, 2007)

26

Page 27: BAB I - Copy

Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul

setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja atau

hasil suatu produk dan harapan-harapannya (Kotler, 2004: 42 dalam

Nursalam, 2007)

Kepuasan pasien berhubungan dengan mutu pelayanan rumah sakit.

Dengan mengetahui tingkat kepuasan pasien, manajemen rumah sakit dapat

melakukan peningkatan mutu pelayanan (Depkes RI, 2005: 31 dalam

Nursalam, 2007).

Tingkat kepuasan adalah sesuatu fungsi dari perbedaan antara

penampilan yang dirasakan dan harapan. Kepuasan pelangan rumah sakit atau

organisasi pelayanan kesehatan lain atau kepuasan pasien dipengaruhi banyak

faktor, antara lain yang berhubungan dengan :

1. Pendekatan dan perilaku petugas, perasaan pasien terutama saat

pertama kali datang

2. Mutu informasi yang diterima, seperti apa yang dikerjakan, apa yang

dapat diharapkan

3. Prosedur perjanjian.

4. Waktu tunggu.

5. Fasilitas umum yang tersedia.

6. Fasilitas perhotelan untuk pasien seperti mutu makanan, privacy dan

pengaturan kunjungan.

7. Out come terapi dan perawatan yang diterima.

(Djoko, 2000)

27

Page 28: BAB I - Copy

Menurut Yazid (2004: 286 dalam Nursalam, 2007), ada enam faktor

yang menyebabkan timbulnya rasa tidak puas pelanggan terhadap suatau

produk, yaitu :

1. Tidak sesuai harapan dan kenyataan.

2. Layanan selama proses menikmati jasa tidak memuaskan.

3. Perilaku personel kurang memuaskan.

4. Suasana dan kondisi fisik lingkungan yang tidak menunjang.

5. Cost terlalu tinggi, jarak terlalu jauh, banyak waktu terbuang dan harga

tidak sesuai.

6. Promosi atau iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan.

Menurut Muninjaya (2011: 23-24) Sebagai bagaian dari system

pelayanan publik, pelayanan kesehatan di suatu kabupaten atau kota harus

memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Availablity

Pelanyanan kesehatan harus tersedia untuk melayani seluruh masyarakat di

suatu wilayah

2. Appropriateness

Pelayanan kesehatan harus sesuai dengan mayarakat di suatu wilayah.

Kebutuhan masyarakat diukur dari pola penyakit yang berkembang di

wilayah tersebut dan tidak melebihi kebutuhan dan daya jangkau

masyarakat.

28

Page 29: BAB I - Copy

3. Contuinity-Sastainability

Pelayanan kesehatan di suatu daerah harus berlangsung untuk jangka lama

dan dilaksanakan secara berkesinambungan.

4. Accetability

Pelayanan kesehatan harus diterima oleh masyarakat dan memperhatikan

aspek sosial, budaya dan ekonomi masyarakat.

5. Affordable

Biaya atau tarif pelayanan kesehatan harus terjangkau oleh masyarakat

umum.

6. Efficient

Pelayanan kesehatan harus dikelola (manajemen) secara efisien.

7. Quality

Pelayanan kesehatan yang diakses masyarakat harus terjaga mutunya.

Menurut Leonard L. Barry dan Pasuraman “Marketing servis

competin through quality” Kotler (2000: 40 dalam Nursalam, 2007:329-330)

dan Muninjaya (2011: 10-11) mengidentifikasi lima instrumen kepuasan

pasien karakteristik yang digunakan oleh pelanggan dalam mengevaluasi jasa

pelayanan, antara lain :

1. Tangibles (Kenyataan)

Mutu jasa pelayanan juga dapat dirasakan secara langsung oleh

para penggunanya dengan menyediakan fasilitas fisik dan perlengkapan

yang memadai yang meliputi :

29

Page 30: BAB I - Copy

a. Perawat memberi informasi tentang administrasi yang berlaku bagi

pasien rawat inap di RS.

b. Perawat selalu menjaga kebersihan dan kerapihan ruangan yang anda

tempati.

c. Perawat menjaga kebersihan dan kesiapan alat-alat kesehatan yang

digunakan.

d. Perawat menjaga kebersihan dan kelengkapan fasilitas kamar mandi

dan toilet.

e. Perawat selalu menjaga kerapihan dan penampilannya.

2. Reliability (Keandalan)

Kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan tepat

waktu dan akurat sesuai dengan yang ditawarkan yang meliputi :

a. Perawat mampu menangani masalah perawwatn dengan tepat dan

profesional.

b. Perawat memberikan informasi tentang fasilitas yang tersedia, cara

penggunaannya dan tata tertib yang berlaku di RS.

c. Perawat memberitahu dengan jelas tentang hal-hal yang harus dipatuhi

dalam perawatan.

d. Perawat memberitahu dengan jelas tentang hal-hal yang dilarang

dalam perawatan.

e. Ketepatan waktu perawat tiba diruangan ketika dibutuhkan.

30

Page 31: BAB I - Copy

3. Responsiveness (Cepat Tanggap)

Dimensi ini dimasukkan ke dalam kemampuan petugas kesehatan

menolong pelanggan dan kesiapannya melayani sesuai prosedur dan bias

memenuhi harapan pelanggan yang meliputi:

a. Perawat bersedia menawarkan bantuan ketika mengalami kesulitan

walau tanpa diminta.

b. Perawat segera menangani ketika sampai diruangan rawat inap

c. Perawat menyediakan waktu khusus untuk membantu anda berjalan,

BAB, BAK, ganti posisi tidur dan lain-lain.

d. Perawat membantu untuk memperoleh obat.

e. Perawat membantu untuk pelaksanaan foto dan laboratorium di RS.

4. Assurance (Jaminan)

Kriteria ini berhubungan dengan pengetahuan, kesopanan dan sifat

petugas yang dapat dipercaya oleh pasien. Pemenuhan terhadap criteria

pelayanan ini mengakibatkan pengguna jasa merasa terbebas dari resiko

yang meliputi :

a. Perawat memberi perhatian terhadap keluhan yang dirasakan pasien.

b. Perawat dapat menjawab pertanyaan tentang tindakan perawatan yang

diberikan kepadda pasien.

c. Perawat jujur dalam memberikan informasi tentang keadaan pasien.

d. Perawat teliti dan termpil dalam melaksananakan tinddakan

keperawatan kepada pasien.

31

Page 32: BAB I - Copy

5. Empathy (Empati)

Kriteria ini terkait dengan rasa kerpedulian dan perhatian kepada

setiap pasien, memahami kebutuhan pasien dan memberikan kemudahan

untuk dihubungi setiap saat jika pasien ingin memperoleh bantuan yang

meliputi:

a. Perawat memberikan informasi kepada pasien tentang segala tindakan

perawatan yang akan dilaksanakan

b. Perawat mudah ditemui dan dihubungi bila dibutuhkan.

c. Perawat sering menengok dan memeriksa keadaan pasien seperti

mengukur tensi, suhu, nadi, pernafasan dan cairan infus.

d. Pelayanan yang diberikan perawat tidak memandang pangkat atau

status berdasarkan kondisi pasien.

e. Perawat memperhatikan dan memberikan dukungan moril atau

psikologis terhadap keadaan pasien.

E. Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kepuasan

Pasien.

Menurut jurnal Husna,dkk di Rumah Sakit Siti Khodijah pada

tahun 2009 mendapatkan hasil bahwa Kepuasan pasien sangat berkaitan erat

dengan kemampuan komunikasi atau komunikasi terapeutik yang diterapkan

perawat dalam berhubungan dengan pasien.

Kepuasan ini pula akan berdampak pada kualitas pelayanan

keperawatan khususnya dan Kualitas pelayanan rumah sakit umumnya

maupun pengakuan terhadap kemampuan profesional perawat didalam

32

Page 33: BAB I - Copy

mengatasi permasalahan pasien. Selain itu kepuasan ini pula akan berdampak

pada penggunaan yang berulang fasilitas rumah sakit tersebut atau akan

menjadi pilihan utama pasien untuk meminta bantuan medis. Peningkatan

kepercayaan pasien terhadap pelayanan rumah sakit memiliki dampak yang

sangat besar terhadap perkembangan rumah sakit tersebut baik secara

kualitatif maupun kuantitataif.

Hal ini sesuai dengan pendapat Moison, Walter dan White dalam

Haryanti,2000, yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi

kepuasan pasien adalah faktor komunikasi yaitu tata cara komunikasi yang

diberikan pihak penyedia jasa dan bagaimana keluhan – keluhan pasien

dengan cepat diterima dan ditangani oleh penyedia jasa terutama perawat

dalam memberikan bantuan terhadap keluhan pasien, memberikan penjelasan

yang tepat dan akurat sesuai kebutuhan klien/pasien. Ini juga sesuai dengan

pendapat Griffith ( 1987 ) yang menyatakan salah satu aspek yang

mempengaruhi perasaan puas seseorang adalah sikap dan pendekatan staf

kepada pasien yaitu sikap dan kemampuan staf dalam memberikan informasi

kepada pasien ketika pertama kali datang ke rumah sakit.

Menurut Purwanto (1998) menyatakan bahwa pengobatan melalui

komunikasi yang disebutnya komunikasi terapeutik sangatlah penting dan

berguna bagi pasien sebab dengan komunikasi yang baik dapat memberikan

pengertian bahwa persoalan yang dihadapi pasien pada tahap perawatan dapat

diatasi oleh perawat. Kemampuan mengatasi persoalan yang dihadapi oleh

pasien ini akan berdampak pada kepuasan pasien.

33

Page 34: BAB I - Copy

Komunikasi yang efektif dan bersahabat tanpa mengesampingkan

kekurangan yang ada pada pasien akan meningkatkan hubungan yang lebih

harmonis dan saling percaya antar pemberi jasa (perawat) dan penerima jasa

(pasien) yang akan berdampak pada perasaan puas baik bagi perawat ataupun

bagi pasien.

34

Page 35: BAB I - Copy

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Keterangan :Variabel yang tidak diteliti

Variabel yang diteliti

Gambar 3.1 Kerangka konsep hubungan komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien

35

Faktor faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeautik :

1. Persepsi2. Nilai3. Emosi 4. Latar Belakang Sosial

Budaya 5. Pengetahuan 6. Kondisi Lingkungan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien :

1. Pendekatan dan prilaku pertugas

2. Mutu informasi yang diterima

3. Prosedur perjanjian 4. Waktu tunggu 5. Fasilitas umum yang

tersedia 6. Fasilitas perhotelan untuk

pasien 7. Outcometerapi dan

perawatan yang diterima

1. Baik

2. Cukup

3. Kurang

Tingkat kepuasan

Komunikasi terapeutik

1. Baik

2. Cukup

3. Kurang

Hubungan komunikasi terapeutik perawat terhadap

kepuasan pasien

Page 36: BAB I - Copy

B. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Variabel adalah: suatu ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota

suatu kelompok (orang, benda, situasi) yang berbeda dengan yang dimiliki

oleh kelompok tersebut (Raffi 1985 dalam Nursalam, 2011: 97). Variabel

dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Variabel bebas adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lain

(Nursalam, 2011: 97). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas

yaitu "Komunikasi Terapeutik".

b. Variabel terikat adalah variabel yang ditentukan oleh variabel lain

(Nursalam, 2011: 98). Variabel terikat dari penelitian ini adalah

"Kepuasan Pasien"

36

Page 37: BAB I - Copy

2. Definisi operasional

Definisi operasional dari variabel dala penelitian ini dapat dilihat

dalam tabel berikut:

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Parameter Alat

Ukur

Kategori Skor Skala

1 Variabel

bebas.

Penera-

pan

komuni-

kasi

terapeu-

tik oleh

perawat

Komuni-

kasi

terapeu-

tik adalah

komuni-

kasi

terencana-

kan yang

terjadi

antara

perawat dan

klien secara

langsung

atau tatap

muka

dengan

tujuan untuk

menyelesai-

kan dan

membantu

proses

penyembu-

han klien.

1. Persepsi

2. Emosi

3. Latar

belakang

sosial

budaya

4. Pengeta-

huan

5. Kondisi

lingku-

ngan

Kuisioner 5= Selalu

4= Sering

3=Kandang

-kadang.

2= Jarang.

1= Tidak

pernah

1.Nilai

baik, jika

nilai aku-

mulasi

>75%

2.Cukup

jika nilai

akumu-

lasi 60%-

75%

3.kurangi

ka nilai

akumu-

lasi

<60%

Ordinal

37

Page 38: BAB I - Copy

No Variabel Definisi Parameter Alat

Ukur

Kategori Skor Skala

2 Variabel

terikat.

Tingkat

kepuas-

an

pasien

Tingkat

kepuasan

adalah suatu

fungsi dari

perbedaan

antara

penampilan

yang

dirasakan

dan

diharapkan

1. Pendeka-

tan dan

perilaku

petugas

2. mutu

informasi

yang

diterima.

3. P rosedur

perjanjian

.

4. Waktu

tunggu

5. Fasilitas

umum

yang

tersedia.

6. Fasilitas

perhotel-

an untuk

pasien

7. Outcome

terapi

perawat-

an yang

diterima

Kuisioner 5= Sangat

puas

4= puas

3= Netral

2= Tidak

puas

1= Sangat

Tidak

puas

1.Nilai

baik, jika

nilai

akumu-

lasi

>75%

2.Cukup

jika nilai

akumu-

lasi 60%-

75%

3.kurang

jika nilai

akumu-

lasi

<60%

Ordinal

38

Page 39: BAB I - Copy

C. Hipotesis

Hipotesis yaitu jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan

penelitian. Hipotesis pada penelitian ini yaitu ada hubungan antara komunikasi

terapeutik perawat terhadap tingkat kepuasan pasien di Ruang Anggrek RSUD.

Badung.

39

Page 40: BAB I - Copy

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang disusun

sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap

pertanyaan penelitian. (Setiadi, 2007 : 127). Jenis penelitian ini adaiah

analitik korelasi dengan metode pendekatan cross sectional, yaitu penelitian

yang dilakukan pada satu waktu dan satu kali untuk mencari hubungan antara

variabel independen (faktor resiko) dengan variabel dependen (efek), dimana

pada penelitian ini yang bertujuan untuk menganalisis sejauh mana hubungan

komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien di ruangan Anggrek

RSUD Badung.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian ini dilaksanankan di Ruang Anggrek RSUD.

Badung. Sedangkan waktu penelitian dilakukan dari tanggal tanggal…..?????

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti

yang dapat berupa orang, benda, gejala, atau wilayah yang ingin diketahui

oleh peneliti (Notoatmojo, 1993, dalam Setiadi, 2007 : 175).

40

Page 41: BAB I - Copy

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang sedang menjalani

perawatan di ruang Anggrek RSUD Badung yaitu sebanyak 31 pasien.

2. Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti

dan dianggap mewakili seluruh polulasi. (Notoatmojo, 1993 , dalam Setiadi,

2007 : 177).

a. Tehnik Sampling

Dalam penelitian ini, menggunakan sampel sebanyak 31 pasien

pasien yang sedang menjalani perawatan di Ruang Anggrek RSUD

Badung. Pemilihan sampel dilakukan dengan tehnik nonprobability

sampling, yaitu sampling jenuh. Nonprobability sampling adalah tehnik

yang tidak memberi kesempatan yang sama bagi anggota populasi untuk

dipilih menjadi sampel. Tehnik sampling jenuh merupakan tehnik

penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel

Hal ini dilakukan jika jumlah papulasi relatif kecil (Setiadi,2007 : 183).

b. Kriteria sampel

1) Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari

suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti. (Nursalam,

2011 : 92). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

41

Page 42: BAB I - Copy

a) Semua pasien/klien yang dirawat di Ruang Anggrek RSUD

Badung.

b) Lama perawatan satu sampai 10 hari.

c) Pasien bersedia menjadi responden dan telah menandatangani

inform consent.

d) Semua pasien di Ruang Anggrek RSUD Badung

bisa baca dan tulis.

2) Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek

yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab.

(Nursalam, 2011 : 92). Dalam penelitian ini, kriteria eksklusi dari

sampel, meliputi:

a) Pasien yang mengalami gangguan kesadaran.

b) Pasien yang mengalami gangguan orientasi realita.

c) Semua pasien di Ruang Anggrek RSUD. Badung yang tidak bisa

baca dan tulis.

D. Alat dan Tehnik Pengumpulan Data

1. Alat Pengumpulan Data

Alat yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian ini

menggunakan kuesioner dengan skala Likert. Kuesioner merupakan teknik

pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel

yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden.

42

Page 43: BAB I - Copy

Sebelum dilakukan penelitian, alat ukur (kuesioner) akan diuji Validitas

dan Reabilitas.

a. Uji validitas

Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan instrumen

yang mampu mengukur apa-apa yang seharusnya diukur menurut

situasi dan kondisi tertentu (Suyanto, 2011: 55). Pengukuran validitas

instrumen pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan SPSS for

Windows. Untuk menilai validitas masing-masing butir pertanyaan

dapat dilihat dari nilai Corrected Item-Total Correlation. Suatu butir

pertanyaan dinyatakan valid jika nilai rhitung > rtabel pertanyaan

dinyatakan valid.

b. Uji reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui suatu alat ukur telah

memiliki konsistensi baik, dapat digunakan berkali-kali dan hasilnya

tidak berubah (Suyanto, 2011 : 56). Pengukuran reliabilitas instrumen

pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan SPSS for Windows.

Untuk menilai reliabilitas masing-masing butir pertanyaan dapat dilihat

dari nilai Cronbach Alpha, Suatu butir pertanyaan dinyatakan

reliabilitas jika nilai Cronbach Alpha minimal 0,7.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dengan pengumpulan data primer yaitu

dengan memberikan kuesioner yang berisi sederetan pertanyaan secara

lengkap dan terperinci kepada responden.

43

Page 44: BAB I - Copy

a. Untuk teknik pengumpulan data komunikasai terapeutik

Pengumpulan data dilakukan dengan memberi kuesioner

terstruktur dengan skala Likert yang terdiri dari selalu, sering, kadang-

kadang, jarang dan tidak pernah. Kuesioner ini terdiri dari 20

pertanyaan.

b. Untuk teknik pengumpulan data kepuasan pasien

Pengumpulan data dilakukan dengan memberi kuesioner

terstruktur dengan skala Likert yang terdiri dari sangat puas, puas,

netral, kurang puas dan sangat tidak puas. Kuesioner ini terdiri dari 20

pertanyaan.

Sebelum diberikan kuesioner, calon responden diberikan

penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian dan menjelaskan

tentang cara pengisian kuesioner. Selanjutnya peneliti menyerahkan

surat permohonan pada setiap calon responden. (lembar permohonan

menjadi responden terlampir). Responden baru bisa mengisi kuesioner

jika responden sudah menandatangani surat pernyataan menjadi

responden atau inform consent (lembar pernyataan menjadi responden

terlampir) yang dibagikan oleh peneliti kepada calon responden.

E. Teknik Pengolahan Dan Analisa Data

1. Tehnik Pengolahan Data

Dalam melakukan analisis, data terlebih dahulu harus diolah dengan

tujuan mengubah data menjadi informasi. Dalam statistik, informasi yang

diperoleh dipergunakan untuk proses pengambilan keputusan terutama

44

Page 45: BAB I - Copy

dalam pengujian hipotesis. Dalam proses pengolahan data terdapat langkah-

langkah yang harus di tempuh, antara lain sebagai berikut.

a. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan. Tujuannya adalah mengurangi kesalahan

atau kekurangan yang ada di daftar pertanyaan.

b. Coding

Coding adalah kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data

yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting

apabila pengolahan dan analisis data menggunakan komputer.

c. Scoring

Scoring adalah memberikan penilaian terhadap item-item yang perlu

diberikan penilaian.

d. Tabulating

Tabulating adalah kegiatan membuat tabel. Jawaban yang telah diberi

kode kemudian dimasukkan ke dalam tabel. Langkah terakhir adalah

analisa data. Data dimasukkan ke dalam komputer dan dianalisa secara

statistik.

2. Tehnik Analisa Data

a. Analisa Untuk Data Komunikasi Terapeutik Perawat

Dari data variabel komunikasi terapeutik perawat diberi skor dan

penilaian, dimana dengan pilihan Jawaban berupa selalu dengan skor 5,

sering dengan skor 4, kadang-kadang dengan skor 3, jarang dengan skor

45

Page 46: BAB I - Copy

2, tidak pemah dengan skor l.hasil Jawaban responden yang telah diberi

bobot tersebut dijumlahkan dan dibandingkan dengan skor tertinggi

kemudian dikalikan dengan 100%.

Rumus yang digunakan :

P =

fn

x 100 %

Dimana: P = Nilai

f = Skor yang diperoleh

n = Skor maksimal

Hasil prosentase yang diperoleh selanjutnya ditafsirkan dengan

skala kualitatif yaitu :

Baik : Bila didapat hasil >75%.

Cukup : Bila didapat hasil 60%-75%.

Kurang : Bila didapat hasil <60%

b. Analisa Untuk Data Tingkat Kepuasan pasien

Untuk menjawab perumusan masalah mengenai sampai sejauh mana

tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan maka

digunakan metode analisa data ini.

Skala yang digunakan adalah sekala 5 tingkat (Likert) yang terdiri

dari sangat penting, penting, cukup penting, kurang penting dan tidak

penting.

Kelima penilaian tersebut dberikan bobot sebagai berikut ini:

46

Page 47: BAB I - Copy

a. Jawaban sangat puas diberi bobot 5.

b. Jawaban puas diberi bobot 4.

c. Jawaban netral diberi bobot 3.

d. Jawaban tidak puas diberi bobot 2.

e. Jawaban sangat tidak puas diberi bobot 1.

Hasil jawaban responden yang telah diberi bobot tersebut

dijumlahkan dan dibandingkan dengan skor tertinggi kemudian dikalikan

dengan 100%.

Rumus yang digunakan yaitu sebagai berikut

P =

fn

x 100 %

Dimana : P = Nilai

f = Skor yang diperoleh

n = Skor maksimal

Menurut Setiadi, 2007: 80 Hasil prosentase yang diperoleh

selanjutnya ditafsirkan dengan skala kualitatif yaitu :

Baik : Bila didapat hasil >75%.

Cukup : Bila didapat hasil 60%-75%.

Kurang : Bila didapat hasil <60%

c. Analisa data untuk mencari hubungan komunikasi terapeutik perawat

terhadap kepuasan pasien

47

Page 48: BAB I - Copy

Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu menjelaskan bagaimana

hubungan antara komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien

di Ruang Anggrek RSUD. Badung maka untuk mendapatkan korelasi

antara kedua variabel tersebut digunakan teknik Korelasi Tata Jenjang

(Spearman Rho) menggunakan computer program SPSS 11.5 for

Windows dengan level signifikansi α = 0,05. Untuk mengetahui derajat

hubungan atau kekuatan variabel diukur dengan "Koefisien Korelasi (r).

Menurut Nugroho, 2005 dalam Trisna (2011 : 44) mengatakan

bahwa koefisien korelasi memiliki nilai antara -1 hingga +1. Sifat nilai

koefisien korelasi adalah plus (+) atau minus (-). Hal ini menunjukkan

arah korelasi. Makna sifat korelasi: korelasi positif (+) berarti jika

variabel X1 mengalami kenaikan maka variabel X2 juga akan mengalami

kenaikan atau jika variabel X1 mengalami kenaikan maka variabel Xi juga

akan mengalami kenaikan dan korelasi negatif (-) berarti jika variabel X1

mengalami kenaikan maka variabel X2 akan mengalami penurunan atau

jika varibel X1 mengalami kenaikan maka variabel X1 akan mengalami

penurunan.

Sifat korelasi akan menentukan arah dari korelasi. Keeratan

korelasi dikelompokkan sebagai berikut:

a. 0,00 sampai dengan 0,20 berarti korelasi memiliki keeratan sangat

lemah

b. 0,21 sampai dengan 0,40 berarti korelasi memiliki keeratan lemah

c. 0,41 sampai dengan 0,70 berarti korelasi memiliki keeratan kuat

48

Page 49: BAB I - Copy

d. 0,71 sampai dengan 0,90 berarti korelasi memiliki keeratan sangat

kuat

e. 0,91 sampai dengan 0,99 artinya korelasi memiliki keeratan sangat

kuat sekali

f. 1 berarti korelasi sempurna

Pedoman yang digunakan untuk menerima atau menolak hipotesis

nol (Ho) yang diusulakan :

a. Ho diterima jika r-hitung < r-tabel, atau nilai p-value pada kolom

sig. (2-tailed) > level of significant (α).

b. Ho ditolak jika r-hitung > r-tabel, atau nilai p-value pada kolom sig. (2-

tailed) < level of significant (α yang dicari).

Sedangkan pedoman yang digunakan untuk menerima atau

menolak hipotesis alternative (Ha) yang diusulakan, yaitu:

a. Ha diterima jika r-hitung > r-tabel, atau nilai p-value pada kolom

sig. (2-tailed) < level of significant (α).

b. Ha ditolak jika r-hitung < r-tabel, atau nilai p-value pada kolom sig. (2-

tailed) > level ofsignificant (α).

(Nugroho,2005 dalam Dewi 201 1 : 45)

F. Etika Penelitian

Penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia. Oleh

sebab itu, etika penelitian harus diperhatikan. Sebelum mengadakan proposal

penelitian, peneliti mengajukan izin untuk melakukan studi pendahuluan dan

pengumpulan data awal yang ditandatangani Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

49

Page 50: BAB I - Copy

Kesehatan (STIKES) Bali yang kemudian memberikan surat pengantar

penelitian kepada Kepala Kesbanglinmas provinsi Bali, selanjutnya

disampaikan kepada Kesbang Pol dan Linmas Kabupaten Badung, dan

Direktur RSUD. Badung. Selanjutnya tembusan disampaikan kehadapan

kepala bidang Diklat RSUD. Badung dan Ketua YP3LPK Bali di Denpasar.

Masalah etika yang harus diperhatikan menurut Hidayat (2009 : 83) adalah

sebagai berikut:

a. Informed consent

Informed cosent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed

consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan

lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed consent

adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui

dampaknya. Jika subjek bersedia maka mereka harus menandatangani lembar

persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati

hak pasien. Beberapa informasi yang harus ada dalam informed consent

tersebut antara lain: partisipasi pasien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis

data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah

yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi,

dan lain-lain.

b. Anomity (Tanpa Nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan

50

Page 51: BAB I - Copy

atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

menuliskan kode pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada

lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

c. Confidentiality (Kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya

oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil

riset.

51