Copy of Bab II

26
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi seorang wanita, payudara merupakan lambang kewanitaannya sehingga pembedahan payudara menjadi perampasan intisari dan asas kehidupannya yang tidak dapat ditutupi secara kosmetik saja. 1 Karsinoma payudara pada wanita menduduki tempat nomor dua setelah karsinoma serviks uterus. Di Amerika Serikat, karsinoma payudara merupakan 28% kanker pada wanita kulit putih dan 25% pada wanita kulit hitam. 1 Kurva insidens-usia bergerak naik terus sejak usia 30 tahun. Kanker ini jarang sekali ditemukan pada wanita usia dibawah 20 tahun. Angka tertinggi terdapat pada usia 45-66 tahun. Insidens karsinoma mammae ini pada laki-laki hanya 1% dari kejadian pada perempuan. 1 1.2 Ilustrasi Kasus Pasien bernama Ramalia berusia 50 tahun, masuk RSUD Raden Mattaher untuk melakukan operasi pembedahan payudara. Sebelumnya sekitar 2 bulan yang lalu pasien datang dengan keluhan adanya benjolan di payudara kanan, benjolan dirasakan sebesar telur 3

description

CANCER MAMMAE

Transcript of Copy of Bab II

Page 1: Copy of Bab II

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bagi seorang wanita, payudara merupakan lambang kewanitaannya

sehingga pembedahan payudara menjadi perampasan intisari dan asas

kehidupannya yang tidak dapat ditutupi secara kosmetik saja.1

Karsinoma payudara pada wanita menduduki tempat nomor dua setelah

karsinoma serviks uterus. Di Amerika Serikat, karsinoma payudara

merupakan 28% kanker pada wanita kulit putih dan 25% pada wanita kulit

hitam.1

Kurva insidens-usia bergerak naik terus sejak usia 30 tahun. Kanker ini

jarang sekali ditemukan pada wanita usia dibawah 20 tahun. Angka tertinggi

terdapat pada usia 45-66 tahun. Insidens karsinoma mammae ini pada laki-

laki hanya 1% dari kejadian pada perempuan.1

1.2 Ilustrasi Kasus

Pasien bernama Ramalia berusia 50 tahun, masuk RSUD Raden

Mattaher untuk melakukan operasi pembedahan payudara. Sebelumnya

sekitar 2 bulan yang lalu pasien datang dengan keluhan adanya benjolan di

payudara kanan, benjolan dirasakan sebesar telur puyuh, immobile (+), keras

dan tidak nyeri. Pada tanggal 12 Maret 2013 telah dilakukan operasi biopsi.

Dari pemeriksaan PA didapatkan hasil yaitu infiltrating duct carcinoma

mammae. Kemudian dokter menyarankan untuk melakukan mastectomy.

Pada saat pemeriksaan pra anestesi didapati pasien ASA 2. Setelah

pemeriksaan, direncanakan akan dilakukan anestesi umum. Operasi

direncanakan pada tanggal 18 April 2013 pagi hari dan akan dilakukan oleh

ahli bedah dr.Riadi Ali, Sp.B (K) Onk dengan ahli anestesi dr.Ade Susanti,

Sp.An.

3

Page 2: Copy of Bab II

BAB II

LAPORAN KASUS

KUNJUNGAN PRA ANESTESI

2.1. Identitas Pasien

Nama : Ny. Ramalia

Umur : 50 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

BB : 68 kg

Gol. Darah : AB

Diagnosis : Ca. mammae dextra

Tindakan : Mastectomy

Ruangan : 2P

No. MR : 718916

2.2. Hasil Kunjungan Pra Anestesi

2.2.1. Anamnesis

A. Keluhan Utama

Terdapat benjolan di payudara sebelah kanan lebih kurang sejak 2 bulan

yang lalu.

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Teraba benjolan di payudara sebelah kanan sebesar telor puyuh.

Benjolan immobile (+), terasa keras, nyeri (-). Benjolan ini dirasakan sejak

2 bulan yang lalu.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi (-)

Riwayat asma (-)

Riwayat DM (-)

Riwayat batuk lama/TB (-)

4

Page 3: Copy of Bab II

Riwayat operasi

Pasien pernah sebelumnya pernah melakukan operasi bedah PA

pada tanggal 11 Maret 2013 di RSUD Raden Mettaher Jambi

Riwayat alergi obat (-)

Riwayat penyakit lain

E. Riwayat Kebiasaan

Merokok (-), Alkohol (-)

2.2.2. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Composmentis

GCS : 15

1. Tanda vital

- TD : 120/90 mmHg

- N : 80 x/menit

- S : 36,5°C

- RR : 20 x/menit

2. Kepala

a. Mata : sklera ikterik (-/-), conjungtiva anemis (-/-)

b. THT : dbn

c. Leher : pembesaran KGB (-)

3. Thorax

- Inspeksi : pergerakan dada simetris (ka/ki)

- Palpasi : teraba benjolan mammae dextra sebesar telor puyuh

- Perkusi : sonor

- Auskultasi : vesikuler

4. Abdomen

- Inspeksi : tidak tampak kelainan

- Palpasi : nyeri tekan (-)

- Auskultasi : bising usus (+) normal

5

Page 4: Copy of Bab II

- Perkusi : timpani (+) normal

5. Ekstremitas

Akral hangat, edema (-), sianosis (-)

2.2.3. Pemeriksaan Penunjang

1. Darah Rutin

- WBC : 9,0 103/mm3

- RBC : 4,7 103/mm3

- Hb : 14,0 g/dl

- Ht : 42,5 %

- Trombosit : 236 103/mm

- CT : 3’

- BT : 2’

- LED : 16

2. Kimia Darah Lengkap

- Protein total : 7,3 g/dl

- Albumin : 4,3 g/dl

- Globulin : 3,0 g/dl

- SGOT : 50 u/l

- SGPT : 52 u/l

- Ureum : 17,5 mg/dl

- Kreatinin : 0,8 mg/dl

- GDS : 169 g/dl

3. X-Ray

Cor dan pulmo Normal

4. CT-Scan

Tidak diperiksa

5. Pemeriksaan Penunjang Lain

PA : jaringan tidak beraturan dengan ukuran 1,5x1x1 cm warna

kecoklatan, kenyal.

Kesan : Infiltrating duct carcinoma mammae

6

Page 5: Copy of Bab II

BAB III

ANESTESI

3.1 Rencana Tindakan Anestesi

Diagnosa pra bedah : Carcinoma mammae dextra

Tindakan bedah : Mastectomy

Status anestesi : ASA 2

Malampati : 2

3.2 Jenis / Tindakan Anestesi :

Tindakan Anestesi

1. Metode : General Anestesi

2. Premedikasi : ranitidin 50 mg

ondansetron 4 mg

atropine sulfas 0,5 mg

fentanyl 100 mg

3. Induksi : propofol 100+10 ml

4. Intubasi/Relaksasi :

Dengan ETT no.7,5 difasilitasi dengan Rocuronium Bromide 35 mg

5. Medikasi : propofol 100+30 ml

Rocuronium bromide 35 mg

Pethidine hcl 30 mg

Asam traneksamat 1000 mg

Dexamethason 10 mg

Reverse (SA+Prostigmin)

Tramadol 100 mg

Ketorolac 30 ml

6. Maintenance : Sevofluran MAC 1-2 + N2O : O2

7. Respirasi : Napas kendali dengan Ventilator, Tidal Volume 500ml,

frekuensi 14x/i

8. Ekstubasi : setelah pasien sadar penuh

7

Page 6: Copy of Bab II

Keadaan penderita selama operasi

1. Posisi pasien : Supine

2. Intubasi : Oral, ETT no. 7.5

3. Penyulit intubasi : Gigi atas pasien tidak ada

4. Penyulit waktu anastesi : tidak ada

5. Lama anastesi : + 135 menit

6. Jumlah cairan

Input : RL 4 kolf 2000ml

Fima HES 1 kolf 500 ml

NaCl 100-150 ml

PRC 2 kantong 500

Total : 3150 ml

Output : Perdarahan (+ 600 cc), Urine (+ 400 cc)

7. Monitoring :

Jam TD (mmHg) Nadi (x/i) RR (x/i)

09.00 120/80 80 19

09.15 111/72 78 14

09.30 134/92 77 20

09.45 145/74 78 28

10.00 110/59 80 32

10.15 109/66 81 30

10.30 108/67 77 14

10.45 100/65 77 15

11.00 99/61 78 15

11.15 114/66 94 23

11.30 119/68 95 24

3.3 Ruang Pemulihan (RR)

Masuk Jam : 11.45

Keadaan umum : GCS : 13 (eye 3, motorik 6, verbal 4)

Pernapasan : O2 3 liter/menit

8

Page 7: Copy of Bab II

Skoring Alderete

Aktifitas : 1

Respirasi : 2

Warna kulit : 2

Sirkulasi : 2

Kesadaran : 1

Jumlah : 8

3.4 Instruksi Post Operasi

1. Awasi tanda-tanda vital dan perdarahan setiap 15 menit

2. Tirah baring tanpa bantal selama 24 jam

3. Puasa sampai penuh dan bising usus (+)

4. IVFD analgetic ketorolac 30 mg + tramadol 100 mg dalam RL 500 cc

30 tpm

5. Terapi sesuai instruksi dr. Riadi Ali, SpB (K) Onk.

3.5 Diagnosa Post-op

Post. Op Mastectomy

BAB IV

9

Page 8: Copy of Bab II

TEORI DAN PEMBAHASAN

4.1 Anestesi Umum

4.1.1 Definisi

Anestesi umum adalah kehilangan kemampuan untuk merasakan sakit

atau nyeri secara sentral, disertai oleh hilangnya kesadaran dan bersifat

reversible yang disebabkan karena pemberian obat atau intervensi medis

lainnya.2-3 Anestesi umum memiliki karakteristik menyebabkan amnesia

bagi pasien yang bersifat anterograd yaitu hilang ingatan kedepan

maksudnya pasien tidak akan bisa ingat apa yang telah terjadi saat dia

dianestesi/operasi. Reversible yang berarti anestesi umum akan

menyebabkan pasien bangun kembali tanpa efek samping.

Dahulu dikenal dengan istilah “Trias Anestesia” yaitu hipnosis,

analgesia dan arefleksia. Sekarang anestesi umum tidak hanya mempunyai 3

komponen tersebut, namun lebih luas. Komponen yang ada dalam anestesi

umum adalah :2

1. Hipnosis (hilangnya kesadaran)

2. Analgesia (hilangnya rasa sakit)

3. Arefleksia (hilangnya refleks-refleks motorik tubuh, memungkinkan

immobilisasi pasien)

4. Relaksasi otot, memydahkan prosedur pembedahan dan memfasilitasi

intubasi trakeal

5. Amnesia (hilangnya memori pasien saat menjalani operasi)

4.1.2 Keuntungan Dan Kerugian

Tidak semua pasien atau prosedur medis ideal untuk dijalani dibawah

anestesi umum. Namun demikian semua teknis anestesi harus dapat

sewaktu-waktu dikonversikan menjadi anestesi umum.2

Keuntungan :2

a. Pasien tidak sadar, mencegah ansietas pasien selama prosedur medis

berlangsung

10

Page 9: Copy of Bab II

b. Efek amnesia meniadakan memori buruk pasien yang didapat akibat

ansietas dan berbagai kejadian intraoperatif yang mungkin memberikan

trauma psikologis

c. Memungkinkan dilakukannya prosedur yang memakan waktu lama

d. Memudahkan kontrol penuh ventilasi pasien

Kerugian :2

a. Sangat mempengaruhi fisiologis. Hampir semua regulasi tubuh menjadi

tumpul di bawah anestesi umum

b. Memerlukan pemantauan yang lebih holistik dan rumit

c. Tidak dapat mendeteksi gangguan SSP, misalnya perubahan kesadaran

d. Risiko komplikasi pascabedah lebih besar

e. Memerlukan persiapan pasien yang lebih seksama

4.1.3 Stadium Anestesi

Adapun stadium dalam anestesi, yaitu :2,4

1. Stadium 1 (induksi)

Periode sejak masuknya obat induksi hingga hilangnya nkesadaran,

ditandai dengan refleks hilangnya bulu mata.

2. Stadium 2 (eksitasi)

Setelah kesadaran hilang, timbul eksitasi dan delirium. Pernapasan

irreguler, dapat terjadi pasien menahan napas. Terjadi REM.

Timbul gerakan involuntari, seringkali spastik. Pasien dapat

muntah dan ini dapat membahayakan jalan napas. Pada stadium ini

aritmia jantung dapat tejadi. Pupil dilatasi sebagai tanda

peningkatan tonus simpatis. Stadium 2 adalah stadium yang

berisiko tinggi.

3. Stadium 3 (pembedahan), dibagi menjadi 4 plana, yaitu :

Plana 1 : mata berputar kemudian terfiksasi

Plana 2 : refleks kornea dan refleks laring hilang

Plana 3 : dilatasi pupil, refleks cahaya hilang

11

Page 10: Copy of Bab II

Plana 4 : kelumpuhan otot interkostal, pernapasan menjadi

abdominal dan dangkal

Pada stadium ini otot-otot skeletal akan relaks, penapasan menjadi

teratur dan pembedahan dapat dimulai.

4. Stadium 4 (overdosis obat aestesis)

Anestesi menjadi terlalu dalam. Terjadi depresi berat semua sistem

tubuh, termasuk batang otak. Stadium ini letal.

4.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

1) Respirasi

Hal-hal yang mempengaruhi tekanan parsial zat anestetika dalam

alveolus adalah :

a. Konsentrasi zat anestetika yang diinhalasi; semakin tinggi konsentrasi,

semakin cepat kenaikan tekanan parsial

b. Ventilasi alveolus; semakin tinggi ventilasi, semakin cepat kenaikan

tekanan parsial

2) Sirkulasi

Saat induksi, konsentrasi zat anestetika dalam darah arterial lebih

besar daripada darah vena. Faktor yang mempengaruhinya adalah :

a. Perubahan tekanan parsial zat anestetika yang jenuh dalam alveolus

dan darah vena. Dalam sirkulasi, sebagian zat anestetika diserap

jaringan dan sebagian kembali melalui vena.

b. Koefisien partisi darah/gas yaitu rasio konsentrasi zat anestetika dalam

darah terhadap konsentrasi dalam gas setelah keduanya dalam keadaan

seimbang.

c. Aliran darah yaitu aliran darah paru dan curah jantung.

3) Jaringan

a. Perbedaan tekanan parsial obat anestetika antara darah arteri dan

jaringan

b. Koefisien partisi jaringan/darah

12

Page 11: Copy of Bab II

c. Aliran darah dalam 4 masing-masing kelompok jaringan (jaringan

kaya pembuluh darah, kelompok intermediate, lemak, dan jaringan

sedikit pembuluh darah)

4) Zat anestetika

Potensi dari berbagai macam obat anestetika ditentukan oleh MAC

yaitu konsentrasi terendah zat anestetika dalam udara alveolus yang

mampu mencegah terjadinya tanggapan (respon) terhadap rangsang rasa

sakit. Semakin rendah nilai MAC, semakin potensial zat anestetika

tersebut.

5) Faktor lain

a. Ventilasi; semakin besar ventilasi maka semakin cepat pendalaman

anestesi

b. Curah jantung; semakin tinggi curah jantung semakin lambat induksi

dan pedalaman anestesi

c. Suhu; semakin turun suhu semakin larut zat anestesia sehingga

pendalaman anestesia semakin cepat.

4.1.5 Efek Samping

Adapun efek samping anestesia yaitu :5

Penekanan respirasi

- Ventilasi kadang diperlukan untuk mengatasi respirasi negatif

Nausea/vomitung

- Spingter esofagal bawah mengalami relaksasi

- Tabung endotrakeal diperlukan untuk mencegah kematian

- Muntah post operasi karena efek pada MO

Hypothermia

- Suhu tubuh turun saat terjadi vasokontriksi

- Diperlukan cairan penghangat

13

Page 12: Copy of Bab II

4.1.6 Penyulit Intubasi

a. Leher pendek berotot

b. Mandibula menonjol

c. Maksila/gigi depan menonjol

d. Uvula tidak terlihat (Mallampati 3 atau 4)

e. Gerak sendi temporo-mandibular terbatas

f. Gerak vertebra cervical terbatas

4.2 Persiapan Praanestesi

Pasien yang akan menjalani anestesia dan pembedahan (elektif/darurat)

harus dipersiapkan dengan baik. Kunjungan pra anestesi pada bedah elektif

dilakukan 1-2 hari sebelumnya, sedangkan pada bedah darurat dilakukan

sesingkat mungkin. Kunjungan pra anestesi bertujuan mempersiapkan mental

dan fisik pasien secara optimal, merencanakan dan memilih tekhnik dan

mobat-obat anestesi yang sesuai, serta menentukan klasifikasi yang sesuai

berdasar klasifikasi ASA.6

Adapun klasifikasi ASA yaitu :

ASA I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.

ASA II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang

ASA III : Pasien dengan penyakit sistemik berat hingga aktifitas rutin

terbatas.

ASA IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan

aktifitas rutin penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.

ASA V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan

hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.

Pada pasien ini tergolong ASA 2. Pada kasus ini pasien mengalami

karsinoma mammae dextra. Operasi dilakukan tindakan mastektomi yaitu

eksisi payudara total dengan diseksi kelenjer limfe axillaris, dengan anestesi

umum (anestesi general).

Tahapan anestesi dimulai dengan pemberian cairan IV line kanan cairan

RL sebanyak 1 kolf pada tangan kiri dan 1 kolf pada kaki kanan untuk

14

Page 13: Copy of Bab II

menghindari terjadinya shock hipovolemik, karena pada pasien ini telah

berpuasa selama + 10 jam. Pemberian obat-obat premedikasi yaitu Ranitidine

50 mg (golongan antagonis reseptor H2 Histamin) tujuannya yaitu untuk

mencegah pneumonitis asam sebab cairan lambung bersifat asam dengan PH

2,5. Ondansetron 4mg (golongan antiemetik) untuk mengurangi mual dan

muntah pasca pembedahan.

4.3 Durate Operatif

Pasien mulai diinduksi pukul 09.00 wib, dengan diposisikan terlentang

(supine), kemudian diberikan O2 8 liter melalui face mask sambil disuntikkan

Sulfas Atropin 0,5 mg sebagai antikolinergik untuk mengurangi sekresi ludah

dan bronkus dengan dosis 0,01-0,04 mg/kgBB. Serta diberikan juga Fentanyl

golongan opioid (analgesik narkotika)100 mcg yang bertujuan untuk

mengurangi kecemasan dan ketakutan pasien dan mengurangi rasa nyeri saat

pembedahan dengan dosis 1-2 mcg/kgBB. Onset fentanyl ini sangat cepat

yaitu 3 menit.

Kemudian induksi propofol 100 mg. Induksi intravena hendaknya

dikerjakan dengan hati-hati, perlahan, lembut dan terkendali. Selama induksi,

pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harus diawasi dan selalu diberi

oksigen. Propofol merupakan derivat fenol dan bersifat lipofilik dimana 98%

terikat protein plasma, eliminasi terjadi di hepar menjadi suatu metabolit tidak

aktif, waktu paruh sekitar 5 – 10 menit. Dosis induksi cepat menyebabkan

sedasi (30-45 detik) dan kecepatan untuk pulih juga relatif singkat. Setelah

propofol. Setelah propofol dimasukkan dilihat refleks bulu mata, jika refleks

bulu mata sudah tidak ada maka face mask ditempelkan sambil disuntikkan

Rocuronium Bromide 50 mg yang berfungsi untuk mempermudah ETT serta

memberikan relaksasi otot rangka selama pembedahan.

Setelah diberikan relaksan, dilakukan bagging selama + 3 menit untuk

melihat pengembangan paru dan juga menunggu relaksan bekerja sehingga

mempermudah dilakukannya intubasi. Pompa 15x dalam 30 detik untuk

menciptakan keadaan hiperventilasi sehingga pasien memiliki persediaan O2

15

Page 14: Copy of Bab II

di otak. Pegang laringoskopi dengan tangan kiri dan mulai melakukan

pemasangan ETT. Slight manuver, minta bantuan asisten untuk menekan

cartilago cricoidea. Masukkan ETT ukuran 7.5 yang sudah dilubrikasi dengan

jelly dibantu dengan madrin lalu menghubungkan ke pompa, lalu dengarkan

suara abdomen dan apek paru. Setelah itu menggelembungkan cuff dengan

spuit yang berisi udara. Fiksasi ETT dengan plestes di tulang pipi.

Mengalirkan O2 dan N2O diberikan dengan perbandingan 1:1 (3L/i:3L/i) dari

mesin ke jalan napas pasien sebagai anestesi rumatan. Diberi tambahan

anestesi inhalasi sevoflurance 1-2 vol%. Kemudian mata ditutup plester.

Setelah stadium anestsi cukup dalam, operasipun dimulai sikitar pukul

09.25 wib dengan TD 134/92 mmHg dan nadi 77 x/i. Pasien diberikan asam

traneksamat 1000 mg yang bekerja sebagai competitive inhibitor dari

aktivator plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan

menghancurkan fibrinogen, fibrin, dan faktor pembekuan darah lain, oleh

karena itu asam traneksamat dapat digunakan untuk membantu mengatasi

perdarahan akibat fibrinolisis yang berlebihan. Pasien juga diberikan

Dexamethason 10 mg yaitu merupakan glukokortikoid sintetik dengan

aktifitas immunosupresan dan inflamasi. Bekerja dengan menurunkan respon

imun tubuh terhadap stimulasi rangsang. Aktifitas anti inflamasi

dexametasone dengan jalan menekan atau mencegah respon jaringan terhadap

proses inflamasi dan menghambat akumulasi sel yang mengalami inflamasi,

termasuk makrofag dan leukosit pada tempat inflamasi.

Selama operasi diberikan cairan RL sebanyak 4 kolf, NaCl 150 ml dan

PRC 2 kantong untuk memenuhi kebutuhan perioperatif. Obat-obat tambahan

lain yang diberikan perioperatif yaitu pethidin Hcl 30 mg, kalnex 1 mg. Pada

pukul 10.55 wib disuntikkan Propofol 10 mg. Kemudian sekitar pukul 11.15

wib disuntikkan Reverse dengan SA 0,5 mg + Prostigmin 1 mg yang

merupakan obat untuk pelumpuh otot yang bekerja pada sambungan saraf-

otot mencegah asetilkolin – esterase keberja, sehingga asetilkolin dapat

bekerja.

16

Page 15: Copy of Bab II

Ekstubasi pada pasien ini dilakukan saat pasien bernapas spontan,

kemudian membersihkan ludah dan sekret dari jalan napas dengan suction.

Ekstubasi umumnya dilakukan pada keadaan anestesi sudah ringan dan pasien

sudah mulai bernapas spontan, dengan catatan tidak akan terjadi spasme

laring.

Operasi selesai pukul 11.30 wib, infus lanjutan diberikan analgetik drip

tramadol 100 mg dan ketorolac 30 mg yang diberikan 30 tpm. Tramadol

merupakan analgetik sentral dengan afinitas rendah pada reseptor mu dan

kelemahan analgesiknya 10-20 % dibandingkan morfin. Tramadol dapat

diberikan iv atau im dengan dosis 50-100 mg dan diulang tiap 4-6 jam.

Dengan dosis maksimal 400 mg/hari. Ketorolac merupakan obat AINS

bekerja pada jalur oksigenasi menghambat biosintesis prostaglandin dengan

analgesik yang kuat secara perifer dan sentral. Juga memiliki efek

antiinflamasi dan antipiretik. Ketorolac dapat mengatasi rasa nyeri ringan

sampai berat pada kasus emergensi seperti pada pasien ini. Mula kerja efek

analgesia ketorolac mungkin sedikit lebih lambat namun lama kerjanya lebih

panjang dibanding opioid. Efek analgesianya akan mulai terasa dalam

pemberian iv/im, lama efek analgesik adalah 4-6 jam.

4.4 Pemberian Cairan Perioperatif

Pada pasien ini diberikan 4 kolf cairan infus RL (ringer laktat), 150 ml

NaCl sebagai cairan fisiologis untuk mengganti cairan dan elektrolit yang

hilang. Larutan koloid HES 1 kolf dan 2 kantong PRC juga diberikan untuk

mempertahankan circulating blood volume. Pasien sudah tidak makan dan

minum + 10 jam, maka kebutuhan cairan pada pasien ini adalah :

BB : 68 kg

Pemberian cairan :

M (Maintenance) = 2 x kgBB/jam

= 2 x 68

= 136 cc/jam

P (Puasa) = Maintenance x lama puasa

17

Page 16: Copy of Bab II

= 136 x 10

= 1360 cc/jam

O (Operasi) = operasi besar (BB x 8), operasi sedang (BB x 6),

operasi kecil (BB x 4)

= 68 x 6

= 408 cc/jam

Total kebutuhan cairan pada pasien ini adalah :

I = ½ P + M + O

= ½ 1360 + 136 + 408

= 1224 cc/jam

II = ¼ P + M + O

= ¼ 1360 + 136 + 408

= 884 cc/jam

III = ¼ P + M + O

= ¼ 1360 + 136 + 408

= 884 cc/jam

4.5 Post Operatif

Setelah operasi selesai pasien dibawa ke RR (Recovery Room). Pasien

berbaring dengan posisi kepala sejajar dengan tempat tidur. Karena efek obat

anestesi masih tersisa, observasi tanda vital dan pemberian oksigenasi tetap

diberikan sebanyak 2-3 liter/menit. Setelah keadaan umum stabil, maka

pasien dibawa ke ruangan bangsal bedah.

18

Page 17: Copy of Bab II

BAB V

KESIMPULAN

Penderita bernama Ny. Ramalia usia 50 tahun dengan diagnosa carcinoma

mammae. Pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang saat pra anestesi

didapatkan pasien termasuk ASA 2.

Anestesi dilakukan pada tanggal 18 April 2013 pukul 09.00 wib dan

berakhir pada pukul 11.30 wib di ruang OK 1 RSUD Raden Mettaher Jambi oleh

ahli bedah dr.Riadi Ali, Sp.B (K) Onk dengan ahli anestesi dr.Ade Susanti, Sp.An.

Proses pre anestesi berlangsung baik. Tidak ada kendala yang berarti selama

intubasi kecuali karena tidak adanya gigi atas pasien. Efek samping pemberian

obat minimal tanpa ada masalah berarti. Selama operasi balance cairan baik, tidak

terjadi ketidakseimbangan cairan yang mengancam keselamatan pasien. Setelah

selesai operasi, pasien dipindahkan ke bangsal bedah pukul 13.00 wib.

Dapat disimpulkan bahwa proses anestesi berlangsung baik. Perawatan post

operatif dilakukan di bangsal bedah, diawasi vital sign dan perdarahan tiap 15

menit, tirah baring tanpa bantal selama 24 jam, dan puasa sampai pasien sadar

penuh dan bising usus (+).

19

Page 18: Copy of Bab II

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. Tumor ganas. Edisi ke-2.

Jakarta : EGC, 2004. hal. 394-402

2. Soenarto RF, Chandra S. Buku ajar anestesiologi. Anestesia umum. Jakarta :

FKUI, hal. 291-300

3. Kamus saku kedokteran Dorland. Edisi ke-25. Jakarta: EGC; 1998.

4. Bakhriansyah HM. Anestesi Umum. FK UNLAM banjarbaru

5. Latief S.A, Suryadi KA & Dachlan, MR. eds. Petunjuk praktis Anestesiologi.

Edisi ke-2. Bagian Anestesiologi dan Terapi intensif FKUI. Jakarta; 2009. hal

: 46-47

6. Dobson MB. Penuntun praktis anestesi. Jakarta : EGC. 1994. hal.53

7. Foster ME, Stiff Moris. Teknik Bedah Umum. Cet-1,- Jakarta, Farmedia

2001.

20