BAB 1 copy

download BAB 1 copy

of 88

description

syok

Transcript of BAB 1 copy

88

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh adanya penyempitan dan penyumbatan arteri koronaria yang mengalirkan darah ke otot jantung (http://repository.maranatha.edu).

Berdasarkan data WHO (2011) bahwa penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia dan 60 % dari seluruh penyebab kematian penyakit jantung adalah penyakit jantung iskemik dan sedikitnya 17,5 juta atau setara dengan 30,0 % kematian di seluruh dunia disebabkan oleh penyakit jantung. Diperkirakan tahun 2030 bahwa 23,6 juta orang di dunia akan meninggal karena penyakit kardiovaskular (http://repository.maranatha.edu).

Penyakit jantung masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada orang dewasa di Eropa dan Amerika Utara. Setiap tahun, di Amerika hampir 500.000 orang meninggal karena penyakit jantung iskemik. Di Asia dan Afrika, telah terjadi kecenderungan peningkatan kasus PJK dan kematian akibat PJK. Di Singapura dan Malaysia, angka kejadian telah meningkat dari yang tidak bermakna menjadi penyebab 10 % seluruh kematian (http://repository.maranatha.edu).

Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa peringkat penyakit kardiovaskular sebagai penyebab kematian semakin meningkat. Berdasarkan SKRT tahun 1972 kematian akibat penyakit kardiovaskuler menempati urutan ke-11 sebesar 5,9% dan meningkat pada tahun 1986 menjadi urutan ke-3 sebesar 9,1%. Penyakit kardiovaskuler menempati urutan pertama pada tahun 1992 sebesar 16,0%, tahun 1995 meningkat menjadi sebesar 19,0%. Hasil tahun 2001 angka kejadian penyakit jantung koroner sebesar 26,3% dan sampai saat ini penyakit jantung iskemik juga merupakan penyebab utama kematian dini pada sekitar 40 % dari kematian laki-laki usia menengah. Data SKRT tahun 2002 menunjukkan bahwa kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah (usia di atas 15 tahun) sebesar 6,0% dan 8,4% pada tahun 2005. Data DepKes 2005 menyatakan bahwa penyakit jantung koroner menempati urutan ke-5 sebagai penyebab kematian terbanyak di seluruh rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kematian 2.557 orang. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2007, angka kematian pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan akibat penyakit jantung iskemik 8,7% (http://repository.maranatha.edu).

Dari Bagian Rekam Medik dilaporkan bahwa jumlah kasus PJK yang dirawat inap di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2009 didapatkan 296 kasus dan tahun 2010 dengan jumlah kasus sebanyak 477 kasus. (http://repository.maranatha.edu).

Dari uraian tersebut diatas, maka penyusun sangatlah tertarik untuk membuat sebuah makalah dengan judul Farmakoterapi dalam Asuhan Keperawatan pada Tn. M, 46 tahun dengan Penyakit Jantung Koroner Non ST Elevation Myocardial Infarction (PJK NSTEMI).1.2 Rumusan MasalahDari uraian pada kasus PJK NSTEMI diatas, maka pada Tn. M muncul Rumusan Masalah yaitu:1.2.1 Proses penyiapan terapi obat furosemide injeksi dalam pemberian asuhan keperawatan pada Tn.M.

1.2.2 Cara pemberian terapi obat furosemide injeksi dalam pemberian asuhan keperawatan pada Tn.M.

1.2.3 Monitoring efektifitas dan efek samping obat yang muncul dalam terapi obat furosemide injeksi dalam pemberian asuhan keperawatan pada Tn.M.

1.2.4 Evaluasi efektivitas dan efek samping obat yang akan muncul pada terapi obat furosemide injeksi dalam pemberian asuhan keperawatan pada Tn.M.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan memahami farmakoterapi dalam Asuhan Keperawatan pada Tn.M dengan PJK NSTEMI yang mendapatkan terapi furosemide injeksi dalam pemberian asuhan keperawatan pada Tn.M.

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui tatalaksana pemberian terapi obat pada Tn.M dengan kasus PJK NSTEMI mengenai:1.3.2.1 Penyiapan terapi obat furosemide injeksi dalam Asuhan Keperawatan.

1.3.2.2 Pemberian terapi obat furosemide injeksi dalam Asuhan Keperawatan.

1.3.2.3 Monitoring terapi obat furosemide injeksi dalam Asuhan Keperawatan.

1.3.2.4 Evaluasi terapi obat furosemide injeksi dalam Asuhan Keperawatan.

1.4 ManfaatManfaat yang bias diambil adalah sebagai berikut.

1.4.1 Bagi pembaca:

Setelah membaca makalah ini di harapkan para pembaca bisa mendapatkan banyak manfaat bahwa betapa bahayanya penyakit jantung coroner jika sudah terserang penyakt tersebut dan dapat mengurangi factor risiko yang menjadi factor pencetus terjadinya penyakit jantung coroner.

1.4.2 Bagi mahasiswa:

Bagi seluruh mahasiswa khususnya mahasiswa kesehatan diharapkan seluruh mahasiswa dapat mengambil manfaat setelah membaca makalah ini untuk lebih mengutamakan hidup sehat dengan benar.

1.4.3 Bagi masyarakat:

Setelah membaca atau mendapatkan penjelasan dari para pembaca atau mahasiswa dapat mengerti dan memahami bahwa penyakit jantung coroner ini sangat berbahaya dengan factor risiko yang sudah terbiasa dilakukan oleh masyarakat itu sendiri.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan diuraikan tentang konsep dasar PJK dan PJK NSTEMI dan konsep terapi obat obatan pada kasus penyakit Penyakit Jantung Koroner (PJK)2.1 Definisi

Penyakit jantung koroner (PJK) adalah kondisi yang dimulai ketika zat kolesterol keras (plak) terakumulasi di dalam arteri koroner. Plak dalam arteri koroner itu kemudian pecah dan menyebabkan pembentukan gumpalan kecil, yang dapat menghambat aliran darah ke otot jantung, memproduksi gejala dan tanda-tanda PJK yang mungkin termasuk nyeri dada (angina), serangan jantung atau kematian mendadak karena gangguan fatal dari irama jantung. Juga dikenal sebagai penyakit arteri koroner (PAK). (http://kamuskesehatan.com)

Penyakit jantung koroner dalam suatu keadaan akibat terjadinya penyempitan, penyumbatan atau kelainan pembuluh nadi koroner. Penyakit jantung koroner diakibatkan oleh penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah koroner. Penyempitan atau penyumbutan ini dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan rasa nyeri (http://digilib.unimus.ac.id)

Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung akibat adanya kelainan pada pembuluh koroner yakni pembuluh nadi yang mengantarkan darahke aorta ke jaringan yang melindungi rongga-rongga jantung (http://digilib.unimus.ac.id)

Pada Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST kerusakan pada plak lebih berat dan menimbulkan oklusi yang lebih persisten dan berlangsung sampai lebih dari 1 jam. Pada kurang lebih pasien Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST , terjadi oklusi trombus yang berlangsung lebih dari 1 jam, tetapi distal dari penyumbatan terdapat koleteral. Trombolisis spontan, resolusi vasikonstriksi dan koleteral memegang peranan penting dalam mencegah (Fabiyo ismantri, 2009).

2.2 Etiologi

Aterosklerosis pembuluh darah coroner merupakan penyebab tersering penyakit jantung coroner. Aterosklerosis disebabkan oleha adanya penimbunan lipid di lumen arteri koronaria sehingga secara progresif mempersempit lumen arteri tersebut dan bila hal ini terus berlanjut, maka dapat menurunkan kemampuan pembuluh darah untuk berdilatasi. Dengan demikian, keseimbangan penyedia dan kebutuhan oksigen menjadi tidak stabil sehingga membahayakan myocardium yang terletak sebelah distal daerah lesi. Lesi biasanya di klasifikasikan sebagai berikut (Silvia, Loraine, 2006 dalam http://www.library.upnvj.ac.id/pdf):a. Endapan lemak, merupakan tanda awal terbentuknya aterosklerosis, ditandai dengan adanya penimbunan makrofag dan sel sel otot polos berisi lemak (terutama kolesterol oleat)pada daerah fokal tunika intima pembuluh darah. Secara mikroskopis endapan lemak terlihat mendatar dan bersifat non obstruktif, sedangkan secara kasat mata endapan lemak terlihat kekuningan pada permukaan endotel pembuluh darah. (Silvia, Loraine, 2006 dalam http://www.library.upnvj.ac.id/pdf):b. Plak fibrosa (plak ateromatosa), merupakan daerah penebalan tunika intima yang meninggi dan dapat diraba sebagai bentuk kubah dengan permukaan opak dan mengkilat yang keluar kearah lumen sehingga menyebabkan obstruksi. Plak fibrosa terdiri atas inti pusat lipid dan debris sel nekrotik yang ditutupi oleh jaringan fibromuskular mengandung banyak sel sel otot polos dan kolagen. Seiring berkembangnya lesi, terjadilah pembatasan aliran darah coroner, remodeling vascular, dan stenosis luminal sehingga rentan terjadinya rupture plak yang memicu thrombosis vena. (Silvia, Loraine, 2006 dalam http://www.library.upnvj.ac.id/pdf):c. Lesi lanjutan (komplikata), terjadi bila suat plak fibrosa rentan terhadap terjadinya klasifikasi, nekrosis sel, perdarahan, thrombosis, atau ulserasi dan dapat menyebabkan infark miokard. (Silvia, Loraine, 2006 dalam http://www.library.upnvj.ac.id/pdf):Berikut ini skema terbentuknya perkembangan aterosklerosis

(http://lib.ui.ac.id/file)

2.3 Klasifikasi

Terdapat 3 klasifikasi penyakit jantung coroner (Juwono, 2005):

a. Asimtomatik (Silent Myocardial Ischemia)

Penderita Silent Myocardial Ischemia tidak pernah mengeluh adanya nyeri dada (angina) baik saat istirahat maupun beraktvitas. Ketika menjalani EKG akan menunjukkan depresi segmen ST, pemeriksaan pemeriksaan fisik dan vital sign dalam batas normal.

b. Angina Pectoris

Angina pectoris stabil (STEMI)

Terdapat nyeri dada saat melakukan aktivitas berlangsung selama 1-5 menit dan hlang saat istirahat. Nyeri dada bersifak kronik (>2 bulan). Nyeri terutama di daerah retrosternal, terasa seperti tertekan benda berat atau terasa panas dan menjalar ke lengan kiri, leher, maksila, dagu, punggung, dan jarang menjalar pada lengan kanan. Pada pemeriksaan EKG biasanya didapatkan depresi segmen ST (Idrus, 2007)

Angina pectoris tidak stabil (NSTEMI)

Secara keseluruhan sama dengan penderita angina stabil. Tetapi nyeri lebih progresif dengan frekuensi yang meningkat dan sering terjadi saat istirahat. Pada pemeriksaan EKG biasanya didapatkan ST deviasi segmen ST (Harun, Idrus, 2007).

c. Infark Miokard Akut

Sering didahului dada terasa tidak enak (chest discomfort). Nyeri dada seperti tertekan, teremas, tercekik, berat, tajam, dan terasa panas, berlangsung >30 menit bahkan sampai berjam jam. Pemeriksaan fisi didapatkan pasien tampak ketakutan, gelisah, tegang, nadi sering menurun dan elektrokardiografi menunjukkan elevasi segmen ST. (http://www.library.upnvj.ac.id/pdf)

2.4 Faktor RisikoTiga factor biologi yang tidak dapat diubah antara lain:

a. Usia

b. Jenis kelamin : laki laki lebih besar terjangkit penyakit jantung coroner.

c. Ras.

Sedangkan factor faktor yang dapat di ubah antara lain:

a. Adanya peningkatan kadar lipid serum,

b. Hipertensi kategori ringan dengan sistol 140-159 mmHg dan diastolic 90-99 mmHg, kategori sedang dengan sistolik 160-179 mmHg dan diastolic 100-109 mmHg, dan kategori berat dengan sistolik 180 mmHg dan diastolic 110 mmHg

c. Merokok (perokok aktif dan perokok pasif)

d. Diabetes mellitus (tipe 1 dan 2)

e. Aktivitas fisik (olahraga yang kurang)

f. Obesitas (indeks masa tubuh >30 kg/m2)

g. Peningkatan kadar homosintein (Silvia dan Loraine, 2006)

2.5 Manifestasi Klinis

Penyakit jantung koroner sering ditandai dengan rasa tidak nyaman atau sesak di dada, gejala seperti ini hanya dirasakan oleh sepertiga penderita. Rasa nyeri terasa pada dada bagian tengah, lalu menyebar keleher, dagu dan tangan. Rasa tersebut akan beberapa menit kemudian. Rasa nyeri muncul karena jantung kekurangan darah dan supplay oksigen. Gejala ini lain menyertai jantung koroner akibat penyempitan pembuluh nadi jantung adalah rasa tercekik (angina pectoris). Kondisi ini timbul secara tidak terduga dan hanya timbul jika jantung dipaksa bekerja keras. Misal fisik dipaksa bekerja keras atau mengalami tekanan emosional. (http://digilib.unimus.ac.id).

Pada usia lanjut gejala serangan jantung sering tidak disrtai keluhan apapun, sebagian hanya merasa tidak enak badan. Gejala penyakit jantung koroner pada umumnya tidak spesifik untuk didiagnosa angina pectoris (masa tercekik). Biasanya diperoleh riwayat penyakit orang bersangkutan, sedangkan pemeriksaan fisik kurang menunjukkan data yang akurat. Pada keadaan tenang eletro diagram pada orang yang menghidap angina pectoris akan terlihat normal pada keadaan istirahat. Sebaliknya menjadi normal saat melakukan kerja fisik. Riwayat angina pectoris tidak stabil lebih sulit dikendalikan karena terjadi secara tidak terduga kasus ini menjadi mudah terdeteksi jika disertai dengan nyeri sangat hebat di dada, disertai dengan gejala mual, takut dan merasa sangat tidak sehat. (http://digilib.unimus.ac.id).

Berbeda dengan kasus infak miokardia pada kelainan jantung yang satu ini dapat diketahui melalui penyimpanan irama jantung saat pemeriksaan melalui elektro kardiografi dan dikatikan dengan peningkatan kadar enzim jantung dalam darah, juga dalam perkembangan penyakit jantung koroner biasanya disertai kelainan kadar lemak dan trombosit darah penderita yang diikuti oleh kerusakan endoterium dinding pembuluh nadi (http://digilib.unimus.ac.id).2.6 Patofisiologi

(http://nardinurses.files.wordpress.com)

2.7 Komplikasi

Komplikasi akibat adanya terosklerosis yang menjadi iskemia dan infark miokard yaitu (Silvia dan Loraine, 2006):

a. Gagal jantung kongestif

b. Syok kardiogenik

c. Disfungsi muskulus papilaris

d. Defek sputum ventrikel

e. Rupture jantung

f. Aneurisme ventrikel

g. Tromboembolisme

h. Pericarditis

i. Sindrom dressler

j. Disritmia

2.8 Penatalaksanaana. Pencegahan primer

Harus dilakukan tindakan pencegahan untuk menghilangkan atau mengendalikan factor factor risiko pada setiap individu. Lemahnya perhatian terhadap factor risiko dan penyakit, terbatasnya sarana pengobatan dan perawatan, dan tingginya biaya pengobatan merupakan hambatan yang mempengaruhi keberhasilan dalam pengendalian factor risiko dan PJK. Beberapa strategi untuk menurunkan factor risiko (Raharjoe, 2011):

Mambatasi akses produksi tembakau dengan meningkatkan pajak dan menegaskan larangan merokok.

Mengurangi penggunaan garam dalam makanan baik secara individu maupun di tempat makanan atau restoran.

Mengurangi konsumsi gula dan lemak.

Meningkatkan aktivitas olahraga.

Pemberian asuransi kesehatan kerja yang melayani pemeriksaan tekanan darah, glukosa darah, dan lipid. (Raharjoe, 2011)

b. Pengobatan

Tujuan pengobatan iskemia miokard adalah untuk mencegah terjadinya kerusakan miokard dengan mempertahankan keseimbangan antara konsumsi oksigen miokardium dan penyediaan oksigen. Memperbaiki lesi aterosklerosis pada arteri coroner dapat menggunakan tehnik CABG (Coronary Artery Bypass Graft) yang pertama kali dilakukan oleh Favaloro 1969 dan juga dapat menggunakan tehnik PTCA (Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty) tanpa menggunakanpembedahan, namun menurut Banerjee (2011), bila penderita DM yang mnegudap PJK dilakukan PCI (Percutaneous Coronary Intervention) akan berakibat buruk disbanding non DM. (Raharjoe, 2011)

c. Rehabilitasi

Tuan akhir pengobatan penyakit jantung coroner adalah mengembalikan penderita ke gaya hidup produktif dan menyenangkan. Rehabilitasi jantung, seperti yang di definisikan oleh American Heart Assosiation dan The Task Force on Cardiovascular Rehabilitation of the National Heart, Lung, and Blood Institute adalah proses memulihkan dan memelihara potensi fisik, psikologis, social, pendidikan, dan pekerjaan pasien. Pasien harus dibantu untuk meneruskan kembali tingkat kegiatan mereka sesuai fisik mereka dan tidak dihambat oleh tekanan psikologis. (Raharjoe, 2011)

2.9 Konsep Dasar Farmakologi

2.3.1 Pengertian Farmakologi

a. Farmakologi dalam arti luas, adalah ilmu yang mempelajari sejarah, asal usul obat, sifat fisik dan kimia, cara mencampur dan membuat obat, efek terhadap fungsi biokimia dan faal, cara kerja, absorbs, distribusi, biotransformasi, dan ekskresi, penggunaan dalam klinik dan efek toksiknya.

b. Farmakologi dalam arti sempit, adalah ilmu yang mempelajari penggunaan obat untuk diagnosis, pencegahan dan penyembuhan penyakit.

2.3.2 Pengetahuan dasar tentang obat

a. Pengertian Obat: ialah semua zat, baik kimiawi, hewani maupun nabati yang dalam dosis layak dapat menyembuhkan, meringankan atau mencegah penyakit maupun gejala gejalanya. Zat tersebut berbentuk padat, cair, atau gas yang diberikan kepada pasien dengan maksud tertentu sesuai dengan guna obat tersebut. Indikasi: ialah petunjuk yang diperoleh untuk menentukan cara pengobatan mana yang harus diikuti. Kontraindikasi: ialah petunjuk yang menyatakan adanya bahaya atau pengaruh apabila obat diberikan. Mekanisme kerja obat: ialah cara kerja obat atau proses kerja obat di dalam tubuh. Dosis obat: ialah ukuran tertentu dari suatu obat yang disesuaikan dengan diagnose dan keadaan pasien. Efek samping: ialah efek atau pengaruh obat yang tidak ada hubungannya dengan tujuan utama pemberian obat.b. Kegunaan obat Untuk menyembuhkan penyakit. Untuk mencegah penyakit. Untuk mengurangi rasa sakit. Untuk menghambat perkembangan penyakit. Untuk menambah kekuatan. Untuk menambah nafsu makan.c. Mekanisme kerja obatBeberapa mekanisme kerja obat dapat digolongkan sebagai berikut:

Secara fisika Secara kimiawi Melalui proses metabolisme Secara kompetisi (saingan)2.3.3 Peran perawat dalam pengobatan

1) Melaksanakan pemberian obat kepada pasien sesuai program terapi dengan menerapkan prinsip minimal 4 tepat 1 waspada:a. Tepat penderitaDalam memberikan obat, harus memastikan dan memeriksa identitas klien pada setiap kali pemberian obat. Apakah obat yang diberikan sesuai dengan penderitanya.

b. Tepat obatSebelum memberikan obat kepada klien perlu membaca kemabli label obat serta interaksi obat dan memastikan kembali bahwa klein menerima obat yang telah di resepkan sesuai dengan penyakit yang diderita.

c. Tepat dosisMemastikan dan memeriksa dosis tertentu yang telah diresepkan dokter untuk klien dengan penyakit tertentu agar tidak terjadi overdosis atau underdosis yang dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan atau efek sekunder.

d. Tepat waktuMemberikan obat yang telah diresepkan pada waktu waktu tertentu serta memperhatikan kapan obat tersebut diberikan sebelum makan atau sesudah makan.2) Mengelola penempatan, penyimpanan, pemeliharaan, dan administrasi obat diruangan agar selalu tersedia, siap pakai, tidak rusak, mudah ditemukan dan tidak kadaluarsa.3) Memberikan penyuluhan berkaitan dengan obat yang digunakan, meliputi khasiat obat, makanan yang boleh, dan tidak boleh selama terapi, ESO dan cara mengatasi, kepatuhan obat, dampak ketidakpatuhan, penghentian obat.

4) Mengamati dan mencatat efek samping, efek terapi, efek toksis dari pengalaman klinis dan empiris beberapa pasien selama mengguhnakan obat untuk bahan masukan dan laporan.

2.10 Konsep Terapi Obat dan Cairan Pada Kasus PJK

PZ, Dopamin, Furosemide, Enoxaparin, ISDN, ASA, Clopidorel, Captopril, Simvastamin, Ranitidin Injeksi, Diazepam, Parasetamol (k/p), Lactulosa, Multivitamin.

1) PZ [

Konsep PZ atau Normal Saline

TIPE: cairan kristaloid isotonik dari 0,9 % larutan Natrium Klorida. Berisi 151mMol Natrium Klorida & 151mMol per liter.

PRESENTASI: 500 atau 1000mls dari 0,9 % larutan Natrium Klorida dalam suatu tabung plastik dilipat.TINDAKAN : 1. Volume Plasma expander.

2. Juga memperluas volume cairan interstitial.

3. Efek Volume Plasma hanya sementara karena sebagian besar garam bergerak keluar dari pembuluh darah yang cukup cepat.

PENGGUNAAN : 1. Cairan pengganti awal, volume habis atau pasien dehidrasi. Volume deplesi mungkin karena kehilangan darah, plasma atau cairan dan elektrolit.

2. Pemeliharaan hidrasi selama pasien lama hubungi waktu.

3. Untuk menjaga pembuluh darah terbuka, seperti rute IV untuk obat-obatan.

EFEK SAMPING : Kelebihan cairan

DOSIS : iv fluid.

RESUSITASI :

Dewasa : 10 ml / kg IV - kemudian menilai kembali pasien. Tingkat administrasi tergantung pada kondisi pasien. Bertujuan untuk menjaga BP sekitar 90mmHg sistolik . Hipovolemik hemoragik bertujuan untuk menjaga BP sistolik 80-90 .

TBI bertujuan untuk > 100 sistolik . Tidak ada batasan jumlah , tergantung pada kondisi pasien .

Pediatri : 10 ml / kg IV atau IO - kemudian menilai kembali pasien.

Serangan jantung Pediatri : 20 ml / kg

Dewasa & Paed : Sepsis & Anafilaksis 20mls / kg IV atau IO

TKVO : Dewasa dan Pediatri : 10 tetes per menit ( 30ml / jam dengan satu set infus standar ) .2) Dopamin

Dopamin (DA) merupakan prekursor nor-adrenalin dan meningkatkan pelepasan nor-adrenalin. Obat ini memberi efek pada sistem kardiovaskuler karena dapat berinteraksi dengan reseptor DA. Pada dosis besar dopamin dapat merangsang adrenoreseptor beta dan dosis yg lebih besar lagi merangsang adrenoreseptor alfa.

a. Farmakodinamik:

Dopamin dosis kecil (2,5-5 mcg/KgBB/mnt) merangsang reseptor DA dipembuluh darah ginjal, mesenterium dan a. Koroner yang menyebabkan vasodilatasi. Akibatnya selain terjadi diuresis dan natriuresis, aliran darah di organ-organ tersebut juga meningkat.

Dopamin dosis sedang (5-10 mcg/KgBB/mnt) merangsang adrenoreseptor beta dijantung sehingga meningkatkan kontraktilitas miokard dan laju jantung, efek inotropik dopamin relatif lebih besar dibandingkan efek kronotropiknya. Dengan demikian obat ini menyebabkan kebutuhan O2 miokard yang sedikit meningkatkan Tekanan Darah (TD) sistolik tanpa banyak mempengaruhi TD diastolik. Sifat-sifat dari dopamin dosis rendah membuatnya menjadi pilihan utama pada syok kardiogenik yang disebabkan infark miokard.

Dopamin dosis tinggi (> 10mcg/KgBB/mnt) merangsang adrenoreseptor alfa 1 di pembuluh darah menyebabkan vasokonstriksi di hampir semua pembuluh darah termasuk arteri renalis dan mesenterik, juga meningkatkan kontraktilitas miokard karena terjadi peningkatan pelepasan noradrenalin.

b. Farmakokinetik:

Absorbsi, pada pemberian oral, epinefrin tidak mencapai dosis terapi karena sebagian besar dirusak oleh enzim COMT dan MAO yang banyak terdapat pada dinding usus dan hati. Pada penyuntikan SK, absorbsi lambat karena vasokontriksi local, dapat dipercepat dengan memijat tempat suntikan. Absorbsi yang lebih cepat terjadi dengan penyuntikan IM. Pada pemberian local secara inhalasi, efeknya terbatas terutama pada saluran napas, tetapi efek sistemik dapat terjadi, terutama bila digunakan dosis besar.

Biotransformasi dan ekskresi, epinefrin stabil dalam darah. Degradasi epinefrin terutama terjadi dalam hati terutama yang banyak mengandung enzim COMT dan MAO, tetapi jaringan lain juga dapat merusak zat ini. Sebagian besar epinefrin mengalami biotransformasi, mula mula oleh COMT dan MAO, kemudian terjadi oksidasi, reduksi dan atau konyugasi, menjadi metanefrin, asam 3-metoksi-4-hidroksimandelat, 3-metoksi-4-hidroksifeniletilenglikol, dan bentuk konyugasi glukuronat dan sulfat. Metabolit metabolit ini bersama epinefrin yang tidak diubah dikeluarkan dalam urin. Pada orang normal, jumlah epinefrin yang utuh dalam urin hanya sedikit. Pada pasien feokromositoma, urin mengandung epinefrin dan NE utuh dalam jumlah besar bersama metabolitnya.

c. Indikasi dan PatofisiologiSyok kardiogenik: indikasi utama dopamin adalah syok kardiogenik akibat infark miokard akut. Dosis rendah dopamin (2,5-5mcg mcg/KgBB/mnt) meningkatkan diuresis, menurunkan preload sehingga perfusi jantung membaik. Biasanya pada dosis ini sudah terjadi peningkatan TD. Apabila tidak ada respon dosis dapat ditingkatkan sampai 5mcg/KgBB/mnt. Apabila masih tidak ada respon sebaiknya dikombinasi dengan dobutamin, karena penambahan dosis selain meningkatkan laju jantung, juga menimbulkan vasokonstriksi yang sangat merugikan pasien infark miokard. Sebelum pemberian dopamin selalu harus periksa bahwa pasien tidak ada keadaan hipovolume.

e. Kontraindikasi dan efek samping:

dopamin kontraindikasi pada pasien yang sedang menggunakan MAO-inhibitor. Efek samping yang timbul adalah over aktivasi saraf simpatis seperti nausea, takikardia, sakit kepala dan muntah.

Kemasan 1 ampul = 5ml = 200mg = 200.000mcg

Oplosan: Nacl 0,9% atau Dext 5%

Rumus =Dosis x KgBB x 60 mnt= .... ml/jam = ....tpm mikrodrip

Pengenceran (mcg/ml)

Keterangan tpm = tetes per menit. 1 cc = 60 tpm mikrodrip infusCara perhitungan dosis: contoh dosis 5mcg/KgBB/mnt, dengan berat badan 50 Kg dan pengenceran 200 mg (1 ampul) diencerkan dengan NaCl 0,9% menjadi 50ml, Maka:

5mcg x 50 Kg x 60 mnt =15.000 = 3,75 ml/jam ~ 4 tpm mikrodrip

200.000 mcg / 50 ml4000

f. Bentuk Sediaan

Cairan Injeksig. PeringatanKoreksi hipovolemia; dosis rendah pada syok akibat infark miokard akut

h. Kasus Temuan

Dopamin sering digunakan untuk pengobatan hipotensi karena bekerja sebagai vasokonstriktor perifer. Dalam hal ini, dopamin sering kali digunakan bersama dobutamin dan meminimalkan efek hipotensi sekunder akibat vasodilatasi yang diinduksi oleh dobutamin.;Sehingga tekanan diatur oleh peningkatan kardiak output (dari dobutamin) dan vasokonstriksi ( oleh dopamin).Dopamin diberikan ke dalam vena sentral untuk mencegah kemungkinan ekstravasasi;;monitor aliran cairan, gunakan alat perlengkapan infus untuk mengontrol kecepatan aliran; penurunan dosis dopamin harus dilakukan secara bertahap (penghentian secara tiba-tiba dapat mengakibatkan hipotensi)i. Mekanisme Aksi

Menstimulasi reseptor adrenergik dan dopaminergik; dosis yang lebih rendah terutama menstimulsi dopaminergik dan menghasilkan vasodilatasi renal dan mesenterik ; dosis yang lebih tinggi menstimulasi dopaminergic ;dan beta1-adrenergik dan menyebabkan stimulasi jantung dan vasodilatasi renal ; dosis besar menstimulasi reseptor alfa-adrenergik.

j. MonitoringTekanan darah, ECG, heart rate, CVP, RAP, MAP, output urin, jika dipasang kateter artery pulmonary monitor CI, PCWP, SVR dan PVR3) FurosemideTermasuk dalam golongan diuretic kuat dengan kategori kehamilan C

a. Indikasi

Penatalaksanaan: edema akibat gagal jantung kongestif, penyakit hati atau ginjal

Digunakan sendiri atau dalam kominasi dengan antihipertensi dalam pengobatan hipertensi.

Penatalaksanaan hiperkalsemia pada keganasan.b. Kerja obat Menghambat reabsorpsi natrium dan klorida dari ansa Henle dan tubulus ginjal distal. Meningkatkan ekskresi ginjal yang terdiri dari air, natrium, klorida, magnesium, hydrogen, dan kalsium. Dapat memiliki efek vasodilatasi ginjal dan perifer. Efektivitas akan menetap pada kerusakan fungsi ginjal. Efek terapiutik: dieresis dan mobilisasi kelebihan cairan (edema, efusi pleura), menurunkan tekanan darah.

c. Farmakokinetik

Absorpsi: diabsorpsi dari saluran GI (60-75%) setelah pemberian oral. Juga diabsorpsi dari tempat penyuntikan IM

Distribusi: distribusinya tidak diketahui, menembus plasenta dan memasuki ASI.

Metabolisme dan Ekskresi: sebagian di metabolism oleh hati (30-40%). Sebagian metabolism non hepatic dan sebagian diekskresi oleh ginjal dalam bentuk yang tidak berubah. Waktu paruh: 30-60 menit (meningkat pada kerusakan ginjal dan neonates, sangat meningkat pada kerusakan hati).

d. Farmakodinamik

e. Kontraindikasi dan perhatianDikontraindikasikan pada:

Hipersensivitas

Sensivitas silang dengan tiazid dan sulfonamide

Kehamilan atau laktasi

Gunakan secara hati hati pada:

Penyakit hati yang parah

Deplesi elektrolit

Diabetes mellitus

Anuria atau peningkatan azotemia

f. Reaksi merugikan dan efek samping

SSP: pusing, sakit kepala, ensefalopati

Mata dan THT: tuli, tinnitus.

KV: hipotensi

GI: mual, muntah, diare, konstipasi

GU: sering berkemih

Derm: ruam, fotosensivitas

Endo: hiperglikemia

C dan E: alkalosis metabolic, hipovolemia, dehidrasi, hiponatremia, hipokalemia, hipokloremia, hipomagnesemia.

Hemat: diskrasia darah.

Metabolism: hiperurisemia

Muskuloskeletal: kram otot

Lain lain: peningkatan BUN.

g. Interaksi

Obat obat:

Hipotensi akan bertambah pada penggunaan bersama antihipertensi lain atau nitrat.

Hipokalemia akan bertambah bila digunakan bersama diuretic, mezlosilin, piperasilin, amfoterisin B dan glukokortikoid

Hipokalemia dapat meningkatkan toksisitas glikosida jantung

Menurunkan ekskresi litium, dapat menyebabkan toksisitas.

Meningkatkan risiko ototoksisitas bila digunakan bersama aminoglikosida

Dapat meningkatkan efektivitas antikoagulan oral.

h. Rute dan dosis

PO, IM, IV (Dewasa): 20-80mg/hari di awal (mungkin diperlukan sampai 600 mg; dosis sampai 1g/hari sudah digunakan pada GJK dan gagal ginjal). Jika dosis rumatan sudah ditentukan, dosis dapat diberikan dua hari sekali atau 2-3 kali seminggu.

PO, IM, IV (Anak anak): 1-2 mg/kg/hari di awal (sampai 6mg/kg/hari); dapat ditingkatkan dengan interval 6-8 jam.i. Sediaan

Tablet: 20mg, 40mg, 80 mg Larutan oral: 40mg/5 ml Injeksi: 10mg/mlWaktu profil kerja obat

(efek diuretic)

AwitanPuncakDurasi

PO30-60 menit1-2 jam6-8 jam

IM10-30 menitTidak diketahui4-8 jam

IV5 menit30 menit2 jam

j. Monitoring evaluasi Observasi adanya peningkatan haluan urine

Berkurangnya tanda tandaedema

Hati hati dengan menurunnya tekanan darah

Observasi hasil lab terutama terjadinya penurunan kalsium serum jika digunakan sebagai penatalkasanaan hiperkalsemia.

4) ISDN

Efek farmakologi utama isosorbid dinitrat yaitu menyebabkan relaksasi otot polos vaskuler, sehingga menghasilkan efek vasodilatasi pada arteri maupun vena perifer, dengan efek yang lebih dominan pada system vena. Dilatasi pembuluh darah pada kapiler termasuk vena vena besar, akan menyebabkan penumpukan darah di perifer dan menurunkan alir balik vena ke hati sehingga mengurangi tekanan akhir diastolic ventrikel kiri (preload). Relaksasi arteri, olar menyebabkan penurunan resistensi vascular sistemik dan tekanan arteri (afterload).Mekanisme anti angiha isosorbid dinitrat belum dipahami sepenuhnya. Konsumsi atau kebutuhan oksigen myocard menurun akibat efek terhadap arteri maupun vena, sehingga tercapai suatu rasio suplai kebutuhan yang membaik. Meskipun arteri koroner epikardium yang besar juga mengalami dilatasi oleh isosorbid dinitrat, perannya dapat mneghilangkan angina belum jelas.

Dalam dosis terapi, isosorbid dinitrat menurunkan tekanan sistolik diastolic dan tekanan darah arteri rata rata, tertama pada posisi tegak. Perfusi koroner yang efektif biasanya juga dipertahankan. Penurunan tekanan darah sistemik dapat menimbulkan takikardia reflek, yang merupakan efek yang bisa merugikan keutuhan oksigen myocard. Penelitian hemodinamik menunjukkan bahwa isosorbid dinitrat dapat menurunkan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri yang meningkat secara abnormal dan tekanan kapiler paru yang terjadi selama serangan akut angina pectoris

a. Indikasi dan cara pemberian

ISDN di indikasikan untuk pengobatan dan pencegahan angina pectoris. Data uji klinik menunjukkan bahwa, memberikan ISDN dengan bentuk sublingual, pelepasan secara cepat, dan pelepasan terkontrol efektif dalam memperbaiki tolerasi latihan pada pasien dengan angina pectoris. Jika dosis tunggal ISDN sublingual (5mg) diberikan, secara profilaktik pada pasien dengan angina pectoris pada bebagai uji klinik maka waktu timbulnya nyeri dada atau letih setelah latihan secara bermakna. Membaik paling tidak selama 45 menit (bahkan pada beberapa penelitian sampai 2 jam) setelahpemberian obat. Penelitian serupa setelah pemberian dosis oral tunggal (15-120mg) dan bentuk lepas terkendali (40-80mg) menunjukkan perbaikan bermakna dalamtoleransi latihan sampai 8 jam setelah obat diberikan.Bentuk sublingual diindikasikan untuk profiklaksi akut angina pectoris, jika diberikan beberapa menit sebelum timbu serangan angina. Disebabkan mula kerjanya yang lebh lambat, bentuk oral tidak diindikasikan untuk profilaksi akut.

b. Kontra indikas

ISDN dikontra indikasikan pada pasien yang menunjukkan hipersensitifitas atau idio-sinkrasi terhadap nitrat atau nitrit

c. Peringatan

Manfaat ISDN selama hari-hari pertama IMA belum mapan jika nitrat organic akan digunakan pada infark yang diti, maka pemantauan hemodinmik dan penilaian klinik secar ketat harus dilakukan karena kemungkinan timbulnya efek yang merugikan dari hipotensi

d. Perhatin umum

Wanita hamil: tidak ada uji terkontol yang adekuat pada wanita hamil, karena itu ISDN hanya bolh digunakan pada kehamilan jika manfaatnya lebih besar dan resiko yang timbul pada janin.

Ibu menyusui: tidak diketahui apakah obat ini diekskresikan kedalam ASI karena obat di ekskresikan kedalam ASI, pemberian ISDN pada ibu yang menyusui harus dilakukan dengan hati hati.

Anak anak: hasiat dan keamanan obat pada anak anak belum mapan.

e. Interaksi obat

Meningkatkan kepekaan terhadap efek hipotensi nitrat. Karena ISDN bekerja secara langsung terhadap otot polos vascular dapat menurunkan atau meningkatkan efeknya.

f. Efek samping:

Sakit kepala dan hipotensi merupakan efek samping yang tergantung dosis. Sakit kepala merupakan efek samping yang paling sering timbul, dapat bersifat berat dan menetap. Frekuensinya kira kira 25% vasodilatasi dan muka merah dapat timbul.

Sakit kepala sementara dan rasa lemah, maupun tanda tanda iskemia otak akibat hipotensi ortostatik kadang kadang dapat timbul (2-36%). Ruamkulit dan atau dermatitis eksfoliatifa dapat timbu. Mual muntah jarang terjadi.

g. Dosis dan cara pemberian

Untuk pengobatan angina pectoris umumnya dosis dimulia dengan ISDN sublingual 2,5-5mg ISDN harus ditingkatkan dosisnya secara perlahan sampai angina menghilang atau timbul efek samping. Pada pasien berobat jalan, peningkatan dosis harus dihitung melalui pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri. Dosis awal ISDN sublingual untuk terapi profilaksis angina pectoris umumnya adalah 5-10mg tiap 2-3 jam.

Untuk pengobatan angina pectoris cronis stabil umumnya diberikan dosis awal dengan tablet bentuk pelepasan segera (ditelan 5-10mg) dan bentuk lepas terkendali 4mg. untuk terapi penunjang, diberikan dosis oral 10-40mg tiap 6 jam atau bentuk lepas terkendali 40-80mg tiap 8-12 jam.5) Clopidogrel

Sasaran TerapiSasaran terapi Clopidogrel sebagai antiplatelet dalam terapi angina pectoris adalah agregasi platelet dan trombosis arteri yang menyebabkan penyempitan ateromatosa arteri koroner. Penyempitan ini menyebabkan permintaan/kebutuhan oksigen jantung lebih besar atau melampaui kemampuan suplai oksigen sehingga jantung kekurangan oksigen dan menimbulkan rasa nyeri di dada.

Tujuan TerapiTujuan terapi Clopidogrel sebagai antiplatelet dalam terapi angina pectoris adalah mengurangi atau mencegah gejala angina (yang membatasi kemampuan beraktivitas dan menurunkan kualitas hidup), menghilangkan rasa nyeri dan sesak pada dada; menurunkan heart rate;kontraktilitas jantung; mencegah terjadinya CHD (coronary heart disease) seperti MI, aritmia, gagal jantung; dan meningkatkan kualitas hidup.

Strategi TerapiStrategi terapi untuk angina pectoris ada dua macam yaitu terapi farmakologis (menggunakan obat-obat untuk angina) dan terapi non-farmakologis (terapi tanpa menggunakan obat).

Terapi farmakologis pada angina pectoris meliputi:

Nitroglycerine sublingual; untuk pertolongan cepat untuk angina; mampu menurunkan suara arteriolar dan venous, mengurangi kebutuhan oksigen jantung, memperbaiki aliran darah jantung dengan dilatasi (pelebaran) pembuluh

Aspirin; Clopidogrel; sebagai antiplatelet untuk mengurangi agregasi platelet dan trombosis di arteri sehingga juga dapat mengurangi sumbatan di pembuluh darah

-bloker dengan prioritas MI; memiliki mekanisme kerja mengurangi kebutuhan oksigen jantung selama penggunaan dan stress dengan cara mengurangi kecepatan dan kontraktilitas denyut jantung

Inhibitor ACE untuk pasien dengan CAD (penyakit arteri koroner) dan diabetes atau disfungsi sistole left ventricle (LV); mempunyai mekanisme kerja sebagai antagonis pelepasan mediator dari angiotensin II pada sel otot polos, mencegah plak atherosclerotic ruptur dengan mengurangi inflamasi, mengurangi hipertropi ventrikel kiri jantung, dan memperbaiki fungsi endothelial

Terapi untuk menurunkan LDL dengan CAD dan LDL konsentrasi >130 mg/dl (catatan: diturunkan sampai kurang dari 100 mg/dl);

Calcium antagonist/long-acting nitrat untuk mengurangi gejala jika kontraindikasi -bloker; dengan cara mengurangi kebutuhan oksigen jantung dan menginduksi vasodilatasi (pelebaran pembuluh) arteri koroner

Calcium antagonist/long-acting nitrat dikombinasikan dengan -bloker jika pengobatan utama dengan -bloker tidak berhasil;

Calcium antagonist/long-acting nitrat sebagai pengganti -bloker jika pengobatan utama dengan -bloker mempunyai efek samping yang tidak dapat diterima.

Terapi non-farmakologis meliputi: revaskularisasi, yang dilakukan dengan prosedur yang disebut coronary artery bypass grafting (CABG) dan percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA). Terapi-terapi tersebut terutama untuk pasien dengan gejala angina yang tidak dapat lagi diatasi dengan terapi obat, pasien dengan stenosis arteri koroner kiri lebih besar dari 50% dengan atau tanpa gejala, pasien dengan penyakit di tiga pembuluh darah dengan disfungsi ventrikel kiri jantung, pasien dengan angina tidak stabil, dan pasien dengan post-infark miokard dengan lanjutan angina atau iskemik lebih parah.

Selain terapi-terapi tersebut, disarankan untuk mengubah gaya hidup yang dapat dilakukan antara lain menghentikan konsumsi rokok; menjaga berat badan ideal, mengatur pola makan, melakukan olah raga ringan secara teratur; jika memiliki riwayat diabetes tetap melakukan pengobatan diabetes secara teratur; dan melakukan kontrol terhadap kadar serum lipid.

Obat Pilihan Nama generik: Clopidogrel

Nama dagang di Indonesia: Plavix (Sanofi Aventis)

a. IndikasiMengurangi kejadian atherosclerotic (myocardial infarction, stroke, kematian pembuluh darah) pada pasien dengan atherosclerosis dibuktikan oleh myocardial infarction (MI) yang belum lama berselang terjadi, stroke yang belum lama berselang terjadi, atau penyakit arterial peripheral yang sudah terbukti; sindrom coronary akut (angina tidak stabil atau MI non-Q-wave) yang terkontrol secara medis atau melalui percutaneous coronary intervention/PCI (dengan atau tanpa stent)

b. Kontra-indikasiHipersensitivitas terhadap clopidogrel atau komponen lain dari formulasinya; perdarahan patologis aktif seperti PUD atau hemoragi intrakranial; gangguan koagulasi; active peptic ulcer (tukak lambung aktif).

c. Bentuk sediaan: Tablet salut film 75 mg

d. Dosis Oral, dewasa: myocardial infarction (MI) yang belum lama berselang terjadi, stroke yang belum lama berselang terjadi, atau penyakit arterial peripheral yang sudah terbukti: satu kali sehari satu tablet 75 mg

Sindrom coronary akut: initial: loading dose 300 mg; diikuti dengan satu kali sehari satu tablet 75 mg (dikombinasikan dengan aspirin 75-325 mg satu kali sehari satu tablet).

Pencegahan penutupan coronary artery bypass graft (saphenous vein): pasien dengan alergi terhadap aspirin: dosis loading: 300 mg 6 jam ; dosis maintenance: 50-100 mg/hari

e. Aturan pakaiSatu kali sehari satu tablet 75 mg, dapat diminum dengan atau tanpa makanan.

f. Efek sampingPerdarahan gastrointestinal (saluran pencernaan), purpura, bruising, haematoma, epistaxis, haematuria, ocular haemorrhage, perdarahan intracranial, nyeri abdominal (perut), gastritis, konstipasi, rash, dan pruritus (gatal)

g. Resiko khusus (wanita hamil/gagal ginjal/kelainan hepar)

Pada kehamilan memiliki faktor resiko B; tidak direkomendasikan untuk wanita yang sedang menyusui; pasien yang memiliki resiko peningkatan perdarahan dari suatu trauma, pembedahan atau kondisi patologik lainnya. Pasien dengan penyakit hepatik sedang yang kemungkinan mengalami perdarahan diatheses. Penyesuaian dosis pada pasien dengan gangguan ginjal dan pasien usia lanjut tidak diperlukan.

6) Albumina. Larutan albuminHa ini dibuat dari curah hujan plasma manusia dikumpulkan oleh beralkohol .Untuk bahwa patogen , albumin adalah pasteurisasi dengan waktu selama 10 jam di + 600c .Atas dasar dari proses pembuatannya dan bahwa patogen yang terlibat , albumin yang dianggap sebagai persiapan untuk melakukan transmisi tidak ada risiko infeksi .Hingga 3.2 g litre-1 octanoate dan natrium 4,29 g litre-1 acetyltryptophan ditambahkan sebagai stabilizers .Persiapan ini mengandung albumin & 200 g litre-1 dari aluminium . Albumin isoagglutinins atau pemecahan masalah yang tidak mengandung zat golongan darah dan dapat dikelola dengan demikian menjadi independen dari penerima darah dari groub .Ha euther sedikit solusi hypo-oncotic solusi ) ha sebesar 4 persen , iso-incotic ( 5 persen solusi ) ha , atau hyperoncotic ( solusi ) ha 20-25 persen .Langkah yang efektif adalah komponen ha dengan berat molekul ( mw dari sekitar 66 kda yang terdiri dari 584 urutan asam amino yang dikenal .Albumin adalah solusi dissilved di 154 mmol litre-1 larutan yang mengandung garam natrium dan klorida litre-1 154 mmol.b. Indikasi

1) Sepsis

Indikasi: sepsis dengan hipoalbuminemiaPemberian albumin mungkin diperlukan bila kadar albumin kurang dari 2g% (sepsis dengan hipovolemia pilihannya adalah kristaloid atau colloid)

Obat: albumin 20% atau 25%

Regimen dosis: tidak lebih dari 1-2 mg/kg/jam

Waspada : penggunaan albumin sebagai fluid therapy pada kasus sepsis dapat menimbulkan bahaya terutama pada capillary leak syndrome dimana albumin masuk ke jaringan interstisial yang justru menambah edema yang sulit ditarik kembali ke intravaskuler.

Catatan :

Sampai saat ini belum terbukti bahwa pemberian albumin pada kasus sepsis dapat memperbaikikeadaan (outcome) meskipun secara teoritis albumin penting untuk binding obat serta sebagai antioksidan

Dasar utama terapi sepsis adalah :

a. Menghentikan proses sepsis, menghentikan katabolisme misalnya :

1. Mengontrol penyebab (sumber) sepsis

2. Memberikan antibiotic

b. Supportif

Nutrisi yang baik untuk membantu sintesa protein

2) Multi trauma dan sakit kritis

Indikasi: Hipoalbuminemia kurang dari 3.0 g/dl yang terjadi bersama

trauma dada dengan kontusio paru/edema parutrauma kepala dengan edema otak/peningkatan tekanan intracraniallaparotomi dengan anastomosis usushipoalbuminemia kurang dari 2.0g/dl

Obat: albumin 20% atau 25%

Regimen dosis: pemberian tetesan pelahan 100 cc dalam 6 jam. Lebih lambat pada pasien tua atau kelainan jantung

Waspada:

Tekanan darah, nadi, nafas dan fungsi vital lain harus diukur dan dicatat sebelum pemberian albumin, selama dan sesudahnya

Infuse albumin 20% dan 25% akan membawa masuk cairan dari interstitial ke intravaskuler. Ekspansi cairan vaskuler dapat enyebabkan circulatory overload dan payah jantung. Albumin 20% (5 x kadar dalam plasma ) 100 cc akan berkembangmenjadi lebih kurang500 cc setelah bercampur plasma

Pemberian tetesan lambat ditujukan untuk mengenali terjadinya penyulit sejak awal. Pasien sakit kritis dengan gagal nafas dan atau gagal jantung perlu mendapat pemantauan lebih teliti dari fungsi nafas dan pertukaran gasnya, serta fungsi jantung

Infuse albumin adalah proteinasing yang dapat memicu reaksi alergi dan anafilaksis

Infuse albumin yang berlebihan akan menekan produksi albumin andogen.

3) Luka bakar

Indikasi : Pada jam ke 24 pasca trauma : untuk membantu penarikan cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler.

Bila kadar kurang dari 2,5g/dl, tujuan:

a. Untuk penyembuhan luka.

b. Toleransi operasi (narkose, tangensial eksisi,skin graft)

Obat : albumin 20% atau 25%

Regimen dosis:

1. Untuk membantu penarikan cairan : 1 kantong

2. Untuk perbaikan kadar albumin sampai tercapai 2,5g/dl : I flash dihabiskan dalam waktu 1 jam/hari selanjutnyadapat dilakukan koreksi kadar albumin.

4) Gangguan peredaran darah otak

Indikasi : penderita stroke dengan albumin kurang dari 3,5g/dl

Obat: albumin 20% atau 25%

Regimen dosis:

a. Kebutuhan albumin hitung berdasarkan rumus : (albumin diharapkan albumin pasien) x BB x 0,8g

b. Tetesan : 20 tetes/menit

5) Preeklamsia/eklamsia

Indikasi : preeklamsia/eklamsia dengan : edema paru, kadar albumin dalam darah kurang dari 2g/dl

Obat : albumin 20%

Regimen dosis: 2 flash/24 jam

Diberikan sampai kadar albumin daam darah mencapai 2,5g/dl setelah evaluasi : bila perlu diulang kembali

6) Pancreatitis akut

Indikasi : pancreatitis akut dengan albumin kurang dari 2,7g/dl

Tujuan : mengatasi kebocoran protein dari sirkulasi darah oleh karena ektstravasasi enzim dan bahan toksik pancreas ke rongga ekstraperitoneal yang menyebabkan chemical burn

Target : albumin kurang dari 3,0g/dl

Obat

: albumin 20% atau 25%

Regimen dosis: kebutuhan albumin = (albumin diharapkan albumin pasien) x BB x 0,8g

7) Asites

Indikasi : asites setelah parasintesis

Obat : albumin 20% atau 25%

Regimen dosis: 6-8 gram albumin atau liete cairan asistes yang dibuang

8) Sindroma nefrotik

Indikasi :

a. Sindroma nefrotik dengan edema paru maupun edema perifer yang akutdan berat

b. Resisten terhadap pemberian diuretic

Obat : albumin 20%

Regimen dosis: 20 ml albumin 20% untuk 60mg furosemid, dicampur

9) Hipotensi saat hemodialisa

Indikasi: hipotensi saat hemodialisis setelah pemberian normal salin dan plasma ekspander lain gagal meningkatkan tekanan darah

Obat : albumin 25%

Regimen dosis: 25 g (100 ml albumin 25%) diberikan selama 1 jam/hari

10) Gagal ginjal dengan asites

Indikasi : gagal ginjal dengan asites yang dilakukan parasintesis

Obat : albumin 20% atau 25%

Regimen dosis: 5-6g albumin untuk tiap liter cairan asites

11) Penyakit ginjal anak

Indkasi : hipoalbuminemia ( 1 quart/hari, 1 quart = 0,9463 L) St. Johns wort dapat menurunkan efek simvastatin.

9) Ranitidin Injeksi

a. KomposisiTiap tablet salut selaput mengandung ranitidine hydrocloride setara dengan 150 mg ranitidine base, tiap ml injeksi mengandung ranitidine hydrocloride setara dengan 25 mg ranitidine base (Harjasaputra, Purwanto 2002).b. Kelas

Farmakologi : Histamin (H2) reseptor antagonis Terapi : Obat Antitukak (Harjasaputra, Purwanto 2002).c. Farmakokinetik AbsorbsiPada pemberian oral, ranitidine diabsorbsi dengan cepat dan lengkap, tetapi sedikit berkurang bila ada makanan atau atasida. DistribusiPemberian dosis tunggal 150 mg ranitidine, kadar puncak dalam darah akan tercapai 1 - 2 jam setelah pemberian MetabolismePada hati rata-rata mengikat 15% protein serum, waktu paruh kira kira 3 jam dan lama kerja sampai 12 jam. EkskresiRanitidine diekskresi terutama bersama urin dalam bentuk utuh (30%) dan metabolitnya, serta kecil bersama feses (Harjasaputra, Purwanto 2002).d. FarmakodidamikRanitidine adalah antihistamin penghambat reseptor H2 ( AH2 ). Perangsangan reseptor H, akan merangsang sekresi asam lambung. Dalam menghambat reseptor H2 ranitidine berkerja cepat, spesifik dan rebersible melalui pengurangan volume dan kadar ion hidrogen cairan lambung. Ranitidine juga meningkatkan penghambatan sekresi asam lambung akibat perangsangan obat muskarinik atau gastrin (Harjasaputra, Purwanto 2002).e. Indikasi

Ranitidine digunakan untuk pengobatan tukak lambung dan duodenum akut, refluks esofagitis, keadaan hipersekresi asam lambung patologis seperti pada sindroma zollinger ellison, hipersekresi pasca bedah (Harjasaputra, Purwanto 2002).

f. KontraindikasiHipersesitifitas terhadap ranitidine (Harjasaputra, Purwanto 2002).g. Efek samping1) SSP

: sakit kepala, agitasi, kegelisahan2) GI

: mual, muntah, diare, sembelit, perut tidak nyaman atau sakit

3) Hematologi : granulocytopenia reversibel dan trombositopenia

4) Hati

: hepatitis

5) Kulit

: ruam

6) Lain-lain

: terbakar atau gatal di lokasi injeksi I.V., reaksi hipersensitivitas (Harjasaputra, Purwanto 2002).h. Interaksi 1) Diazepam, propanolol, teofilin, dan warfarin dapat mengurangi aktifitas ranitidine.

2) Midazolam, fentanil, nifedipin, dapat menghambat metabolisme obat

3) Pemakaian antasida lokal bersama sama dengan ranitidine dapat menurunkan absorsi ranitidine, penderita yang diberi ranitidine jangan deberi antasida lain selama 1 jam selama satu jam setelah pemberian ranitidine. Pemakaian antimuskarinik berasama sama dengan ranitidine dapat meningkatkan efek penekanan sekresi lambung tetapi mekanisme yang pasti belum diketahui (Harjasaputra, Purwanto 2002).i. Peringatan dan perhatian 1) Keamanan pemakaian pada wanita hamil dan menyusui belum dapat dipastikan.

2) Pemberian harus hati hati pda pasien dengan ganguan fungsi ginjal.

3) Pemberian ranitidine pada penderita keganasan lambung dapat menutupi gejala gejala ini :

(1) Keamanan dan efektifitas pada anak anak belum dapat dipastikan (estabilised)

(2) Pengobatan penunjang akan mencegah kembuhnya tukak (ulkus) tetapi tidak mengubah jalanya penyakit sekalipun pengobatan penunjang terutama diberikan bila kambuhnya tukak (ulkus) berat dan sering, serta apabila pembedahan akan membahayakan penderita. Karena usia atau adanya penyakit yang menyertai.

(3) Hindari pengunaan pada penderita yang memilikiporfiria akut (Harjasaputra, Purwanto 2002).j. Dosis1) Terapi oral

Dewasa : tukak lambung, deudenum dan refluks esofagitis, sehari 2 kali 1 tablet atau dosis tunggal 2 tablet menjelang tidur malam, selama 4 8 minggu. Untuk hipersekresi patologis sefari 2 3 kali 1 tablet. Bila keadaan parah dosis dapat ditingkatkan sampai 6 tablet pada malam hari. Pada penderita ganguan fungsi ginjal dan klirens kreatinin kurang dari 50mg/menit, dosis sehari 1 tablet.

Dosis untuk anak anak belum mantap.2) Terapi parenteral

Diberikan i.m atau i.v atau infus secara perlahan atau intermiten untuk penderita rawat inap dengan kondisi hipersekretori patologik atau tukak usus duabelas jari yang tidak sembuh sembuh, atau bila terapi oral tidak memungkinkan.

Dosis dewasa :

Injeksi i.m atau i.v intermiten : 50mg setiap 6 8 jam. Jika diperlukan, obat dapat diberikan lebih sering, dosis tidak boleh melebihi 400 mg sehari.

a. Jika ranitidine ddiberikan secara infus, 150mg ranitidine diinfuskan dengan kecepatan 6,25mg/jam selama lebih ari 24 jam ; pada penderita dengan sindrom zollinger ellison atau kondisi hipersekretori lain, infus selalu dimulai kecepatan 1mg/kg per jam. Jika setelah 4 jam penderita masih, atau jika sekresi asam lambung lebih besar dari 10mEq/jam, dosis ditambah 0,5mg/kg per jam, lalu ukur kembali sekresi asam lambung. Pada penderita gagal ginjal dengan klirens kreatinin kurang dari 50 menit, dosis I.M atau jika diperlukan, ubah dengan hati hati interval dosis dari setiap 24 jam menjadi setiap 12 jam (Harjasaputra, Purwanto 2002).k. Cara Pemakaian1) Injeksi secara i.m: tidak perlu diencerkan

2) Injeksi i.v intermiten: 50 mg ranitidine tiap 6 8 jam diencerkan dengan larutan natrium klrorida 0,9% atau larutan i.v lain yang cocok sampai didapat konsentrasi tidak lebih besar dari 2,5mg/ml (total volume 20ml) dan kecepatan injeksi tidak melebihi 4ml per menit (waktu seluruhnya tidak kurang dari 5 menit).

3) Infus intermitten: 500mg ranitidine tiap 6 8 jam diencerkan oleh larutan dextrose 5% atau larutan i.v lain yang cocok sampai didapat konsentrasi tidak lebih besar dari 0,5mg/ml (total volune 100 L) kecepatan infus tidak lebih dari 5 7 ml per menit (waktu seluruhnya 15 20 menit).

4) Infus: 150 mg ranitidine diencerkan dalam 250ml dextrose 5% atau larutan i.v lain yang cocok dan diinfuskan dengan kecepatan 6,25mg/jam selama 24jam. Untuk penderita sindroma Zollinger-Ellison atau hipersekretori lain, ranitidine injeksi harus diencerkan dengan dextrose 5% atau larutan i.v lain yang cocok dan kecepatan ini harus disesuaikan dengan keadaan penderita. Karena ranitidine ikut terdialisa, maka pemberian harus disesuaikan sehingga bertepatan dengan akhir hemodialisis (Harjasaputra, Purwanto 2002).l. Monitoring1) Observasi tanda-tanda vital. 2) Pantau CBC dan tes fungsi hati (Harjasaputra, Purwanto 2002).m. Health Education1) Anjurkan pasien untuk menghindari mengemudi dan kegiatan berbahaya lainnya2) Beritahu pasien bahwa merokok dapat menurunkan efek obat.

3) Meninjau semua reaksi lain yang signifikan dan reaksi merugikan yang mengancam nyawa dan interaksi, terutama yang terkait dengan tes, herbal, dan perilaku yang disebutkan di atas.4) Anjurkan pasien untuk tidak mengemudi atau melakukan aktivitas berbahaya sampai efek samping obat dapat diketahui

5) Katakan pada pasien jika merokok dapat mengurangi manfaat dari obat

katakan pada pasien untuk melapor jika ada tanda-tanda efek samping obat terjadi (Harjasaputra, Purwanto 2002).

10) DiazepamGeneric Name: diazepam (dye AZ pam e) Nama merek: Valiuma. Pengertian Diazepam adalah sebuah benzodiazepin. Ini mempengaruhi zat kimia dalam otak yang mungkin menjadi tidak seimbang dan menyebabkan kecemasan. Diazepam digunakan untuk pengelolaan gangguan kecemasan atau untuk bantuan jangka pendek gejala kecemasan. Diazepam juga dapat digunakan untuk meringankan agitasi, kegoyahan, dan halusinasi pada saat penarikan alkohol dan meringankan beberapa jenis kejang otot. Hal ini juga dapat digunakan untuk mengobati kejang, insomnia, dan kondisi lain yang ditentukan oleh dokter. Keuntungan dari diazepam adalah timbulnya tindakan yang cepat dan tingkat keberhasilan tinggi yang penting untuk mengelola kejang akut; benzodiazepin juga memiliki toksisitas relatif rendah overdosis. Diazepam adalah obat inti dalam Organisasi Kesehatan Dunia 's " Daftar Obat Esensial ", yang merupakan daftar kebutuhan medis minimum untuk sistem perawatan kesehatan dasar. Diazepam digunakan untuk mengobati berbagai macam kondisi dan telah menjadi salah satu obat yang paling sering diresepkan di dunia selama beberapa tahun terakhir 40. Ini pertama kali disintesis oleh Dr Leo Sternbach .

b. Indikasi

Diazepam terutama digunakan untuk mengobati kecemasan, insomnia, dan gejala akut penarikan alkohol . Hal ini juga digunakan sebagai premedikasi untuk menginduksi sedasi, anxiolysis atau amnesia sebelum prosedur medis tertentu (misalnya, endoskopi ). Diazepam intravena atau lorazepam pengobatan lini pertama untuk status epilepticus. Namun, lorazepam keunggulan dibandingkan diazepam termasuk tingginya tingkat mengakhiri dan kejang lebih efek. anticonvulsant berkepanjangan telah Diazepam jarang digunakan untuk jangka jangka waktu pengobatan epilepsi karena toleransi terhadap efek antikonvulsan diazepam biasanya berkembang dalam 6 sampai 12 bulan pengobatan, efektif rendering itu berguna untuk tujuan ini. Diazepam digunakan untuk pengobatan darurat eklampsia , ketika IV magnesium sulfat dan mengontrol tekanan darah tindakan telah gagal. Benzodiazepines tidak memiliki sifat menghilangkan rasa sakit diri dan umumnya direkomendasikan harus dihindari pada individu dengan rasa sakit. Namun demikian, benzodiazepin seperti diazepam dapat digunakan untuk mereka sifat relaksasi otot dapat mengurangi rasa sakit yang disebabkan oleh kejang otot , yang disebabkan oleh berbagai dystonias, termasuk blefarospasme. Toleransi sering berkembang ke efek relaksan otot seperti diazepam benzodiazepine.Baclofen atau Tizanidine adalah kadang-kadang digunakan sebagai alternatif diazepam.Tizanidine telah ditemukan untuk sama-sama efektif sebagai obat antispasmodic lain dan memiliki tolerabilitas unggul dari baclofen dan diazepam.Efek antikonvulsan diazepam, dapat membantu dalam pengobatan kejang, karena overdosis obat atau racun kimia sebagai akibat dari paparan sarin , VX , SOMAN (atau lainnya organofosfat racun), lindan , klorokuin , physostigmine , atau piretroid. Diazepam intermitently kadang-kadang digunakan untuk profilaksis kejang demam yang terjadi sebagai akibat dari demam tinggi pada anak dan bayi di bawah usia 5 tahun. penggunaan jangka panjang diazepam untuk pengelolaan epilepsi tidak dianjurkan, namun sebuah sub kelompok individu dengan pengobatan epilepsi tahan manfaat dari-jangka panjang dan benzodiazepine bagi individu tersebut clorazepate telah direkomendasikan karena lebih lambat awal atas toleransi terhadap efek antikonvulsan.c. Dosis Untuk pemberian oral: Tablet - 1 mg, 2 mg, 5 mg, 10 mg. Generic versi yang tersedia.

Kapsul, waktu-release - 15 mg (dipasarkan oleh Roche sebagai Valrelease)

Larutan cair - 1 mg / ml dalam kemasan 500 ml dan unit-dosis (5 mg & 10 mg); 5 mg / ml dalam botol pipet 30 ml (dipasarkan oleh Roxane sebagai Diazepam Intensol) Untuk administrasi parenteral: Ampul 2 ml dan jarum suntik, 1 ml, 2 ml, vial 10 ml, 2 ml Tel-E-byek; juga mengandung propilen glikol 40%, 10% etil alkohol, 5% natrium benzoat dan asam benzoat sebagai buffer, dan benzil 1,5% alkohol sebagai pengawet.

Catatan: IM injeksi sebagian besar kurang efektif sebagai obat yang disuntikkan ke dalam otot berhubung dgn tetanus dengan urat otot terkompresi. Ini tidak memungkinkan obat mencapai sirkulasi cepat.

d. Kontraindikasi Penggunaan diazepam harus dihindari, jika mungkin, pada individu dengan kondisi berikut: Ataxia Parah hipoventilasi Akut sudut sempit glaukoma Berat hati kekurangan ( hepatitis dan liver sirosis penghapusan penurunan dengan faktor dari 2) Berat ginjal kekurangan (misalnya pasien dialisis ) Hati gangguan Gangguan pernapasan berat Parah sleep apnea Parah depresi , terutama jika disertai dengan kecenderungan bunuh diri Kegilaan Kehamilan atau menyusui Perhatian yang dibutuhkan pada pasien usia lanjut atau lemah Coma atau shock Tiba-tiba penghentian terapi Intoksikasi akut dengan alkohol , narkotika , atau zat psikoaktif lainnya (dengan pengecualian beberapa halusinogen , di mana kadang-kadang digunakan sebagai pengobatan untuk overdosis) e. Efek samping Penggunaan jangka panjang benzodiazepin seperti diazepam dikaitkan dengan toleransi , ketergantungan benzodiazepin serta sindrom penarikan benzodiazepin . Seperti benzodiazepin lainnya, diazepam dapat mengganggu memori jangka panjang dan belajar informasi baru. Sementara obat benzodiazepin seperti diazepam dapat menyebabkan amnesia anterograde. mereka tidak menyebabkan amnesia retrograde. Toleransi terhadap efek merusak kognitif benzodiazepin tidak cenderung untuk mengembangkan dengan penggunaan jangka panjang. Orang tua lebih sensitif terhadap efek merusak kognitif benzodiazepin. Tambahan setelah penghentian benzodiazepin kognitif defisit dapat bertahan selama sedikitnya enam bulan, tidak jelas apakah kerusakan ini memakan waktu lebih lama dari enam bulan untuk mengurangi atau jika mereka adalah permanen Benzodiazepin juga dapat menyebabkan atau memperburuk depresi . Infus atau suntikan diazepam intravena berulang ketika kejang mengelola misalnya dapat mengakibatkan keracunan obat termasuk depresi pernapasan, sedasi serta hipotensi . Toleransi juga dapat mengembangkan untuk infus diazepam jika diberikan selama lebih dari 24 jam.Dampak buruk seperti sedasi, ketergantungan benzodiazepin dan potensi penyalahgunaan membatasi penggunaan benzodiazepin.

Diazepam memiliki berbagai efek samping yang umum untuk paling benzodiazepin. Paling umum efek samping meliputi: Penindasan tidur REM Gangguan fungsi motorik o Gangguan koordinasi o Gangguan keseimbangan o Pusing dan mual Depresi Reflex tachycardiaSelama terapi, toleransi terhadap efek obat penenang biasanya berkembang, tetapi tidak untuk dan myorelaxant efek anxiolytic. Pasien dengan serangan parah apnea saat tidur mungkin menderita depresi pernafasan (hipoventilasi) menyebabkan serangan pernapasan dan kematian. Diazepam dalam dosis 5 mg atau lebih menyebabkan penurunan pada kewaspadaan performa gabungan dengan meningkatnya perasaan kantuk.f. Mekanisme kerja Diazepam adalah benzodiazepin yang mengikat ke subunit tertentu pada GABA A reseptor pada situs yang berbeda dari situs pengikatan endogen molekul GABA. reseptor adalah saluran inhibisi yang, ketika diaktifkan, menurun aktivitas neuronal. Benzodiazepin tidak suplemen untuk neurotransmitter GABA, bukan benzodiazepin seperti diazepam mengikat ke lokasi yang berbeda pada reseptor GABA A dengan hasil bahwa efek GABA yang ditingkatkan.Benzodiazepin menyebabkan peningkatan pembukaan saluran ion klorida ketika GABA mengikat situsnya pada reseptor GABA A menyebabkan ion klorida lebih memasuki neuron yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan efek depresan sistem saraf pusat.Diazepam mengikat non-selektif untuk alpha1, alpha2, alpha3 dan alpha5 subunit mengandung GABA A reseptor.Karena peran diazepam sebagai positif modulator alosterik dari GABA, ketika mengikat reseptor benzodiazepin menyebabkan penghambatan efek. Hal ini timbul dari hyperpolarization pos- sinaptik membran, karena kontrol yang diberikan atas negatif klorida ion oleh A reseptor GABA.Diazepam muncul untuk bertindak atas area sistem limbik , thalamus , dan hypothalamus , menginduksi efek anxiolytic. tindakan nya adalah karena peningkatan GABA kegiatan. Clobazam obat-obatan termasuk diazepam meningkatkan proses penghambatan dalam cerebral cortex. Sifat anticonvulsant diazepam dan benzodiazepin lainnya mungkin dalam sebagian atau seluruhnya karena mengikat ke saluran sodium tegangan yang tergantung daripada reseptor benzodiazepine.menembak berulang berkelanjutan tampaknya akan dibatasi oleh 'efek benzodiazepin memperlambat pemulihan saluran sodium dari inaktivasi.Sifat relaksan otot diazepam diproduksi melalui penghambatan polysynaptic jalur di sumsum tulang belakang.g. Farmakokinetik Generik pak 5mg Diazepam.Diazepam dapat diberikan secara oral, intravena (harus diencerkan, karena menyakitkan dan merusak pembuluh darah), intramuskular (lihat di bawah), atau sebagai supositoria .Ketika diazepam yang diberikan secara oral, itu diserap dengan cepat dan memiliki onset cepat tindakan.Onset tindakan adalah 1-5 menit untuk administrasi IV dan 15-30 menit untuk administrasi IM. Durasi puncak efek farmakologis's diazepam adalah 15 menit sampai 1 jam untuk kedua rute administrasi. Ketersediaan hayati setelah admministration oral adalah 100 persen, dan 90 persen setelah pemberian dubur. kadar plasma puncak terjadi antara 30 menit dan 90 menit setelah pemberian oral dan antara 30 menit dan 60 menit setelah pemberian intramuskular; setelah kadar puncak plasma administrasi dubur terjadi setelah 10 menit untuk 45 menit. Diazepam sangat terikat dengan protein 96-99 persen diserap obat yang terikat protein. The distribution half life of diazepam is 2 minutes to 13 minutes. Separuh distribusi kehidupan diazepam adalah 2 menit sampai 13 menit.

Bila diazepam diberikan sebagai injeksi intramuskular (ini menyakitkan, dan tidak disarankan), penyerapan lambat, tidak menentu dan tidak lengkap.Diazepam sangat larut dalam lemak, dan secara luas didistribusikan ke seluruh tubuh setelah administrasi. Hal ini mudah melintasi baik penghalang darah-otak dan plasenta , dan diekskresikan ke dalam ASI. Setelah penyerapan, diazepam didistribusikan ulang ke dalam otot dan adipose jaringan.dosis harian terus menerus dari diazepam cepat akan membangun sampai konsentrasi tinggi dalam tubuh (terutama di jaringan adiposa ), yang akan jauh melebihi dari dosis yang sebenarnya untuk hari tertentu.

Ada penyimpanan preferensial diazepam di beberapa organ termasuk jantung.Penyerapan oleh rute dikelola dan risiko akumulasi secara signifikan meningkat pada neonatus dan ada justifikasi klinis untuk merekomendasikan penarikan diazepam selama kehamilan dan menyusui.

Diazepam mengalami metabolisme oksidatif oleh Demethylation (CYP 2C9, 2C19, 2B6, 3A4, dan 3A5), hidroksilasi (CYP 3A4 dan 2C19) serta glucuronidation di hati sebagai bagian dari sitokrom P450 sistem enzim. Diazepam memiliki beberapa farmakologis metabolit aktif .Metabolit aktif utama dari diazepam adalah desmethyldiazepam (juga dikenal sebagai nordazepam atau nordiazepam).lain yang aktif's metabolit Diazepam termasuk aktif minor metabolit temazepam dan oxazepam . Ini metabolit terkonjugasi dengan glukuronat , dan diekskresikan terutama di urin. Karena ini metabolit aktif, nilai serum dari diazepam saja tidak berguna dalam memprediksi efek obat.Diazepam memiliki biphasic paruh sekitar 1-3 dan 2-7 hari untuk desmethyldiazepam metabolit aktif. Sebagian besar obat ini dimetabolisme; sedikit Diazepam diekskresikan berubah.

h. Interaksi Jika diazepam adalah untuk diberikan bersamaan dengan obat lain, perhatian harus dibayarkan kepada interaksi farmakologis mungkin. Perhatian khusus harus diambil dengan obat yang meningkatkan efek diazepam, seperti barbiturat, fenotiazin , narkotika dan antidepresan . Diazepam tidak meningkatkan atau menurunkan aktivitas enzim hati, dan tidak mengubah metabolisme senyawa lain. Tidak ada bukti bahwa akan menyarankan mengubah metabolisme diazepam sendiri dengan administrasi kronis. Agen yang memiliki efek pada hati jalur sitokrom P450 atau konjugasi dapat mengubah laju metabolisme diazepam. Interaksi ini akan diharapkan untuk menjadi yang paling signifikan dengan jangka diazepam terapi-panjang, dan signifikansi klinis mereka adalah variabel.

Diazepam meningkatkan efek depresi sentral alkohol, lainnya hipnotik / sedatif (misalnya, barbiturat), narkotika, lain relaksan otot , antidepresan tertentu, sedatif antihistamin , opiat dan antipsikotik serta antikonvulsan seperti fenobarbital , fenitoin dan carbamazepine . The euphoriant effects of opioids may be increased, leading to increased risk of psychological dependence. Efek euphoriant opioid dapat ditingkatkan, menyebabkan peningkatan risiko ketergantungan psikologis.

Cimetidine , omeprazole , oxcarbazepine , Ticlopidine , topiramate , ketoconazole , itraconazole , disulfiram , fluvoxamine , isoniazid , eritromisin , probenesid , propranolol , imipramine , ciprofloxacin , fluoxetine dan asam valproat memperpanjang tindakan diazepam oleh yang menghambat eliminasi. oxcarbazepine , Ticlopidine serta topiramate juga menghambat penghapusan diazepam.

Alkohol ( etanol ) dalam kombinasi dengan diazepam dapat menyebabkan peningkatan sinergis dari hipotensi sifat benzodiazepin dan alkohol.

Kontrasepsi oral ("pil") secara signifikan menurunkan penghapusan desmethyldiazepam, metabolit utama dari diazepam.

Rifampisin , fenitoin , karbamazepin dan fenobarbital meningkatkan metabolisme diazepam, sehingga menurunkan tingkat obat dan efek. Deksametason dan John's wort St juga meningkatkan metabolisme diazepam.

Diazepam meningkatkan kadar serum dari fenobarbital .

Nefazodone dapat menyebabkan peningkatan kadar darah benzodiazepine

Cisapride dapat meningkatkan penyerapan, dan karena itu aktivitas obat penenang, diazepam.

Dosis kecil teofilin dapat menghambat tindakan diazepam.

Diazepam dapat menghalangi tindakan levodopa (digunakan dalam pengobatan Parkinson's Disease ). Diazepam dapat mengubah digoxin konsentrasi serum.

Obat lain yang mungkin memiliki interaksi dengan diazepam meliputi: antipsikotik (misalnya klorpromazin ), inhibitor MAO , ranitidin

Kafein dapat menentang efek diazepam dan sebaliknya.

Merokok tembakau dapat meningkatkan penghapusan diazepam dan menurunkan tindakannya.

Karena bekerja pada reseptor GABA rempah Valerian dapat menghasilkan efek yang merugikan.

Makanan yang mengasamkan urin dapat menyebabkan penyerapan lebih cepat dan penghapusan diazepam, mengurangi tingkat obat dan aktivitas. Makanan yang membasakan urin dapat menyebabkan penyerapan lebih lambat dan penghapusan diazepam, meningkatkan tingkat obat dan aktivitas.

Ada laporan yang bertentangan mengenai apakah makanan pada umumnya mempunyai pengaruh terhadap penyerapan dan aktivitas diberikan diazepam oral.i. Efek Obat : Efek terapeutik efek yang dinginkan, efek utama ex: morfin sulfat adalah analgetik, diazepam mnghilangkan kcemasan Efek samping efek yang tidak diinginkan, biasanya dapat diprediksi ex: digitalis meningkatkan kekuatan kontraksi miokard tapi efek sampingnya mual muntah

Toksisitas obatefek yang merusak terhadap organisme aatau jaringan sebagai akibat overdosis ex:depresi pernafasan akibat penumpukan morfin sulfat dalam tubuh.

Alergi obatReaksi immunologi terhadap suatu obat.dapat ringan atau berat. Bervariasi mulai dari ruam kulit sampai diare berat yaitu syok anapilaktifj. Pemberian ObatPrinsip 6 Benar :a) Benar order (dosisnya)b) Benar obatc) Benar pasiend) Benar cara pemberiane) Benar waktu pemberian f) Benar pendokumentasiannya.11) Parasetamol (k/p)

a. Pengertian

Parasetamol adalah drivat p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik analgesic. Dalam golongan obat analgetik, parasetamol atau nama lainnya asetanimofen memiliki khasiat sama seperti aspirin atau obat obat non steroid anti inflamatori drug (NSAID) lainnya. Seperti aspirin, parasetamol berfek menghambat prostaglandin atau mediator nyeri di otak, tetapi sedikit aktivitasnya sebagai penghambat prostaglandin perifer. Namun, tidak seperti obat obat NSAIDs, obat ini tidak memiliki aktifitas anti inflamasi atau anti radang dan tidak menyebabkan gangguan cerna maupun efek kardiorenal yang tidak menguntungkan. Karenanya cukup aman digunakan pada semua golongan usia.

Parasetamol aman dalam dosis standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja sering terjadi.

b. Dosis

Oral: dewasa = 500-1000 mg setiap 6 jam

Anak (6-12 tahun): 125-250mg 3-4x sehari.

Bayi dan anak kecil: dengan bentuk tetes (ukuran pipet = 60mg/0,6ml) atau eliksir (125mg atau 5 ml)

Bayi < 1 tahun = sendok teh atau ukuran pipet , 3-4x sehari.

Anak kecil (1-3 tahun): - 1 sendok the atau 1 2 ukuran pipet, 3-4x sehari.

Anak (4-5 tahun): 1 sendok teh atau 3 ukuran pipet 3-4x sehari.

c. Sediaan

Bentuk sediaan, tablet chewable, eliksir, drops dan suspense drops yang dikemas khusus yang diberikan untuk bayi dan anak anak. Umunya obat ini diberikan untuk meringankan gejala demam, nyeri, dan rasa tidak nyaman karena masuk angin, flu atau karena imunisasi dan pertumbuhan gigi.d. Hal yang harus diperhatikan

Hentikan penggunaan parasetamol bila demam berlangsung lebih dari 3 hari atau nyeri semakin memburuk lebih dari 10 hari, kecuali atas saran dokter.

Bagi ibu hamil dan menyusui, konsultasikan dengan dokter jika hendak menggunakan obat ini.

Orang dengan penyakit gangguan liver sebaiknya tidak menggunakan obat ini.

Konsultasikan dengan dokter sebelum mangkombinasi parasetamol dengan obat obat NSAID, antikoagulan (warfarin) ataupun kontrasepsi oral.

Penggunaan parasetamol bersama alcohol dapat meningkatkan toksisitas hati.

Konsumsi vitamin C dosis tinggi dapat meningkatkan kadar parasetamol dalam tubuh.

e. Metabolism

Parasetamol berikatan dengan sulfat dan glukoronida terjadi di hati. Metabolism utamanya meliputi senyawa sulfat yang tidak aktif dan konjugatglukoronida yang dikeluarkan lewat ginjal. Sedangkan sebagian kecil, di metabolism kan dengan bantuan enzin cytochrome P450. Hanya sedikit jumlah parasetamol yang bertanggung jawab terhadap efek toksik atau racun yang diakibatkan oleh metabolit NAPQI (N-asetil-p-benzo-quinon imina). Bila pasien mengkonsumsi parasetamol pada dosis normal, metabolic toksis NAPQI ini segera di detoksifikasi menjadi konjugat yang tidak toksik dan segera dikeluarkan melalui ginjal. Perlu diketahui bahwa sebagian kecil dimetabolisme cytochrome P450 atau CYP atau N-asetil-p-benzo-quinon imina bereaksi sulfidril. Namun apabila pasien mengkonsumsi parasetamol pada dosis tinggi, konsentrasi metabolit beracun ini menjadi jenuh sehingga menyebabkan kerusakan hati. Pada dosis normal bereaksi dengan sulfidril pada glutation metabolit non toxic di ekskresi oleh ginjal.

f. Mekanisme kerja

Parasetamol menghambat produksi prostaglandin atau senyawa penyebab inflamasi, namun parasetamol hanya sedikit memiliki khasiat antiinflamasi. Telah dibuktikan bahwa paraseamol mampu mengurangi bentuk teroksidasi enzim siklooksigenase (cox), sehingga menghambatnya untuk membentuk senyawa penyebab inflamasi. Parasetamol juga bekerja pada pusat pengaturan suhu pada otak tetapi mekanisme secara spesifik belum diketahui.Ternyata didalam tubuh efek analgetik dari parasetamol diperantai oleh aktifitas tak langsung reseptor kanabinoid CB1. Di dalam otak dan sumsum tulang belakang, parasetamol mengalami reaksi deasetilasi dengan asam arasidonat membentuk N-arachidonoylvenolamin, komponen yang dikenal sebagai zat endogenouscababinoid. Adanya N-arachidonoylvenolamin ini meningkatkan kadar canabinoid endogen dalam tubuh, disamping juga menghambat enzim silooksigenase yang memproduksi prostaglandin dalam otak. Karena efek canabino-mimetik inilah terkadang parasetamol digunakan secara berlebihan.

Sebagaimana diketahui bahwa enzim silooksigense ini berperan pada metabolism asam aracidonat menjadi prostaglandin H2, suatu moleku yang tidak stabil, yang dapat berubah menjadi berbagai senyawa proinflamasi.

Kemungkinan lain mekanisme kerja parasetamol ialah menghambat enzim silooksigenase seperti aspirin mengurangi produksi prostaglandin, yang berperan dalam proses nyeri dan demam. Sehingga, meningkatkan ambang nyeri namun hal tersebut terjadi pada salah kondisi inflamasi hal ini menyebabkan parasetamol tidak memiliki hasiat langsung pada tempat inflamasi, namun malam bekerja disistem saraf pusat untuk menurunkan temperature tubuh, dimana kondisinya tidak oksidatif.

g. Mekanisme toksisitas Sulfat dan glukoronida pada liver tersaturasi

Parasetamol lebih banyak ke CYP ( NAPQI bertambah ( suplai glutation tidak mencukupi

NAPQI bereaksi denga membrane sel

Hepatosit rusak ( nekrosis

12) Lactulosa

a. Komposis

Tiap 5 mL sirup mengandung:

Laktulsa 3,335g

Pralax mengandung laktulosa sebagai bahan aktif. Di dalam usus besar, laktulosa terhidrolisa menjadi asam-asam organic dengan berat molekul rendah. Asam organic ini akan menaikkan tekanan osmosa dan suasana asam sehingga BAB menjadi lunak.

Pralak tidak menyebabkan habituasi.

b. Indikasi:

Konstipasi kronik

c. Dosis

Dosis lazim: 1-2 sendok makan (15-30 mL Yng mengandung 10-20 gram laktulosa) setiap hari, bila diterukan dosis dapat ditingkatkan menjadi 60 mL setiap hari. Buang air besar yang noral umunya terjadi 24-48 jam setelah pemberian.

Catatan: obat dapat dengan sari buah, air dan susu.

d. Kelebihan dosis

Tanda dan gejala-gejala tidak pernah dilaporkan pada kejadian dosis berlebih.

Pada keadaan dosis berlebih, gejala yang timbul adalah diare dan kram perut, pada keadaan ini pengobatan harus dihentikan.

e. Peringatan dan perhatian

Hati-hati penggunaan wanita hamil trisemester pertama

Hati-hati bila diberikan pada ibu menyusui. Keamanan dan kefektifitas pada anak-anak masih terbatas

Hati-hati bila dibeikan padapenderita diabetes

Juga harus hati-hati bila diberikan pada penderita galaktosemia, karena selain mengandung lktosa, pralax juga mengandung galaktosa dan laktosa.

f. Efek samping

Selama awal pengobatan dapat terjadi perut kembung, gejala ini biasanya akan hiang pada terapi berikutnya. Diare mungkin terjadi pada penggunaan dosis yang lebih tinggidengan komplikasi-komplikasi seperti kehilangan elektrolit dan cairan tubuh.Pernah dilaporkan mual dan muntah.

g. Kontra indikasi

Prolax dikontraindikasikan bagi yang diet gaaktosa bebas (galaktosemia).

h. Interaksi obat

Proses interaksi terjadi dengan obat anti infeksi dapat memengaruhi penurunan laktulosa dan menghalangi pengasaman isi kolon.Pemberian bersamaanantasid yang tidak diabsorbsi dengan laktulosa dapat menghalangi pengaruh laktulosa dapat menghalangi pengaruh laktulosa dalam menurunkan pH kolon.

i. Cara penyimpanan:

Simpan pada tempat yang sejuk, sebaiknya dibawah 30o jangan sampai membeku.

j. Kemasan:

Botol berisi 100 mL sirup.13) Multivitamin

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

Pada bab ini akan menjelaskan tentang proses atau konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan Penyakit Jantung Coroner (PJK).

3.1 Pengkajian

1) Pengumpulan data

a. Identitas klien:

Nama

: Tn. M

Umur/BB: 46 tahun

Alamat

: Surabaya

IRD

: 26/10/2011 (12.16)

Ruangan: 26/10/2011 (17.15)

KRS

: 1/11/2011

DX medis: PJK NSTEMI

b. Keluhan utama : klien mengatakan nyeri di antara perut dan dada.c. Riwayat penyakit sekarang : jantung coroner.

d. Riwayat penyakit dahulu : HT (-), DM (-) dari rujukan RS UTS: IMA inferior + Syok Kardiogenik.

e. Riwayat penyakit keluarga : tidak ada riwayat penyakit yang membahayakan atau turunan.

f. Riwayat pengobatan : Dopamin 7 tpm, PZ 500 ml/24 jam, Ranitidin inj 2X1, Primperan in 3X1, Ceftriaxone inj 2X1g

g. Riwayat kebiasaan klien : klien biasa merokok habis 1 pak dalam sehari dan dilakukan sejak klien berumur 17 tahun.

2) Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum: lemah, mual muntah (+)

b. Mukosa bibir tampak kering.c. Turgor kulit jelek atau menurun.

d. TTV: TD: 90/60N: 90x/mntRR: 24x/mntS: 37OC

e. Bunyi jantung: S1/S2: tunggal, murmur (+)

f. Ictus Cordis : ICS V

g. Nilai JVP : (-)

h. Nilai kesadaran GCS : 456

3) Pemeriksaan diagnostic atau penunjang

No.TanggalJenis PemeriksaanHasil

126/10Foto thxEfusi pleura dextra

226/10ECHOKtup TR sedang

RV dilatasi EF 56%

Fgs Diastolik RV , LV abnormal relaksasi

326/10EKGIrama sinus 100x/mnt, axis normal OMI

427/10EKGIrama sinus 90x/mnt, axis normal OMI

530/10EKGIrama sinus 90x/mnt, axis normal OMI

631/10EKGIrama sinus 80x/mnt, axis normal OMI

4) Data laboratorium

4.1) Hematologi

DATA LABDATA NORMAL26/1028/10

WBC4,5-10,5X 103/mm312,29,33

GR52,5-75,2%78

LYM20,5-51,1%19,3

MONO1,7-9,3%2,71,01

RBC3,9-5,0.106/L43,78

Hb11-18 g/dl12,311,7

Hct35-60%36,4

MCV81,1-96,096,3

MCH27,0-31,232,430,9

MCHC31,8-35,432

RDW11,5-14,514,311,9

PLT150-450x 103 / mm3186196

MPV6,90-10,65,75,53

LED