Post on 25-Jun-2015
Keperawatan Anak II
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Thalassemia adalah kelainan bawaan dari sintesis hemoglobin. Presentasi
klinisnya bervariasi dari asimtomatik sampai berat hingga mengancam jiwa. Dahulu
dinamakan sebagai Mediterannian anemia, diusulkan oleh Whipple, namun kurang
tepat karena sebenarnya kondisi ini dapat ditemukan di mana saja di seluruh dunia.
Seperti yang akan dijelaskan selanjutnya, beberapa tipe berbeda dari thalassemia
lebih endemik pada area geografis tertentu.
Pada tahun 1925, Thomas Cooley, seorang spesialis anak dari Detroit,
mendeskripsikan suatu tipe anemia berat pada anak-anak yang berasal dari Italia.
Beliau menemukan adanya nukleasi sel darah merah yang masif pada sapuan apus
darah tepi, yang mana awalnya beliau pikir sebagai anemia eritroblastik, suatu
keadaan yang disebutkan oleh von Jaksh sebelumnya. Namun tak lama kemudian,
Cooley menyadari bahwa eritroblastemia tidak spesifik dan esensial pada temuan ini
sehingga istilah anemia eritroblastik tidak dapat dipakai. Meskipun Cooley curiga
akan adanya pengaruh genetik dari kelainan ini, namun beliau gagal dalam
menginvestigasi orangtua sehat pada anak-anak yang mengidap kelainan ini.
Di Eropa, Riette mendeskripsikan mengenai adanya anemia mikrositik
hipokromik ringan yang tak terjelaskan pada anak-anak keturunan Italia pada tahun
yang sama saat Cooley melaporan adanya bentuk anemia berat yang akhirnya
dinamakan mengikutinya namanya. Sebagi tambahan, Wintrobe di Amerika Serikat
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
1
Keperawatan Anak II
melaporkan adanya anemia ringan pada kedua orangtua dari anak yang mengidap
anemia Cooley. Anemia ini sangat mirip dengan kelainan yang ditemukan Riette.
Baru setelah itu anemia Cooley dinyatakan sebagai bentuk homozigot dari anemia
hipokromik mikrositik ringan yang dideskripsikan oleh Riette dan Wintrobe. Bentuk
anemia berat ini kemudian dilabelisasi sebagai thalassemia mayor dan bentuk
ringannya dinamakan sebagai thalassemia minor. Kata thalassemia berasal dari
bahasa Yunani yaitu thalassa yang berarti ‘laut’ (mengarah ke Mediterania), dan emia, yang
berarti berhubungan dengan darah.
2. Tujuan
2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan pada klien dengan gastritis.
2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui tentang konsep dasar teori tentang Thalesemia pada
anak.
2. Memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit Thalesemia
asuhan keperawatan teoritis pada klien dengan penyakit Thalesemia yang
meliputi pengkajian, diagnosa dan intervensi keperawatan.
3. Manfaat
3.1Menambah pengetahuan dan keterampilan kelompok dalam menerapkan asuhan
keperawatan pada pasien penyakit gastritis.
3.2Menambah pengetahuan dan wawasan baik penulis maupun pembaca.
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
2
Keperawatan Anak II
BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1 Konsep Teori Thalesemia
2.1.1 Definisi
Thalassemia adalah suatu penyakit congenital herediter yang diturunkan
secara autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, di mana satu atau lebih
rantai polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga
mengakibatkan terjadinya anemia hemolitik (Broyles, 1997). Dengan kata
lain, thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik, dimana terjadi
kerusakan sel darah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritosit menjadi
pendek (kurang dari 120 hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang
tidak normal sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan jumlah rantai
globin atau struktur Hb.
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang
diturunkan secara resesif, secara molekuler dibedakan menjadi thalasemia alfa
dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan menjadi thalasemia mayor dan
minor ( Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 497 )
Sindrom thalasemia adalah sekelompok penyakit atau keadaan herediter
dimana produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu
(Kosasih, 2001).
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
3
Keperawatan Anak II
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemofilia dimana terjadi
kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
pendek (kurang dari 100 hari). (Ngastiyah, 1997).
Jadi Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan
sel darah merah (eritrosit) sehingga umur eritrosit pendek (kurang dari 100
hari), yang disebabkan oleh defesiensi produksi satu , yang diturunkan dari
kedua dan atau lebih dari satu jenis rantai orang tua kepada anak-anaknya
secara resesif.
2.1.2 Etiologi
3 Faktor genetik yaitu perkawinan antara 2 heterozigot (carier) yangmenghasilkan keturunan Thalasemia (homozigot).
Talasemia disebabkan oleh delesi (hilangnya) satu gen penuh atau
sebagian dari gen (ini terdapat terutama pada talasemia -a) atau mutasi noktah
pada gen (terutama pada talasemia - b), kelainan itu menyebabkan
menurunnya sintesis rantai polipeptid yang menyusun globin.
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Primer
adalah berkurangnya sintesis HbA dan eritropoesis yang tidak efektif disertai
penghancuran sel-sel eritrosit intramedular. Sedangkan yang sekunder ialah
karena defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma intravaskular yang
mengakibatkan hemodilusi dan destruksi eritrosit oleh sistem
retikuloendotelial dalam limpa dan hati. Penelitian biomolekular
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
4
Keperawatan Anak II
menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa
atau beta dari hemoglobin berkurang (Mansjoer, 2000).
3.1.1 Klasifikasi Thalessemia
Saat ini dikenal sejumlah besar sindrom thalasemia; masing-masing
melibatkan penurunan produksi satu atau lebih rantai globin, yang
membentuk bermacam-macam jenis Hb yang ditemukan pada sel darah
merah. Jenis yang paling penting dalam praktek klinis adalah sindrom yang
mempengaruhi baik atau sintesis rantai α maupun β.
Thalassemia-α
Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin-α
banyak ditemukan di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian
besar Asia. Delesi gen globin-α menyebabkan sebagian besar kelainan ini.
Terdapat empat gen globin-α pada individu normal, dan empat bentuk
thalassemia-α yang berbeda telah diketahui sesuai dengan delesi satu, dua,
tiga, dan semua empat gen ini
Tabel 1. Thalassemia-α
Genotip Jumlah gen α Presentasi Klinis Hemoglobin Elektroforesis
Saat Lahir > 6 bulan
αα/αα 4 Normal N N
-α/αα 3 Silent carrier 0-3 % Hb Barts N
--/αα atau –α/-α 2 Trait thal-α 2-10% Hb Barts N
--/-α 1 Penyakit Hb H 15-30% Hb Bart Hb H
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
5
Keperawatan Anak II
--/-- 0 Hydrops fetalis >75% Hb Bart -
Ket : N = hasil normal, Hb = hemoglobin, Hb Bart’s = γ4, HbH = β4
1. Silent carrier thalassemia-α
o Merupakan tipe thalassemia subklinik yang paling umum, biasanya
ditemukan secara kebetulan diantara populasi, seringnya pada etnik Afro-
Amerika. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, terdapat 2 gen α yang terletak
pada kromosom 16.
o Pada tipe silent carrier, salah satu gen α pada kromosom 16 menghilang,
menyisakan hanya 3 dari 4 gen tersebut. Penderita sehat secara hematologis,
hanya ditemukan adanya jumlah eritrosit (sel darah merah) yang rendah
dalam beberapa pemeriksaan.
o Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan
elektroforesis Hb, sehingga harus dilakukan tes lain yang lebih canggih. Bisa
juga dicari akan adanya kelainan hematologi pada anggota keluarga
( misalnya orangtua) untuk mendukung diagnosis. Pemeriksaan darah lengkap
pada salah satu orangtua yang menunjukkan adanya hipokromia dan
mikrositosis tanpa penyebab yang jelas merupakan bukti yang cukup kuat
menuju diagnosis thalasemia.
2. Trait thalassemia-α
o Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah
yang rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen α pada satu
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
6
Keperawatan Anak II
kromosom 16 atau satu gen α pada masing-masing kromosom. Kelainan ini
sering ditemukan di Asia Tenggara, subbenua India, dan Timur Tengah.
o Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ4) dapat
ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak
terlihat lagi, dan kadar Hb A2 dan HbF secara khas normal.
3. Penyakit Hb H
o Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin α, merepresentasikan
thalassemia-α intermedia, dengan anemia sedang sampai berat, splenomegali,
ikterus, dan jumlah sel darah merah yang abnormal. Pada sediaan apus darah
tepi yang diwarnai dengan pewarnaan supravital akan tampak sel-sel darah
merah yang diinklusi oleh rantai tetramer β (Hb H) yang tidak stabil dan
terpresipitasi di dalam eritrosit, sehingga menampilkan gambaran golf ball.
Badan inklusi ini dinamakan sebagai Heinz bodies.
4. Thalassemia-α mayor
o Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen
globin-α, disertai dengan tidak ada sintesis rantai α sama sekali.
o Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2 semuanya mengandung rantai α, maka tidak
satupun dari Hb ini terbentuk. Hb Barts (γ4) mendominasi pada bayi yang
menderita, dan karena γ4 memiliki afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi-
bayi itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga mengandung sejumlah
kecil Hb embrional normal (Hb Portland = ζ2γ2), yang berfungsi sebagai
pengangkut oksigen.
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
7
Keperawatan Anak II
o Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir
hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan
gagal jantung kongestif dan edema anasarka berat. Yang dapat hidup dengan
manajemen neonatus agresif juga nantinya akan sangat bergantung dengan
transfusi.
Thalassemia-β
Sama dengan thalassemia-α, dikenal beberapa bentuk klinis dari
thalassemia-β; antara lain :
1. Silent carrier thalassemia-β
a. Penderita tipe ini biasanya asimtomatik, hanya ditemukan nilai eritrosit yang
rendah. Mutasi yang terjadi sangat ringan, dan merepresentasikan suatu
thalassemia-β+.
b. Bentuk silent carrier thalassemia-β tidak menimbulkan kelainan yang dapat
diidentifikasi pada individu heterozigot, tetapi gen untuk keadaan ini, jika
diwariskan bersama-sama dengan gen untuk thalassemia-β°, menghasilkan
sindrom thalassemia intermedia.
2. Trait thalassemia-β
a. Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan
elektroforesis Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb A2,
Hb F, atau keduanya
b. Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai
anemia defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
8
Keperawatan Anak II
preparat besi selama waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu dengan
trait thalassemia-β mempunyai peningkatan Hb-A2 yang berarti (3,4%-7%).
Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-
6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang benar-benar khas, dijumpai Hb A2
normal dengan kadar HbF berkisar dari 5% sampai 15%, yang mewakili
thalassemia tipe δβ.
3. Thalassemia-β yang terkait dengan variasi struktural rantai β
a. Presentasi klinisnya bervariasi dari seringan thalassemia media hingga seberat
thalassemia-β mayor
b. Ekspresi gen homozigot thalassemia (β+) menghasilkan sindrom mirip anemia
Cooley yang tidak terlalu berat (thalassemia intermedia). Deformitas skelet
dan hepatosplenomegali timbul pada penderita ini, tetapi kadar Hb mereka
biasanya bertahan pada 6-8 gr/dL tanpa transfusi.
c. Kebanyakan bentuk thalassemia-β heterozigot terkait dengan anemia ringan.
Kadar Hb khas sekitar 2-3 gr/dL lebih rendah dari nilai normal menurut umur.
d. Eritrosit adalah mikrositik hipokromik dengan poikilositosis, ovalositosis, dan
seringkali bintik-bintik basofil. Sel target mungkin juga ditemukan tapi
biasanya tidak mencolok dan tidak spesifik untuk thalassemia.
e. MCV rendah, kira-kira 65 fL, dan MCH juga rendah (<26 pg). Penurunan
ringan pada ketahanan hidup eritrosit juga dapat diperlihatkan, tetapi tanda
hemolisis biasanya tidak ada. Kadar besi serum normal atau meningkat.
4. Thalassemia-β° homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
9
Keperawatan Anak II
a. bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan
kedua kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini
untuk mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang
disebabkan oleh anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita meninggal pada 5
tahun pertama kehidupan.
b. Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima
transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik
disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-tulang menjadi tipis
dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang di
wajah dan tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang khas.
Gambar 6. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies Cooley)
c. Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat
kekuningan. Limpa dan hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
10
Keperawatan Anak II
dan hemosiderosis. Pada penderita yang lebih tua, limpa mungkin sedemikian
besarnya sehingga menimbulkan ketidaknyamanan mekanis dan
hipersplenisme sekunder.
Gambar 7. Splenomegali pada thalassemia
d. Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau
tidak terjadi karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang
disebabkan oleh siderosis pankreas mungkin terjadi. Komplikasi jantung,
termasuk aritmia dan gagal jantung kongestif kronis yang disebabkan oleh
siderosis miokardium sering merupakan kejadian terminal.
e. Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β° homozigot yang tidak
ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikrositosis berat, banyak
ditemukan poikilosit yang terfragmentasi, aneh (sel bizarre) dan sel target. Sejumlah
besar eritrosit yang berinti ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi
intraeritrositik, yang merupakan presipitasi kelebihan rantai α, juga terlihat pasca
splenektomi. Kadar Hb turun secara cepat menjadi < 5 gr/dL kecuali mendapat
transfusi. Kadar serum besi tinggi dengan saturasi kapasitas pengikat besi (iron
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
11
Keperawatan Anak II
binding capacity). Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar HbF yang
sangat tinggi dalam eritrosit.
3.1.2 Patofisiologi
Thalassemia adalah kelainan herediter dari sintesis Hb akibat dari
gangguan produksi rantai globin. Penurunan produksi dari satu atau lebih
rantai globin tertentu (α,β,γ,δ) akan menghentikan sintesis Hb dan
menghasilkan ketidakseimbangan dengan terjadinya produksi rantai globin
lain yang normal.
Karena dua tipe rantai globin (α dan non-α) berpasangan antara satu sama
lain dengan rasio hampir 1:1 untuk membentuk Hb normal, maka akan terjadi
produksi berlebihan dari rantai globin yang normal dan terjadi akumulasi
rantai tersebut di dalam sel menyebabkan sel menjadi tidak stabil dan
memudahkan terjadinya destruksi sel. Ketidakseimbangan ini merupakan
suatu tanda khas pada semua bentuk thalassemia. Karena alasan ini, pada
sebagian besar thalassemia kurang sesuai disebut sebagai hemoglobinopati
karena pada tipe-tipe thalassemia tersebut didapatkan rantai globin normal
secara struktural dan juga karena defeknya terbatas pada menurunnya
produksi dari rantai globin tertentu.
Tipe thalassemia biasanya membawa nama dari rantai yang tereduksi.
Reduksi bervariasi dari mulai sedikit penurunan hingga tidak diproduksi sama
sekali (complete absence). Sebagai contoh, apabila rantai β hanya sedikit
diproduksi, tipe thalassemia-nya dinamakan sebagai thalassemia-β+,
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
12
Keperawatan Anak II
sedangkan tipe thalassemia-β° menandakan bahwa pada tipe tersebut rantai β
tidak diproduksi sama sekali. Konsekuensi dari gangguan produksi rantai
globin mengakibatkan berkurangnya deposisi Hb pada sel darah merah
(hipokromatik). Defisiensi Hb menyebabkan sel darah merah menjadi lebih
kecil, yang mengarah ke gambaran klasik thalassemia yaitu anemia
hipokromik mikrositik. Hal ini berlaku hampir pada semua bentuk anemia
yang disebabkan oleh adanya gangguan produksi dari salah satu atau kedua
komponen Hb : heme atau globin. Namun hal ini tidak terjadi pada silent
carrier, karena pada penderita ini jumlah Hb dan indeks sel darah merah
berada dalam batas normal.
Pada tipe trait thalassemia-β yang paling umum, level Hb A2 (δ2/α2)
biasanya meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan
rantai δ oleh rantai α bebas yang eksesif, yang mengakibatkan terjadinya
kekurangan rantai β adekuat untuk dijadikan pasangan. Gen δ, tidak seperti
gen β dan α, diketahui memiliki keterbatasan fisiologis dalam kemampuannya
untuk memproduksi rantai δ yang stabil; dengan berpasangan dengan rantai α,
rantai δ memproduksi Hb A2 (kira-kira 2,5-3% dari total Hb). Sebagian dari
rantai α yang berlebihan digunakan untuk membentuk Hb A2, dimana sisanya
(rantai α) akan terpresipitasi di dalam sel, bereaksi dengan membran sel,
mengintervensi divisi sel normal, dan bertindak sebagai benda asing sehingga
terjadinya destruksi dari sel darah merah. Tingkat toksisitas yang disebabkan
oleh rantai yang berlebihan bervariasi berdasarkan tipe dari rantai itu sendiri
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
13
Keperawatan Anak II
(misalnya toksisitas dari rantai α pada thalassemia-β lebih nyata dibandingkan
toksisitas rantai β pada thalassemia-α).
Dalam bentuk yang berat, seperti thalassemia-β mayor atau anemia
Cooley, berlaku patofisiologi yang sama dimana terdapat adanya substansial
yang berlebihan. Kelebihan rantai α bebas yang signifikan akibat kurangnya
rantai β akan menyebabkan terjadinya pemecahan prekursor sel darah merah
di sumsum tulang (eritropoesis inefektif).
Produksi Rantai Globin
Untuk memahami perubahan genetik pada thalassemia, kita perlu
mengenali dengan baik proses fisiologis dari produksi rantai globin pada
orang sehat atau normal. Suatu unit rantai globin merupakan komponen utama
untuk membentuk Hb : bersama-sama dengan Heme, rantai globin
menghasilkan Hb. Dua pasangan berbeda dari rantai globin akan membentuk
struktur tetramer dengan Heme sebagai intinya. Semua Hb normal dibentuk
dari dua rantai globin α (atau mirip-α) dan dua rantai globin non-α.
Bermacam-macam tipe Hb terbentuk, tergantung dari tipe rantai globin yang
membentuknya. Masing-masing tipe Hb memiliki karakteristik yang berbeda
dalam mengikat oksigen, biasanya berhubungan dengan kebutuhan oksigen
pada tahap-tahap perkembangan yang berbeda dalam kehidupan manusia.
Pada masa kehidupan embrionik, rantai ζ(rantai mirip-α) berkombinasi
dengan rantai γ membentuk Hb Portland (ζ2γ2) dan dengan rantai ε untuk
membentuk Hb Gower-1 (ζ2ε2).
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
14
Keperawatan Anak II
Selanjutnya, ketika rantai α telah diproduksi, dibentuklah Hb Gower-2,
berpasangan dengan rantai ε (α2ε2). Hb Fetal dibentuk dari α2γ2 dan Hb
dewasa primer (Hb A) dibentuk dari α2β2. Hb fisiologis yang ketiga, Hb A2,
dibentuk dari rantai α2δ2.
Patofisiologi seluler
Kelainan dasar dari semua tipe thalassemia adalah ketidakseimbangan
sintesis rantai globin. Namun, konsekuensi akumulasi dari produksi rantai
globin yang berlebihan berbeda-beda pada tiap tipe thalassemia. Pada
thalassemia-β, rantai α yang berlebihan, tidak mampu membentuk Hb
tetramer, terpresipitasi di dalam prekursor sel darah merah dan, dengan
berbagai cara, menimbulkan hampir semua gejala yang bermanifestasi pada
sindroma thalassemia-β; situasi ini tidak terjadi pada thalassemia-α.
Rantai globin yang berlebihan pada thalassemia-α adalah rantai γ pada
tahun-tahun pertama kehidupan, dan rantai β pada usia yang lebih dewasa.
Rantai-rantai tipe ini relatif bersifat larut sehingga mampu membentuk
homotetramer yang, meskipun relatif tidak stabil, mampu tetap bertahan
(viable) dan dapat memproduksi molekul Hb seperti Hb Bart (γ4) dan Hb H
(β4). Perbedaan dasar pada dua tipe utama ini mempengaruhi perbedaan besar
pada manifestasi klinis dan tingkat keparahan dari penyakit ini.
Rantai α yang terakumulasi di dalam prekursor sel darah merah bersifat
tidak larut (insoluble), terpresipitasi di dalam sel, berinteraksi dengan
membran sel (mengakibatkan kerusakan yang signifikan), dan mengganggu
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
15
Keperawatan Anak II
divisi sel. Kondisi ini menyebabkan terjadinya destruksi intramedular dari
prekursor sel darah merah. Sebagai tambahan, sel-sel yang bertahan yang
sampai ke sirkulasi darah perifer dengan intracellular inclusion bodies (rantai
yang berlebih) akan mengalami hemolisis; hal ini berarti bahwa baik
hemolisis maupun eritropoesis inefektif menyebabkan anemia pada penderita
dengan thalassemia-β.
Kemampuan sebagian sel darah merah untuk mempertahankan produksi
dari rantai γ, yang mampu untuk berpasangan dengan sebagian rantai α yang
berlebihan untuk membentuk Hb F, adalah suatu hal yang menguntungkan.
Ikatan dengan sebagian rantai berlebih tidak diragukan lagi dapat mengurangi
gejala dari penyakit dan menghasilkan Hb tambahan yang memiliki
kemampuan untuk membawa oksigen.
Selanjutnya, peningkatan produksi Hb F sebagai respon terhadap anemia
berat, menimbulkan mekanisme lain untuk melindungi sel darah merah pada
penderita dengan thalassemia-β. Peningkatan level Hb F akan meningkatkan
afinitas oksigen, menyebabkan terjadinya hipoksia, dimana, bersama-sama
dengan anemia berat akan menstimulasi produksi dari eritropoetin.
Akibatnya, ekspansi luas dari massa eritroid yang inefektif akan
menyebabkan ekspansi tulang berat dan deformitas. Baik penyerapan besi dan
laju metabolisme akan meningkat, berkontribusi untuk menambah gejala
klinis dan manifestasi laboratorium dari penyakit ini. Sel darah merah
abnormal dalam jumlah besar akan diproses di limpa, yang bersama-sama
dengan adanya hematopoesis sebagai respon dari anemia yang tidak diterapi,
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
16
Keperawatan Anak II
akan menyebabkan splenomegali masif yang akhirnya akan menimbulkan
terjadinya hipersplenisme.
Apabila anemia kronik pada penderita dikoreksi dengan transfusi darah
secara teratur, maka ekspansi luas dari sumsum tulang akibat eritropoesis
inefektif dapat dicegah atau dikembalikan seperti semula. Memberikan
sumber besi tambahan secara teori hanya akan lebih merugikan pasien.
Namun, hal ini bukanlah masalah yang sebenarnya, karena penyerapan besi
diregulasi oleh dua faktor utama : eritropoesis inefektif dan jumlah besi pada
penderita yang bersangkutan. Eritropoesis yang inefektif akan menyebabkan
peningkatan absorpsi besi karena adanya downregulation dari gen HAMP,
yang memproduksi hormon hepar yang dinamakan hepcidin, regulator utama
pada absorpsi besi di usus dan resirkulasi besi oleh makrofag. Hal ini terjadi
pada penderita dengan thalassemia intermedia.
Dengan pemberian transfusi darah, eritropoesis yang inefektif dapat
diperbaiki, dan terjadi peningkatan jumlah hormon hepcidin; sehingga
penyerapan besi akan berkurang dan makrofag akan mempertahankan kadar
besi.
Pada pasien dengan iron overload (misalnya hemokromatosis), absorpsi
besi menurun akibat meningkatnya jumlah hepsidin. Namun, hal ini tidak
terjadi pada penderita thalassemia-β berat karena diduga faktor plasma
menggantikan mekanisme tersebut dan mencegah terjadinya produksi
hepsidin sehingga absorpsi besi terus berlangsung meskipun penderita dalam
keadaan iron overload.
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
17
Keperawatan Anak II
Efek hepsidin terhadap siklus besi dilakukan melalui kerja hormon lain
bernama ferroportin, yang mentransportasikan besi dari enterosit dan
makrofag menuju plasma dan menghantarkan besi dari plasenta menuju fetus.
Ferroportin diregulasi oleh jumlah penyimpanan besi dan jumlah hepsidin.
Hubungan ini juga menjelaskan mengapa penderita dengan thalassemia-β
yang memiliki jumlah besi yang sama memiliki jumlah ferritin yang berbeda
sesuai dengan apakah mereka mendapat transfusi darah teratur atau tidak.
Sebagai contoh, penderita thalassemia-β intermedia yang tidak mendapatkan
transfusi darah memiliki jumlah ferritin yang lebih rendah dibandngkan
dengan penderita yang mendapatkan transfusi darah secara teratur, meskipun
keduanya memiliki jumlah besi yang sama.
Kebanyakan besi non-heme pada individu yang sehat berikatan kuat
dengan protein pembawanya, transferrin. Pada keadaan iron overload, seperti
pada thalassemia berat, transferrin tersaturasi, dan besi bebas ditemukan di
plasma. Besi ini cukup berbahaya karena memiliki material untuk
memproduksi hidroksil radikal dan akhirnya akan terakumulasi pada organ-
organ, seperti jantung, kelenjar endokrin, dan hati, mengakibatkan terjadinya
kerusakan pada organ-organ tersebut (organ damage).
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
18
Keperawatan Anak II
2.1.5 WOC
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
Hipoksia, sesak napas
< O2
Skunder : Defisiensi asam folat pada kehamilan
Primer : genetik, idioptaik
Gangguan Produksi Rantai Globin
Penurunan produksi dari 1 atau lebih rantai globin tertentu
Ketidak seimbangan Formasi hemoglobin
Penurunan Sintesis Hb Rantai Beta
Peningkatan Compensatori Sentesa rantai Alfa
Eritropoesis tidak efektif
Thalesemia
Anemia Berat
Penghancuran sel eritrosit intramedular
Hemolisis
Pucat, kelemahan
Suplai nutrisi berkurang
Penurunan komponen sel
Mk : Perubahan perfusi jaringan perifer
Ketidakseimbangan kebutuhan dan suplai oksigen
Komponen sel darah berkurang
< Hb
Anoreksia
Berat badan turun
Kurangnya selera makan
Mk : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
Mk: Intoleransi Aktivitas
Hb post natal terganggu
Penurunan Hb
Hipokromatik
Defisiensi Hb
Seldarah merah menjadi kecil
Perubahan pada tulang akrena hiperaktivitas sumsum merah berupa depormitas (pada kondisi yang tidak atau kurang mendapat transfusi darah)
Pertumbuhan gizi yang kurang disertai retraksi tulang rahang
Anemia
Anak semakin pucat dan mengalami gangguan pertumbuhan
Anak semakin tambak kecil
Penurunan Kemampuan fisik
Mk : Perubahan tumbuh kembang
Pertumbuhan berlebihan tulang frontal, zogomatik dan maxila
Distorsi tulang muka
Dahi menonjol, mulut tongos, pertumbuhan gizi tidak teratur
19
Keperawatan Anak II
2.1.6 Manifestasi Klinis
Secara klinis talasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai
beratnya gejala klinis mayor, intermedia dan minor atau trait (pembawa sifat).
Batas antara tingkatan tersebut sering tidak jelas.
Biasanya bersifat homozygot. Sinonim : Anemia Cooley, Talasemia Beta
Mayor Anemia Mediteranean, Talasemia Homozygot. Gejala klinis berupa
muka mogoloid, pertumbuhan badan kurang sempurna (pendek), pembesaran
hati dan limpa, perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah
berupa deformitas dan faktor spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang
mendapat tranfusi darah. Deformitas tulang disamping mengakibatkan muka
mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang frontal dan
zigomatik serta maksila. Pertumbuhan gizi biasanya buruk. Sering disertai
retraksi tulang rahang. Sinusitis (terutama maksilaris) sering kambuh, akibat
kurang lancarnya drainase pertumbuhan intelektual dan berbicara biasanya
tidak terganggu. IQ kurang baik apabila tidak mendapat tranfusi darah secara
teratur dan cukup menaikkan kadar Hb.
Anemia biasanya berat dan biasanya mulai muncul gejalanya pada usia
beberapa bulan serta menjadi jelas pada usia 2 tahun. Ikterus jarang terjadi
dan bila ada biasanya ringan. Talasemia -bo homozygot pada umumnya
memerlukan tranfusi secara reguler, tetapi ada kalanya berlangsung ringan
dan memberikan gambaran klinis seperti talasemia intermedia. Talasemia beta
diantara orang negro (talasemia beta 2) pada umumnya berlangsung ringan.
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
20
Keperawatan Anak II
Pada talasemia intermedia dan minor sesuai dengan arti katanya
didapatkan variasi luas mengenai jenis gejala klinis. Talasemia intermedia
fenotipik adalah talasemia mayor tanpa adanya kerusakan gen. Keadaan
klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan daripada talasemia mayor. Pada
talasemia intermedia umumnya tidak ada splenomegali. Anemia ringan, bila
ada disebabkan oleh masa hidup eritrosit yang memendek.
Pada talasemia trait umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas.
Hanya di dapat kelainan pada eritrosit dan atau hanya sebagian dari gejala
yang didapat pada kasus homozygot.
Gambaran klinis penyakit talasemia beta Hb E menyerupai talasemia
mayor Hb dalam hal ini terdiri dari HbE, HbF dan apabila ada Hb A1 dalam
jumlah yang sedikit.
Talesemia mayor mulai menunjukkan gejala anemia pada masa bayi
(kadang – kadang pada umur 3 bulan) pada waktu sintesis rantai -b
menggantikan sintesis rantai - l. Anak semakin pucat dan mengalami
gangguan pertumbuhan sehingga makin nyata tampak kecil, fragil. Lama –
lama perut membuncit karena splenomegali. Karena itu setiap anak dengan
pucat (terutama bila anemia berat), fragil, mungkin juga ditemukan PEM I
maka dia harus dicurigai menderita talasemia, mengingat Indonesia adalah
daerah sindrom talasemia. Pada pengamatan lebih dekat tampak muka
mongoloid dengan hipertolerisme, nasal bridge pesek; pada anak yang agak
besar mulut tonggos (rodent like mouth) akibat maksila yang lebih menonjol,
bibir atas agak terangkat. Splenomegali makin nyata dengan makin
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
21
Keperawatan Anak II
bertambahnya umur. Hepatomegali umumnya ada, pasca splenektomi
hepatomegali selalu ada dan progresif. Limfadenopati jarang terjadi.
Pada masa remaja terjadi keterlambatan menarche dan pertumbuhan alat
kelamin sekunder, keterlambatan fungsi reproduksi. Dapat pula terjadi fraktur
patologik, ulkus kronik ditungkai bawah seperti pada anemia hemolitik kronik
yang lain sebagai akibat dari ekspansi eritropoesis. Terjadi distorsi tulang –
tulang muka sehingga dahi menonjol, mulut tonggos, pertumbuhan gigi tidak
teratur.
Hemosiderosis makin nyata pada dekade kedua kehidupan terutama pada
penderita yang sering mendapat tranfusi (sampai > 100 kali) dan tidak
mendapat iron chelating agent untuk mengeluarkan timbunan besi tubuh.
Pada Rontgen tulang kepala tampak gambaran “hair on end” korteks tipis
bahkan tak tampak, diploe tampak seperti garis – garis tegak lurus pada
lengkung tengkorak seperti gambaran singkat.
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Darah tepi
- Hb rendah dapat sampai 2 atau 3 gr%
- Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target,
anisositosis berat dengan makrovaloositosis, mikrosferosit, polikromasi,
basophilic stippling, benda Howell – jolly, poikilositosis dan sel target.
Gambaran ini lebih kurang khas.
- Normoblas di daerah tepi terutama jenis asidofil (perhatikan normoblas
adalah sel darah merah yang masih berinti sehingga ikut terhitung pada
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
22
Keperawatan Anak II
perhitungan lukosit dengan bilik hitung adalah AL lebih tinggi dari
pada sebenarnya)
- Retikulosit meninggi
2. Susunan Tulang (tidak menentukan diagnosis)
- Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis
asidofil.
- Granula Fe (dengan pengecatan prussian Blue) meningkat.
3. Pemeriksaan Khusus
- HbF meninggi : 20% - 90% Hb total (alkali denaturasi)
- Elektroforesis Hb untuk menunjukkan hemoglobinopati yang lain
maupun mengukur kadar HbF.
- Pemeriksaan pedigree untuk memastikan diagnosis : kedua orang tua
pasien telasemia mayor merupakan trait (carier) dengan Hb A2 meninggi
(> 3,5 dari Hb total)
4. Pemeriksaan Lain
- Foto Ro tulang kepala menunjukkan gambaran hair on end kortex
menipis, diploe melebar dengan traberkula tegak lurus pada kortex.
- Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang menunjukkan perluasan
sumsum tulang ® trabekula tampak jelas.
- Fragilitas eritrosit terhadap larutan NaCl menurun
- Bukti pasti fenotif talasemia adalah ketidakseimbangan produksi rantai
polipeptida globin (diagnosis molekuler)
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
23
Keperawatan Anak II
2.1.8 Penatalaksanaan
I. Medikamentosa
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan
setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 g/l atau
saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi
darah.
Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan
melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama
5 hari berturut setiap selesai transfusi darah.
Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk
meningkatkan efek kelasi besi.
Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat
memperpanjang umur sel darah merah.
II. Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita,
menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya
terjadinya ruptur
hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi
darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg
berat badan dalam satu tahun.
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
24
Keperawatan Anak II
III. Suportif
Transfusi darah :
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan
ini akan memberikan supresi sumsum tualang yang adekuat, menurunkan
tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan
perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed
red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
IV. Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll)
Tumbuh kembang, kardiologi, Gizi, endokrinologi, radiologi, Gigi
2.1.9 Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi
darah yang berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi
dalam darah tinggi, sehingga ditimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti
hepar, limpa, ku.lit, jantung dan lainnya. Hal ini dapat mengakibatkan
gangguan fungsi alat tersebut. Limpa yang besar mudah rupture akibat trauma
yang ringan. Kadang-kadang thalasemia disertai oleh tanda hipersplenisme
seperti leukopenia dan trombopenia.
Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
Kelebihan Fe (khususnya pada pemberian transfusi)
Komplikasi pada jantung, contoh constrictive pericarditis to heart failure
and arrhythmias.
Komplikasi pada hati, contoh hepatomegali sampai cirrhosis.
Komplikasi jangka panjang, contoh HCV.
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
25
Keperawatan Anak II
Komplikasi hematologic, contoh VTE.
Komplikasi pada endokrin, seperti endokrinopati, DM.
Gagal tumbuh karena diversi dari sumber kalori untuk eritropoesis.
Fertil, seperti terjadi hypogonadotrophic hypogonadism dan gangguan
kehamilan.
2.2 Asuhan Keperawatan Teoritis
2.2.1 Pengkajian
A. Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah
(Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia
cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah
yang paling banyak diderita.
B. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah
terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada
thalasemia minor biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
C. Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau
infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai
alat transport.
D. Pertumbuhan dan Perkembangan
Seirng didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap
tumbang sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor,
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
26
Keperawatan Anak II
pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk umurnya dan adanya
keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan
ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami penurunan.
Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak normal.
E. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah
dan tidak sesuai usia.
F. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih
banyak tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
G. Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah
orang tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko
terkena talasemia mayor.
H. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam
adanya faktor resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka
ibu perlu diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami oleh anak
setelah lahir.
I. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
27
Keperawatan Anak II
Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan
mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid
(hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi
terlihat lebar.
Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
Mulut dan bibir terlihat kehitaman
Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya
pembesaran jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.
Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati
(hepatospek nomegali).
Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di
bawah normal
Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak
tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun
kumis bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena
adanya anemia kronik.
Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat
transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi
karena adanya penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
2.2.2 Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin muncul
1. Perubahan perfusi jaringan b.d berkurangnya komponen seluler yang
penting untuk menghantarkan Oksigen/zat nutrisi ke sel.
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
28
Keperawatan Anak II
2. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan kebutuhan pemakaian dan
suplai oksigen.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d kurangnya selera
makan.
4. Koping keluarga tidak efektif b.d dampak penyakit anak terhadap fungsi
keluarga.
5. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
sirkulasi dan neurologis.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tak adekuat:
penurunan Hb, leukopeni atau penurunan granulosit.
7. Perubahan tumbuh kembang berhubungan dengan penurunan
kemampuan fisik yang disebabkan oleh kelainan hematology dan efek
penyakit dan terapi.
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
29
Keperawatan Anak II
2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan
NODIAGNOSA
KEPERAWATANTUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
1
2
Perubahan perfusi jaringan b.d berkurangnya komponen seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen/zat nutrisi
Intoleransi aktivitas b.d
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x 24 jam perfusi jaringan klien adekuat dengan criteria :
- Membran mukosa merah muda- Conjunctiva tidak anemis- Akral hangat- TTV dalam batas normal
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien toleran terhadap aktivitas dengan criteria :
- Monitor TTV,pengisian kapiler,warna kulit dan membaran mukosa
- Tinggikan posisi kepala tempat tidur
- Periksa adanya keluhan nyeri
- Catat keluhan rasa dingin
- Pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat
- Beri oksigen sesuai kebutuhan
- Kolaborasi dalam pemeiksaan lab : HB,HMT,SDM.
- Kaji kemampuan anak
- Perubahan tanda vital,warna kulit dan membran mukosa menunjukkan tanda perfusi jaringan
- Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan seluler
- Iskemia seluler mempengaruhi jar.miokardial
- Vasokontriksi ke organ vital menurunkan sirkulasi perifer
- Memaksimalkan transfer oksigen ke jaringan
- Memantau kadar oksigenasi
- Mempengaruhi pilihan intervensi
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
30
Keperawatan Anak II
3
ketidakseimbangan kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d kurangnya selera makan
- Kebutuhan ADL terpenuhi tanpa rasa pusing,sesak
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nutrisi klien terpenuhi dengan criteria - BB stabil/meningkat- Nilai laboratorium Dbn- Melaporkan nafsu makan meningkat- Menghabiskan porsi makan yang
disediakan.
dalm melakukan aktivitas/memenuhi ADL
- Monitor TTV,respon fisiologis selama,setelah melakukan aktivitas
- Beri informasi pada anak/klg untuk berhenti melakukan aktivitas jika terjadi peningkatan TTV atau pusing
- Beri bantuan dalam beraktivitas/ambulasi ila perlu
- Perioritaskan jadwal askep untuk meningkatkan istirahat
- Kaji riwayat nutrisi dan makanan yg disukai
- Observasi dan catat masukan makanan
- Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jml oksigen adekuat ke jar.
- Rangsangan/stress kardiopulmonal berlebihan dpt menimbulkan dekompensasi/kegagalan
- Membantu dan memberi dukungan
- Memperthanan tingkat energi dan meningkatkan regangan pada system jantung dan pernafasan.
- Mengidentifikasi defisiensi,merencanakan intervensi
- Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan
- mengawasi penurunan BB atau efektivitas intervensi nutrisi
- Makan dpt menurunkan kelemahan dan
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
31
Keperawatan Anak II
4
Koping Keluarga tidak efektif b.d dampak penyaklit anak terhadap fungsi keluarga
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keluarga dapat mengatasi dan mengendalikan stress yang terjadi pada keluarga dengan criteria :
- Keluarga menerima kondisi anaknya
- Menunjukkan tingkah laku koping yang positip
- Timbang Berat badan setiap hari
- Beri makanan sedikit tapi sering dan atau makan diantara waktu makan
- Konsul ahli gizi
- Beri obat/suplemen vitamin sesuai order
- Jelaskan kondisi anak sesuai realita dan beri dukungan pada keluarga- Berikan
waktu/dengarkan hal-hal yang mejadi keluhan keluarga
- Memberikan dukungan kepada
meningkatkan pemasukan juga mencegah distensi gaster
- Membantu membuat rencana diet
- Menigkatkan masukan protein dan kalori
- Keluarga paham dengan kondisi anak dan dapat menerima sesuai keadaan
- Orang terdeklat memerlukan dukungan yg terus menerus dg berbagai masalah yg dihadapi akan meningkatkan dlm mengatasi penyakit untuk memudahkan proses adaptasi
- Dukungan keluarga thd anak dapat meningktkan harapan anak
- Tingkah laku yang terhalang,tuntutan perawatan tinggi dan seterusnya dapat menimbulkan klg menarik diri dri
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
32
Keperawatan Anak II
keluarga untuk mengembangkan harapan realistis thd anak
- Bantu keluarga untuk memahami betapa pentingnya mempertahankan fungsi psikososial
pergaulan social.
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
33
Keperawatan Anak II
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Thalassemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin yang diturunkan.
Thalassemia ditemukan tersebar di seluruh ras di Mediterania, Timur Tengah, India
sampai Asia Tenggara. Thalassemia memiliki dua tipe utama berdasarkan rantai
globin yang hilang pada hemoglobin individu yaitu Thalassemia-α dan thalassemia-
β, yang nantinya akan dibagi lagi menjadi beberapa subtipe berdasarkan derajat
mutasi (secara genetik) ataupun berat ringannya gejala. Thalassemia diturunkan
berdasarkan hukum Mendel, resesif atau ko-dominan. Heterozigot biasanya tanpa
gejala, sedangkan homozigot atau gabungan heterozigot gejalanya lebih berat dari
thalassemia α dan β. Terapi thalassemia antara lain adalah terapi transfusi, terapi
pengikat besi (khelasi), splenektomi, dan transplantasi sumsum tulang. Masing-
masing terapi memiliki kriteria dan efek samping tertentu sehingga perlu
dipertimbangkan secara seksama. Konseling mengenai thalassemia sangat diperlukan
untuk skrining dan pemahaman terhadap penderita. Sampai saat ini, penderita
thalassemia yang berat biasanya tidak dapat bertahan hingga mencapai usia dewasa
normal meskipun kemungkinan ini tidak tertutup sama sekali.
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
34
Keperawatan Anak II
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak Volume 2. Edisi ke-15. Jakarta : EGC ; 1996
Doenges, Marillyn E. 1999.Rencana Asuhan Keperawatan.
Ngastiyah.1997.Perawatan Anak Sakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta
http://askep-askeb.cz.cc/2010/08/asuhan-keperawatan-talasemia.html
http://www.docstoc.com/docs/28719352/LP-TALASEMIA
Kosasih, E.N. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Mansjoer, Kapita selekta kedokteran Ed 3, jilid 2 Media Aesculapius Jakarta : 1999Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. 2005. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
Permono B, Sutaryo, dkk. Buku Ajar Hemotologi-Onkologi Anak Cetakan Kedua. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia ; 2006
Wahidiyat I, Thalassemia dan Permasalahannya di Indonesia. Naskah lengkap Kongres Nasional Ilmu Kesehatan Anak (KONIKA) Jakarta, 1999 : 293-6
.
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
35
Keperawatan Anak II
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan pada ALLAH SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah
Keperawatan anak II dengan judul “ Asuhan Keperawatn Thalesemia pada Aanak “
tepat waktu.
Makalah ini disampaikan untuk memenuhi kelengkapan syarat penilaian mata
kuliah Keperawatan anak II. Adapun kata-kata yang terdapat dalam makalah ini penulis
ambil dari sumber-sumber referensi yang berkaitan dengan judul yang telah ditentukan.
Berkenaan dengan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Ns.
Hanifah, S.Kep sebagai dosen pengajar mata kuliah Keperawatan Anak II yang telah
memberikan ilmu mengenai Keperawatan Anak II kepada penulis sehingga menambah
wawasan dan pengetahuan bagi penulis. Tak lupa penulis juga menyampaikan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah
ini.
Penulis mengharapkan semoga dengan makalah ini dapat menambah lebih
banyak wawasan dan pengetahuan. Diharapkan juga makalah ini dapat menunjang
kelengkapan syarat penilaian mata kuliah psikiatri. Disamping itu, penulis mohon maaf
apabila terdapat kekeliruan pada makalah ini.
Bengkulu, Oktober 2010
Penulis
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
Defesi36
Keperawatan Anak II
DAFTAR ISIHALAMAN JUDUL................................................................................................
KATA PENGANTAR............................................................................................ .
DAFTAR ISI.............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................... 1
B. Tujuan....................................................................................................... 2
C. Manfaat..................................................................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI
1. Konsep Teori Thalesemia
A. Definisi..................................................................................................... 3
B. Etiologi..................................................................................................... 4
C. Klasifikasi Thalesemia............................................................................. 5
D. Patofisiologi............................................................................................. 13
E. WOC........................................................................................................ 22
F Manifestasi Klinis..................................................................................... 23
G. Pemeriksaan Penunjang........................................................................... 25
H. Penatalaksanaan....................................................................................... 27
I. Komplikasi............................................................................................... 28
2. Asuhan Keperawatan teoritis
A. Pengkajian................................................................................................ 29
B. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul....................................... 31
C. Rencana Asuhan Keperawatan................................................................. 33
BAB III Tinjauan Kasus........................................................................................... 36
BAB IV Penutup
A. Kesimpulan.............................................................................................. 46
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 47
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
37
Keperawatan Anak II
MAKALAH Keperawatan Anak II
“Asuhan Keperawatan Thalesemia Pada Anak”
Dosen
Ns. Hanifah, S.Kep
Dissun Oleh :
MEILTHA SURYAWAN
(0726010046)
TIA UTARI (0726010042)
REKA NOPRIANA (0726010022)
ANI TRISNA WATI (0726010096)
RIKI ROSADI (0726010088)
MINARNA (0726010072)
EVA SEPTIANI (0626010054)
IRA NOVITA SARI (0626010047)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATANTRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU2010
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
38
Keperawatan Anak II
Asuhan keperawatan Thalesemia pada anak
39