Post on 29-Oct-2015
ASUHAN KEPERAWATAN PADA SYOK KARDIOGENIK
A. DEFINISI
Syok kardiogenik merupakan akibat dari kegagalan jantung untuk memompa darah
secara efektif ke seluruh tubuh. Ini bisa terjadi karena disfungsi ventrikel kanan atau kiri, atau
kedua-duanya. Kurangnya keadekuatan dari fungsi pemompaan menyebabkan penurunan
perfusi jaringan dan kegagalan sirkulasi. Ini terjadi kira-kira sekitar 6-10% pada pasien
dengan infark miokard akut, dan ini merupakan penyebab utama kematian dengan MI ini.
Rata-rata kematian pada syok kardiogenik ini telah dikurangi dengan terapi revaskularisasi
awal sekitar 50-60%.
Syok kardiogenik adalah kelainan jantung primer yang mengakibatkan perfusi
jaringan tidak cukup untuk mendistribusi bahan-bahan makanan dan pengambilan sisa-
sisa metabolisme. Syok kardiogenik adalah syok disebabkan oleh tidak adekuatnya perfusi
jaringn akibat dari kerusakan fungsi ventrikel ini.Syok Kardiogenik adalah ketidakmampuan
jantung mengalirkan cukup darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme,
berasal akibat gangguan fungsi pompa jantung.
Syok dapat dapat dibagi dalam tiga tahap yang semakin lama semakin berat.
Klasifikasi syok dibagi dalam 3 tahap, yaitu :
1. Tahap I, syok berkompensasi (non-progresif), ditandai dengan respons kompensatorik,
dapat menstabilkan sirkulasi, mencegah kemunduran lebih lanjut.
2. Tahap II, tahap progresif, di tandai dengan manifestasi sistemis dari hipoperfusi dan
kemunduran fungsi organ.
3. Tahap III, refrakter (irreversible), ditandai dengan kerusakan sel yang hebat tidak dapat
lagi dihindari, yang pada akhirnya menuju kematian.
B. ETIOLOGI
Syok kardiogenik bisa disebabkan oleh iskemia ventrikular primary, masalah struktural dam
disritmia. Penyebab paling utama adalah infark miokard akut yang menyebabkn kehilangan
40% atau lebih fungsi miokardium. Kerusakan pada miokardium mungkin terjadi setelah
salah satu infark miokard besar (biasanya dinding anterior), atau mungkin kuulatif sebagai
akibat dari beberapa infark miokard yang lebih kecil atau infark miokard pada pasien dengan
disfungsi ventrikel yang sudah ada sebelumnya. Masalah struktural pada sistem
kardiopulmonari dan disritmia juga menyebabkan syok kardiogenik. Jika mereka
mengganggu aliran darah ke jantung.
Faktor etiologi pada kasus syok kardiogenik:
1. Iskemia ventrikuler primary
Infark miokard akut
Kardiopulmonari arrest
Operasi jantung terbuka
2. Masalah struktural
Ruptur septal
Ruptur otot papilaris
Free wall rupture
Aneurisma ventrikel
Kardiomiopati
Kongestif
Hipertropik
Terbatas
Tumor intrakardiak
Emboli paru
Trombus atrium
Disfungsi valvuvar
Miokard akut
Tamponade kardiak
Miokard memar
3. Disritmia
Bradidisritmia
Takidisritmia
Faktor predisposisi :
Dari berbagai penelitian dilaporkan adanya faktor-faktor predisposisi timbulnya syok
kardiogenik yaitu :
1. Umur yang relatif lebih tua pada syok kardiogenik : umumnya lebih dari 60 tahun
2. Telah terjadi payah jantung sebelumnya
3. Adanya infark lama dan baru
4. Lokasi pada dinding anterior lebih sering menimbulkan syok
5. IMA yang meluas secara progresif
6. Komplikasi mekanik IMA : septum sobek, insufisiensi mitral, disenergi ventrikel
7. Gangguan irama dan nyeri hebat
8. Faktor ekstramiokardial : obat-obatan penyebab hipotensi atau hipovolemia
C. PATOFISIOLOGI
Syok kardiogenik merupakan akibat dari terganggunya kemampuan ventrikel untuk
memompa darah keseluruh tubuh, dimana menyebabkan penurunan di SV dan peningkatan
didalam darah ventrikel kiri dan berakhir pada systol. Penurunan di SV mengakibatkan
penurunan pada CO, yang mana menyebabkan penurunan suplai oksigen seluler dan
ketidakefektifan perfusi jaringan. Biasanya, kinerja miokard menurun sebagai kompensasi
vasokonstriksi yang meningkatkan miokardial afterload dan tekanan darah rendah sehingga
memperburuk MI.
D. MANIFESTASI KLINIS
Timbulnya kardiogenik syok dalam hubungannya dengan IMA dapat dikategorikan dalam :
1.Timbulnya tiba-tiba dalam waktu 4 – 6 jam setelah infark akibat gangguan miokard masih
atau ruptur dinding bebas ventrikel kiri
2. Timbulnya secara perlahan dalam beberapa hari sebagai akibat infark berulang
3. Timbul tiba-tiba 2 hingga 10 hari setelah infark miokard disertai timbulnya bising mitral
sistolik, ruptur septum atau disosiasi elektromekanik. Episode ini dapat disertai atau tanpa
nyeri dada, tetapi sering disertai dengan sesaknafas akut.
Keluhan nyeri dada pada infark miokard akut biasanya di daerah substernal, rasa seperti
ditekan, diperas, seperti diikat, rasa dicekik dan disertai rasa takut.Rasa nyeri menjalar ke
leher, rahang, lengan dan punggung. Nyeri biasanya hebat, berlangsung lebih dari ½ jam,
tidak menghilang dengan obat-obatan nitrat. Syok kardiogenik yang berasal dari penyakit
jantung lainnya, keluhan sesuai dengan penyakit dasarnya.
Manifestasi lain syok kardiogenik yang ditandai sebagai berikut :
Tekanan darah sistol <90 mmHg
Laju jantung >100x/menit
Denyut nadi lemah
Bunyi jantung berkurang
Perubahan sensorium
Kulit dingin, pucat, lembab
Urine output <30 ml/jam
Nyeri dada
Disritmia
Takipneu
Krakles
Penurunan curah jantung
Index cardiac <2.2 L/min/m2
Peningkatan tekanan arteri pulmonari
Peningkatan tekanan atrial kanan
Peningkatan resisten vaskuler sistemik
E. PENGKAJIAN DAN DIAGNOSIS
Beberapa variasi manifestasi klinis terjadi pada pasien syok kardiogenik, tergantung pada
faktor etiologi, riwayat kesehatan dahulu, dan tingkat keparahan status syok.Beberapa
manifestasi klinis disebabkan oleh kegagalan jantung dalam memompa, dimana semua
berhubungan dengan respons syok.
Inisial manifestasi klinis berhubungan dengan penurunan CO. Tanda dan gejala termasuk
SBP kurang dari 90 mmHg, penurunan sensorium, kulit dingin, pucat dan lembab, dan UO
kurang dari 30 ml/jam. Pasien juga mengeluh nyeri dada. Takikardi uncul sebagai
kompensasi penurunan CO. Denyut nadi lemah, dan adanya bunyi jantung yang melemah
berarti S1 dan S2 berkurang sebagai akibat dari penurunan kontraktilita. Irama nafas
meningkat untuk meningkatkan oksigenasi. Nilai ABG mengindikasikan pernafasan alkalosis
yang dibuktikan oleh penurunan PaCo2. Ditemukannya urinalisis menunjukkan penurunan
natrium urin dan peningkatan osmalality urin dan gravitasi spesifik sebagai ginjal mulai
mengheat natrium dan air. Pasien juga mungkin mengalami disritmia, tergantung pada
masalah yang mendasari.
Karena ventrikel kiri yang gagal, pada auskultasi paru mungkin terdengar bunyi krakles
dan ronchi, ini mengindikasikan berkembangnya edema paru. Hipoksemia terjadi dengan
dibuktikannya dari kegagalan PaO2 dan SaO2 sebagaimana diukur oleh nilai ABG. Bunyi
jantung mungkin memperlihatkan S3 dan S4. Pembesaran vena jugularis tampak jelas karena
kegagalan sisi kanan.
Pengkajian parameter hemodinamik pada seorang pasien syok kardiogenik
memperlihatkan penurunan CO dengan CI kurang dari 2.2 L/min/m2 adanya peningkatan
PAOP lebih dari 15-18 mmHg. Peningkatan pengisian tekanan perlu untuk menyingkirkan
hypovolemia sebagai akibat kegagalan sirkulasi. Peningkatan PAOP mencerminkan
peningkatan ventrikel kiri tekanan akhir diastolik (LVEDP) dan volume akhir diastolik
(LVEDV) yang dihasilkan dari penurunan SV. Dengan kegagalan ventrikel kanan, RAP juga
akan meningkat. Kompensasi vasokonstriksi menghasilkan peningkatan SAVR tersebut.
Echocardiography menegakkan diagnosis syok kardiogenik dan menjadi penyebab lain dari
kegagalan sirkulasi.
Karena kegagalan mekanisme kompensasi dan ketidakefktifan perkembangan perfusi,
berbagai manifestasi klinis lain muncul.Iskemia miokard berkembang sebagaimana
dibuktikan dengan peningkatan yang terus-menerus di HR, disritmia dan nyeri dada. Fungsi
paru yang memburuk menyebabkan gangguan pernafasan, Nilai ABG selama fase ini
menyatakan asidosis metabolik dan pernapasan serta hipoksemia seperti ditunjukkan dengan
PaCO2 tinggi, HCO3 rendah dan PAO2 rendah. Gagal ginjal terjadi sebagai akibat dari
perkembangan anuria dan peningkatan BUN serta tingkat kreatinin serum. Hipoperfusi
serebral ditandai oleh penurunan LOC.
F. MANAJEMEN PENGOBATAN
Pengobatan pasien syok kardiogenik membutuhkan pendekatan yang agresif. Tujuan
utama terapi ini adalah untuk mengobati penyebab yang mendasarinya, peningkatan
efektivitaspompa, dan memperbaiki perfusi jaringan. Pendekatan ini mencakup identifikasi
faktor-faktor etiologi dari kegagalan pompa dan pemberian agen farmakologis untuk
meningkatkan curah jantung. Agen inotropik yang digunakan untuk meningkatkan
kontraktilitas dan mempertahankan keadekuatan tekanan darah dan perfusi jaringan. Diuretik
digunakan untuk pengurangan preload. Apabila tekanan darah telah distabilkan, agen
vasodilatasi digunakan untuk preload dan pengurangan afterload. Agen Antidisritmia
seharusnya seharusnya digunakan untuk menekan/mengontrol disritmia yang dapat
mempengaruhi curah jantung. Intubasi dan mekanisme ventilasi mungkin diperlukan untuk
mendukung oksigenasi.
Pompa balon intraaortik (IABP) adalah langkah sementara untuk mengurangi beban
kerja miokard oleh peningkatan pasokan miokardial dan penurunan permintaan miokard.Ini
akan berhasil dengan peningkatan perfusi arteri koroner dan mengurangi afterload ventrikel
kiri.
Setelah penyebab kegagalan pompa telah diidentifikasi, tindakan harus diambil untuk
memperbaiki masalah ini jika memungkinkan. Jika masalah tersebut berkaitan dengan infark
miokard akut, revaskularisasi dini dengan angioplasti koroner atau dengan pembedahan
koroner arteri angioplasti memberikan manfaat kelangsungan hidup yang lebih signifikan.
Agen trombolotik dapat digunakan pada pasien. Terapi untuk mengurangi miokard harus
mencakup pembatasan aktivitas, analgesik, dan obat penenang. Ketika terapi konvensional
gagal, oksigenasi membran eksteacorporeal (ECMO) dapat digunakan untuk mendukung
pasien syok kardiogenik akut. Sirkulasi mekanik ini membantu mempertahankan perfusi
organ yang efektif, memungkinkan waktu untuk ventrikel pasien membaik atau untuk
dilakukannya transplantasi jantung.
G. MANAJEMEN KEPERAWATAN
Pencegahan syok kardiogenik adalah salah satu tanggung jawab utama perawat di area
keperawatan kritis. Tindakan pencegahan termasuk mengidentifikasi pasien pada risiko dan
pengkajian serta manajemen status kardiopulmuner pasien. Pasien dalam syok kardiogenik
mungkin memiliki sejumlah diagnosis keperawatan, tergantung pada perkembangan penyakit.
Prioritas keperawatan diarahkan terhadap :
1. Membatasi permintaan oksigen miokard
2. Peningkatan pasokan oksigen miokard
3. Mempromosikan kenyamanan dan dukungan emosional
4. Mempertahankan pengawasan terhadap komplikasi
Langkah-langkah untuk membatasi kebutuhan oksigen miokard meliputi :
Pemberian analgesik, sedatif, dan agen untuk mengontrol afterload dan disritmia
Posisi pasien untuk kenyamanan
Membatasi aktivitas
Menyediakan lingkungan yang tenang dan nyaman
Memberikan dukungan untuk mengurangi kecemasan
Memberikan pemahaman terhadap pasien tentang kondisinya
Pengukuran untuk meningkatkan suplai oksigen miokard mencakup pemberian oksigen
tambahan, pemantauan status pernafasan pasien dan memberikan obat yang diresepkan.
Manajemen keperawatan yang efektif dari syok kardiogenik membutuhkan pemantauan yang
tepat dan pengelolaan SDM , preload, afterload dan kontraktilitas. Hali ini dapat dicapai
melalui pengukuran akurat dari variabel hemodinamik dan pengontrolan administrasi cairan
serta inotropik dan agen vasoaktif. Hasil penilaian dan pengelolaan fungsi pernafasan juga
penting untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat.
Pasien yang memerlukan terapi IABP perlu sering diawasi untuk mencegah terjadinya
komplikasi. Komplikasi meliputi pembentukan emboli, infeksi, pecahnya
aorta,trombositopenia, penempatan balllon tidak tepat, perdarahan, waktu tidak benar dari
ballon, pecahnya ballon, dan kompromi sirkulasi dari ujung cannulated.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN PRIORITAS
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktiliti
2. Ketidakseimbangan nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan peningkatan
metabolisme kurangnya nutrisi exogenous
NANDA NOC NIC
Penurunan curah
jantung
berhubungan
dengan perubahan
kontraktiliti
Definisi: Keadaan
pompa darah oleh
jantung yang tidak
adekuat untuk
mencapai kebutuhan
metabolisme tubuh
Batasan
Karakteristik :
1. Perubahan kecepatan
jantung/ irama
Keefektifan pompa
jantung
Indikator:
Tekanan darah,
hasil yang diharapkan
Kecepatan jantung
yang diharapkan
Index jantung yang
diharapkan
Fraksi ejeksi yang
diharapkan
Aktivitas toleransi
yang diharapkan Nadi
perifer kuat
Ukuran jantung
normal
Warna kulit
Perawatan Cardiac
Aktivitas :
Evaluasi nyeri dada (ex :
intensitas, lokasi, penjalaran,
durasi, dan faktor penyebab
dan faktor yang mengurangi
nyeri
Melakukan penilaian yang
komprehensive terhadap
sirkulasi periferal (ex: periksa
tekanan periferal, edema,
kapiler refill, warna, dan
temperatur ekstremitas)
Dokumentasikan adanya kardiak
distrimia
Catat tanda dan gejala
penurunan curah jantung
Bradikardi
Perubahan EKG
Palpitasi
Takikardi
2. Perubahan preload
Edema
Penurunan tekanan
vena central
Penurunan tekanan
arteri paru
Kelemahan
Peningkatan tekanan
vena central
Peningkatan tekanan
arteri paru
Distensi vena
jugularis
Murmur
Peningkatan BB
3. Perubahan afterload
Kulit berkeringat
Dispnea
Penurunan nadi
perifer
Penurunan resistensi
pembuluh darah
pulmonal
Penurunan tahanan
tekanan darah
sistemik
Peningkatan
Distensi vena leher
tidak ada
Disaritmia tidak ada
Bunyi jantung
abnormal tidak ada
Angina tidak ada
Edema peripheral
tidak ada
Edema pulmonal tidak
ada
Diaporesis sedalam-
dalamnya tidak ada
Kelemahan yang
ekstrim tidak ada
Status Sirkulasi
Indikator :
Tekanan darah sistolik
yang diharapkan
Tekanan darah
diastolik yang
diharapkan
Tekanan nadi yang
diharapkan
Rata-rata tekanan
darah yang diharapkan
Tekanan vena central
yang diharapkan
Tekanan pulmonal
paru yang diharapkan
Hipotensi ortostatik
tidak ada
Kecepatan jantung
Monitor frekuensi tanda vital
Monitor status kardiovaskuler
Monitor distrimia kardiak,
termasuk gangguan kedua
irama dan konduksi
Monitor status respirasi untuk
gejala gagal jantung
Monitor abdomen untuk adanya
indikasi penurunan perfusi
Monitor keseimbangan cairan
(ex: intake/output dan berat
badan setiap hari)
Monitor pacemaker yang
berfungsi, jika diperlukan
Mengenali adanya perubahan
tekanan darah
Mengenali efek psikologis yang
menekankan kondisi
Evaluasi respon pasien pada
ektopi atau distrimia
Menyediakan terapi antiaritmia
berdasarkan unit kebijaksanaan
(obat antiaritmia,
kardioversion/defibrilasi), jika
diperlukan
Monitor respon pasien terhadap
pengobatan antiaritmia
Instruksikan pasien dan keluarga
pada pembatasan aktivitas dan
progresi
Atur periode latihan dan istirahat
untuk menghindari kelelahan
Monitor toleransi aktivitas klien
resistensi pembuluh
darah pulmonal
Peningkatan tahanan
tekanan darah
sistemik
Oliguria
Pengisian kembali
dari perifer
Perubahan warna
kulit
Hasil pembacaan
tekanan darah
berbeda-beda
4. Perubahan
kontraktilitas
Ronki basah
Batuk
Fraksi ejeksi < 40%
Penurunan index
beban kerja ventrikel
kiri
Penurunan index
volume gerak
Penurunan index
jantung
Ortopnea
Dispnea nocturnal
paroksismal
S3 atau S4 (bunyi
jantung)
5. Tingkah laku/
yang diharapkan
Bunyi jantung
abnormal tidak ada
Angina tidak ada
Gas darah yang
diharapkan
Arteri-vena oksigen
berbeda dengan yang
diharapkan
Bunyi nafas
adventitious tidak ada
ventrikel kiri
Penurunan index
volume gerak
Penurunan index
jantung
Ortopnea
Dispnea nocturnal
paroksismal
S3 atau S4 (bunyi
jantung)
5. Tingkah laku/
emosional
Kegelisahan
Keresahan Edema
perifer tidak ada
Asites tidak ada
Status kognitif yang
diharapkan
emosional
Kegelisahan
Keresahan
Kelemahan ekstrim
tidak ada
Ketidakseimbangan
nutrisi Kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan
dengan peningkatan
metabolisme
Definisi : Keadaan
individu yang
mengalami
kekurangan asupan
nutrisi untuk
memenuhi
kebutuhan
metabolic
Batasan
karakteristik :
Kram abdomen
Nyeri abdomen
Keengganan untuk
makan
BB kurang dari 20%
atau lebih di bawah
ideal
Kapiler rapuh
Diarrhea
Rambut rontok
Bising usus hiperaktif
Kurangnya makanan
Kurang informasi
Status nutrisi :
Indikator:
Intake nutrisi
Intake makan dan
minum
Energi
Massa tubuh
Berat badan
Tindakan biokimia
Asupan makanan
melalui oral
Status nutrisi: intake
makanan dan cairan
Indikator :
Asupan makanan
melalui selang
Asupan cairan melalui
oral
Asupan cairan
Asupan total
parenteral nutrisi
Manajemen nutrisi
Aktivitas :
Menanyakan jika pasien
memiliki alergi makanan
apapun
Memastikan preferensi
makanan pasien
Menentukan, bekerjasama
dengan diet sebagai jumlah
kalori yang tepat, dan jenis gizi
yang diperlukan untuk
memenuhi persyaratan gizi
Mendorong asupan kalori yang
tepat bagi tubuh jenis dan gaya
hidup
Mendorong peningkatan
asupan protein, besi, dan
vitamin C, yang sesuai.
Menawarkan makanan ringan
(mis.; sering minuman, jus
buah-buahan/buah segar) yang
sesuai
Memberikan makanan ringan,
bubur, dan hambar, yang sesuai
Menyediakan pengganti gula,
yang sesuai
Memastikan bahwa diet
termasuk makanan tinggi serat
untuk mencegah sembelit
Kurang minat pada
makanan
Kehilangan berat
badan dengan intake
yang adekuat
Miskonsepsi
Misinformasi
Luka membrane
mukosa
Merasakan tidak
mampu menelan
makanan
Kehilangan tonus otot
Melaporkan
perubahan sensasi
rasa
Melaporkan intake
makanan kurang dari
RDA
Merasa segera
kenyang setelah
memasukan makanan
Luka rongga mulut
Steatorhea
Kelemahan otot
menelan atau
mengunyah
Menawarkan bumbu dan
rempah-rempah sebagai
alternatif garam
Menyediakan pasien dengan
protein tinggi, kalori tinggi,
bergizi jari makanan dan
minuman yang dapat mudah
dikonsumsi, yang sesuai
Menyediakan makanan pilihan
Menyesuaikan diet untuk gaya
hidup pasien yang sesuai
Pasien mengajarkan cara untuk
menjaga buku harian makanan,
yang diperlukan
Memantau rekaman asupan
gizi konten dan kalori
Menimbang pasien interval
waktu yang tepat
Mendorong pasien untuk
memakai gigi palsu benar
dipasang dan/atau
mendapatkan perawatan gigi
Memberikan informasi yang
tepat tentang kebutuhan gizi
dan bagaimana untuk bertemu
dengan mereka
Mendorong safe makanan
persiapan dan pelestarian
teknik
Menentukan presentase pasien
kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan gizi
Membantu pasien menerima
bantuan dari program gizi
masyarakat yang sesuai, yang
diperlukan
Kanulasi Vena SentralINDIKASI KATETERISASI VENA SENTRAL1. Untuk menginfus cairan atau obat-obatan yang mungkin mengiritasi vena perifer.
2. Kanulasi jangka panjang untuk obat-obatan dan cairan, contohnya total nutrisi parenteral atau kemoterapi.
3. Penderita syok.
4. Kanulasi cepat ke jantung terutama untuk pemberian obat-obatan dalam situasi resusitasi.
5. Bila kanulasi ke vena perifer sulit dilakukan akibat vena yang kolaps seperti pada hipovolemia, ketika vena periper sulit ditemukan misalnya pada orang gemuk atau tranfusi cairan dibutuhkan secara cepat.
6. Pada kerusakan vena, digunakan pada beberapa pasien dimana semua vena perifer telah digunakan atau rusak.
7. Pengukuran tekanan vena sentral (Central Venous Pressure)
8. Prosedur khusus, contohnya pemacu jantung, hemofiltrasi atau dialisis.
KONTRAINDIKASI KATETERISASI VENA SENTRAL1. Kanulasi vena sentral harus dipertimbangkan pemasangannya pada penderita dengan gangguan pada faal pembekuan darah. Dapat terjadi hema- tom yang berbahaya pada pemasangan melalui vena subclavia dan jugularis, terutama bila mengenai pembuluh arteri.
2. Bila daerah pemasangan ada infeksi atau tanda-tanda radang harus dicari tempat lain yang lebih baik.
3. Kelainan anatomi dan taruma thoraks bagian atas misalnya fraktur clavicula, meningkatkan resiko via clavicula.
4. Penyakit paru yang kritis (COPD, asma) yang akan meningkatkan resiko terjadinya pneumotoraks pada pendekatan subclavia.
5. Penderita yang sementara di heparinisasi.
6. Trombosis da koagulopati
7. Penderita menolak atau tidak koperatif
8. Operator yang tidak berpengalaman yang tidak diawasi supervisor
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan sebelum melakukan kateterisasi ke vena sentral.1. Sebaiknya pemasangan kateterisasi vena sentral dilakukan diruang tindakan yang steril (bila ada) dan tidak dilakukan dilakukan di tengah bang- sal ruang perawatan untuk menghindari kontaminasi dan saling mengganggu dengan pasien lain
2. Buat informed konsen dan persetujuan keluarga.
3. Bila penderita masih sadar, sebelum pemasangan sebaiknya penderita diberitahukan terlebih dahulu maksud dan tujuan serta prosedur kate- terisasi vena sentral tersebut.
4. Kateterisasi vena sentral harus dilakukan se-asepsis mungkin mirip dengan prosedur pembedahan.
5. Waspadalah akan masuknya udara, walaupun pasien dalam keadaan head-down.
6. Selalu memikirkan dimana ujung jarum berada.
7. Darah harus dapat diaspirasi dengan mudah dari kateter intravena sebelum cairan infus atau obat dimasukkan. Bila tidak dapat diaspirasi de- ngan mudah berarti terjadi kesalahan penempatan sampai dibuktikan sebaliknya.
8. Jangan menarik kembali kateter yang telah/masih ada di dalam jarum logam (misal venocath) karena bahaya terpotongnya kateter oleh ujung jarum. Bila sampai terpotong maka pengambilannya hanya bisa dilakukan dengan cara pembedahan.
9. Kanulasi vena sentral dapat memakai kateter panjang untuk pemakaian jangka lama atau dengan kateter vena yang pendek misalnya abbocath ukuran besar untuk sementara pada keadaan darurat. Bila vena sudah terisi cairan dapat dilanjutkan dengan kanulasi vena perifer.
10. Dipasaran telah tersedia kateter intra vena dengan berbagai ukuran, diameter dan panjang yang bervariasi baik dengan single lumen atau multi lumen. Pilihlah yang sesuai dengan kebutuhan. Sesuaikan dengan lokasi pemasangan, lama pemasangan, indikasi pemasangan dan kemampuan ekonomi pasien.
TEMPAT KATETERISASI VENA SENTRALKanulasi vena sentral dapat dipasang melalui beberapa tempat, masing-masing letak mempunyai keuntungan-keuntungan dan kerugian-keru- gian tersendiri.Kanulasi vena sentral dapat dilakukan melalui :1. Vena subclavia (pendekatan infraclavicular dan supraclavicular) .
2. Vena jugularis, pada vena jugularis interna (VJI) dan eksterna (VJE).
3. Vena femoralis
4. Vena antecubital, pada vena basilica atau cephalica.
5. Vena umbilikalis, pada bayi baru lahir.
Akan tetapi tempat yang paling sering dilakukan insersi yaitu : vena subclavia (pendekatan infraclavicular), vena jugularis interna, vena antecubital dan vena femoralis.
KATETERISASI VENA SUBCLAVIAAnatomiVena subclavia adalah kelanjutan dari vena axillaris. Dimulai pada tepi lateral kosta I, terus melintas diatas costa dan berakhir saat bergabung dengan vena jugularis interna di medial ujung klavicula. Ini mempunyai beberapa hubungan penting. Arteri subclavia biasanya terletak di posterior dan superior (yakni chepalad) dari vena dan dipisahkan oleh m. scalenus anterior pada tempat insersi otot ini ke kosta I. Arteri dan vena keduanya membentuk sulcus pada permukaan atas kosta. Pleksus brakhialis terletak di posterior arteri dan dengan demikian terletak di posterior vena dengan jarak yang lebih dekat. Nervus phrenikus melintas di anterior dan dapat melintas di bagian medial costa I. Nervus vagus juga berjalan di bagian anterior subclavia tetapi agak sedikit di medial nervus phrenikus. Nervus laryngeus recurren adalah cabang dari n. vegus. Cabang kanan terpisah dari vagus setinggi arteri subclavia dan memutar di belakang arteri dan naik ke atas sehingga berdekatan dengan trachea. Cabang kiri terpisah dari vagus setinggi arkus aorta, dan memutar di belakang arkus, naik pada fissura antara oesophagus dan trakea. Saraf-saraf tersebut juga jaraknya dekat dengan vena. Pleura dapat meluas hingga 1 inci diatas bagian medial clavicula dan mencapai setinggi collum costa I dimana lebih tinggi dibanding dengan artikulasio sternoclavikularis. Vena dengan demikian berada di sebelah anterior pleura tetapi pleura meluas pada ke dua arah atas dan bawah dari vena.
Teknik Kateterisasi Vena SubclaviaPersiapan peralatan :1. Disinfektan (betadine,alkohol)
2. Handscoen, masker,penutup kepala, jas sterile dan handuk
3. Spoit 5 ml 2 buah,jarum ukuran 25-gauge.
4. Kateter dan dilator
5. IV tubing dan flush (Infus set, triway dan Nacl 500 ml)
6. Jarum insersi 18-gauge (panjang 5 cm)
7. 0,035 j wire, duk steril, scalpel, benang silk no.2,0
PosisiLetakkan pasien dengan posisi supine dengan kepala lebih rendah (tredelenberg) ± 10-150hingga vena dapat terisi. Ini dapat tidak menyenangkan atau bahkan beresiko pada beberapa pasien. Bila ragu-ragu, pasien dapat diletakkan dengan kepala lebih rendah saat operator telah siap untuk melakukan punksi vena. Bahu dapat diganjal dengan handuk gulung atau botol cairan diantara kedua bahu.
Prosedur 1. Cek semua peralatan sebelum mulai.
2. Sterilisasi dan tutupi area yang akan diinsersi dengan sangat hati-hati.
3. Palpasi fossa subclavikularis dan cek hubungannya pada incisura sternalis. Bila jari ditempatkan
secara subclvikularis pada posisi lateral ter- dapat fossa yang jelas antara clavicula dan costa II. Gerakkan jari ke arah medial menuju incisura sternalis dan jari akan terhambat pada ujung medial clavicula. Ini adalah m. subclavius yang berjalan dari costa I menuju permukaan inferior clavikula memberikan pola yang baik posisi costa I dimana terletak vena subcalvia.
4. Letakkan jari telunjuk pada incisura sternalis dan ibu jari pada daerah pertemuan antara clavicula dan costa I. Infiltrasi anestesi lokal (lidokain 1%) dengan jarum 25-gauge 2 cm lateral ibu jari dan 0,5 cm ke kaudal ke arah clavicula atau tepat di lateral dari insersi m. subclavia costa I.
5. Vena berjalan di bawah clavicula menuju incisura sternalis. Gunakan jarum 18-gauge yang halus dengan syringe 5 ml, masukkan jarum menusuk kulit dibagian lateral ibu jari dan 0,5 cm di bawah clavikula yang dimaksud untuk membuat posisi khayal pada bagian belakang incisura sternalis. Posisi jarum horizontal (paralel dengan lantai) untuk mencegah pneumothoraks, dan bevel menghadap keatas atau ke arah kaki pasien untuk mencegah kateter masuk ke arah leher. Aspirasi jarum lebih dulu, pertahankan jarum secara cermat pada tepi bawah clavikula.
1. Vena berjalan di bawah clavicula menuju incisura sternalis. Gunakan jarum 18-gauge yang halus dengan syringe 5 ml, masukkan jarum menusuk kulit dibagian lateral ibu jari dan 0,5 cm di bawah clavikula yang dimaksud untuk membuat posisi khayal pada bagian belakang incisura sternalis. Posisi jarum horizontal (paralel dengan lantai) untuk mencegah pneumothoraks, dan bevel menghadap keatas atau ke arah kaki pasien untuk mencegah kateter masuk ke arah leher. Aspirasi jarum lebih dulu, pertahankan jarum secara cermat pada tepi bawah clavikula.
2. Jika tidak ada darah vena yang teraspirasi setelah penusukan sampai 5 cm tarik pelan-pelan sambil diaspirasi jika masih belum ada juga ulangi sekali lagi, dan apabila masih belum berhasil pindah ke arah kontralateral akan tetapi periksa foto thoraks dahulu sebelum dilakukan untuk melihat adanya pneumothoraks
3. Bila darah teraspirasi maka posisi vena subclavia telah didapatkan dan kanula atau jarum seldinger dipertahankan pada posisinya dengan mantap
4. Susupkan kawat, pasang kateter atau dilator dan kateter selanjutnya lepaskan kawat
5. Lakukan dengan hati-hati untuk menghindari ikut masuknya udara untuk itu sebaiknya ujung kateter tidak dibiarkan terbuka.
6. Cek bahwa aspirasi darah bebas melalui kateter dan tetesan berjalan dengan lancar.
7. Kontrol letak kateter dengan foto thoraks.
Keuntungan kateterisasi Vena Subclavia1. Sangat baik untuk kanulasi jangka panjang karena posisi kateter dapat difikasasi dengan baik sehingga tidak mudah bergerak dan tidak meng- ganggu pergerakan pasien.
2. Vena subclavia hampir selalu ada dan anatomi ini umumnya tetap.
3. Relatif kurang infeksi dibanding pemasangan di tempat lain.
4. Kateter mudah masuk ke vena kava superior serta landmarknya lebih mudah pada orang yang obes..
Kelemahan Kateterisasi Vena Subclavia1. Umumnya dilakukan dengan teknik “buta” sehingga mudah merusak stuktur di dalam yang tidak terlihat.
2. Pleura, arteri, nervus phrenicus bahkan trakea mudah terjangkau oleh jarum yang salah masuk sehingga relatif lebih banyak komplikasi pneumothoraks dibanding teknik lainnya.
3. Bila terjadi komplikasi perdarahan relatif susah untuk ditangani.
Komplikasi kateterisasi vena subclavia1. Hematom
2. Cellulitis
3. Trombosis
4. Plebitis
5. Cedera pada saraf
6. Penusukan pada arteri
7. Pneumothoraks
8. Hemopneumothoraks
9. Penusukan saraf
10. Fistel arteri-vena
11. Neuropati perifer
12. Kateter terputus/tertinggal di dalam
13. Teknik monitor tidak tepat
14. Posisi kateter tidak tepat