SYOK HIPOVOLEMIK
-
Upload
indi-saputri -
Category
Documents
-
view
25 -
download
1
description
Transcript of SYOK HIPOVOLEMIK
SYOK HIPOVOLEMIK
A. DEFINISI
Syok adalah kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif. Kemudian diikuti perfusi
jaringan dan organ yang tidak adekuat, yang akibat akhirnya gangguan metabolik selular.
Pada beberapa situasi kedaruratan adalah bijaksana untuk mengantisipasi kemungkinan syok.
Seseorang dengan cidera harus dikaji segera untuk menentukan adanya syok. Penyebab syok
harus ditentuka (hipovolemik, kardiogenik, neurogenik, atau septik syok).(Bruner &
Suddarth,2002).
Syok adalah suatu sindrom klinis kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan
ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme
homeostasis (Toni Ashadi,2006).
Syok hipovolemik diinduksi oleh penurunan volume darah, yang terjadi secara langsung
karena perdarahan hebat atau tudak langsung karena hilangnya cairan yang berasal dari
plasma (misalnya, diare berat, pengeluaran urin berlebihan, atau keringat berlebihan). Syok
dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang menyebabkan tidak adekuatnya
perfusi dan oksigenasi jaringan. Bahaya syok adalah tidak adekuatnya perfusi ke jaringan
atau tidak adekuatnya aliran darah ke jaringan. Jaringan akan kekurangan oksigen dan bisa
cedera.(Az Rifki, 2006).
Syok hipovolemik adalah suatu keadaan akut dimana tubuh kehilangan cairan tubuh,
cairan ini dapat berupa darah, plasma, dan elektrolit (Grace, 2006). Syok hipovolemik adalah
suatu keadaan dimana terjadi kehilangan cairan tubuh dengan cepat sehingga dapat
mengakibatkan multiple organ failure akibat perfusi yang tidak adekuat.
Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien trauma, baik oleh
karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak terlihat. Perdarahan yang
terlihat, perdarahan dari luka, atau hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak
terlihat, misalnya perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa,
kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk.
B. ETIOLOGI
Menurut Toni Ashadi, 2006, Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya
cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada:
1. kehilangan darah atau syok hemorargik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh seperti
hematotoraks, ruptur limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.
2. trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang besar.
Misalnya: fraktur humerus menghasilkan 500-1000 ml perdarahan atau fraktur femur
menampung 1000-1500 ml perdarahan.
3. kehilangan cairan intravaskuler lain yang terjadi karena kehilangan protein plasma atau
cairan ekstraseluler, misalnya :
a. Gastrointestinal, peritonitis, pankreatitis dan gastroenteritis
b. Renal : terapi diuretik, krisis penyakit addison
c. Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis
C. MANIFESTASI KLINIS
Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid,
besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan
tubuh merupakan faktor kritis respon kompensasi. Pasian muda dapat dengan mudah
mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang vasokontriksinya dan takikardia.
Kehilangan volume yang cukup besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia
lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau
singkat. (Toni Ashadi, 2006).
Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia,
penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit.
Tanda-tanda syok adalah menurut Toni Ashadi, 2006 adalah:
1. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu berkaitan
dengan berkurangnya perfusi jaringan.
2. Takhikardi: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respon homeostasis penting
untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke homeostasis penting untuk
hopovolemia.peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi
asidosis jaringan.
3. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah
jantung, vasokontriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan
darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak
dibawah 70 mmHg.
4. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada
orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30ml/jam.
Tanda – tanda shock secara umum :
1. Keadaan umum lemah.
2. Perfusi : kulit pucat, dingin, basah
3. Takikardi
4. Vena perifer tidak tampak
5. Tekanan darah menurun, sistolik kurang dari 90 mmHg atau turun lebih dari 50 mmHg dari
tekanan semula.
6. Hiperventilasi.
7. Sianosis perifer.
8. Gelisah, kesadaran menurun
9. Produksi urine menurun
D. Patofisiologi
Tahap-tahap syok:
Karena sifat-sifat khas dari syok sirkulasi dapat berubah pada berbagai derajat keseriusan,
Menurut Guyton, (1997) syok dibagi dalam tida tahap utama yaitu:
a. Tahap nonprogresif (atau tahap kompensasi), sehingga mekanisme kompensasi sirkulasi
normal akhirnya akan menyebabkan pemulihan sempurna tanpa dibantu terapi dari luar.
b. Tahap progresif, ketika syok menjadi semakin buruk sampai timbul kematian.
c. Tahap ireversibel, ketika syok telah jauh berkembang sedemikian rupa sehingga semua
bentuk terapi yang diketahui tidak mampu lagi menolong penderita, meskipun pada saat itu,
orang tersebut masih hidup.
Patofisiologi sangat berhubungan dengan peyakit primer penyebab syok. Namun
secara umum bila terjadi penurunan tekanan darah, maka tubuh akan mengadakan respon
untuk mempertahankan sirkulasi dan perfusi yang adekuat pada organ vital melalui refleks
neurohumoral. Integritas sirkulasi tergantung pada volume darah yang beredar, tonus
pembuluh darah, dan sistem pompa jantung. Gangguan dari salah satu fungsi tersebut dapat
menyebabkan terjadinya syok. Bila terjadi hipovolemia, maka mekanisme yang terjadi
adalah sebagai berikut :
Baroreseptor
Reseptor ini mendapat rangsangan dari perubahan tegangan dalam pembuluh
darah. Bila terjadi penurunan tekanan darah, maka rangsangan terhadap baroreseptor
akan menurun, sehingga rangsangan yang dikirim baroreseptor ke pusat juga akan
berkurang. Sehingga terjadi penurunan rangsangan terhadap cardioinhibitory centre
dan hambatan terhadap pusat vasomotor.
Akibat dari kedua hal tersebut, maka akan terjadi vasokonstriksi dan
takikardi.Baroreseptor in terdapat di sinus caroticus, arcus aorta, atrium dexta et
sinistra,ventrikel sinistra, dan dalam sirkulsi paru. Baroreseptor sinus caroticus
merupakan baroreseptor yang paling berperan dalam pengaturan tekanan darah.
Kemoreseptor
Respon baroreseptor mencapai respon maksimal bila tekanan darah menurun sampai
60 mmHg, maka yang akan berperan adalah kemoreseptor, yang terangsang bila
terjadi hipoksia dan asidosis jaringan. Akibat rangsang kemoreseptor ini adalah
vasokonstriksi dan rangsangan pernapasan.
Cerebral Ischemia Receptors
Bila aliran darah ke otak menurun sampai < 40 mmHg, maka akan terjadi
symphathetic discharge massive. Respon dari reseptor di otak ini lebih kuat
darirespon perifer.
Respon Humoral
Bila terjadi hipotensi atau hipovolemia, maka tubuh akan mengeluarkan hormon-
hormon stress seperti epinefrin, glukagon, dan kortisol yang merupakan hormon yang
mempunyai efek kontra dengan insulin. Akibat dari pengeluaran hormon tersebut
adalah takikardi, vasokonstriksi, dan hiperglikemia.
Auto Transfusi
Adalah suatu mekanisme di dalam tubuh untuk mempertahankan volume dan tekanan
darah tetap stabil. Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan
antara jumlah cairan intravaskuler yang keluar ke ekstravaskuler atau sebaliknya. Pros
es auto transfusi pada syok meliputi :
1. Tekanan darah turun, terjadi vasokonstriksi.
2. Kontraksi darah berkurang, aliran darah yang lewat lebih cepat.
Cairan interstisial diserap masuk kembali ke dalam sirkulasi.Akibat dari mekanisme ini
semua, maka akan terjadi :
1. Vasokonstriksi yang luas.
2. Akibat vasokonstriksi, tekanan darah diastolik meningkat dan menyebabkan nadi
menyempit.
3. Takikardi
4. Iskemia jaringan
5. Hipovolemia, yang menyebabkan aliran darah untuk pertukaran O2 dan CO2 lebih
lama.
PATHWAY
E. PENANGANAN
Tiga tujuan penanganan kegawatdaruratan pasien dengan syok hipovolemik antara
lain :
1. memaksimalkan pengantaran oksigen-dilengkapi dengan ventilasi yang
adekuat, peningkatan saturasi oksigen darah, dan memperbaiki aliran darah
2. mengontrol kehilangan darah lebih lanjut
3. resusitasi cairan.
Ketika hipovolemik diketahui maka tindakan yang harus dilakukan adalah
menempatkan pasien dalam posisi kaki lebih tinggi, menjaga jalur pernafasan dan
diberikan resusitasi cairan dengan cepat lewat akses intra vena atau cara lain yang
memungkinkan seperti pemasangan kateter CVP (central venous pressure) atau
jalur intraarterial. Cairan yang diberikan adalah garam isotonus yang diteteskan
dengan cepat (hati-hati terhadap asidosis hiperkloremia) atau dengan cairan garam
seimbang seperti Ringer’s laktat (RL) dengan jarum infus yang terbesar. Tidak
ada bukti medis tentang kelebihan pemberian cairan koloid pada syok
hipovolemik. Pemberian 2-4 L dalam 20-30 menit diharapkan dapat
mengembalikan keadaan hemodinamik.
Resusitasi Cairan Manajemen cairan adalah penting dan kekeliruan
manajemen dapat berakibat fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan
maka input cairan harus sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu
termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk kesempurnaan
keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka
mortalitas.
Memaksimalkan penghantaran oksigen. Jalan napas pasien sebaiknya
dibebaskan segera dan stabilisasi jika perlu. Kedalaman dan frekuensi pernapasan,
dan juga suara napas harus diperhatikan. Jika terjadi keadaan patologi (seperti
pneumothoraks, hemothoraks, dan flail chest) yang mengganggu pernapasan,
harus segera ditangani. Tambahan oksigen dalam jumlah besar dan bantuan
ventilator harus diberikan pada semua pasien. Ventilasi tekanan positif yang
berlebihan dapat berbahaya pada pasien yang mengalami syok hipovolemik dan
sebaiknya dihindari.
Posisi pasien dapat digunakan untuk memperbaiki sirkulasi; salah satu
contohnya menaikkan kedua kaki pasien sementara cairan diberikan. Contoh lain
dari posisi yang bermanfaat adalah memiringkan pasien yang sementara hamil
dengan trauma kearah kirinya, dengan tujuan memposisikan janin menjauhi vena
cava inferior dan meningkatkan sirkulasi.Posisi Trendelenburg tidak dianjurkan
untuk pasien dengan hipotensi karena dikhawatirkan terjadi aspirasi. Posisi
Trendelenburg juga tidak memperbaiki keadaan kardiopulmonal dan dapat
mengganggu pertukaran udara.
Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan menyebabkan gangguan pada
fungsi kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan merupakan akibat
lanjut. Pada keadaan demikian, memperbaiki keadaan umum dengan mengatasi
syok yang terjadi dapat dilakukan dengan pemberian cairan elektrolit, plasma,
atau darah.Untuk perbaikan sirkulasi, langkah utamanya adalah mengupayakan
aliran vena yang memadai. Mulailah dengan memberikan infus Saline atau Ringer
Laktat isotonis. Resusitasi cairan yang cepat merupakan landasan untuk terapi
syok hipovolemik. Sumber kehilangan darah atau cairan harus segera diketahui
agar dapat segera dilakukan tindakan. Cairan infus harus diberikan dengan
kecepatan yang cukup untuk segera mengatasi defisit atau kehilangan cairan
akibat syok. Penyebab yang umum dari hipovolemia adalah pendarahan,
kehilangan plasma atau cairan tubuh lainnya seperti luka bakar, peritonitis,
gastroenteritis yang lama atau emesis, dan pankreatitis akuta. Pemilihan Cairan
Intravena. Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien,
konsentrasi elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan
parenteral telah dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi
medis.
Prisip menentukan jumlah cairan yang akan diberikan yaitu sesuai dengan
jumlah cairan yang keluar dari tubuh. Macam-macam pemberian cairan :
a. BJ plasma dengan rumus : Kebutuhan cairan = BJ plasma – 1,025 x Berat
badan x 4 ml 0,001
b. Metode Pierce berdasarkan klinis : Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan =
5% x Berat badan (kg) Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan = 8% x Berat
badan (kg) Dehidrasi berat, kebutuhan cairan = 10% x berat badan (kg)
c. Metode Daldiyono berdasarkan skor klinis : Kebutuhan cairan = skor x
10% x kgBB x 1 liter 15 Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka
hanya diberikan cairan peroral (sebanyak mungkin, sedikit demi sedikit).
Bila skor lebih atau sama dengan 3 disertai syok diberikan cairan per
intravena.
Cairan rehidrasi pada dehidrasi dapat diberikan melalui oral, enteral
melalui selang nasogastrik atau intravena.
Bila dehidrasi sedang/berat sebaiknya pasien diberikan cairan melalui
infuse pembuluh darah.Sedangkan dehidrasi ringan sebaiknya
pasien diberikan cairan peroral atau selang nasogastrik, kecuali bila ada
kontraindikasi atau oral/saluran cerna atas tidak dapat dipakai.
Pemberian per oral diberikan larutan oralit yang hipotonik dengan
komposisi 29 gr glukosa,3,5 gr NaCl, 2,5 Natrium Bicarbonat dan 1,5 gr
KCl setiap liter. Contoh oralit generik,renalyte, pharolit, dll. Pemberian
cairan dehidrasi terbagi atas :
a. Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial) : jumlah total kebutuhan
cairan menurut rumus BJ plasma atau Daldiyono diberikan
langsung dalam 2 jam, ini agar dapat tercapai rehidrasioptimal secepat
mungkin.
b. Satu jam berikutnya/jam ke-3 (tahap kedua) pemberian diberikan
berdasarkan kehilangancairan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi
inisial sebelumnya. Bila tidak ada syok atau skor Daldiyono kurang
dari 3 dapat diganti cairan per oral.
c. Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan
cairan melalui tinja dan insensible water loss (IWL).
Sebaiknya dibuat dua jalur intravena berdiameter besar. Hukum
Poeseuille mengatakan bahwa aliran berbanding terbalik dengan
panjang kateter infus dan berhubungan langsung dengan diameter.
Sehingga kateter infus intravena yang ideal adalah pendek dan
diameternya lebar; diameter lebih penting daripada panjangnya. Jalur
intravena dapat ditempatkan pada vena antecubiti, vena sphena, atau
vena tangan, atau pada vena sentralis dengan menggunakan teknik
Seldinger. Jika digunakan jalur utama vena sentralis maka digunakan
kateter infus berdiameter lebar. Pada anak kurang dari 6 tahun dapat
digunakan jalur intraosseus. Faktor yang paling penting dalam
melakukannya adalah skill dan pengalaman. Pengadaan infus arteri
perlu dipertimbangkan pada pasien dengan perdarahan hebat. Untuk
pasien ini, infus arteri akan memonitoring tekanan darah secara
berkala dan juga analisa gas darah.
Pada jalur intravena, cairan yang pertama digunakan untuk
resusitasi adalah kristaloidisotonik, seperti Ringer Laktat atau Saline
Normal. Bolus awal 1-2 liter pada orang dewasa(20 ml/kgBB pada
pasien anak), dan respon pasien dinilai. Jika tanda vital sudah kembali
normal, pasien diawasi agar tetap stabil dan darah pasien perlu dikirim
untuk dicocokkan.Jika tanda vital membaik sementara, infus kristaloid
dilanjutkan dan dipersiapkan darah yangcocok. Jika perbaikan yang
terjadi tidak bermakna atau tidak ada, infus kristaloid harus
dilanjutkan, dan darah O diberikan (darah tipe O rhesus (-) harus
diberikan kepada pasien wanita usia subur untuk mencegah sensitasi
dan komplikasi lanjut). Jika pasien sekarat dan hipotensi berat (syok
derajat IV), diberikan cairan kristaloid dan darah tipe O.
Pedoman pemberian kristaloid dan darah tidak diatur, terapi yang
diberikan harus berdasarkan kondisi pasien.
Terapi cairan intravena atau infus merupakan salah satu aspek
terpenting yang menentukan dalam penanganan dan perawatan pasien.
Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai
2 liter larutan isotonis Ringer Laktat. Namun, RingerLaktat tidak
selalu merupakan cairan terbaik untuk resusitasi. Resusitasi cairan
yang adekuat dapat menormalisasikan tekanan darah pada pasien
kombustio 18 -24 jam sesudah cedera luka bakar. Larutan parenteral
pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan kristaloid,koloid,
dan darah.
Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik.
Keuntungan cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah,
mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksialergi, dan sedikit efek
samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut
dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu
dicegah. Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal
syok hipovolemik dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis
metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis yang paling
miripdengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman
dalam jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia
dengan asidosis metabolik, kombustio, dan sindroma syok. NaCl
0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara
untuk mengganti kehilangan cairan insensibel. Ringer asetat memiliki
profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme laktat
terutama adalah hati dan sebagian kecil padaginjal, sedangkan asetat
dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot
sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan
resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati
berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam
larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena
dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat.
Pertanyaan apakah kristaloid atau koloid yang terbaik untuk
resusitasi merupakan bahan diskusi dan penelitian. Banyak cairan
telah dikaji untuk resusitasi, antara lain : NaCl0,9%, larutan Ringer
Laktat, NaCl hipertonik, albumin, fraksi protein murni, plasma beku
segar, hetastarch, pentastarch dan dekstran 70. Penganut resusitasi
koloid berkilah bahwa tekanan onkotik yang meningkat karena
penggunaan zat-zat ini adalah mengurangi edema paru. Namun,
vaskular paru memungkinkan aliran zat dalam jumlah besar, termasuk
protein,di antara ruang intravaskular dan interstisial.
Dipertahankannya tekanan hidrostatik paru penting dalam mencegah
edema paru. Alasan lain adalah dengan koloid lebih sedikit
jumlahyang dibutuhkan untuk meningkatkan volume intravaskular.
Infus Ringer Laktat sebanyak 1L hanya menambah volume
intravaskular sebesar 194 ml. Banyak kajian membenarkan halini.
Resusitasi dengan kristaloid saja akan mengencerkan protein plasma
dan dengan mengurangi tekanan onkotik memudahkan filtrasi cairan
dari intravaskular ke interstisial.Edema perifer bisa mengurangi
konsumsi oksigen secara mencolok karena jarak anara seldan kapiler
menjadi bertambah. Walaupun demikian, perbedaan prognosis belum
ditunjukkan antara koloid dan kristaloid.
Larutan koloid sintetik, seperti hetastarch, pentastarch dan
dekstran 70, memiliki beberapa keunggulan dibandingkan koloid
alamiah seperti fraksi protein murni, plasma bekusegar, dan albumin.
Mereka memiliki sifat ekspansi volume sama, tetapi karena struktur
dan berat molekul yang tinggi, zat-zat koloid ini hampir seluruhnya
tetap di ruangan intravaskular, sehingga mengurangi edema
interstisial.
Pendapat lain adalah koloid dalam jumlah sedikit dibutuhkan
untuk meningkatkan volume intravaskuler. Penelitian telah
menunjukkan akan kebenaran hal ini. Namun, mereka belum
menunjukkan perbedaan hasil antara koloid dibandingkan dengan
kristaloid. Larutan koloidsintetik, seperti hetastarch, pentastarch, dan
dextran 70 mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan
koloid alami seperti fraksi protein murni, fresh frozen plasma, dan
albumin. Larutan ini mempunyai zat dengan volume yang sama, tetapi
karena strukturnya dan berat molekul yang tinggi, maka kebanyakan
tetap berada pada intravaskuler, mengurangi edema intertisiel.
Meskipun secara teoritis menguntungkan, penelitian gagal
menunjukkan perbedaan pada parameter ventilasi, hasil tes fungsi
paru, lama penggunaan ventilator, lama perawatan, atau kelangsungan
hidup.
Kombinasi salin hipertonis dan dextran juga telah dipelajari
sebelumnya karena fakta-fakta menunjukkan bahwa hal ini dapat
meningkatkan kontraktilitas dan sirkulasi jantung. Penelitian di
Amerika Serikat dan Jepang gagal menunjukkan perbedaan kombinasi
ini jika dibandingkan dengan larutan natrium klorida isotonik atau
ringer laktat. Selanjutnya, meski ada banyak cairan resusitasi yang
dapat digunakan, tetap dianjurkan untuk menggunakan Saline Normal
atau Ringer Laktat. Di Amerika Serikat, satu alasan untuk
menggunakan kristaloid untuk resusitasi adalah harga cairan tersebut.
Rekomendasi terbaru adalah resusitasi cairan yang agresif
dilakukan dengan Ringer Laktat atau Saline Normal pada semua
pasien dengan tanda-tanda dan gejala-gejala syok tanpa
memperhatikan penyebab yang mendasari.
Autortransfusi mungkin dilakukan pada beberapa pasien
trauma. Beberapa alat diizinkan untuk koleksi steril, antikoagulasi,
filtrasi, dan retransfusi darah disediakan. Pada penanganan trauma.
Darah yang berasal dari hemothoraks dialirkan melalui selang
thorakostomi.
Kontrol perdarahan lanjut. Kontrol perdarahan tergantung
sumber perdarahan dan sering memerlukan intervensi bedah. Pada
pasien dengan trauma, pendarahan luar harusdiatasi dengan menekan
sumber perdarahan secara langsung, pendarahan dalam membutuhkan
intervensi bedah. Fraktur tulang panjang ditangani dengan traksi untuk
mengurangi kehilangan darah. Pada pasien dengan nadi yang tidak
teraba di unit gawat darurat atau awal tibanya, dapat
diindikasikan torakotomi emergensi dengan klem menyilang pada
aorta diindikasikan untuk menjaga suplai darah ke otak. Tindakan ini
hanya bersifat paliatif dan butuh segera dibawa di ruang operasi.
Pada pasien dengan perdarahan varises, penggunaan
Sengstaken-Blakemore tubedapat dipertimbangkan. Alat ini memiliki
balon gaster dan balon esofagus. Balon gaster pertama dikembangkan
dan dilanjutkan balon esofagus bila perdarahan berlanjut. Penggunaan
selang ini dikaitkan dengan akibat yang buruk, seperti ruptur esofagus,
asfiksi, aspirasi, dan ulserasi mukosa. Oleh karena alasan tersebut,
penggunaan ini dipertimbangkan hanya sebagai alat sementara pada
keadaan yang ekstrim. Pada dasarnya penyebab perdarahan akut pada
sistem reproduksi (contohnya kehamilan ektopik, plasenta
previa,solusio plasenta, ruptur kista, keguguran) memerlukan
intervensi bedah.
Hampir semua pendarahan ginekologi yang menyebabkan
hipovolemia (misalnya kehamilan ektopik, plasenta previa, abruptio
plasenta, kista ruptur, keguguran) membutuhkan intervensi bedah.
Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, vasopressin
intravena dan H2 bloker telah digunakan. Vasopressin umumnya
dihubungkan dengan reaksi negatif, seperti hipertensi, aritmia,
gangren, dan iskemia miokard atau splanikus. Oleh karena itu, harus
dipertimbangkan untuk penggunaannya secara tetap. H2 Bloker relatif
aman, tetapi tidak terlalu menguntungkan. Infus somatostatin dan
ocreotide telah menunjukkan adanya pengurangan perdarahan
gastrointestinal yang bersumber dari varises dan ulkus peptikum.Obat
ini membantu kerja vasopressin tanpa efek samping yang signifikan.
Tujuan farmakoterapi adalah untuk mengurangi morbiditas dan
mencegah komplikasi. Obat anti sekretorik, obat ini memiliki efek
vasokonstriksi dan dapat mengurangialiran darah ke sistem porta.
Somatostatin (Zecnil), secara alami menyebabkan tetrapeptida
diisolasi dari hipotalamus dan pankreas dan sel epitel usus.
Berkurangnya aliran darah kesistem portal akibat vasokonstriksi.
Memiliki efek yang sama dengan vasopressin, tetapitidak
menyebabkan vasokonstriksi arteri koroner. Cepat hilang dalam
sirkulasi, denganwaktu paruh 1-3 menit. Dosis Dewasa : bolus
intravena 250 mcg, dilanjutkan dengan 250-500 mcg/jam, infus
selanjutnya; maintenance 2-5 hari jika berhasil. Tindak dianjurkan
interaksi epinefrin, demeclocycline, dan tambahan hormon tiroid dapat
mengurangi efek obatini. Kontraindikasi Hipersensitifitas dan
kehamilan. Risiko yang fatal ditunjukkan pada binatang percobaan,
tetapi tidak diteliti pada manusia, dapat digunakan jika keuntungannya
lebih besar daripada risiko terhadap janin. Dapat menyebabkan
eksaserbasi atau penyakit kandung kemih; mengubah keseimbangan
pusat pengaturan hormon dan dapat menyebabkan hipotiroidisme dan
defek konduksi jantung. Ocreotide (Sandostatin) Oktapeptida sintetik,
dibandingkan dengan somatostatin memiliki efek farmakologi yang
sama dengan potensi kuat dan masa kerja yang lama. Digunakan
sebagai tambahan penanganan non operatif padasekresi fistula
kutaneus dari abdomen, duodenum, usus halus (jejunum dan ileum),
atau pankreas. Dosis Dewasa: 25-50 mcg/jam intravena, kontinyu;
dapat dilanjutkan dengan bolus intravena 50 mcg; penanganan hingga
5 hari. Anak-anak 1-10 mcg/kgBB intravena q 12 jam;dilarutkan
dalam 50-100 ml Saline Normal atau D5W. Kontraindikasi
hipersensitivitas kehamilan risiko terhadap janin tidak diteliti pada
manusia, tetapi telah ditunjukkan pada beberapa penelitian pada
binatang. Perhatian Efek samping yang utama berhubungan
dengan perubahan motilitas gastrointestinal, termasuk mual, nyeri
abdomen, diare, dan peningkatan batu empedu dan batu kandung
kemih; hal ini karena perubahan pada pusat pengaturan hormon
(insulin, glukagon, dan hormon pertumbuhan), dapat timbul
hipoglikemia, bradikardi, kelainan konduksi jantung, dan pernah
dilaporkan terjadi aritmia, karena penghambatan sekresi TSH dapat
terjadi hipotiroidisme, hati-hati pada pasien dengan gangguan ginjal,
kolelithiasis dapat terjadi.
Konsultasi segera dan penanganan yang tepat adalah kuncinya.
Tujuan adalah untuk menstabilkan keadaan pasien hipovolemik,
menentukan penyebab perdarahan, dan menyediakan penanganan yang
tepat sesegera mungkin. Jika perlu untuk membawa pasien ke rumah
sakit lain, hal ini harus dilakukan segera
F. ASKEP
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/9826665/SYOK_HIPOVOLEMIK_et_causa_PERDARAHAN_INTRAABDOMEN