Post on 28-Nov-2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Ablasio retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan
epitel berpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina
yang mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen
pemberi nutrisi, maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas fungsi
visualnya dan berakibat hilangnya penglihatan (C. Smelzer, Suzanne, 2002).
Lepasnya retina dapat menyerang satu dari 10.000 orang setiap tahun di
Amerika Serikat. Kejadian ini merupakan masalah mata yang serius dan dapat
terjadi pada usia berapapun, walaupun biasanya terjadi pada orang usia
setengah baya atau lebih tua. Kejadian ini lebih besar kemungkinannya terjadi
pada orang yang menderita rabun jauh (miopia) atau berkacamata minus dan
pada orang-orang yang anggota keluarganya ada yang pernah mengalami lepas
retina. Lepasnya retina dapat pula terjadi akibat pukulan yang keras. Selain itu,
walaupun agak jarang, kondisi ini dapat merupakan penyakit keturunan yang
bahkan dapat terjadi pada bayi dan anak-anak. Bila tidak segera dilakukan
tindakan, lepasnya retina akan mengakibatkan cacat penglihatan atau
kebutaan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian ablasio Retina?
2. Apa etiologi ablasio Retina?
3. Apa manifestasi ablasio Retina?
4. Bagaimana patofisiologi Retina?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang ablasio Retina?
6. Bagaimana penatalaksanaan ablasio Retina?
7. Bagaimana askep ablasio Retina?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui pengertian ablasio Retina?
2. Untuk mengetahui etiologi ablasio Retina?
3. Untuk mengetahui manifestasi ablasio Retina?
4. Untuk mengetahui patofisiologi Retina?
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang ablasio Retina?
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan ablasio Retina?
7. Untuk mengetahui askep ablasio Retina?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Ablasio Retina adalah pelepasan retina dari lapisan epitelium
neurosensoris retina dan lapisan epitelia pigmen retina (Donna D. Ignativicius,
1991) Ablatio Retina juga diartikan sebagai terpisahnya khoroid di daerah
posterior mata yang disebabkan oleh lubang pada retina, sehingga
mengakibatkan kebocoran cairan, sehingga antara koroid dan retina
kekurangan cairan (Barbara L. Christensen 1991).
Ablasio retina terjadi ketika retina terlepas dari tempat perlekatannya.
Kejadian ini serupa dengan wallpaper yang terkelupas dari dinding. Hal ini
diawali oleh robeknya retina yang diikuti menyusupnya cairan pada robekan
tersebut. Cairan tersebut akan menyusup terus di antara retina dan dinding
bola mata yang berakibat terlepasnya retina. Retina yang terlepas ini dapat
menyebabkan hilangnya penglihatan secara permanen. (Www.
Klinikmatanusantara.com)
Ablasio retina adalah terlepasnya retina dari perlekatan dengan lapisan
dibawahnya, sebagian atau seluruhnya, sehingga mengakibatkan terputusnya
proses penglihatan. Kondisi ini dapat menyebabkan cacat penglihatan atau
kebutaan. ( www.bandungeyecenter.com )
Ablasio retina adalah lepasnya retina dari tempatnya. Kejadian ini
merupakan masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada berbagai usia.
Kejadian ini lebih besar kemungkinannya pada penderita yang memakai
kacamata minus (miopia) tinggi. Juga dapat tejadi akibat pukulan yang keras.
(Www.indo.net.id)
Ablasio retina adalah terpisahnya / terlepasnya retina dari jaringan
pendukung di bawahnya. ( www.medicastore.com )
Ablasio retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan
epitel berpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina
yang mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen
pemberi nutrisi, maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas fungsi
visualnya dan berakibat hilangnya penglihatan (C. Smelzer, Suzanne, 2002).
B. Etiologi
Lepasnya retina dapat menyerang satu dari 10.000 orang setiap tahun di
Amerika Serikat. Kejadian ini merupakan masalah mata yang serius dan dapat
terjadi pada usia berapapun, walaupun biasanya terjadi pada orang usia
setengah baya atau lebih tua. Kejadian ini lebih besar kemungkinannya terjadi
pada orang yang menderita rabun jauh (miopia) atau berkacamata minus dan
pada orang-orang yang anggota keluarganya ada yang pernah mengalami lepas
retina. Lepasnya retina dapat pula terjadi akibat pukulan yang keras. Selain itu,
walaupun agak jarang, kondisi ini dapat merupakan penyakit keturunan yang
bahkan dapat terjadi pada bayi dan anak-anak. Bila tidak segera dilakukan
tindakan, lepasnya retina akan mengakibatkan cacat penglihatan atau
kebutaan. Penyebab lain ablasio retina seperti trauma mata, abalisio retina
pada mata yang lain, pernah mengalami operasi mata, ada daerah retina yang
tipis / lemah yang dilihat oleh dokter mata, robekan retina, komplikasi,
diabetus melitus paradangan, pada usia lanjut (perubahan degeneratif dalam
vitreus atau retina), malformasi kongenital, kelainan metabolisme, penyakit
vaskuler, dan inflanmasi intraokuler neoplasma.
C. Manifestasi Klinis
Gejala pertama penderita ini melihat kilatan - kilatan bintik hitam
mengapung dan cahaya. Pada beberapa penderita lepasnya retina mungkin
terjadi tanpa didahului oleh terlihatnya bintik bintik hitam (floaters) ataupun
kilatan cahaya yang nyata. Dalam hal ini penderita mungkin menyadari
penglihatannya seolah - olah pinggir. Perkembangan lepasnya retina yang lebih
lanjut akan mengaburkan penglihatan sentral dan menimbulkan kemunduran
penglihatan. Penglihatan seperti ada lapisan hitam yang menutupi sebagian
atau seluruh pandangan seperti terhalang tirai / bergelombang.
D. Patofisiologi
Retina adalah jaringan tipis dan transparan yang peka terhadap cahaya,
yang terdiri dari sel-sel dan serabut saraf. Retina melapisi dinding mata bagian
dalam seperti kertas dinding melapisi dinding rumah. Retina berfungsi seperti
lapisan film pada kamera foto: cahaya yang melalui lensa akan difokuskan ke
retina. Sel-sel retina yang peka terhadap cahaya inilah yang menangkap
"gambar" dan menyalurkannya ke otak melalui saraf optik. Sebab dan Gejala
Lepasnya Retina Sebagian besar lepasnya retina terjadi akibat adanya satu atau
lebih robekan-robekan kecil atau lubang-lubang di retina. Kadang-kadang
proses penuaan yang normal pun dapat menyebabkan retina menjadi tipis dan
kurang sehat, tetapi yang lebih sering mengakibatkan kerusakan dan robekan
pada retina adalah menyusutnya korpus vitreum, bahan jernih seperti agar-agar
yang mengisi bagian tengah mata. Korpus vitreum erat melekat ke retina pada
beberapa lokasi di sekeliling dinding mata bagian belakang. Bila korpus vitreum
menyusut, ia dapat menarik sebagian retina bersamanya, sehingga
menimbulkan robekan atau lubang pada retina. Meskipun beberapa jenis
penyusutan korpus vitreum merupakan hal yang normal terjadi pada
peningkatan usia dan biasanya tidak menimbulkan kerusakan pada retina,
korpus viterum dapat pula, menyusut pada bola mata yang tumbuh menjadi
besar sekali (kadang-kadang ini merupakan akibat dari rabun jauh), oleh
peradangan , atau karena trauma. Pada sebagian besar kasus retina baru lepas
setelah terjadi perubahan besar struktur korpus vitreum.
Bila sudah ada robekan-robekan retina, cairan encer seperti air dapat
masuk dari korpus vitreum ke lubang di retina dan dapat mengalir di antara
retina dan dinding mata bagian belakang. Cairan ini akan memisahkan retina
dari dinding mata bagian belakang dan mengakibatkan retina lepas. Bagian
retina yang terlepas tidak akan berfungsi dengan baik dan di daerah itu timbul
penglihatan kabur atau daerah buta. Perlu diketahui bahwa ada beberapa jenis
lepasnya retina yang disebabkan oleh penyakit mata lain, seperti tumor,
peradangan hebat, atau sebagai komplikasi dari diabetes. Ini disebut ablasio
retina sekunder. Dalam hal ini tidak ditemukan robekan ataupun lubang-lubang
di retina, dan retina hanya bisa kembali ke posisinya yang normal dengan
mengobati penyakit yang menyebabkan lepasnya retina.
E. Pemeriksaan Penunjang
Karena itu bila ada keluhan seperti di atas, pasien harus segera
memeriksakan diri ke dokter spesialis mata. Dokter akan memeriksa dengan
teliti retina dan bagian dalam dengan alat yang disebut oftalmoskop. Dengan
cahaya yang terang dan pembesaran dari alat tersebut, dokter dapat
menentukan lokasi daerah retina robek atau daerah yang lemah yang perlu
diperbaiki dalam pengobatan. Alat-alat diagnostik khuhsus lainnya yang
mungkin perlu digunakan adalah lensa-lensa khusus, mikroskop, dan
pemeriksaan ultrasonografi (USG). Terapi bila retina robek tetapi belum lepas,
maka lepasnya retina itu dapat dicegah dengan tindakan segera.
F. Penatalaksanaan
Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang ditemukan terjadi robekan
retina maka harus dilakukan pembedahan. Ada beberapa prosedur yang dapat
digunakan. Prosedur yang dipilih tergantung pada beratnya lepas retina dan
pertimbangan dokter. Fotokoagulasi Laser Bila ditemukan robekan-robekan
kecil di retina dengan sedikit atau tanpa lepasnya retina, maka robekan ini
dapat direkatkan lagi dengan sinar laser. Laser akan menempatkan luka bakar-
luka bakar kecil di sekeliling pinggir robekan. Luka bakar ini akan menimbulkan
jaringan parut yang mengikat pinggiran robekan dan mencegah cairan lewat
dan berkumpul di bawah retina. Bedah laser oftalmologi sekarang biasanya
dilakukan sebagai tindakan pada pasien berobat jalan dan tidak memerlukan
sayatan bedah. Pembekuan (Kriopeksi) membekukan dinding bagian belakang
mata yang terletak di belakang robekan retina, dapat merangsang
pembentukan jaringan parut dan merekatkan pinggir robekan retina dengan
dinding belakang bola mata. Pembekuan biasanya dilakukan dengan prosedur
pasien berobat jalan tetapi membutuhkan pembiusan lokal pada mata.
Tindakan bedah bila cukup banyak cairan telah terkumpul di bawah retina
dan memisahkan retina dengan mata bagian belakang, maka diperlukan operasi
yang lebih rumit untuk mengobati lepas retina itu. Teknik operasinya
bermacam-macam, tergantung pada luasnya lapisan retina yang lepas dan
kerusakan yang terjadi, tetapi semuanya dirancang untuk menekan dinding
mata ke lubang retina, menahan agar kedua jaringan itu tetap menempel
sampai jaringan parut melekatkan bagian robekan. Kadang-kadang cairan harus
dikeluarkan dari bawah retina untuk memungkinkan retina menempel kembali
ke dinding belakang mata. Seringkali sebuah pita silikon atau bantalan penekan
ditempatkan di luar mata untuk dengan lembut menekan dinding belakang
mata ke retina. Dalam operasi ini dilakukan pula tindakan untuk menciptakan
jaringan parut yang akan merekatkan robekan retina, misalnya dengan
pembekuan, dengan laser atau dengan panas diatermi (aliran listrik dimasukkan
dengan sebuah jarum).
Jenis operasi ablasio retina:
a. Pneumoretinopeksi: operasi singkat untuk melekatkan kembali retina
yang lepas (ablasio retina).
b. Scleral Buckling: Operasi untuk melekatkan kembali retina yang lepas.
c. Vitrektomi: Operasi ini memerlukan alat khusus, ahli bedah akan
melakukan operasi didalam rongga bola mata untuk membersihkan
vitreus yang keruh, melekatkan kembali vitreus yang mengalami ablasio,
mengupas jaringan ikat dari permukaan retina, dan tindakan-tindakan
lain yang diperlukan
Untuk memperbaiki Ablatio Retina dilakukan prosedur operasi scleral
bucking yaitu pengikatan kembali retina yang lepas.
1. Pengelolaan penderita sebelum operasi
a. Mengatasi kecemasan
b. Membatasi aktivitas
c. Penutup mata harus selalu dipakai untuk mencegah atau
membatasi pergerakan bola mata
d. Pengobatan dengan obat tetes mata jenis midriaticum untuk
mencegah akomodasi dan kontriksi.
2. Pengelolaan penderita setelah operasi
a. Istirahatkan pasien (bad rest total) minimal dalam 24 jam
pertama.
b. Ukur vital sign tiap jam dalam 24 jam pertama.
c. Evaluasi penutup mata
d. Bantu semua kebutuhan ADL
e. Perawatan dan pengobatan sesuai program
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi setelah operasi vitreoretinal:
1. Infeksi
2. Perdarahan
3. Ablasio retina kembali, sebagai komplikasi operasi
4. Penglihatan yang menurun
5. Peningkatan tekanan bola mata
6. Glaukoma
7. Katarak akan timbulnya lebih awal pada lebih dari 50% pasien yang
telah menjalani operasi vitrektomi. Selanjutnya, pasien ini akan
menjalani operasi katarak beberapa tahun kemudian.
8. Komplikasi akibat pembiusan dapat saja terjadi. Pembiusan lokal
kadang-kadang menimbulkan perdarahan di sekeliling mata tapi jarang
berakibat langsung pada mata. Pembiusan umum berpotensi mengalami
resiko serius. Kapan Anda akan mendapatkan pembiusan umum, Anda
akan ditangani oleh spesialis anestesiologi sebelum operasi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ABLASIO RETINA
A. PENGKAJIAN
a. Data subyektif
· Pasien mengeluh tiba-tiba melihat kilatan cahaya terang dan bintik-bintik
hitam yang beterbangan di ruang pan dang.
· Pasien mengeluh melihat tirai yang menutupi lapang pandang.
· Pasien menyatkan takut dan cemas karena kehilangan fungsi penglihatan
secara tiba-tiba.
b. Data Obyektif
· Dengan pemeriksaan ophtalmoskop indirek terlihat gambaran gelembung
abu-abu atau lipatan-lipatan pada retina yang bergetar dan bergerak
· Aktifitas pasien terbatas
· Mata pasien tertutup dengan gaas
· Pasien mendapat obat tetes mata midryatil
· Wajah pasien tampak tegang dan cemas
· Pada pemeriksaan visus: OD 1/4 Os 2/60
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan yang mungkin ditemukan pada pasien Ablatio Retina
Pre operatif
1. Gangguan persepsi sensori penglihatan
2. Cemas
3. Kurang perawatan diri
Post operatif
1. Nyeri akut
2. Resiko infeksi
3. Kurang perawatan diri
C. Intervensi KEPERAWATAN
PRE OP
1. Gangguan persepsi sensori penglihatan bd lepasnya retina
Kriteria Hasil:
Kooperatif dalam tindakan
Menyadari hilangnya pengelihatan secara permanen
Intervensi:
Kaji dan catat ketajaman pengelihatan Rasional: menentukan kemampuan visual
Kaji deskripsi fungsional apa yang dapat dilihat / tidak. Rasional: Memberikan
keakuratan thd pengelihatan dan perawatan.
Sesuaikan lingkungan dengan kemampuan pengelihatan. Rasional: Meningkatkan
self care dan mengurangi ketergantungan.
Kaji jumlah dan tipe rangsangan yang dapat diterima klien. Rasional:
Meningkatkan rangsangan pada waktu kemampuan pengelihatan menurun.
2. Cemas bd kurang pengetahuan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pengetahuan klien
bertambah
KH:
1. Kien tidak gelisah
2. Klien tenang
3. Klien dapat mengatakan tentang proses penyakit, metode pencegahan
dan instruksi perawatan di rumah
Intervensi:
1. Kaji tingkat kecemasan
Rasional: Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien
2. Berikan kesampatan Klien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional: Agar klien memiliki semangat dan mau empati terhadap perawatan dan
pengobatan
3. Beri Support pada klien
Rasional: Agar klien memiliki semangat
4. Berikan dorongan spiritual
Rasional: Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
5. Berikan penkes
Rasional: Agar klien mengerti sepenuhnya tentang penyakit yang dialaminya
6. Memberikan kepada pasien untuk menanyakan apa yang tidak diketahui
tentang penyakitnya.
Rasional: Mengetahui sejauh mana ketidaktahuan pasien tentang penyakitnya
7. Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang
Rasional: Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat menbuat pilihan
berdasarkan informasi.
3. Kurang Perawatan diri bd ketidak berdayaan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perawatan diri
pasien terpenuhi
KH :
1. Kien tidak kotor
2. Klien tenang
3. klien merasa nyaman
Intervensi:
Bantu klien melakukan hygiene
Rasional: memenuhi perawatan diri klien
Beri program perawatan dir pada klien
Rasional: agar perawatan diri klien teratur
Kontrol hygiene klien dua kali sehari
Rasional: mengetahui perawatan diri klien
Berikan HE tentang personal hygiene
Rasional: agar klien memahami pentingnya perawatan diri.
POST OP
1. Nyeri akut bd luka post op
Tujuan : setelah di lakukan tidakan keperawatan selama 3X24 jam diharapkan
nyeri berkurang atau hilang.
KH :
1. klien mengatakan nyeri berkurang / hilang
2. skala nyeri menurun
3. klien tampak rileks
Intervensi:
1. Kaji skala nyeri
Rasional: mengetahui seberapa nyeri yang di alami klien
2. Berikan posisi relaks pada pasien.
Rasional: agar klien merasa nyaman
3. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional: menurunkan nyeri klien
4. Kolaborasi pemberian analgesic.
Raional: analgesic menghilangkan nyeri
2. Resiko infeksi bd insisi post op
Tujuan : setelah di lakukan tidakan keperawatan selama 3X24 jam diharapkan
infeksi tidak terjadi.
KH :
1. tidak ada tanda-tanda infeksi
2. leukosit stabil
Intervensi:
1. Pantau tanda-tanda infeksi
Rasional: mengetahui tanda awal infeksi
2. Lakukan rawat luka secara steril
Rasional: mencegah terjadinya infeksi
3. Oleskan alkohol di sekitar luka post op
Rasional: mencegah terjadinya infeksi
4. Berikan antibiotik sesuai advis dokter
Rasional: antibiotik mencegah infeksi
3. Kurang Perawatan diri bd ketidak berdayaan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perawatan diri
pasien terpenuhi
KH :
1. Kien tidak kotor
2. Klien tenang
3. klien merasa nyaman
Intervensi:
1. Bantu klien melakukan hygiene
Rasional: memenuhi perawatan diri klien
2. Berikan program perawatan dir pada klien
Rasional: agar perawatan diri klien teratur
3. Kontrol hygiene klien dua kali sehari
Rasional: mengetahui perawatan diri klien
4. Berikan HE tentang personal hygiene
Rasional: agar klien memahami pentingnya perawatan diri.
BAB III
PENUTUP
A. KESIPULAN
Ablasio Retina adalah pelepasan retina dari lapisan epitelium neurosensoris
retina dan lap isan epitelia pigmen retina (Donna D. Ignativicius, 1991) Ablatio
Retina juga diartikan sebagai terpisahnya khoroid di daerah posterior mata yang
disebabkan oleh lubang pada retina, sehingga mengakibatkan kebocoran cairan,
sehingga antara koroid dan retina kekurangan cairan (Barbara L. Christensen
1991).
Kejadian ini merupakan masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada usia
berapapun, walaupun biasanya terjadi pada orang usia setengah baya atau lebih
tua.
Gejala pertama penderita ini melihat kilatan - kilatan bintik hitam mengapung
dan cahaya. Pada beberapa penderita lepasnya retina mungkin terjadi tanpa
didahului oleh terlihatnya bintik bintik hitam (floaters) ataupun kilatan cahaya
yang nyata.
B. SARAN
Penulis mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna sehingga penulis
mengharapkan saran atau kritik yang membangun dari pembaca sehingga
makalah ini bisa mendekati kata sempurna. Opini dari para pembaca sangat
berarti bagi kami guna evaluasi untuk menyelesaikan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Bare, BG & Smeltzer, SC 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jarkarta: EGC.
Corwin, Elizabeth. J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC.
Hamzah, Mochtar. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Price dan Wilson. 1991. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit Edisi 2.
Jakarta: EGC.
Tim Penyusun. 1982. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius.
Tim Penyusun. 2000. Kapita Selekta Kedokteran 2. Jakarta: Media Aesculapius.