Materi Ablasio Retina

31
SILABUS DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah Oleh: Rismawan Adi Yunanto, S. Kep. PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

description

ablasio

Transcript of Materi Ablasio Retina

SILABUS DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Mata Kuliah Keperawatan Medikal BedahOleh:

Rismawan Adi Yunanto, S. Kep.

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN AKPER UNIBO2014

KONSEP MATERI DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN ABLASIO RETINA Mata Kuliah Keperawatan Medikal BedahOleh:

Rismawan Adi Yunanto, S. Kep.

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN AKPER UNIBO2014KONSEP MATERI DAN ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAHPADA PASIEN DENGAN ABLASIO RETINA

oleh: Rismawan Adi Yunanto, S.Kep

1. Kasus

Ablasio Retina2. Konsep Penyakit

A. Anatomi RetinaRetina merupakan membran yang tipis, halus dan tidak berwarna, tembus pandang. Yang terlihat merah pada fundus adalah warna koroid. Retina terdiri dari macam-macam jaringan, jaringan saraf dan jaringan pengokoh yang terdiri dari serat-serat Mueller, membrane limitans interna dan eksterna, serta sel-sel glia (Wijana, 2000).Retina merupakan bagian mata yang mengubah cahaya menjadi sinyal syaraf. Retina memiliki sel fotoreseptor ("rods" dan "cones") yang menerima cahaya. Sinyal yang dihasilkan kemudian mengalami proses rumit yang dilakukan oleh neuron retina yang lain, dan diubah menjadi potensial aksi pada sel ganglion retina. Retina tidak hanya mendeteksi cahaya, melainkan juga memainkan peran penting dalam persepsi visual. Pada tahap embrio, retina dan syaraf optik berkembang sebagai bagian dari perkembangan luar otak (Wijana, 2000).Pada kehidupan embrio, dari optic vesicle terbentuk optic cup, di mana lapisan luar membentuk lapisan epitel pigmen dan lapisan dalam membentuk lapisan dalam lainnya. Di antara kedua lapisan ini terdapat celah potensial. Bila terjadi robekan di retina, maka cairan badan kaca akan melalui robekan ini, masuk ke dalam celah potensial dan melepaskan lapisan batang dan kerucut dari lapisan epitel pigmen, maka terjadilah ablasio retina. Keadaan ini tidak boleh berlangsung lama, oleh karena lapisan batang dan kerucut mendapat makanan dari kapiler koroid, sedang bagian-bagian lain dari retina mendapat nutrisi dari pembuluh darah retina sentral, yang cabang-cabangnya terdapat di dalam lapisan urat saraf (Wijana, 2000).B. PengertianAblasio retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan epitel berpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina yang mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen pemberi nutrisi, maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas fungsi visualnya dan berakibat hilangnya penglihatan (C. Smelzer, Suzanne, 2002).Ablasio adalah pelepasan retina dari lapisan epitelium neurosensoris retina dan lapisan epitelia pigmen retina (Donna D. Ignativicius, 1991).Ablasio retina adalah suatu penyakit dimana lapisan sensorik dari retina lepas. Lepasnya bagian sensorik retina ini biasanya hampir selalu didahului oleh terbentuknya robekan atau lubang didalam retina sehingga mengakibatkan kebocoran cairan, sehingga antara koroid dan retina kekurangan cairan (Barbara L. Christensen,1991).C. KlasifikasiKlasifikasi ablasio retina menurut Ilyas (2004) dikelompokkan menjadi:

1. Ablasio retina regmatogenosa

2. Ablasio retina traksional (tarikan)

3. Ablasio retina eksudatifAblasio retina traksi (tarikan) dan ablasio retina eksudatif dapat digolongkan sebagai ablasio retina non-regmatogenosa.D. EtiologiEtiologi Ablasio retina menurut Ilyas (2004) adalah sebagai berikut:1. Ablasio retina regmatogenosaPada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasio terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid. Ablasio retina lebih besar kemungkinannya terjadi pada orang yang menderita rabun jauh (miopia) dan pada orang orang yang anggota keluarganya ada yang pernah mengalami ablasio retina.Proses penuaan yang normal dapat menyebabkan retina menjadi tipis dan kurang sehat, tetapi yang lebih sering mengakibatkan kerusakan dan robekan pada retina adalah menyusutnya korpus vitreum, bahan jernih seperti agar-agar yang mengisi bagian tengah bola mata. Korpus vitreum melekat erat pada beberapa lokasi.Bila korpus vitreum menyusut, maka ia dapat menarik sebagian retina ditempatnya melekat sehingga menimbulkan robekan atau lubang pada retina. 2. Ablasio retina tarikan atau traksiPada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasio retina dan penglihatan turun tanpa rasa sakit. Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes mellitus proliferatif, trauma dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi.3. Ablasio retina eksudatifEtiologi dari ablasio eksudatif yaitu dapat terjadi secara spontan, dengan trauma, uveitis, tumor, skleritis, DM, koroiditis, idiopatik, CVD, Vogt-Koyanagi-Harada syndrome, kongenital, ARMD, sifilis, reumatoid artritis, atau kelainan vaskular ditandai dengan adalanya akumulasi cairan pada ruang subretina dimana tidak terjadi robekan retina dan traksi. Asal cairan ini dari pembuluh darah retina, atau koroid, atau keduanya. Hal ini dapat terjadi pada penyakit vaskular, radang, atau neoplasma pada retina, epitel berpigmen, dan koroid dimana cairan bocor keluar pembuluh darah dan terakumulasi di bawah retina. E. PatofisiologiMenurut Hardy (2000) dan Kansky (2011) patofisiologi ablasio retina regmatogenesa adalah:1. Ablasio retina regmatogenesa

Ablasio jenis ini terjadi akibat adanya rhegma atau robekan pada lapisan retina sensorik (full thickness) sehingga cairan vitreus masuk ke dalam ruang subretina. Pada tipe ini, gaya yang mencetuskan lepasnya perlekatan retina melebihi gaya yang mempertahankan perlekatan retina. Tekanan yang mempertahankan perlekatan retina, antara lain tekanan hidrostatik, tekanan onkotik, dan transpor aktif. Hal yang mempertahankan perlekatan retina yaitu (1) Tekanan intraokular memiliki tekanan hidrostatik yang lebih tinggi pada vitreus dibandingkan koroid. (2) Koroid memiliki tekanan onkotik yang lebih tinggi karena mengandung substansi yang lebih dissolved dibandingkan vitreus. (3) Pompa pada sel epitel pigmen retina secara aktif mentranspor larutan dari ruang subretina ke koroid. Robekan retina terjadi sebagai akibat dari interaksi traksi dinamik vitreoretina dan adanya kelemahan di retina perifer dengan faktor predisposisi nya yaitu degenerasi. 2. Ablasio retina traksiTerjadi pembentukan yang dapat berisi fibroblas, sel glia, atau sel epitel pigmen retina. Awalnya terjadi penarikan retina sensorik menjauhi lapisan epitel di sepanjang daerah vascular yang kemudian dapat menyebar ke bagian retina midperifer dan makula. Pada ablasio tipe ini permukaan retina akan lebih konkaf dan sifatnya lebih terlokalisasi tidak mencapai ke ora serata.Pada mata diabetes terjadi perlekatan yang kuat antara vitreus ke area proliferasi fibrovaskular yang tidak sempurna. Selanjutnya terjadi kontraksi progresif dari membran fibrovaskular di daerah perlekatan vitreoretina yang apabila menyebabkan traksi pembuluh darah baru akan menimbulkan perdarahan vitreus. Traksi vitroretinal statis dibagi menjadi; (1) Traksi tangensial, disebabkan oleh kontraksi membran fibrovaskular epiretina pada bagian retina dan distorsi pembuluh darah retina. (2) Traksi anteroposterior, disebabkan oleh kontraksi membran fibrovaskular yang memanjang dari retina bagian posterior. (3) Traksi bridging disebabkan oleh kontraksi membran fibrovaskular yang akan melepaskan retina posterior dengan bagian lainnya atau arkade vaskular.3. Ablasio retina eksudatTerjadi akibat akumulasi cairan subretinal dengan tanpa danya robekan retina ataupun traks pada retina. Pada penyakit vaskular, radang, atau neoplasma retina, epitel pigmen, dan koroid, maka dapat terjadi kebocoran pembuluh darah sehingga berkumpul di bawah retina. Hal ini terjadi terutama bila pompa epitel terganggu akibat berbagai hal.F. Manifestasi KlinisMenurut Hardy (2000) dan Kansky (2011) manifestasi klinik ablasio retina regmatogenesa adalah:1. Ablasio retina regmatogenosa

Gejala utama yang ditimbulkan adalah a) fotopsia akibat stimulasi mekanik pada retina. Fotopsia muncul dalam kurun waktu 24-48 jam setelah terjadinya robekan retina. Fotopsia dapat diinduksi oleh gerakan bola mata. Pasien akan merasa dapat melihat lebih jelas pada malam hari. Biasanya fotopsia terdapat di bagian temporal perifer dari lapangan penglihatan. Pada ablasio bagian supratemporal yang menyebabkan terangkatnya macula, maka akan terjadi penurunan tajam penglihatan yang mendadak. Keluhan lain yang khas adalahb) floater, adanya bayangan gelap pada vitreous akibat retina yang robek, darah dan sel epitel pigmen retina yang masuk ke badan vitreus. Kadang-kadang penderita merasakan adanya tabir atau bayangan yang datang dari perifer (biasanya dari sisi nasal) meluas dalam lapangan pandang. Tabir ini bergerak bersama-sama dengan gerakan mata dan menjadi lebih nyata. Pada stadium awal, penglihatannya membaik di malam hari dan memburuk di siang hari terutama sesudah stres fisik (membungkuk, mengangkat) atau mengendarai mobil di jalan bergelombang. c) Black curtain, defek lapang penglihatan dirasakan oleh pasien mulai dari perifer yang lama-lama hingga ke sentral. Keluhan ini dapat saja tidak muncul di pagi hari karena cairan subretina diabsorbsi secara spontan pada saat malam hari. Arah munculnya defek membantu dalam menentukan lokasi dari robekan retina. Hilangnya penglihatan sentral mungkin dikarenakan keterlibatan fovea.2. Ablasio retina tarikan atau traksiFotopsia dan floater sering kali tidak ditemukan. Sedangkan defek lapang pandang biasanya timbul lambat. Melalui pemeriksaan oftalmologis akan didapati bentukan yang konkaf dengan tanpa adanya robekan, dengan elevasi retina tertinggi di daerah traksi vitreoretinal. Pompa oleh retina akan menurun sehingga tidak terjadi turn over cairan.3. Ablasio retina eksudatif

Fotopsia tidak ditemukan. Floater dapat ditemukan pada vitritis. Defek lapang pandang terjadi cepat. Pada pemeriksaan oftalmologi, ablatio retinae eksudatif memiliki bentukan yang konveks dengan permukaan yang halus dan berombak. Retina yang terlepas bersifat mobile sehingga menimbulkan fenomena shifting fluid. Leopard spots yaitu area subretinal yang mendatar setelah terjadi ablasio retinae.G. Pemeriksaan DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata. Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keutuhan retina:1. Oftalmoskopi direk dan indirek 2. Ketajaman penglihatan 3. Tes refraksi 4. Respon refleks pupil 5. Gangguan pengenalan warna 6. Pemeriksaan slit lamp 7. Tekanan intraokuler,/I> 8. USG mata 9. Angiografi fluoresensi 10. Elektroretinogram.H. PenatalaksanaanPenatalaksanaan ablasio retina menurut C. Smelzer, Suzanne (2002) dapat dilakukan :1. Tirah baring dan aktivitas dibatasi

2. Pasien tidak boleh terbaring terlentang

3. Dilatasi pupil harus dipertahankan untuk mempermudah pemeriksaan paska operasi

4. Cara Pengobatannya:

a) Ablasio retina regmatogenosaPrinsip penatalaksanaan dari ablasio retina adalah untuk melepaskan traksi vitreoretina serta dapat menutup robekan retina yang ada. Penutupan robekan dilakukan dengan pada sekitar tiap robekan retina menghasilkan adhesi korioretina yang melipat robekan sehingga cairan vitreus tak mampu lagi memasuki rongga subretina. Sebuah/ beberapa silikon (pengunci) dijahitkan dan dilipatkan ke dalam skler, secara fisik akan mengindensi/melipat sklera, koroid, danlapisan fotosensitif ke epitel berpigmen, menahan robekan ketika retina dapat melekat kembali ke jaringan pendukung dibawahnya, maka fungsi fisiologisnya ormalnya dapat dikembalikan.b) Ablasio retina traksi

Pada vitrektomi pars plana dilakukan pengambilan agen penyebab traksi. Selanjutnya dapat pula dilakukan tindakan retinotomi dengan penyuntikan perfluorokarbon untuk meratakan permukaan retina.c) Ablasio retina eksudatPenatalaksanaan dilakukan berdasarkan etiologi yang mendasarinya. Pada kondisi yang disebabkan oleh inflamasi seperti pada penyakit Harada dan skleritis posterior maka pemberian kortikosteroid sistemik diperlukan. Jika disebabkan oleh keganasan, maka terapi radiasi dapat dilakukan. Pada korioretinopati bulosa sentral serosa dapat dilakukan laser fotokoagulasi argon. Pada infeksi diberikan antibiotik. Kelainan vaskular dapat diterapi dengan laser, krioterapi, aviterktomi. Tujuannya untuk membentuk jaringan parut pada retina sehingga melekatkannya ke epitel berpigmen.Retinopati diabetika /trauma dengan perdarahan vitreus memerlukan pembedahan vitreus untuk mengurangi gaya tarik pada retina yang ditimbulkan. Pelipatan (buckling) sklera merupakan prosedur bedah primer untuk melekatkan kembali retina.5. UsahaPre-operatif :a) Sedikitnya 5 7 hari sebelum operasi, penderita sudah harus masuk rumah sakitb) harus tirah baring sempurna (Bedrest total)c) Kepala dan mata tidak boleh digerakand) mata harus di tutup segerae) segala keperluan penderita dibantuf) Kedua mata ditetesi midriatik sikloplegik seperti: Atropin tetes 1 % jangan menggunakan obat-obat mata dalam bentuk salep mata karena akan menghalangi jalannya operasi (kornea akan keruh akibat salep). 6. UsahaPost-operatif :a) Posisi kepala dan badan, arah miringnya kepala, tergantung posisi/keadaan sewaktu operasi yaitu kearah mana punksi cairan subretina dilakukan. b) Pada robekan yang sangat besar, posisi kepala dan badan dipertahankan sedikitnya 12 hari. c) Pergerakan mata, bila operasi dilakukan dengan kombinasi cryo atau diathermi koagulasi dengan suatu implant atau scleral buckling, maka kedua mata ditutup selama 48 72 jam sedang badan boleh bergerak untuk mencegah pergerakan matanya. Bila hanya menggunakan cryo atau diathermi saja mata ditutup selama 48 jam samapai cairan subretina diabsobsi. Bila robekan belum semua tertutup, maka kedua mata harus ditutup selama 12 14 hari, retina menempel kembali dengan kuat pada akhir minggu ketiga setelah operasi, karena itu selama periode 3 minggu itu diberikan instruksi sebagai berikut :1) Jangan membaca.2) Melihat televisi hanya boleh dari jarak 3 meter.3) Mata diusahakan untuk melihat lurus kedepan, bila berkendaran hendaknya mata ditutup.4) Obatobat:Selama 24 jam post-operasi diberikan obat anti nyeri (analgesik), bila mual muntah berikan obat anti muntah. Sesudah 24 jam tidak perlu diberikan obat-obat, kecuali bila merasa sakit. Penggantian balut dilakukan setelah 24 jam, saat itu mata ditetesi dengan Atropin tetes steril 1 %. Bila kelopak mata bengkak, diberikan Kortikosteroid lokal disertai babat tindih (druk verban) dan kompres dingin.3.Konsep Asuhan Keperawatan Ilustrasi Kasus

Ny. W (54 th) warga kelurahan Badean Bondowoso datang ke poli mata RSUD dr. H. Koesnadi Bondowoso untuk memeriksakan diri. Pasien mengeluhkan 5 hari SMRS, mata kanan pasien mendadak buram, tidak merah dan tidak nyeri. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya. Pasien merasa pandangan menjadi gelap seperti ada rambut atau asap berterbangan di matanya. Lama kelamaan semakin gelap hingga yang kelihatan hanya pinggir sebelah kanan. Pasien juga melihat ada kilatan cahaya berulang. Tidak terdapat riwayat penglihatan kabur sesaat yang hilang timbul sebelumnya. Pasien berobat ke dokter mata lalu diperiksa dan dibilang ada masalah di retina kanan dan perlu dioperasi. Pasien kemudian dirujuk ke RSUD dr. Soebandi Jember untuk pemeriksaan lanjutan dan persiapan operasi. Pasien menggunakan kacamata minus (-3 dioptri) di kedua mata sejak 10 tahun lalu. Pasien tidak mengeluh ada gangguan pada mata sebelumnya. Hasil pemeriksaan Fundoskopi didapatkan pada mata kanan Papil bulat, batas tegas, CDR 0,3, aa/vv = 2/3 Ablasio retina (+) di superior temporal meluas ke inferior temporal. Corrugated (+), Tear (+), sedangkan mata kiri normal

1. Anamnesa

IdentitasNama : Ny. SUsia : 54 tahunAlamat : Kelurahan Badean BondowosoPekerjaan : -Pendidikan : -Agama : -Suku : -Keluhan UtamaPenglihatan mata kanan mendadak buram sejak 5 hari SMRS.Riwayat Penyakit SekarangPasien mengeluhkan 5 hari SMRS, mata kanan pasien mendadak buram, tidak merah dan tidak nyeri. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya. Pasien merasa pandangan menjadi gelap seperti ada rambut atau asap berterbangan di matanya. Lama kelamaan semakin gelap hingga yang kelihatan hanya pinggir sebelah kanan. Pasien juga melihat ada kilatan cahaya berulang. Tidak terdapat riwayat penglihatan kabur sesaat yang hilang timbul sebelumnya. Pasien berobat ke dokter mata lalu diperiksa dan dibilang ada masalah di retina kanan dan perlu dioperasi. Pasien kemudian dirujuk ke RSUD dr. Soebandi Jember untuk pemeriksaan lanjutan dan persiapan operasi. Pasien menggunakan kacamata minus (-3 dioptri) di kedua mata sejak 10 tahun lalu. Pasien tidak mengeluh ada gangguan pada mata sebelumnya.Riwayat Penyakit DahuluPerlu ditanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh pasien sebelum keluhan yang dirasakanRiwayat Penyakit KeluargaPerlu ditanyakan tentang penyakit dari keluarga yang kemungkinan bisa diturunkan seperti penyakit degeneratif.PEMERIKSAAN FISIK:Keadaan Umum : pasien tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tanda VitalTekanan darah :

Frekuensi nadi :

Frekuensi nafas :

Suhu :

Lain-lain : PEMERIKSAAN OFTALMOLOGISMata KananPemeriksaanMata Kiri

1/ 300 proyeksi baikVisus6/ 12

TenangPalpebra/ konjungtivaTenang

JernihKorneaJernih

DalamBilik mata depanDalam

Bulat, sentral, middilatasiIris/ pupilBulat, sentral, refleks cahaya (+)

Keruh, shadow test (+)LensaKeruh, shadow test (+)

n/ pTekanan Intra Okularn/ p

Baik ke segala arahPergerakanBaik ke segala arah

Tobacco dust (+)Badan kacaJernih

Papil bulat, batas tegas, CDR 0,3, aa/vv = 2/3Ablasio retina (+) di superior temporal meluas ke inferior temporal. Corrugated (+), Tear (+), macula onFunduskopiPapil bulat, batas tegas, CDR 0,3, aa/vv = 2/3

POLA FUNGSIONAL GORDON1)Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatanYang perlu dikaji : bagaimana persepsi pasien tentang hidup sehat, dan apakah dalam melaksanakan talaksana hidup sehat penderita membutuhkan bantuan orang lain atau tidak.

Berdasarkan Kasus : Kemampuan merawat diri pasien menurun dan juga terjadi perubahan pemeliharaan kesehatan.

2)Pola nutrisi metabolik Pada pola ini kita mengkaji: Bagaimanakah pola makan dan minum klien selama ini?, Kaji apakah klien alergi terhadap makanan tertentu?, Apakah klien menghabiskan makanan yang diberikan oleh rumah sakit?, Bagaimana dengan BB klien, apakah mengalami penurunan atau sebaliknya?Biasanya klien dengan ablasio retina ini tidak mengalami perubahan nutrisi dan metabolisme.3) Pola eliminasiPada pola ini kita mengkaji: Bagaimanakah pola BAB dan BAK klien selama ini?, Apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi?, Kaji konsistensi BAB dan BAK klien.

Biasanya klien dengan ablasio retina ini tidak mengalami gangguan dan perubahan eliminasi.4) Pola aktivas latihanPada pola ini kita mengkaji: Bagaimanakah perubahan pola aktivitas klien?, Kaji aktivitas yang dapat dilakukan klien secara mandiri, Kaji tingkat ketergantungan klien.

Berdasarkan kasus : Biasanya pada pola ini pasien mengalami ketidakaktifan diri dan ganguan karena disini penglihatan klien mulai buram.

5) Pola istirahat tidur Pada pola ini kita mengkaji: Bagaimanakah pola tidur klien ?, Kaji frekuensi dan lama tidur klien, Apakah klien mengalami gangguan tidur?, Apakah klien mengkonsumsi obat tidur/penenang?, Apakah klien memiliki kebiasaan tertentu sebelum tidur?.Biasanya pola tidur klien berubah sampai berkurangnya pemenuhan kebutuhan tidur klien.6) Pola kognitif persepsiPada pola ini kita mengkaji: Kaji tingkat kesadaran klien, Bagaimanakah kondisi kenyamanan klien?, Bagaimanakah fungsi kognitif dan komunikasi klien?.

Berdasarkan Kasus : Pengelihatan klien buram, Pasien merasa pandangan menjadi gelap seperti ada rambut atau asap berterbangan di matanya. Lama kelamaan semakin gelap hingga yang kelihatan hanya pinggir sebelah kanan. Pasien tidak melihat ada kilatan cahaya berulang.

7) Pola persepsi diri dan konsep diriPada pola ini kita mengkaji: Bagaimanakah klien memandang dirinya terhadap penyakit yang dialaminya?, Apakah klien mengalami perubahan citra pada diri klien?, Apakah klien merasa rendah diri?Biasanya klien merasa resah dan cemas akan terjadi kebutaan.8) Pola peran hubuganPada pola ini kita mengkaji: Bagaimanakah peran klien di dalam keluarganya?, Apakah terjadi perubahan peran dalam keluarga klien?, Bagaimanakah hubungan sosial klien terhadap masyarakat sekitarnyaBiasanya hubungan klien dengan orang disekitarnya menurun begitu juga dalam melaksanakan perannya.9) Pola reproduksi dan seksualitasPada pola ini kita mengkaji: Bagaimanakah status reproduksi klien?.Biasanya pola ini tidak mengalami gangguan.10) Pola koping dan toleransi stressPada pola ini kita mengkaji: Apakah klien mengalami stress terhadap kondisinya saat ini?, Bagaimanakah cara klien menghilangkan stress yang dialaminya?, Apakah klien mengkonsumsi obat penenang?.Biasanya klien sering bertanya kapan akan dilakukan tindakan operasi dan merasa cemas karena takut terjadinya kecacatan pada penglihatan.11) Pola nilai dan kepercayaan Pada pola ini kita mengakaji: Kaji agama dan kepercayaan yang dianut klien, Apakah terjadi perubahan pola dalam beribadah klien?.

2. Diagnosa Keperawatan

1) Perubahan persepsi sensori melihat berhubungan dengan efek dari lepasnya saraf sensori dari retina.2) Ansietas yang berhubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan3) Resiko terhadap ketidak efektifan penatalaksanaan program terapeutik yang berhubungan dengan ketidak cukupan pengetahuan tentang aktivitas yang diperbolehkan dan yang dibatasi, obat-obatan, komplikasi dan perawatan tindak lanjut.3. Intervensi KeperawatanDiagnosa KeperawatanTujuan dan Kriteria hasilRencana Tindakan KeperawatanRasional

1. Perubahan persepsi sensori melihat berhubungan dengan efek dari lepasnya saraf sensori dari retina.Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam pasien tidak mengalami kehilangan penglihatan lebih lanjut, dengan kriteria hasil: Klien memahami pentingnya perawatan yang intensif / bedrest total. Klien mampu menjelaskan rresiko yang akan terjadi sehubungan dengan penyakitnya. 1. Lakukan pengkajian pada penglihatan secara komprehensif 2. Ajarkan klien untuk bedrest total..3. Berikan penjelasan tujuan bedrest total. 4. Hindari pergerakan yang mendadak, menghentakkan kepala, batuk, bersin, muntah. 5. Jaga kebersihan mata. 6. Kolaborasi permberian obat tetes mata.

1. Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan/keefektivan intervensi2. Agar lapisan saraf yang terlepas tidak bertambah parah3. Rasional: agar klien mematuhi dan mengerti maksud perlakuan bedrest total.4. Mencegah bertambah parahnya lapisan saraf retina yang terlepas.5. Mencegah terjadinya infeksi.6. Pemberian obat-obatan diharapkan kondisi penglihatan dapat dipertahankan / tidak tertambah parah.

2. Ansietas yang berhubungan dengan ancaman kehilangan penglihatanSetelah dilakukan asuhan selama 1 x 24 jam ansietas klien teratasi dengan kriteria hasil:

Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi) Klien mampu menggambarkan ansietas dan pola kopingnya. Klien mengerti tentang tujuan perawatan yang diberikan.1. Monitor TD, Nadi, dan RR2. Kaji tingkat ansietas klien (ringan, sedang, berat, panik)3. Berikan kenyamanan dan ketenteraman hati. 4. Berikan penjelasan mengenai prosedur perawatan, perjalanan penyakit dan prognosenya. 5. Berikan / tempatkan alat pemanggil yang mudah dijangkau oleh klien. 6. Gali intervensi yang dapat menurunkan ansietasnya

7. Berikan aktivitas yang dapat menurunkan kecemasan / ketegangan.

1. Memastikan tanda-tanda vital dalam batas normal

2. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan klien sehingga memudahkan penanganan / pemberian askep selanjutnya.3. Agar klien tidak terlalu memikirkan penyakitnya.4. Agar klien mengetahui / memahami bahwa kondisi actual pasien memang memerlukan perawatan.5. Agar klilen merasa aman dan terlindungi saat memerlukan bantuan.6. Untuk mengetahui cara yang efektif menurunkan / mengurangi ansietas klien.7. Agar klien dengan senang hati melakukan aktivitas karena sesuai dengan keinginanya dan tidak bertentangan dengan program perawatan.

3. Resiko terhadap ketidak efektifan penatalaksanaan program terapeutik yang berhubungan dengan ketidak cukupan pengetahuan tentang aktivitas yang diperbolehkan dan yang dibatasi, obat-obatan, komplikasi dan perawatan tindak lanjut.Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam pasien mampu berintegrasi dengan program terapeutik yang direncanakan / dilakukan untuk pengobatan akibat dari penyakit dan penurunan situasi beresiko (tidak aman, polusi). dengan Kriteria Hasil : Menggambarkan proses penyakit, penyebab dan faktor penunjang pada gejala dan aturan untuk penyakit atau kontrol gejala. Mengungkapkan maksud / tujuan untuk melakukan perilaku kesehatan yang diperlukan dan keinginan untuk pulih dari penyakit dan pencegahan kekambuhan atau komplikasi.1. Identifikasi faktor-faktor penyebab yang menghalangi penatalaksanaan program terapeutik yang efektif.

2. Bangun rasa percaya diri3. Tingkatkan rasa percaya diri dan kemampuan diri klien yang positif. 4. Jelaskan dan bicarakan : proses penyakit, aturan pengobatan / perawatan, efek samping prognosis penyakitnya.

1. Agar diketahui penyebab yang menghalangi sehingga dapat segera diatasi sesuai prioritas.

2. Agar klien mampu melakukan aktifitas sendiri / dengan bantuan orang lain tanpa mengganggu program perawatan. 3. Agar klien mampu dan mau melakukan / melaksanakan program perawatan yang dianjurkan tanpa mengurangi peran sertanya dalam pengobatan / perawatan dirinya4. Agar klien mengerti dan menyadari bahwa penyakitnya memerlukan suatu tindakan dan perlakuan yang tidak menyenagkan.

4. Implementasi dan EvaluasiTanggal/JamNo. DxTindakan KeperawatanEvaluasiParaf dan Nama Perawat

xx/yy/zzaa;dd1.

1) Melakukan pengkajian pada penglihatan secara komprehensif 2) Menganjurkan klien untuk bedrest total.3) Memberikan penjelasan tujuan bedrest total. 4) Menghindari pergerakan yang mendadak, menghentakkan kepala, batuk, bersin, muntah. 5) Menjaga kebersihan mata. 6) Berkolaborasi permberian obat tetes mata.

S:

Pasien berkata: iya mas saya akan istirahat totalDstO:a. Pasien terlihat bedrest totalb. Kegiatan (-)c. Aktivitas dibantuA:

Masalah perubahan persepsi sensori penglihatan teratasi sebagianP:

1) pertahankan klien untuk bedrest total..2) Hindari pergerakan yang mendadak, menghentakkan kepala, batuk, bersin, muntah. 3) Jaga kebersihan mata. 4) Pertahankan permberian obat tetes mata. Rismawan

xx/yy/zz

aa;dd2.1) Memonitor TD, Nadi, dan RR2) Mengkaji tingkat ansietas klien (ringan, sedang, berat, panik)3) Memberikan kenyamanan dan ketenteraman hati. 4) Memberikan penjelasan mengenai prosedur perawatan, perjalanan penyakit dan prognosenya. 5) Memberikan / tempatkan alat pemanggil yang mudah dijangkau oleh klien. 6) Menggali intervensi yang dapat menurunkan ansietasnya7) Memberikan aktivitas yang dapat menurunkan kecemasan / ketegangan.

S: Pasien Berkata: saya sudah tidak takut lagi mas

dstO:

a. TD: mmHg

b. HR: x/mnt c. RR: x/mntA:

Masalah ansietas teratasi sebagian

P:

1) pantau TD, Nadi, dan RR2) Kaji ulang tingkat ansietas klien (ringan, sedang, berat, panik)3) Tingkatkan aktivitas yang dapat menurunkan kecemasan / ketegangan.Rismawan

xx/yy/zz

aa;dd3.1) Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab yang menghalangi penatalaksanaan program terapeutik yang efektif. 2) Membangun rasa percaya diri

3) Meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan diri klien yang positif.

4) Menjeelaskan dan Membicarakan : proses penyakit, aturan pengobatan / perawatan, efek samping prognosis penyakitnya.

S :

Pasien Berkata: Iya mas saya akan mencoba mematuhi apa yang harus saya lakukan selama perawatan

O:

a) Pasien menjelaskan dengan baikb) Pasien terlihat sangat optimis

A:

Masalah resiko ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik teratasi sebagianP:

1) Pertahankan aturan perawatan pasienRismawan

PATHWAY

PATHWAYS

DAFTAR PUSTAKABarbara L. Christensen 1991. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dan Penerapannya. EGC: JakartaC. Smeltzer, Suzanne (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Brunner & Suddart). Edisi 8. Volume 3. EGC. JakartaCarpenitto. LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 6. EGC. Jakarta.Doengoes. 2000. Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.Hardy RA,. Retina dan Tumor Intraokuler. 2000. In : Vaughan D.G, Asbury T., Riordan E.P, editor. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta : Widya Medika..Ignatavicius, Donna D. 2002. Medical-Surgical Nursing: Critical Thinking for Collaborative Care (Single Volume). England

Ilyas S, dkk. Ablasio retina. In: Sari ilmu penyakit mata. Cetakan ke-4. Gaya Baru Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004Kanski JJ, Bowling B, editors. Clinical Ophthalmology: a systemic approach. 7th ed. Elsevier, 2011Mansjoer, Arif & Suprohaita. 2002. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Fakultas Kedokteran UI: Media Aescullapius. Jakarta.Wijana N. 2000. Retina. In: Ilmu penyakit mata. EGC: Jakarta

Disfungsi Endotel Pembuluh darah

Tekanan Intravaskuler

Ruptur Plaque

Aktivasi Faktor VII & X

Konversi Protrombin Trombin

Konversi Fibrinogen Fibrin

Akumulasi thrombin & Fibrin

Aliran darah koroner

Miokard Infark

Oklusi Arteri Koroner

Fotopsia

Terbentuk bayangan gelap pada lapang pandang

Floater

Congenital

Rokok

Kadar nikotin dalam darah

Akumulasi Nikotin dalam Hemoglobin

Aktivitas fisik

LDL dalam darah

LDL teroksidasi

Terbentuk Minimally Modified LDL (MM-LDL)

Dikenali Reseptor di Makrofag

Pro inflamasi

Penyakit Metabolik

Diabetes Mellitus

Perubahan Metabolisme

Pembentukan jaringan fibrosis pada jaringan vitereus

Glikosilasi non enzimatik

Penguraian protein dan makromolekul DNA pembuluh darah

Integritas Pembuluh Darah

Lesi Arterosklerosis

Pelepasan sitokin & growth factor oleh makrofag T cell

Sintesis platelet activating factor

Agregasi platelet

Plaque

Aktivasi PKC intrasel terganggu

Produksi NO terganggu

kadar PAI-1

Pembentukan advanced glycosytotion end products (AGEs)

Sintesis Heparin Sulfat

Terpapar aturan perawatan

Resiko ketidakefektifan regimen terapeutik

Proses Hospitalisasi

Ansietas

Ancaman kehilangan penglihatan

Kelainan Penglihatan rabun jauh (miopi)

Terbentuk bayangan gelap pada lapang pandang

Ablasio Retina Regmatogenesa

Defek Lapang Pandang terjadi cepat

Floater dapat ditemukan pada vitritis

Fotopsia tidak ditemukan

Fotopsia dan Floater sering tidak ditemukan

Ablasio Retina Eksudatif

Penurunan Tajam Penglihatan mendadak

Lapang pandang berkurang

Ablasio Retina Traksi

Fungsi Retina

Timbul Robekan Pada Retina

Black Curtain

Gangguan Persepsi Sensori (penglihatan)

Pegaruh TIO oleh ekumulasi cairan

Tumor/kanker

Infeksi mata

Akumulasi cairan pada ruang subretina

Tarikan jaringan parut

trauma

Perlekatan dengan retina tertarik ke dalam

Menyusutnya korpus vitreum

Proses Penuaan Normal