Post on 17-Oct-2015
i
REFERAT
ANEMIA DEFISIENSI BESI
Pembimbing :
dr. Ariadne Tiara Hapsari, Sp.A
Disusun Oleh :
Muarif G1A212097
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PENDIDIKAN PROFESI KEDOKTERAN
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD PROF. DR MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2014
ii
LEMBAR PENGESAHAN
ANEMIA DEFISIENSI BESI
Oleh :
Muarif G1A212097
Referat ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat
mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RS Margono Soekardjo Purwokerto.
Purwokerto, Januari 2014
Mengetahui,
Pembimbing
dr. Ariadne Tiara Hapsari, Sp.A, Msi.Med
NIP. 19740814.200604.2002
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbilalamin, penulis dapat menyelesaikan referat yang
berjudul Anemia Defisiensi Besi ini. Terimakasih yang sebesar-besarnya
penulis ucapkan kepada dr. Ariadne Tiara Hapsari, Sp.A, Msi.Med, selaku
pembimbing penulis sehingga referat ini dapat selesai dan tersusun paripurna.
Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan untuk segenap konsulen di bagian Ilmu
Kesehatan Anak yang telah memberikan dukungan moriil dan keilmuan sehingga
penulis dapat menyelesaikan referat ini. Demikian penulis mengharapkan agar
referat ini dapat bermanfaat bagi para dokter, dokter muda, ataupun para medis
lainnnya, khususnya di bidang penatakelolaan anemia defisiensi besi pada anak.
Purwokerto, Januari 2014
Penulis
iv
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. v
DAFTAR TABEL ...................................................................................... vi
I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1 A. Latar Belakang .............................................................................. 1 B. Tujuan ............................................................................................ 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 4 A. Definisi ......................................................................................... 4 B. Etiologi .......................................................................................... 4 C. Faktor Resiko ................................................................................. 5 D. Metabolism Besi ............................................................................ 5 E. Status Besi Bayi Baru Lahir .......................................................... 7 F. Sumber Besi .................................................................................. 9 G. Patofisiologi ................................................................................. 9 H. Diagnosis ........................................................................................ 11 I. Diagnosis Banding ........................................................................ 14 J. Tatalaksana ................................................................................... 16 K. Pencegahan ................................................................................... 18 L. Prognosis ....................................................................................... 18
III. KESIMPULAN ................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 21
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Metabolisme Besi dalam Tubuh .............................................. 6
Gambar 2. Pengaturan Besi oleh Mukosa Usus ........................................ 7
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Nilai Normal Hb Anak ................................................................. 4
Tabel 2. Tahap Kekurangan Besi ............................................................... 10
Tabel 3. Pemeriksaan Lab Untuk membedakan ADB ................................ 16
Tabel 4. Respon terhadap Pemberian Besi pada ADB ............................... 17
1
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Darah merupakan komponen dari system sirkulasi tubuh manusia yang
sangat penting. Unsur seluler dari darah yang berupa sel darah merah, sel
darah putih, dan trombosit tersuspensi di dalam plasma. Dengan volume darah
total yang beredar pada keadaan normal sekitar 8 % dari berat badan. Dan
sekitar 55 % dari volume tersebut adalah plasma. Dimana dalam sirkulasi ini,
O2 dirkulasikan untuk seluruh jaringan tubuh yang membutuhkan1. Sel darah
merah tersusun atas hemoglobin. Hemoglobin tersebut sangat penting dalam
hal pengikatan terhadap O2 dan CO2. Untuk itu sangat penting melakukan
pemeriksaan terhadap Hemoglobin ini, karena dalam keadaan kurangnya
kadar Hb darah dapat menimbulkan berbagai manifestasi klinis seperti
anemia2.
Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan anemia yang disebabkan
oleh kurangnya besi yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Anemia ini
banyak ditemukan di seluruh dunia. Tidak hanya di Negara berkembang,
tetapi juga di Negara maju, terutama mengenai anak yang sedang tumbuh dan
wanita hamil yang keperluan besinya lebih besar daripada orang dewasa
normal3. Diperkirakan sekitar 30% penduduk dunia menderita anemia, dan
lebih dari setengahnya merupakan anemia defisiensi besi4
.
Anemia defisiensi besi lebih sering ditemukan di Negara yang sedang
berkembang karena berkaitan dengan kemampuan ekonomi yang terbatas,
2
rendahnya asupan protein hewani, serta adanya infestasi parasit yang
merupakan masalah endemik. Anemia defisiensi besi masih merupakan salah
satu masalah gizi utama di Indonesia, disamping kekurangan kalori-protein,
vitamin A dan yodium. Anemia defisiensi besi pada anak hampir selalu terjadi
sekunder terhadap penyakit yang mendasarinya, sehingga koreksi terhadap
penyakit dasarnya merupakan bagian penting dalam pengobatan4.
Selain dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin yang berperan
penting dalam pengangkutan dan penyimpanan oksigen, zat besi juga
ditemukan dalam beberapa enzim yang berperan dalam metabolism oksidatif,
sintesis DNA, neurotransmitter dan proses katabolisme yang dalam bekerjanya
membutuhkan ion besi. Oleh sebab itu, kekurangan besi mempunyai dampak
yang merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, menurunkan daya
tahan tubuh, menurunkan konsentrasi belajar dan mengurangi aktifitas kerja4.
Keseimbangan Fe yang positif selama masa anak diperlukan sekitar
0,8-1,5 mg Fe yang harus diabsorbsi setiap hari dari makanan. Banyaknya Fe
yang diabsorbsi dari makanan sekitar 10% per hari, sehingga diperlukan diet
yang mengandung Fe sebanyak 8-10 mg Fe per hari untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi yang optimal. Fe yang berasal dari susu ibu diabsorbsi lebih
efisien daripada yang berasal dari susu sapi sehingga bayi yang mendapat ASI
lebih sedikit membutuhkan Fe dari makanan lain. Sedikitnya macam makanan
yang kaya Fe yang dicerna selama tahun pertama kehidupan menyebabkan
sulitnya memnuhi jumlah yang diharapkan. Oleh sebab itu diet bayi harus
mengandung makanan yang diperkaya dengan Fe sejak usia 6 bulan4.
3
Prevalensi anemia defisiensi besi pada bayi, hal yang sama juga
dijumpai pada anak usia sekolah dan anak praremaja. Angka kejadian ADB
pada anak usia sekolah (5-8 tahun) di kota sekitar 5,5%, anak praremaja 2,6%
dan gadis remaja yang hamil 26%. Di Amerika Serikat sekitar 6% anak
berusia 1-2 tahun diketahui kekurangan besi, 3% menderita anemia. Lebih
kurang 9% gadis remaja di Amerika serikat kekurangan besi dan 2%
menderita anemia, sedangkan pada anak laki-laki sekitar 50% cadangan
besinya berkurang saat pubertas. Prevalensi ADB lebih tinggi pada anak kulit
hitam dibandingkan dengan kulit putih, yang mungkin berkaitan dengan status
sosial ekonomi anak kulit hitam yang lebih rendah. Prevalensi ADB pada anak
balita di Indonesia sekitar 25-30%, dan paling tinggi terjadi pada usia 6 bulan
sampai 3 tahun karena pada masa ini cadangan besi sangat berkurang. Pada
bayi kurang bulan ADB bahkan dapat terjadi mulai usia 2-3 bulan. Hasil
SKRT tahun 1992 melaporkan bahwa anak balita dengan ADB di Indonesia
ditemukan sekitar 55,5%4.
B. TUJUAN
Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui definisi Anemia
Defisiensi Besi (ADB), penyebab, penatalaksanaan, dan prognosisnya
sehingga dapat dijadikan sebagai referensi tambahan ilmu kesehatan anak
khususnya untuk penatakelolaan anemia.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Anemia adalah keadaan dimana kadar Hemoglobin kurang dari
normal3,4,5
. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh
kurangnya mineral Fe sebagai bahan yang diperlukan untuk pematangan
eritrosit4. Adapun nilai normal Hemoglobin (Hb) pada anak
2 disajikan pada
tabel berikut:
Tabel 1. Nilai normal Hb pada anak
Umur Hb Leukosit
Tali pusat 13,7 20,1 9.000 30.000 2 minggu 13 20 5.000 21.000 3 bulan 9,5 14,5 6.000 18.000 6 bulan 6 tahun 10,5 14 6.000 15.000 7 12 tahun 11 16 4.500 13.500 Dewasa 14 18 5.000 10.000
Sumber: Hull (2008).
B. ETIOLOGI
Etiologi anemia defisiensi besi4 yaitu:
1. Asupan besi yang berkurang pada jenis makanan Fe non-heme, muntah
berulang pada bayi, dan pemberian makanan tambahan yang tidak
sempurna.
2. Malabsorbsi pada enteritis dan proses malnutrisi (PEM)
3. Kehilangan atau pengeluaran besi berlebihan pada perdarahan saluran
cerna kronis seperti pada divertikulum Meckel, poliposus usus, alergi susu
sapi, dan infestasi cacing.
5
4. Kebutuhan besi yang meningkat oleh karena pertumbuhan yang cepat pada
bayi dan anak, infeksi akut berulang, dan infeksi menahun.
5. Depo besi yang kurang seperti pada berat badan lahir rendah, kembar
6. Atau kombinasi dari etiologi diatas.
C. FAKTOR RESIKO
Status hemologis wanita hamil, berat badan lahir rendah, partus
(dimana terjadi kelahiran abnormal dan pengikatan tali pusat terlalu dini),
pemberian makanan yang tidak adekuat karena ketidaktahuan ibu, perilaku
pemberian makanan, keadaan sosial, dan jenis makanan. Infeksi mehanun dan
infeksi akut berulang. Infestasi parasit, seperti ankilostoma, Trichuris triciura,
dan amuba4.
D. METABOLISME BESI
Jumlah besi dalam tubuh manusia dewasa kira-kira 4-5 gram, pada
bayi kira-kira 400 mg yang terbagi dalam masa eritrosit (60%), ferritin dan
hemosiderin (30%), mioglobin (5-10%), hemenzin (1%) dan besi plasma
(0,1%). Pengangkutan besi dari rongga usus hingga menjadi transferin, yaitu
suatu ikatan besi dan protein di dalam darah terjadi dalam beberapa tingkat4.
Mekanisme metabolism besi yang tepat masih banyak diperdebatkan, tetapi
dalam garis besarnya dapat ditampilkan pada gambar berikut:
6
Gambar 1. Metabolisme besi dalam tubuh
Besi dalam makanan terikat pada molekul lain yang lebih besar. Di
dalam lambung besi akan dibebaskan menjadi iron ferri oleh pengaruh HCl.
Di dalam usus halus, ion ferri diubah menjadi ferro oleh pengaruh alkali. Ion
ferro inilah yang kemudian diabsorbsi oleh sel mukosa usus. Sebagian akan
disimpan sebagai persenyawaan ferritin dan sebagian masuk ke peredaran
darah berikatan dengan protein disebut transferin. Selanjutnya transferin yang
tidak terpakai akan disimpan sebagai labile iron pool. Iron fero diabsorbsi
jauh lebih mudah daripada iron ferri, terutama jika makanan mengandung
vitamin atau fruktosa yang akan membentuk suatu kompleks besi yang larut,
sedangkan fosfat, oksalat dan fitat menghambat absorbsi besi4.
Lambung
Usus
Sel mukosa
(mikrovili)
Plasma
Sumsum tulang
Fe dalam makanan
Fe X
Fe ++
Fe ++
Transferin
Sintesis Hb dalam
pembentukan sel
darah merah
Fe +++
Fe +++
Ferritin
Labile iron pool
7
Gambar 2. Pengaturan besi oleh mukosa usus.
E. STATUS BESI BAYI BARU LAHIR
Bayi baru lahir (BBL) cukup bulan didalam tubuhnya mengandung
besi 65-90 mg/KgBB. Bagian terbesar (sekitar 50 mg/kgBB) merupakan masa
hemoglobin, sekitar 25 mg/kgBB sebagai cadangan besi dan 5 mg/kgBB
sebagai mioglobin dan besi dalam jaringan. Kandungan besi BBL, ditentukan
oleh berat badan lahir dan massa Hb. Bayi cukup bulan dengan berat badan
lahir 4000 gram mengandung 320 mg besi, sedangkan pada bayi kurang bulan
mengandung besi kurang dari 50 mg. konsentrasi Hb pada pembuluh darah tali
pusat bayi cukup bulan adalah 13,5-20,1 g/dl4.
Kontraksu uterus selama 3 menit pada waktu persalinan menyebabkan
darah yang melalui tali pusat ke jnin bertmbah sekitar 87%. Perpindahan
tersebut menambah jumlah volume darah 20 ml/kgBB. Pemotongan tali
pusat yang terlalu cepat setelah persalinan akan mengurangi kandungan besi
Lumen usus Sel mukosa Darah
Heme
Porfirin
Besi
Ferritin
transferin
Transferin mukosa
Apotransferin mukosa
Serum
Heme
Besi non heme
Apotransferin
mukosa
8
sekitar 15-30%, sedangkan jika ditunda selama 3 menit dapat menambah
jumlah volume sel darah merah sekitar 58%4.
Sesudah dilahirkan terjadi perubahan metabolism besi pada bayi.
Selama 6-8 minggu terjadi penurunan yang sangat drastic dari aktifitas
eritropoiesis sebagai akibat dari kadar O2 yang meningkat, sehingga terjadi
penurunan kadar Hb, karena banyak zat besi yang tidak dipakai, maka
cadangan besi akan meningkat. Selanjutnya terjadi peningkatan aktifitas
eritropoiesis disertai masuknya besi ke sumsum tulang. Berat badan bayi dapat
bertambah dua kali lipat tanpa mengurangi cadangan besi. Pada bayi cukup
bulan tersebut dapat berlangsung sekitar 4 bulan, sedangkan pada bayi kurang
bulan hanya 2-3 bulan. Setelah melewati masa tersebut kemampuan bayi
untuk mengabsorbsi besi akan sangat menentukan dalam mempertahankan
keseimbangan besi dalam tubuh. Pada bayi cukup bulan untuk mendapatkan
jumalh besi yang cukup harus mengabsorbsi 200 mg besi selama 1 tahun
pertama agar dapat mempertahankan kadar Hb yang normal yaitu 11g/dl. Bayi
kurang bulan harus mampu mengabsorbsi 2-4 kali dari jumlah biasa.
Pertumbuhan bayi kurang bulan jauh lebih cepat dibandingkan bayi cukup
bulan sehingga cadangan biasanya lebih cepat berkurang. Untuk mencukup
kebutuhan besi, bayi cukup bulan membutuhkan 1 mg besi/KgBB/hari. Bayi
dengan BBL
9
peningkatan ketergantungan besi dari makanan, maka jika tidak terpenuhi
akan menimbulkan resiko terjadinya anemia defisiensi besi4.
F. SUMBER BESI
Bayi baru lahir yang sehat telah mempunyai persediaan besi yang
cukup sampai ia berusia 6 bulan, sedangkan bayi premature (neonates kurang
bulan) persediaan besinya hanya cukup sampai ia berusia 3 bulan. Makanan
yang mengandung banyak besi ialah hati, ginjal, daging, telur, buah dan sayur
yang mengandung klorofil. Untuk menghindari anemia defisiensi besi, ke
dalam susu buatan, tepung untuk makanan bayi dan beberapa jenis makanan
lainnya ditambahkan besi. Akhir-akhir ini telah banyak dibicarakan bahaya
hemokromatosis sebagai akibat penambahan besi dalam makanan4.
G. PATOFISIOLOGI
Anemia defisiensi beri merupakan hasil akhir keseimbangan negatif
besi yang berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan yang negatif ini
menerap akan menyebabkan cadangan besi terus berkurang4. Tahap defisiensi
yaitu:
1. Tahap pertama
Tahap ini disebur iron depletion atau storage iron deficiency,
ditandai dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan
besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada
keadaan ini terjadi peningkatan absorbsi besi non heme. Ferritin serum
10
menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya
kekurangan besi masih normal
2. Tahap kedua
Tingkat ini disebut juga iron deficient erythropoietin atau iron
limited erythropoietis, dimana didapatkan suplai besi yang tidak adekuat
untuk menunjang eritropoiesis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium
diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin menurun
sedangkan total iron binding capacity (TIBC) meningkat dan free
erythropoietin porphyrin (FEP) meningkat.
3. Tahap ketiga
Tahap ini disebut juga sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini
terjadi bila besi tidak cukup menuju eritrosit sumsum tulang sehingga
terjadi penurunan kadar Hb. Pada gambaran darah tepi ditemukan
mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini terjadi
perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut.
Tabel 2. Tahap kekurangan besi.
Hemoglobin
Tahap 1
normal
Tahap 2
sedikit
menurun
Tahap 3 menurun jelas
(mikrositik/hipokromik)
Cadangan besi < 100 0 0
Fe serum Normal 410
Saturasi transferin 20-30
11
H. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Pada anamnesis biasanya ditemukan keluhan anak tampak lemas,
sering berdebar-debar, mudah lelah, pucat, sakit kepala atau iritabel2.
Gejala klini sering terjadi secara perlahan dan tidak begitu diperhatikan
oleh penderita dan keluarganya. Pada yang ringan diagnosis hanya
ditegakkan berdasarkan temuan laboratorium dengan gejala yang umum
adalah keluhan pucat. Pada anemia defisiensi besi dengan kadar Hb 6-10
g/dl terjadi mekanisme kompensasi yang efektif sehingga gejala anemia
hanya ringan saja. Namun jika kadar turun < 5 g/dl timbul gejala iritabel
dan anoreksia yang akan tampak lebih jelas. Jika anemia terus berlanjut
dapat terjadi takikardia, dilatasi jantung dan murmur sistolik. Namun
kadang-kadang pada kadar Hb < 3-4 g/dl penderita tidak mengeluh karena
tubuh sudah kompensasi, sehingga gejala klinis yang muncul tidak sesuai
dengan kadar Hb4.
Gejala lain yang dapat menyertai anemia defisiensi besi yaitu
adaya penurunan toleransi terhadap latihan yaitu penurunan aktifitas kerja
dan daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh terhadap infeksi yang menurun
disebabkan karena fungsi leukosit yang tidak normal. Pada penderita ADB
neutrofil mempunyai kemampuan untuk fagositosis seperti kemampuan
membunuh E.coli dan S.aureus yang menurun4.
12
2. Pemeriksaan fisik
Pucat terlihat pada mukosa bibir, faring, telapak tangan, dasar
kuku, dan konjungtiva. Papil lidah atrofi, jantung agak membesar. Tidak
ada pembesaran limpa dan hati, serta todal terdapat iastesis hemoragis.
Pada penderita anemia defisiensi besi dapat pula ditemukan termogenesis
yang abnormal yaitu ketidakmampuan mempertahankan suhu tubuh
normal pada suhu dingin. Perubahan epitel menimbulkan bentuk kuku
konkaf (koilonikia), serta perubahan mukosa lambung dan usus4.
3. Pemeriksaan penunjang
Kadar hemoglobin kurang dari 10 g/dl, mikrositik hipokrom,
poikilositosis, sel target, serum iron (IS) rendah dan iron binding capacity
(IBC) rendah.5 Hasil pemeriksaan sumsum tulang sistem sritropoietik
hiperaktif dengan sel normoblas poikromatofil yang predominan.
Ukuran laboratoris :
MCV = Hmt/AE x 10 (N = 76-96).
MCH = Hb/AE x 10 (N = 27-32).
MCHC = Hb/Hmt x 100 (N = 32-37).
Secara umum hasil pemeriksaan menunjukkan Hb < 10, MCV <
79, MCHC < 32, Serum Iron < 50, TIBC > 350. Gambaran eritrosit :
mikrositik hipokromik4.
4. Penegakkan diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan atas ditemukannya penyebab
defisiensi besi dari anamnesis dan secara klinis didapatkan pucat tanpa
13
organomegali, gambaran eritrosit mikrositik hipokrom, SI rendah, dan IBC
meningkat, tidak terdapat besi dalam sumsum tulang, dan bereaksi naik
terhadap pengobatan dengan preparat besi4.
Kriteria diagnosis yang digunakan untuk menentukan anemia
defisiensi besi diantaranya adalah kriteria menurut WHO, kriteria Cook
dan Monsen, serta menurut Lanzskowsky4.
a. Kriteria diagnosis WHO4
1) Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia
2) Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata < 31% (N: 32-35%)
3) Kadar Fe serum
14
2) FEP meningkat
3) Feritin serum meningkat
4) Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST
15
minor dan anemia karena penyakit kronis. Untuk membedakannya perlu
dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang dengan laboratorium4.
Morfologi darah tepi pada talasemia minor mirip dengan anemia
defisiensi besi. Salah satu cara sederhana untuk membedakannya adalah
dengan melihat jumlah eritrosit yang meningkat meski sudah anemia ringan
dan mikrositik, sebaliknya pada anemia defisiensi besi jumlah eritrosit
menurun sejajar dengan penurunan kadar Hb dan MCV. Cara mudah dapat
diperoleh dengan cara membagi nilai MCV dengan jumlah eritrosit. Jika
nilainya 13 menunjukkan
adanya anemia defisiensi besi. Pada talasemia minor didapatkan basofilik
strippling, peningkatan kadar bilirubin plasma dan peningkatan kadar HbA24.
Pada apusan darah tepi anemia karena penyakit kronis, biasanya
normokrom normositik namun dapat juga ditemukan hipokrom mikrositik.
Terjadinya anemia pada penyakit kronis disebabkan terganggunya mobilisasi
besi dan makrofag oleh transferim. Kadar Fe serum dan TIBC menurun
meskipun cadangan besi normal atau meningkat sehingga nilai saturasi
transferin normal atau sedikit menurun, dan kadar FEP meningkat.
Pemeriksaan kadar reseptor transferin (TfR) sangat berguna dalam
membedakan anemia defisiensi besi dengan anemia karena penyakit kronis.
Pada anemia karena penyakit kronis kadar TfR normal karena pada inflamasi
kadarnya tidak terpengaruh, sedangkan pada anemia defisiensi besi kadarnya
menurun. Peningkatan rasio TfR atau feritin sensitive dalam mendeteksi
anemia defisiensi besi4.
16
Tabel 3. Pemeriksaan lab untuk membedakan ADB
Pemeriksaan lab ADB Talasemia minor Anemia penyakit
kronis
MCV N, Fe serum N TIBC N Saturasi transferin N FEP N N, Feritin serum N
Sumber: IDAI (2005).
J. TATALAKSANA
Penatalaksanaan pada anemia defisiensi besi meliputi3,4
:
1. Pengobatan kausal. Misalnya pada anemia defisiensi besi yang disebabkan
oleh cacing, maka dapat diberikan antihelmintik. Diberikan 3 kapsul
dengan selang waktu 1 jam, semalam sebelumnya anak dipuasakan dan
diberikan laksan setelah 1 jam kapsul ketiga dimakan. Pirantel pamoat 10
mg/kgBB (dosis tunggal). Antibiotik diberikan jika terdapat infeksi.
2. Makanan yang adekuat
3. Pemberian preparat besi (sulfas ferosus) 3 x 10 mg/kgBB/hari atau untuk
mendapatkan respon terapi dapat diberikan elemental besi dengan dosis
yang dipakai yaitu 4-6 mg/KgBB/hari (preparat yang tersedia: ferrous
glukonat, fumarat, dan suksinat, serta pada bayi tersedia dalam bentuk
tetes atau drop). Agar penyerapannya di usus meningkat diberikan vitamin
C dan penambahan protein hewani. Diharapkan kenaikan Hb 1 g/dl setiap
1-2 minggu (preparat besi terus diberikan selama 2 bulan setelah anemia
teratasi). Pemberian preparat besi parenteral (intamusular) harganya cukup
mahal, dapat menimbulkan rasa sakit, serta menyebabkan limfadenopati
17
regional dan reaksi alergi. Preparat yang sering digunakan adalah dekstran
besi, dimana larutan ini mengandung 50 mg besi/ml dan dihitung dengan
rumus dosis besi (mg) = BB (kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x
2,5. Kemampuan menaikkan Hb tidak lebih baik dibanding peroral.
Tranfusi darah diberikan apabila Hb < 5 g/dl dan disertai dengan
keadaan umum buruk atau infeksi yang dapat mempengaruhi respon terapi.
Prinsip pemberiannya makin rendah kadar Hb, makin sedikit, makin lambat,
dan makin sering tranfusi darah yang diberikan (Kebutuhan darah = 6 x BB x
d Hb). Koreksi anemia berat dengan transfusi yang terlalu cepat dapat
menimbulkan hipervolemia dan dilatasi jantung4,6
.
Tabel 4. Respon terhadap pemberian besi pada ADB
Waktu setelah pemberian besi Respon
12-24 jam Penggantian enzim besi intraseluler,
keluhan subyektif berkurang, nafsu
makan bertambah
36-48 jam Respon awal dari sumsum tulang,
hyperplasia eritroid
48-72 jam Retikulosis, puncaknya hari ke 5-7
4-30 hari Kadar Hb meningkat
1-3 bulan Penambahan cadangan besi
Sumber: IDAI (2005).
Pemberian PRC dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang cukup
untuk menaikkan kadar Hb sampai tingkat aman sambil menunggu respon
terapi. Pada penderita anemia berat dengan kadar Hb
18
K. PENCEGAHAN
Tindaan pencegahan anemia defisiensi besi yang penting pada awal
kehidupan adalah dengan meningkatkan penggunaan ASI eksklusif, menunda
pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun sehubungan dengan resiko terjadinya
perdarahan saluran cerna yang ditemukan pada beberapa bayi, memberikan
makanan yang mengandung besi serta makanan yang mengandung asam
askorbat (jus buah) pada saat memperkenalkan makanan padat usia 4-6 bulan.
Pencegahan lain pada bayi baru lahir adalah dengan pemberian suplementasi
besi pada bayi-bayi premature, serta dengan pemakaian PASI (susu formula)
yang mengandung besi jika ASI eksklusif tidak dapat diberikan4.
Upaya umum untuk pencegahan kekurangan besi adalah dengan cara
meningkatkan konsumsi Fe, fortifikasi bahan makanan, dan suplementasi.
Meningkatkan konsumsi besi dari sumber alami terutama sumber hewani yang
mudah diserap.juga perlu peningkatan penggunaan makanan yang
mengandung vitamin C dan A. Fortifikasi bahan makanan dilakukan dengan
cara menambah masukan besi dengan mencampurkan senyawa besi kedalam
makanan sehari-hari. Sedangkan suplementasi merupakan tindakan yang
paling tepat untuk menanggulangi ADB yang prevalensinya tinggi4.
L. PROGNOSIS
Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan
besi dan diketahui penyebabnya dan dilakukan penanganan yang adekuat.
Gejala anemia dan manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan
19
pemberian preparat besi. Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu
dipertimbangkan beberapa kemungkinan yaitu adanya kesalahan diagnosis,
dosis obat yang tidak adekuat, atau karena preparat Fe yang tidak adekuat dan
kadaluwarsa. Perlu dicurigai pula adanya perdarahan yang tidak teratasi atau
perdarahan yang tidak berlangsung menetap, atau keadaan yang disertai
dengan penyakit yang mempengaruhi absorbsi dan pemakaian besi (misalnya
infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tiroid, dan penyakit
karena defisiensi vitamin B12, atau asam folat). Gangguan absorbsi saluran
cerna, seperti pemberian antacid yang berlebihan pada ulkus peptikum dapat
menyebabkan pengikatan terhadap besi4.
20
III. KESIMPULAN
1. Anemia defisiensi besi adalah keadaan dimana kadar Hemoglobin kurang
dari normal yang disebabkan oleh kurangnya mineral Fe sebagai bahan
yang diperlukan untuk pematangan eritrosit.
2. Etiologi anemia defisiensi besi dapat karena asupan besi yang berkurang
(muntah berulang pada bayi atau pemberian makanan tambahan yang tidak
sempurna), adanya malabsorbsi, kehilangan atau pengeluaran besi
berlebihan (misal pada perdarahan saluran cerna kronis), dan kebutuhan
besi yang meningkat karena pertumbuhan.
3. Diagnosis anemia defisiensi besi ditegakkan berdasarkan ditemukannya
penyebab defisiensi besi dari anamnesis dan pemeriksaan laboratorium
(nilai Hb yang kurang dari normal, gambaran apusan darah tepi yang
menunjukkan mikrositik hipokrom, SI rendah, dan IBC meningkat).
4. Penatalaksanaan anemia defisiensi besi pada anak meliputi pengobatan
kausal (misal jika disebabkan oleh cacing, dapat diberikan antihelmintik),
makanan yang adekuat, dan pemberian preparat besi (sulfas ferosus) 3 x
10 mg/kgBB/hari. Agar penyerapannya di usus meningkat diberikan
vitamin C dan penambahan protein hewani. Diharapkan kenaikan Hb 1
g/dl setiap 1-2 minggu. Tranfusi darah diindikasikan jika Hb < 5 g/dl dan
disertai dengan keadaan umum buruk. Prinsip pemberiannya makin rendah
kadar Hb, makin sedikit, makin lambat, dan makin sering tranfusi darah
yang diberikan (Kebutuhan darah = 6 x BB x d Hb)
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Ganong, William F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
2. Hull, David. 2008. Dasar-dasar Pediatri edisi 3. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC.
3. Wahyuni, Arlinda Sari. 2004. Anemia Defisien Besi pada Balita. Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat/Ilmu Kedokteran Pencegahan/Ilmu
Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran USU. Digitized by USU
digital library: 1-13
4. IDAI. 2005. Buku Ajar Hematologi Onkologi Anak. Jakarta: Penerbit IDAI
5. Graber, Mark A. 2006. Buku saku dokter keluarga edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
6. IDAI. 2011. Pedoman pelayanan medis: Ikatan Dokter Anak Indonesia edisi II. Jakarta: badan penerbit IDAI.