Skematika Report - Kasus ADB

download Skematika Report - Kasus ADB

of 19

Transcript of Skematika Report - Kasus ADB

DAFTAR ISI BAB I PEMAPARAN KASUS 1.1 KASUS...................................................................................... 1.2 LANGKAH ANALISIS KASUS KLARIFIKASI ISTILAH.............................................................. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN................................................ ANALISIS PERMASALAHAN...................................................... HIPOTESIS............................................................................. BAB II PEMBAHASAN DAN ANALISA KASUS 2.1 PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI PENYAKIT............................ .......................................................................................................... 2.2 DIAGRAM PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS SERTA KERANGKA BERPIKIR............................................................................................ BAB III DIAGNOSIS, DIAGNOSIS BANDING DAN TATALAKSANA 3.1 DIAGNOSIS BANDING................................................................. 3.2 DIAGNOSIS............................................................................... 3.2.1 ANAMNESIS, INTERPRETASI PEMERIKSAAN FISIK DAN LABORATORIUM SERTA PENUNJANG.................................. 3.2.2 HASIL DIAGNOSIS DAN PAPARAN.................................... 3.3 TATALAKSANA.......................................................................... 3.4 KOMPLIKASI............................................................................. 3.4 PROGNOSIS.............................................................................. 3.5 REHABILITASI DAN PREVENTIF................................................... REFERENSI.........................................................................................

BAB I Pemaparan Kasus 1.1. Kasus Mr.A,60 YO, came to the clinic with chief complaint of weakness. He had prolonged symptomps of epigastric pain and need antacid for relieving it. He has suffered from Rheumatoid Arthritis since 5 years ago and always taken NSAIDs Physical Examination : General appearance is pale and fatigue ; HR is 94x / minute; RR is 24x / minute; Temperature is 36,8 Celcius; Liver and spleen not palpable; No lymphadenopathy; Epigastric pain; There are cheilitis and koilonychias Laboratory : Hemoglobin is 5,0 gr/dl; Mean corpuscular volume (MCV) is 70 fl; MCH is 25 pg; MCHC 30 %; RDW is 17 %; blood smear : anisopoikilocytosis, hypochromic microcyter; Fecal occult blood test : positive result; Serum iron 8 mg/dl; TIBC 450 mg/dl; Saturation 1,1 %; Ferritin 10 mg/dl 1.2. Langkah Analisis Kasus

Klarifikasi Istilah : 1. Weakness 2. Epigastric pain 3. Rheumatoid arthritis 4. Antacid 5. NSAIDs 6. Cheilitis = inflammation of the lips 7. Koilonychias = spoon finger dystrophy of the fingernails 8. MCV = to know quantitatively the size of RBC 9. MCH = to know quantitatively the shape RBC

10.MCHC 11.RDW 12.Anisocytosis = variation of red blood cells size ( qualitatively ) 13.Poikilocytosis = variation of red blood cells shape ( quantitatively ) 14.Lymphadenopathy 15.Hypochromic microcyter = Small RBC with less staining 16.Poikilocytosis = variation of size 17.Fecal occult blood Identifikasi Permasalahan : 1. A, 60 YO male w/ chief complaint of weakness 2. He had history of : a. Chronic epigastric pain and using antacid to relieve the symptomps b. Having Rheumatoid Arthritis since 5 YA and always taken NSAIDs 3. Physical Examination result : a. General Appearance : pale and fatigue b. HR = 94x/min. ; RR = 24x/min. ; Temp. = 36,8 C ; BP = 110/60 mmHg c. Liver and Spleen unpalpable d. No lymphadenopathy e. Epigastric pain f. Cheilitis ( + ) g. Koilonychias ( + ) 4. Laboratory test result :

a. Hb = 5,0 gr/dl b. MCV = 70 fl c. MCH = 25 d. MCHC = 30 % e. RDW = 17 % f. Blood smear : anisopoikilocytosis, hypochromc microcyter g. Fecal Occult Blood Test : Positive Analisis Permasalahan : 1. What is cause and mechanism of the weakness ? ( esp. in this case ) 2. What is the physiology of blood ? a. Hematopoiesis b. Destruction c. Function d. Blood regulation in geriatry 3. What is the correlation of gender and age with his condition ? ( prevalence ) 4. What is the cause and mechanism chronic epigastric pain? Relation to his condition now ? 5. What is the cause and mechanism of Rheumatoid Arthritis ? relation to his condition now ? 6. What is the interpretation and mechanism of PE ? 7. What are the correlation of PE result with his condition ? 8. What is the interpretation and mechanism of Laboratory test ? 9. What are the correlation of PE result with his laboratory test ?

10.What is the differential diagnosis ? 11.What is the diagnosis ? 12.What is the Therapy or management ? 13.What is the prognosis ? 14.What is the compilication ? 15.What is the prevention and patient education ? 16.What is the follow up / rehabilitation that may be need for this patient ? Hipotesis Tuan A, 60 Tahun mengalami lemah dan lesu Karena menderita anemia defisiensi besi ( ADB )

Bab II Pembahasan dan Analisa Kasus 2.1. Patogenesis dan Patofisiologi Penyakit Pada kasus ini pasien berumur 60 tahun seorang pria - dimana fungsi tubuh dan kerja alat tubuh telah mengalami penurunan akibat proses penuaan -, pasien datang dengan keluhan lemah serta lesu. Berdasarkan riwayat penyakitnya beliau menderita rheumatoid arthritis sejak 5 tahun yang lalu, untuk medikasinya dipergunakan golongan obat anti inflamasi non-steroid (NSAIDs). Penggunaan jangka panjang NSAIDs ( selama 5 tahun ) diduga memiliki kaitan dengan keluhan nyeri pada epigastrium yang dialami oleh pasien. Secara bekerja menghambat siklooksigenase walaupun spesifik penting dengan asam terutama memberikan terhadap Dengan ( COX satu terdapat terhadap dalam umum, tidak NSAIDs selektif enzim ) NSAIDs jenis

secara

enzim COX -

yang berperan memodulasi proinflamasi konversi menjadi lambung protektif lambung. sintesis

senyawa-senyawa arakidonat dalam efek mukosa

menghambat

prostaglandin.

Prostaglandin,

terhambatnya

prostaglandin terjadi peningkatan kerentanan mukosa terpajan agresivitas asam lambung maupun senyawa iritan lain ( dengan asumsi bahwa asam lambung merupakan penyumbang terbesar dalam proses iritasi mukosa lambung ). Hal ini dikarenakan sifat prostaglandin yang membantu meningkatkan suplai nutrisi dan oksigen ke daerah mukosa lambung sehingga turnover dari sel-sel itu sendiri akan berlangsung optimal. Selain dari sensasi sensoris saraf saraf lambung, pada

epigastrium nyeri dapat disebabkan oleh struktur lain seperti limpa, pancreas maupun jantung yang mengalami iskemia/infark di bagian inferior. Selain NSAIDs, Rheumatoid arthritis mungkin memegang peranan dalam proses perjalanan penyakit yang dialami pasien. Dalam keadaan imunitas tubuh yang sangat reaktif seperti dalam keadaan inflamasi dan infeksi, akan dikeluarkan senyawa laktoferrin. Senyawa ini dilepaskan atas stimulasi IL-1 dan TNF alpha, dan efek terhadap fungsi hematologi yang paling signifikan adalah menurunnya jumlah besi yang terikat dengan transferrin. Hal ini disebabkan struktur laktoferrin yang serupa dengan transferrin, sehingga akan terjadi kompetisi antara laktoferrin dengan transferrin. Nantinya besi yang terikat pada laktoferrin akan terakumulasi dalam sistem retikuloendotelial, namun tidak efektif dalam pemanfaatannya pada proses eritropoiesis. Namun pada kasus ditemukan bahwa cadangan besi dalam tubuh menurun, dan ini tidak sesuai dengan mekanisme yang diterangkan walaupun tetap ada kemungkinan bahwa proses ini mendahului proses lain pada pasien ini. Pemakaian jangka panjang NSAIDs selain menyebabkan nyeri kronis pada epigastrium juga dapat memicu timbulnya ulkus pada lambung, dapat terlihat melalui tes uji darah samar feses, ditemukan hasil positif. Tes ini menunjukkan adanya perdarahan pada saluran cerna dalam jumlah yang minimum sehingga tidak dapat tampak secara kasat mata. konsekuensinya jika berlangsung dalam waktu lama adalah kehilangan darah kronis. Kehilangan darah kronis akan mengurangi kadar besi yang tersimpan dalam tubuh karena salah satu komponen sel darah merah adalah besi dan dalam proses sekuestrasi besi ini akan digunakan ulang dalam proses pembentukan sel darah merah. Jumlah asupan besi yang mungkin inadekuat dan kehilangan besi yang berlebihan akan terjadi pada kasus ini, sehingga pada akhir proses perjalanan penyakit akan ditemukan jumlah simpanan besi yang berkurang. Pada kasus juga disertakan riwayat pemakaian antacid, golongan antacid terutama berespons terhadap peningkatan kadar keasaman lambung. Pada kasus, penggunaan antacid berespons terhadap nyeri yang dirasakan sehingga semakin menguatkan dugaan bahwa aggressor utama dalam kasus ini adalah asam lambung yang meningkat dan/atau faktor protektif mukosa yang terganggu sehingga iritan

yang dalam jumlah normal tidak mengakibatkan apapun dapat bermanifestasi sebagai sebuah gangguan pada pasien ini. Selain menunjukkan adanya hubungan antara penyakit terdahulu dengan kondisi saat ini, pemakaian antacid juga dapat mengganggu penyerapan berbagai zat-zat gizi dan senyawa obat-obatan lain. Ferrum merupakan salah satu unsur yang dapat terganggu dalam proses penyerapnnya, dikarenakan ferrum membutuhkan lingkungan asam untuk direduksi dan diabsorbsi oleh sel mukosa usus. Sehingga dari sini dapat dijelaskan adanya hubungan tidak langsung pada pemakaian antasid dan kaitannya dengan asupan ferrum yang berkurang.

2.2. Diagram Patofisiologi dan Patogenesis serta Kerangka Berpikir Berdasarkan penjelasan sebelumnya, diketahui adanya hubungan yang tidak langsung terhadap riwayat penyakit terdahulu serta pemakaian obat, berikut adalah diagram perjalanan dan patofisiologi penyakit yang merangkum hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya :

A, 60 YO with RA

prolong used of NSAIDs

Mucosal stomach irritation Fecal Occult blood + Gastriti s &/ ulcus Antacid used : Decrease of iron

T5-9 pain sensati Afferent sympathi c

Chroni c blood loss Koilonychias, cheilitis, dysfagia, mucosal Decrease RBC production Hemoglobi Iron deficient state condition ( erythropoiesis inoptimal )

Fe serum < Ferritin Serum < Stored iron used, reserve decrease TIBC > Saturation

RBC Quality

Anisopoikilo cytosis

Peripheral vasoconstrict ion Pale Disorder of mioglobin, cytochrome,gly cerophosphat Oxydase

Tissue Demand of Oxygen > Metabolism changed anaerobic > Accumulatio n of lactic acid Heart pump faster, increase of breath rate Fatigu e

BAB III Diagnosis, Diagnosis Banding dan Tatalaksana 3.1. Diagnosis Banding Anemia defisiensi Besi Anemia MCV MCH Elektroforesis Hb Besi Serum TIBC Saturasi transferin Besi Sumsum tulang Protoporfirin eritrosit Serum feritin Target sel Basophilic stippling Ringan-berat N + + Anemia Karena penyakit kronik Ringan /N /N N N + Trait Thalasemia Ringan Hb A2 dan Hb.F N/ N/ + kuat N Anemia Sideroblastik Ringan-berat /N /N N N/ N/ + dan cincin sideroblast N -

Anemia defisiensi besi pada negara tropis erat kaitannya dengan investasi parasit dalam saluran cerna terutama jenis cacing tambang ( Ancylostoma sp.) perbedaanya ada pada menifestasi dyspepsia ( murni tanpa induksi obat ), glandula parotis yang bengkak, kulit tangan yang kuning seperti jerami serta eosinophilia pada hamper semua investasi parasit. Namun pada kasus ini anemia defisiensi besi disebabkan oleh perdarahan kronis yang berasal dari ulkus peptikum.

3.2. Diagnosis

3.2.1. Anamnesis, Interpretasi Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium serta Penunjang Anamnesis : Berdasarkan Anamnesis didapatkan bahwa pasien menderita Rheumatoid Arthritis, menggunakan NSAIDs dan Antasid. Untuk patofisiologi dan kaitan kasus dapat dilihat pada pembahasan di bab sebelumnya. Hal yang mungkin perlu ditambahkan : 1. Asupan gizi per hari terutama untuk penghitungan kebutuhan kadar besi 2. Adanya penyakit lain yang berhubungan 3. Penggunaan obat-obatan atau senyawa lain Pemeriksaan Fisik : Normal Pucat dan lemah HR 60-100 x/minute 16-24 x/minute 36,5-37.5 0 C 120/80 mmHg (-) palpable Hasil + 90 x/minute 24 x/minute 36,8 0C 110/60 mmHg (-) palpable + + + Interpretasi Anemia Normal/meningkat

RR

Normal batas atas

Temperature BP

Normal Normal

Liver & spleen Lymphadenop athy Epigastric pain Cheilitis Koilonichias

Normal Normal Adanya gangguan GIT ( ulkus )

Defisiensi besi berkurangnya deposit Fe di epitel Defisiensi besi berkurangnya deposit Fe pada pembentukan kuku

Penemuan lain yang mungkin didapatkan : 1. Atrofi papil lidah 2. Stomatitis angularis 3. Dysfagia 4. Pica pada kondisi defisiensi berat 5. Tinnitus, mata berkunang kunang 6. Kerentanan terhadap infeksi yang meningkat Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang Lain : Normal Hemoglobi n MCV MCH MCHC 14-18 g/dl 80-95 fl 27-34 32-36 Blood smear Normochromic normocyter Fecal occult blood Serum iron Ironbinding capacity Saturation Hasil 5,8 g/dl 70 fl 25 30% Anisocytosis Hypochrome microcyter Poikylocytosi s + Interpretasi Anemia Anemia mikrositik Anemia mikrositik, hipokromik Anemia hipokromik, talasemia Retikulositosis, pasca tranfusi Penurunan Hb, anemia, talasemia Hemolisis, stimulasi sumsum tulang Perdarahan saluran.cerna

50-150 g/dl 250-370 g/dl

8 g/dl 450 g/dl

Penurunan kadar besi serum Meningkat akibat berkurangnya jumlah Fe sehingga Transferrin meningkatkan kapasitas pengikatannya Penurunan tingkat kejenuhan kadar besi yang terikat oleh transferin Penurunan cadangan zat besi dalam tubuh yang diperlukan untuk pembentukan Hb

20-45 %

1,7 %

Ferritin

15-400 g/L

10 g/L

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan ( opsional ) :

1. Pemeriksaan protoporfirin menunjukkan peningkatan akibat peningkatan akumulasi protoporfirin IX 2. Pemeriksaan sumsum tulang ( sesuai indikasi ) menunjukkan hasil hyperplasia normoblastik dan cadangan besi / hemosiderin negatif 3.2.2. Hasil Diagnosis dan Paparan Diagnosis Kerja : Pada kasus ini pasien A, Pria, 60 tahun dinyatakan menderita anemia defisiensi besi disertai Gastropati OAINS. Anemia Defisiensi Besi Merupakan anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoisis, karena cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Proses metabolisme besi di dalam tubuh dan pemanfaatannya dalam eritropoiesis :

Konsumsi manusia per hari membutuhkan sekitar 1-2 mg besi, jumlah ini setara dengan besi yang hilang pula per harinya, karena itu sering sekali terjadi kekurangan besi akibat jumlah asupan yang inadekuat maupun kehilangan yang berlebihan, besi dalam makanan ada yang berbentuk heme maupun non heme. Untuk besi non heme akan langsung diserap oleh mukosa usus dalam bentuk hemin, yang nantinya akan dioksidasi menjadi ferric bebas dan porfirin dan selanjutnya akan dimetabolismeseperti besi non heme. Sedangkan untuk besi non heme akan absorbs oleh mukosa usus setelah sebelumnya direduksi oleh ferric reductase dan bantuan asam amino, vitamin C dan asam lambung lalu akan ditranspor oleh transporter DMT-1 ke dalam sel enterosit, didalam sel inilah besi akan disimpan dalam bentuk ferritin atau dilepas oleh transporter basolateral. Selanjutnya akan dirubah kembali dalam bentuk ferric oleh hephaestin,sebuah ferooksidase, dan lalu akan diikat oleh transferrin dan dibawa ke system Retikuloendotelial maupun Sumsum tulang eritroid. Didalam proses pembentukan Heme, Besi akan berikatan dengan Protoporfirin IX untuk membentuk heme, jika jumlah protoporfirin IX ini meningkat maka hal ini disebabkan tidak adanya Fe yang berikatan dengan protoporfirin.

o Epidemiologi Merupakan anemia yang paling sering dijumpai terutama di Negaranegara tropik, oleh karena sangat berkaitan erat dengan taraf sosial ekonomi dan higienitas. Wanita > laki-laki Indones afrika Amerika ia latin Laki-laki dewasa 16-50% 6% 3% Wanita tak hamil 25-48% 20% 17-21%

Wanita hamil o Etiologi System reproduksi Diet Fisiologis Saluran Cerna

46-92%

60%

39-46%

menorrhagia vegans hanya konsumsi sayur-sayuran hamil, masa pertumbuhan 1. Perdarahan : karena ulkus peptikum, esophagitis, hiatus hernia, esophageal varices, IBD, Hemoroid, Carcinoma, Angiodisplasia, hereditary Hemoragic telangiectasia 2. malabsorbsi : celiac disease, atrophic gastritis o Klasifikasi Derajat Defisiensi Besi - deplesi besi( iron depleted state): cadangan besi menurun tetapi penyediaan besi untuk eritropoiesis belum terganggu - eritropoiesis defisiensi besi: cadangan besi kosong, penyediaan besi terganggu, tapi belum anemia secara laboratorium - Anemia defisiensi besi: cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi besi o Faktor risiko - Usia: balita, masa pertumbuhan, wanita post menopausal, usia tua - Sex: wanita>laki-laki - Reproduksi: menorrhagia - Penurunan nafsu makan - Diet vegans - Kurangnya asupan besi - Obat-obatan: aspirin (NSAID) - Ginjal hematuria o Manifestasi Klinis a. Gejala umum anemia: jika Hb < 7-8 g/dl - badan lemah dan lesu - cepat lelah - mata berkunang-kunang - telinga berdenging ( tinnitus ) - pucat b. Gejala khas defisiensi besi - koilonychias(kuku sendok, rapuh, bergaris vertical, cekung) - atrofi papil lidah(licin dan mengkilap) - Stomatitis angularis - difagia - atrofi mukosa gaster akhloridia - pica ( makan bahan tak lazim )

: : : :

Sindrom Plummer Vinson/Sindrom Paterson Kelly: Kumpulan gejala yang terdiri dari: anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil, disfagia c. Gejala penyakit dasar contoh: cacing tambang dyspepsia, parotis bengkak, kulit telapak tangan kuning seperti jerami; kanker kolon perdarahan kronik 3.3. Tatalaksana Penyakit Kompetensi : ???? Kausal: obati penyebab perdarahan pada kasus ini perdarahan kemungkinan disebabkan oleh ulkus pada lambung karena penggunaan NSAID sehingga bisa kita berikan obat-obatan untuk mengatasi ulkus seperti: antasida, koloid bismuth, sukralfat, Prostaglandin( mengurangi asam lambung, dan meningkatkan produksi mucus bikarbonat), ARH2, PPI/Proton Pump inhibitor (menghambat kerja enzim K+H+ATPase yang memecah K+H+ATP sehingga menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam HCl dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung). Untuk mengatasi nyeri pada RA kita bisa mengganti penggunaan NSAID (ex:aspirin) dengan menggunakan parenteral NSAID, karena dengan terapi tersebut risiko untuk terjadi ulkus dan erosi pada traktus gastroentistinal lebih minimal. ataupun dengan menggunkan NSAID oral yang bersalut agar efek GIT minimum. Namun sebaiknya pada kasus ini diadakan konsultasi lebih lanjut dengan ahli rheumatologi mengenai obat yang dapat diberikan untuk Rheumatoid Arthritis tanpa menimbulkan efek traktus gastrointestinal, serta dapat diberikan bersamaan dengan preparat besi Anemia defisiensi besi preparat besi Terapi besi per oral: preparat fero sulfat adalah yang paling sering digunakan, mengandung 67 mg besi dalam tiap tablet 200 mg. Diberikan secara oral saat keadaan perut kosong dalam dosis berjarak sedikitnya 6 jam. Terapi besi oral harus diberikan cukup lama untuk mengoreksi anemia dan untuk memulihkan cadangan besi tubuh, yang biasanya memberikan hasil setelah penggunaan sedikitnya selama 6 bulan ( umumnya dosis menengah ) Besi parenteral: besi-sorbitol-sitrat diberikan sebagai injeksi intramuskuler dalam yang berulang, sedangkan ferri hidroksida sukrosa (venofer) diberikan melalui injeksi intra vena lambat/infus.

-

Karena ada kemungkinan bisa terjadi reaksi hipersensitivitas/ anafilaktoid, maka besi parenteral hanya diberikan jika dianggap perlu untuk memulihkan besi secara cepat : Kehamilan tua Pasien yang mengalami hemodialisis Terapi eritropoietin/jika pemberian besi oral tak efektif Intoleransi konsumsi besi secara oral Gangguan pada traktus gastrointestinalis Bobot perhitungannya adalah sbb. : Besi yang diinjeksi (mg ) = ( 15 x Hb / g % / ) x BB ( kg ) x 3 Penggunaan Preparat besi mungkin menimbulkan rasa sakit ataupun tidak nyaman pada traktus Gastrointestinal, untuk mengurangi efek samping ini dapat digunakan tablet bersalut enterik atau preparat lain yang tersedia. Sementara penggunaan sediaan besi aprenteral memiliki efek samping : 1. Local : sakit pada tempat injeksi, gangguan pewarnaan kulit, nodus limfatikus mungkin terasa nyeri selama beberapa minggu, muka memerah ( flushing ), rasa logam ketika mengecap 2. Sistemik : a. Cepat : hipotensi, nyeri kepala, malaise, urticaria, nausea, reaksi anafilaktoid b. Lambat : Limfadenopati, myalgia, artralgia, demam Terapi Tambahan : 1. Pemberian suplemen vitamin C ( 3x100 mg ) untuk membantu penyerapan besi 2. Diet : makanan bergizi tinggi dan diusahakan banyak mengonsumsi daging hewani, hati, jus jeruk serta mengurangi konsumsi makanan yang mampu mengikat besi seperti sereal, susu dan teh 3. Transfusi PRC jika terdapat indikasi gangguan hemodinamika 3.4. Komplikasi Komplikasi umum anemia meliputi gagal jantung, parestesia dan kejang. Pada setiap tingkat anemia pasien dengan penyakit jantung cenderung lebih besar kemungkinannya mengalami angina atau gejala gagal jantung kongesif dari pada seseorang yang tidak mempunyai penyakit jantung. Namun pada kasus ini tidak ditemui komplikasi. Komplikasi pengobatan menjadi salah satu yang menjadi pusat perhatian, pasien dapat mengalami gangguan GIT yang lebih bermakna dengan penyediaan preparat besi oral dan dapat juga terjadi reaksi anafilaktik maupun hemosiderosis akibat pemberian besi secara intravena/ parenteral. 3.5. Prognosis

Dubia ad bonam, Tidak ditemukan adanya keadaan yang mengarah pada komplikasi, walaupun begitu usia yang lanjut dan adanya penyakit inflamasi kronis dapat menjadi sebuah pertimbangan prognosis pasien. 3.6. Rehabilitasi dan Preventif upaya pencegahan efektif untuk menanggulangi AKB adalah dengan pola hidup sehat dan upaya-upaya pengendalian faktor penyebab dan predisposisi terjadinya AKB yaitu berupa penyuluhan kesehatan, memenuhi kebutuhan zat besi pada masa pertumbuhan cepat, infeksi kronis/berulang pemberantasan penyakit cacing dan fortifikasi besi.

Referensi 1. Hillman RS, Ault KA. Iron Deficiency Anemia. Hematology in Clinical Practice. A Guide to Diagnosis and Management. New York; McGraw Hill, 1995 : 72-85. 2. Lanzkowsky P. Iron Deficiency Anemia. Pediatric Hematology and Oncology. Edisi ke-2. New York; Churchill Livingstone Inc, 1995 : 35-50. 3. Nathan DG, Oski FA. Iron Deficiency Anemia. Hematology of Infancy and Childhood. Edisi ke-1. Philadelphia; Saunders, 1974 : 103-25. 4. Recht M, Pearson HA. Iron Deficiency Anemia. Dalam : McMillan JA, DeAngelis CD, Feigin RD, Warshaw JB, penyunting. Oskis Pediatrics : Principles and Practice. Edisi ke-3. Philadelphia; Lippincott William & Wilkins, 1999 : 1447-8. 5. Schwart E. Iron Deficiency Anemia. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, Penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-16. Philadelphia ; Saunders, 2000 : 1469-71. 6. Bakta, I.M ., 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC. 7. Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta : EGC. 8. Weiss, G.,Goodnough, L.T., 2005. Anemia of Chronic Disease.Nejm, 352 : 1011-1023. 9. Dunn, A., Carter, J., Carter, H., 2003. Anemia at the end of life: prevalence, significance, and causes in patients receiving palliative care. Medlineplus. 26:1132-1139.