“PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus...

61

Transcript of “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus...

Page 1: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa
Page 2: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

“PEDAGOGIK” JURNAL ILMU KEPENDIDIKAN KOPERTIS WILAYAH I

SUMATERA UTARA

Dewan Redaksi :

Pelindung : Koordinator Kopertis Wilayah I Aceh Sumatera Utara

Prof. Dian Armanto, M.Pd., MA., M.Sc., Ph.D.

Pembina : Sekretaris Pelaksana : Dr. Mahriyuni, M.Hum.

Kabag. Umum : Rahmayati, SH., MAP.

Kabid. Kelembagaan dan Sist. Informasi : M. Rajali, SH.

Kabid. Akademik, Kemahasiswaan dan

Ketenagaan : Heriyanto, S.Sos.

Ketua Pengarah : Dr. Ahmad Laut Hasibuan, M,Pd. (Univ. Muslim Nusantara Al Washliyah)

Sekretaris : Drs. Sorgang Siagian, M.Pd. (Universitas Darma Agung)

Ketua Penyunting : Drs. Edward, M.Si. (Universitas Quality)

Sekretaris : Drs. Hidayat, M.Ed. (Univ. Muslim Nusantara Al Washliyah)

Bendahara : Dra. Sukmawarti, M.Pd. (Univ. Muslim Nusantara Al Washliyah)

Anggota 1 Prof. Dr. Tagor Pangaribuan, M.Pd. (Univ. HKBP Nommensen P. Siantar)

2. Prof. Dr. Abdul Murad, M.Pd. (Universitas Islam Sumatera Utara)

3. Prof. Dr. Alesyanti, MH.,M.Pd. (Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara)

4. Dr. Firmansyah, M.Si. (Univ. Muslim Nusantara Al Washliyah)

5. Drs. Yusmin Siahaan, M.Si. (STKIP Riama)

6. Drs. M. Ayyub Lubis, M.Pd., Ph.D. (Univ. Muslim Nusantara Al Washliyah)

7. Drs. Anderson Situngkir, M.Pd. (Universitas Quality)

8. Drs. Daniel Sitanggang, SE. (STIE Teladan)

Disainer/Illustrator: Hendra Armayadi, ST (Staf Kopertis Wilayah I)

Sirkulasi : Drs. Mat Sofyan

Pairin

Page 3: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

ii

Prakata

Pedagogik merupakan jurnal ilmiah dalam bidang Ilmu Kependidikan Kopertis Wilayah I (Sumatera

Utara) Pedagogik terbit dua kali setahun (bulan Mei dan November) untuk menyahuti kebutuhan para

pedidik dan praktisi dalam rangka mempublikasikan karya ilmiah (artikel) berupa, telaah kritis, hasil

penelitian atau resensi buku.

Setiap penerbitannya Pedagogik menerima artikel dari kalangan dosen, guru dan praktisi pendidikan,

dan juga menawarkan berlangganan jurnal kepada khalayak. Untuk berlangganan kami mintakan bapak/ibu

mengisi formulir yang telah disediakan. Untuk keterangan lebih lanjut hubungi sdr. Hidayat (081265544833)

atau email [email protected].

Medan, November 2016 Penyunting

Page 4: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

iii

Pedoman Untuk Penulis

Jurnal ilmu kependidikan PEDAGOGIK adalah publikasi ilmiah yang terbit setiap semester (2 kali dalam

setahun, yaitu pada bulan Mei dan November) dan menerima setiap tulisan ilmiah di bidang kependidikan,

baik laporan penelitian (original article/ research paper), makalah ilmiah (review paper) berupa olah fikir

maupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

bahasa Indonesia dan terdapat di dalamnya bahasa asing, maka bahasa asing tersebut ditulis dengan Italic

style (cetak miring).

Pengiriman makalah

Makalah yang dikirimkan untuk dimuat dalam Jurnal Ilmu Kependidikan Kopertis Wilayah I Sumatera

Utara belum pernah dipublikasikan dan tidak dikirimkan ke penerbitan lain pada waktu yang bersamaan.

Naskah dikirim dalam bentuk print out sebanyak rangkap 2 (dua), dan dalam bentuk soft copy pada CD,

serta diketik dengan mengunakan Microsoft Word for Windows.

Persiapan teknis makalah

Naskah diketik pada kertas 8,5 11" (letter), dengan batas tepi (margin) 1", font: Times New Roman,

besar huruf (font size) 12 point dan menggunakan spasi rangkap 2 (dua) (double space). Setiap naskah

dimulai dari judul, abstrak dan kata kunci (key words), teks keseluruhan, daftar pustaka, (jika ada tabel dan

gambar dapat disisipkan langsung setelah teks yang bersesuaian). Nomor halaman dicantumkan secara

berurutan dimulai dari halaman judul pada sudut sebelah tengah bawah.

Judul

Judul (halaman pertama) harus mencakup judul artikel yang dibuat sesingkat mungkin, spesfik

informatif; b) nama dan perguruan tinggi, nama departemen/ jurusan dan lembaga;

Abstrak dan kata kunci

Halaman kedua memuat abastrak yang tidak terstruktur dan tidak lebih dari 200 kata yang ditulis dalam

bahasa Indonesia dan Inggris. Abstrak laporan penelitian harus berisikan latar belakang, tujuan penelitian,

metode, hasil dan kesimpulan. Abstrak dibuat singkat, informatif dengan menekankan aspek baru dan

penting dari laporan penelitian. Kata kunci dicantumkan di bawah abstrak pada halaman yang sama paling

banyak 3 kata.

Teks

Teks makalah laporan penelitian dibagi dalam beberapa bagian dengan judul sebagai berikut:

Pendahuluan (Introduction), Metode (Methods), Hasil (Result) dan Diskusi (Discussion). Uraikan teknik

statistika secara rinci pada metode untuk memudahkan para pembaca memeriksa kembali hasil yang

dilaporkan. Teks makalah ilmiah dibagi dalam Pendahuluan, Isi, Pembahasan, dan Simpulan.

Biodata Penulis

Penulis diharapkan mengisi biodata berupa nama, alamat, nomor telepon. HP, nomor faksimile, dan

alamat email penulis untuk korespondensi.

Daftar Pustaka

Daftar pustaka ditulis sesuai dengan cara penulisan APA Style dan hanya mencantumkan kepustakaan

yang dipakai dan relevan. Hindarkan penggunakan abstrak sebagai rujukan. Rujukan yang telah diterima

suatu jurnal tetapi belum dipublikasikan harus ditambahkan perkataan “in press”.

Page 5: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

iv

Naskah yang diterima redaksi akan dibahas oleh pengasuh dan redaksi berhak memperbaiki susunan

bahasa tanpa mengubah isinya. Penggunakan istilah asing sedapat mungkin dihindari atau disertai

terjemahan penjelasannya. Usulan perbaikan naskah (terutama menyangkut substansi) akan disampaikan

kepada penulis yang bersangkutan.

Naskah dikirim ke:

Hendra Armayadi Sahputra, ST

d/a Kantor Kopertis Wilayah I

Jln. Setia Budi Tanjung Sari Medan 20132

Telepon 8214878 – 8210360 Fax

Atau

Drs. Hidayat, M.Ed Drs. Edward, M.Si.

d/a Universitas Muslim Nusantara Alwashliyah d/a. Universitas Quality

Jln. Garu II No. 93 Medan 20147 Jln. Jamin Ginting Kaban Jahe

Telepon: (061) 7867044 Fax: 7862747

Email: [email protected]

Page 6: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

v

Daftar Verifikasi Makalah (Manuscripts Checklist)

Sebelum sejawat mengirimkan naskah kepada Jurnal Ilmu Kependidikan Kopertis Wilayah I Sumatera Utara, mohon bantuan untuk mengisi daftar verifikasi makalah di bawah ini untuk mengkaji item-item yang diperlukan, dan harap lampirkan 1 copy daftar tersebut yang sudah sejawat isi bersama naskah yang akan dikirim. Terima kasih atas bantuannya.

No. Keterangan Tanda

1 Naskah asli beserta 1 (satu) copy dan dalam bentuk soft copy pada CD

2 Naskah diketik dalam 1 (dua) spasi pada kertas berukuran kuarto dan margin 2,5 cm

3 Pada halaman judul tuliskan judul makalah, nama lengkap para penulis serta institusi masing-masing an alamat lengkap penulis utama

4 Nama dan alamat korespondensi secara lengkap, nomor teleponm faksi,ile, termasuk alamat email

5 Abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris, serta kata kunci (keywords)

6 Teks, tabel, gambar dan foto dibuat pada halaman baru dan terpisah

7 Naskah laporan penelitian terdiri dari pendahuluan, metode, hasil dan diskusi serta ucapan terima kasih. Naskah laporan kasus terdiri dari pendahuluhan, riwayat kasus, pembahasan dan kesimpulan. Sedangkan naskah makalah ilmiah dibagi dalam pendahuluan, isi, pembahasan, dan kesimpulan..

8 Daftar pustaka ditulis sesuai menurut aturan APA Style sesuai dengan pedoman untuk penulis, teliti kembali cara penulisan. Dalam naskah rujukan ditulis menggunakan angka Arab dalam tanda kurung. Hanya rujukan yang digunakan ditulis dalam Daftar Pustaka

* Beri tanda untuk verifikasi makalah yang akan dikirimkan kepada Jurnal Ilmu Kependidikan Kopertis

Wilayah I Sumatera Utara. Semua penulis sudah membaca naskah akhir yang berjudul :

................................................................................................................................................................................

................................................................................................................................................................................

................................................................................................................................................................................ Dan menyetujui untuk dipublikasikan ke Jurnal Ilmu Kependidikan Kopertis Wilayah I Sumatera Utara. ......................................., ...................................... 20..... tanda tangan penulis utama ________________________ (Nama Jelas)

Page 7: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

vi

DAFTAR ISI PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TEKNIK DISKUSI TERHADAP PENGEMBANGAN KECERDASAN MENGATASI KESULITAN (ADVERSITY QOUTIENT) SISWA KELAS XI SMA NEGERI 6 BINJAI TAHUN AJARAN 2016/2017 Nur Asyah Harahap dan Ria Jumaina (Dosen Kopertis Wilayah I dpk FKIP UMN Al Washliyah dan Mahasiswa UMN Al Washliyah) ...... 126 – 134

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN EXPLICIT INSTRUCTION PADA SISWA KELAS VII1 SMP NEGERI 1 BARUS UTARA TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Hisar Marbun (Guru SMP Negeri 1 Barus Utara Kabupaten Tapanuli Tengah) ........................................................ 135 – 143

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN PENGENALAN KONSEP BILANGAN PADA ANAK KELOMPOK A TK AL QUBA MEDAN Nuraina dan Darajat Rangkuti (Mahasiswa FKIP UMN Al Washliyah dan Dosen FKIP UMN Al Washliyah) ..................................... 144 – 151

GURU MAHIR MEMBINA PRAMUKA Hidayat (Dosen Kopertis Wilayah I dpk FKIP Universitas Muslim Nusantara Al Washliyah) ........................... 152 – 155

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INDOSESIA DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN PAKEM PADA SISWA KELAS VII A SMP NEGERI 2 SIRANDORUNG TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Lahuddin Lubis (Guru SMP Negeri 2 Sirandorung Kabupaten Tapanuli Tengah) ....................................................... 156 – 166

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA BERBANTUAN GEOBOARD 6 Elfira Rahmadani (Dosen FKIP Universitas Asahan) ...................................................................................................... 167 – 175

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENERAPKAN METODE INKUIRI PADA SISWA KELAS IX A MTs NEGERI PINANGSORI KECAMATAN PINANGSORI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Samson Panggabean (Guru MTs Negeri Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah) ............................................................. 176 – 185

UPAYA PENGENALAN VOCABULARY BAHASA INGGRIS ANAK USIA DINI KELOMPOK B MELALUI BERNYANYI DI RA ULUMUL QUR’AN MEDAN Noni Marlina dan Faqih Hakim Hasibuan (Mahasiswa FKIP UMN Al Washliyah dan Dosen FKIP UMN Al Washliyah) ..................................... 186 – 195

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VII MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DI SMP NEGERI 2 SATU ATAP ANDAM DEWI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Wannef (Guru SMP Negeri 2 Satu Atap Andam Dewi Kabupaten Tapanuli Tengah) ..................................... 196 – 209

GURU PAUD TERAMPIL MENDESAIN ASESMEN PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI Sukmawarti dan Nurhidayah (Dosen Kopertis Wilayah I dpk FKIP UMN Al Washliyah) ................................................................. 210 – 213

Page 8: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

vii

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN SOSIAL EMOSIONAL MELALUI PERMAINAN EGRANG BATOK PADA ANAK KELOMPOK B DI TK NEGERI PEMBINA STABAT Sari Suhrainia Haris dan Umar Darwis (Mahasiswa FKIP UMN Al Washliyah dan Dosen FKIP UMN Alwashliyah) ........................................ 214 – 224

IBM PEMBELAJARAN OPERASI BILANGAN DI SD TUNAS HARAPAN DENGAN PERMAINAN DOMINO BILANGAN Siti Khayroiyah, Saipul Bahri, dan Mimi Istia (Dosen FKIP UMN Alwashliyah) ......................................................................................................... 225 – 228

Page 9: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

186

UPAYA PENGENALAN VOCABULARY BAHASA INGGRIS ANAK USIA DINI

KELOMPOK B MELALUI BERNYANYI DI RA ULUMUL QUR’AN MEDAN

Noni Marlina1) dan Faqih Hakim Hasibuan2)

1) Mahasiswa FKIP UMN Al Washliyah dan 2) Dosen FKIP UMN Al Washliyah

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengenalan vocabulary Bahasa Inggris

anak usia dini kelompok B melalui bernyanyi di RA Ulumul Qur’an Medan.

Jenis penelitian ini menggunakan metode PTK (Penelitian Tindkan Kelas)

dengan melaksanakan 2 siklus melalui 4 tahapan. Subjek pada penelitian ini

adalah seluruh anak kelompok B di RA Ulumul Qur’an Medan yang berjumlah

20 orang anak. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan dokumentasi

yang dilakukan langsung terhadap seluruh anak RA Ulumul Qur’an Medan.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pengenalan vocabulary Bahasa Inggris

anak melalui bernyanyi untuk setiap aspek meningkat dari siklus I ke siklus II

Dalam mengucapkan vocabulary Bahasa Inggris dengan jelas melalui bernyanyi

anak mencapai sebesar 38.75% menjadi 92.5%, melafalkan vocabulary Bahasa

Inggris dengan jelas melalui bernyanyi sebesar 36.25% menjadi 90%, mengingat

vocabulary Bahasa Inggris yang didengar melalui bernyanyi sebesar 33.75%

menjadi 90%, menyimak vocabulary Bahasa Inggris dengan bernyanyi sebesar

37.5% menjadi 88.75%, dan berekspresi menyanyikan lagu dalam berbahasa

inggris mencapai sebesar 35% menjadi 87.5%. Hal ini menunjukan bahwa

adanya peningkatan vocabulary Bahasa Inggris anak melalui bernyanyi.

Kata Kunci: Vocabulary Bahasa Inggris, Bernyanyi

Pendahuluan

Bahasa untuk anak usia dini adalah merupakan alat komunikasi yang sangat penting dalam

kehidupan anak dan berfungsi sebagai alat untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan kepada

orang lain, dan juga sebagai alat untuk memahami perasaan dan pikiran orang lain. Bahasa juga

suatu kemampuan individu dalam menciptakan sejumlah kalimat bermakna yang menjadikan

bahasa sebagai upaya yang kreatif. Dan juga suatu rangkaian vocabulary yang sesuai dengan

aturan bahasa yang berupa keterampilan berbahasa seperti berbicara, mendengar, menyimak dan

dapat dicapai dengan penguasaan vocabulary yang memadai.

Berkembangnya bahasa anak akan bertambahnya pula perbendaharaan kata atau

vocabularyanak usia dini itu sendiri. Mengajarkan pengenalan vocabulary Bahasa Inggris pada

anak melalui proses belajar disekolah sebaiknya dikenalkan sejak dini, karena usia dini masa

keemasan dimana segala sesuatu dapat diserap dengan mudah dan cepat. Bahasa memiliki

pandangan bahwa semakin dini anak belajar Bahasa Inggris, semakin mudah anak menguasai

bahasa itu serta mempermudah anak-anak memperoleh bahasa tanpa banyak kesukaran

dibandingkan dengan orang dewasa.

Page 10: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

187

Pengenalan vocabulary Bahasa Inggris anak usia dini dapat dilakukan dilembaga pendidikan

prasekolah seperti lembaga pendidikan anak usia dini. Dengan demikian pengenalan vocabulary

Bahasa Inggris dapat membantu anak dalam meningkatkan pemahamannya sehingga

memudahkannya dalam mengetahui vocabulary seperti nama-nama benda yang berupa buah-

buahan, anggota tubuh, anggota keluarga dan nama-nama benda lainnya.

Pembelajaran Bahasa Inggris dipendidikan anak usia dini bukan merupakan keharusan

ataupun mutlak. Pembelajaran Bahasa Inggris di pendidikan anak usia dini hanya untuk mengenal

dan penambahan perbendaharaan vocabulary. Namun beberapa sekolah menerapkan

pembelajaran Bahasa Inggris untuk perkembangan bahasa anak, selain itu pembelajaran Bahasa

Inggris juga sebagai salah satu kegiatan yang menjadi program unggulan ataupun tambahan di

sekolah tertentu.

Namun kenyataannya berdasarkan pengamatan peneliti di RA Ulumul Qur’an Medan, bahwa

perbendaharaan vocabulary Bahasa Inggris anak masih kurang memadai dan masih banyak anak

yang sulit untuk mengucapkan vocabulary bahasa inggris secara aktif dan benar. Anak kurang

mampu mengungkapkan suatu hal dengan baik dan benar mengingat pengenalan Berbahasa

Inggris anak kurang terutama dalam penguasaan vocabulary. Bahkan ada yang tidak berani

berbicara sama sekali, padahal kemampuan berbicara ini sangat penting bagi anak. Anak cepat

merasa bosan dan kurang tertarik untuk mengikuti kegiatan pembelajaran dalam mengenal

vocabulary Bahasa Inggris. Permasalahan yang terjadi meliputi: (1) keterampilan mengucapkan

vocabulary Bahasa Inggris anak masih sangat terbatas,(2) Pebendaharaandalam vocabulary

Bahasa Inggris anak masih sangat kurang ,(3) Keterampilan berbicara anak dalam Bahasa Inggris

masih sangat kurang bahkan ada sebagian anak yang tidak bicara sama sekali,(4)Kurangnya anak

dalam mendengarvocabulary Bahasa Inggris, (5) kurangnya anak dalam menyimak vocabulary

Bahasa Inggris.

Banyak hal yang perlu di perhatikan agar pengenalan pembelajaran vocabulary Bahasa

Inggris pada anak sesuai dengan tututan yang hendak dicapai, dan agar anak mau ikut aktif dalam

pembelajaran yang menarik dangan menyenangkan harus disiapkan untuk merangsang keaktifan

anak.diantaranya dalam sistem pembelajaran harus menggunakan dan mengoptimalkan berbagai

macam strategi dan metode agar dapat berhasil melakukan perbaikan bahasa anak khususnya

vocabulary.

Salah satu teknik pembelajaran untuk pengenalan vocabulary Berbahasa Inggris adalah

melalui bernyanyi, memberikan suatu situasi belajar yang santai dan informal, bebas dari

ketegangan dan kecemasan namun terarah. Dalam bernyanyi anak dilibatkan dan dituntut untuk

aktif dalam mengungkapkan pikiran, perasaan dan suasana hatinya dan dapat menambah

perbendaharaan nyanyian anak. Kamtini (2005:1198) mengungkapkan bahwa “Bernyanyi adalah

kegiatan musik yang fonda mental, karena anak dapat mendengar melalui indranya sendiri,

menyuarakan tinggi rendahnya nada dan irama musik dengan suaranya sendiri.” Bagi anak

bernyanyi merupakan kegiatan yang menyenangkan dan juga sebagai alat bagi anak untuk

mengungkapkan pikiran dan perasaannya.

Rumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini adalah apakah pengenalan vocabulary Bahasa Inggris anak usia dini

kelompok B dapat ditingkatkan melalui bernyanyi di RA Ulumul Qur’an Medan?

Page 11: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

188

Kajian Teori

Perkembangan bahasa anak usia dini merupakan alat komunikasi yang penting bagi manusia

oleh karna itu bahasa sebagai alat untuk mengungkapkan pikiran, perasaan maupun keinginan

bagi manusia kepada orang lain. Bahasa juga memberikan kontribusi yang besar pada

perkembangan anak usia dini. Menurut pendapat Suhartono (2005:8) bahwa “Bahasa merupakan

rangkaian bunyi yang melambangkan pikiran, perasaan, serta sikap manusia”.Bahasa anak

mempunyai pengertian yaitu bahasa yang dipakai oleh anak untuk menyampaikan keinginan,

pikiran, harapan, permintaan, untuk kepentingan kepribadian oleh anak usia dini.

Penguasaan bahasa asing menjadi suatu kebutuhan dalam kehidupan seperti sekarang ini dan

masa mendatang. Bahasa asing yang paling banyak di minta adalah Bahasa Inggris. Namun,

tampaknya Bahasa Inggris tetap menempati urutan pertama, kareana memang peminatnya

banyak dan berasala dari berbagai golongan. Menurut Haviva (2013:107) bahwa “sesuai dengan

tingkatannya, minimal seorang anak sudah mampu mengingat 2000 vocabulary atau kata umum

yang sering digunakan”.

Vocabulary adalah komponen penting yang digunakan dalam bahasa. Menurut pendapat

Suyanto (2008:43), Vocabulary (kosa kata) merupakan kumpulan kata yang dimiliki oleh suatu

bahasa dan memberikan makna,pada umumnya anak lebih cepat belajar kata-kata atau vocabulary

bila digunakan dengan bernyanyi seperti dalam mengenal berupa buah-buahan, anggota keluarga,

mengenal warna, mengenal anggota tubuh, dan mengenal angka pada anak usia dini.

Pembelajaran vocabulary Bahasa Inggris lebih baik bila berkaitan dengan dunia anak, agar mudah

diperaktekan untuk berkomunikasi pada anak usia dini.

Tujuan pengenalan vocabulary Bahasa Inggris adalah: (1) Memberikan kemampuan

pengenalan vocabulary Bahasa Inggris pada anak usia dini melalui bernyanyi. (2) Untuk

mengembangkan kemampuan keterampilan berpikir rasional dengan mendengar langsung melalui

suara atau bunyi nyanyian kepada anak dalam pengenalan vocabulary Bahasa Inggris. (3) Untuk

mengembangkan kemampuan atau mengelaburasi dengan keterampialan nyanyian dalam

pengenalan vocabulary Bahasa Inggris.

Pembelajaran pengenalan vocabulary Bahasa Inggris untuk anak usia dini merupakan

mencakup dua pengenalan bahasa yang berupa keterampilan menyimak (listening),dan

keterapilan berbicara (speaking), (suyanto, 2008:23). Keterampilan bahasa ini disajikan secara

terpadu, seperti apa yang terjadi dalam kehidupan anak sehari-hari.

Periode paling sensitif terhadap bahasa dalam kehidupan seseorang adalah antara umur dua

sampai tujuh tahun. Segala macam aspek dalam berbahasa harus diperkenalkan kepada anak

sebelum masa sensitif ini berakhir. Pada periode sensitif ini sangat penting diperkenalkan cara

berbahasa yang baik dan benar, karena keahlian ini sangat berguna untuk berkomunikasi dengan

lingkungannya

Berdasarkan teori tersebut adalah tepat jika Bahasa Inggris mulai diperkenalkan kepada anak

sedini mungkin. Mengingat Bahasa Inggris merupakan bahasa asing pertama di indonesia, maka

proses pembelajarannya harus dilakukan secara bertahap. Pemilihan materi yang sesuai dengan

Page 12: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

189

usia anak dan juga efektif untuk berkembangan kognitif bahasa anak serta situasi belajar yang

menyenangkan haruslah menjadi perhatian utama dalam berhasilnya suatu proses pembelajaran.

Di sisi lain perlu dipahami bahwa anak usia dini adalah usia bermain. Setiap anak adalah

pribadi yang unik dan dunia bermain merupakan kegiatan yang serius namun mangasyikkan bagi

mereka. Maka pendekatan yang tepat perlu diciptakan oleh seorang pendidik agar proses

pembelajaran Bahasa Inggris lebih menarik dan menyenangkan tanpa meninggalkan kaidah-

kaidah bahasa yang benar. Pada umumnya tujuan tersebut adalah supaya anak dapat memahami

cara berbahasa yang baik dan benar, berani mengungkapkan ide atau pendapatnya dan dapat

berkomunikasi dengan lingkungannya.

Dalam pembelajaran bahasa inggris banyak metode dan teknik yang dapat digunakan

diantaranya melalui singing (nyanyian) karena pada hakikatnya lagu nyanyian adalah menyusun

suara dalam unsur kombinasi dan hubungan tempo untuk menghasilkan komposisi yang

mempunyai kesatuan dan kesinambungan. Jadi lagu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

dipisahkan dan dapat dipergunakan sebagai sarana dalam proses pembelajaran. Karena dalam

melakukan kegiatan belajar anak diajak untuk melakukan dan memperagakan suatu gerakan yang

sesuai dengan makna lagu yang dinyanyikan.

Bernyanyi pada anak usia dini merupakan kegiatan yang sangat erat kaitannya dengan dunia

anak. Menurut Masitoh (2004:113), sejak lahir anak secara biologis sudah dilengkapai dengan

kesenangan untuk merespon suara-suara orang. Bayi merespon musik secara berirama jauh

sebelum mereka berusia seahun. Hal ini mengisyaratkan kepada kita bahwa bernyanyi merupakan

bakat yang bersifat alamiah, yang dimiliki serta dibutuhkan oleh setiap individu.

Bernyanyi merupakan kegiatan musik yang fundamental karena anak dapat mendengar

melalui indranya, serta dapat menyuarakan beragam nada dan irama musik. Dengan melibatkan

anak dalam kegiatan menyanyi bersama secara tidak langsung kita telah memberikan pengalaman

yang menyenangkan kepada mereka.

Menurut Masitoh (2004:115) bahwa “anak dapat mengungkapkan nyanyiannya secara bebas,

maka diperlukan beberapa kemampuan dasar musik yaitu kemampuan mendengar, kemampuan

memperagakan kemampuan beraktivitas”. Kegiatan bernyanyi itu sendiri memiliki banyak

manfaat bagi pekembangan anak, diantaranya seperti mengurangi rasa cemas, menibulkan rasa

percaya diri, menumbuhkan kreativitas anak serta berbagai salahsatu untuk mengungkapkan

emosi, dan perasaan.

Satu hal yang perlu diperhatikan oleh guru adalah bahwa setiap anak memiliki kemampuan

mendengar, bernyanyi dan berkreativitas yang berbeda. Anak bernyanyi menurut cara dan

gagasan mereka sendiri. Dengan keterbatasan yang dimilikinya, anak akan bebas pula

mengungkapkan emosi, perasaan dan kreativitasnya melalui bernyanyi serta dapat menumbuhkan

rasa senang dan gembira dalam bermusik. Dalam hal ini dibutuhkan strategi yang tepat dan

kreativitas guru dalam merancang pembelajaran dengan media yang tepat dan menyenagkan bagi

anak tanpa ada kejenuhan dan kebersamaan dalam belajar.

Salah satu cara mengajarkan vocabulary Bahasa Inggris kepada anak usia dini adalah dengan

menggunakan nyanyian atau lagu sebagai medianya. Sejalan dengan keberadaan seorang anak

yang senag menyanyi dan bergerak maka gerak dan lagu adalah salah satu pendekatan yang

Page 13: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

190

sangat tepat jika digunakan sebagai sarana dalam menyanyikan proses pembelajaran vocabulary

Bahasa Inggris pada anak usia dini. Menyanyikan proses pembelajaran yang menarik dan

menyenangkan bagi anak dengan tidak meninggalkan kaidah berbahasa inggris yang baik dan

benar.

Pada hakikatnya bagi anak-anak adalah sebagai bahasa emosi, dimana dengan nyanyian anak

dapat mengungkapkan perasaan, rasa senang, lucu, kagum haru, bahasa nada, karena nyanyian

dapat didengar, dapat dinyanyikan dan dikomunikasikan. Bahasa gerak, gerak pada nyanyian

tergambar pada iramabirama, pada irama dan pada melodi. Nyanyian dan musik digunakan

sebagai teknik dalam proses pembelajaran vocabulary bahasa inggris. Musik yang memiliki

berbagai kandungan elemen didalamnya dapat dijadikan salah satu bentuk fasilitas untuk

mengembangkan dan kemampuan kognitif anak. Untuk itu, lagu-lagu berbahasa inggris dapat

membantu para guru untuk menciptakan pembelajaran yang aktif, inovatif dan menyenangkan.

Banyak keuntungan yang diperoleh anak dalam bernyanyi dalam meningkatkan kemampuan

bahasa anak. Adapun keuntungan mengajarkan vocabulary Bahasa Inggiris dengan bernyanyi

adalah: (1) akan memotivasi anak untuk lebih senang mempelajari vocabulary Bahasa Inggris.(2)

anak menjadi senang dan lebih muda dalam memahami materi ajar yang disampaikan.(3) dapat

menumbuhkan minat anak untuk lebih senang dan giat belajar bahkan dapat memudahkan anak

dalam memahami materi ajar yang di sampaikan. (4) anak dibuat senang, tidak bosan dan tertarik

dalam mengikuti pembelajaran.

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Adapun

prosodur penelitian yang dilakukan terbagi dalam perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi

dan refleksi. Desain penelitian dapat digambarkan pada bagan berikut :

Gambar I. Model Kemmis dan Mc Taggart (dalam Ari kunto, 2006:97)

Page 14: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

191

Tempat penelitian ini di RA Ulumul Qur’an Medan. Waktu penelitian pada semester genap

Tahun Ajaran 2015-2016. Subjek penelitian ini adalah anak-anak yang berada di kelas B pada

usia 5-6 tahun di RA Ulumul Qur’an medan 2015-2016 yang berjumlah 20 orang anak, yang

terdiri dari 9 anak laki-laki dan 11 anak perempuan. Objek penelitian ini adalah pengenalan

vocabulary Bahasa Inggris anak usia dini melalui bernyanyi.

Variabel dalam penelitian ini adalah Vocabulary Bahasa Inggris anak usia dini. Sedangkan

indikator pengenalan Vocabulary Bahasa Inggris adalah: 1) Anak dapat mengucapkan vocabulary

Bahasa Inggris dengan jelas melalui bernyanyi; 2) Anak dapat melafalkan vocabulary Bahasa

Inggris dengan nyanyian baik dan benar; 3) Anak mampu mengingat ketika bernyanyi dengan

vocabulary Bahasa Inggris; 4) Kemampuan anak menyimak vocabulary Bahasa Inggris dengan

bernyanyi; dan 5) Anak dapat berekspresi ketika menyanyikan lagu dalam berbahasa inggris.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa lembar observasi. Aktivitas

yang dijaring dalam pedoman observasi ini berupa aktivitas guru yaitu memberikan pembelajaran

bernyanyi terhadap anak. Aktivitas anak yaitu bernyanyi dengan menggunakan vocabulary

Bahasa Inggris.

Pada penelitian tindakan kelas ini digunakan analisis deskriptif. Untuk mengetahui persentase

perkembangan vocabulary bahasa inggris yang diperoleh anak dalam kegiatan belajar digunakan

rumus sebagai berikut :

P = 𝑓

n 𝑥100% (Sudjana, 2004:43)

Keterangan:

P = Persentase perkembangan anak

𝑓 = Jumlah anak yang mengalami perubahan

n = Jumlah seluruh anak dalam kelas

Kriteria keberhasilan tindakan adalah 75% anak mencapai taraf perkembangan sesuai

harapan.

Hasil Penelitian

Siklus I

Pengenalan vocabulary Bahasa Inggris anak melalui kegiatan bernyanyi dalam siklus I dapat

dilihat pada gambar berikut

Page 15: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

192

Gambar 2. Vocabulary Bahasa Inggris anak pada Siklus I

Dari hasil persentase penilaian di atas terlihat bahwa pengenalan vocabulary Bahasa Inggris pada

setiap indikatornya masih jauh dari hasil yang diharapkan. Oleh karna itu dilihat dari Pada

indikator dalam mengucapkan vocabulary Bahasa Inggris melalui bernyanyi, anak mencapai

38.75%. Anak masih didapat kesulitan dalam mengucapkan vocabulary Bahasa Inggris melalui

bernyanyi. Pada indikator melafalkan vocabulary Bahasa Inggris dengan nyanyian baik dan

benar, anak mencapai 36.25%. Anak masih didapat kesulitan dalam melafalkan vocabulary

Bahasa Inggris dan belum bisa menyesuaikan vocabulary yang di kenalnya, minsalnya dalam

mengenal warna, bentuk buah-buahan, semangka, appel, papaya. Pada indikator dalam mengingat

vocabulary Bahasa Inggris yang didengar melalui bernyanyi, anak mencapai 33.75%. Anak hanya

bisa mengingat vocabulary Bahasa Inggris yang sering di nyanyikan di sekolah seperti

mengnalkan warna merah, kuning, biru, putih, hitam. Dan masih belum bisa mengingat

vocabulary Bahasa Inggris dengan gambar seperti buah-buahan mengenal warna,angka dengan

berbahasa Inggris yang telah diajarkan guru. Pada indikator dalam menyimak vocabulary Bahasa

inggris dengan bernyanyi, anak mencapai 37.5%. Hanya sebagian anak yang bisa menyimak

vocabulary Bahasa Inggris pada saat kegiatan bernyanyi. Pada indikator dalam berekspresi ketika

menyanyikan lagu dengan berbahasa Inggris, anak mencapai 35%. Hanya sebagian anak yang

bisa berekspresi pada saat menyanyikan lagu dengan berbahasa inggris, dan ada anak yang diam

saja melihat temannya pada saat bernyanyi. Oleh karena itu anak perlu bimbingan dalam

melakukan kegiatan bernyanyi dalam berbahasa Inggris tersebut.

Pada siklus I menunjukan hasil yang masih kurang memuaskan, dengan rata-rata persentase

36%. Berdasarkan hasil observasi pada siklus I akan dilakukan perbaikan-perbaikan yang

diharapkan dapat meningkat pengenalan vocabulary Bahasa Inggris anak melalui bernyanyi

menjadi lebih baik lagi. Hasil refleksi pada siklus I yaitu: masih terdapat anak yang belum bisa

mengucapkan vocabulary Bahasa Inggris dengan jelas melalui bernyanyi, dan ada anak yang

diam saja dan belum aktif dalam melafalkan vocabulary Bahasa Inggris dengan bernyanyi, ada

0.0%

10.0%

20.0%

30.0%

40.0%

50.0%

60.0%

70.0%

80.0%

90.0%

100.0%

MB MM BSH BSB

SIKLUS I

Siklus I

Page 16: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

193

anak yang lambat dalam mengingat vocabulary Bahasa Inggris tetapi pinter dalam mengucapkan

vocabulary Bahasa Inggris yang didengar pada saat bernyanyi, dan ada anak yang cepat

mengingat vocabulary Bahasa Inggris minsalnya dalam bentuk mengingat warna, angka dalam

berbahasa inggris. Melalui kegiatan bernyanyi, guru dapat memotivasi anak agar dapat lebih aktif

dan bersemangat dalam melakukan kegiatan bernyanyi, guru juga dapat memberikan reword

kepada anak dengan tepuk tangan, memberi gambar bintang dan warna yang lebih tertarik sebagai

penghargaan kepada anak.

Siklus II

Pengenalan vocabulary Bahasa Inggris anak pada pada siklus II dapat dilihat pada gambar

berikut :

Gambar 4.3 Vocabulary Bahasa Inggris Anak pada Siklus II

Berdasarkan gambar di atas dapat diuraikan capaian perkembangan pengenalan vocabulary

Bahasa Inggris anak pada setiap indikatornya adalah dalam mengucapkan vocabulary Bahasa

Inggris melalui bernyanyi, anak mencapai 92.5%. Anak dalam mengucapkan vocabulary Bahasa

Inggris melalui bernyanyi sudah mulai meningkat dan sudah mulai bisa dalam membedakan

warna dengan berbahasa Ingris. Pada indikator melafalkan vocabulary Bahasa Inggris dengan

nyanyian baik dan benar, anak mencapai 90%. Anak sudah mulai bisa melafalkan vocabulary

Bahasa Inggris, seperti melafalkan angka 1-10 dengan berbahasa Inggris, melafalkan warna buah-

buahan. Pada indikator dalam mengingat vocabulary Bahasa Inggris yang didengar melalui

bernyanyi, anak mencapai 90%. Anak sudah mulai bisa mengingat vocabulary Bahasa Inggris

0.0%

10.0%

20.0%

30.0%

40.0%

50.0%

60.0%

70.0%

80.0%

90.0%

100.0%

MB MM BSH BSB

SIKLUS II

Siklus II

Page 17: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

194

yang sering di nyanyikan di sekolah dan sudah mulai bisa mengingat vocabulary Bahasa Inggris

dengan gambar seperti buah-buahan dengan berbahasa inggris, warna buah-buahan yang telah

diajarkan guru, minsalnya bentuk gambar buah papaya, apel, semangka. Pada indikator dalam

menyimak vocabulary Bahasa inggris dengan bernyanyi, anak mencapai 88.75%. Semua anak

sudah bisa menyimak vocabulary Bahasa Inggris pada saat kegiatan bernyanyi. Pada indikator

dalam berekspresi ketika menyanyikan lagu dengan berbahasa Inggris, anak mencapai 87.5%.

Anak sudah mulai bisa berekspresi pada saat menyanyikan lagu dengan berbahasa Inggris, dan

anak dapat mengembangkan vocabulary Bahasa Inggris dengan mengepresikan nyanyian yang

telah didengar melalui media gambar yang telah dibuat.

Berdasarkan proses pelaksaan pada siklus II sudah mengalami peningkatan dalam proses

pembelajaran dan kelemahan yang ada pada siklus I dapat diatasi dengan baik. Hasil yang

diperoleh anak pada siklus II ini juga mengalami peningkatan. Hal ini dapat terlihat dari

meningkatnya persentase rata-rata yaitu pada siklus I mencapai 36% menjadi 89.5% pada siklus

II. Berdasarkan analisis refleksi diatas, tindakan pada siklus II ini dikatakan berhasil dengan

dibuktikannya persentase pengenalan vocabulary Bahasa Inggris anak yang lebih meningkat

dibandingkan dengan sebelumnya.

Melalui pembelajaran dengan bernyanyi, hasil belajar anak dan aspek perkembangan anak

dapat ditingkatkan khususnya pada pengenalan vocabulary Bahasa Inggris anak. Berdasarkan

hasil penelitian setelah diberikan tindakan pada siklus I mulalui pembelajaran kegiatan bernyanyi

dimana guru mengenalkan warna, bentuk-bentuk buah-buahan sesuai dengan yang dinyanyikan

dalam berbahasa Inggris, pemahaman kepada anak tentang pengenalan vocabulary, seperti cara

mengucapkan benda yang berupa buah-buahan, melafalkannya, mengingat, menyimak, dan cara

berekspresi ketika bernyanyi dalam berbahasa Inggris.

Berdasarkan hasl observasi selama berlangsunnya kegiatan pembelajaran pengenalan

vocabulary Bahasa Inggris anak kelompok B RA ulumul Qur’a Medan melalui bernyanyi terlihat

bahwa pengalaman belajar anak menjadi semangat dan termotivasi dalam belajar. Guru dapat

memotivasi anak dengan memberikan pujian melalui tepuk tangan, memberikan banyak gambar

bintang, memberikan permen bagi anak yang bisa dalam mengucapkan vocabulary Bahsa Inggris

baik dan benar agar anak tersebut dapat lebih aktif dalam belajar.

Simpulan dan Saran

Secara khusus dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Kegiatan bernyanyi dapat meningkatkan pengenalan vocabulary Bahasa Inggris anak

kelompok B di RA Ulumul Qur’an Medan.

2. Pembelajaran dengan menggunakan kegiatan bernyanyi juga mampu mengasah kecerdasan

berpikir anak dan emosi anak yang berhubungan dengan berintraksi dengan orang lain,

karena kegiatan ini dapat dilakukan bersama-sama.

3. Pembelajaran melalui kegiatan bernyanyi juga mampu mengasah kecerdasan berpikir, bahasa,

sosial emosional, serta motorik anak dalam mencapai perkembangan yang optimal.

Berdasarkan simpulan di atas disarankan kepada guru agar memiliki berbagai keterampilan

dan kreativitas dalam mengajarkan vocabulary Bahasa inggris melalui bernyanyi.

Page 18: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

195

Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Masitoh. 2004. Strategi Pengembanagan lagu sebagai media pendidikkan karakter anak usia dini

TK. Jakarta: Universitas Terbuka.

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Suhartono. 2005. Pengembangan bahasa anak. Jakarta: Gramedia

Suyanto, kasihani. 2008. English for young leaners. Jakarta: Bumi Aksara.

Page 19: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

126

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TEKNIK DISKUSI

TERHADAP PENGEMBANGAN KECERDASAN MENGATASI

KESULITAN (ADVERSITY QOUTIENT) SISWA

KELAS XI SMA NEGERI 6 BINJAI

TAHUN AJARAN 2016/2017

Nur Asyah Harahap1) dan Ria Jumaina2)

1)Dosen FKIP UMN Al Washliyah dan 2)Mahasiswa FKIP UMN Al Washliyah

Abstrak

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah Untuk mengetahui adanya

pengaruh layanan bimbingan kelompok teknik diskusi terhadap kecerdasan

mengatasi kesulitan (Adversity Qoutient) siswa kelas XI SMA N 6 Binjai T.A

2016/2017.

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan design pre-test dan post-

test. Layanan Bimbingan Kelompok Teknik Diskusi merupakan variabel bebas

(X), sedangkan Kecerdasan Mengatasi Kesulitan (Adversity Quotient) merupakan

variabel terikat (Y). Teknik analisis data dalam penelitian ini dengan

menggunakan angket pada pre test dan post test sebanyak 24 butir setelah

divaliditaskan dan reliabilitaskan dengan menggunakan rumus product moment.

Untuk dapat mengetahui nilai rata-rata siswa pada saat sebelum diberikan

layanan (pre test) adalah dengan mencari nilai rata-rata (mean): 63,4, dan nilai

standart deviasi : 3,43. Kemudian setelah diberikan layanan (post test) terjadi

peningkatan dengan nilai rata-rata (mean): 86,5, dan nilai standart deviasi 4,03.

Berdasarkan hasil Uji t yang dilakukan dapat diperoleh thitung = 13,91, dengan σ =

0,05 dan n = 10-1= 9, dan daftar, ttabel = 2,262. Dari data tersebut terlihat bahwa

thitung > ttabel (13,91>2,262), maka Hipotesis dapat diterima artinya ada pengaruh

yang signifikan pemberian layanan bimbingan kelompok dengan teknik diskusi

terhadap pengembangan kecerdasan mengatasi kesulitan (Adversity Qoutient)

siswa kelas XI SMA N 6 Binjai T.A 2016/2017.

Kata Kunci : Layanan bimbingan kelompok, tehnik diskusi, pengembangan kecerdasan

Pendahuluan

Pendidikan merupakan dasar yang paling penting dalam kehidupan sebuah bangsa karena

dengan pendidikan dapat memajukan dan mensejahterakan kehidupan bangsa. Pendidikan sendiri

sesungguhnya sudahlah didapatkan sejak manusia dilahirkan yaitu pendidikan yang didapatkan

dari kedua orang tua. Anak adalah generasi penerus bangsa yang memiliki potensi, yang dapat

berkembang seiring pertumbuhan dan perkembangannya. Untuk itu, diharapkan generasi penerus

bangsa sebagai sumber daya manusia yang cerdas dan berkarakter.

Kemahiran siswa dalam menghadapi kesulitan dan tantangan hidup ini yang disebut dengan

Adversity Qoutient (AQ). Hal ini menunjukkan bahwa IQ dan EQ kurang menjamin dan

menentukan kesuksesan seseorang. Oleh karena itu AQ dapat menjembatani antara IQ dan EQ

seseorang. AQ merupakan kecerdasan yang melatar belakangi kesuksesan seseorang.

Page 20: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

127

Adversity Qoutient (AQ) adalah kecerdasan dan kemampuan dalam mengatasi kesulitan dan

menghadapi tantangan hidup. Adversity Qoutient merupakan faktor paling penting dalam meraih

kesuksesan. Dengan AQ ini individu dapat mengubah hambatan menjadi peluang karena

kecerdasan ini merupakan penentu sejauh mana individu mampu bertahan dalam menghadapi dan

mengatasi kesulitan.

Kenyataan yang ditemui dilapangan berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah

peneliti lakukan dengan guru Bimbingan dan Konseling beserta guru di SMA N 6 Binjai.

Memberikan gambaran bahwa masih banyak siswa yang kurang mengembangkan kecerdasan

mengatasi kesulitan (AQ) ketika mengalami permasalahan dalam proses pembelajaran.

Layanan bimbingan kelompok merupakan suatu cara memberi bantuan (bimbingan) kepada

individu (siswa) melalui kegiatan kelompok. “Dalam layanan bimbingan kelompok, aktivitas, dan

dinamika kelompok harus diwujudkan untuk membahas berbagai hal yang berguna bagi

pengembangan dan pemecahan masalah individu (siswa) yang menjadi peserta layanan”.

Melalui bimbingan kelompok tekhnik diskusi dapat mendorong siswa untuk berdialog dan

bertukar pendapat agar siswa dapat terdorong untuk berpartisipasi secara optimal, dengan

mengikuti azas-azas dan tahap-tahap yang ada dan telah disepakati bersama. Hal ini

memungkinkan dalam membantu peserta didik dalam mengatasi kesulitan baik dalam belajar

maupun dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga siswa dapat memecahkan dan mengambil

keputusan yang tepat terhadap permasalahan atau kesulitan yang dialaminya.

Pengembangan kecerdasan mengatasi kesulitan (Adversity Qoutient) dapat dilakukan melalui

layanan bimbingan kelompok teknik diskusi. Bimbingan kelompok tehnik diskusi yang dipilih

oleh peneliti diharapkan dapat mengembangkan kecerdasan mengatasi kesulitan (Adversity

Qoutient) karena dianggap lebih efektif dan efisien.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah ada Pengaruh Layanan Bimbingan

Kelompok Tekhnik Diskusi Terhadap Pengembangan Kecerdasan Mengatasi Kesulitan (Adversity

Qoutient) Siswa Kelas XI SMA Negeri 6 Binjai Tahun Ajaran 2016/2017”.

Manfaat penelitian yang diharapkan adalah (1)Bagi Peserta didik memperoleh wawasan

tentang layanan bimbingan kelompok tekhnik diskusi yang dapat membantu siswa dalam

mengembangkan kecerdasan dalam menghadapi kesulitan baik dalam belajar maupun dalam

pengambilan keputusan yang tepat dalam menghadapi masalah dan tantangan hidup. (2) Bagi

Guru, Penelitian ini sangat bermanfaat bagi guru-guru disekolah khususnya guru bimbingan dan

konseling yang dapat menambah wawasan dan bahan pertimbangan untuk lebih meningkatkan

layanan bimbingan kelompok tekhnik diskusi di sekolah sehingga siswa mampu mengembangkan

kecerdasan dalam mengatasi kesulitan (Adversity Qoutient). (3) Bagi Sekolah, Penelitian ini

diharapkan dapat meningkatkan kualitas sekolah sehingga perlu ditingkatkannya program

bimbingan konseling oleh guru BK yang bekerjasama dengan wali kelas dan guru-guru di

sekolah. Agar dapat membantu siswa dalam mengembangkan kecerdasan dalam mengatasi

kesulitan (Adversity Qoutient)nya sehingga siswa mampu dan sukses untuk mengatasi masalah

atau kegagalan dalam belajar dan tantangan dalam hidup. (4) Bagi Peneliti, Untuk menambah

pengetahuan khususnya mengenai pengaruh layanan bimbingan kelompok dengan teknik diskusi

terhadap pengembangan kecerdasan dalam mengatasi kesulitan (Adversity Qoutient) sehingga

Page 21: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

128

dapat menambah wawasan peneliti untuk kemudian hari dalam bekerja sebagai konselor dan juga

saat menjadi guru BK di sekolah.

Kajian Pustaka

Pengertian Layanan Bimbingan Kelompok

Bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan yang diberikan dalam suasana kelompok.

Menurut Gadza (dalam Prayitno, 2004:309) menyatakan bahwa “bimbingan kelompok disekolah

merupakan kegiatan informasi kepada sekelompok siswa untuk membantu mereka menyusun

rencana dan keputusan yang tepat”.

Menurut Tohirin (2011: 170) “Layanan bimbingan kelompok merupakan suatu cara

memberikan bantuan (bimbingan) kepada individu (siswa) melalui kegiatan kelompok”.

Kelompok yang ideal jumlah anggota antara 8-10 orang (Tohirin:176)

Dari pengertian bimbingan kelompok diatas, dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok

adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang saling berinteraksi dimana

pemimpin kelompok atau narasumber menyediakan informasi-informasi untuk membantu

individu mencapai perkembangannya secara optimal sesuai dengan kemampuan bakat, minat,

serta mencegah timbulnya masalah pada siswa dan mengembangkan potensi siswa yang

bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari baik sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat.

Tujuan Layanan Bimbingan Kelompok

Prayitno (2012 :150-151) menyatakan bahwa: Tujuan layanan bimbingan kelompok

dikelompokkan menjadi dua tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Secara umum, layanan

bimbingan kelompok bertujuan untuk mengembangkan kemampuan bersosialisasi, khususnya

kemampuan berkomunikasi peserta layanan(siswa). Secara khususnya, layanan bimbingan

kelompok bertujuan untuk mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan, dan

sikap yang menunjang diwujudkannya tingkah laku yang lebih efektif, yaitu meningkatkan

kemampuan berkomunikasi baik verbal maupun non verbal para siswa.

Manfaat Bimbingan Kelompok

Menurut Sukardi (2008: 67) mengatakan manfaat bimbingan kelompok adalah :

1. Diberikan kesempatan yang luas untuk berpendapat dan membicarakan berbagai hal yang

terjadi disekitarnya.

2. Memiliki pemahaman yang obyektif, tepat dan cukup luas tentang berbagai hal yang mereka

bicarakan.

3. Menimbulkan sikap yang positif terhadap keadaan diri dan lingkungan mereka yang

berhubungan dengan hal-hal yang mereka bicarakan dalam kelompok.

Teknik-teknik Bimbingan Kelompok

Penggunaan teknik dalam kegiatan bimbingan kelompok mempunyai banyak fungsi selain

lebih memfokuskan kegiatan bimbingan kelompok terhadap tujuan yang ingin dicapai tetapi juga

dapat membuat suasana yang terbangun dalam kegiatan bimbingan kelompok agar lebih

bergairah dan tidak cepat membuat siswa jenuh mengikutinya.

Page 22: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

129

Menurut Tohirin (2011:289-295) “beberapa jenis metode bimbingan kelompok yang bisa

diterapkan dalam pelayanan bimbingan kelompok adalah:

1) Program Home Room

2) Karyawisata

3) Diskusi Kelompok

4) Kegiatan kelompok

5) Organisasi Siswa

6) Sosiodrama

7) Psikodrama

8) Pengajaran Remedial

Pengertian Kecerdasan Mengatasi Kesulitan (Adversity Qoutient)

Dalam kamus Inggris-Indonesia (Echols & Shadily, 2007: 14) bahwa adversity mempunyai

arti kesengsaraan atau kemalangan, istilah kesengsaraan atau kemalangan dijelaskan dalam

kamus besar bahasa Indonesia sebagai menderita kesukaran, yang berarti adversity adalah

kesulitan, masalah atau ketidakberuntungan. Sedangkan quotient menurut kamus bahas Inggris

adalah derajat atau jumlah dari kwalitas spesifik/karakteristik atau dengan kata lain yaitu

mengukur kemampuan seseorang.

Menurut Stoltz (2000: 8) mengatakan “Kesuksesan seseorang ditentukan oleh kecerdasan

mengatasi kesulitan (Adversity Qoutient). Stoltz (2000: 9) juga mengatakan kecerdasan

mengatasi kesulitan (AQ) mempunyai tiga bentuk sebagai berikut:

1. Kecerdasan mengatasi kesulitan (AQ) adalah suatu kerangka kerja konseptual yang baru

untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan.

2. Kecerdasan mengatasi kesulitan (AQ) adalah suatu ukuran untuk mengetahui respon anda

terhadap kesulitan.

3. Kecerdasan mengatasi kesulitan (AQ) adalah serangkaian peralatan yang memiliki dasar

ilmiah untuk memperbaiki respon anda terhadap kesulitan.

Ciri-ciri Kelompok Kecerdasan Mengatasi Kesulitan (Adversity Qoutient)

Didalam merespon suatu kesulitan terdapat tiga kelompok tipe manusia ditinjau dari tingkat

kemampuannya (Stolz, 2000: 18-38).

1. Mereka yang Berhenti (Quitters)

Mereka yang berhenti adalah seseorang yang memilih untuk keluar, menghindari kewajiban,

mundur dan berhenti ketika dihadapkan pada kesulitan atau tantangan hidup.

2. Mereka yang Berkemah (Campers)

Pada awalnya orang-orang yang bertipe ini mempunyai tekad yang kuat untuk mendaki tetapi

di tengah perjalanan mereka berhenti. Dalam situasi sulit, mereka cepat mengakhiri

perjuangannya dan mencari tempat yang aman serta bersembunyi dari kesulitan. Tipe yang

demikian adalah orang cepat bosan meskipun mau mencoba.

3. Para Pendaki (Climbers)

Climbers atau si pendaki adalah sebutan untuk orang yang seumur hidupnya membaktikan

dirinya pada pendakian. Mereka mengetahui bagaimana perasaan gembira yang

Page 23: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

130

sesungguhnya, dan mengenalinya sebagai anugerah dan manfaat daripendakian yang

dilakukannya.

Menurut Stoltz (2000:140) mengatakan “ada empat dimensi yang menyusun kecerdasan

mengatasi kesulitan (AQ) seseorang yaitu CO2RE (control, origin dan ownership, reach,

endurance).

a. C = Control (Kendali)

C adalah singkatan dari “control” atau kendali. Control atau kendali berkaitan dengan

seberapa besar seseorang merasa mampu mengendalikan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya

dan sejauh mana individu merasakan bahwa kendali itu ikut berperan dalam peristiwa yang

menimbulkan kesulitan. Ciri-ciri pada dimensi ini adalah:

1) Kemampuan mengendalikan emosi

2) Bertahan menghadapi kesulitan

3) Tetap teguh dalam niat

4) Ulet dalam mencari penyelesaian

b. O = Origin dan Ownership (Asal usul dan Pengakuan)

O2 merupakan gabungan dari “origin” (asal usul) dan “ownership” (pengakuan). Origin dan

ownership menjelaskan siapa atau apa yang menjadi asal-usul kesulitan dan sampai sejauh mana

seseorang mengakui sebab-akibat kesulitan itu. Cirri-cirinya adalah:

1) Belajar dari kesalahan-kesalahan

2) Bertanggung jawab atas kesalahan

c. R= Reach(Jangkauan)

Reach yang berarti jangkauan merupakan bagian dari dimensi kecerdasan mengatasi kesulitan

(AQ) yang mempertanyakan sejauh manakah kesulitan akan menjangkau bagian-bagian lain dari

kehidupan manusia (individu). Cirri-cirinya adalah:

1) Menahan atau membatasi jangkauan kesulitannya.

2) Mencegah frustasi yang berkepanjangan

3) Siap menghadapi tantangan hidup

d. E= Endurance (Daya Tahan)

E atau Endurance (daya tahan) adalah dimensi terakhir pada kecerdasan mengatasi kesulitan

(AQ). Dimensi ini mempertanyakan dua hal yang berkaitan yaitu berapa lamakah kesulitan akan

berlangsung dan berapa lamakah penyebab kesulitan itu akan berlangsung. Semakin tinggi

kecerdasan mengatasi kesulitan (AQ) seseorang dalam dimensi ini, semakin besar kemungkinan

pula seseorang itu akan memandang kesuksesan sebagai sesuatu yang berlangsung lama atau

bahkan permanen. Cirri-cirinya adalah:

1) Kesulitan bersifat sementara

2) Tidak putus asa

3) Selalu optimis

4) Semangat mengahadapi masalah

Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Dalam

penelitian ini peneliti menggunakan desain Pre Eksperimental desain yang sering kali dipandang

Page 24: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

131

sebagai eksperimen yang tidak sebenarnya. Oleh karena itu, sering disebut juga dengan istilah

“quasi experiment” atau eksperiment pura-pura (Arikunto, 2013:123). Desain yang digunakan

dalam penelitian ini adalah menggunakan pre-test and post-test design. Menurut Arikunto

(2013:124) desain pre-test dan post-test design mempunyai pola sebagai berikut:

O1 X O2

Didalam desain ini dilakukan sebanyak dua kali yakni sebelum eksperimen dan sesudah

eksperimen. Penelitian yang dilakukan sebelum eksperimen (O1) disebut pre test dan sesudah

eksperimen (O2) disebut post test.

Adapun populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA N 6 Binjai tahun ajaran

2016/2017 sebanyak 40 siswa. Peneliti memilih kelas tersebut berdasarkan observasi dan

wawancara bersama guru BK bahwa kelas XI SMA Negeri 6 Binjai kurang mampu untuk

mengembangkan kecerdasan mengatasi kesulitan (adversity quotient) nya.

Jadi sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 10 orang berdasarkan data guru

BK dengan karakteristik sampel yang digunakan adalah siswa tersebut duduk di kelas XI-1 dan

memiliki kecerdasan mengatasi kesuliltan (adversity quotient) yang rendah.

Dalam hal ini penelitian yang dipakai adalah angket atau kueisoner (Questionnaires) untuk

memperoleh data. Uji Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan

atau kesahihan suatu instrument”(Arikunto, 2013:211).

Teknik analisis data yang diguakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan uji

selisih atau uji t yaitu melihat apakah ada peningkatan kecerdasan mengatasi kesulitan (adversity

quotient) setelah diberikan tindakan layanan bimbingan kelompok, dengan rumus sebagai berikut

:

t = 𝑀𝑑

√𝛴𝑥²𝑑

𝑁(𝑁−1)

Selanjutnya interprestasi harga t-test dalam kaitannya dengan pengujian hipotesis. Harga

rhitung dikonsultasikan dengan rtabel. Apabila rhitung lebih besar dari harga rtabel, maka layanan

bimbingan kelompok teknik diskusi dapat mengembangkan kecerdasan mengatasi kesulitan

(adversity quotient) siswa kelas XI SMA Negeri 6 Binjai Tahun Ajaran 2016/2017. Sebaliknya

apabila rhitunglebih kecil dari harga rtabel, maka layanan bimbingan kelompok teknik diskusi tidak

dapat mengembangkan kecerdasan mengatasi kesulitan (adversity quotient) siswa kelas XI SMA

Negeri 6 Binjai Tahun Ajaran 2016/2017.

Hasil Penelitian

Pelaksanaan uji coba angket dilaksanakan oleh peneliti pada bulan 20 Juni 2016. Uji coba

dilaksanakan di SMA Negeri 6 Binjai dikelas XI jumlah 40 orang siswa. Setelah angket

terkumpul, dilakukan analisis terhadap angket dengan cara membuat format berdasarkan skor-

skor yang ada pada setiap angketnya.

Page 25: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

132

Analisis Data Penelitian

Data Pre Test Kecerdasan Mengatasi Kesulitan (Adversity Qoutient)

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian dengan jumlah responden 10 orang

siswa, didapat skor tertinggi = 71 dan skor terendah = 59, dengan rata-rata = 63,4 dan standart

deviasi (SD) = 3,43.

Data Post Test Kecerdasan Mengatasi Kesulitan (Adversity Qoutient)

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian dengan jumlah responden 10 orang

siswa, didapat skor tertinggi = 92 dan skor terendah = 79, dengan rata-rata = 86,5 dan standart

deviasi (SD) = 4,03.

Uji Homogenitas

Dari hasil perhitungan pada lampiran pre test, uji kesamaan varians hasil test kedua sampel

adalah fhitung =1,37 harga ini berdasarkan dengan distribusi Ftabel pada taraf signifikan 𝛼 = 0,05

harga thitung disebanding ftabel = (fhitung < ftabel) atau (1,37 < 2,97). Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa data tersebut homogeny atau populasi dapat memiliki varians yang homogen.

Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan perhitungan uji perbedaan (t), dari hasil uji perhitungan

itu diperoleh thitung = 13,91 dengan d.b = n-1 = 10-1 = 9 pada taraf signifikan α = 0,05 diperoleh

sebesar 2,262. Maka thitung > ttabel = (13,91 > 2,262). Maka hipotesis yang menyatakan Ada

Pengaruh Pemberian Layanan Bimbingan Kelompok Teknik Diskusi Terhadap Kecerdasan

Mengatasi Kesulitan (Adversity Qoutient) Kelas XI SMA Negeri 6 Binjai Tahun Ajaran

2016/2017 dapat diterima. Diperoleh skor pada saat pre test adalah 634 sedangkan pada post test

diperoleh skor 865.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:

Layanan bimbingan kelompok teknik diskusi dapat mengembangkan kecerdasan mengatasi

kesulitan (adversity quotient) siswa di kelas XI SMA Negeri 6 Binjai tahun ajaran 2016/2017.

Hal ini ditunjukkan dari peningkatan kecerdasan mengatasi kesulitan (adversity quotient) siswa

setelah pertemuan bimbingan kelompok telah mengarah peningkatan atau pengembangan yang

lebih baikdari sebelumnya. Hal ini diketahui dari hasil uji yang menunjukkan bahwa thitung lebih

besar dari ttabel (13,91 >2,262).

Dengan adanya pengaruh bimbingan kelompok teknik diskusi terhadap kecerdasan mengatasi

kesulitan (adversity quotient) secara signifikan, maka bimbingan kelompok merupakan salah satu

layanan dalam Bimbingan Konseling (BK) yang mampu mengembangkan kecerdasan mengatasi

kesulitan (adversity quotient) siswa.

Saran

Berdasarkan beberapa kesimpulan diatas, maka peneliti mengajukan saran sebagai berikut :

1. Diharapkan kepada siswa untuk bisa mengendalikan emosi, tidak mudah putus asa dan tetap

semangat dalam menghadapi masalah serta dapat bertanggung jawab atas kegagalan/kesulitan

Page 26: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

133

yang dihadapi sehingga pada akhirnya akan dapat mengembangkan kecerdasan dalam

mengatasi kesulitan (adversity quotient).

2. Diharapkan kepada peneliti lain yang menaruh perhatian untuk meneliti tentang Kecerdasan

Mengatasi Kesulitan (Adversity Qoutient) siswa, agar lebih memperhatikan aspek-aspek yang

memiliki hubungan dengan Kecerdasan Mengatasi Kesulitan (Adversity Qoutient) siswa.

Daftar Pustaka

Adi Putro, Eko. 2009. Upaya Meningkatkan Adversity Qoutient Melalui Pelaksanaan Bimbingan

Klasikal. (Online). Tersedia: http://lib.unnes.ac.id/794/1/2013. pdf.html (diakses pada 29

Januari 2016)

Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka

Cipta.

Azwar, S. 2005. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Echols dan Shadily Hasan.2003. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama.

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 2015. Pedoman Penulisan Skripsi Mahasiswa Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Medan: UMN Al Washliyah.

Hartinah DS, Siti. 2009. Konsep Dasar Bimbingan Kelompok. Bandung: Refika Aditama.

Hasanah, Hairatussani. 2010. Hubungan Antara Adversity Qoutient dengan Prestasi Belajar

Siswa SMU N 102 Jakarta Timur. (Online). Tersedia:

http://repository.uinjkt.ac.id/dsace/bitstream/123456789/21343/1/hairatussani%20hasanah-

fps.pdf. html (diakses pada 29 Januari 2016)

Prayitno & Amti, Erman. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.

Prayitno. 2012. Jenis Layanan dan Kegiatan Pendukung Konseling. Padang: Universitas Negeri

Padang.

Purba, Rentina. 2015. Pengaruh Pemberian Layanan Bimbingan Kelompok Teknik Diskusi

Terhadap Pengembangan Kecerdasan Adversity Siswa SMA St-Thomas 3 Tahun Ajaran

2014/2015. Medan: Unimed. Skripsi tidak dipublikasikan.

Rumengan, Jemmy. 2013. Metode Penelitian. Bandung : Cipta Pustaka

Stoltz, Paul G. 2000. Adversity Qoutient Mengubah Hambatan Menjadi Peluang terjemahan T.

Hermaya. Jakarta: Grasindo.

Sugiono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Sukardi & Kusmawati, Nila. 2008. Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka

Cipta.

Page 27: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

134

Sukardi, Dewa Ketut. 2008. Pegantar Pelaksana Program Bimbingan Konseling di Sekolah.

Jakarta: Rineka Cipta.

Tohirin. 2011. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi). Jakarta:

Rajawali Pers.

Valensi, Triska. 2015. Pengaruh Bimbingan Kelompok Terhadap Kebiasaan Siswa Menggunakan

Alat Komunikasi Pada Saat Aktivitas Belajar Berlangsung Kelas IX SMK Pembangunan

Daerah Lubuk Pakam Tahun Ajaran 2014/2015. Medan. UMN Al-Washliyah. Skripsi tidak

dipublikasikan.

Page 28: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

210

GURU PAUD TERAMPIL MENDESAIN ASESMEN PERKEMBANGAN

ANAK USIA DINI

Sukmawarti dan Nurhidayah

Dosen Kopertis Wilayah I dpk FKIP UMN Al Washliyah

Abstrak

Tujuan program pengabdian ini adalah untuk membantu Guru PAUD agar

terampil mendesain perangkat asesmen perkembangan AUD. Metode yang

digunakan adalah pelatihan desain dan pendampingan pelaksanaan asesmen

perkembangan AUD. Kegiatan yang dilakukan berupa Tutorial, Workshop, dan

Implementasi.

Sebagai Mitra dalam Pengabdian kepada Masyarakat ini adalah sekolah PAUD

Az-Zaitun Medan yang berada di Kelurahan Harjosari I Kecamatan Medan

Amplas.

Target khusus yang dicapai adalah Guru terampil mendesain perangkat asesmen

untuk mengukur perkembangan anak secara utuh dan terpadu. Luaran yang

dihasilkan berupa Produk desain asesmen dalam bentuk perangkat desain

asesmen perkembangan AUD, dan publikasi dalam jurnal ilmiah.

Kata Kunci: Asesmen Perkembangan AUD, Desain Asesmen Pendahuluan

Implementasi dari Permendikbud RI No. 66 tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan

membawa implikasi terhadap sistem asesmen, termasuk konsep dan teknik asesmen yang

dilaksanakan pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD adalah suatu upaya pembinaan

anak untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani. Tingkat

perkembangan yang dicapai merupakan aktualisasi potensi semua aspek perkembangan yang

diharapkan dapat dicapai anak pada setiap tahap perkembangannya, bukan merupakan suatu

tingkat pencapaian kecakapan akademik. Perkembangan anak yang dicapai merupakan integrasi

aspek pemahaman nilai-nilai agama dan moral, fisik motorik, kognitif, bahasa, dan sosial-

emosional secara terpadu. (BPSDMP PMP. 2012)

Pencapaian perkembangan anak dapat diketahui melalui kegiatan evaluasi. Kendala yang

seringkali dihadapi guru dalam kegiatan evaluasi adalah ketidaktepatan pendekatan, metode dan

teknik evaluasi yang digunakan. Penilaian yang dilakukan cenderung tradisional, dimana guru

melakukan evaluasi pada akhir pembelajaran, dan belum sepenuhnya mengukur kelima aspek

tumbuh kembang anak secara terpadu, sebagaimana amanat kurikulum 2013. Guru-guru belum

mampu mengukur perkembangan anak yang sesungguhnya. Guru menyiapkan instrumen

penilaian secara insidentil tergantung aspek apa yang menjadi fokus perhatiannya. Tidak jarang

terjadi pengembangan kognitif menjadi aspek yang dominan dalam pengamatan guru. Kenyataan

lainnya adalah evaluasi yang dilakukan lebih banyak bersifat kuantitatif dengan angka-angka atau

huruf yang digunakan untuk me‟label‟ kemampuan anak di akhir kegiatan pembelajaran, padahal

untuk menilai perkembangan anak tidak cukup dengan penilaian kuantitatif (Sudijono, 2009).

Page 29: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

211

Anak usia dini memiliki karakteristik perkembangan yang unik serta memiliki modalitas

kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences) yang dominan dan berbeda, sehingga evaluasi

proses yang dilakukan sepanjang kegiatan pembelajaran sebenarnya lebih diperlukan.

Masalah yang dihadapi guru PAUD Az-Zaitun terkait dengan kegiatan evaluasi antara lain:

1. Kurangnya pemahaman dan kemampuan guru dalam merancang asesmen perkembangan

anak dalam pembelajaran sebagaimana amanat kurikulum 2013.

2. Kurangnya pemahaman guru terhadap Multiple Intelligences anak.

3. Evaluasi yang dilakukan masih bersifat tradisional dan monoton.

4. Guru belum pernah mengikuti pelatihan tentang evaluasi perkembangan Anak Usia Dini.

Metode

Untuk melaksanakan kegiatan pengabdian ini dilakukan 3 kegiatan, yaitu: tutorial, workshop,

dan implementasi. Kegiatan yang dilakukan sebagai berikut:

Tabel 1. Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan Deskripsi Kegiatan

Tutorial - - Menjelaskan asesmen pada kurikulum 2013

- - Menjelaskan multiple intelligences

- Menjelaskan asesmen perkembangan anak usia dini dan teknik

penilaiannya

Workshop Pembimbingan dalam membuat desain asesmen perkembangan anak

berbasis multiple intelligences, berupa

- Pemetaan Kompetensi

- Pembuatan Kisi-kisi

- Penyusunan Instrumen

- Penyusunan Rubrik

Implementasi Peserta mempraktekkan perangkat asesmen perkembangan anak berbasis

multiple intelligences yang dihasilkan kepada anak di sekolah.

1. Hasil dan pembahasan

Pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat ini telah dilakukan dalam 3 kegiatan, yaitu

tutorial, workshop, dan implementasi yang berlangsung pada bulan November 2016. Kegiatan

yang dilakukan memberikan dampak potitif bagi mitra. Deskripsi kegiatan yang telah dilakukan

serta hasil dari kegiatan dapat dilihat pada tabel berikut.

Page 30: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

212

Tabel 5.1. Deskripsi dan Hasil Kegiatan Pengabdian

Kegiatan Deskripsi Kegiatan Hasil Kegiatan

Tutorial - Pembukaan

- Mensepakati kontrak pelatihan

dan jadwal pelatihan

- Menjelaskan konsep asesmen

perkembangan anak.

- Menjelaskan multiple

intelligences

- Menjelaskan berbagai teknik

asesmen perkembangan AUD

- Kesepakatan Kontrak dan jadwal

pelatihan

- Peserta mendapat pengetahuan tentang

asesmen pada kurikulum 2013

- Peserta mendapat pengetahuan tentang

konsep asesmen perkembangan anak

- Peserta mendapat pengetahuan tentang

multiple intelligences

- Peserta mendapat pengetahuan tentang

berbagai teknik asesmen perkembangan

anak

Work-shop Pembimbingan dalam membuat

perangkat asesmen perkembangan

anak, berupa

- Pemetaan Kompetensi dan

Indikator

- Pembuatan Kisi-kisi

- Pembuatan instrumen dengan

berbagai teknik

- Penyusunan Rubrik

Peserta mampu membuat perangkat

penilaian autentik berupa

- Pemetaan dan Indikator

- Kisi-kisi

- Instrumen

- Rubrik Penilaian

Implementasi Peserta menerapkan hasil

rancangan perangkat asesmen

perkembangan AUD yang telah

disusun.

Peserta mampu menerapkan asesmen

perkembangan AUD selama proses

pembelajaran.

Kegiatan pengabdian ini bertujuan untuk memantapkan pengetahuan guru-guru PAUD Az

Zaitun Medan. Luaran yang dihasilkan adalah seperangkat desain asesmen perkembangan anak

berbasis multiple intelligences yang dapat diterapkan pada anak PAUD. Penerapan asesmen ini

akan mengoptimalkan pengungkapan perkembangan anak usia dini secara optimal berdasarkan

multiple intelligences-nya. Hal ini akan menjadi tolok ukur penyusunan rancangan kegiatan

pembelajaran selanjutnya. Perangkat asesmen yang dihasilkan dapat digunakan untuk melengkapi

perangkat-perangkat pembelajaran, seperti RKH. Selain itu perangkat asesmen yang dibuat dapat

digunakan sebagai bahan refleksi bagi guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.

Pelaksanaan kegiatan IbM ini mendapatkan perhatian yang serius dari guru-guru sekolah

mitra, karena ternyata kegiatan seperti ini belum pernah diadakan. Kegiatan yang pernah

dilakukan merupakan pelatihan kurikulum 2013 hanya sebatas sosialisasi saja, tanpa terapan dan

pendampingan. Ketertarikan guru mengikuti kegiatan ini dikarenakan kegiatan ini memberikan

peluang bagi guru untuk mengembangkan potensi anak. Selain itu model kegiatan yang dilakukan

sangat interaktif dan dapat merespon setiap peserta.

Setelah kegiatan IbM dilaksanakan tim pelaksana optimis bahwa guru-guru peserta pelatihan

ini dapat mengembangkan perangkat asesmen pekembangan AUD sebagai indikator keberhasilan

program ini. Indikator keberhasilan lain yaitu 85% peserta pelatihan mampu membuat perangkat

asesmen. Diharapkan pada masa yang akan datang guru-guru mitra senantiasa berkoordinasi

untuk mengembangkan perangkat asesmen. Dengan melaksanakan penilaian secara kontinu dapat

Page 31: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

213

membuat guru lebih kreatif merancang penilaian. Dengan demikian guru-guru yang selama ini

cederung menggunakan penilaian tradisional dalam pembelajaran dapat beralih ke asesmen

perkembangan anak agar tercapai peningkatan kualitas pendidikan

Kesimpulan

Berdasarkan pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat yang telah dilakukan dapat

disimpulkan bahwa kegiatan terlaksana dengan baik dan lancar, serta mendapat respon yang

positif dari peserta. Peserta juga dapat menghasilkan perangkat asesmen perkembangan AUD

berbasis multiple intelligences, yang terdiri dari Pemetaan Kompetensi, Instrumen Penilaian,

Rubrik Penilaian, meliputi teknik penilaian Unjuk Kerja, Produk, Portofolio, dan Penilaian Sikap.

Daftar Pustaka

Badan PSDMPK-PMP Kemendikbud. 2013. Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013.

Jakarta: Kemendikbud.

BPSDMP PMP. 2012. Laporan Penilaian Perkembangan Anak di Taman Kanak-Kanak.

Bandung: PPPPTK TK dan PLB Kemendikbud.

Sudijono, Yuliani Nurani. 2009. Asesmen Perkembangan Anak Berbasis Kecerdasan Jamak.

Makalah. Semiloka PAUD Maret 2009. Bandung: diselenggarakan oleh Direktorat PAUD

Wiggins, G. 1993. Assessment: Authenticity, context and validity. Phi Delta Kappan, 75(3), 200–

214.

Page 32: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

225

IBM PEMBELAJARAN OPERASI BILANGAN DI SD TUNAS HARAPAN

DENGAN PERMAINAN DOMINO BILANGAN

Siti Khayroiyah, Saipul Bahri, dan Mimi Istia

Dosen FKIP UMN Alwashliyah

Abstrak

Pengabdian masyarakat ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan yang ada di

SD Tunas Harapan Desa Patumbak Kabupaten Deli Serdang. Salah satu

permasalahan yang ingin di atasi tentang perlunya penyuluhan di sekolah terutama

berkaitan dengan keterampilan pendidikan dan lainnya di sekolah baik kepada

siswa maupun gurunya.

Penyuluhan yang akan diberikan adalah ibm permainan domino bilangan sebagai

media pembelajaran. Dalam penggunaan media ini membuat siswa lebih aktif dan

terampil dalam melatih kemampuan operasi hitung bilangan,untuk menemukan

dan menggali sebanyak informasi dari pengetahuan yang telah mereka alami dari

percobaan atau alat peraga dan berbagai pengalaman dengan anggota kelompok

serta guru. Dan diharpakan hasil belajar siswa dapat meningkat dan lebih mampu

menghadapi masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Kata Kunci: Media Pembelajaran, Domino Bilangandan hasil belajar siswa

Pendahuluan

Analisis Situasi

Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang diberikan di jenjang

pendidikan dasar. Tujuan diberikannya matematika mulai dari pendidikan dasar agar siswa

dipersiapkan untuk dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan

sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Matematika mempunyai peranan

yang penting dalam proses berpikir secara logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif. Kemampuan

yang diharapkan dimiliki siswa dalam mempelajari matematika adalah pemahaman konseptual,

penalaran dan komunikasi, dan pemecahan masalah. Namun kenyataannya harapan tersebut belum

tercapai dengan baik. Masih banyak siswa memengalami kesulitan dalam mempelajari matematika

sehingga mereka menganggap matematika merupakan pelajaran yang menakutkan. Anggapan ini

timbul karena proses pembelajaran yang terjadi tidak menyenangkan bagi siswa. Salah satu

kesulitan yang banyak dialami siswa dalam mempelajari matematika adalah pada operasi bilangan

bulat. Informasi yang diperoleh dari guru SDN Tunas Harapan bahwa siswa kesulitan melakukan

operasi bilangan negatif, terlebih lagi pada operasi pengurangan. Sehingga hal ini menghambat

dalam proses kegiatan belajar mengajar matematika. Jika dicermati kesalahan yang dilakukan oleh

siswa dikarenakan pemahaman konsep yang lemah. Siswa belum memahami makna bilangan bulat

negatif. Kesulitan siswa ini dapat dimaklumi karena objek kajian bilangan bulat bersifat abstrak,

sementara taraf berpikir siswa SD masih dalam kategori konkrit. Permasalahan ini harus segera

diatasi mengingat penguasaan operasi bilangan bulat diperlukan dalam mempelajari materi

Page 33: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

226

matematika selanjutnya dan terkait juga dengan penguasaan ilmu yang lain. Untuk itu perlu dicari

alternatif yang memungkinkan siswa memahami secara baik operasi bilangan tersebut.

Permasalahan Prioritas Mitra

Guru merupakan jabatan profesi yang semestinya memiliki berbagai kompetensi yang harus

terus dikembangkan searah dengan perkembangan zaman. Kompetensi merupakan seperangkat

pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang ditampilkan melalui unjuk kerja yang harus dikuasai

guru dalam rangka proses pendewasaan peserta didik. Dari situasi masalah sekolah SD Tunas

Harapan ternyata penguasaan guru dan keterampilan guru yang belum maksimal dalam

menggunakan berbagai metode pembelajaran serta penggunaan media belajar. Sehingga salah satu

cara yang dapat digunakan untuk pemahaman konsep bilangan bulat adalah menggunakan media

berupa alat peraga.

Metode Pelaksanaan

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut Moleong (2007:6) penelitian kualitatif

adalah penelitian untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian

secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks

khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Metode penelitian yang

digunakan adalah deskriftif.

Disain penelitian yang digunakan dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Perencanaan

Pada tahap perencanaan dilakukan:

a. memilih siswa yang mengalami kesulitan dalam operasi bilangan bulat.

b. membuat tes diagnostik dan treatment serta soal untuk tes evaluasi.

2. Pelaksanaan

Dalam pelaksanaannya dilakukan dua kegiatan secara bertahap, yaitu:

a. Tahap diagnostik

Pada tahap ini siswa mengerjakan tes dengan tingkat kesulitan yang berbeda. Banyaknya

kegiatan selama dua kali pertemuan. Hal ini dilakukan untuk mencari data awal masalah

kesulitan belajar siswa secara lebih mendalam. Melalui lembar hasil jawaban siswa ini, peneliti

menganalisis masalah yang dialami siswa tersebut.

b. Tahap treatment

Pada tahap diberikan perlakuan kepada subjek penelitian berdasarkan hasil identifikasi

pada tes diagnosis, walaupun masalah yang dialami siswa belum secara signifikan terdiagnosis

semua. Perlakuan yang diberikan berupa permainan kartu domino bilangan. Pada saat

perlakuan ini juga secara bersama diidentifikasi kesulitan dan kemajuan yang dialami siswa.

c. Evaluasi

Pada tahap ini dilakukan tes kepada siswa. Proses yang dilakukan seperti pada tahapan

treatment. Selanjutnya dilakukan wawancara kepada guru dan siswa terhadap penelitian yang

telah dilakukan. Data-data yang diperoleh dari tahap diagnostik, treatment dan wawancara

selanjutnya dianalisis untuk mengetahui dampak yang dihasilkan.

Page 34: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

227

Hasil Dan Pembahasan

Hasil

a. Perencanaan

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan adalah:

1. Merancang mekanisme program pengabdian pada masayarakat

2. Rapat koordinasi dengan Kepala Sekolah SD Tunas Harapan yang dilakukan oleh pihak

LP2M UMN Al-Washliyah.

3. Menyusun dan menyiapkan materi yang akan di sampaikan pada pelaksanaan pengabdian

masyarakat di SD Tunas Harapan

4. Menyusun teknis yang berkaitan dengan metode atau teknik pelaksanaan pengabdian

masyarakat di SD Tunas Harapan.

b. Tindakan

Dalam pelaksanaannya dilakukan dua kegiatan secara bertahap, yaitu:

1. Tahap diagnostic

Pada tahap ini siswa mengerjakan tes dengan tingkat kesulitan yang berbeda. Banyaknya

kegiatan selama dua kali pertemuan. Hal ini dilakukan untuk mencari data awal masalah

kesulitan belajar siswa secara lebih mendalam. Melalui lembar hasil jawaban siswa ini, terdapat

50% siswa mengalami kesulitan yang menyebabkan hasil tes masih di bawah KKM.

2. Tahap treatment

Pada tahap diberikan perlakuan kepada subjek penelitian berdasarkan hasil identifikasi

pada tes diagnosis, yaitu dengan memulai permainan domino yang telah di rancang dan

disiapkan, walaupun masalah yang dialami siswa belum secara signifikan terdiagnosis semua.

Pada saat perlakuan ini juga secara bersama diidentifikasi kesulitan dan kemajuan yang dialami

siswa. Ternyata banyak siswa yang belum memahami konsep dari operasi hitung tersebut.

3, Evaluasi

Berdasarkan dari treatmen yang dilakukan maka dilakukan perbaikan baik dalam metode

mengajar maupun dalam proses melatih keterampilan siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Pembahasan

Kegiatan pengabdian pada masyarakat yang dilaksanakan pada guru-guru bidang stdudi di SD

Tunas Harapan telah berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari apresiasi guru untuk mengikuti

kegiatan, terbukti dari kehadiran para guru untuk mengikuti kegiatan ini. Kepala sekolah, guru-

guru beserta staf di lingkungan SD Tunas Harapan menyambut dengan antusias kegiatan

pengabdian pada masyarakat ini. Masukan yang diberikan oleh tim pelaksana pengabdian

masayarakat ini yang berkaitan dengan pendalaman materi bidang studi terkait dengan media yang

akan dikembangkan. Karena tidak semua materi dapat menggunakan media pembelajaran.

Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pengabdian masyarakat ini adalah masalah

waktu pelaksanaan yang sangat terbatas. Selain itu, masalah yang cukup mengganggu adalah

keterlambatan pencairan dana sehingga waktu pelaksanaan kegiatan menjadi mundur, tidak sesuai

dengan waktu yang telah direncakan sebelumnya.

Page 35: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

228

Namun, semua kendala dan masalah yang terjadi dapat diselesaikan dengan baik dengan solusi

menyesuaikan waktu antara pihak sekolah mitra (SD Tunas Harapan) dengan pihak LP2M

Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah. Sehingga pelaksanaan kegiatan pengabdian

masyarakat di SD Tunas Harapan Patumbak dapat terlaksana dengan baik.

Kesimpulan dan Saran

Pengabdian pada masyarakat dengan memberikan media permainan domino bilangan ini dapat

berjalan dengan baik. Dengan kerja sama tim pengabdian yang baik dan peran serta aktif dari

narasumber dalam kegiatan pengabdian ini semuanya berjalan dengan sesuai yang diharapkan dan

harapannya guru dapat mengembangkan media pembelajaran yang bervariasi lagi sehingga dapat

meningkatkan hasil belajar siswa dan memotivasi siswa.

Dengan majunya teknologi yang ada sekarang, sebaiknya guru-guru juga harus mengikuti

perkembangan zaman,sehingga dapat memberikan dan menciptakan suasana belajar mengajar yang

menyenangkan dan memiliki manfaat yang siswa rasakan dalam kehidupan sehari-hari,sehingga

tidak menimbulkan persepsi belajar sia-sia.

Daftar Pustaka

Abdurrahman, M. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Cathcart, W. George dkk. 2003. Learning Mathematics in Elementary and Middle School. Merrill

Prentice Hall. United State of America.

Dahar, Ratna Willis. 1996. Teori Belajar. Jakarta: Erlangga

Depdiknas. 2006. Kurikulum SD 2006. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Hudoyo, H. 1998. Strategi Belajar Mengajar Matematik. Jakarta: Depdikbud

Makmun, Abin Syamsuddin. 2009. Psikologi Kependidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Bandung.

Nik Azis Nik Pa. 1996. Perkembangan Profesional, Penghayatan Matematik KBSR dan KBSM.

Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Pembelajaran Matematika dengan Media Pembelajaran konkret.

sdn3bojonglopang.wordpress.com/2008/06/14/pembelajaran-matematika-dengan-media-

pembelajaran-konkrit/ - 23k – Download: 28 April 2013

Page 36: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

152

GURU MAHIR MEMBINA PRAMUKA

Hidayat

Dosen Kopertis Wilayah I dpk Universitas Muslim Nusantara Al Washliyah

Abstrak

Tujuan dari program pengabdian ini adalah agar Guru terampil dan memiliki

kompetensi dalam membentuk karakter siswa melalui kegiatan pramuka di

sekolah. Metode yang digunakan adalah pelatihan Traditional Scouting.

Kegiatan yang dilakukan merupakan pelatihan dan pembinaan berbentuk

orientasi, simulasi, dan praktek lapangan.

Mitra dalam program pengabdian ini adalah guru-guru SD Tunas Harapan

Patumbak Kabupaten Deli Serdang.

Target khusus yang akan dicapai adalah Guru terampil mendesain dan

melaksanakan kegiatan pramuka yang berkualitas di sekolah.

Produk desain yang dihasilkan dalam bentuk desain kegiatan pembinaan

pramuka, dan publikasi dalam jurnal ilmiah.

Kata Kunci: Pramuka, Pembinaan Karakter.

Pendahuluan

Dalam Kurikulum 2013 pendidikan karakter secara terintegrasi dijalankan dalam setiap mata

pelajaran. Agar pelaksanaannya dapat lebih terukur, pendidikan karakter diimplementasikan

dalam ekstrakurikuler di sekolah. Dalam Permendikbud No. 63 tahun 2013 dijelaskan bahwa

disamping kegiatan intrakurikuler, ada kegiatan ekstrakurikuler SD/MTs antara lain: pramuka

(wajib), unit kesehatan sekolah, dan palang merah remaja. Kegiatan tersebut merupakan

pembentuk kompetensi sosial. Pramuka merupakan kegiatan ekstrakurikuler wajib di sekolah

dicanangkan oleh Gubernur Sumatera Utara selaku Ka Mabida pada pelantikan pengurus kwartir

Daerah pada tahun 2012. Selanjutnya pada Hari Pramuka tingkat Sumatera Utara tahun 2013

yang dipusatkan di kota Sibolga kembali dipertegas sebagai ekstrakurikuler wajib di sekolah. Hal

ini menjadi titik awal pelaksanaan pendidikan pramuka di sekolah.

Dinas pendidikan kabupaten dan kota melalui dinas pendidikan masing- masing mulai

mendorong kembali agar gugusdepan yang sudah ada di sekolah dihidupkan. Dan bagi sekolah-

sekolah yang belum memiliki gugusdepan agar mendirikan gugusdepan yang berpangkalan di

sekolah. Langkah strategis ini diambil agar penyelenggaraan pendidikan karakter melalui gerakan

pramuka menjadi lebih terjamin. Jaminan terselenggaranya ini tentu tidak terlepas dari

sumberdaya manusianya. Guru-guru sekolah tentunya harus memiliki kompetensi yang mapan.

Guru harus memahami pentingnya pembinaan karakter siswa, memahami perkembangan dan

kebutuhan peserta didik, menyusun program kegiatan, melaksanakan kegiatan kepramukaan di

sekolah. Disamping itu guru dapat mengevaluasi perkembangan peserta didik melalui tanda-

tanda penghargaan, tanda pencapaian peserta didik, seperti TKU (Tanda Kecakapan Umum),

TKK (Tanda Kecakapan Khusus), dan tanda-tanda lainnya yang menimbulkan motivasi peserta

didik.

Page 37: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

153

Karakter terbentuk dengan pembiasaan-pembiasaan dalam bentuk kegiatan. Kegiatan dalam

pramuka meliputi berbagai bidang, seperti pembinaan mental spiritual, rohani, berkerjasama,

pendidikan pendahuluan bela negara, cinta tanah air, disiplin dan bersahaja. Nilai- nilai seperti

ini sering luput dari perhatian guru di dalam kelas. Disamping itu ada juga nilai-nilai yang

tidak dapat diajarkan di kelas, kalaupun dapat diajarkan terkesan dipaksakan. Sehingga sudah

sewajarnya ditumbuhkan nilai-nilai positif tersebut melalui kegiatan pendidikan kepramukaan.

Kenyataan yang terjadi, penyelenggaraan pendidikan kepramukaan di sekolah dilakukan

sekedar kelihatan ada kegiatan saja, sehingga pembentukan dan pembinaan karakter tidak

sepenuhnya dapat berjalan. Hal ini disebabkan ketidakmampuan guru memahami tentang

kepramukaan Permasalahan ini juga terjadi pada pramuka yang berpangkalan di SD Tunas

Harapan Patumbak Kabupaten Deli Serdang. Perhatian yang ditunjukkan oleh sekolah tersebut

terhadap pembinaan kepramukaan cukup baik. SD Tunas Harapan Patumbak Kabupaten Deli

Serdang telah memiliki gugusdepan sebagai pangkalan pembinaan kepramukaan di sekolah.

Kendala yang dihadapi sekolah antara lain tidak berjalannya kegiatan kepramukaan secara efektif.

Sekolah melibatkan guru-guru sebagai pembina pramuka, namun keterampilan yang dimiliki oleh

guru masih kurang. Umumnya guru belum memahami bagaimana sebenarnya pembinaan

kepramukaan di sekolah. Dari 10 oarang guru yang bertugas, hanya guru olah raga dan kepala

sekolah yang telah memiliki kemampuan menjadi pembina. Keterbatasan Pembina pramuka ini

menyebabkan pembinaan karakter melalui kegiatan pramuka di sekolah ini belum berjalan

dengan baik.

Melihat kondisi yang ada, maka perlu kiranya dilakukan pelatihan dan pembinaan bagi guru-

guru SD Tunas Harapan Patumbak Kabupaten Deli Serdang tentang kepramukaan, sehingga

dapat mengembangkan karakter dan kompetensi sosial siswa. Kegiatan pelatihan dan pembinaan

ini dapat dilakukan di SD Tunas Harapan Patumbak Kabupaten Deli Serdang, mengingat:

1. Guru memiliki minat yang tinggi terhadap perkembangan kompetensi sosial siswa.

2. Guru memiliki semangat dan rasa ingin tahu yang tinggi tentang kepramukaan.

3. Minimnya pengetahuan guru tentang kepramukaan.

Metode

Implementasi pendidikan karakter dapat diwujudkan melalui kegiatan pramuka di

gugusdepan sekolah. Guru sebagai Pembina pramuka di sekolah guru perlu memahami

pentingnya pendidikan karakter dan mampu melaksanakannya melalui kegiatan kepramukaan.

Kegiatan pramuka tidak menggangu pelajaran di sekolah, bahkan kegiatan ini dapat mendukung

kesuksesan peserta didik dalam bidang akademik. Pemahaman guru tentang kepramukaan

merupakan modal awal bagi terselenggaranya kegiatan pramuka.

Dengan demikian guru perlu memahami dan mampu mendesain kegiatan yang dilakukan

dalam pramuka. sekolah. Untuk mewujudkan hal tersebut dilakukan kegiatan pelatihan

Traditional Scouting. Metode pelatihan dan pembinaan kepramukaan yang akan dilakuan

dalam bentuk orientasi, simulasi, games, dan praktek lapangan.

Adapun kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan secara garis besar adalah sebagai berikut:

Page 38: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

154

Tabel 1. Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan Deskripsi Kegiatan

Orientasi - Menjelaskan dasar-dasar pengetahuan pramuka

- Menjelaskan tentang landasan hukum, dan Struktur organisasi gerakan

pramuka

- Menjelaskan aktivitas dasar pramuka

Simulasi Guru mempraktekkan aktivitas dasar pramuka, berupa

- Tali temali dan pioneering

- Navigasi darat, peta dan kompas

- Sandi, Semaphore, dan Morse

- Baris berbaris dan Formasi Barisan

Praktek

Lapangan

Guru melakukan kegiatan pembinaan pramuka kepada pesdik pada gugusdepan

sekolah.

Hasil dan pembahasan

Pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat ini telah dilakukan dalam 3 kegiatan, yaitu tutorial,

simulasi, dan praktek lapangan yang berlangsung pada bulan November 2016. Kegiatan yang

dilakukan memberikan dampak positif bagi mitra. Deskripsi kegiatan yang telah dilakukan serta

hasil dari kegiatan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Deskripsi dan Hasil Kegiatan Pengabdian

Kegiatan Deskripsi

Kegiatan Hasil Kegiatan

Tutorial - Pembukaan

- Mensepakati

kontrak

pelatihan dan

jadwal

pelatihan

- Kesepakatan Kontrak dan jadwal pelatihan

- Peserta mendapat Pelatihan Traditional Scouting, terdiri

dari:

- Tali temali dan pioneering

- Navigasi darat, peta dan kompas

- Sandi, Semaphore, dan Morse

- Baris berbaris dan Formasi Barisan

Implementasi Peserta

menerapkan

pelatihan kepada

peserta didik.

Peserta mampu melakukan pembinaan pramuka di sekolah.

Kegiatan pengabdian ini bertujuan untuk memantapkan pengetahuan guru-guru SD Tunas

Harapan Patumbak Kabupaten Deli Serdang. Pengetahuan guru terhadap konsep pembinaan

pramuka di sekolah dalam pembelajaran sebenarnya sudah memadai, namun untuk

menerapkannya masih belum cukup baik. Pemantapan pengetahuan tentang pendidikan yang

diberikan berkenaan dengan konsep pendidikan kepramukaan dan penerapannya di sekolah.

Sebelumnya guru-guru terkesan melakukan pendidikan kepramukaan yang lebih memfokuskan

pada baris-berbaris, tepuk-tepuk tangan dan bernyanyi saja.

Page 39: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

155

Kegiatan pengabdian ini dilaksanakan dengan cara melakukan kegiatan yang interaktif dan

komunikatif, baik antar peserta maupun dengan tim pelaksana sebagai fasilitator. Pelaksanaan

kegiatan yang telah dilaksanakan terdiri dari 3 tahapan kegiatan, yakni tutorial, workshop, dan

implementasi. Kajian yang dibahas dalam kegiatan tutorial tentang konsep pendidikan

kepramukaan.

Luaran yang dihasilkan adalah seperangkat desain desain dan melaksanakan kegiatan

pramuka yang berkualitas di sekolah, desain kegiatan pembinaan pramuka.

Pelaksanaan kegiatan IbM ini mendapatkan perhatian yang serius dari guru-guru sekolah

mitra, karena ternyata kegiatan seperti ini minim sekali diadakan. Kegiatan yang pernah

dilakukan merupakan pelatihan kurikulum 2013 hanya sebatas sosialisasi saja, tanpa terapan dan

pendampingan. Ketertarikan guru mengikuti kegiatan ini dikarenakan kegiatan ini memberikan

peluang bagi guru untuk mengembangkan potensi anak. Selain itu model kegiatan yang dilakukan

sangat interaktif dan dapat merespon setiap peserta.

Setelah kegiatan IbM dilaksanakan tim pelaksana optimis bahwa guru-guru peserta pelatihan

ini dapat melaksanakan pembinaan pramuka di sekolah sebagai indikator keberhasilan program

ini. Indikator keberhasilan lain yaitu 85% peserta pelatihan mampu melaksanakan pendidikan

kepramukaan. Diharapkan pada masa yang akan datang guru-guru mitra senantiasa berkoordinasi

untuk mengembangkan pendidikan kepramukaan. Dengan melaksanakan pendidikan

kepramukaan secara kontinu dapat membuat guru lebih kreatif merancang kegiatan kepramukaan.

Dengan demikian guru-guru yang selama ini apatis dalam kegiatan pramuka dapat melaksanakan

pendidikan kepramukaan agar tercapai peningkatan karakter melalui pendidikan kepramukaan.

Kesimpulan

Berdasarkan pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat yang telah dilakukan dapat

disimpulkan bahwa kegiatan terlaksana dengan baik dan lancar, serta mendapat respon yang

positif dari peserta. Peserta juga dapat menghasilkan perangkat jadwal mingguan pendidikan

kepramukaan yang terdiri dari teknik kepramukaan, tali temali dan pionering, baris-berbaris,

Semaphore dan Morse.

Daftar Pustaka

Maryulis. 2016. Buku Pintar Kepanduan SCOUT. Medan: Menara.

Maryulis. 2012. Jemis-jenis Upacara dalam Satuan Penggalang. Medan: Menara.

Permendikbud No. 63 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kepramukaan sebagai Ekstralurikuler

Wajib di Sekolah Dasar dan Menengah.

Page 40: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

214

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN SOSIAL EMOSIONAL MELALUI

PERMAINAN EGRANG BATOK PADA ANAK KELOMPOK B

DI TK NEGERI PEMBINA STABAT

Sari Suhrainia Haris1) dan Umar Darwis2)

1)Mahasiswa UMN Al Washliyah dan 2)Dosen FKIP UMN Alwashliyah

Abstrak

Permasalahan yang terjadi di TK Negeri Pembina Stabat adalah belum

berkembangnya kemampuan sosial emosional anak. Anak kurang dalam

bersosialisasi, menolong, disiplin, menghargai, berani, perasaan emosi, antusias,

dan kepedulian. Selain itu kurangnya media dan ide guru dalam meningkatkan

kemampuan sosial emosional anak.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah kemampuan sosial

emosional anak dapat meningkat melalui permainan egrang batok?

Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan sosial emosional melalui

permainan egrang batok pada anak kelompok B TK Negeri Pembina Stabat tahun

ajaran 2014/2015.

Metode penelitian adalah penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian adalah

anak kelompok B TK Negeri Pembina Stabat yang berjumlah 15 anak, 8 anak

laki-laki dan 7 anak perempuan. Objek penelitian adalah kemampuan sosial

emosional anak. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan

dokumentasi.

Hasil observasi pada siklus I menunjukkan persentase kemampuan sosial

emosional anak masih tergolong rendah dengan nilai rata-rata kemampuan sosial

mencapai 50% dan kemampuan emosi 46,2%. Hasil observasi pada siklus II

tingkat persentase kemampuan sosial emosional anak sudah berkembang sesuai

harapan (BSH) dan berkembang sangat baik (BSB), dengan rata-rata kemampuan

sosial 80,4% dan kemampuan emosional 81,6%.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui permainan egrang batok

dapat meningkatkan kemampuan sosial emosional anak usia dini kelompok B TK

Negeri Pembina Stabat.

Kata Kunci: Kemampuan Sosial Emosional, Permainan Egrang Batok

Pendahuluan

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) diberikan untuk mengembangkan semua aspek

perkembangan baik moral agama, kognitif, bahasa, sosial emosional, seni maupun fisik motorik

secara menyeluruh dimana semua aspek perkembangan, kemampuan dan potensi dalam diri anak

usia dini sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat. Masa usia dini merupakan masa

pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh

lingkungan. Dalam masa-masa ini anak mulai sensitif untuk menerima berbagai upaya

perkembangan seluruh potensinya, sehingga segala potensi dan kemampuan yang dimiliki anak

dapat dikembangkan secara optimal, tentunya dengan bantuan dari orang-orang yang berada di

lingkungan anak, baik orang tua maupun para pendidik.

Page 41: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

215

Ada beberapa aspek perkembangan anak usia dini yang harus dikembangkan oleh guru untuk

kematangan diri anak seperti, perkembangan nilai agama dan moral, kognitif, perkembngan fisik

motorik, bahasa, dan sosial emosional,karena beberapa aspek perkembangan tersebut sangat

penting bagi kehidupan anak usia dini.

Salah satu perkembangan yang sangat penting pada anak usia dini adalah perkembangan

sosial emosional, dimana anak harus mengontrol emosi yang ada didalam dirinya dan rasa saling

tolong menolong dimanapun mereka berada. Pola prilaku sosial yang terlihat pada masa kanak-

kanak awal, seperti kerjasama, persaingan, kemurahan hati, hasrat akan penerimaan sosial,

simpati, empati, ketergantungan, sikap ramah, sikap tidak mementingkan diri sendiri, meniru,

prilaku kelekatan. Perkembangan sosial emosional anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan

sekitar, dimana anak menggunakan keterampilan-keterampilan perseptual, motorik, kognitif, dan

bahasa mereka untuk melakukan sesuatu.

Nilai sosial dan emosional anak saling berkaitan satu sama lain dimana anak harus dapat

beradaptasi dengan teman-temannya dan mengatur emosi disaat mereka bermain. Ketika anak

bermain nilai sosial emosional yang ada didalam diri anak akan muncul sesuai dengan karakter-

karakter anak tersebut. Akan tetapi, anak Kelompok B di TK Negeri Pembina Stabat masih

banyak yang tidak dapat bersosilisai, bekerjasama, menunggu giliran, mentaati peraturan

permainan, mengendalikan emosi, marah, cemburu, takut dan malu dalam melakukan sebuah

permainan. Contohnya, ketika mereka bermain masih banyak anak yang memilih-milih teman,

marah jika diganggu temannya dan tidak percaya diri apabila dari teman mereka mengejek anak

yang sedang melakukan permainan.

Permasalahan ini dapat diatasi melalui model pembelajaran yang tepat dan penggunaan media

yang menarik. Pembelajaran pada anak usia dini haruslah menggunakan konsep belajar sambil

bermain, belajar sambil berbuat dan belajar melalui stimulus. Bermain adalah dunia anak karena

bermain dan permainan merupakan aktivitas yang sangat menyenangkan bagi anak. Dengan

bermain dapat dilihat perkembangan sosial emosionalnya, bagaimana anak meningkatkan

kemampuan fisiknya, bagaimana perasaannya saat menang atau kalah dalam permainan,

bagaimana kemampuan intelektualnya dalam memanfaatkan benda-benda sebagai mainan,

bagaimana pula kematangan sosial emosionalnya dalam bermain bersama.

Terdapat beberapa kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan sosial emosional seperti

menggunakan permainan egrang batok yang bervarisi dan menarik. Permainan egrang batok

mudah dilakukan dan disenangi oleh anak khususnya anak laki-laki, karena anak laki-laki lebih

menyukai permainan yang dapat mengembangkan rasa ingin tahu yang ada dalam diri anak, lebih

percaya diri dalam melakukan sesuatu dan permainan yang menurut mereka menarik untuk

dicoba. Didalam permainan egrang batok, anak harus membutuhkan kesabaran, keseimbangan,

konsentrasi dan kerjasama dalam bermain. Seperti, kerjasama dalam memberi dukungan kepada

teman sekelompok, mengatur emosi ketika melakukan gerakan langkah ke depan, ke belakang, ke

kiri, ke kanan, dan sabar menunggu antrian.

Page 42: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

216

Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah penerapan permainan egrang batok

dapat meningkatkan kemampuan sosial emosional anak kelompok B di TK Negeri Pembina

Stabat?

Kajian Pustaka

Sosial Emosional

Perkembangan sosial anak usia dini sangat penting bagi kehidupan mereka, karena anak dapat

beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Hurlock dalam Nugraha (2004:1.18) mengatakan

perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntunan

sosial. Perilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial seperti, bersosialisasi dengan orang lain, saling

bekerjasama dengan lingkungan sekitar, saling menghargai pendapat orang lain, agar mereka

lebih memahami situasi dan kondisi dimanapun mereka berada. Beberapa aspek penghambat

perkembangan sosial menurut Deliana dalam Nugraha (2010:4.22) yaitu: tingkah laku agresif,

daya usia kurang, pemalu, anak manja, perilaku berkuasa, perilaku merusak.

Menurut Santoso (2009:7.4) ada beberapa lingkungan sosial yang diperlukan oleh anak usia

dini agar perkembangan sosial mereka berkembangan dengan baik yaitu: Keluarga, lingkungan,

kepribadian, rekreasi, pergaulan dengan lawan jenis, pendidikan, solidaritas kelompok,

kemampuan penyesuaiaan diri.

Nugraha (2004:1.18) menyatakan bahwa ada tiga proses perkembangan sosial, yakni: 1)

Belajar bertingkah laku dengan cara yang dapat diterima masyarakat; 2) Belajar memainkan

peran sosial yang ada dimasyarakat; dan 3) Mengembangkan sikap sosial terhadap individu lain

dan aktivitas sosial yang ada di masyarakat.

Ada beberapa keterampilan sosial menurut Rich (2008:08) yaitu: 1) Belajar duduk sendiri; 2)

Belajar menunggu giliran; 3) Belajar mendengar pendapat orang lain, dan 4) Belajar

memperhatikan orang lain.

Moeslichatoen (2004:21) menyatakan bahwa perkembangan sosial adalah membina

hubungan dengan orang dewasa, yakni anak mendapat kesempatan tinggal di sekolah bersama

anak lain untuk belajar, menikmati dan menanggapi hubungan antar pribadi dengan anak lain

secara memuaskan: tidak suka bertengkar, tidak ingin menang sendiri, berbagi kue atau mainan,

dan saling membantu.

Karakteristik perilaku sosial pada anak usia dini menurut Nugraha (2004:2.18) ada, di

antaranya adalah:

1. Pada umumnya anak pada usia ini memiliki satu atau dua sahabat. Akan tetapi sahabat itu

akan cepat berganti. Mereka pada umumnya dapat cepat menyesuaikan diri secara sosial.

Sahabat yang di pilih biasanya dari jenis kelamin yang sama, kemudian berkembang menjadi

bersahabat dengan anak dengan jenis kelamin yang berbeda.

2. Kelompok bermainnya cenderung kelompok kecil, tidak terlalu terorganisasi secara baku

sehingga kelompok tersebut cepat berganti-ganti.

3. Anak yang lebih kecil sering kali mengamati anak yang lebih besar.

Page 43: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

217

4. Pola bermain anak prasekolah lebih bervariasi fungsinya sesuai dengan kelas sosial dan

gender. Anak dari kelas menengah lebih banyak bermain soliter, kooperatif, dan konstruktif,

sedangkan anak perempuan lebih banyak bermain soliter, konstruktif, paralel dan dramatik.

Anak laki-laki, lebih banyak bermain fungsional solitaire dan asosiatif dramatis.

5. Perselisihan sering terjadi. Akan tetapi, sebentar kemudian mereka berbaikan kembali. Anak

laki-laki banyak melakukan tindakan agresif dan menantang.

6. Setelah masuk TK, pada umumnya kesadaran mereka terhadap peran jenis kelamin telah

berkembangan. Anak laki-laki lebih senang bermain di luar, bermain kasar dan bertingkah

laku agresif, sedangkan anak perempuan lebih suka bermain yang bersifat kesenian, bermain

boneka atau menari.

Emosi dirasakan oleh semua orang, dimana seseorang akan merasakannya sebagai sebuah

persepsi yang dilalui oleh sistem-sistem saraf mereka sesuai dengan perkembangan emosinya.

Nugraha (2010:1.14) mengatakan bahwa emosi merupakan suatu keadaan yang kompleks, dapat

berupa perasaan ataupun getaran jiwa yang ditandai oleh perubahan biologis yang muncul

menyertai terjadinya suatu perilaku. Suyadi (2010:109 ) mengatakan emosi adalah kondisi

kejiwaan manusia. Karena sifatnya psikis atau kejiwaan, maka emosi hanya dapat dikaji melalui

letupan-letupan emosional atau gejala-gejala dan fenomena-fenomena, seperti kondisi sedih,

gembira, gelisah, benci, dan lain sebagainya.

Secara umum pola perkembangan emosi anak Bmenurut Suyadi (2010:110) meliputi 9 aspek,

yaitu rasa takut, malu, khawatir, cemas, marah, cemburu, duka cita, rasa ingin tahu, dan gembira.

Sedangkan dalam Permendiknas nomor 58 tahun 2009 dikemukakan beberapa indikator rasa

emosional yaitu : 1) Mengungkapkan rasa ingin tahu, 2) Menerima pendapat dari orang lain, 3)

Mau memberi dan menerima maaf.\

Lebih lanjut Yusuf dalam Khadijah (2012: 80) memaparkan aspek-aspek emosi pada anak:

1. Kesadaran diri; mengenal dan merasakan emosi sendiri.

2. Mengelola emosi; bersikap toleran terhadap frustasi dan mampu mengelola amarah secara

lebih baik.

3. Memanfaatkan emosi secara produktif; memiliki rasa tanggung jawab, mampu memusatkan

perhatian pada tugas yang di kerjakan.

4. Empati; mampu menerima sudut pandang orang lain, kepekaan terhadap perasaan orang lain,

mampu mendengarkan orang lain.

5. Membina hubungan; memiliki sikap bersahabat atau mudah bergaul dengan teman sebaya,

senang menolong orang lain, senang berbagi rasa, dan bekerja sama, dapat berkomunikasi

dengan orang lain.

Permainan Egrang Batok

Bermain dan permainan adalah satu kesatuan yang utuh yang dilakukan oleh anak usia dini.

Permainan merupakan alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari yang tidak dikenali sampai

pada yang diketahui, dan dari yang tidak dapat diperbuatnya sampai mampu melakukannya.

Menurut Piaget dalam Khadijah (2012:135) permainan ialah alat media yang meningkatkan

perkembangan sosial emosional anak. Misalnya, anak-anak yang baru saja belajar menjumlahkan

Page 44: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

218

atau mengalihkan mulai bermain dengan angka melalui cara yang berbeda dan bila mereka

berhasil menyelesaikan dengan baik mereka akan tertawa dan merasa bangga.

Dewey dalam Montolalu dkk (2009:1.7) percaya bahwa anak belajar tentang dirinya sendiri

serta dunianya melalui bermain. Melalui pengalaman-pengalaman awal bermain yang bermakna

menggunakan benda-benda konkret, anak mengembangkan kemampuan dan pengertian dalam

memecahkan masalah, sedangkan perkembangan sosialnya meningkat melalui interaksi dengan

teman sebaya dalam bermain.

Montolalu, (2009:1.14) melihat bermain sebagai sesuatu pelepasan atau pembebasan dari

tekanan-tekanan yang dihadapi anak. Melalui permainan anak dapat memahami menciptakan dan

memanipulasi simbol-simbol dan melakukan percobaan dengan peran-peran sosial.

Permainan egrang bathok merupakan salah satu permainan tradisional dari daerah jawa, yang

sudah lama tidak di mainkan oleh anak-anak. Dalam permainan egrang batok terdapat beberapa

aspek perkembangan anak usia dini seperti, perkembangan fisik, kognitif, bahasa, dan sosial

emosional. Menurut Montolalu (2009:8.22) Egrang adalah permainan yang dapat melatih

keseimbangan anak, cara memainkannya anak menaiki egrang yang terbuat dari batok/tempurung

kelapa atau bisa juga dibuat dengan menggunakan kaleng bekas yang diberi lubang ditengahnya

dan diberi tali yang panjang.

Menurut Sujiartiningsih (2011:14) Permainan egrang dapat digunakan untuk meningkatkan

konsentrasi dan kreativitas pada anak yang memainkannya yaitu ketika harus berkonsentrasi

untuk tetap berjalan dengan baik diatas tempat pijakan kaki agar tetap seimbang.

http://ejournal/2014/hlm.2

Menurut Hamid (2010:21) terdapat beberapa aspek yang dikembangkan dalam permainan

egrang batok yaitu :

1. Fisik, kegiatan ini banyak melibatkan motorik halus dan motorik kasar anak. Motorik halus;

melatih otot-otot tangan dalam mngetuk-ngetukkan balok sebagai musik. Motorik kasar;

melatih gerakan-gerakan tubuh dengan jalan atau lari dengan menggunakan terompah

tempurung, melatih keseimbangan tubuh agar tidak jatuh dalam bermain.

2. Bahasa, permainan ini melibatkan komunikasi antar anak, guru dan anak. Pendidik harus

selalu memberikan dukungan agar komunikasi yang terjasi adalah positif dan cendekia.

3. Kognitif, anak menghitung langkah demi langkah dengan menggunakan terompah tempurung

sampai anak terjatuh.

4. Sosial Emosional, anak bermain bersama-sama dan saling menghargai. Anak mentaati

peraturan, bermain jujur dan sportif.

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yaitu

penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Tahapan penelitian digambarkan pada

bagan berikut

Page 45: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

219

Gambar I Desain Penelitian Tindakan Kelas

Menurut Kemmis dan Taggart (dalam Arikunto 2008:16)

Penelitian tindakan kelas (PTK) ini dilaksanakan di TK Negeri Pembina Stabat, Jalan Tengku

Amir Hamzah Kabupaten Langkat. Penelitian ini dilakukan pada semester genap Tahun Ajaran

2014/2015.

Subjek penelitian ini adalah anak kelompok B di TK Negeri Pembina Stabat tahun ajaran

2014/2015 yang berjumlah 13 anak, terdiri atas 6 anak laki-laki dan 7 anak perempuan. Objek

penelitian ini adalah kemampuan sosial emosional anak kelompok B di TK Negeri Pembina

Stabat yang berusia 5-6 tahun.

Adapun indikator kemampuan sosial anak yakni:1) dapat bersosialisasi; 2) saling menolong

sesama teman; 3) disiplin dalam melakukan permainan; dan 4) saling menghargai sesama teman.

Sedangkan indikator emosional anak adalah: 1) rasa takut dan malu dalam bermain; 2) perasaan

emosi dalam bermain; 3) rasa ingin tahu dalam permainan; dan 4) menghargai pendapat orang

lain.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi dan dokumentasi.

Analisis data menggunakan statistik deskriptif.

Hasil Penelitian

Kondisi awal anak dalam kemampuan bersosialisasi dan mengendalikan rasa emosional

masih kurang optimal, hal ini diamati ketika PBM (proses belajar mengajar) berlangsung dari

awal sampai akhir pembelajaran. Permasalahan tersebut disebabkan karena dalam pembelajaran

guru hanya menggunakan instruksi tanpa memberikan contoh secara langsung (konkrit) kepada

anak seperti, melalui permainan atau buku cerita yang menggambarkan rasa sosial emosional

antar teman dan lingkungan sekitar sehingga kemampuan sosial emosional anak tidak

berkembang sesuai harapan.

Page 46: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

220

Siklus I

Hasil pengamatan kemampuan sosial anak pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1 Rekap Perkembangan Kemampuan Sosial Anak pada Siklus I

No. Indikator Deskriptor BB

(1)

MB

(2)

BSH

(3)

BSB

(4)

Persentase

(%)

1. Bersosialisasi Bermain dan bersosialisasi

dengan teman 3,3 20 35 - 58,3%

2. Saling

Menolong

Mau berbagi dengan

teman dan saling tolong

menolong

10 30 - - 40%

3. Disiplin

Mentaati peraturan

permainan dan menunggu

giliran

6,7 13,3 35 - 55%

4. Saling

Menghargai

Menghargai keunggulan

teman 8,3 23,3 15 - 46,6%

Rata-Rata 50%

Dari data di atas dapat dilihat bahwa persentase kemampuan sosial anak pada siklus I untuk

setiap indikator masih jauh dari hasil yang diharapkan. Pada kemampuan bersosialisasi (bermain

dan bersosialisasi dengan teman) hanya mencapai 58,3%, hal ini menunjukkan anak masih kurang

dalam bersosialisasi dengan orang lain. Pada kemampuan saling menolong (mau berbagi dan

saling tolong menolong) hanya mencapai 40%, hal ini menunjukkan bahwa kurangnya anak

dalam memiliki sikap saling menolong sesama orang lain. Pada kemampuan disiplin (mentaati

peraturan dan menunggu giliran) hanya mencapai 55%, hal ini menunujukkan bahwa masih

kurangnya anak dalam mentaati peraturan permainan. Pada kemampuan saling menghargai

(menghargai keunggulan orang lain) hanya mencapai 46,6% hal ini menunjukkan bahwa anak

belum dapat menerima keunggulan orang lain. Nilai rata-rata kemampuan sosial pada siklus I

mencapai 50 %.

Sedangkan hasil pengamatan emosional anak pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut.

Page 47: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

221

Tabel 2 Rekap Perkembangan Emosional Anak pada Siklus I

No. Indikator Deskriptor BB

(1)

MB

(2)

BSH

(3)

BSB

(4)

Persentase

(%)

1. Keberanian Mengendalikan rasa takut

dan malu 6,7 16,7 30 - 53,4%

2. Perasaan

emosi

Mengendalikan rasa beni,

cemburu dan malu 10 30 - - 40%

3. Antusiasme Kemampuan rasa ingin

tahu 6,7 20 25 - 51,7%

4. Kepedulian

Kemampuan dalam

mendengarkan pendapat

orang lain dan menerima

pendapat teman

10 30 - - 40%

Rata-Rata 46,2%

Dari data di atas dapat dilihat bahwa emosional anak pada setiap indikator masih jauh dari

hasil yang diharapkan. Keberanian anak (rasa takut dan malu) hanya mencapai 53,4%, hal ini

menunjukkan anak masih kurang dalam memperlihatkan sikap keberaniannya kepada orang lain.

Pada perasaan emosi (rasa benci, marah dan cemburu) hanya mencapai 40%, hal ini menunjukkan

bahwa anak masih kurang mengendalikan rasa benci, marah dan cemburu terhadap orang lain.

Pada kemampuan antusiasme (rasa ingin tahu) indikator hanya mencapai 51,7%, hal ini

menunujukkan bahwa masih kurangnya rasa ingin tahu anak terhadap sesuatu yang baru. Pada

kemampuan rasa kepedulian (menghargai pendapat orang) hanya mencapai 40% hal ini

menunjukkan bahwa anak masih kurang dalam mendengarkan pendapat orang lain. Nilai rata-rata

kemampuan emosional siklus ke I ini adalah 42,5%.

Dalam kegiatan pembelajaran di siklus I ini dalam kegiatan permainan egrang batok, guru

terlebih dahulu memilih anak yang sering bermain bersama menjadi satu kelompok. Lalu

kelompok tersebut dibagi menjadi 2 bagian dimana disebelah kiri 3 kelompok dan disebelah

kanan 3 kelompok, sehingga jumlah keseluruhan menjadi 6 kelompok. Guru mengenalkan dan

menjelaskan tentang permainan egrang batok yang dijadikan alat media dan guru juga

memperlihatkan terlebih dahulu bentuk egrang batok, setelah itu guru menjelaskan cara

melakukan permainan egrang batok kepada anak, dan kemudian guru memberikan contoh

bagaimana cara memainkan egrang batok dengan baik dan benar. Setelah guru menjelaskan

bagaimana cara melakukan permainan egrang batok guru meminta 3 orang anak dibarisan depan

untuk melakukan permainan egrang batok secara bergantian.

Siklus II

Hasil pengamatan kemampuan sosial anak pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut.

Page 48: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

222

Tabel 3 Rekap Perkembangan Kemampuan Sosial Anak pada Siklus II

No. Indikator Deskriptor BB

(1)

MB

(2)

BSH

(3)

BSB

(4)

Persentase

(%)

1. Bersosialisasi Bermain dan bersosialisasi

dengan teman - 6,7

30 46,7 83,4%

2. Saling

Menolong

Mau berbagi dengan

teman dan saling tolong

menolong

6,7 45 26,7

78,4%

3. Disiplin

Mentaati peraturan

permainan dan menunggu

giliran

6,7 30 46,7 83,4%

4. Saling

Menghargai

Menghargai keunggulan

teman 10

40 26,7 76,7%

Rata-Rata 80,4%

Sedangkan hasil pengamatan emosional anak pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4 Rekap Perkembangan Emosional Anak pada Siklus II

No. Indikator Deskriptor BB

(1)

MB

(2)

BSH

(3)

BSB

(4)

Persentase

(%)

1. Keberanian Mengendalikan rasa takut

dan malu - 10 30 40 80%

2. Perasaan

emosi

Mengendalikan rasa beni,

cemburu dan malu - 6,7 45 26,7 78,4%

3. Antusiasme Kemampuan rasa ingin

tahu - - 45 40 85%

4. Kepedulian

Kemampuan dalam

mendengarkan pendapat

orang lain dan menerima

pendapat teman

- - 50 33,3 83,3%

Rata-Rata 81,6%

Dari data di atas dapat dilihat bahwa persentase kemampuan sosial dan emosional anak pada

siklus II sudah mengalami peningkatan untuk setiap indikatornya. Rata-rata kemampuan sosial

dan emosional anak sudah mencapai kriteria yang ditetapkan.

Data peningkatan kemampuan sosial anak dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5. Peningkatan Kemampuan Sosial Anak

No Indikator Siklus I Siklus II Peningkatan

1.

2.

3.

4.

Bersosialisasi

Saling Menolong

Disiplin

Saling Menghargai

58,3%

40%

55%

46,6%

83,4%

78,4%

83,4%

76,7%

25,1%

38,4%

28,4%

30,1%

Rata-rata ketercapaian 50% 80,4% 30,4%

Page 49: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

223

Sedangkan data peningkatan emosional anak dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6. Peningkatan Emosional Anak

No Indikator Siklus I Siklus II Peningkatan

1.

2.

3.

4.

Keberanian

Perasaan Emosi

Antusiasme

Kepedulian

53,4%

40%

51,7%

40%

80%

78,4%

85%

83,3%

26,6%

38,4%

33,3%

43,3%

Rata-rata ketercapaian 46,2% 81,6% 35,4%

Gambaran terhadap peningkatan kemampuan sosial emosional anak dapat dlihat pada grafik

berikut.

Gambar 2. Perkembangan Kemampuan Sosial Emosional

Pelaksanaan pada siklus II sudah mengalami peningkatan dalam proses pembelajaran dan

kelemahan pada aspek kemampuan sosial emosional tentang rasa saling menghargai dan perasaan

emosi (benci, marah dan emosi) dapat diatasi dengan baik. Hal ini dapat berhasil dengan dengan

baik karena dilakukan variasi yang lebih menarik dengan cara guru mengganti teman satu

kelompok dalam melakukan permainan egrang batok, sehingga rasa saling menghargai dan

disiplin antar teman dalam bermain dapat meningkat. Pada siklus II ini guru juga memberikan

reward kepada anak dengan memberikan hadiah berupa sebuah permen dan stiker gambar bintang

bagi setiap anak yang ikut bermain, sehingga semua anak termotivasi berperan aktif. Anak sudah

mampu dan sangat antusias dalam melakukan permainan egrang batok. Anak juga tidak

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

1 2 3 4 5 6 7 8

Perkembangan Kemampuan Sosial Emosional

Siklus I

Siklus II

Page 50: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

224

berebutan dalam bermain, bergiliran satu per satu, saling membantu, saling menghargai dan

mentaati peraturan permainan yang di buat.

Gambaran hasil pengamatan terhadap aktifitas anak di atas menunjukkan bahwa anak

mempunyai rasa sosial emosional yang lebih baik melalui kegiatan yang menyenangkan. Guru

juga secara kreatif dan inovatif mengembangkan sendiri berbagai bentuk kegiatan pembelajaran

dan media yang lebih menarik dan menyenangkan.

Simpulan dan Saran

Berdasarkan analisis data yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kegiatan permainan

egrang batok dapat meningkatkan kemampuan sosial emosional anak kelompok B TK Negeri

Pembina Stabat tahun ajaran 2014/2015.

Berdasarkan kesimpulan di atas maka disarankan kepada guru untuk menggunakan permainan

egrang batok sebagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan sosial emosional anak.

Daftar Pustaka

Arikunto. 2012, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara.

Khadijah. 2012. Konsep Dasar Pendidikan Pra Sekolah. Bandung: Citapustaka Media Perintis.

Mantolalu. BFF. 2009. Bermain dan Permainan. Jakarta: Universitas Terbuka.

Nugraha, Ali. 2010. Metode Pengembangan Sosial Emosional. Jakarta: Universitas Terbuka.

Suyadi, Ulfa Maulidya. 2013. Konsep Dasar Paud. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Suyanto, Slamet. 2002. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini.

Page 51: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

214

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN SOSIAL EMOSIONAL MELALUI

PERMAINAN EGRANG BATOK PADA ANAK KELOMPOK B

DI TK NEGERI PEMBINA STABAT

Sari Suhrainia Haris1) dan Umar Darwis2)

1)Mahasiswa UMN Al Washliyah dan 2)Dosen FKIP UMN Alwashliyah

Abstrak

Permasalahan yang terjadi di TK Negeri Pembina Stabat adalah belum

berkembangnya kemampuan sosial emosional anak. Anak kurang dalam

bersosialisasi, menolong, disiplin, menghargai, berani, perasaan emosi, antusias,

dan kepedulian. Selain itu kurangnya media dan ide guru dalam meningkatkan

kemampuan sosial emosional anak.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah kemampuan sosial

emosional anak dapat meningkat melalui permainan egrang batok?

Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan sosial emosional melalui

permainan egrang batok pada anak kelompok B TK Negeri Pembina Stabat tahun

ajaran 2014/2015.

Metode penelitian adalah penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian adalah

anak kelompok B TK Negeri Pembina Stabat yang berjumlah 15 anak, 8 anak

laki-laki dan 7 anak perempuan. Objek penelitian adalah kemampuan sosial

emosional anak. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan

dokumentasi.

Hasil observasi pada siklus I menunjukkan persentase kemampuan sosial

emosional anak masih tergolong rendah dengan nilai rata-rata kemampuan sosial

mencapai 50% dan kemampuan emosi 46,2%. Hasil observasi pada siklus II

tingkat persentase kemampuan sosial emosional anak sudah berkembang sesuai

harapan (BSH) dan berkembang sangat baik (BSB), dengan rata-rata kemampuan

sosial 80,4% dan kemampuan emosional 81,6%.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui permainan egrang batok

dapat meningkatkan kemampuan sosial emosional anak usia dini kelompok B TK

Negeri Pembina Stabat.

Kata Kunci: Kemampuan Sosial Emosional, Permainan Egrang Batok

Pendahuluan

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) diberikan untuk mengembangkan semua aspek

perkembangan baik moral agama, kognitif, bahasa, sosial emosional, seni maupun fisik motorik

secara menyeluruh dimana semua aspek perkembangan, kemampuan dan potensi dalam diri anak

usia dini sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat. Masa usia dini merupakan masa

pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh

lingkungan. Dalam masa-masa ini anak mulai sensitif untuk menerima berbagai upaya

perkembangan seluruh potensinya, sehingga segala potensi dan kemampuan yang dimiliki anak

dapat dikembangkan secara optimal, tentunya dengan bantuan dari orang-orang yang berada di

lingkungan anak, baik orang tua maupun para pendidik.

Page 52: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

215

Ada beberapa aspek perkembangan anak usia dini yang harus dikembangkan oleh guru untuk

kematangan diri anak seperti, perkembangan nilai agama dan moral, kognitif, perkembngan fisik

motorik, bahasa, dan sosial emosional,karena beberapa aspek perkembangan tersebut sangat

penting bagi kehidupan anak usia dini.

Salah satu perkembangan yang sangat penting pada anak usia dini adalah perkembangan

sosial emosional, dimana anak harus mengontrol emosi yang ada didalam dirinya dan rasa saling

tolong menolong dimanapun mereka berada. Pola prilaku sosial yang terlihat pada masa kanak-

kanak awal, seperti kerjasama, persaingan, kemurahan hati, hasrat akan penerimaan sosial,

simpati, empati, ketergantungan, sikap ramah, sikap tidak mementingkan diri sendiri, meniru,

prilaku kelekatan. Perkembangan sosial emosional anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan

sekitar, dimana anak menggunakan keterampilan-keterampilan perseptual, motorik, kognitif, dan

bahasa mereka untuk melakukan sesuatu.

Nilai sosial dan emosional anak saling berkaitan satu sama lain dimana anak harus dapat

beradaptasi dengan teman-temannya dan mengatur emosi disaat mereka bermain. Ketika anak

bermain nilai sosial emosional yang ada didalam diri anak akan muncul sesuai dengan karakter-

karakter anak tersebut. Akan tetapi, anak Kelompok B di TK Negeri Pembina Stabat masih

banyak yang tidak dapat bersosilisai, bekerjasama, menunggu giliran, mentaati peraturan

permainan, mengendalikan emosi, marah, cemburu, takut dan malu dalam melakukan sebuah

permainan. Contohnya, ketika mereka bermain masih banyak anak yang memilih-milih teman,

marah jika diganggu temannya dan tidak percaya diri apabila dari teman mereka mengejek anak

yang sedang melakukan permainan.

Permasalahan ini dapat diatasi melalui model pembelajaran yang tepat dan penggunaan media

yang menarik. Pembelajaran pada anak usia dini haruslah menggunakan konsep belajar sambil

bermain, belajar sambil berbuat dan belajar melalui stimulus. Bermain adalah dunia anak karena

bermain dan permainan merupakan aktivitas yang sangat menyenangkan bagi anak. Dengan

bermain dapat dilihat perkembangan sosial emosionalnya, bagaimana anak meningkatkan

kemampuan fisiknya, bagaimana perasaannya saat menang atau kalah dalam permainan,

bagaimana kemampuan intelektualnya dalam memanfaatkan benda-benda sebagai mainan,

bagaimana pula kematangan sosial emosionalnya dalam bermain bersama.

Terdapat beberapa kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan sosial emosional seperti

menggunakan permainan egrang batok yang bervarisi dan menarik. Permainan egrang batok

mudah dilakukan dan disenangi oleh anak khususnya anak laki-laki, karena anak laki-laki lebih

menyukai permainan yang dapat mengembangkan rasa ingin tahu yang ada dalam diri anak, lebih

percaya diri dalam melakukan sesuatu dan permainan yang menurut mereka menarik untuk

dicoba. Didalam permainan egrang batok, anak harus membutuhkan kesabaran, keseimbangan,

konsentrasi dan kerjasama dalam bermain. Seperti, kerjasama dalam memberi dukungan kepada

teman sekelompok, mengatur emosi ketika melakukan gerakan langkah ke depan, ke belakang, ke

kiri, ke kanan, dan sabar menunggu antrian.

Page 53: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

216

Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah penerapan permainan egrang batok

dapat meningkatkan kemampuan sosial emosional anak kelompok B di TK Negeri Pembina

Stabat?

Kajian Pustaka

Sosial Emosional

Perkembangan sosial anak usia dini sangat penting bagi kehidupan mereka, karena anak dapat

beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Hurlock dalam Nugraha (2004:1.18) mengatakan

perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntunan

sosial. Perilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial seperti, bersosialisasi dengan orang lain, saling

bekerjasama dengan lingkungan sekitar, saling menghargai pendapat orang lain, agar mereka

lebih memahami situasi dan kondisi dimanapun mereka berada. Beberapa aspek penghambat

perkembangan sosial menurut Deliana dalam Nugraha (2010:4.22) yaitu: tingkah laku agresif,

daya usia kurang, pemalu, anak manja, perilaku berkuasa, perilaku merusak.

Menurut Santoso (2009:7.4) ada beberapa lingkungan sosial yang diperlukan oleh anak usia

dini agar perkembangan sosial mereka berkembangan dengan baik yaitu: Keluarga, lingkungan,

kepribadian, rekreasi, pergaulan dengan lawan jenis, pendidikan, solidaritas kelompok,

kemampuan penyesuaiaan diri.

Nugraha (2004:1.18) menyatakan bahwa ada tiga proses perkembangan sosial, yakni: 1)

Belajar bertingkah laku dengan cara yang dapat diterima masyarakat; 2) Belajar memainkan

peran sosial yang ada dimasyarakat; dan 3) Mengembangkan sikap sosial terhadap individu lain

dan aktivitas sosial yang ada di masyarakat.

Ada beberapa keterampilan sosial menurut Rich (2008:08) yaitu: 1) Belajar duduk sendiri; 2)

Belajar menunggu giliran; 3) Belajar mendengar pendapat orang lain, dan 4) Belajar

memperhatikan orang lain.

Moeslichatoen (2004:21) menyatakan bahwa perkembangan sosial adalah membina

hubungan dengan orang dewasa, yakni anak mendapat kesempatan tinggal di sekolah bersama

anak lain untuk belajar, menikmati dan menanggapi hubungan antar pribadi dengan anak lain

secara memuaskan: tidak suka bertengkar, tidak ingin menang sendiri, berbagi kue atau mainan,

dan saling membantu.

Karakteristik perilaku sosial pada anak usia dini menurut Nugraha (2004:2.18) ada, di

antaranya adalah:

1. Pada umumnya anak pada usia ini memiliki satu atau dua sahabat. Akan tetapi sahabat itu

akan cepat berganti. Mereka pada umumnya dapat cepat menyesuaikan diri secara sosial.

Sahabat yang di pilih biasanya dari jenis kelamin yang sama, kemudian berkembang menjadi

bersahabat dengan anak dengan jenis kelamin yang berbeda.

2. Kelompok bermainnya cenderung kelompok kecil, tidak terlalu terorganisasi secara baku

sehingga kelompok tersebut cepat berganti-ganti.

3. Anak yang lebih kecil sering kali mengamati anak yang lebih besar.

Page 54: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

217

4. Pola bermain anak prasekolah lebih bervariasi fungsinya sesuai dengan kelas sosial dan

gender. Anak dari kelas menengah lebih banyak bermain soliter, kooperatif, dan konstruktif,

sedangkan anak perempuan lebih banyak bermain soliter, konstruktif, paralel dan dramatik.

Anak laki-laki, lebih banyak bermain fungsional solitaire dan asosiatif dramatis.

5. Perselisihan sering terjadi. Akan tetapi, sebentar kemudian mereka berbaikan kembali. Anak

laki-laki banyak melakukan tindakan agresif dan menantang.

6. Setelah masuk TK, pada umumnya kesadaran mereka terhadap peran jenis kelamin telah

berkembangan. Anak laki-laki lebih senang bermain di luar, bermain kasar dan bertingkah

laku agresif, sedangkan anak perempuan lebih suka bermain yang bersifat kesenian, bermain

boneka atau menari.

Emosi dirasakan oleh semua orang, dimana seseorang akan merasakannya sebagai sebuah

persepsi yang dilalui oleh sistem-sistem saraf mereka sesuai dengan perkembangan emosinya.

Nugraha (2010:1.14) mengatakan bahwa emosi merupakan suatu keadaan yang kompleks, dapat

berupa perasaan ataupun getaran jiwa yang ditandai oleh perubahan biologis yang muncul

menyertai terjadinya suatu perilaku. Suyadi (2010:109 ) mengatakan emosi adalah kondisi

kejiwaan manusia. Karena sifatnya psikis atau kejiwaan, maka emosi hanya dapat dikaji melalui

letupan-letupan emosional atau gejala-gejala dan fenomena-fenomena, seperti kondisi sedih,

gembira, gelisah, benci, dan lain sebagainya.

Secara umum pola perkembangan emosi anak Bmenurut Suyadi (2010:110) meliputi 9 aspek,

yaitu rasa takut, malu, khawatir, cemas, marah, cemburu, duka cita, rasa ingin tahu, dan gembira.

Sedangkan dalam Permendiknas nomor 58 tahun 2009 dikemukakan beberapa indikator rasa

emosional yaitu : 1) Mengungkapkan rasa ingin tahu, 2) Menerima pendapat dari orang lain, 3)

Mau memberi dan menerima maaf.\

Lebih lanjut Yusuf dalam Khadijah (2012: 80) memaparkan aspek-aspek emosi pada anak:

1. Kesadaran diri; mengenal dan merasakan emosi sendiri.

2. Mengelola emosi; bersikap toleran terhadap frustasi dan mampu mengelola amarah secara

lebih baik.

3. Memanfaatkan emosi secara produktif; memiliki rasa tanggung jawab, mampu memusatkan

perhatian pada tugas yang di kerjakan.

4. Empati; mampu menerima sudut pandang orang lain, kepekaan terhadap perasaan orang lain,

mampu mendengarkan orang lain.

5. Membina hubungan; memiliki sikap bersahabat atau mudah bergaul dengan teman sebaya,

senang menolong orang lain, senang berbagi rasa, dan bekerja sama, dapat berkomunikasi

dengan orang lain.

Permainan Egrang Batok

Bermain dan permainan adalah satu kesatuan yang utuh yang dilakukan oleh anak usia dini.

Permainan merupakan alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari yang tidak dikenali sampai

pada yang diketahui, dan dari yang tidak dapat diperbuatnya sampai mampu melakukannya.

Menurut Piaget dalam Khadijah (2012:135) permainan ialah alat media yang meningkatkan

perkembangan sosial emosional anak. Misalnya, anak-anak yang baru saja belajar menjumlahkan

Page 55: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

218

atau mengalihkan mulai bermain dengan angka melalui cara yang berbeda dan bila mereka

berhasil menyelesaikan dengan baik mereka akan tertawa dan merasa bangga.

Dewey dalam Montolalu dkk (2009:1.7) percaya bahwa anak belajar tentang dirinya sendiri

serta dunianya melalui bermain. Melalui pengalaman-pengalaman awal bermain yang bermakna

menggunakan benda-benda konkret, anak mengembangkan kemampuan dan pengertian dalam

memecahkan masalah, sedangkan perkembangan sosialnya meningkat melalui interaksi dengan

teman sebaya dalam bermain.

Montolalu, (2009:1.14) melihat bermain sebagai sesuatu pelepasan atau pembebasan dari

tekanan-tekanan yang dihadapi anak. Melalui permainan anak dapat memahami menciptakan dan

memanipulasi simbol-simbol dan melakukan percobaan dengan peran-peran sosial.

Permainan egrang bathok merupakan salah satu permainan tradisional dari daerah jawa, yang

sudah lama tidak di mainkan oleh anak-anak. Dalam permainan egrang batok terdapat beberapa

aspek perkembangan anak usia dini seperti, perkembangan fisik, kognitif, bahasa, dan sosial

emosional. Menurut Montolalu (2009:8.22) Egrang adalah permainan yang dapat melatih

keseimbangan anak, cara memainkannya anak menaiki egrang yang terbuat dari batok/tempurung

kelapa atau bisa juga dibuat dengan menggunakan kaleng bekas yang diberi lubang ditengahnya

dan diberi tali yang panjang.

Menurut Sujiartiningsih (2011:14) Permainan egrang dapat digunakan untuk meningkatkan

konsentrasi dan kreativitas pada anak yang memainkannya yaitu ketika harus berkonsentrasi

untuk tetap berjalan dengan baik diatas tempat pijakan kaki agar tetap seimbang.

http://ejournal/2014/hlm.2

Menurut Hamid (2010:21) terdapat beberapa aspek yang dikembangkan dalam permainan

egrang batok yaitu :

1. Fisik, kegiatan ini banyak melibatkan motorik halus dan motorik kasar anak. Motorik halus;

melatih otot-otot tangan dalam mngetuk-ngetukkan balok sebagai musik. Motorik kasar;

melatih gerakan-gerakan tubuh dengan jalan atau lari dengan menggunakan terompah

tempurung, melatih keseimbangan tubuh agar tidak jatuh dalam bermain.

2. Bahasa, permainan ini melibatkan komunikasi antar anak, guru dan anak. Pendidik harus

selalu memberikan dukungan agar komunikasi yang terjasi adalah positif dan cendekia.

3. Kognitif, anak menghitung langkah demi langkah dengan menggunakan terompah tempurung

sampai anak terjatuh.

4. Sosial Emosional, anak bermain bersama-sama dan saling menghargai. Anak mentaati

peraturan, bermain jujur dan sportif.

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yaitu

penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Tahapan penelitian digambarkan pada

bagan berikut

Page 56: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

219

Gambar I Desain Penelitian Tindakan Kelas

Menurut Kemmis dan Taggart (dalam Arikunto 2008:16)

Penelitian tindakan kelas (PTK) ini dilaksanakan di TK Negeri Pembina Stabat, Jalan Tengku

Amir Hamzah Kabupaten Langkat. Penelitian ini dilakukan pada semester genap Tahun Ajaran

2014/2015.

Subjek penelitian ini adalah anak kelompok B di TK Negeri Pembina Stabat tahun ajaran

2014/2015 yang berjumlah 13 anak, terdiri atas 6 anak laki-laki dan 7 anak perempuan. Objek

penelitian ini adalah kemampuan sosial emosional anak kelompok B di TK Negeri Pembina

Stabat yang berusia 5-6 tahun.

Adapun indikator kemampuan sosial anak yakni:1) dapat bersosialisasi; 2) saling menolong

sesama teman; 3) disiplin dalam melakukan permainan; dan 4) saling menghargai sesama teman.

Sedangkan indikator emosional anak adalah: 1) rasa takut dan malu dalam bermain; 2) perasaan

emosi dalam bermain; 3) rasa ingin tahu dalam permainan; dan 4) menghargai pendapat orang

lain.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi dan dokumentasi.

Analisis data menggunakan statistik deskriptif.

Hasil Penelitian

Kondisi awal anak dalam kemampuan bersosialisasi dan mengendalikan rasa emosional

masih kurang optimal, hal ini diamati ketika PBM (proses belajar mengajar) berlangsung dari

awal sampai akhir pembelajaran. Permasalahan tersebut disebabkan karena dalam pembelajaran

guru hanya menggunakan instruksi tanpa memberikan contoh secara langsung (konkrit) kepada

anak seperti, melalui permainan atau buku cerita yang menggambarkan rasa sosial emosional

antar teman dan lingkungan sekitar sehingga kemampuan sosial emosional anak tidak

berkembang sesuai harapan.

Page 57: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

220

Siklus I

Hasil pengamatan kemampuan sosial anak pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1 Rekap Perkembangan Kemampuan Sosial Anak pada Siklus I

No. Indikator Deskriptor BB

(1)

MB

(2)

BSH

(3)

BSB

(4)

Persentase

(%)

1. Bersosialisasi Bermain dan bersosialisasi

dengan teman 3,3 20 35 - 58,3%

2. Saling

Menolong

Mau berbagi dengan

teman dan saling tolong

menolong

10 30 - - 40%

3. Disiplin

Mentaati peraturan

permainan dan menunggu

giliran

6,7 13,3 35 - 55%

4. Saling

Menghargai

Menghargai keunggulan

teman 8,3 23,3 15 - 46,6%

Rata-Rata 50%

Dari data di atas dapat dilihat bahwa persentase kemampuan sosial anak pada siklus I untuk

setiap indikator masih jauh dari hasil yang diharapkan. Pada kemampuan bersosialisasi (bermain

dan bersosialisasi dengan teman) hanya mencapai 58,3%, hal ini menunjukkan anak masih kurang

dalam bersosialisasi dengan orang lain. Pada kemampuan saling menolong (mau berbagi dan

saling tolong menolong) hanya mencapai 40%, hal ini menunjukkan bahwa kurangnya anak

dalam memiliki sikap saling menolong sesama orang lain. Pada kemampuan disiplin (mentaati

peraturan dan menunggu giliran) hanya mencapai 55%, hal ini menunujukkan bahwa masih

kurangnya anak dalam mentaati peraturan permainan. Pada kemampuan saling menghargai

(menghargai keunggulan orang lain) hanya mencapai 46,6% hal ini menunjukkan bahwa anak

belum dapat menerima keunggulan orang lain. Nilai rata-rata kemampuan sosial pada siklus I

mencapai 50 %.

Sedangkan hasil pengamatan emosional anak pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut.

Page 58: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

221

Tabel 2 Rekap Perkembangan Emosional Anak pada Siklus I

No. Indikator Deskriptor BB

(1)

MB

(2)

BSH

(3)

BSB

(4)

Persentase

(%)

1. Keberanian Mengendalikan rasa takut

dan malu 6,7 16,7 30 - 53,4%

2. Perasaan

emosi

Mengendalikan rasa beni,

cemburu dan malu 10 30 - - 40%

3. Antusiasme Kemampuan rasa ingin

tahu 6,7 20 25 - 51,7%

4. Kepedulian

Kemampuan dalam

mendengarkan pendapat

orang lain dan menerima

pendapat teman

10 30 - - 40%

Rata-Rata 46,2%

Dari data di atas dapat dilihat bahwa emosional anak pada setiap indikator masih jauh dari

hasil yang diharapkan. Keberanian anak (rasa takut dan malu) hanya mencapai 53,4%, hal ini

menunjukkan anak masih kurang dalam memperlihatkan sikap keberaniannya kepada orang lain.

Pada perasaan emosi (rasa benci, marah dan cemburu) hanya mencapai 40%, hal ini menunjukkan

bahwa anak masih kurang mengendalikan rasa benci, marah dan cemburu terhadap orang lain.

Pada kemampuan antusiasme (rasa ingin tahu) indikator hanya mencapai 51,7%, hal ini

menunujukkan bahwa masih kurangnya rasa ingin tahu anak terhadap sesuatu yang baru. Pada

kemampuan rasa kepedulian (menghargai pendapat orang) hanya mencapai 40% hal ini

menunjukkan bahwa anak masih kurang dalam mendengarkan pendapat orang lain. Nilai rata-rata

kemampuan emosional siklus ke I ini adalah 42,5%.

Dalam kegiatan pembelajaran di siklus I ini dalam kegiatan permainan egrang batok, guru

terlebih dahulu memilih anak yang sering bermain bersama menjadi satu kelompok. Lalu

kelompok tersebut dibagi menjadi 2 bagian dimana disebelah kiri 3 kelompok dan disebelah

kanan 3 kelompok, sehingga jumlah keseluruhan menjadi 6 kelompok. Guru mengenalkan dan

menjelaskan tentang permainan egrang batok yang dijadikan alat media dan guru juga

memperlihatkan terlebih dahulu bentuk egrang batok, setelah itu guru menjelaskan cara

melakukan permainan egrang batok kepada anak, dan kemudian guru memberikan contoh

bagaimana cara memainkan egrang batok dengan baik dan benar. Setelah guru menjelaskan

bagaimana cara melakukan permainan egrang batok guru meminta 3 orang anak dibarisan depan

untuk melakukan permainan egrang batok secara bergantian.

Siklus II

Hasil pengamatan kemampuan sosial anak pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut.

Page 59: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

222

Tabel 3 Rekap Perkembangan Kemampuan Sosial Anak pada Siklus II

No. Indikator Deskriptor BB

(1)

MB

(2)

BSH

(3)

BSB

(4)

Persentase

(%)

1. Bersosialisasi Bermain dan bersosialisasi

dengan teman - 6,7

30 46,7 83,4%

2. Saling

Menolong

Mau berbagi dengan

teman dan saling tolong

menolong

6,7 45 26,7

78,4%

3. Disiplin

Mentaati peraturan

permainan dan menunggu

giliran

6,7 30 46,7 83,4%

4. Saling

Menghargai

Menghargai keunggulan

teman 10

40 26,7 76,7%

Rata-Rata 80,4%

Sedangkan hasil pengamatan emosional anak pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4 Rekap Perkembangan Emosional Anak pada Siklus II

No. Indikator Deskriptor BB

(1)

MB

(2)

BSH

(3)

BSB

(4)

Persentase

(%)

1. Keberanian Mengendalikan rasa takut

dan malu - 10 30 40 80%

2. Perasaan

emosi

Mengendalikan rasa beni,

cemburu dan malu - 6,7 45 26,7 78,4%

3. Antusiasme Kemampuan rasa ingin

tahu - - 45 40 85%

4. Kepedulian

Kemampuan dalam

mendengarkan pendapat

orang lain dan menerima

pendapat teman

- - 50 33,3 83,3%

Rata-Rata 81,6%

Dari data di atas dapat dilihat bahwa persentase kemampuan sosial dan emosional anak pada

siklus II sudah mengalami peningkatan untuk setiap indikatornya. Rata-rata kemampuan sosial

dan emosional anak sudah mencapai kriteria yang ditetapkan.

Data peningkatan kemampuan sosial anak dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5. Peningkatan Kemampuan Sosial Anak

No Indikator Siklus I Siklus II Peningkatan

1.

2.

3.

4.

Bersosialisasi

Saling Menolong

Disiplin

Saling Menghargai

58,3%

40%

55%

46,6%

83,4%

78,4%

83,4%

76,7%

25,1%

38,4%

28,4%

30,1%

Rata-rata ketercapaian 50% 80,4% 30,4%

Page 60: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

223

Sedangkan data peningkatan emosional anak dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6. Peningkatan Emosional Anak

No Indikator Siklus I Siklus II Peningkatan

1.

2.

3.

4.

Keberanian

Perasaan Emosi

Antusiasme

Kepedulian

53,4%

40%

51,7%

40%

80%

78,4%

85%

83,3%

26,6%

38,4%

33,3%

43,3%

Rata-rata ketercapaian 46,2% 81,6% 35,4%

Gambaran terhadap peningkatan kemampuan sosial emosional anak dapat dlihat pada grafik

berikut.

Gambar 2. Perkembangan Kemampuan Sosial Emosional

Pelaksanaan pada siklus II sudah mengalami peningkatan dalam proses pembelajaran dan

kelemahan pada aspek kemampuan sosial emosional tentang rasa saling menghargai dan perasaan

emosi (benci, marah dan emosi) dapat diatasi dengan baik. Hal ini dapat berhasil dengan dengan

baik karena dilakukan variasi yang lebih menarik dengan cara guru mengganti teman satu

kelompok dalam melakukan permainan egrang batok, sehingga rasa saling menghargai dan

disiplin antar teman dalam bermain dapat meningkat. Pada siklus II ini guru juga memberikan

reward kepada anak dengan memberikan hadiah berupa sebuah permen dan stiker gambar bintang

bagi setiap anak yang ikut bermain, sehingga semua anak termotivasi berperan aktif. Anak sudah

mampu dan sangat antusias dalam melakukan permainan egrang batok. Anak juga tidak

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

1 2 3 4 5 6 7 8

Perkembangan Kemampuan Sosial Emosional

Siklus I

Siklus II

Page 61: “PEDAGOGIK” - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/SAMPUL.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan bahasa

Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016

224

berebutan dalam bermain, bergiliran satu per satu, saling membantu, saling menghargai dan

mentaati peraturan permainan yang di buat.

Gambaran hasil pengamatan terhadap aktifitas anak di atas menunjukkan bahwa anak

mempunyai rasa sosial emosional yang lebih baik melalui kegiatan yang menyenangkan. Guru

juga secara kreatif dan inovatif mengembangkan sendiri berbagai bentuk kegiatan pembelajaran

dan media yang lebih menarik dan menyenangkan.

Simpulan dan Saran

Berdasarkan analisis data yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kegiatan permainan

egrang batok dapat meningkatkan kemampuan sosial emosional anak kelompok B TK Negeri

Pembina Stabat tahun ajaran 2014/2015.

Berdasarkan kesimpulan di atas maka disarankan kepada guru untuk menggunakan permainan

egrang batok sebagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan sosial emosional anak.

Daftar Pustaka

Arikunto. 2012, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara.

Khadijah. 2012. Konsep Dasar Pendidikan Pra Sekolah. Bandung: Citapustaka Media Perintis.

Mantolalu. BFF. 2009. Bermain dan Permainan. Jakarta: Universitas Terbuka.

Nugraha, Ali. 2010. Metode Pengembangan Sosial Emosional. Jakarta: Universitas Terbuka.

Suyadi, Ulfa Maulidya. 2013. Konsep Dasar Paud. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Suyanto, Slamet. 2002. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini.