Lapsus Individu Baim ADB new.

40
LAPORAN KASUS INDIVIDU ANEMIA DEFISIENSI BESI Pembimbing : dr. Taufiqur Rahman, Sp.A Disusun Oleh : M. Ibrahim Sengadji 201010330311154 1

description

semoga bermanfaat.

Transcript of Lapsus Individu Baim ADB new.

5

LAPORAN KASUS INDIVIDU

ANEMIA DEFISIENSI BESI

Pembimbing :

dr. Taufiqur Rahman, Sp.A Disusun Oleh :

M. Ibrahim Sengadji 201010330311154KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU KESEHATAN ANAKRUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2015KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmatNya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus anak yang mengambil topik Anemi Defisiensi Besi Laporan ini disusun dalam rangka menjalani kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan Anak di RS Muhammadiyah Lamongan. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan responsi kasus ini, terutama kepada dr.Taufiqur Rahman, Sp.A selaku dokter pendamping yang telah memberikan bimbingan kepada saya dalam penyusunan dan penyempurnaan laporan kasus ini.Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dalam bidang kedokteran khususnya Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Lamongan, April 2015

Penyusun

DAFTAR ISIKata Pengantar

2Daftar Isi

3Bab 1. Pendahuluan

4Bab 2. Laporan Kasus

6Bab 3. Pembahasan

16Bab 4. Kesimpulan

29Daftar Pustaka

30BAB 1PENDAHULUAN

Anemia bukanlah suatu diagnosis melainkan suatu simptom penyakit yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut untuk menentukan etiologinya.

Anemia adalah kekurangan sel darah merah, kuantitas hemoglobin, volume pada sel darah merah (hematokrit) dalam jumlah tertentu per 100 ml darah. Cara untuk menentukan anemia diuraikan oleh anamnesis, pemeriksaan fisik yang teliti dan didukung oleh pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan biasanya dengan mengukur Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Ht). Hasil pemeriksaan tersebut hati-hati dikelirukan pada pasien dehidrasi dan masa kehamilan.

Dalam keadaan normal jumlah sel darah merah pada rata-rata orang dewasa kira-kira 5 juta permilimeter kubik. Eritropoesis pada orang dewasa terutama terjadi di dalam sumsum tulang melalui stadium pematangan. Sel eritrosit berinti berasal dari sel induk multipotensial yang kemudian berdiferensiasi menjadi sel induk unipotensial. Sel induk unipotensial dengan rangsangan hromon eritropoetin menjadi sel pronormoblas. Sel pronormoblas ini akan membentuk deoxyribonucleic acid (DNA) yang diperlukan untuk tiga sampai dengan empat kali fase mitosis. Dari tiap sel pronormoblas akan terbentuk 16 eritrosit. Sel-sel yang sedang berada dalam fase diferensiasi dari pronormoblas sampai dengan eritrosit dapat dikenal dari morfologinya, sehingga dapat dikenal 5 stadium pematangan. Proses diferensiasi dari pronormoblas sampai eritrosit memakan waktu + 72 jam. Sel eritrosit normal berumur 120 hari.

Anemia dapat diklasifikasi menurut morfologi sel darah merah dan indeks-indeksnya. Pada klasifikasi ini mikro dan makro menunjukkan ukuran sel darah merah, sedangkan kromik menunjukkan warnanya. BAB 2LAPORAN KASUS

Anak T, perempuan, usia 2 tahun, BB aktual 7,3 kg (adjusted BB kg), TB 110 cm, datang ke poli anak tgl 1 April 2015 pkl 09.22 diantar orang tuanya. Pasien datang dengan mencret sebanyak lebih dari 10 kali, isi makanan dan minuman, ampas (+), lendir (+), darah (-). Setiap kali makan dan minum dimunthakan, anak tampak lemah. Buang air besar cair seperti susu sebanyak 2 kali, lendir (-), darah (-), warna hitam (-), ampas (-), panas (+) dan sudah minum sanmol dan renalite tetapi tidak membaik. Anak tampak rewel sejak tadi malam pasien sudah tidak mau makan, kata ibunya saat usia 6 bulan selesai ASI pasien mulai susah makan nasi dan sayur-sayuran, pasien lebih suka makan makanan ringan yang gurih dan renyah, pasien juga lebih suka minum the yang manis dari pada minum air putih. Riwayat penyakit dahulu diaera disangkal, asma disangkal, riwayat transfuse disangkal. Riwayat keluarga kakanya pernah dirawat di rumah sakit dengan DB dan pernah ditransfusi PRC 2 bag. Riwayat penyakit social tinggal di rumah dengan ventilasi (+). Riwayat persalinan anak kedua lahir SC dengan indikasi letak sungsang usia kehamilan 38-39 minggu dan berat bayi lahir 3600 gram lahir langsung menangis kuat, apgar scor 7-8. Riwayat imunisasi usia 3 thn sudah lengkap dan imunisasi ke dokter spesialis anak. Riwayat tumbang usia 3 tahun sudah bisa panggil ayah dan ibu, sudah bisa jalan. Riwayat nutrisi ASI sampai 6 bulan.. Hasil dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak lemah, kesadaran cukup, GCS 456. Pada pemeriksaan vital sign didapatkan: nadi 120x/menit (cepat, teratur, dan lemah), respiratory rate 30x/menit (pernapasan thorakoabdominal cepat dan dangkal), tekanan darah -/- mmHg, suhu axilla 38.20C, dan SpO2 98%. Pada pemeriksaan kepala dan leher, didapatkan anemis (-), mukosa bibir mengalami perdarahan (-), sclera mata ikterik (-), pernapasan cuping hidung (-), mata cowong (+), meningeal sign (-), RC +/+ PBI 3mm/3mm. Pada pemeriksaan thoraks, didapatkan kedua dada bergerak secara simetris, retraksi (-). Pada pemeriksaan paru, didapatkan suara napas vesicular pada paru kanan dan vesikular normal pada paru sinistra. Pada pemeriksaan jantung tidak didapatkan kelainan. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen cembung simetris, shifting dullness -, abdominal pain -, turgor kulit menurun, liver dan lien tidak teraba, dan renal tidak teraba. Pada pemeriksaan akral teraba dingin, kering, pucat, CRT >2sec, edema kedua extremitas inferior (-), dan tidak ditemukan pteki. Hasil dari pemeriksaan penunjang saat masuk di poli anak, didapatkan leukosit 11.1, Neutrofil 77.2, limfosit 8.1, monosit 5.1, eosinopil 6.2, basofil 3.4, Eritrosit 4.44, hemoglobin 8.0, hematokrit 28.0, MCV 63.10, MCH 18.00, MCHC 28.60, RDW 16, Trombosit 431, MPV 3, Hs-CRP 1.09. hasil pemeriksaan feritin 10.50 (normal 9.8-73), Zat besi 21 (normal 37-145), saturasi Transferin 5 (normal 15-50%). Kemudian diperiksa hapusan darah tepi hasilnya Eritrosit : hipokrom mikrositer, fragmentosis (+), pencil cell (+), bentuk sel abnormal lain (-), kesan jumlah menurun, polikromasi (-), normoblast (-). Lekosit : Kesan jumlah dalam batas normal, didominasi sel-sel segmen netrofil, toxic granul (+), hipersegmentasi (-), tidak ditemukan sel muda (blast), monosit kesan jumlah meningkat. Trombosit : kesan jumlah dalam batas normal. Kesan : Gambaran hapusan darah saat ini Anemia Hipokrom Mikrositer dan Monositosis. Berdasarkan data di atas, didapatkan clue and cue sebagai berikut: perempuan, usia 2 thn, BB 7,3 kg (adjusted BB kg), Vomiting lebih dari 10 kali sejak tadi malam, diare 2 kali, febris (+), KU: lemah, GCS 456, takikardi (teraba lemah), takipnea (RR 24x/menit), tekanan darah -/- mmHg, dan suhu axilla 38.20C, mata cowong (+), mulut kering (+), dan turgor kulit menurun. Hasil pemeriksaan penunjang: Hb menurun (anemia), MCH dan MCV menurun, problem list: GEA, Dehidrasi ringan sedang dan Anemia Defisiensi Besi (ADB).Berdasarkan clue and cue serta problem list, maka pasien dapat didiagnosis sebagai GEA dengan dehidrasi ringan sedang + Anemia Defisensi Besi (ADB). Untuk membantu menegakkan diagnosis dan mengetahui adanya penyulit/komplikasi maka diperlukan planning diagnosis, antara lain: Darah Lengkap, feritin Adapun planing therapy pada pasien saat di poli anak: stabilkan ABCD, Airway (jalan napas clear), Breathing (clear), Circulation (infuse KAEN 3B 400 cc dalam 24 jam ( lanjut KAEN IB 800 cc dalam 24 jam, injeksi Antrain 80 mg intra vena, Injeksi Rantin 2x8 mg intra vena, Injeksi ondansetron 1,5 mg intra vena prn (bila perlu), oral diberikan interlac 2 gtt 5 dan L. zinc 1 dd cth I. Adapun prognosis pasien pada kasus ini adalah dunia ad bonam, quo ad Edukasi yang diberikan kepada keluarga pasien adalah menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit, etiologi, pengobatan, serta prognosis.LAMPIRAN STATUS GIZI

Anak perempuan, Usia 2 tahun, BB 7,3 aktual= kg, BB ideal= kg, TB aktual= cm

BB/TB= 7,3/22 x 100%= 159% Adjusted BB= kg

LAMPIRAN SOAP PASIEN

TglSOAP

Pasien dirawat di IPI

2April 2015Masih mencret, muntah -, panas -. KU: lemah, GCS 456, Nadi 100x/menit, RR 35x/menit, TD --/- mmHg, Temp 35.30C, SpO2 98%, K/L a+/i-/c-/d-, Thorax: sim/sim, ret (-/-), Pulmo: ves melemah/ves, Rh (-/-), Whz (-/-), Cor: S1S2 tunggal, murmur (-), Abdomen: Flat, soepel, met (-), H/L ttb, BU+N, Extremitas: akral HKM.

Hasil Lab: leukosit 11.1, Neutrofil 77.2, limfosit 8.1, monosit 5.1, eosinopil 6.2, basofil 3.4, Eritrosit 4.44, hemoglobin 8.0, hematokrit 28.0, MCV 63.10, MCH 18.00, MCHC 28.60, RDW 16, Trombosit 431, MPV 3, Hs-CRP 1.09.GEA dan Anemia Defisiensi Besi.

Dx Planing: SI, Feritin, HDT.

Planning Tx: - Inf KAEN 1 B 800 cc/24 jam - Inj. Antrain 80 mg iv

- inj. Rantin 2x8 mg iv

- Inj. Ondanstron prn

- Interlac 2 gth V- L Zinc 2 cth I

3 April 2015BAB 2x ampas (+), muntah (-). KU: lemah, GCS 456, Nadi 145x/menit, RR 30x/menit, TD -/- mmHg, Temp 39.90C, SpO2 99%, K/L a+/i-/c-/d-, Thorax: sim/sim, ret (-/-), Pulmo: ves melemah/ves, Rh (-/-), Whz (-/-), Cor: S1S2 tunggal, murmur (-), Abdomen: Flat, Soepel, Met (-), Ren/Lien tidak teraba, BU+N, Extremitas: akral HKM.

Hasil Lab: leukosit 11.1, Neutrofil 77.2, limfosit 8.1, monosit 5.1, eosinopil 6.2, basofil 3.4, Eritrosit 4.44, hemoglobin 8.0, hematokrit 28.0, MCV 63.10, MCH 18.00, MCHC 28.60, RDW 16, Trombosit 431, MPV 3, Hs-CRP 1.09.GEA + Anemia Defisiensi Besi (ADB). .

Planning Dx: -

Planning Tx:

- Inf. Kaen IB 800 cc/24 jam - Inj. Antrain 80 mg iv - inj. Rantin 2x8 mg iv

- Inj. Ondanstron prn

- Interlac 2 gth V

- L Zinc 2 cth I

04 April 2015Pasien sudah tidak mencret, muntah (-). KU: lemah, GCS 456, Nadi 145x/menit, RR 30x/menit, TD -/- mmHg, Temp 39.90C, SpO2 99%, K/L a-/i-/c-/d-, Thorax: sim/sim, ret (-/-), Pulmo: ves melemah/ves, Rh (-/-), Whz (-/-), Cor: S1S2 tunggal, murmur (-), Abdomen: Flat, Soepel, Met (-), Ren/Lien tidak teraba, BU+N, Extremitas: akral HKM.

Produksi urine: - Hasil Lab:-GEA + Anemia Defisiensi Besi (ADB). Planning Dx: - Planning Tx:

BAB 3

PEMBAHASAN4.1 Diagnosis

Pada kasus ini, Anak T, perempuan, usia 2 tahun, BB aktual 7,3 kg (adjusted BB kg), TB 110 cm, datang ke poli anak tgl 1 April 2015 pkl 09.22 diantar orang tuanya. Pasien datang dengan mencret sebanyak lebih dari 10 kali, isi makanan dan minuman, ampas (+), lendir (+), darah (-). Setiap kali makan dan minum dimunthakan, anak tampak lemah. Buang air besar cair seperti susu sebanyak 2 kali, lendir (-), darah (-), warna hitam (-), ampas (-), panas (+) dan sudah minum sanmol dan renalite tetapi tidak membaik. Anak tampak rewel sejak tadi malam pasien sudah tidak mau makan, kata ibunya saat usia 6 bulan selesai ASI pasien mulai susah makan nasi dan sayur-sayuran, pasien lebih suka makan makanan ringan yang gurih dan renyah, pasien juga lebih suka minum the yang manis dari pada minum air putih. Riwayat penyakit dahulu diaera disangkal, asma disangkal, riwayat transfuse disangkal. Riwayat keluarga kakanya pernah dirawat di rumah sakit dengan DB dan pernah ditransfusi PRC 2 bag. Riwayat penyakit social tinggal di rumah dengan ventilasi (+). Riwayat persalinan anak kedua lahir SC dengan indikasi letak sungsang usia kehamilan 38-39 minggu dan berat bayi lahir 3600 gram lahir langsung menangis kuat, apgar scor 7-8. Riwayat imunisasi usia 3 thn sudah lengkap dan imunisasi ke dokter spesialis anak. Riwayat tumbang usia 3 tahun sudah bisa panggil ayah dan ibu, sudah bisa jalan. Riwayat nutrisi ASI sampai 6 bulan..

Penyebab berikut terjadi anemi defisiensi besi pada anak yang tersering adalah: Adanya percepatan tumbuh pada masa tersebut disertai asupan besi yang rendah

Penggunaan susu sapi dengan kadar besi yang kurang sehingga dapat menyebabkan exudative enteropathy dan kehilangan darah akibat menstruasi.

Jumlah besi dalam badan orang dewasa adalah 4-5 gr sedang pada bayi 400 mg, yang terdiri dari : masa eritrosit 60 %, feritin dan hemosiderin 30 %, mioglobin 5-10 %, hemenzim 1 %, besi plasma 0,1 %. Kebutuhan besi pada bayi dan anak lebih besar dari pengelurannya karena pemakaiannya untuk proses pertumbuhan, dengan kebutuhan rata-rata 5 mg/hari tetapi bila terdapat infeksi meningkat sampai 10 mg/hari.Penyebab tersering terjadinya Anemia Defisensi Besi pada Anak: BayiAnakRemaja

Infeksi

Metabolik

Inborn error

Kejang

KekerasanToksin

Infeksi

Kejang

Intususepsi

Kekerasan/TraumaToksin

Trauma

Psikiatrik

Kejang

Untuk penyebab struktural dapat disingkirkan karena tidak ditemukan riwayat trauma kepala dan kelainan neurologis fokal. Berdasarkan clue and cue diatas, kemungkinan penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan medikal: syok, infeksi sekunder pada otak, atau akibat hepatic encephalopathy.Pada pasien ini, penurunan kesadaran akibat Dengue Shock Syndrome. Hal ini karena clue and cue diatas memenuhi kriteria diagnosis DSS yaitu, demam tinggi mendadak selama 2-7 hari, manifestasi perdarahan minimal torniket positif, jumlah trombosit 20 mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 250cc/jam dan dipertahankan hingga 24 jam atau sampai klinis stabil dan Ht menurun < 40%. Selanjutnya cairan diturunkan menjadi 125cc/jam sampai keadaan klinis dan Ht stabil, kemudian secara bertahap diturunkan menjadi 75cc/jam. Apabila syok belum teratasi, sedangkan Ht menurun tapi masih > 40%, berikan transfusi berikan darah segar 500cc dan lanjutkan cairan kristaloid 350cc/jam),4. Disability: GCS 345Kunci keberhasilan pengobatan severe dengue adalah ketepatan volume replacement atau penggantian volume, sehingga dapat mencegah syok. Perembesan atau kebocoran plasma pada severe dengue terjadi mulai hari demam ketiga hingga ketujuh dan tidak lebih dari 48 jam sehingga fase kritis severe dengue ialah dari saat demam turun hingga 48 jam kemudian. Observasi tanda vital, kadar hematokrit, trombosit dan jumlah urin 6 jam sekali (minimal 12 jam sekali) perlu dilakukan.Cairan kristaloid yang direkomendasikan WHO untuk resusitasi awal syok ialah Ringer laktat, Ringer asetat atau NaCL 0,9%. Ringer memiliki kelebihan karena mengandung natrium dan sebagai base corrector untuk mengatasi hiponatremia dan asidosis yang selalu dijumpai pada severe dengue. Untuk severe dengue perlu ditambahkan base corrector disamping pemberian cairan Ringer akibat adanya asidosis berat. Saat pasien berada dalam fase demam, pemberian cairan hanyalah untuk rumatan bukan cairan pengganti karena kebocoran plasma belum terjadi. Jenis dan jumlah cairan harus disesuaikan. Bila pada syok tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan resusitasi kristaloid maka cairan koloid harus diberikan (ada 3 jenis ;dekstan, gelatin dan hydroxy ethyl starch)sebanyak 10-30ml/kgBB. Berat molekul cairan koloid lebih besar sehingga dapat bertahan dalam rongga vaskular lebih lama (3-8 jam) daripada cairan kristaloid dan memiliki kapasitas mempertahankan tekanan onkotik vaskular lebih baik (Srikiatkhachorn et al, 2007; Wills et al, 2005).Tabel 3. Jenis cairan kristaloid untuk resusitasi DHF Pada syok berat (lebih dari 60 menit) pasca resusitasi kristaloid (20ml/kgBB/30menit) dan diikuti pemberian cairan koloid tetapi belum ada perbaikan maka diperlukan pemberian transfusi darah minimal 100 ml dapat segera diberikan. Obat inotropik diberikan apabila telah dilakukan pemberian cairan yang memadai tetapi syok belum dapat diatasi(Srikiatkhachorn et al, 2007; Wills et al, 2005).Tabel 4. Jenis cairan koloid untuk resusitasi DHF

Pemberian suspensi trombosit umumnya diperlukan dengan pertimbangan bila terjadi perdarahan secara klinis dan pada keadaan KID. Bila diperlukan suspensi trombosit maka pemberiannya diikuti dengan pemberian fresh frozen plasma (FFP) yang masih menandung faktor-faktor pembekuan untuk mencegah agregasi trombosit yang lebih hebat. Bila kadar hemoglobin rendah dapat pula diberikan packed red cell (PRC).Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan masuk kembali dalam intravaskular sehingga perlu dihentikan pemberian cairan intravena untuk mencegah terjadinya oedem paru. Pada fase penyembuhan (setelah hari ketujuh) bila terdapat penurunan kadar hemoglobin, bukan berarti perdarahan tetapi terjadi hemodilusi sehingga kadar hemoglobin akan kembali ke awal seperti saat anak masih sehat. Pada anak yang awalnya menderita anemia akan tampak kadar hemoglobin rendah, hati-hati tidak perlu diberikan transfusi (Srikiatkhachorn et al, 2007; Wills et al, 2005).4.3Komplikasi

a.Ensefalopati Dengue.

Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DHF dengan maupun tanpa syok, cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila syok teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HCO3-, dan jumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan laktar ringer dekstrosa segera ditukar dengan larutan Nacl (0,9%) : glukosa (5%) = 3:1. untuk mengurangi edema otak diberikan kortikosteroid, tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan >60 mg/dl, mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan pemberiaan oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa. Pada DHF ensefalopati mudah terjadi infeksi bakteri sekunder, makaa untuk mencegah dapat diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi ampisilin 100 mg/kgbb/hari + kloramfenikol 75 mg/kgbb/hari). Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati (Srikiatkhachorn et al, 2007; Wills et al, 2005).b. Kelainan Ginjal

Kelainan ginjal akibat syok yang berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal akut. Dalam keadaan syok harus yakin benar bahwa penggantian volume intravascular telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum mencukupi 2 ml/kgbb/jam, sedangkan cairan yang diberikan sudah sesuai kebutuhan, maka selanjutnya furosemid 1 mg/kgbb dapat diberikan. Pemantauan tetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kadar ureum, dan kreatinin. Tetapi apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya syok juga belum dapat dikoreksi dengan baik, maka pemasangan CVP (central venous pressure) perlu dilakukan untuk pedoman pemberian cairan selanjutnya (Srikiatkhachorn et al, 2007; Wills et al, 2005).c. Edema paru

Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan edema paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskular, apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran edem paru pada foto roentgen dada. Gambaran edem paru harus dibedakan dengan perdarahan paru (Srikiatkhachorn et al, 2007; Wills et al, 2005).4.3 PrognosisPrognosis kegawatan severe dengue (DSS) tergantung pada pengenalan, pengobatan tepat, segera, dan pemantauan syok secara ketat. Sekali severe dengue (DSS) teratasi walaupun berat , penyembuhan akan terjadi dalam 2-3 hari. Tanda prognosis baik adalah membaiknya takikardia, takipneu dan kesadaran, diuresis cukup, dan nafsu makan timbul. Pada pasien ini prognosis mulai membaik pada perawatan hari ke 3, dimana sebelumnya pasien mengalami severe dengue (DSS).

BAB 4KESIMPULANLaki-laki usia 8 thn, BB 35 kg, panas hari ke 5, datang ke IGD dengan keluhan utama penurunan kesadaran, disertai nyeri perut kanan atas, nausea vomiting, melena, epistaksis, gum bleeding, mucosal mouth bleeding, nafsu makan menurun, dan oliguria. Pada pemeriksaan fisik ditemukan, KU: lemah, GCS 355, takikardi (teraba lemah), takipnea (RR 30x/menit), tekanan darah 110/70mmHg, dan suhu axilla 36.50C, suara napas vesikular dextra melemah, abdominal pain RUQ, ascites minimal, hepatomegali, akral dingin, kering, pucat, NGT berwana merah kehitaman 200cc. Hasil pemeriksaan penunjang: trombositopeni, leukopeni, hemokonsetrasi, peningkatan SGOT/SGPT (liver impairment), foto thorax (efusi pleura dextra).Berdasarkan clue and cue di atas, maka pasien dapat didiagnosis sebagai severe dengue with severe plasma leakge + severe haemorrhage + severe organ liver and CNS impairment (menurut WHO 2009) atau Dengue Shock Syndrome (menurut WHO 1997). Pada pasien ini tidak terjadi komplikasi, seperti ensefalopati dengue, gagal ginjal akut, atau edema paru. Setelah mendapatkan tata laksana kegawatan DSS secara simultan dengan resusitasi cairan serta perawatan selama 7 hari, akhirnya keadaan pasien dapat kembali membaik. Pada pasien ini prognosis mulai membaik pada perawatan hari ke DAFTAR PUSTAKAHadinegoro SRS, Pitfalls, Pearls, 2006, Diagnosis dan Tata Laksana Demam Berdarah Dengue. Dalam : Trihono PP, Syarif DR, Amir I, Kurniati N, penyunting. Current Management of Pediatrics Problems, Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLVI, Jakarta.

Balmaseda A et al, 2005, Assessment of the World Health Organization scheme for classification of dengue severity in Nicaragua. American Journal of Tropical Medicine and Hygiene, 73:10591062. Halstead SB, 2009, Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever, Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Textbook of Pediatric, Edisi ke-17. Philadelphia : WB Saunders, h.1092-4.

Halstead CB, 2010, Dengue hemorrhagic fever: two infections and antibody dependent enhancement, a brief history and personal memoir. Rev Cubana Med Trop 2010; 54(3):h.171-79Phuong CXT et al, 2002, Evaluation of the World Health Organization standard tourniquet test in the diagnosis of dengue infection in Vietnam. Tropical Medicine and International Health, 7:125132. Soedarmo SSP, 2008, Demam Berdarah (Dengue) Pada Anak, Jakarta : UI Press.

Srikiatkhachorn A et al, 2007, Natural history of plasma leakage in dengue hemorrhagic fever: a serial ultrasonic study. Pediatric Infectious Disease Journal, 26(4):283 290.WHO, 2009, Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control, New Edition: Special Programme for Research and Training in Tropical Diseases, Geneva, Switzerland.

WHO, 1997, Guidelines For Treatment of Dengue Fever/Dengue Haemorrhage Fever in Small Hospital, Special Programme for Research and Training in Tropical Diseases, Geneva, Switzerland.

Wills BA et al, 2005, Comparison of three fluid solutions for resuscitation in dengue shock syndrome. New England Journal of Medicine, 353:877889.1