Post on 14-Sep-2015
description
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Krisis Hipertensi Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah
yang sangat tinggi (tekanan darah sistolik 180 mmHg dan/ atau diastolik 120
mmHg) yang membutuhkan penanganan segera.1,5
2.2 Klasifikasi Krisis Hipertensi a. Hipertensi darurat/emergensi (Emergency hypertension)
Kenaikan tekanan darah mendadak (sistolik 180 mmHg dan atau
diastolik 110 mmHg) dengan kerusakan organ target yang bersifat
progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera dalam kurun
waktu menit sampai jam.5,13
b. Hipertensi mendesak/urgensi (Urgency hypertension)
Kenaikan tekanan darah mendadak (sistolik 180 mmHg dan atau
diastolik 120 mmHg) tanpa kerusakan organ target yang progresif atau
minimal. Sehingga penurunan tekanan darah bisa dilaksanakan lebih
lambat dalam kurun waktu 24-48 jam.5,13
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committe on
Prevention, Detection, Evaluaion, and Treatment of High Blood Pressure
(JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi
kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2. (Tabel
2.1)2
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 72
Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal
2.3 Epidemiologi Insiden hipertensi tergantung komposisi ras populasi yang diteliti dan kriteria
yang digunakan untuk menjelaskan kondisi. Pada populasi kulit putih di daerah
pinggiran kota seperti pada penelitian Framingham, hampir seperlima populasi
mempunyai tekanan darah lebih besar dari 160/95, sementara hampir setengah
populsi mempunyai tekanan lebih besar dari 140/90. Prevalensi yang lebih tinggi
ditemukan pada populasi bukan kulit putih.6
Data epidemiologis menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya
populasi lanjut usia, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar
juga akan bertambah, dimana baik hipertensi sistolik maupun kombinasi
hipertensi sistolik dan diastolik sering timbul pada lebih dari separuh orang yang
berusia di atas 65 tahun.2
Hasil penelitian Oktora (2007) mengenai gambaran penderita hipertensi yang
dirawat inap di bagian penyakit dalam RSUD ArifinAchmad Pekanbaru tahun
2005 didapatkan penderita hipertesi meningkat secara nyata pada kelompok umur
45-54 tahun yaitu sebesar 24,07% dan mencapai puncaknya pada kelompok umur
65 tahun yaitu sebesar 31,48% Jika dibandingkan antara pria dan wanita
didapatkan wanita lebih banyak menderita hipertensi yaitu sebesar 58,02% dan
pria sebesar 41,98%.
2.4 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Hipertensi Faktor faktor yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut
adalah:2
1. Faktor resiko, seperti diet, asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok,
dan genetik.
2. Sistem saraf simpatis (tonus simpatis dan variasi diurnal).
3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi.
4. Pengaruh sistem otokrim setempat yang berperan pada sistem renin,
angiotensin, dan aldosteron.
Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian
tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar:2
Tekanan darah = Curah jantung x Tahanan perifer
2.5 Patofisiologi Banyak faktor yang dapat menyebabkan hipertensi menjadi krisis hipertensi.
Hipertensi kronis jarang menyebabkan terjadinya krisis hipertensi karena adaptasi
pembuluh darah sehingga kerusakan organ target dapat dicegah. Krisis hipertensi
terjadi karena peningkatan tahanan vaskuler sistemik. Endotel memiliki peranan
penting dalam mengatur homeostasis tekanan darah dengan mensekresikan
beberapa substansi seperti nitrit oxide (NO) dan prostasiklin. Peningkatan
vasoreaktif dapat dipresipitasi oleh pelepasan substansi vasokonstriksi seperti
angiotensin II, norepinefrin atau keadaan yang menyebabkan suatu kondisi
hipovolemia. Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) berperan
penting pada proses hipertensi berat. Angiotensin II menyebabkan cedera pada
pembuluh darah sehingga terjadi aktivasi gen proinflamatori seperti interleukin 6
dan NF-k. Selama terjadi peningkatan tekanan darah, endotel mengkompensasi
dengan melepaskan vasodilator seperti NO. Saat endotel tidak lagi mampu
mengkompensasi maka akan terjadi peningkatan tekanan darah dan kerusakan
endotel.1,2
Kegagalan mekanisme tubuh dalam mengkompensasi menyebabkan
peningkatan resistensi pembuluh darah dan kerusakan endotel. Mekanisme pasti
kerusakan endotel belum diketahui secarapasti. Hali ini mungkin berhubungan
dengan respon imun sehingga terjadi pelepasan sitokin, vasokonstriktor endotelin
dan peningkatan ekspresi endothelial adhesion molecules. Peningkatan ekspresi
cell adhesion molecules seerti P-selectin, atau intracellular adhesion molecule 1
oleh sel endotel menyebabkan terjadinya inflamasi yang menyebabkan
bertambahnya kerusakan fungsi sel endotel, peningkatan permeabilitas endotel,
menghambat aktivitas fibrinolitik endotel dan aktivasi kaskade koagulasi.
Agregasi trombosit dan degranulasi pada endotel yang mengalami kerusakan akan
memicu terjadinya inflamasi lebih lanjut, thrombosis dan vasokonstriksi.1,2
Gambar 2.1 Perubahan pada vaskular selama krisis hipertensi
2.6 Kerusakan Organ Target Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Kerusakan organ organ target yang umum ditemui pada
pasien hipertensi adalah :2
1. Jantung
a. Hipertrofi ventrikel kiri
b. Angina atau infark miokardium
c. Gagal jantung
2. Otak (stroke atau transient ischemic attack)
3. Penyakit ginjal kronis
4. Penyakit arteri perifer
5. Retinopati
Beberapa peneliti menemukan bahwa penyebab kerusakan organ organ
tersebut dapat diakibatkan langsung dari kenaikan tekanan darah, atau karena efek
tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor AT1 angitensin
II, stress oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric oxide synthase, dan lain
lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas
terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya
kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth
factor- (TGF-).2
Adanya kerusakan organ target terutaa pada jantung dan pembuluh darah
akan memperburuk prognosis pasien hipertensi. Tingginya morbiditas dan
mortalitas pasien hipertensi terutama disebabkan oleh timbulnya penyakit
kardiovaskular. Faktor resiko penyakit kardiovaskular pada pasien hipertensi
antara lain adalah:2
a. Merokok
b. Obesitas
c. Kurangnya aktivitas fisik
d. Dislipidemia
e. Diabetes melitus
f. Mikroalbuminuria atau perhitungan LFG 55 tahun, perempuan >65 tahun)
h. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung kardiovaskular prematur
(laki laki < 55 tahun, perempuan 140 mmHg merupakan faktor risiko yang lebih penting untuk
terjadinya penyakit kardiovaskular dari pada tekanan darah diastolik:2
a. Risiko penyakit kardiovaskular dimulai pada tekanan darah 115/75
mmHg, meningkat dua kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg.
b. Risiko penyakit kardiovaskular bersifat kontinyu, konsisten, dan
independen dari faktor risiko lainnya.
c. Individu berumur 55 tahun memiliki 90% risiko untuk mengalami
hipertensi.
2.7 Gambaran Klinis Krisis Hipertensi Sebagian besar penderita dengan hipertensi tidak mempunyai gejala spesifik
yang menunjukkan kenaikan tekanan darahnya dan hanya diidentifikasi dari
pemeriksaan fisik, sehingga peninggian tekanan darah tidak jarang merupakan
satu satunya tanda pada hipertensi. Gejala yang ditimbulkan berbeda beda
tergantung tingginya tekanan darah. Kadang kadang hipertensi esensial berjalan
tanpa gejala dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target
seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung. Gejala seperti sakit kepala, epistaksis
dan migren dapat ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi esensial meskipun
tidak jarang yang tanpa gejala. Pada hasil observasi mengenai hipertensi di Paris,
dari 1771 pasien hipertensi yang tidak dapat diobati, gejala sakit kepala
menduduki urutan pertama, diikuti oleh palpitasi, nokturia, pusing dan tinnitus.
Pada observasi tersebut tidak didapatkan korelasi antara tingginya tekanan darah
dan gejala yang timbul.7
Pada survey hipertensi di Indonesia tercatat sebagai keluhan yang
dihubungkan dengan hipertensi. Pada penelitian A. Gani, dkk. Gejala klinis
seperti pusing, cepat marah dan telinga berdenging merupakan gejala yang sering
dijumpai, selain gejala lain seperti mimisan, sukar tidur dan sesak nafas.
Penelitian ini tidak berbeda dengan Harmaji, dkk yang melaporkan mendapatkan
keluhan pusing, rasa berat di tengkuk dan sukar tidur adalah gejala yang paling
sering dijumpai pada pasien hipertensi, rasa mudah lelah dan cepat marah juga
banyak dijumpai, sedangkan mimisan jarang ditemukan.8
2.8 Diagnosis Diagnosis krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil
terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Pada pemeriksaan yang
menyeluruh kita sudah dapat mendiagnosis suatu krisis hipertensi.
1. Anamnesis meliputi:2
a. Lamanya menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
b. Indikasi adanya hipertensi sekunder
- Keluarga dengan penyakit ginjal (ginjal polikistik).
- Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri, pemakaian
obat obat analgesik dan obat/ bahan lain.
- Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi
(feokromositoma).
- Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme).
c. Faktor faktor risiko
- Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga.
- Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarga.
- Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarga.
- Kebiasaan merokok.
- Pola makan.
- Kegemukan, intesnitas olah raga
- Kepribadian.
d. Gejala kerusakan organ
- Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan,
transient ischemic attacks, defisit sensoris atau motoris.
- Jantung: palpitasi, nyeri dada, sesak napas, bengkak di kaki.
- Ginjal: haus, poliuri, nokturia, dan hematuria.
- Arteri perifer: ekstremitas dingin, klaudikasio intermiten.
e. Pengobatan antihipertensi sebelumnya
f. Faktor faktor pribadi, keluarga dan lingkungan
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah di kedua
lengan, mencari kerusakan organ sasaran (retinopati, gangguan neurologi,
payah jantung kongestif, diseksi aorta). Palpasi denyut nadi di keempat
ekstremitas. Auskultasi untuk mendengar ada atau tidaknya bruit
pembuluh darah besar, bising jantung dan ronki paru. Selain itu harus juga
dicari berbagai komplikasi krisis hipertensi lainnya dengan kegawatan
neurologi ataupun payah jantung kongestif dan udema paru. Perlu dicari
penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung koroner.1,9
Pengukuran tekanan darah:2
a. Pengukuran rutin di kamar periksa
Pengukuran di kamar periksa dilakukan pada posisi duduk di kursi setelah
pasien istirahat selama 5 menit, kaki di lantai dan lengan pada posisi
setinggi jantung. Ukuran dan peletakan manset (panjang 12-13 cm, lebar
35 cm untuk standar orang dewasa) dan stetoskop harus benar (gunakan
suara Korotkoff fase I dan V untuk penentuan sistolik dan diastolik).
Pengukuran dilakukan dua kali, dengan sela antara 1 sampai 5 menit,
pengukuran tambahan dilakukan jika hasil kedua pengukuran sebelumnya
sangat berbeda. Konfirmasi pengukuran pada lengan kontralateral
dilakukan pada kunjungan pertama dan jika didapatkan kenaikan tekanan
darah. Pengukuran denyut jantung dengan menghitung nadi (30 detik)
dilakukan saat duduk segera sesudah pengukuran tekanan darah. Untuk
orang usia lanjut, diabetes dan kondisi lain dimana diperkirakan ada
hipotensi ortostatik, perlu dilakukan juga pengukuran tekanan darah pada
posisi berdiri.2
b. Pengukuran 24 jam (Ambulatory Blood Pressure Monitoring-ABPM)2
Beberapa indikasi penggunaan ABPM antara lain:
- Hipertensi yang borderline atau yang bersifat episodik
- Adanya disfungsi saraf otonom
- Hipertensi sekunder
- Sebagai pedoman dalam pemilihan obat antihipertensi
- Tekanan darah yang resisten terhadap pengobatan antihipertensi
- Gejala hipotensi yang berhubungan dengan pengobatan
antihipertensi.
c. Pengukuran sendiri oleh pasien
Pengukuran sendiri di rumah memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kekurangannya adalah masalah ketepatan pengukuran, sedang
kelebihannya antara lain dapat memberikan banyak hasil pengukuran.
Beberapa peneliti bahwa pengukuran di rumah lebih mewakili kondisi
tekanan darah sehari hari. Pengukuran tekanan darah di rumah juga
diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien dan menigkatkan
keberhasilan pengendalian tekanan darah serta menurunkan biaya.2
3. Pemeriksaan Penunjang 1,9
- Pemeriksaan laboratorium awal : Urinalisis, darah lengkap dan elektrolit
- Pemeriksaan penunjang : Elektrokardiografi dan foto thoraks
- Pemeriksaan penunjang lainnya bila memungkinkan : CT Scan Kepala,
Echocardiografi
2.9 Penatalaksanaan Krisis Hipertensi
Tujuan penatalaksanaan krisis hipertensi adalah menurunkan tekanan darah
sesegera mungkin. Setelah itu dapat dilakukan pengobatan terdiri dari terapi non
farmakologis dan farmakologis. Terapi non farmakologis harus dilaksanakan oleh
semua pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan
mengendalikan faktor faktor resiko serta penyakit penyerta lainnya.1,9,10
a. Non farmakologi
Terapi non farmakologis terdiri dari: 1,9,10
- Menurunkan berat badan (5-20 mmHg/10 kg)
- Menghentikan rokok
- Menurunkan berat badan berlebih
- Menurunkan konsumsi alkohol yang berlebihan (2-4 mmHg)
- Latihan fisik 30 menit/hari (4-9 mmHg)
- Menurunan asupan garam 2,4 gram-6 gram (2-8 mmHg)
- Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan
lemak.
b. Farmakologi1,9,10
Penatalaksanaan hipertensi emergensi:
1. Harus dilakukan di RS dengan fasilitas pemantauan yang memadai.
2. Pengobatan parenteral diberikan secara bolus atau infus sesegera
mungkin.
3. Tekanan darah harus diturunkan dalam hitungan menit sampai jam
dengan langkah sebagai berikut:
- 5 - 120 menit pertama tekanan darah rata rata (mean arterial blood)
diturunkan 20-25%.
- 2- 6 jam kemudian diturunkan sampai 160/100 mmHg.
- 6-24 jam berikutnya diturunkan sampai 20% dari awal, dosis diberikan 30
mg/jam sampai target tercapai.
- Diteruskan dengan dosis maintanance 5-10 mg/jam dengan
observasi 4 jam kemudiandiganti dengan tablet oral.
3. Nicardipin (Perdipin) IV 12 mg dan 10 mg/ampul
- Nicardipin diberikan 10-30 mcg/kgBB bolus
- Bila tekanan darah stabil diteruskan dengan 0,5-6 mcg/kgBB/menit
sampai target tercapai.
4. Labetalol (Normodyne) IV
Diberikan 20-80 mg IV bolus setiap 10 meit atau dapat diberikan
dalam cairan infus dengan dosis 2 mg/menit.
5. Nitropruside (Nitropress, Nipride) IV
Diberikan dalam cairan infus dengan dosis 0,25-10 mcg/kg/menit.
Tabel 2.2 Obat parenteral yang dipakai di Indonesia10,11
Obat Dosis Efek Onset Perhatian khusus Klonidin IV 150 ug
6 amp per 250 cc Glukosa 5% mikrodrip
30-60 min 24 jam Ensepalopati dengan gangguan koroner
Nitrogliserin IV
10-50ug 100ug/cc per 500 cc
2-5 min 5-10 min Sakit kepala, takikardia, muntah
Nicardipine IV
0,5-6 ug/kg/menit 1-5 min 15-30 min
Takikardi, mual, muntah, sakit kepala, peningkatan tekanan intrakranial
Diltiazem IV 5-15 ug/kg/menit 1-5 min 15-30 min
Takikardi, mual, muntah, sakit kepala, peningkatan tekanan intrakranial
Nitroprusside IV *
0,25-10 mcg / kg / menit
Langsung
2-3 menit Mual, muntah, penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan keracunan tiosianat
*obat ini belum beredar resmi di Indonesia Penatalaksanaan hipertensi urgensi
Penatalaksanaan hipertensi urgensi cukup dengan obat oral yang bekerja
cepat sehingga menurunkan tekanan darah dalam beberapa jam.
Tabel 2.3 Obat hipertensi oral yang dipakai di Indonesia10,11
Obat Dosis Efek Lama Kerja Perhatian khusus
Captopril 12,5 - 25 mg
ulangi per 30 min
15-30 min
6-8 jam Stenosis a.renalis
Clonidine 75 - 150 ug,
ulangi per jam
30-60 min 8-16 jam mengantuk, mulut kering
Propanolol 10 - 40 mg PO
ulangi setiap 30 min
15-30 min 3-6 jam Bronkokonstriksi, blok jantung,
Nifedipine 5 - 10 mg
ulangi setiap 15 menit
5 -15 min 4-6 jam Gangguan koroner
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:4
- Target tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu beresiko tinggi
(diabetes, gagal ginjal, proteinuria < 130/80 mmHg).
- Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular.
- Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria.
Selain pengobatan hipertensi, pengobatan terhadap faktor resiko atau
kondisi penyerta lainnya seperti diabetes melitus atau dislipidemia juga harus
dilaksanakan hingga mencapai target terapi masing-masing kondisi.4
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan oleh JNC 7: 4
- Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosterone antagonist (Aldo
Ant)
- Beta Blocker (BB)
- Calcium Channel Blocker atau Calcium antagonist (CCB)
- Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
- Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker
(ARB).
Diuretika golongan tiazid bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan
klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler akibatnya
terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Yang termasuk golongan
tiazid antara lain:12
- Hidroklorotiazid (HCT), dosis: 12,5-25 mg, 1 x sehari.
- Klortalidon, dosis: 12,5-25 mg, 1 x sehari.
- Indapamid, dosis: 1,25-2,5 mg, 1 x sehari.
- Bendroflumetiazid, dosis: 2,5-5 mg, 1 x sehari.
- Metolazon, dosis: 2,5-5, 1 x sehari.
- Xipamid, dosis: 10-20 mg, 1 x sehari.
Yang termasuk golongan beta bloker, antara lain:12
- Kardioselektif: asebutolol, atenolol, bisoprolol, metoprolol.
- Non selektif: alprenolol, karteolol, nadolol, oksprenolol, pindolol, propranolol,
timolol, karvedilol, labetalol.
Beberapa obat yang termasuk dalam golongan antagonis kalsium:
Nifedipin, verapamil, diltiazem, amilodipin, nikardipin, isradipin, felodipin.12
Beberapa obat yang tergolong ACEI: Kaptopril, benazepril, enalapril,
fosinopril, lisinopril, perindopril, quinapril, trandolapril, dan imidapril.12
Beberapa obat yang tergolong ARB: Losartan, valsartan, irbesartan,
telmisartan,dan candesartan.