CASE 4 DEPRESI + IO

23
DEPRESI PADA PENDERITA SIDA DEPRESI Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri (Kaplan, 2010). Menurut Kaplan, depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Mood adalah keadaan emosional internal yang meresap dari seseorang, dan bukan afek, yaitu ekspresi dari isi emosional saat itu (Kaplan, 2010). Keluhan fisis yang umum dijumpai pada pasien ansietas dan depresi antara lain sakit kepala, anoreksia, cepat lelah, konstipasi, insomnia, palpitasi, berkeringat, libido menurun, sakit perut, nyeri ulu hati, sesak nafas dan lain lain. Keluhan psikis jarang dikemukakan secara langsung dan baru terungkap melalui anamnesis teliti dan terarah. Belakangan diperhatikan, jika pasien berasal dari kelompok dengan intelegensia tinggi, mereka akan mengemukakan keluhan psikis sebagai keluhan utamnya. 1

description

as

Transcript of CASE 4 DEPRESI + IO

Page 1: CASE 4 DEPRESI + IO

DEPRESI PADA PENDERITA SIDA

DEPRESI

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang

berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk

perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia,

kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri (Kaplan, 2010).

Menurut Kaplan, depresi merupakan salah satu gangguan mood yang

ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya

penderitaan berat. Mood adalah keadaan emosional internal yang meresap dari

seseorang, dan bukan afek, yaitu ekspresi dari isi emosional saat itu (Kaplan,

2010).

Keluhan fisis yang umum dijumpai pada pasien ansietas dan depresi antara

lain sakit kepala, anoreksia, cepat lelah, konstipasi, insomnia, palpitasi,

berkeringat, libido menurun, sakit perut, nyeri ulu hati, sesak nafas dan lain lain.

Keluhan psikis jarang dikemukakan secara langsung dan baru terungkap melalui

anamnesis teliti dan terarah. Belakangan diperhatikan, jika pasien berasal dari

kelompok dengan intelegensia tinggi, mereka akan mengemukakan keluhan psikis

sebagai keluhan utamnya. Sedangkan pada kelompok dengan intelegensia rendah,

mereka akan mengemukakan keluhan fisisnya terlebih dahulu.1

Untuk mempermudah mengenal keadaan depresi, terdapat gejala yang

merupakan trias depresi yaitu :1

1. Tidak bisa menikmati hidup

2. Tidak ada perhatian pada lingkungan

3. Lelah sepanjang hari

1

Page 2: CASE 4 DEPRESI + IO

Ada beberapa komponen lain dari depresi yang diajukan oleh Sutter, yaitu :1

1. Ketidakmampuan untuk berkomunikasi, merasa hampa, tidak mampu

bertukar pikiran dan gagasan, kehilangan semangat.

2. Senang menyendiri, dan tidak mampu mengantisipasi secara positif

kehadiran orang lain.

3. Perasaan tidak mampu, selalu merendahkan dirinya.

4. Was-was dan selalu merasa terancam.

Patofisiologi6

Patofisiologi dari penyakit psikosomatik, termasuk ansietas dan depresi

bersumber pada adanya ketidakseimbagan saraf otonom vegetatif. Saraf ini

mempesarafi sebagian besar dari alat viseral tubuh, sehingga tidaklah

mengherankan bila muncul keluhan berupa keluhan kardiovaskular, respirasi,

saluran cerna, urogenital dan sebagainya. Sedangkan penyebab

ketidakseimbangan vegetatif pada gangguan psikosomatik sebagian besar

merupakan faktor psikis, seperti konflik emosional, frustasi, ketegangan yang

berlangsung lama, dan berbagai stres psikis lainnya.

Keluhan adanya ketidakseimbangan vegetatif sangatlah beraneka ragam

seperti sakit kepala, pusing, serasa mabuk, cenderung untuk pingsan, banyak

berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pada lambung dan

usus, diare, anoreksia, kaki dan tangan dingin, kesemutan, merasa dingin/panas di

seluruh tubuh dan sebagainya.

Yang khas ialah bila ketidakseimbangan vegetatif itu murni, maka tidak

didapatkan gejala seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Seringkali ditemukan

keluhan yang berpindah dari sistem organ yang satu ke sistem organ lainnya,

untuk kemudian menghilang dalam waktu singkat tanpa adanya kelainan pada

organ-organ tersebut. Dalam waktu yang cukup lama, keluhan yang bersifat

fungsional dapat pula mengakibatkan kelainan organik.

2

Page 3: CASE 4 DEPRESI + IO

Akhir-akhir ini gangguan vegetatif autonom dihubungkan dengan adanya

gangguan konduksi impuls saraf di celah-celah sinaps antar neuron. Gangguan

konduksi ini disebabkan adanya kelebihan/kekurangan neurotransmitter di

presinaps atau adanya gangguan sensitivitas pada reseptor-reseptor post sinap.

Beberapa neurotransmitter yang telah diketahui antara lain noradrenalin, dopamin,

dan serotonin. Dikemukakan juga konsep lain terjadinya gangguan fungsional

pada organ viseral, yaitu visceral hyperalgesia. Keadaan ini meningkatkan respon

reflek yang berlebihan pada beberapa bagian viseral tadi, yang dibuktikan dengan

adanya kasus non cardiac chestpain, non ulcer dyspepsia, dan irritable bowel

syndrome.

AIDS/SIDA

Acquired immune deficiency syndrome (AIDS/SIDA) dapat diartikan

sebagai kumpulan gejala yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh

akibat infeksi oleh virus HIV yang termasuk family retroviridae. SIDA

merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. Prevalensi HIV cenderung bertambah

tinggi dari tahun ke tahun. Peningkatan ini sejalan dengan peningkatan orang yang

melakukan perilaku berisiko tinggi untuk tertular HIV. Setengah abad dari awal,

epidemi HIV dan SIDA terjadi pada 40 juta orang dengan HIV, pada tahun 2005

terdapat 5 juta penderita baru terjadi. Jumlah kasus HIV dan SIDA didunia terus

meningkat, sebesar 39,5 juta orang terinfeksi HIV. Terdapat 4.3 juta infeksi baru

dengan 2.8 juta infeksi baru terjadi di Sub Sahara (WHO/UNAIDS, 2006).

Menurut dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan

Depkes RI jumlah orang dengan infeksi HIV dan SIDA dari 1987 hingga 2008

dilaporkan 5.23 per 100.000. Tahun 2010 dilaporkan jumlah kumulatif kasus

SIDA sebanyak 24131 kasus dengan prevalensi sebesar 10.46% (Ditjen PPM &

PL Depkes, 2010).

DEPRESI PADA PENDERITA SIDA

HIV dengan gangguan kejiwaan mempunyai hubungan timbal balik.

Seseorang yang terinfeksi HIV akan dapat menyebabkan gangguan kejiwaan

3

Page 4: CASE 4 DEPRESI + IO

akibat virus HIV masuk dan menyerang sistem saraf pusat yang ada di dalam

otak. Perjalanan SIDA yang berakhir dengan kematian, penyebarannya yang

cepat, adanya stigma dan diskriminasi terhadap ODHA menjadi hal yang dapat

menimbulkan stress dan gangguan psikiatri pada ODHA tersebut.

Prevalensi gangguan mental pada ODHA dilaporkan antara 5% dan 23%

(WHO,2008). Penelitian oleh Treisman (2007) pada klinik HIV John Hopkins

University menunjukkan bahwa 54% pasien didiagnosa mengalami gangguan

psikiatri antara lain depresi berat (20%), penurunan moral/ gangguan penyesuaian

(18%), gangguan penyalahgunaan zat (74%), penurunan kognitif (18%). Alim

(2010) yang menemukan bahwa gangguan psikiatri seperti depresi, kecemasan,

psikosis, dan lain- lain merupakan gangguan psikiatri yang paling banyak

ditemukan pada pasien dengan HIV dan SIDA. Depresi dan kecemasan

merupakan gangguan psikiatri yang paling umum dialami oleh ODHA yang

berkunjung pada klinik dukungan bagi ODHA di RS Kampala, Uganda

(Petrushkin, 2005) dan prevalensi depresi mencapai 53.9% pada kalangan HIV

positif di Uganda (Nakasujja dkk, 2010).

Hal ini menjadi berbahaya bagi pasien SIDA yang menderita depresi.

Salah satu penyebab dari rendahnya kepatuhan pengobatan antiretroviral pada

ODHA adalah gangguan depresi (Vranceanu dkk, 2008). Pence (2009) juga

menemukan bahwa depresi menjadi prediktor rendahnya kepatuhan ART,

meningkatnya perilaku seksual berisiko, kegagalan pengobatan ART, kecepatan

sindrom HIV, dan angka kematian yang tinggi. Pada analisis multivariat diperoleh

bahwa wanita dengan HIV dan SIDA dengan gejala depresi kronik dua kali

berisiko mengalami kematian dibanding wanita tanpa depresi (Ickovics, 2011).

Dengan kata lain gangguan depresi mempunyai hubungan dengan kemajuan

sindrom penyakit dan peningkatan kematian. Depresi yang kronik juga

berhubungan dengan perilaku seksual yang berisiko bagi ODHA lainnya dan

kelompok negatif. Implikasi ini berhubungan dengan penyebaran penyakit

(Makin, 2009).

Menurut Mellins dkk (2003), pada kelompok remaja yang terinfeksi HIV,

gangguan psikiatri seperti depresi, kecemasan, masalah perilaku dan sosial

merupakan gangguan psikiatri yang dominan dialami dengan prevalensi sebesar

4

Page 5: CASE 4 DEPRESI + IO

12%- 44 %. Namun, kelompok umur 30- 39 tahun ditemukan sindrom depresi

berat pada pasien HIV di RSUP H.Adam Malik (Saragih, 2005).

Gangguan depresi dan kecemasan lebih tinggi terjadi pada wanita dengan

HIV positif dibanding wanita HIV negatif (Morisson dkk, 2002). Depresi klinik di

kalangan wanita dengan HIV dan SIDA lebih tinggi dibanding dengan pria HIV

dan SIDA (Voss, 2007). Penelitian Gupta dkk (2010) bahwa dari 1.268 responden

HIV positif 25.3% wanita mengalami depresi dengan pendidikan yang rendah.

Hal ini sejalan dengan infeksi HIV pada wanita lebih tinggi dibanding pria dengan

HIV positif khususnya untuk risiko seksual sehingga bagi wanita akses ke

pelayanan kesehatan menjadi terbatas, kuatir, dan adanya rasa ketakutan

(Baingana, 2005).

Namun, Adewuyaa (2006), menemukan bahwa depresi terlihat pada pasien

pria dan kelompok etnik minoritas. Penelitian Ciesla dan Roberts (2001)

menunjukkan bahwa prevalensi depresi meningkat dikalangan orang dengan HIV

dan SIDA pada negara berpenghasilan tinggi. Kandouw (2007) menyebutkan

bahwa depresi terjadi pada responden yang yang tidak bekerja (51.4 %). Saragih

(2005) dan Kandouw (2007) menemukan bahwa gangguan depresi ditemukan

pada pasien dengan tingkat pendidikan terakhir SMA dengan prevalensi masing-

masing 76.5% dan 50 %.

Diagnosis HIV yang lebih awal dan mendapat pengobatan lebih dini

berhubungan dengan angka progresi yang rendah dari infeksi HIV dan penting

bagi program pencegahan dan kontrol. 50 Pasien ODHA yang didiagnosis lama

hidup dengan HIV memiliki trauma yang berkurang karena awal diagnosis dan

mengalami gejala depresi yang rendah (Vance, 2006). Penelitian yang dilakukan

Yee dkk (2009) dalam melihat hubungan tahun diagnosis HIV dengan kejadian

depresi pada ODHA yang berkunjung pada pusat klinik Universitas Malaysia

ditemukan bahwa ODHA yang mengalami depresi mengetahui dirinya terinfeksi

HIV selama 4,5 tahun. Selang waktu ini sudah menunjukkan gejala simptomatik

dari SIDA jumlah CD4 yang rendah (< 500 sel/mm3) sehingga kemajuan dari

infeksi HIV pun semakin cepat.

Keganasan penyakit dinilai dari stadium klinis, jumlah CD4 yang rendah,

kecepatan pertumbuhan virus, ataupun jumlah gejala fisik juga berhubungan

5

Page 6: CASE 4 DEPRESI + IO

dengan peningkatan kematian, depresi klinik, distimia, bunuh diri, dan kecemasan

(Mast dkk, 2004; Olley 2006; Freeman dkk, 2007). CD4 berhubungan dengan

perubahan inflamasi pada otak sehingga menjadi tanda HIV berhubungan dengan

penurunan sistem imun dan konsekuensinya berupa disfungsi limfosit, diikuti oleh

kerusakan otak yang terjadi. Penelitian Horberg dkk (2007) pada 3359 pasien HIV

yang ada dalam The Kaiser Permanente and Group Health Cooperative di

Amerika menemukan bahwa depresi berhubungan dengan penurunan jumlah CD4

(< 500 sel/mm3). Namun, penelitian yang dilakukan oleh Saragih (2005) pada

pasien ODHA di RSUP H.Adam Malik Medan menemukan bahwa sindrom

depresi sedang dialami oleh pasien dengan jumlah CD4 < 200 sel/ mm3.

Seiring dengan perpanjangan harapan hidup ODHA dengan adanya ARV ,

risiko untuk gangguan mental terjadi pun dapat dialami, khususya dalam hal

kepatuhan mengkonsumsi ARV dan juga efek dari ARV sendiri. Beberapa

pengobatan seperti zidovudine, didanosine, nevirapine, abcavir, dan efavirens

diteliti memilki hubungan dengan gejala neuropsikiatri. Prevalensi depresi diatas

10 % pada penderita yang menjalani pengobatan. Diantara ODHA yang mendapat

pengobatan, 20,3% ditemukan mengalami gangguan kecemasan, dengan proporsi

12,3%. Proporsi yang signifikan ODHA yang menerima pengobatan HAART

mengalami depresi sebesar 14.2 % (Olisah, 2010). ODHA yang menjalani terapi

methadon dan juga pengguna zat diperkirakan tingkat risiko mengalami depresi

tiga kali lebih tinggi dari kelompok lainnya (Yulianti, 2010).

Pengobatan1,3,4

Pengobatan sindrom ansietas depresi harus selalu memperhatikan prinsip

holistik dan ekletik. Pengobatan dimulai dengan pemeriksaan fisis yang lengkap,

dan teliti sehingga meyakinkan pasien tentang keadaan yang sesungguhnya,

sekaligus berusaha meyakinkan bahwa penyakitnya tidak mengancam jiwa. Obat-

obatan diberikan sesuai dengan kelainan medis internis yang ditemukan dan

simptomatis sesuai dengan gejala yang ada.

Pemberian obat pada pasien depresi tergantung ada tidaknya retardasi

motorik. Pada pasien depresi dengan retardasi motorik, loyo, sangat tidak

6

Page 7: CASE 4 DEPRESI + IO

bergairah, umumnya diberikan obat-obatan yang mempunyai efek retardasi

minimal seperti amineptin, sertralin, dan moklobemid. Sebaliknya bagi pasien

depresi yang disertai gangguan tidur, maproptilin dan klomipramin membantu

memperbaiki keluhan tersebut.

Psikoterapi dimulai dengan menciptakan hubungan baik antara dokter-

pasien, memberi kesempatan mengutarakan konfliknya, dan mengeluhkan isi

hatinya. Penting juga untuk melakukan reedukasi yaitu mengubah pendapat-

pendapat pasien yang salah tentang penyakitnya dan memberi keyakinan yang

benar dan penjelasan tentang penyakitnya.

7

Page 8: CASE 4 DEPRESI + IO

ILUSTRASI KASUS

Telah dirawat seorang pasien perempuan umur 45 tahun di Bagian

Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 8 April 2012 dengan :

Keluhan Utama :

Nafsu makan berkurang sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang :

Nafsu makan berkurang sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien hanya makan ± 2-3 sendok makan setiap harinya. Keluhan ini sebenarnya sudah mulai dirasakan sejak sekitar 6 bulan yang lalu, namun nafsu makan semakin berkurang dalam 1 bulan terakhir.

Pasien sering menangis sejak 6 bulan yang lalu. awalnya, pasien merasa sedih dan terlihat murung. Semakin lama, pasien semakin sering menangis, terutama pada saat bangun di pagi hari. Pasien merasa hidupnya tidak berguna.

Pasien mengeluhkan sulit untuk tidur malam sejak 6 bulan yang lalu.

Pasien mengalami penurunan berat badan sejak 1 bulan terakhir, namun pasien tidak mengetahui besar penurunan berat badan tersebut.

Batuk tidak ada, demam tidak ada

Sesak nafas tidak ada

Nyeri ulu hati tidak ada

Mual dan muntah tidak ada

Nyeri menelan tidak ada

Benjola-benjolan pada kulit tidak ada

BAB dan BAK tidak ada kelainan

Sejak 6 bulan yang lalu, pasien dikenal sebagai penderita

infeksi oportunistik. Pasien tidak bisa menerima kenyataan ini

karena merasa tidak pernah memiliki risiko untuk terkena

penyakit ini. Setelah ditelusuri, ternyata pasien tertular dari

8

Page 9: CASE 4 DEPRESI + IO

suaminya sendiri yang ternyata juga penderita infeksi

oportunistik. Pada saat itu, CD4 pasien adalah 157. Setelah itu,

keduanya diberi anti retro viral dan mengkonsumsinya sampai

sekarang.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat sakit kuning tidak ada

Riwayat batuk lama tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga :

Suami pasien juga adalah penderita infeksi oportunistik

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan dan Kebiasaan :

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Jumlah anak 3 orang. Anak

pertama perempuan usia 24 tahun, sudah menikah dengan pengusaha

mobil bekas. Anak kedua juga perempuan, berusia 22 tahun, saat ini masih

berstatus mahasiswi. Anak yang ketiga laki-laki, berusia 17 tahun, saat ini

berstatus sebagai pelajar SMU. Suami pasien adalah seorang supir taksi di

kota Padang, dengan penghasilan sekitar 1-2 juta rupiah sebulan. Pasien

dan suami sangat tergantung kepada penghasilan menantunya.

Pasien menikah pada tahun 1988, kemudian bercerai pada tahun 1997, dan

kemudian rujuk kembali pada tahun 2004. Pasien tidak mengetahui bahwa

suaminya telah berhubungan bebas dengan beberapa wanita saat mereka

masih bercerai.

Masa kecil pasien dirasakan cukup bahagia

Sebelum sakit, pasien cukup aktif mengikuti kegiatan sosial dan

keagamaan di lingkungan tempat tinggalnya. Pasien memiliki hobi

menyanyi.

Pasien tidak memiliki tattoo.

Riwayat memakai narkoba suntik disangkal.

Riwayat seks bebas disangkal.

Riwayat mendapat transfusi darah tidak ada.

9

Page 10: CASE 4 DEPRESI + IO

Pemeriksaan Umum

Kesadaran : kompos mentis kooperatif

Tekanan darah : 100/60 mmHg

Nadi : 86 x/menit, pengisian cukup, teratur

Suhu : 37 ⁰C (suhu aksila)

Pernapasan : 20 x/ menit

Keadaan umum : sedang

Keadaan gizi : sedang

Tinggi badan :155 cm

Berat badan : 45 kg

BMI : 18,73 (normoweight)

Edema : (-)

Anemis : (-)

Ikterik : (-)

Kulit : turgor baik

Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran KGB

Kepala : normosefal

Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut

Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik

Telinga : Tidak ada kelainan

Hidung : Tidak ada kelainan

Tenggorokan : Tidak ada kelainan

10

Page 11: CASE 4 DEPRESI + IO

Gigi dan mulut : Caries (-)

Leher : JVP 5-2 cmH2O

Dada

Paru

Inspeksi : simetris kiri kanan

Palpasi : fremitus kiri = kanan

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : ictus tak terlihat

Palpasi : ictus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : batas atas : RIC II, kanan : LSD, kiri : 1 jari medial LMCS RICV

Auskultasi : irama teratur, M1>M2, P2<A2, bising (-)

Perut

Inspeksi : tidak tampak membuncit

Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) Normal

Punggung : nyeri tekan dan nyeri ketok sudut kostovertebra (-)

Alat kelamin : tidak ada kelainan

Anus : tidak ada kelainan

Anggota gerak : reflek fisiologis +/+, reflek patologis -/-, edem -/-

11

Page 12: CASE 4 DEPRESI + IO

Laboratorium

Darah

Hemoglobin : 14,2 gr/dl Leukosit : 2.700/mm3

Hematokrit : 42 % Trombosit : 367.000/mm3

DC : 0/0/1/50/46/3 Na/K/Cl : 137/3,6/102 mmol/L

GDS : 144 mg/dl

Ureum : 10,4 mg/dl

Kreatinin : 0,6 mg/dl

Urinalisa :

Leukosit : 1-2/LPB Eritrosit : 0-1/LPB

Epitel : (+) gepeng Silinder: (-) Kristal:(-)

Protein (-) Glukosa (-) Bilirubin (-) Urobilinogen : (+)

Feses :

Makroskopik : warna coklat, konsistensi lembek, darah (-), lendir (-)

Mikroskopik : eritrosit 0-1/LPB, leukosit 0-1/LPB , amuba (-), cacing (-)

EKG : irama : teratur Axis : normal

HR : 75x/menit QRS komplek : 0,08 detik

Gel P : 0,06 detik Gel T : T inverted (-)

PR interval : 0,08 detik Segmen ST : isoelektris

SV1+RV5 <35, R/S di V1 <1

Kesan : Sinus Rhythm

Hospitalized Anxiety and Depression Scale : Anxiety 15, Depression 20

Kesan : abnormal anxiety dan abnormal depression

12

Page 13: CASE 4 DEPRESI + IO

Beck Depression Inventory : skor 54 (depresi eksterna)

Daftar Masalah :

1. Gangguan depresi eksterna

2. Gangguan cemas

3. Infeksi oportunistik

Diagnosis multi axis :

Axis I : depresi berat

Axis II : -

Axis III : IO dalam terapi

Axis IV : faktor predisposisi :

Axis V : Adaptasi kurang

Diagnosis Banding : gangguan cemas-depresi

Terapi :

- Istirahat / MB TKTP

- IVFD Aminofusin L-600 : Triofusin = 1:2 8 jam/kolf

- Duviral 2x1 tab.

- Neviral 2x1.tab

- Curcuma 3x1 tab

- Sertralin 1 x 50 mg tab

Anjuran :

- Lab hematologi lengkap

- Konsul konsultan psikosomatis

13

Page 14: CASE 4 DEPRESI + IO

- Konsul konsultan petri

- Psikoterapi

Follow Up:

Tanggal 9 April 2013

S/ demam (-) sesak nafas (-) pasien masih sering menangis, pasien merasa

ketakutan

O/ KU : sedang

Kesadaran : cmc

TD : 110/80 mmHg

Nadi : 82 x/menit

Nafas : 22x/menit

Temp : 36,5⁰C

Konsul Konsultan Psikosomatis :

Diagnosis multi axis psikosomatis :

Axis I : depresi berat

Axis II : -

Axis III : IO dalam terapi

Axis IV : Rasa tidak berguna

Axis V : Adaptasi kurang

Terapi :

- Ventilasi

- Biofeedback dan reedukasi

14

Page 15: CASE 4 DEPRESI + IO

- Sertralin 1x50 mg tablet

- Alprazolam 1 x 0,5 mg

- Terapi lingkungan

Rencana : ulang pengukuran HADS 3 hari lagi

Konsul Konsultan Petri :

Kesan : Infeksi oportunistik dalam terapi

Advis : terapi dilanjutkan

Tanggal 10 April 2013

S/ demam (-) sesak nafas (-) pasien masih sering menangis, pasien masih merasa

ketakutan

O/ KU : sedang

Kesadaran : cmc

TD : 110/70 mmHg

Nadi : 86 x/menit

Nafas : 21x/menit

Temp : 36,8

Terapi lanjut

Tanggal 15 April 2013

S/ demam (-) sesak nafas (-) pasien masih tetap menangis, pasien masih merasa

ketakutan, pasien ingin mencoba bunuh diri

O/ KU : sedang

Kesadaran : cmc

TD : 110/70 mmHg

15

Page 16: CASE 4 DEPRESI + IO

Nadi : 96 x/menit

Nafas : 23x/menit

Temp : 36,6⁰C

Konsul Konsultan Psikosomatis :

Kesan : Depresi eksterna

Terapi :

Diazepam 2 x 0,5 mg

Tambahkan haloperidol 1 x 1 tablet

Tanggal 17 April 2013

S/ demam (-) sesak nafas (-) pasien sudah mulai tenang, namun masih sering

menangis

O/ KU : sedang

Kesadaran : cmc

TD : 120/70 mmHg

Nadi : 89 x/menit

Nafas : 21x/menit

Temp : 36,6⁰C

Konsul Konsultan Psikosomatis :

Kesan : Depresi eksterna

Advis : terapi lanjut

16

Page 17: CASE 4 DEPRESI + IO

DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien wanita umur 36 tahun di bangsal penyakit

dalam RSUP Dr. M.Djamil Padang dengan diagnosis akhir:

- Mixed anxiety-depressive disorder

- Sindrom dispepsia tipe like-ulcer

Diagnosis ini terutama ditegakkan berdasarkan anamnesis seperti nyeri

dada meningkat,hilang timbul, lokasi di pertengahan dada, nyeri tajam seperti

ditusuk-tusuk, tidak ada penjalaran nyeri ke punggung atau lengan kiri, tidak

berhubungan dengan pola makan. Nyeri muncul tidak dipengaruhi oleh aktivitas.

Nyeri biasanya muncul bila pasien terkejut atau bila pasien sedang merasa

ketakutan dan panik. Nyeri akan semakin bertambah berat bila pasien tidak

berhasil mengatasi rasa takutnya tersebut. Pasien sering merasa kesemutan, mati

rasa, dan berkeringat pada ujung jari tangannya apabila sedang merasa ketakutan.

Keluhan ini akan berkurang apabila pasien sudah tenang kembali.

Dari pemeriksaan fisik, ditemukan dalam batas normal. Pemeriksaan

penunjang yang telah dilakukan yaitu echocardiography dan gastroscopy, yang

menunjukkan kesan normal echocardiography, dan pada gastroscopy

menunjukkan kesan gastritis

Penatalaksanaan awal pada pasien adalah dengan memberikan terapi untuk

mengurangi resiko terjadinya peningkatan asam lambung yang akan

memperburuk gejala nyeri dada. Hal ini dilakukan karena pasien mengalami

penurunan nafsu makan semenjak gejala ini muncul. Dalam hal ini, diberikan

terapi lansoprazole dan sukralfat. Untuk gangguan campuran ansietas dan depresi,

diberikan alprazolam dan sertralin, yang sesuai dengan kepustakaan. Selanjutnya,

untuk memperkuat efek terapi farmakologis, dilakukan terapi psikologis, yaitu

dengan melakukan terapi biofeedback, yaitu terapi untuk membuat pasien

mengenali masalah yang sedang terjadi pada dirinya, dan berusaha untuk

mengendalikannya sendiri. Hal ini penting dilakukan, karena kecemasan yang

terjadi akan semakin memperburuk keluhan pasien. Penting juga untuk melakukan

17

Page 18: CASE 4 DEPRESI + IO

reedukasi pada pasien ini, bahwa apa yang dipikirkannya akan semakin

memperberat penyakitnya, dan menjelaskan bahwa apa yang dirasakannya saat ini

tidak mengancam jiwanya.

18