Trigger Case 4
-
Upload
anisa-ahmad -
Category
Documents
-
view
317 -
download
25
Transcript of Trigger Case 4
Makalah Keperawatan Medikal Bedah I
Trigger Case Sistem Pernafasan
#4 Asma Bronkhial
DISUSUN OLEH : Anisa 0410100300
8Nurjana Rachmawati 0410100300
9Veranita 0410100302
0Adis Ferosandi 0410100302
1Melisa Megayanti Turnip
04101003029
Rizka Amilia Haryani 04101003033
Nur Oktafiani 04101003042
Amrina Rasyada 04101003054
Peronika Sinurat 04101003058
Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
2013Trigger Case 4 :
Tn. X, 40 tahun, dirawat di RSMM sejak 3 hari yang lalu. Klien datang dengan keluhan sesak
nafas, dada terasa sempit setelah mengikuti jalan santai. Klien mengatakan sering mengalami
hal seperti ini terutama bila kelelahan. Dari pemeriksaan didapatkan hasil suara nafas
wheezing, terdapat retraksi otot interkostal, suara paru hipersonor, RR 30 x/menit, HR 98
x/menit, kulit pucat dan lembab, klien sianosis. Hasil pemeriksaan laboraturium: leukosit
14.000/mm3, hematokrit 49%. Saat ini klien terpasang O2 4 L/menit.
Analisa Trigger Case
1. Apa yang terjadi pada pasien ? Jelaskan secara konsep teoritis berdasarkan data yang
ada!
Secara teoritis, pasien asma bronchial biasanya mengalami manifestasi klinis yang
ditimbulkan antara lain mengi/wheezing, sesak nafas, dada terasa tertekan atau sesak,
batuk, pilek, nyeri dada, nadi meningkat, retraksi otot dada, nafas cuping hidung,
takipnea, kelelahan, lemah, anoreksia, sianosis dan gelisah.
Definisi
The American Thoracic Society dalam Muttaqin (2012:172) menyebutkan bahwa asma adalah
suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trachea dan bronchus terhadap berbagai
rangsangan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang luas dan derajsatnya dapat
berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan.
Asma Bronkhial Tipe Non-atopik (Intrinsik)
Asma nonalergik (asma intrinsic) terjadi bukan karena pemaparan allergen tetapi terjadi
akibat beberapa factor pencetus seperti infeksi saluran pernapasan bagian atas, olahrga atau
kegiatan jasmani yang berat, dan tekanan jiwa atau stress psikologis. Serangan asma terjadi
saraf otonom terutama gangguan saraf simpatis, yaitu blockade adrenergic beta dan
hiperaktivitas adrenegik alfa. Pada sebagian penderita asma, aktivitas adrenergic alfa diduga
meningkat sehingga mengakibatkan bronkhokonstriksi dan menimbulkan sesak napas.
Faktor Presipitasi
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan, seperti : debu, bulu binatang, serbuk
bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut, seperti : makanan dan obat-obatan.
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit, seperti : perhiasan, logam dan jam
tangan.
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir
yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-
kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau,
musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
c. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus
segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi maka gejala
asmanya belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan
dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri
tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani
atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan
asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus
terhadap benda-benda asing di udara.
Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut :
seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E
abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya.
Pada asma, antibodi ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial
paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup
alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang
telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient),
faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan
menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang
kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan
tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar
bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah
akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.
Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi
sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea.
Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama
serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa
menyebabkan barrel chest.
Imunrespon
menjadiaktif
Pelepasanmediatorhumoral
1.Histamine2.SRS-A3.Serotonin4.Kinin
1. Bronkospasme2. Edema mukosa3. Sekresi meningkat4. Inflamasi
Penghambat kortikosteroid
Pencetus :
1.alergen2.olahraga3.cuaca4.emosi
→ Pada kasus Tn X merasakan sesak nafas, dada terasa sempit disertai retraksi otot-otot
interkostal, suara nafas wheezing, keadaan kulit yang sianosis, terjadi peningkatan
denyut, frekuensi pernafasaan, jumlah leukosit dan hematokrit. Itu sudah menandakan
bahwa pasien terkena Asma Bronkial tipe non-atopik.
2. Pengkajian fisik dan penunjang apa saja yang diperlukan? Mengapa perlu diperiksa?
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : perawat perlu mengkaji tentang kesadaran klien, kecemasan,
kegelisahan kelemahan suara bicara, denyut nadi, frekuensi
pernapasan yang meningkat, penggunaan otot-otot bantu
pernapasan, sianosis, posisi istirahat klien.
b. Jantung : pekak jantung mengecil, takikardi.
c. B1 (breathing) : Inspeksi : peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-
otot interkostalis, sifat dan irama pernapasan, dan frekuensi
pernaspasn.
Auskultasi : terdengar suara vesikuler yang menigkat disertai
dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3 kali
inspirasi, dengan bunyi napas tambahan utama wheezing
(mengi) pada akhir ekspirasi, ekspirasi memanjang.
Perkusi : hipersonor, diafragma menjadi datar dan rendah
Palpasi : ekspansi, taktil fremitus normal
d. B2 (blood) : perawat perlu memonitor dampak asma pada status kardiovaskular
meliputi keadaan hermodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan
CRT.
e. B3 (brain) : kaji tingkat kesadaran klien.
f. B4 (bladder) : pengukuran volume urine perlu dilakukan karena berkaitan
dengan intake cairan.
Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan
viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
2. Pemeriksaan darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, atau asidosis.
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH disebabkan kerusakan
hati akibat hipoksia atau hiperkapnea.
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi.
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan
gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan
rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi,
maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin
bertambah.
Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka
dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
2. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan
reaksi yang positif pada asma.
3. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian,
dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
perubahan aksis jantung, umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation.
Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB ( Right bundle
branch block).
Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau
terjadinya depresi segmen ST negative.
4. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama
serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
5. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan
sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak
lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator
lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis
tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita
tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
3. Bagaimana penatalaksanaan medis pada pasien tersebut?
Pengobatan Nonfarmakologi
a) Penyuluhan, ditunjukkan untuk peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asma
sehingga klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, menggunakan obat
secara benar dan berkonsultasi pada tim kesehatan.
b) Menghindari faktor pencetus. Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan
asma yang ada pada lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan mengurangi
faktor pencetus, termasuk intake cairan yang cukup bagi klien.
c) Fisioterapi. Dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat
dilakukan dengan postural drainase, perkusi, dan fibrasi dada.
Pengobatan Farmakologi
a) Agonis beta: Metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya aerosol, bekerja sangat
cepat, diberikan sebanyak 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan pertama dan
kedua adalah 10 menit.
b) Metilxantin. Dosis dewasa diberikan 125-200 mg x sehari. Golongan metilxantin
adalah aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak
memberikan hasil yang memuaskan.
c) Kortikosteroid. Jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan respon yang baik,
harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol dengan dosis 4 x semprot
tiap hari. Pemberian steroid dalam jangka yang lama mempunyai efek samping, maka
klien yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d) Kromolin dan Iprutropioum bromide (atroven). Kromolin merupakan obat pencegah
asma khususnya untuk anak-anak. Dosis Iprutropioum Bromide diberikan 1-2 kapsul 4
x sehari.
4. Bagaimana tindakan dan penatalaksanaan keperawatan pada pasien tersebut?
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera
2. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan
asma
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai
penyakit asma, baik pengobatanya maupun tentang perjalanan penyakitnya
sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan yang diberikan dan bekerja
sama dengan dokter dan perawat yang merawatnya.
5. Buatlah mapping masalah keperawatan berdasarkan data !
Berikut bagan Web of Caution (WOC) Asma untuk menentukan diagnose keperawatan
kasus Tn. X. Keterangan :
Tulisan : berdasarkan yang diketahui pada kasus Tn. X
: diagnose yang memungkinkan dari etiologi Asma
Tulisan : diagnose pada kasus Tn. X
HipoksemiadanhipoksiaKelelahan
LemahSianosis
Takipnea
Retraksiotot dada
wheezing
DX.3 Intoleransiaktivi
tas
Konsentrasi O2dalam alveolus menurun
Gangguandifusi
Oksigenasikejaringantidakmemadai
Gangguanperfusi
Mempermudahpoliferasi
Terjadisumbatandankonsolidasi
Gangguanventilasi
Mengi / wheezing
Sesak
DX 1. BersihanJalannaf
astidakefektif
Hiperventilasi
Kontraksiotot-ototpolosbronkus
ReaksiHiperaktivitasbronkus
Antobodymuncul (IgE)
Sel mast mengalamidegranulasi
Mengeluarkan mediator (histamine danbrakidin)
Etiologi
FaktorInfeksi :
Virus (respiratory sytitial virus) dan virus parainfluenza
Bakteri (pertusisdan streptococcus)
Jamus (aspergillus)
Parasit (ascaris)
Faktor Non Infeksi :Alergi
Iritan
Cuaca
KegiatanJasmani
Psikis
DX 2. Kerusakanpertukaran gas
6. Berdasarkan mapping Bagaimana rencana asuhan keperawatan pada pasien tersebut?
Asuhan Keperawatan Tn. X
1. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:
a. Riwayat kesehatan yang lalu:
Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
Kaji riwayat pekerjaan pasien.
b. Aktivitas :
Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
Adanya penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitas sehari-hari.
Tidur dalam posisi duduk tinggi.
c. Pernapasan :
Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan
hidung.
Adanya bunyi napas mengi
Adanya batuk berulang.
d. Sirkulasi :
Adanya peningkatan tekanan darah.
Adanya peningkatan frekuensi jantung.
Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
Kemerahan atau berkeringat.
e. Integritas ego :
Ansietas
Ketakutan
Peka rangsangan
Gelisah
f. Asupan nutrisi :
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
Penurunan berat badan karena anoreksia.
g. Hubungan sosial :
Keterbatasan mobilitas fisik.
Susah bicara.
Adanya ketergantungan pada orang lain.
h. Seksualitas :
Penurunan libido
2. Diagnosa Keperawatan
No. Data Problem (Masalah) Etiologi (Penyebab)
1. DS :
TN.X mengeluh sesak nafas dan
dada terasa sempit setelah
mengikuti jalan santai.hal ini
sering dirasakan TN.X bila
kelelahan.
DO :
Whezzing(+)
RR : 30 X/ menit
HR : 98 X/ menit
HT : 49%
Leukosit : 14.000/mm³
(Leukositosis)
Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas TN.X
Bronkospasme
Retraksi otot interkranial
Hipersonor (+)
Kulit pucat dan lembab
Cianosis (+)
2. DS:
TN.X mengeluh sesak nafas dan
dada terasa sempit setelah
mengikuti jalan santai.hal ini
sering dirasakan TN.X bila
kelelahan
DO :
Kulit pucat dan lembab
Cianosis (+)
Retraksi otot interkranial
Hipersonor (+)
Whezzing(+)
RR : 30 X/ menit
HR : 98 X/ menit
Kerusakan pertukaran gas
yang di alami TN.X
Perubahan membran
kapiler-alveolar
3. DS:
TN.X mengeluh sesak nafas dan
dada terasa sempit setelah
mengikuti jalan santai. Hal ini
sering dirasakan TN.X bila
kelelahan.
DO :
Kulit pucat dan lembab
Retraksi otot interkranial
Hipersonor (+)
Whezzing(+)
RR : 30 X/ menit
HR : 98 X/ menit
Intoleran aktivitas Kelemahan umum.
3. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Ketidakefektifan
bersihan jalan
nafas
berhubungan
dengan
bronkospasme
Tupan : Setelah
dilakukan tinda-
kan keperawatan
selama 1minggu
Tn.X dapat mem-
pertahankan jalan
nafas paten
dengan irama &
frekuensi per-
napasan dalam
rentang normal.
Tupen : Setelah
diberikan asuhan
keperawatan
selama 2 X 24jam
diharapkan
masalah jalan
nafas TN.X dapat
diatasi dengan
menunjukkan
status prnapasan :
Whezzing(-)
RR : 20 x/menit
HR : 80 x/menit
HT : Normal
(40%-50%)
Leukosit :
10.000/mm³
Retraksi otot
interkranial (-)
Hipersonor (-)
Pucat (-)
Cianosis (-)
Mandiri
• Auskultasi bunyi
nafas, catat adanya
bunyi nafas, ex:
mengi
• Kaji / pantau
frekuensi pernafasan,
catat rasio inspirasi /
ekspirasi.
• Catat adanya
derajat dispnea,
ansietas, distress
pernafasan, peng-
gunaan obat bantu.
• Tempatkan posisi
yang nyaman pada
pasien, contoh : me-
ninggikan kepala
tempat tidur, duduk
pada sandara tempat
tidur
• Pertahankan polusi
lingkungan
minimum, contoh:
debu, asap dll
• Tingkatkan
masukan cairan
sampai dengan 3000
ml/ hari sesuai
toleransi jantung
memberikan air
hangat.
• bantu klien latihan
napas dalam.
Beberapa derajat
spasme bronkus terjadi
dengan obstruksi jalan
nafas dan dapat / tidak
dimanifestasikan
adanya nafas
advertisius.
• Tachipnea biasanya
ada pada beberapa
derajat dan dapat
ditemukan pada
penerimaan atau
selama stress/adanya
proses infeksi akut.
• Disfungsi pernafasan
adalah variabel yang
tergantung pada
tahap proses akut yang
menimbulkan
perawatan di rumah
sakit.
• Peninggian kepala
tempat tidur
memudahkan fungsi
pernafasan dengan
menggunakan
gravitasi.
• Pencetus tipe alergi
pernafasan dapat
mentriger episode
akut.
• Hidrasi membantu
menurunkan
kekentalan
sekret, penggunaan
cairan hangat dapat
Kolaborasi
• Berikan obat sesuai
dengan indikasi
bronkodilator
• Berikan terapi
oksigen sesuai
indikasi
menurunkan ke-
kentalan sekret,
penggunaan cairan
hangat dapat
menurunkan spasme
bronkus.
• ventilasi maksimal
membuka lumen jalan
napas.
• Merelaksasikan otot
halus dan menurun-
kan spasme jalan
nafas, mengi, dan
produksi mukosa.
• Mempertahankan
PaO2
2. Kerusakan
pertukaran gas
b/d perubahan
membran
kapiler-alveolar
(akibat
bronkospasme)
Tupan : Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 1minggu
gangguan per-
tukaran gas akan
terkurangi yang
dibuktikan
dengan status
pernapasan dan
pertukaran gas
pada TN.X tidak
bermaslah
Tupen : Setelah
diberikan asuhan
keperawatan
selama 2 X 24
jam diharapkan
Mandiri
• Kaji/awasi secara
rutin kulit dan
membrane mukosa.
• Kaji bunyi paru ;
frekuensi napas,
kedalaman, dan
usaha napas.
• Palpasi fremitus
• Awasi tanda vital
dan irama jantung
Kolaborasi
• Berikan oksigen
tambahan sesuai
dengan indikasi hasil
AGDA dan toleransi
pasien.
• Berikan obat sesuai
• Sianosis mungkin
perifer atau sentral
keabu-abuan dan
sianosis sentral
mengindikasikan
beratnya hipoksemia.
• Disfungsi pernafasan
adalah variable yang
tergantung pada
tahap proses akut yang
menimbulkan
perawatan di
rumah sakit.
• Penurunan getaran
vibrasi diduga ada-nya
pengumplan
cairan/udara.
• Tachicardi, disritmia,
dan
perubahan tekanan
masalah
pernafasan TN.X
dapat diatasi
dengan kriteria :
Kulit normal
Pucat (-)
Cianosis (-)
Retraksi otot
interkranial (-)
Hipersonor (-)
Whezzing(-)
RR : 20 X/
menit
HR : 80 X/
menit
dengan indikasi
bronkodilator
darah dapat
menunjukan efek
hipoksemia sistemik
pada fungsi jantung.
• Dapat memperbaiki
atau mencegah
memburuknya
hipoksia.
• Merelaksasikan otot
halus dan me-
nurunkan spasme jalan
nafas, mengi, dan
produksi
mukosa.
3. Intoleran
aktivitas b/d
kelemahan
umum.
Tupan : Setelah
dilakukan tinda-
kan keperawatan
selama 1 minggu
dapat mentole-
ransi aktivitas
yang biasa
dilakukan dan
ditunjukkan
dengan tingkat
daya tahan
adekuat untuk
beraktivitas.
Tupen : Setelah
diberikan asuhan
keperawatan
selama 2 x 24 jam
diharapkan dapat
mentolerans
anktivitas dengan
kriteria :
Mandiri
• Kaji tingkat
kemampuan pasien
dalam aktivitas.
• Jelaskan pentingnya
istirahat dan keseim-
bangan aktivitas dan
istirahat.
• Bantu pasien dalam
memenuhi
kebutuhannya.
• Bantu pasien dalam
memilih posisi yang
nyaman untuk
istirahat
• Libatkan keluarga
dalam pemenuhan
kebutuhan pasien.
• Menetapkan
kemampuan / kebu-
tuhan pasien dan
memudahkan pilihan
intervensi.
• Menurunkan
kebutuhan metabolik,
menghemat energi
untuk penyembuhan.
• Meminimalkan
kelelahan dan mem-
bantu keseimbangan
suplay dan kebutuhan
oksigen.
• Pasien mungkin
nyaman dengan kepala
tinggi, tidur di kursi,
atau menunduk ke
depan meja atau bantal
• Keluarga mampu
melakukan perawatan
secara mandiri
Kulit normal
Pucat (-)
Retraksi otot
interkranial (-)
Hipersonor (-)
Whezzing(-)
RR : 20 x/menit
HR : 80 x/menit
Cianosis (-)
Evaluasi yang Diharapkan
1. Menunjukkan perbaikan pertukaran gas dengan menggunakan terapi oksigen
2. Hasil pemeriksaan gas darah arteri stabil tetapi tidak harus selalu nilai-nilai yang
normal karena perubahan kronis dalam kemampuan pertukaran gas dari paru..
3. Mencapai bersihan jalan napas.
4. Menunjukkan penurunan tanda-tanda upaya bernapas.
5. Mencapai toleransi aktivitas dan melakukan latihan seta melakukan aktivitas dengan
sesak napas lebih sedikit.
7. Bagaimana discharge planning pada pasien tersebut?
a. Jelaskan pengertian, proses penyakit serta tanda dan gejalanya
b. Fokuskan pada perawatan mandiri di rumah
c. Hindari faktor pemicu : Kebersihan lantai rumah, debu debu, karpet, bantal, bulu binatang
dsb
d. Jelaskan tanda tanda bahaya yang akan muncul
e. Ajarkan penggunaan nebulizer
f. Keluarga perlu memahami tentang pengobatan, nama obat, dosis, efek samping, waktu
pemberian.
g. Ajarkan strategi kontrol kecemasan, takut, stress
h. Jelaskanpentingnya istirahat danlatihan, termasuk latihan nafas
i. Jelaskan pentingnya intake cairan dan nutrisi yang adekuat
j. Hindari kegiatan yang berlebihan
k. Kontrol ke dokter sesuai pesan
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Penyakit Asma : Definisi, Penyebab, Gejala, (Online),
(http://seputarsehat.com/penyakit-asma, diakses 28 April 2013)
Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta :
Salemba Medika.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan.
Ed.3. Diterjemahkan oleh I Made Kariasa dan I Made Sumarwati. Jakarta : EGC.
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan. Diterjemahkan oleh I Made Sumarwati
dan Nike Budi Subekti. Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith M. 2007. Diagnosis Keperawatan NIC NOC. Diterjemahkan oleh
Widyawati, dkk. Jakarta : EGC.