Post on 02-Mar-2019
THAHARAH DARI HADATSWudhu, Tayamum, Mandi,
Syarat, Rukun, Hal Yang Disunahkan, Dan Hal Yang Membatalkannya
MAKALAH
Dibuat dalam rangka memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Ibadah
Semester II Tahun Akademik 2014-2015 Jurusan Hukum Bisnis Syariah
Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Dosen
Ahmad wahidi
Oleh
KELOMPOK 1
Ali nahrowi : 13220214
Heri sutrisno : 13220212
Ahmad muzakki : 13220223
Eka fatkhul khasanah : 132202
Latifatus saadah yasin : 132202
MALANG
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis,sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “toharoh dari hadats” ini dengan
lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas
yang diberikan oleh dosen pengampu matakuliah fiqih ibadah bapak ahmad
wahidi.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang
penulis peroleh dari buku panduan yang berkaitan dengan fiqih ibadah, serta
infomasi dari media massa yang berhubungan dengan konsep toharoh dari
berbagai hadats dalam pandangan berbagai mazhab, tak lupa penyusun
ucapkan terima kasih kepada dosen matakuliah fiqih ibadah atas bimbingan
dan arahan dalam penulisan makalah ini. dan kepada rekan-rekan
mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah
ini.
Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi
manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita
mengenai Pancasila yang ditinjau dari aspek ibadah khususnya dalam
lingkup toharoh, terutama bagi penulis. Memang makalah ini masih jauh
dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
Malang, 12 maret 2014
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................1
A. THAHARAH...................................................................................................1
B. Wudhu.........................................................................................................1
1. Definisi wudhu.........................................................................................1
2. Syarat – Syarat Wudhu.............................................................................1
3. Rukun Wudhu..........................................................................................1
4. Mengusap kepala.....................................................................................1
4. Sunah-Sunah Wudhu................................................................................1
5. Perkara yang membatalkan wuhu............................................................1
C. Mandi...........................................................................................................1
1. Definisi Mandi..........................................................................................1
2. Hal hal yang Mewajibkan Mandi..............................................................1
3. Syarat-Syarat mandi.................................................................................1
ii
4. Rukun Mandi............................................................................................1
5. Sunah-Sunah Mandi.................................................................................1
D. Tayamum.....................................................................................................1
1.Pengertian tayamum.....................................................................................1
2.Syarat-syarat Tayamum................................................................................1
3.Rukun-rukun Tayamum.................................................................................1
3.Sunah-sunah Tayamum.................................................................................1
4.perkara yang membatalkan tayamum..........................................................1
BAB III PENUTUP......................................................................................................1
A. Simpulan......................................................................................................1
DAFTAR RUJUKAN....................................................................................................1
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna dan
dimuliakan, seperti tertera dalam surat At-Tien ayat 4 yang artinya
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik- baiknya.” Karena manusia diciptakan oleh Allah bukan
sekedar untuk hidup didunia ini kemudian meninggal tanpa pertanggung
jawab,tetapi manusia diciptakan oleh Allah hidup didunia untuk beribadah.
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supayamereka menyembahKu” (Q.S Adz-Dzaariyaat ayat 56). “Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
keta‟atan kepada - Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus” (Q.S Al -
Bayyinah ayat 5).
Karena Allah Maha Mengetahui tentang kejadian manusia, maka
agar manusia terjaga hidupnya, taqwa, diberi kewajiban ibadah. Tegasnya
manusia diwajibkan beribadah, agar manusia mencapai taqwa. Seiring
dengan perkembangan zaman dan perbedaan tempat yang dijadikan untuk
mengajarkan keilmuan dalam hal ibadah tersebut. Dengan berbagai macam
perbedaan tersebut maka dalam penerapan hukum beribadah pun terdapat
perbedaan-perbedaan yang semua itu bukan berarti menimbulkan
perpecahan dalam agama islam, namun dngan adanya perbedaan tersebut
menambah hazanah keilmuan dan sebagai perbandingan dalam beribadah
sehingga dapat mencapai derajat orang yang ahli ibadah dan bertaqwa.
Tentunya xangatlah banyak sekali ibadah-ibadah yang ada dalam
agama islam, namun dalam pembahasan kali ini akan penulis jelaskan dalam
hal taharah, karna sempurnanya suatu ibadah atau bisa dianggap atau
tidaknya suatu ibadah shalat misalnya tentulah membutuhkan keilmuan
tertentu tentang taharah atau dalam hal kesucian sebelum dan dalam
manusia beribadah.
4
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian wudhu, syarat, rukun, hal yang disunahkan, dan hal
yang membatalkan ?
2. Apa pengertian mandi, syarat, rukun, hal yang disunahkan, dan hal
yang membatalkan ?
3. Apa pengertian tayamum, syarat, rukun, hal yang disunahkan, dan
hal yang membatalkan ?
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. THAHARAH
Ath-Thaharah,menurut bahasa, artinya kebersihan atau bersih
dari berbagai kotoran, baik yang bersifat hissiyah (nyata), seperti najis
berupaair seni dan yang selainnya, maupun yang bersifat maknawiyah,
seperti aib dan perbuatan maksiat. At-Tathir bermakna tanzhif
(membersihkan), yaitu pembersihan pada tempat yang terkotori.
Menurut pengertian syariat (terminologi), thaharah berarti tindakan
menghilangkan hadats dengan air atau debu yang bias menyucikan. Juga
berarti upaya meglenyapkan najis dan kotoran. Berarti,thaharah
menghilangkan sesuatu yang ada di tubuh yang menjadi penghalang bagi
pelaksanaan shalat dan ibadah semisalnya.
Ulama Fiqh menyatakan bahwa thaharah adalah membersihkan diri
dari segala hal baik hadas maupun najis yang menghalangi seseorang untuk
melakukan sholat, dengan menggunakan air atau tanah. Menurut Al-
Hanafiah thaharah adalah bersih dari hadas dan najis. Pengertian
thaharah pun dikemukakan oleh Al-Malikiyah yakni suatu sifat yang
menurut pandangan syara membolehkan orang yang mempunyai sifat itu
mengerjakan sholat dengan pakaian yang dikenakananya di tempat yang
diagunakan untuk mengerjakan sholat, sedangkan menurut Asy-Syafi‟iah
adalah suatu perbuatan yang membolehkan seseorang mengerjakan sholat
seperti whudu, mandi dan menghilangkan najis serta hilangnya hadast,najis
atau semisalnya seperti tayamum dan mandi sunah1.
Thaharah merupakan miftah (alat pembuka) pintu untuk memasuki
ibadah shalat. Tanpa thaharah pintu tersebut tidak akan terbuka. artinya
tanpa thaharah, ibadah shalat, baik yang fardhu maupun yang sunnah, tidak
sah.
1 Lesiani merlinda,diakses pada 12 maret 2014 pukul 20.00, http://www.academia.edu/4901243/MAKALAH_THAHARAH, 2014.
6
Karena fungsinya sebagai alat pembuka pintu shalat, maka setiap
muslim yang akan melakukan shalat tidak saja harus mengerti thaharah
melainkan juga harus mengetahui dan terampil melaksanakannya sehingga
thaharahnya itu sendiri terhitung sah menurut ajaran ibadah syar’iah.
B. Wudhu
1. Definisi wudhu
Wudhu menurut bahasa berarti: baik dan bersih. Menurut istilah
syara’, wudhu ialah membasuh muka, dan kedua tangan sampai siku,
mengusap sebagan kepala, dan membasuh kaki didahului dengan niat dan
dilakukan dengan tertib.
Wudhu dilakukan bagi orang yang akan melakukan ibadah sholat,
sebab merupakan salah satu dari syarat sahnya sholat yang terdapat dalam
firman Allah QS. Al Maidah: 6
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan
sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan
jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit2 atau dalam perjalanan
atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh3 perempuan,
2 Maksudnya: sakit yang tidak boleh kena air.3 Artinya: menyentuh. menurut jumhur Ialah: menyentuh sedang sebagian mufassirin Ialah: menyetubuhi.
7
lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang
baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak
hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.
Dan dalam suatu hadits Rasulullah Saw bersabda :
“Allah tidak akan menerima shalat seseorang jika berhadas, Hingga ia
berwudhu”(HR. Bukhari dan Muslim)
2. Syarat – Syarat Wudhu
Ada beberapa syarat – syarat yang harus dipenuhi dalam berwudhu,
diantaranya:
a. Air yang digunakan untuk berwudhu harus air yang mutlaq / suci.
b. Air yang halal, bukan hasil ghasab (hasil curian)
c. Suci anggota wudhu dari najis
d. Melaksanakan wudhu sendiri, tidak boleh diwakilkan oleh orang
lain
e. Diwajibkan adanya urutan di antara anggota – anggota wudhu.
f. Wajib bersifat segera. Artinya, tidak ada tenggang waktu yang
panjang dalam membasuh anggota wudhu yang satu dengan yang
lain, sebelum kering. Kecuali airnya kering karena terkena sinar
matahari, ataupun panas badan.
Dan adapun syarat sah wudhu antara lain:
a. Islam, orang yang tidak beragama islam tidak sah melaksanakan
wudhu
b. Tamyiz, yakni dapat membedakan baik buruknya sesuatu pekerjaan
c. Tidak berhadats besar
d. Dengan air suci, lagi mensucikan (air mutlak).
8
e. Tidak ada sesuatu yang menghalangi air, sampai ke anggota
wudhu, misalnya getah, cat dan sebagainya.
f. Tidak ada najis pada tubuh, sehingga merubah salah satu sifat air
yang suci lagi mensucikan.
3. Rukun Wudhu
Para ulama berrbeda pendapat ketika menyebutkan rukun wudhu.
Ada yang menyebutkan 4 saja sebagaimana yang tercantum dalam ayat
Quran, namun ada juga yang menambahinya dengan berdasarkan dalil dari
Sunnah.
4 (empat) rukun menurut Al-Hanafiyah mengatakan bahwa rukun
wudhu itu hanya ada 4 sebagaimana yang disebutkan dalam nash
Quran
7 (tujuh) rukun menurut Al-Malikiyah menambahkan dengan
keharusan niat, ad-dalk yaitu menggosok anggota wudhu`. Sebab
menurut beliau sekedar mengguyur anggota wudhu` dengan air
masih belum bermakna mencuci atau membasuh. Juga beliau
menambahkan kewajiban muwalat.
6 (enam) rukun menurut As-Syafi`iyah menambahinya dengan niat
dan tertib yaitu kewajiban untuk melakukannya pembasuhan dan
usapan dengan urut, tidak boleh terbolak balik. Istilah yang beliau
gunakan adalah harus tertib
7 (tujuh) rukun menurut Al-Hanabilah mengatakan bahwa harus niat,
tertib dan muwalat, yaitu berkesinambungan. Maka tidak boleh
terjadi jeda antara satu anggota dengan anggota yang lain yang
sampai membuatnya kering dari basahnya air bekas wudhu`.
1. Niat
Niat wudhu` adalah ketetapan di dalam hati seseorang untuk
melakukan serangkaian ritual yang bernama wudhu
9
2. Membasuh Wajah
Para ulama menetapkan bahwa batasan wajah seseorang itu adalah
tempat tumbuhnya rambut (manabit asy-sya`ri) hingga ke dagu dan
dari batas telinga kanan hingga batas telinga kiri.
3. Membasuh kedua tangan hingga siku
Secara jelas disebutkan tentang keharusan membasuh tangan hingga
ke siku. Dan para ulama mengatakan bahwa yang dimaksud adalah
bahwa siku harus ikut dibasahi
4. Mengusap kepala
Yang dimaksud dengan mengusap adalah meraba atau menjalankan
tangan ke bagian yang diusap dengan membasahi tangan
sebelumnya dengan air.
Al-Hanafiyah mengatakan bahwa yang wajib untuk diusap tidak
semua bagian kepala, melainkan sekadar dari kepala. Yaitu mulai
ubun-ubun dan di atas telinga.
Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah mengatakan bahwa yang diwajib
diusap pada bagian kepala adalah seluruh bagian kepala. Bahkan Al-
Hanabilah mewajibkan untuk membasuh juga kedua telinga baik
belakang maupun depannya.
Asy-syafi`iyyah mengatakan bahwa yang wajib diusap dengan air
hanyalah sebagian dari kepala, meskipun hanya satu rambut saja.
Dalil yang digunakan beliau adalah hadits Al-Mughirah : Bahwa
Rasulullah SAW ketika berwudhu` mengusap ubun-ubunnya dan
imamahnya (sorban yang melingkari kepala).
5. Mencuci kaki hingga mata kaki.
Menurut jumhur ulama, yang dimaksud dengan hingga mata kaki
adalah membasahi mata kakinya itu juga.
6. Tartib
10
Yang dimaksud dengan tartib adalah mensucikan anggota wudhu
secara berurutan dari yang awal hingga yang akhir.
Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah tidak merupakan bagian dari fardhu
wudhu`, melainkan hanya sunnah muakkadah. Akan halnya urutan
yang disebutan di dalam Al-Quran, bagi mereka tidaklah
mengisyaratkan kewajiban urut-urutan.
bersikeras mengatakan bahwa tertib urutan anggota yang dibasuh
merupakan bagian dari fardhu dalamwudhu`. Sebab demikianlah
selalu datangnya perintah dan contoh praktek wudhu`nya Rasulullah
SAW. Tidak pernah diriwayatkan bahwa beliau berwudhu` dengan
terbalik-balik urutannya. Dan membasuh anggota dengan cara
sekaligus semua dibasahi tidak dianggap syah.
7. Al-Muwalat / Tidak Terputus
Maksudnya adalah tidak adanya jeda yang lama ketika berpindah
dari membasuh satu anggota wudhu` ke anggota wudhu` yang
lainnya. Ukurannya menurut para ulama adalah selama belum
sampai mengering air wudhu`nya itu.
8. Ad-Dalk
Yang dimaksud dengan ad-dalk adalah mengosokkan tangan ke atas
anggota wudhu setelah dibasahi dengan air dan sebelum sempat
kering. Hal ini tidak menjadi kewajiban menurut jumhur ulama,
namun khusus Al-Malikiyah mewajibkannya. Sebab sekedar
menguyurkan air ke atas anggota tubuh tidak bisa dikatakan
membasuh seperti yang dimaksud dalam Al-Quran.
4. Sunah-Sunah Wudhu4
Adapun hal-hal yang menjadi kesunahan dalam berwudhu adalah
sebagai berikut :
4 Abdul qadir arrahbawi, salat empat mazhab, bogor: lentera nusantara,2008,hlm.63.
11
a. Memulai dengan membaca Bismillah.
b. Bersiwak atau mnggosok gigi.
c. Membasuh kedua belah telapak tangan hingga ke pergelangan.
d. Berkumur-kumur.
e. Memasukkan air ke dalam hidung dan keluarkannya semula.
f. Menyela-nyelai jenggot.
g. Menggosok celah-celah jari kaki dan tangan.
h. Mengulang 3 kali setiap perbuatan.
i. Mendahulukan yang kanan.
j. Melewatkan tangan pada anggota wudhu bersama air dan
sesudahnya.
k. Menyapu kedua-dua belah telinga.
l. Berdoa setelah berwudhu.
m. Menyapu keseluruhan kepala.
n. Berturut-turut antara satu dengan yang lain.
5. Perkara yang membatalkan wuhu
Ada beberapa macam perkara yang membatalkan wudhu dalam
berbagai perspektif mazhab yakni ada 6 yang akan penulis sampaikan yakni
sebagai berikut :
NOHAL-HAL YANG MEMBATALKAN WUDHU`
Al-Hanafiyah
Al-Malikiyah
As-Syafi`i
Al-hanabalah
1Keluarnya sesuatu lewat dua lubang qubul atau dubur
Batal
Batal jika kelua sesuatu yang lazim juga dari lubang yang lazim
Batal Batal
2Tidur yang bukan dalam posisi tamakkun
Batal Batal jika pulas Batal
Batal walaupun dalam posisi tamakkun
3Hilang Akal Karena Mabuk, Tidur Atau Sakit
Batal Batal Batal Batal
12
4Menyentuh Kemaluan dengan telalapak tangan
Tidak batal Batal Batal Batal
5Menyentuh kulit lawan jenis yang bukan mahram
Tidak Batal Batal jika merasa lezat Batal Batal dengan
syahwat
6 Keluarnya Sesuatu dari badan Batal Tidak Batal Tidak
Batal Tidak Batal
1. Keluarnya sesuatu lewat dua lubang qubul atau dubur. Menurut al-Malikiyah keluar sesuatu yang tidak lazim seperti
batu, darah atau nanah tidak membatalkan wudhu’ jika sesuatu
tersebut terbentuk didalam usus (bukan karena menelan batu)
2. Tidur yang bukan dalam posisi tamakkun di atas bumi (tidak memungkinkan keluar sesuatu dari dubur).
a. Menurut al-Hanabalah tidur membatalkan wudhu’ secara mutlaq.
b. Menurut al-Malikiyah tidur pulas dapat membatalkan wudhu’ baik
tamakkun aatau tidak, sementara tidur tidur ringan tidak
membatalkan wudu’
3. Hilang Akal Karena Mabuk, Tidur Atau Sakit4. Menyentuh Kemaluan dengan telalapak tangan.
Menurut Madzhab Hanafi menyentuh kemaluan dengan tangan
tidak batal wudu’.
5. Menyentuh kulit lawan jenis yang bukan mahram
Menurut as-Syafi’i membatalkan wudu’ tampa lapis selain rambut, kuku dan gigi.
Menurut al-Hanafiyah tidak batal wudu’ samasekali. Menurut al-Malikiyah membatalkan wudhu’ apabila dengan
kelezatan atau bermaksud kelezatan walaupun dengan lapis tipis, baik kulit, rambut. Juga Menyentuh amrod aljamil hukumnya sama.
Menurut al-Hanabalah membatalkan wudhu’ dengan syahwat, Ajnabi atau Muhrim. Tidak batal wudu’ bagi yang di sentuh.
6. Keluarnya Sesuatu dari badan, seperti darah, nanah dan semacamnya, akibat luka atau lainnya.
Catatan :
13
Mereka sepakat bahwa Murtad juga menyebabkan batalnya wudu’ kecuali al Hanafiyah.
Namun al Hanafiyah berpendapat Ketawa dalam solat juga menyebabkan batal wudu’.
makan daging kambing atau unta menurut al-Hanabalah termasuk yang membatalkan wudu’, dan juga memandikan jenazah.
Ragu terhadap hadats membatalkan wudu’ menurut al-Malikiyah5.
C. Mandi
1. Definisi Mandi
Secara etimologi mandi (al-ghusl) adalah mengalirnya air pada
sesuatu (perbuatanya), apabila kita mengatakan al-ghisl maka yang di
maksud adalah istilah (nama) dari sesuatu yang digunakan untuk mencuci,
adapun al-ghasl yaitu istilah yang digunakan untuk air. Sedangkan menurut
tertimologi mandi yaitu mengalirnya air pada seluruh tubuh6.
Yang dimaksud dengan mandi ialah meratakan air yang suci pada
seluruh badan di sertai niat, hal ini berasarkan dalam firman Allah surat Al-
Maidah ayat 6.
Jika kalian dalam keadaan junub, maka mandilah.
Penjabaran lebih lanjut di ungkapkan pada hadits berikut :
“sesungguhnya fatwa-fatwa yang menetapkan mandi itu kalau
(bersetubuh) mengeluarkan mani adalah rukhshah dari rosululloh Saw.
Pada bermulaan Islam. Kemudian beliau memerintahkan kami mandi
sesudahnya.” (HR Ahmad dan Abu Daud)
2. Hal hal yang Mewajibkan Mandi
yaitu keluarnya sperma, bertemunya dua kelamin, haid dan nifas,
meninggal dunia, dan orang kafir yang memeluk agama islam. Dan disini
5 Abdul qadir arrahbawi, salat empat mazhab, bogor: lentera nusantara,2008,hlm.806 Ibid hlm.101
14
kita akan memaparkan satu persatu tentang hal hal yang mewajibkan mandi
dari pengikut 5 madzhab yaitu Hambaliah, Syafi’iyah, Hanafiah, Malikiyah,
dan Imamiyah.
a. Keluar mani
Dalill bahwa keluarnya mani mewajibkan untuk mandi adalah
firman Allah Ta’ala,
فاطهروا جنبا كنتم �ن وإ“Dan jika kamu junub maka mandilah.” (QS. Al Maidah: 6)
جنبا وال تقولون ما تعلموا ى حت سكارى وأنتم الصالة تقربوا ال آمنوا ذ�ين ال ها أي يالوا تغتس� ى حت �يل سب �ر�ي عاب �ال إ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi.” (QS. An Nisa’: 43)
Keluarnya air mani seseorang dibagi dua:
1)Air mani itu keluar kektika dalam keadaan bangun.
Adapun air mani yang keluar ketika dalam kaedaan bangun selain
yang di sebabkan karena jimak, adakalanya keluar dengan merasakan
nikmat dan adakalanya keluar karena di sebabkan penyakit. Air mani yang
keluar dengan merasakan kenikmatan maka wajib mandi. Sedangkan
apabila keluarnya itu karena suatu penyakit atau terlalu keras memukul
tulang sulbi dan sebagainy, maka hal itu tidak mewajibkan mandi. Akan
tetapi masing masing hukum ini terdapat perincian dari berbagai madzhab.
Imamiah dan Syiafi’iyah : kalau mani itu keluar maka ia wajib
mandi, baik keluarnya karena syahwat maupun tidak, yang mana air mani
tersebut disyaratkan betul betul berwujud mani setelah keluarya.
Hambaliah : mereka berpendapat, wajibnya mandi itu tidak di
syaratkan keluarnya mani secara betul betul, akan tetapi syaratnya adalah
orang tersebut merasa melepaskan (mengeluarkan air maninya) baik dari
tulang sulbinya (laki laki), ataupun dari tulang dadanya (perempuan),
walaupun air mani itu tidak sampai keluar dari kubulnya. Kesimpulannya
15
bahwa Hambaliah mensyaratkan adanya rasa nikmat, tidak mensyaratkan
keluar dari kubul, akan tetapi syaratnya yaitu, terlepasnya air mani dari
tempat asalnya
Hanafiyah : merekaa mewajibkan mandi apabila air mani itu keluar
dari tempat asalnya, dan keluar dari dzakarnya dengan merasakan nikmat.
Malikiyah : wajib mandi apabila air mani itu keluar setelah
hilangnya rasa nikmat yang biasa tanpa nikmat.
2) Air mani itu keluar ketika dalam keadaan tidur.
Keluarnya air mani dari kelaminya (kubulnya) ketika dalam keadaan
tidur, atau biasa disebut ikhtilam (mimpi), maka ia wajib mandi.
Syafi’iyah : apabila ada sebuah keraguan, yang keluar itu berupa air Mani
atau air Mazdi, maka tidak harus mandi,
Hambaliah : apabila ada sebuah keraguan, yang keluar itu berupa air Mani
atau air Mazdi, maka jika sebelum tidurnya itu terdapat sebab yang dapat
menimbulkan rasa nikmat, maka ia tidak wajib mandi, dan akan tetapi jika
sebelum tidurnya itu tidak ada suatu sebab yang dapat menimbulkan rasa
nikmat, maka ia wajib mandi
b. bertemunya dua kelamin
Bertemunya dua kemaluan (bersetubuh), yaitu memasukkan kepala
zakar atau sebagian dari hasyafah (kepala zakar) ke dalam faraj (kemaluan)
atau anus, maka semua ulama mazhab sepakat dengan mewajibkan mandi,
sekalipun belum keluar mani. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الغسل وجب فقد ، جهدها ثم األربع� �ها شعب بين جلس �ذا إ
“Jika seseorang duduk di antara empat anggota badan istrinya (maksudnya: menyetubuhi istrinya , pen), lalu bersungguh-sungguh kepadanya, maka wajib baginya mandi.” (HR. Bukhari no. 291 dan Muslim no. 348)
Di dalam riwayat Muslim terdapat tambahan:
ينز�ل لم �ن وإ
16
“Walaupun tidak keluar mani.”
Hanafi: Wajibnya mandi itu dengan beberapa syarat; yaitu:
Pertama, baligh. Kalau yang baligh itu hanya yang disetubuhi,
sedangkan yang menyetubuhi tidak, atau sebaliknya, maka yang mandi itu
hanya yang baligh saja, dan kalau keduanya sama-sama kecil, maka
keduanya tidak wajibkan mandi.
Kedua, harus tidak ada batas (aling-aling) yang dapat mencegah
timbulnya kehangatan.
Ketiga, orang yang disetubuhi adalah orang yang masih hidup. Maka
kalau memasukkan zakarnya kepada binatang atau kepada orang yang telah
meninggal, maka ia tidak diwajibkan mandi.
Imamiyah dan Syafi’yahi: Sekalipun kepala zakar itu tidak masuk
atau sebagiannya saja juga belum masuk, maka ia sudah cukup
diwajibkannya mandi, tak ada bedanya baik baligh maupun tidak, yang
menyetubuhi maupun yang disetubuhi ada batas (aling-aling) maupun tidak,
baik terpaksa maupun karena suka, baik yang disetubuhi itu masih hidup
maupun sudah meninggal, baik pada binatang maupun pada manusia.
Hambali dan Maliki: Bagi yang menyetubuhi maupun yang
disetubuhi itu wajib mandi, kalau tidak ada batas (aling-aling) yang dapat
mencegah kenikmatan, tak ada bedanya baik pada binatang maupun pada
manusia, baik yang disetubuhi itu masih hidup maupun yang sudah
meniggal. Kalau yang telah baligh, Maliki: Bagi yang menyetubuhi itu
wajib mandi kalau ia telah mukallaf dan juga orang yang disetubuhi. Bagi
orang yang disetubuhi wajib mandi, kalau yang menyetubuhi. Bagi orang
yang disetubuhi wajib mandi, kalau yang menyetubuhinya sudah baligh, tapi
kalau belum baligh atau masih kecil, maka ia tidak diwajibkan mandi kalau
belum sampai keluar mani. Hambali: Mensyaratkan bahwa lelaki yang
menyetubuhi itu umurnya tidak kurang dari sepuluh tahun, bagi wanita yang
disetubuhi itu tidak kurang dari sembilan tahun
17
c. karena darah haidz atau nifas
1). Pengertian Darah Haid (kotoran)
Yaitu darah yang keluar dari rahim perempuan, yang telah sampai
umur (baligh), dan di sepakati oleh semua madzhab, jika wanita melihat
bahwa pada dirinya terdapat darah haid, maka ia wajib mandi setelah darah
itu habis.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
ل�ي فاغس� أدبرت �ذا وإ الصالة فدع�ي الحيضة أقبلت� �ذا فإوصلي
“Jika telah tiba masa haidhmu maka tinggalkan shalat, dan bila selesai masa haidmu maka mandilah kemudian shalatlah.” (HR. Bukhari)
b). Pengertian darah Nifas
Yaitu darah yang keluar dari rahim perempun sesudah ia melahirkan
anak, dan menurut semua madzhab, maka wajib mandi.
Hanabilah : Jika ada orang yang melahirkan tanpa mengelurkan
darah maka ia tidak wajib mandi.
d. Meninggal dunia
Meninggalnya seorang muslim wajib dimandikan, kecuali kalau Ia
meninggal dalam keadaan syahid. Dan orang yang wajib memandikan orang
yang mati adalah orang yang masih hidup. Jumhur ulama (mayoritas)
menyatakan bahwa memandikan orang mati di sini hukumnya fardhu
kifayah, artinya jika sebagian orang sudah melakukannya, maka yang lain
gugur kewajibannya.
Dalil mengenai wajibnya memandikan si mayit diantaranya adalah
perintah Nabi SAW kepada Ummu ‘Athiyah dan kepada para wanita yang
melayat untuk memandikan anaknya,
در وس� �ماء ب �ك ذل رأيتن �ن إ �ك ذل من أكثر أو خمسا أو ثالثا لنها اغس�
18
“Mandikanlah dengan mengguyurkan air yang dicampur dengan
daun bidara tiga kali, lima kali atau lebih dari itu jika kalian anggap perlu
dan jadikanlah yang terakhirnya dengan kafur barus (wewangian).” (HR.
Bukhari no. 1253 dan Muslim no. 939).
Hanafiah : mereka berpendapat bahwa, dalam memandikan mayat
seorang muslim itu disyaratkan hendaknya orang tersebut tidak durhaka.
e. Orang kafir yang memeluk agama islam
Mengenai wajibnya hal ini terdapat dalam hadits dari Qois bin
‘Ashim radhiyallahu ‘anhu,
در وس� �ماء ب ل يغتس� أن م وسل عليه� ه الل صلى �ي ب الن فأمره أسلم ه أن“Beliau masuk Islam, lantas Nabi SAW memerintahkannya untuk mandi
dengan air dan daun sidr (daun bidara).” (HR. An Nasai no. 188, At
Tirmidzi no. 605, Ahmad 5/61. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih).
Ulama yang mewajibkan mandi ketika seseorang masuk Islam
adalah Imam Ahmad bin Hambal dan pengikutnya dari ulama Hambaliah,
Imam Malik, Ibnu Hazm, Ibnul Mundzir dan Al Khottobi
Hambaliah : mereka berpendapat bahwa apabila seorang kafir masuk islam,
maka ia wajib mandi, baik orang itu dalam keadaan junub ataupun tidak.
3. Syarat-Syarat mandi
Adapun syarat-syarat dalam mandi ada beberapa macam yakni
sebagai berikut :
a. Beragama islam
b. Sudah tammyiz
c. Bersih dari haid dan nifas
d. Bersih dari sesuatu yang menghalangi sampainya air pada
seluruh anggota tubuh seperti cat, lilin dan sebagainya.
19
e. Pada anggota tubuh harus tidak ada sesuatu yang bisa
merubah sifat air untuk mandi seperti minyak wangi dan
lainnya
f. Harus mengerti bahwa mandi besar hukumnya fardhu (wajib)
g. Salah satu dari rukun-rukun mandi tidak boleh di I’tikadkan
sunah
h. Air yang digunakan harus suci dan mensucikan
4. Rukun Mandi
Rukun mandi ada 2 antara lain :
a. Niat (bersamaan dengan membasuh permulaan anggota tubuh).
b. Membasuh air dengan tata keseluruhan tubuh, yakni dari ujung
rambut sampai ujung kaki.
5. Sunah-Sunah Mandi
Disunahkan bagi yang mandi memperhatikan perbuatan rosulullah
SAW ketika mandi itu, hingga ia mengerjakan sebagai berikut :
a. Mulai dari mencuci kedua tangan hingga dua kali
b. Kemudian membasuh kemaluan
c. Lalu berwudhu secara sempurna seperti halnya wudhu buat
sholat. Dan ia boleh menangguhkan membasuh kedua kaki
sampai selesai mandi.
d. Kemudian menuangkan air ke atas kepala sebanyak tiga kali
sambil menyela-nyela rambut agar air sampai membasahi urat-
uratnya.
e. Lalu mengalirkan air keseluruh badan memulai sebelah kanan lalu
sebelah kiri tanpa mengabaikan dua ketiak, bagian dalam telinga,
pusar dan jari-jari kaki serta mengasah anggota tubuh yang dapat
digosok.
20
D. Tayamum
1.Pengertian tayamum
Apabila seseorang junub atau seseorang akan mengerjakan
sembahyang, orang tadi tidak mendapattkan air, untuk mandi atau untuk
wudhu, maka sebagai ganti untuk manghilangkan hadas besar atau kecil tadi
dengan melakukan tayamum. Tayamum menurut bahasa artinya menuju
seangkan menurut pengertian sara’, tayamum ialah bersuci dengan tanah
dengan cara menyapu muka dan kedua tangan dengan tanah yang suci dan
disertai niat7. Adapun dasar disyariatkanya tayamum ialah qur’an surat an-
nisa’ ayat 43.
2.Syarat-syarat Tayamum
adapun hal-hal yang menjadi syarat dalam bertayamum adalah
sebagai berikut :
a. Telah masuk waktu sholat
b. Memakai tanah berdebu yang bersih dari najis dan kotoran (harus
suci)
c. Memenuhi alasan atau sebab melakukan tayammum
d. Sudah berupaya / berusaha mencari air namun tidak ketemu
e. Tidak haid maupun nifas bagi wanita (perempuan)
f. Menghilangkan najis yang melekat pada tubuh.
3.Rukun-rukun Tayamum
Adapun yang merupakan hal yang menjadi rukun dalam melakukan
tayamum :
a. Diawali dengan niat
b. Meletakan kedua tangan di atas tanah atau tempat yang mengandung
debu
c. Menyapu muka dan kedua tangan
7 Abdul qadir arrahbawi, salat empat mazhab, bogor: lentera nusantara,2008,hlm.132
21
3.Sunah-sunah Tayamum
Adapun hal-hal yang menjadi sunah dalam bertayamum adalah
sebagai berikut :
a. Membaca basmalah
b. Menghadap kiblat
c. Menghembus tanah dari dua tapak tangan supaya tanah yang di atas
tangan itu menjadi tipis
d. Mendahulukan yang kanan dari pada yang kiri
e. Membaca kedua kalimat syahadat sesudah selesai tayamum.
4.perkara yang membatalkan tayamum
Adapun hal yang menjadi perkara yang membatalkan tayamum
adalah sebagai berikut :
a. semua perkara yang membatalkan wudhu
b. murtad.
22
DAFTAR RUJUKAN
Mughaniyah,,muhammad jawad.2013. Fiqih lima mazhab.jakarta: penerbit
lentera.
Ar-rahbawi, abdul qodir.2008. salat empat mazhab. Bogor:lentera antar
nusantara.
Hamid,abdul dan saebani, beni ahmad.2010.fiqih ibadah refleksi
ketundukan hamba Allah kepada al-khaliq perspektif al-quran dan as-
sunnah. bandung: pustaka setia.
Sarawat, ahmad.2008. fiqih taharah. Slongor: du center.
Mustapa daib al-bagha.
Lesiani merlinda,diakses pada 12 maret 2014 pukul 20.00,
http://www.academia.edu/4901243/MAKALAH_THAHARAH, 2014.
24