alinahrowi4.files.wordpress.com · Web viewMUDLÂRABAH MAKALAH Dibuat Dalam Rangka Memenuhi Tugas...
Transcript of alinahrowi4.files.wordpress.com · Web viewMUDLÂRABAH MAKALAH Dibuat Dalam Rangka Memenuhi Tugas...
MUDLÂRABAH
MAKALAH
Dibuat Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Muamalat I
Semester II Tahun Akademik 2013-2014
Jurusan Hukum Bisnis Syariah Fakultas Syariah
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Dosen
DR. H. Abbas Arfan. Lc, M.HI
Oleh
T. AgusArgaSetiaji : 13220208
Mohamad Mafrukhi : 13220211
Ali Nahrowi : 13220214
Heri Sutrisno : 13220212
MALANG
2014
KATA PENGANTAR
الرحيم الرحمن الله بسم
Al hamdulillah puja dan puji syukur kami panjatkan kepada Alloh SWT
yang telah memberikan kita rahmat dan kesehatan, sehingga kami bisa
menyelesaikan makalah Fiqih Muamalat I yang berjudul “MUDLÂRABAH”.
Adapun mudlârabah, hemat kami merupakan hal yang perlu diketahui.
Karena pada pembahasan makalah ini membahas akad mudlârabah persepektif
kitab klasik yang menjadi rujukan utama mudlârabah pada zaman modern seperti
sekarang ini sehingga kita dapat mengetahui bagaimana hukum, mekanisme, dan
yang lainya yang benar akan mudlârabah yang berkembang saat ini. Oleh
karenanya kita dapat terhindar dari keraguan mengerjakan akad mudlârabah yang
telah berkembang pada saat sekarang ini.
Adapun makalah ini di ajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata
kuliah Fiqih Muamalat I yang diampu oleh Bapak DR. H. Abbas Arfan, Lc. M.HI.
Kemudian kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan makalah ini, sehingga makalah ini bisa di selesaikan
tepat pada waktunya. Kami menyadari betul bahwa dalam makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, oleh karena itu kami mohon saran yang membangun sehingga
nantinya kami bisa berbuat lebih baik selanjutnya.
Dan semoga makalah ini dapat memberikan manfa’at kepada kita semua,
dan dapat menambah wawasan keilmuan kita.
Aamiin yaa Rabbal Aalamiin.
Malang, 17 Mei 2014
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................1
C. Tujuan..........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................3
A. Pengertian Mudlârabah...............................................................3
B. Landasan Hukum dan Hukum Mudlârabah................................4
1. Landasan Hukum...................................................................4
2. Hukum...................................................................................6
C. Rukun dan Syarat Mudlârabah...................................................7
D. Macam-Macam Mudlârabah.......................................................10
E. Berakhirnya Mudlârabah............................................................11
F. Hikmah Akad Mudlârabah.........................................................12
BAB III PENUTUP.................................................................................14
A. Simpulan......................................................................................14
B. Saran............................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam adalah agama yang sangat memperhatikan nasib para
pemeluknya, sehingga setiap transaksi diatur sedemikian rupa sehingga tidak ada
pihak yang dirugikan sedikitpun. Dalam kehidupan nyata banyak di sekitar kita
orang yang masih membutuhkan pekerjaan, di sisi lain terdapat pula orang yang
memiliki banyak uang. Islam dalam hal ini memberikan solusi agar pihak yang
membutuhkan pekerjaan mendapatkan uang untuk bisa bertahan hidup dan orang
yang memiliki uang dapat mengembangkanya, yakni dengan membolehkan
transaksi mudlârabah dengan orang yang memiliki cukup uang sehingga diantara
kedua pihak mendapat keuntungan dalam mengembangkan uang tersebut.
Mudlârabah ini merupakan salah satu akad tolong menolong dalam hal
kebaikan karena pada hakikatnya akad ini memberikan bantuan kepada orang
yang tidak memiliki penghasilan sehingga ia mendapat penghasilan. Dan hal ini
diperbolehkan dalam Islam sendiri.
Maka dari itu perlu diperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan
mudlârabah, dengan memberikan penjelasan akad mudlârabah yang ada dalam
kitab-kitab klasik seperti yang ada dalam makalah ini. Dengan mempelajarinya
kita dapat terhindar dari hal-hal yang tidak diperkenankan. sehingga tidak ada
pihak yang dirugikan dan jauh dari dosa diakibatkan melakukan hal-hal yang
tidak diperkenankan oleh Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan mudlârabah?
2. Bagaimanakah landasan hukum mudlârabah?
3. Bagaimana hukum mudlârabah menurut 4 madzhab dan menurut
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah?
4. Apa hikmah disyariatkanya mudlârabah?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi mudlârabah.
1
2. Mengetahui landasan hukum akad mudlârabah.
3. Mengetahui hukum mudlârabah menurut 4 madzhab dan Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah.
4. Mengetahui hikmah disyariatkanya mudlârabah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mudlârabah
Kata mudlârabah itu diambil dari kata al-dlarbu fi al-ardli bermakna al-
safru li al-tijârah yaitu usaha dalam perdagangan (perniagaan). Hal ini sesuai
dengan firman Allah SWT:
Artinya: “dan yang lain lagi, mereka berpergian dimuka bumi mencari
karunia Allah SWT”.
Terkadang mudlârabah disebut juga dengan mu’âmalah. Sedangkan
mudlârabah itu sendiri yakni: akad diantara dua pihak yang mana salah satu pihak
mengeluarkan sejumlah uang kepada yang lainya untuk diperniagakan, dan laba
dibagi diantara keduanya sesuai dengan kesepakatan.1
Mudlârabah dikenal dikalangan ahlu al-madînah (penduduk madinah)
sebagai Al-Qirâdh.2 Al-Qirâdh sendiri menurut bahasa adalah berasal dari kata al-
qardlu yang berarti al-qat’u yaitu memutus, dikatakan demikian dikarenakan
pemilik modal memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan untuk
mendapatkan keuntungan (laba).3
Syaikh al-Imam al-Alim al-Alamah Syamsudin Abu Abdillah Muhammad
bin Qashim As-Syafi’i mendefinisikan mudlârabah dengan suatu akad
penyerahan harta yang dilakukan oleh pemiliknya kepada seseorang supaya
memperdagangkan harta tersebut dan keuntunganya dibagi dua.4
1 Sayid Sabiq, Fiqhu al-Sunnah, Juz III (Bairut: al-Maktabah al-Ashriyah, 2012), h.1542 Abi Abdillah Shadru Al-Din Muhammad Ibn Abdi Al-Rahman Ibn Al-Husain, Rahmatu Al-‘Ummah fî Ikhtilâfi Al-A’imah, (Bairut: Dâru Al-Kutub Al-‘Ilmiah, 2012), h. 1483 Sabiq, Fiqhu, h. 1544 Syaikh Al-Imam Syamsudin Abu Abdillah Muhammad bin Qashim As-Syafi’i, fathu al-qarîb al-mujîb, terj. Imron Abu Amar, (Kudus: Menara Kudus, tt), h. 290-291
3
Maka dapat ditari.k kesimpulan bahwa akad mudlârabah adalah akad
dimana salah satu pihak memberikan modal kepada pihak lain, sedangkan pihak
lain tersebut berkontribusi dengan kemampuan dalam mengelola suatu
pekerjaan/bisnis dengan keuntungan dibagi dua sesuai dengan perjanjian pada
awal transaksi.
Adapun skema mudlârabah dapat dilihat sebagai berikut:
Adapun untuk contoh mengenai akad mudlârabah ini yaitu: seorang kaya
bernama Pak Joko yang memiliki modal, akan tetapi ia tidak bisa
mengembangkan uangnya melalui beberapa bisnis karena kesibukanya kemudian
ia melihat seorang kawanya bernama Pak Jusuf yang sedang menganggur padahal
ia memiliki kemampuan dalam suatu bidang bisnis. Karena kasihan melihatnya,
Pak Joko melakukan kerja sama dengan Pak Jusuf dalam suatu usaha yang
dimampuinya dengan mekanisme, modal yang dibutuhkan untuk berbisnis berasal
dari Pak Joko sepenuhnya dan untuk pekerjaan ditanggung sepenuhnya oleh Pak
Jusuf, dan dalam hal keuntungan mereka sepakat untuk dibagi rata diantara
keduanya. maka ketika terdapat keuntungan maka bagi Pak Joko 50% dan untuk
Pak Jusuf 50%.
B. Landasan Hukum Dan Hukum Mudlârabah
1. Landasan Hukum
Adapun landasan atau dasar mudlârabah adalah sebagai berikut:
a. Al-Quran
4
MUDLÂRIB/PENGELOLA
MÂLIK/PEMILIK HARTA
KEUNTUNGAN
KEMAMPUAN/SKILLMODAL 100%
PROYEK
Dalam al-quran jenis akad mudharabah atau pembiayaan yad al-
amanah ini dijelaskan dalam al-qur’an:
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu)
apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.”5
b. Hadits
ن البركة: البيع إ�لى أجل، ثالث ف�يه�, ال ع�ير� ل�لبيت� والمقارضة، وخلط البر ب�الش
ل�لبيع�Artinya: “tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan yaitu jual
beli bertempo, qiradl, dan mencampur gandum dengan syair untuk
makanan di rumah bukan untuk dijual”
Diriwayatkan dari Daruquthni, bahwa hakim Ibnu Haizam
apabila memberi modal kepada seseorang, dia mensyaratkan:“
harta jangan digunakan untuk membeli binatang, jangan kamu
bawa ke laut, dan jangan dibawa menyeberangi sungai, apabila
kamu lakukan salah satu dari larangan-larangan itu maka kamu
harus bertanggung jawab pada hartaku”. Dalam al-Muatho’ Imam
Malik dari Al-A’la Ibnu A’la Ibnu Abdu Al-Rahman Ibnu Ya’qub
5 QS. al-Nisa (4):58.
5
dari ayahnaya dari kakeknya bahwa ia pernah mengerjakan harta
Usman r.a, sedangkan keuntungannya dibagi dua.6
2. Hukum
Mudharabah adalah suatu akad yang apabila rukun dan
syaratnya terpenuhi maka mudlârabah yang semacam ini diperbolekan
dalam islam. Sayid Sabiq menerangkan dalam kitabnya bahwa
hukum mudlârabah adalah boleh sesuai konsensus Ulama’ karena
Rasulullah sendiri pernah melakukan transaksi mudlârabah ini dengan
modalnya Khadijah ia pergi ke Syam dengan membawa modal
tersebut untuk diperdagangkan, yang mana peristiwa ini terjadi pada
masa sebelum kenabian. Mudlârabah telah ada sejak masa jahiliyah
dan ada masa Islam tetap dibenarkan sebagai praktek. Ibnu Majah
menyebutkan mudlârabah telah berlaku dalam masa Rasululllah yang
diketahui dan ditetapkannya. Jika tidak, tentu Rasulullah tidak
membiarkannya menjadi praktek dalam masyarakat.7
Akan tetapi Ulama 4 madzhab berbeda pendapat mengenai
hukum dari pembagian mudlârabah yang dibagi dua yakni muthlaq
dan muqayaad yakni di dalam mudlârabah muthlaq tidak adanya
ta’yîn dan taqît dan di dalam mudlârabah terdapat adanya ta’yîn dan
taqît maka hal itu menurut Imam Malik dan Imam Syafi’i tidak
diperbolehkan. akan tetapi, menurut Abu Hanifah dan Imam Ahmad
diperbolehkan. Pendapat dari Abu Hanifah dan Imam Ahmad ini
diadopsi dalam hukum ekonomi syariah Indonesia yang mana hal itu
terlihat dalam KHES pasal 233 yang berbunyi “kesepakatan bidang
usaha yang akan dilakukan dapat bersifat mutlak/bebas dan
muqayyad/terbatas pada bidang usaha tertentu, tempat tertentu, dan
waktu tertentu.
6Sohari Sahrani, Ru’fah Abdullah, Fikih Muamalah Untuk Mahasiswa UIN/IAIN/STAIN/PTAIS dan Umum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), h.1917Syabiq, fiqhu, h.154
6
C. Rukun Dan Syarat Mudlârabah
Adapun rukun-rukun mudlârabah ada empat, yaitu sebagai berikut:8
1. Al-mâl (Harta / modal)
2. Al-‘amal (Pekerjaan)
3. Al- Ribhu (Keuntungan)
4. Sîghat (ucapan serah terima)
5. Âqidâni (dua orang yang bertransaksi)
Akan tetapi menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah dalam pasal 232,
ada tiga rukun mudlârabah yakni: shâhibu al-mâl/pemilik modal, mudlârib/
pelaku usaha, dan akad.9
Adapun syarat sahnya mudlârabah itu terpenuhi ketika rukun-rukun
mudlârabah itu sendiri terpenuhi, yakni syarat sahnya mudlârabah itu merupakan
penjelasan yang lebih rinci dari rukun-rukun syarat sahnya mudlârabah itu
sendiri, yaitu sebagai berikut:
1. Syarat yang berkaitan dengan Âqidâni
a. Cakap melakukan hukum dan mampu diangkat menjadi orang yang
bertransaksi atau disebut ahliyau al-ada’ di dalam ilmu Ushûl Fiqh.
b. Pemilik modal tidak boleh mengikat dan campur tangan kepada
pengelola modal dalam mengelola dananya. Maka pemilik modal
memberikan kebebasan kepada pengelola modal terhadap apa-apa
yang telah disepakati.10 Pemilik modal tidak boleh mempersempit
pengelola dalam mentasharufkan modalnya.
2. Syarat yang berkaitan dengan harta/modal
a. Harta atau modal harus berupa uang (baik dirham atau dinar) yang
murni, maka dari itu tidak sah tibr yakni emas murni, emas
8 Syekh Syamsuddin Muhammad bin Al-Khatib As-Syarbini, Mughni Al-Muhtâj, (Beirut: Dâru Al-Ma’rifah, 1997), h. 1999 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, (Cet. I; Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h.7110 Ibrahim Al-Bajuri , Hâsyiatu Al-Baijûri ‘Ala Ibn Al-Qasim, Juz II (Surabaya; Nurul Huda, tt) h: 22
7
perhiasaan, emas campuran dan juga tidak sah harta seperti uang
emas atau perak yang tercetak. 11
b. Besarnya ditentukan secara jelas. Modal harus diketahui secara
pasti oleh pihak-pihak terkait dan harus ada saat akad
dilangsungkan.
c. Modal bukan merupakan pinjaman (hutang). Modal yang berupa
pinjaman secara hakiki bukan merupakan harta dari pemilik modal.
d. Modal diserahkan langsung kepada mudlârib (pengelola modal)
dan tunai. Jika masih ada sebagian modal yang dipegang shâhib al-
mâl/ mâlik (pemilik modal), maka menurut Ulama Syafi’i, Maliki,
dan Hanafi tidak boleh. Akan tetapi menurut Ulama Hanbali boleh
asalkan tidak mengganggu kelancaran usaha.
e. Modal digunakan sesuai dengan syarat-syarat akad yang disepakati.
mudlârib (pengelola modal) tidak bisa menggunakan modal di luar
persyaratan yang telah menjadi kesepakatan. Kecuali, jika shâhib
al-mâl/ mâlik (pemilik modal) memberikan kebebasan kepada
mudlârib (pengelola modal) untuk mengelola hartanya. Jika hal ini
terjadi maka mudlârib memiliki modal sesuai dengan yang
dikehendakinya meski tetap harus bertanggung jawab.
f. Pengembalian modal dapt dilakukan bersamaan dengan waktu
penyerahan bagi hasil atau pada saat berakhirnya masa
mudlârabah. 12
Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, syarat yang berkenaan
dengan modal menyebutkan hanya ada tiga, sebagaimana yang
tertuang dalam pasal 235, sebagai berikut13:
a. Modal harus berupa barang, uang dan/atau barang yang berharga.
b. Modal harus diserahkan kepada pelaku usaha/ mudlârib.
11 As-Syarbini, Mughni, h. 19912 Yazid Afandi, Fiqih Muamalah dan implementasinya dalam lembaga keuangan syari’ah, (Yogyakarta: logung pustaka, 2009), h. 107-108 13 Kompilasi, h.72
8
c. Jumlah modal dalam suatu akad mudlârabah harus dinyatakan
dengan pasti.
3. Syarat yang berkaitan dengan keutungan.
a. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan.
b. Shâhibu al-mâl siap mengambil resiko rugi dari modal, sedangkan
mudlârib mengambil resiko tidak memperoleh apa-apa.
c. Sebelum mengambil jumlah keuntungan, usaha mudlârabah harus
dikonversi ke dalam mata uang dan modalnya disisihkan.
d. Mudlârib berhak memotong biaya yang berkaitan dengan usaha
yang diambil dari modal mudlârabah.14
4. Syarat yang berhubungan dengan pekerjaan pengelola modal
a. Pekerjaan tidak dibatasi dengan ta’yîn (penentuan pekerjaan) dan
ta’qît (ada batas waktu) secara berbarengan
b. Pekerjaan tidak dibatasi dengan ta’yîn (penentuan pekerjaan)
c. Pekerjaan tidak dibatasi dengan ta’qît (ada batas waktu)15
Dapat disimpulkan bahwa tidak boleh di dalam akad mudlârabah
terdapat ta’yîn dan ta’qît. Berbeda dengan akad mutsâqah yang
memperbolehkan adanya ta’qît atau pemberian batas waktu.
5. Syarat yang berhubungan dengan sîghat
Yaitu disyaratkan adanya îjab (ucapan penyerahan yang dilakukan
pemilik modal) dan qabûl (ucapan penerimaan dari pengelola modal).
Imam Ghazali berkata sîghat adalah apabila seseorang mengucapkan saya
berakad mudlârabah dengan kamu atas dasar keuntungan dibagi dua
diantara kita, kemudian seorang yang lain berkata: saya terima. akan tetapi
apabila seseorang lain tersebut diam maka itu fasad(rusak).16
Apabila pengelola modal bekerja setelah rusaknya mudlârabah/qirâdl
dan kemudian ia menghasilkan keuntungan maka baginya upah sesuai
14 Afandi, Fiqih. h. 108-109 15 Al-Imam Abi Al-Qashim Abd Al-Karim Bin Muhammad Bin Abd Al-Karim Al-Rafi’I Al-Qazwaini, Al-Azîz Syarhu al-Wajîz al-Ma’ruf Bi Syarh al-Kabîr. Juz 6 (Beirut; Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiah, 1997), h. 1116Qazwaini, Al-Azîz. h. 17
9
dengan kerjanya sedangkan keuntungan milik pemilik modal dan
kekurangan merupakan tanggungan pemilik modal demikian menurut Abi
Hanifah dan Imam As-Syafi’i.17
D. Macam-Macam Mudlârabah
Adapun mudlârabah terbagi dalam dua bagian yaitu :
1. Mudlârabah muthlaq
Mudlârabah muthlaq adalah akad mudlârabah dimana pemilik modal
memberikan modal kepada mudlârib (pengelola) tanpa disertai dengan
pembatasan (qayid).
Contoh mudlârabah mutlaq adalah sebagai berikut : seperti halnya
pemilik modal berkata : “ saya berikan modal ini kepada anda dengan
mudharabah, dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi dua atau dibagi
tiga”. Didalam akad tersebut tidak ada ketentuan atau pembatasan
mengenai tempat kegiatan usaha, jenis usaha, barang yang diajadikan
objek usaha, dan ketentuan-ketentuan yang lain.
2. Mudlârabah Muqayyad
Mudlârabah muqayyad adalah suatu akad mudlârabah dimana pemilik
modal memberikan ketentuan atau batasan-batasan yang berkaitan dengan
tempat kegiatan usaha, jenis usaha, barang yang menjadi objek usaha,
waktu, dan dari siapa barang tersebut dibeli. Pembatasan dengan waktu
dan orang yang menjadi sumber pembelian barang dibolehkan menurut
Abu Hanifah dan Imam Ahmad. Sedangkan menurut Maliki dan Syafi’I
tidak diperbolehkan. demikian pula menyandarkan akad kepada waktu
yang akan datang dibolehkan menurut Abu Hanifah dan Imam Ahmad,
dan tidak dibolehkan menurut Imam Malik dan Syafi’i18.
E. Berakhirnya Mudlârabah17 Al-Husain, Rahmatu, h. 14818 Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010), h.372
10
Akad mudlârabah akan berahir apabila terpenuhi unsur-unsur berikut:
a. Salah seorang yang berakad gila.19
b. Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat mudlârabah. Hal
tersebut dijelaskan dalam pasal 237 KHES yang menyatakan bahwa
“akad mudlârabah yang tidak memenuhi syarat, adalah batal”.20 Jika
salah satu syarat mudlârabah tidak terpenuhi sudah modal dipegang
oleh pengelola dan sudah diperdangkan maka pengelola mendapatkan
sebagian keuntunganya sebagai upah karena tindakanya atas izin
pemilik modal dan ia berhak menerima upah. Jika terdapat
keuntungan, keuntungan tersebut menjadi tanggung jawab pemilik
modal, karena pengelola adalah sebagai buruh yang hanya berhak
menerima upah dan tidak bertanggung jawab sesuatu apapun kecuali
atas kelalainya.
Senada dengan syarat yang nomor dua ini Sayid Sabiq
menerangkan bahwa jika dalam akad mudlârabah mendapat
keuntungan, maka keuntungan menjadi pemilik modal dan kerugian
juga menjadi tanggung jawabnya. Karena pengelola modal hanya
sekedar sebagai pekerja sewaan yang tidak wajib
mempertanggungjawabkanya, kecuali apabila pengelola modal
melakukanya dengan sengaja.21
c. Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai pengelola
modal atau pengelola berbuat sesuatu yang bertentangan dengan tujuan
akad. Dalam keadaan seperti ini, pengelola modal bertanggung jawab
jika terjadi kerugian karena dialah penyebab kerugian.
d. Apabila penelola atau pemilik modal meninggal dunia atau salah
seorang pemilik modal meninggal dunia maka mudlârabah menjadi
batal.22
19 Afandi, Fiqih, h. 11020 Kompilasi, h.7221 Sabiq, fiqhu. h.15622 Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik Dan Kontemporer, (Bogor; Ghalia Indonesia, 2012), h. 148-149
11
Dalam kaitanya dengan kematian, apabila yang meninggal
adalah pemilik modal maka menjadi fasakh atau rusak akad
mudlârabah. Maka ketika mudlârabah telah rusak, tidaklah berhak
bagi pengelola modal untuk meneruskan atau mengelola modal
mudlârabah lagi. Dan jika apabila pengelola modal mengetahui akan
kematian pemilik modal dan ia tetap meneruskan dalam pengelolaan
modal dalam akad mudlârabah tanpa seizin ahli warisnya, maka yang
semacam ini ia dianggap ghasab dan ia wajib baginya untuk menjamin
atau mengembalikanya jika modal itu menguntungkan dan
keuntunganya dibagi menjadi dua.23 Dalam Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah pada pasal 250 menambahkan keterangan mengenai
berakhirnya akad mudlârabah yakni “akad mudlârabah selesai apabila
waktu kerjasama yang disepakati dalam akad berakhir.24
F. Hikmah Akad Mudlârabah
Dengan adanya kerja sama dalam akad mudlârabah maka ada hikmah atau
manfaat yang dapat dipetik yaitu:
1. Mendapatkan pahala besar dari Allah SWT, karena ia adalah penyebab
lenyapnya kemiskinan dari orang-orang miskin. Karena kalau tanpa
dia, orang-orang miskin tersebut akan tetap dalam keadaan miskin.
Tetapi orang miskin harus pandai bekerja agar keduanya saling bisa
tukar menukar kepentingan.
2. Berkembangnya harta dan semakin banyaknya kekayaan akibat dari
pengembangan bisnis yang dilakukan sesuai dengan bidangnya
masing-masing.25
3. Dengan melakukan akad mudlârabah akan mendapatkan berkah, hal
ini seperti diterangkan dalam hadis berikut:
23 Sabiq, fiqhu. h.15624 Kompilasi, h.7525 Nawawi, Fikih, h. 149
12
عن صهيب رضي الله عنه أن النب�يو ن يه� صلى الله عليه وسلم قال: ) ثالث ف�
�لى أجل، والمقارضة، وخلط البركة: البيع إ, ال ل�لبيع� ( ع�ير� ل�لبيت� �بن البر ب�الش رواه ا
ماجه ب�إ�سناد ضع�يف
Artinya: “diriwayatkan dari Shuhaib r.a sesungghunya Nabi SAW
bersabda: “tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan yaitu jual
beli bertempo, qiradl, dan mencampur gandum dengan syair untuk
makanan di rumah bukan untuk dijual”. Riwayat Ibnu Majah dengan
sanad yang lemah.26
26 Ibnu Hajar al-Asyqalani, Bulughu al-Maram Min Adillati al-Ahkâm, (‘Azbah Aql; Maktabah fayyâd, 2011), h. 287.
13
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
mudlârabah itu diambil dari kata al-dlarbu fi al-ardli bermakna al-safru li
al-tijârah yaitu usaha dalam perdagangan (perniagaan)sedangkan menurut istilah
yaitu akad diantara dua pihak yang mana salah satu pihak mengeluarkan sejumlah
uang kepada yang lainya untuk diperniagakan, dan laba dibagi diantara keduanya
sesuai dengan kesepakatan. Mudlârabah di kalangan ahl al-madînah disebut juga
dengan al-qiradl.
Adapun landasan yang dijadikan dasar mudlârabah adalah Al-Quran surat
al-nisa ayat 58 dan dari hadits yang diriwayatkan oleh Syuhaib yang menerangkan
adanya keberkahan dalam akad mudlârabah ini.
Mudlârabah ketika memenuhi syarat dan rukunya maka hukumnya
menurut jumhur ulama bersepakat membolehkanya. Dalam Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah dijelaskan bahwa mudlârabah dengan kedua pembagianya
diperbolehkan, hal tersebut senada dengan yang dikemukakan oleh Imam Ahmad
dan Imam Hanafi sedangkan menurut Imam Malik dan Imam Syafi’i hanya
membolehkan mudlârabah muthlaq saja yang di dalamnya tidak ada ta’yîn dan
ta’qît.
Hikmah disyariatkanya mudlârabah adalah mendapatkan pahala besar dari
Allah SWT, karena ia adalah penyebab lenyapnya kemiskinan dari orang-orang
miskin, dapat berkembangnya harta, serta mendapat keberkahan dari Allah SWT
yang hal tersebut dijelaskan dari sebuah hadits yang diriwayatkan dari Shuhaib.
B. Saran
Kami sadar betul dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu kami mengharap kepada pembaca untuk memberikan
saran yang membangun, supaya kami bisa berbuat lebih baik lagi selanjutnya.
14
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim
Afandi, Yazid Fiqih Muamalah dan implementasinya dalam lembaga keuangan
syari’ah. Yogyakarta: logung pustaka, 2009.
Al-Asyqalani, Ibnu Hajar . Bulughu al-Maram Min Adillati al-Ahkâm. ‘Azbah
Aql: Maktabah fayyâd, 2011.
Al-Bajuri, Ibrahim. Hâsyiatu Al-Baijûri ‘Ala Ibn Al-Qasim. Juz II. Surabaya:
Nurul Huda, t.th.
Al-Husain, Abi Abdillah Shadru Ad-din Muhammad Ibnu Abdi Ar-Rahman
Ibni, Rahmatu Al-‘Ummah fî Ikhtilâfi Al-A’imah. Bairut: Dâru Al-Kutub
Al-‘Ilmiah, 2012.
Al-Qazwaini, Al-Imam Abi Al-Qashim Abd Al-Karim Bin Muhammad Bin Abd
Al-Karim Al-Rafi’i al-Azîz Syarhu al-Wajîz al-Ma’ruf Bi Syarh al-Kabîr.
Juz 6. Beirut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiah, 1997.
As-Syafi’i, Syaikh Al-Imam Syamsudin Abu Abdillah Muhammad bin Qashim
fathu al-qarîb al-mujîb, terj. Imron Abu Amar. Kudus: Menara Kudus,
t.th.
As-Syarbini, Syekh Syamsuddin Muhammad bin Al-Khatib. Mughni Al-Muhtâj.
Beirut: Dâru Al-Ma’rifah, 1997.
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Cet. I. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2009.
Muslich, Ahmad Wardi. Fiqih Muamalat. Jakarta: Amzah, 2010
Nawawi, Ismail Fikih Muamalah Klasik Dan Kontemporer. Bogor: Ghalia
Indonesia, 2012
Sabiq, Sayid. Fiqhu al-Sunnah, Juz III. Bairut: al-Maktabah al-Ashriyah, 2012
Sohari Sahrani, Ru’fah Abdullah. Fikih Muamalah Untuk Mahasiswa
UIN/IAIN/STAIN/PTAIS dan Umum. Bogor: Ghalia Indonesia, 2011.
15