Post on 09-Apr-2019
PENERAPAN MULTI AKAD DALAM KONTRAK GADAI
DI PEGADAIAN SYARIAH DAN BANK
JAWA TIMUR SYARIAH SAMPANG MADURA
TESIS
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Master Syariah (M.Sy)
Oleh:
Harisah
NIM: 21140433000008
Pembimbing
Prof. Dr. Hj. Huzaemah T.Yanggo, MA
PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH PROGRAM
PASCASARJANA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
2016 M/1437 H
PENERAPAN MULTI AKAD DALAM KONTRAK GADAI
DI PEGADAIAN SYARIAH DAN BANK
JAWA TIMUR SYARIAH SAMPANG MADURA
TESIS
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Master Syariah (M.Sy)
Oleh:
Harisah
NIM: 21140433000008
Pembimbing
Prof. Dr. Hj. Huzaemah T.Yanggo, MA
MAGISTER HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dari makhluk di alam raya hanya teruntuk Sang
Maha Pencipta dan Yang Maha Penuh Cinta, Allah swt. Shalawat dan salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada hamba tercinta dan sang penebar cinta di
alam raya, Nabi Muhammad saw.
Alhamdulillah, Tesis ini bisa diselesaikan setelah melalui serangkaian
proses yang tidak mungkin dapat penulis lalui seorang diri. Oleh sebab itu,
merupakan sebuah kewajiban bagi penulis untuk menyampaikan terimakasih
kepada berbagai pihak yang memberikan banyak bantuan baik moril maupun
materil bagi penulis selama penulisan Tesis ini.
Ungkapan terimakasih penulis sampaikan kepada yang terhormat:
1. Bapak Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,
Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Dr. H. Asep Saipuddin Jahar, MA sebagai
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum yang telah banyak menginspirasi penulis
dalam memberikan sebuah perspektif baru, lewat berbagai acara yang penulis
ikuti selama kuliah di kampus tercinta ini.
2. Ibu Dr Nurhasanah, M. Ag selaku pemimpin Prodi Magister Hukum Ekonomi
Syariah pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Terimakasih atas kebijakan-kebijakan serta arahan ibu, sangat memotifasi
penulis untuk menyelesaikan Tesis ini dan untuk semakin memperbaiki
kualitas akademis.
3. Ibu Prof Dr Hj Huzaemah T.Yanggo, MA selaku dosen pembimbing Tesis
yang penuh kesabaran membimbing, memberikan banyak arahan, masukan,
motifasi, dan saran serta telah banyak meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan
penilaian sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini.
4. Orang tua Penulis, Bapak Abdur Ro’uf dan Ibu Marsiyah, serta saudara-
saudara kakak pertama Afan Aridi, Zainollah (kakak kedua), Haris (adek
pertama), Wadud (adek kedua), Ahmad Rofiki (adek ketiga), Ika Fatmawati
(adek keempat), dan terahir adek tercinta Ibrahim Mauladani, atas segala doa,
iv
motifasi, perhatian dan berbagai bantuan yang diberikan, serta pengertian
dalam memberikan kebebasan dan keluasan waktu bagi penulis untuk
konsentrasi pada penulisan ini. Demikian dengan keluarga besar Sampang
Madura, Tesis ini tidak akan dapat tersaji, tanpa doa dan dukungan dari
seluruh keluarga besar Sampang Madura.
5. Dosen-Dosen favorit penulis Prof. Dr. Atho Mudzhar, Prof Dr Amin Suma,
Dr. Euis Amalia, Prof Dr Arskal Salim, Ir Nadratuzaman Husain, dan Dr. M.
Ali Hanafiah Selian, SH., MH serta dosen-dosen Magister Hukum Ekonomi
Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, atas
transfer berbagai ilmu pengetahuan kepada penulis. Penulis sangat bangga
memiliki begitu banyak orang tua akademis yang sangat potensial dan expert
dalam bidang masing-masing, UIN Jakarta patut berbangga, karena menjadi
muara pertemuan insan akademis terbaik dari wilayah Timur dan Barat.
6. Dr. Euis Amalia selaku dosen dan sekaligus motivator dan pernah
memberikan penulis sumber rizki hingga penulis bisa menyelesaikan proses
studi dan Zainollah yang merupakan teman semasa s1 yang selalu memberi
arahan dan semangat ketika penulis kehilangan semangat dan juga termasuk
sahabat yang memberi peluang rizki untuk menyelesaikan studi penulis.
7. Bapak Chairul Hadi yang memberikan arahan, pelayanan, serta memotifasi
penulis untuk mempercepat penyelesaian Tesis ini.
8. Segenap pihak kantor Pegadaian Syariah Sampang Madura yang telah
menerima penulis untuk meneliti dan menggali informasi serta banyak
memberikan data untuk penulisan Tesis ini.
9. Segenap pihak kantor Bank Jatim Syariah Cabang Pembantu Sampang
Madura yang telah menerima kehadiran peneliti mulai dari penulisan Skripsi
sampai penulisan Tesis.
10. Terima kasih untuk orang terindah dan calon imam Abd Wahid (tunangan)
yang selalu memotifasi dan meluangkan waktu untuk menyemangati penulis
dalam penyelesaian tesis ini.
11. Teman-teman Magister UIN Jakarta, Wulan Siti Maryam, Ali Yusuf Syakir,
Fera Rehan Jannatan, Amelisah, Asep Sopyan, Hani Tahliani, Qumi Andziri
v
dan teman-teman yang banyak membantu mengingatkan hal-hal yang
terlupakan oleh penulis di dalam memberikan analisis dalam Tesis.
12. Teman-teman di luar kampus Ahmad Saedi yang membantu penulis untuk
bisa lanjut s2, Laily Rahmawati yang selalu menemani penulis dengan
idenya, Muslihah yang merupakan orang pertama yang ngasih inap untuk
penulis dan mengantarkan penulis untuk tahu kampus, Nunung Normalasari
merupakan teman kos penulis yang setia, Chun Kahar (Ternate), Irna Febriati
(Sulawesi Tenggara) dan Sulistiawati yang suka ngasih semangat serta teman-
teman yang lain.
13. Terima kasih untuk semua organisasi yang juga membantu penulis,
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Forum Mahasiswa Madura
(FORMAD), dan EBIBEG. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan
satu persatu, ungkapan terimakasih secara khusus juga penulis ucapkan.
Semoga segala bentuk aktivitas yang memberikan efek langsung dan tidak
langsung bagi penulis dalam menulis Tesis ini, mendapat balasan yang
terbaik dari Yang Maha Baik. Semoga Yang Maha Cinta, senantiasa
melimpahkan Cinta dan Karunianya kepada semua orang-orang yang sangat
berjasa dalam penulisan Tesis ini.
Akhirnya dengan segala keterbatasan penulis, Tesis ini belum sempurna.
Untuk itu, saran konstruktif akan sangat membantu penulis untuk meningkatkan
kualitas karya ilmiah ini. Terakhir penulis memohon ridho Allah SWT semoga
segala bantuan, baik materil maupun moril dari berbagai pihak dalam
penyelesaian perkuliahan Strata 2 semoga Allah memberikan balasan yang
setimpal sebagai amal baik. Semoga usaha maksimal yang telah dilakukan ini
menjadi nilai ibadah, , Amin Ya Rabb...
03 Sya’ban 1437 H
Jakarta,
10 Mei 2016 M
Penulis,
vi
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Tesis ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar starata 2 di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan tesis ini saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 28 Juni 2016
Penulis,
Harisah
vii
ABSTRAK
Penelitian Tesis ini menemukan bahwa penerapan multi akad dalam proses
Gadai Emas di Pegadaian Syariah Sampang melalui beberapa akad yaitu; akad
qard, akad rahn, dan akad ijarah sudah sesuai dengan Fatwa DSN-MUI atau
sesuai dengan prinsip syariah, yaitu ada akad qard sebagai akad pemberian
pinjaman murni pada nasabah, akad rahn sebagai akad yang disepakati nasabah
sebagai penyerahan barang jaminan untuk disimpan oleh pegadaian dengan diikuti
akad selanjutnya yaitu akad ijarah sebagai akad yang melengkapi kontrak gadai
dan alternative pegadaian untuk mendapatkan ujroh yang dihitung berdasarkan
krakter jaminan. Selanjutnya Gadai Emas IB Barokah di Bank Syariah Jawa
Timur Sampang Madura juga menggunakan beberapa akad yaitu; akad qard, akad
rahn, dan akad ijarah. yaitu ada akad qard sebagai akad pemberian pinjaman
murni pada nasabah, akad rahn sebagai akad yang disepakati nasabah sebagai
penyerahan barang jaminan untuk disimpan oleh pegadaian dengan diikuti akad
selanjutnya yaitu akad ijarah. Namun, akad ijarah belum sesuai dengan Fatwa
DSN-MUI atau belum sesuai dengan prinsip syariah, sebagai akad yang
melengkapi kontrak gadai dan alternatif Bank untuk mendapatkan ujrah yang
dihitung sebesar 1,2% per/bulan dari besaran pinjaman mengakibatkan bentuk
transaksi riba.
Kesimpulan Tesis ini mendukung penelitian Asmadi Mohamed Naim,
yang menyatakan bahwa aplikasi akad ganda termasuk hilah serta penelitian
Muhamad Maksum yang menyatakan, kombinasi akad ganda disinyalir sebagai
trik klasik untuk menghindari bentuk riba secara formal, dalam gadai syariah
keberadaan akad Ijarah kedalam bentuk akad Rahn tidak saja memunculkan
kemungkinan bertentangan dengan kaedah akad, akan tetapi juga memicu pada
terjadinya komersialisasi pada akad sosial serta menolak Lutfi sahal dan Anwar
Munandar yang menyatkan praktik gadai emas di Pegadaian Syariah dan Bank
Syariah telah sesuai dengan ketentuan Fatwa DSN-MUI dan Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah
Sumber primer dalam penelitian ini adalah SOP, dokumen Pegadaian
Syariah dan Bank Syariah Jawa Timur Sampang Madura dan peraturan
perundang-undangan serta Fatwa DSN MUI. Sedangkan sumber sekunder dalam
penelitian ini adalah pandangan para ahli (pakar), akademisi ataupun praktisi
melalui penelusuran literature yang ada. Disamping itu juga buku-buku, jurnal
yang terkait dengan penelitian ini dan media internet. Metodologi penelitian ini
menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif dan
pendekatan yuridis empiris. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang
membahas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum, baik yang terdapat
dalam Al-Qur’an, Hadist maupun dalam peraturan perundang-undangan;
sedangkan pendekatan yuridis empiris, yaitu penelitian terhadap efektivitas
hukum yang menggunakan pengumpulan data melalui wawancara dan
dokumentasi. Adapun mengenai metode analisis data, peneliti menggunakan
analisis deskriptif kualitatif yakni menganalisa data yang diperoleh dan
mendeskripsikannya.
Kata Kunci: Multi Akad, Gadai Emas, Pegadaian Syariah, dan Bank Syariah.
viii
PEDOMAN TRANSLITERASI
I. KONSONAN
Transliterasi Transliterasi Transliterasi
a = ا
b = ب
t = ت
ts = ث
j = ج
h = ح
kh = خ
d = د
dz = ذ
r = ر
z = ز
s = س
sy = ش
ص = sh
dh = ض
th = ط
zh = ظ
‘ = ع
gh = غ
f = ف
q = ق
k = ك
l = ل
m = م
n = ن
w = و
h = ه
y = ي
at/ah = ة
II VOKAL PENDEK III
ˉ‒ = a
‒ˍ = i
u = ۥ‒
â - âmanû = ا
ỉ - ỉman = ي
û - ûlama = و
IV DIPOTON
V PEMBAURAN
aw = او
ay = اي
al - al- Dabbu = ال
al- syams - al- Syamsu = الشمس
wa al - wa al-taa’min = وال
IV. PENGECUALIAN
Huruf Hamzah (ء) di awal kata ditulis dengan huruf vokal tanpa diikuti tanda (‘),
seperti امهات ditulis Ummahat, bukan ‘ummahat
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................... ii
KATA PENGANTAR ....................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................. vi
ABSTRAK ....................................................................................... vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................................... ix
DAFTAR ISI ..................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................. 1
B. Permasalahan ............................................................... 07
1. Identifikasi Masalah ............................................. 07
2. Pembatasan Masalah ............................................. 08
3. Perumusan Masalah .............................................. 09
C. Tujuan Penelitian ......................................................... 09
D. Manfaat Penelitian ....................................................... 10
E. Penelitian Terdahulu yang Relevan ............................. 11
F. Metodologi Penelitian ................................................. 13
1. Metode Penelitian .................................................. 13
2. Pendekatan ............................................................. 13
3. Sumber Data ......................................................... 14
4. Tehnik Pengelolaan Data ....................................... 15
5. Metode Analisis Data ............................................ 15
G. Sistematika Penulisan .................................................. 16
BAB II MULTI AKAD DALAM KONTRAK GADAI SYARIAH
A. Akad Murakkab (Multi Akad) dalam Kontrak Gadai . 18
1. Pengertian Akad dan Akad Murakkab
(Multi Akad) .......................................................... 18
2. Gadai Syariah (Ar-Rahn) ....................................... 30
B. Fatwa DSN-MUI tentang Gadai .................................. 47
BAB III DESKRIPSI PEGADAIAN SYARIAH DAN
BANK SYARIAH
A. Operasional Pegadaian Syariah ................................... 53
1. Istilah Pegadaian Syariah....................................... 53
2. Perkembangan Pegadaian Syariah di Indonesia .... 55
3. Produk dan Jasa Pegadaian Syariah ...................... 57
4. Gadai Emas di Pegadaian Syariah ......................... 58
B. Profil Pegadaian Syariah Sampang Madura ............... 60
1. Sejarah Perusahaan ............................................... 60
2. Produk-produk Pembiayaan ................................. 66
C. Operasional Bank Syariah ........................................... 70
1. Pengertian Bank Syariah ....................................... 72
2. Perkembangan Syariah di Indonesia ..................... 73
x
3. Kerangka Dasar Produk dan Inovasi Produk
Bank Syariah ......................................................... 76
4. Gadai Emas di Bank Syariah ................................. 87
D. Profil Bank Jawa Timur Syariah Sampang Madura ... 91
1. Sejarah Singkat Perusahaan .................................. 91
2. Produk-produk Pembiayaan .................................. 105
BAB IV PENERAPAN MULTI AKAD GADAI SYARIAH DI
PEGADAIAN SYARIAH SAMPANG MADURA
A. Ksesuain Akad Qard pada Praktik Gadai Emas dengan
ketentuan Fatwa DSN-MUI di Pegadaian Syariah
Sampang Madura ........................................................ 107
B. Ksesuain Akad Rahn pada Praktik Gadai Emas dengan
ketentuan Fatwa DSN-MUI di Pegadaian Syariah
Sampang Madura ....................................................... 114
C. Ksesuain Akad Ijarah pada Praktik Gadai Emas dengan
ketentuan Fatwa DSN-MUI di Pegadaian Syariah
Sampang Madura ........................................................ 123
BAB V PENERAPAN MULTI AKAD GADAI SYARIAH
DI BANK JAWA TIMUR SYARIAH CABANG
PEMBANTU SAMPANG SAMPANG MADURA
A. Kesesuaian Akad Qard pada Praktik Gadai Emas dengan
ketentuan Fatwa DSN-MUI di Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura ........................................................ 138
B. Kesesuaian Akad Rahn pada Praktik Gadai Emas dengan
ketentuan Fatwa DSN-MUI di Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura ........................................................ 150
C. Kesesuaian Akad Ijarah pada Praktik Gadai Emas dengan
ketentuan Fatwa DSN-MUI di Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura ........................................................ 157
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................... 169
B. Rekomendasi .................................................................... 170
DAFTAR PUSTAKA
GLOSSARI
LAMPIRAN
I. DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA UNTUK
PIHAK PEGADAIAN SYARIAH
II. DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA UNTUK
PIHAK BANK JATIM SYARIAH
III. SURAT PENGANTAR PENELITIAN DARI UIN JAKARTA
xi
IV. SURAT KETERANGAN DARI PEGADAIAN SYARIAH
V. SURAT KETERANGAN DARI BANK JATIM SYARIAH
VI. SURAT PENUNJUKAN PEMBIMBING TESIS
VII. DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Penelitian Terdahulu ................................................ 16
Tabel 4.1 : Biaya Ujroh Gadai Emas .......................................... 129
Tabel 4.2 : Biaya Administrasi Gadai Emas ............................... 130
Tabel 5.1 : Biaya Administrasi Gadai Emas ............................... 162
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan dunia keuangan syariah1 diberbagai negara Islam
mengalami peningkatan baik dari bertambahnya lembaga maupun produk
yang diinovasi oleh para aktor keuangan syariah. Namun, kestabilan
keuangan syariah suatu Negara sangat dipengaruhi jalannya transaksi dalam
bidang keuangan Negara tersebut. Ditengah perkembangan keuangan syariah
Indonesia harus selalu mengatur prinsip keadilan karena pada dasarnya
prinsip Al-Adl (keadilan) belum diupayakan secara optimal.2 Serta orientasi
utama sistem ekonomi syariah adalah untuk merealisasikan kebahagiaan yang
sebesar-besarnya bagi individu dan masyarakat, baik di dunia maupun di
akhirat.3
1 Rahmani Timorita Yulianti, Asas-Asas Perjanjian (Akad) dalam Hukum Kontrak
Syariah (Yogyakarta: Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia, Jurnal Ekonomi
Islam La-Riba Vol.11, No. 1, Juli 2008) , h. 91. Lihat juga Jaribah Bi Ahmad Al-Haritsi Fikih
Ekonomi Umar Bin Al-Khathab (Jakarta: Khalifa Pustaka Al-Kautsar Grup, 2006), h. 396-399.
Menyatakan bahwa Perkembagan keuangan atau ekonomi Islam memiliki kriteria diantaranya:
Pertama, pengembangan ekonomi dalam Islam tidak akan dapat merealisasikan tujuannya jika
terpisahkan dari sisi-sisi lain tentang pengembangan yang komperhensif yang menjadi tujuan
politik syriah. Kedua, merealisasikan kesejahteraan dan meningkatkan tingkat kehidupan umat
adalah tuntutan syariah. Tiga, pengembangan ekonomi dalam Islam mencakup semua rakyat
Negara. Empat, pengembangan ekonomi dalam Islam adalah suatu kewajiban syaroah dan ibadah
yang mendekatkan seorang muslim kepada Allah jika dilakukannya dengan ikhlas. Lima,
sesungguhnya politik pengembangan ekonomi yang berdampak pada bertambahnya pemasukan itu
menjadi tidak dibenarkan jika berakibat terhadap rusaknya nilai-nilai Islam. Enam, sesungghnya
upaya pengembangan ekonomi di masa Umar terfokus pada penanggulangan kemiskinan dan
pemenuhan kebutuhan dasar bagi individu masyarakat. 2 Izzatul Mardhiah, Prinsip Keadilan dalam Penetapan Biaya Ijarah di Pegadain
Syariah, Disertasi (Jakarta: Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, 2013), h. 1. 3 Hasbi Hasan, Pemikiran dan Perkembangan Hukum Ekonomi Syariah di Dunia Islam
Kontemporer (Jakarta: Gramata Publishing, 2011), h. 30.
2
Islam sama sekali tidak mengizinkan umatnya untuk mendahulukan
kepentingan ekonomi di atas pemeliharaan nilai dan keutamaan yang
diajarkan agama. Saat ini kita mendapatkan sistem-sistem lain yang lebih
mendahulukan usaha-usaha ekonomi dengan mengabaikan akhlak dan
berbagai konsekuensi keimanan.4Dengan demikian para pelaku ekonomi
Islam dalam berprilaku dan pengambilan keputusan dalam setiap unit
kegiatatn atau aktivitas ekonomi dengan mendasarkan pada tata aturan moral
dan etika syariah,5 Hal berkaitan dengan kompetitif yang ada diantara
keuangan syariah itu sendiri dengan keuangan konvensional. Persaingan
pasar yang semakin ketat antara keuangan konvensional menyebabkan
penetapan bunga yang dianggap riba6 di dalam operasionalnya semakin
diperhitungkan. Berbeda halnya dengan keuangan syariah yang tidak
menerapkan sistem bunga didalam operasionalnya, maka tugas penting yang
harus dilakukan oleh pengelola keuangan syariah adalah meningkatkan
sosialisasi sistem keuangan syariah kepada masyarakat dengan prinsip
keadilannya.
Perkembangan keuangan syariah ditandai dengan meningkatnya
jumlah lembaga keuangan syariah (LKS) dan jumlah serta inovasi produk
yang dikembangkan, terbukti Pegadaian Syariah mulai beropersi sejak 2003
4 Andi Iswandi, Peran Etika Qur‟ani Terhadap Sistem Ekonomi Islam “Jurnal Al-Iqtishad
Ilmu Ekonomi Syariah, Vol. VI. No. 1” (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, Januari 2014), h. 151. 5 Euis Amalia, Mekanisme Pasar dan Kebijakan Penetapan Harga Adil dalam Perspektif
Ekonomi Islam “Jurnal Al-Iqtishad Ilmu Ekonomi Syariah, Vol. V, No.1,” (Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah, Januari 2014), h. 151. 6 Muhammad Shaukal Malik, Ali Malik Dan Waqas Mustafa, “Controversies That Make
Islamic Banking Controversial: An Analysis Of Issues And Challenges,” American Jurnal of
Social and Management Sciences. 2,1 (2011): 41-46. http://www.scihub.org/AJMS. (diakses
1/10/2015). lihat juga hasil Skripsi Hanisisva “Pelaksanaan Gadai Syariah Pada Perum Pegadaian
Syariah (Studi Kasus: Pegadaian Syariah Cabang Ujung Gurun Padang, 2011) h. 6. Menyatakan
bahwa sistem keuangan Islam memiliki krakteristik tersendiri dengan tidak memungut bunga yang
dianggap riba.
3
sampai Oktober 2015, jumlah gerai Pegadaian Syariah mencapai 611 outlet di
seluruh Indonesia. Itu terdiri dari 83 cabang dan 528 kantor unit.7 Dalam
peningkatan perkembangan keuangan syariah tersebut, fatwa ekonomi
syariah memiliki peran penting dalam menjawab kebutuhan produk ekonomi
syariah. Keberadaan fatwa untuk mendinamisasikan hukum Islam dalam
merespon persoalan yang muncul, termasuk permasalahan ekonomi modern,
sesuai dengan dimensi ruang dan waktu yang melingkupinya.8
Kegiatan ekonomi yang sangat dipengaruhi oleh kondisi ruang dan
waktu, posisi fatwa sangat diperlukan sebagai pijakan hukum. Fatwa
dijadikan pedoman oleh otoritas keuangan dan lembaga keuangan syariah
(LKS) dalam kegiatannya. Fatwa dijadikan standar untuk memastikan
kesyariahan produk dan operasional keuangan syariah dan sebagian fatwa
merupakan tranformasi akad-akad dalam hukum Islam ke dalam kegiatan
transaksi keuangan syariah yang modern untuk mengimbangi perkembangan
keuangan syariah karena keuangan syariah merupakan bentuk aplikasi dari
hukum Islam.9
Sebagai bentuk aplikasi atau produk pemikiran hukum Islam, fatwa
dihasilkan dari proses istinbat hukum sebagai jawaban atas persoalan hukum
yang diajukan oleh individu, kelompok, maupun lembaga.10
fatwa juga
merupakan ijtihad untuk menjawab produk-produk baru mengingat
7http://www.suara.com/bisnis/2015/11/17/124553/jelang-spin-off-pegadaian-syariah-
tambah-produk. diakses 20 Februari 2016. 8 Fathurrahman Djamil, Metode Ijtihad Majelis Tarjih Muhammadiyah (Jakarta: Logos,
1995), h. 19. 9 Frank E. Vogel dan Samuel L. Hayes, Islamic Law And Finance: Religion, Risk And
Return (The Netherlands: Kluwer Internasional, 1998), h. 23. 10
Yusuf Al-Qardawi, Al-Fatwa Bayn Al-Indibat Wa-Al-Tasayyub, Terjemahan As’ad Yasin
(Jakarta: Gema Insani Press, 1997), h. 5.
4
komplisitas transaksi modern yang membutuhkan akad-akad baru.11
Hal itu,
karena kegiatan transaksi modern tidak cukup hanya dipayungi dengan akad-
akad sederhana (basit) sebagaimana tersedia dalam literatur fikih klasik.
Fikih ekonomi ulama klasik tidak seluruhnya dapat diterapkan dalam
konteks waktu dan tempat yang berbeda. Sehinggan ijtihad di era modern
dibutuhkan untuk menjawab semua keabsahan produk modern. Keabsahan
ekonomi syariah modern ditinjau dari sudut pandang hukum Islam ditentukan
sejauhmana kesesuaiannya dengan akad-akad yang membangun dan terhindar
dari larangan hukum Islam, karena sifat syariah itu sendiri cocok dengan sifat
ekonomi yang elastis dan fleksibel.12
Perangkat hukum yang memadai,
diharapkan adanya perimbangan antara hak dan kewajiban sehingga
terciptalah keadilan secara proporsional.13
Sebagaimana sifat ekonomi yang
elastis dan fleksibel membutuhkan peran pemikiran ekonomi Islam untuk
mengiringi juga dengan bentuk keadilan yang melingkupi kegiatan ekonomi
syariah modern ini yang banyak dituangkan dalam fatwa-fatwa Dewan
Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) sebagai bentuk
upaya untuk menyalaraskan produk LKS dengan berbagai metode,
diantaranya dengan melakukan pengembangan akad dengan adanya
penggabungan akad dalam satu transaksi, membuat syarat-syarat tambahan,
dan model akad yang tidak jarang diperselisihkan oleh kalangan ulama.14
11
Muhammad Maksum, Fatwa Ekonomi Syariah di Indonesia, Malaysia, dan Timur
Tengah (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2013), h. 4. 12
M.A. Mannan, Ekonomi Islam, Teori dan Praktik (Jakarta: PT. Intermasa, 1992), h. 27. 13
Muhammad Djakfar, Hukum Bisnis Membangun Wacana Integrasi Perundangan
Nasional Dengan Syariah (Malang: UIN Maliki, 2013), h. xii. 14
Muhammad Maksum, Fatwa Ekonomi Syariah Di Indonesia, Malaysia, Dan Timur
Tengah h. 6.
5
Contoh penggabungan akad yang ada dalam Fatwa DSN-MUI diantaranya
akad rahn dan akad rahn emas15
Penggabungan akad atau kombinasi akad ganda tersebut masih saja
diperselisihkan hal ini sesuai dengan beberapa pendapat yang memandang
kombinasi akad disinyalir sebagai trik klasik untuk menghindari bentuk riba
secara formal, dalam gadai syariah keberadaan akad al-ijarah ke dalam
bentuk bentuk akad ar-rahn tidak saja memunculkan kemungkinana
bertentangan dengan kaedah akad, akan tetapi juga memicu terjadinya
komersialisai pada akad sosial.16
Pendapat lain dengan alur yang sama yaitu
pendapat Asmadi Mohammed Naim asal Malaysia, mengkritisi akad ganda
dalam produk gadai di Malaysia yang dianggap bertentangan dengan kaedah
fikih dan menganggapnya bagian dari praktik hilah. Baginya, penetapan
ujrah dengan akad wadi‟ah yang melibihi real cost dari biaya pemeliharaan
dapat dikategorikan riba.17
Dalam penyaluran dana dengan konsep gadai diupayakan untuk
direncanakan dengan matang supaya masyarakat ikut aktif untuk bergabung
baik dengan pegadaian syariah maupun perbankan syariah yang memiliki
produk gadai. Prinsip utama dari penghimpunan dana di pegadaian syariah
dana perbankan syariah tersebut, yaitu dengan prinsip biaya sewa tempat
barang jaminan, karena prinsip tersebut dianggap tidak mengandung unsur
15
Fatwa dengan akad ijarah adalah Fatwa nomor 25/DSN-MUI/VI/2002 dan 26/DSN-
MUI/VI/2002. 16
E Siregar Mulya dan Dhani Gunawan, Standarisasi Akad Kafalah, Rahn, Hawalah,
Sharf (Jakarta: Bank Indonesia Direktorat Perbankan Syariah), h. 2006. 17 Asmadi Mohamed Naim, “Sistem Gadaian Islam,” Journal Islamiyyat (Malaysia: 26
Februari 2004), h. 39-57.
6
riba, maka hal ini, akan banyak masyarakat yang aktif dalam pembiayaan
gadai pada pegadaian syariah dan bank syariah tersebut.
Sesuai dengan konsep kontrak gadai modern, pada dasarnya gadai
syariah berjalan di atas dua akad transaksi Islam. Namun, akad ijarah yang
merupakan kontrak akad setelah akad qard dalam gadai syariah menjadi satu
hal pengenaan biaya uang/sewa modal. Hal ini menjadi kekhawatiran
mengandung unsur-unsur yang tidak sejalan dengan Islam.18
Dalam konsep
dua akad ditransaksi gadai syariah dianggap tidak bertentangan dengan
larangan dua akad dalam satu transaksi, karena akad dilakukan secara
terpisah dalam artian akad qard sebagai akad untuk pinjaman uang yang
kemudian akad ijarah sebagai akad untuk sewa tempat barang jaminan.
Prinsip ijarah dijadikan dasar pengembangan produk gadai,
sebagaimana dalam Pegadaian Syariah Sampang dan Bank Jawa Timur
Syariah Cabang Pembantu Sampang. Aplikasi dalam lembaga keuangan
syariah khususnya pegadaian sampang, gadai sebagai produk utama.
Sedangkan, Bank Jawa Timur Syariah Cabang Pembantu Sampang gadai
sebagai produk pelengkap kepada nasabah yang membutuhkan pembiayaan,
dimana dalam lembaga keuangan syariah tidak hanya mencari profit semata,
tetapi juga menerapkan keadilan serta nilai-nilai baik lainnya.
18
Unsur-unsur yang dimaksud antara lain: 1) biaya ditetapkan dimuka secara pasti
(fixed), dianggap mendahului takdir karena seolah-seolah peminjam dipastikan akan memperoleh
keuntungan hingga mampu membayar pokok dan tambahan pada waktu yang disepakati, 2) biaya
ditetapkan dalam bentuk persentase sehingga apabila diapdukan dengan dengan unsur
ketidakpastian manusia, secra matematis dengan berjalannya waktu akan bisa menjadikan hutang
berlipat ganda, 3) memperdagangkan/menyewakan barang sejenis dan sama dengan memperoleh
keuntungan atau kelebihan kualitas dan kuantitas, hukumnya adalah riba, 4) membayar hutang
dengan lebih baik, harus ada dasar sukarela dan inisiatifnya harus datang dari yang punya hutang.
Lihat buku karangan: Nurul Huda dan Muhammad Heykal Lembaga Keuangan Islam Tinjauan
Teoritis dan Praktis h. 281.
7
Pembiayaan ini memiliki kelebihan tersendiri dari pada pembiayaan
lain. Kelebihan tersebut terletak pada proses yang sangat singkat di
Pegadaian Syariah Sampang transaksi produk pembiayaan gadai emas ini
dilakukan dengan waktu yang sangat cepat yaitu 15 menit sampai 30 menit19
sedangkan di Bank Jawa Timur Syariah Sampang pembiayaan Gadai Emas
IB Barokah dilakukan dengan waktu 10 menit sampai 30 menit.20
Bagi setiap nasabah yang mengajukan pembiayaan dengan jaminan
emas di pegadaian syariah sampang, pegadaian yang memberikan maksimal
pinjaman 80% - 95% dari nilai taksiran.21
Hal ini berbeda dengan Bank Jawa
Timur Syariah yang memberikan pinjaman gadai 100% dari taksiran.22
Dari
segi akad kedua lembaga tersebut menggunakan akad qard, rahn, dan
ijarah.23
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian ini dengan judul: “Penerapan Multi Akad dalam
Kontrak Gadai di Pegadaian Syariah dan Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura”.
19 Katalog Pembiayaan Gadai Emas Syariah Pegadaian Syariah Sampang Madura
dari Periode 2013-2016. 20 Katalog Pembiayaan Gadai Emas IB Barokah Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura dari Periode 2013-2016. 21
Data Pinjaman dengan Jaminan Emas Pegadaian Syariah Sampang Dari Periode 2013-
2016. 22
Data Nilai Taksiran Besaran Emas Bank Jawa Timur Syariah Sampang Periode 2013-
2016. 23
Akad Pembiayaan Gadai Syariah Di Pegadaian Syariah Sampang 2013-2016. Dan
Akad Dengan Akad Gadai Emas IB Barokah Bank Jatim Syariah Sampang Tahun 2013-2016.
8
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang yang terungkap, ada beberapa permasalahan
terkait dalam kajian ini:
a. Sistem nilai dan etika mempengaruhi formulasi beberapa akad dalam
kontrak akad gadai syariah.
b. Formulasi gabungan beberapa akad menimbulkan adanya biaya yang
harus ditanggung oleh nasabah
c. Nilai taksiran untuk pembiayaan gadai berbeda antara pegadaian
syariah dengan bank syariah
d. Tingkat keadilan dalam mekanisme akad gadai syariah pegadaian dan
bank belum memenuhi kriteria adil
e. Konsepsi biaya dan keuntungan dari produk pembiayaan yang adil
dalam sistem ekonomi syariah.
f. Penentuan Biaya Sewa dalam Gadai Syariah pegadaian syariah dan
bank syariah hanya menguntungkan pihak pemilik modal.
g. Adanya kesamaan kombinasi akad pegadaian syariah dan bank syariah
yang berpedoman dengan fatwa DSN-MUI.
2. Pembatasan Masalah
Sehubungan dengan identifikasi masalah yang sangat luas, agar
pembahasan tesis ini terarah dan sistematis, maka kajian difokuskan pada
gadai Emas syariah di Pegadaian Syariah periode Tahun 2013 sampai
tahun 2016 dan Pegadaian Emas Syariah di Bank Syariah Jawa Timur
Sampang Madura periode tahun 2013 sampai tahun 2016 yang meliputi
9
penerapan multi akad dalam gadai syariah tersebut, dan kesesuaiannya
dengan Fatwa DSN-MUI tentang gadai.
3. Perumusan Masalah
Sesuai dengan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah
dalam Tesis ini fokus pada satu permasalahan mengenai bagaimana
kesesuaian multi akad gadai emas di Pegadaian Syariah Sampang Madura
dan Bank Jawa Timur Syariah Sampang Madura dengan Fatwa DSN-
MUI, dengan penjebaran rumusan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana kesesuaian praktik akad qard di Pegadaian Syariah
Sampang Madura dan Bank Jawa Timur Syariah Sampang Madura
dengan Fatwa DSN-MUI?
b. Bagaimana kesesuaian praktik akad rahn di Pegadaian Syariah
Sampang Madura dan Bank Jawa Timur Syariah Sampang Madura
dengan Fatwa DSN-MUI?
c. Bagaimana kesesuaian praktik akad ijarah di Pegadaian Syariah
Sampang Madura dan Bank Jawa Timur Syariah Sampang Madura
dengan Fatwa DSN-MUI
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka Tesis ini memiliki
tujuan sebagai berikut:
10
a. Untuk mengetahui keseuaian praktik akad qard di Pegadaian Syariah
Sampang Madura dan Bank Jawa Timur Syariah Sampang Madura
dengan Fatwa DSN-MUI.
b. Untuk mengetahui keseuaian praktik akad rahn di Pegadaian Syariah
Sampang Madura dan Bank Jawa Timur Syariah Sampang Madura
dengan Fatwa DSN-MUI.
c. Untuk mengetahui keseuaian praktik akad ijarah di Pegadaian Syariah
Sampang Madura dan Bank Jawa Timur Syariah Sampang Madura
dengan Fatwa DSN-MUI
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat mempunyai nilai manfaat atau
kegunaan bagi berbagai pihak, sebagai berikut:
a. Kegunaan Akademis
Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi penelitian
selanjutnya dan sebagai bahan referensi yang diharapkan dapat
menambah wawasan pengetahuan bagi pembaca terutama tentang
Kesesuaian Penerapan Multi Akad Gadai Syariah dengan Fatwa DSN-
MUI.
b. Kegunaan Praktis
1) Bagi Pihak Praktisi
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi
pihak Pagadaian Syariah Sampang dan manajemen Bank Jatim
Syariah Cabang Pembantu Sampang untuk mengetahui kesesuaian
prakti gadai emas yang ditawarkan pegadain syariah dan perbankan
11
syariah dengan fatwa DSN-MUI. Selain itu, untuk memberikan
sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi perusahaan dalam
mengevaluasi atau memperbaiki kinerjanya guna meningkatkan
strategi kesyariahan sehingga dapat dijadikan sebagai masukan
untuk memahami dan memenuhi kebutuhan konsep syariah.
2) Bagi Regulator
Hasil penelitian ini bisa memberikan gambaran praktik
gadai syariah yang ada dalam lembaga keuangan syariah baik bank
syariah maupun pegadaian syariah kaitannya dengan kesesuaian
Fatwa DSN-MUI.
D. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Ada beberapa kajian pemikir ekonomi konvensional dan ekonomi
muslim yang relevan dengan penelitian ini, terutama yang berkaitan dengan
wacana praktik multi akad dalam transaksi ekonomi syariah.
Izzatul Mardhiah Prinsip keadilan dalam penetapan biaya ijarah di
pegadaian syariah.24
Disertasi ini membuktikan bahwa penetapan biaya ijarah
di pegadaian syariah belum sepenuhya memenuhi Kriteria kadilan formam
maupunkriteria keadilan substansial. Tidak terwujudnya keadilan tersebut
dipengaruhi oleh konsistensi terhadap aturan formal (keadilan formal)
maupun norma etika dan kepentingan sosial (keadilan substansial). Aplikasi
produk akad gadai syariah di perbankan syariah (studi tentang akad rahn dan
al-ijarah pada bank syariah mandiri) Kesimpulan penelitian ini membuktikan
24
Izzatul Mardhiah, dalam Disertasi yang dibuktikan dengan judul Prinsip Keadilan
dalam Penetapan Biaya Ijarah di Pegadain Syariah “Diseratsi” (Jakarta: Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah, 2013).
12
bahwa kontrak akad gadai dengan mengagbungkan akad al-rahn dengan al-
ijarah adalah sah berdasarkan pandangan fikih.
Salamah Binti Mamoor dan Abdul Ghafar Bin Ismail “Micro-Credit
program: pawnshop vs A-Rahn”25
menyimpulkan bahwa kombinasi kontrak
gadai yang mengkombinasikan beberapa akad yaitu akad al-qard, al-rahn,
dan al-wadi‟ah yad damanah sesuai dengan kontrak dalam Islam. Hasanudin
“Konsep Keadilan dan Standar Multi Akad dalam Fatwa Dewan Syariah
Nasional MUI”26
juga melakukan penelitian kesimpulannya bahwa
penggabungan antara akad ar-rahn sebagai akad tabarru‟ dengan akad al-
ijarah sebagai akad mu‟awadah dapat mendorong terjadinya riba.
Asmadi Mohamed Naim “Sistem gadaian Islam”.27
kajian tentang
pembiayaan gadai di Malaysia dengan kesimpulan bahwa aplikasi akad ganda
termasuk praktik hilah, ia mengajukan konsep tiga pihak dalam transaksi
gadai, pihak penggadai, pihak penerima gadai dan pihak penyimpan barang
gadai.
Selain penelitian yang telah penulis sebutkan di atas, tidak menutup
kemungkinan masih ada penelitian mengenai gadai syariah. Namun,
sepengetahuan penulis belum ada yang meneliti tentang Penerapan Multi
Akad dalam Kontrak Gadai di Pegadaian Syariah dan Bank Jawa Timur
Syariah Sampang Madura. Peneltian ini memiliki beberapa persamaan
diantaranya, tema yang diangkat peneliti yaitu gadai syariah, multi akad
25
Salamah Binti Mamoor dan Abdul Ghafar Bin Ismail, “Micro-Credit Program:
Pawnshop Vs Ar-Rahn”, Working Paper, Malaysia Finance Assocition (MFA)‟S 7th Annual
Conference, Primula Beach Resort (Kuala: Terengganu 9-10th May 2005) 26
Hasanudin, “Konsep Keadilan dan Standar Multi Akad dalam Fatwa Dewan Syariah
Nasional MUI,” Tesis Pasca Sarjana UIN, Jakarta, 2008. 27
Asmadi Mohamed Naim, “Sistem Gadaian Islam,” Journal Islamiyyat. 26 Februari
2004: 39-57.
13
dalam gadai syariah dan metode yang diambil sama-sama kualitatif dari
beberapa penelitian tersebut. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan
penelitian yang sudah ada diantaranya, Isu yang diangkat tentang komparasi
multi akad yang ada di pegadaian sebagai produk utama dan pada perabankan
syariah sebagai produk tambahan, Multi akad gadai syariah tersebut sama-
sama dianalisis dengan kesesuaian Fatwa DSN-MUI dan Lokasi penelitian
dilakukan di lembaga perbankan yang ada di wilayah kabupaten Sampang
yaitu Pegadain Syariah Sampang dan Bank Jawa Timur Syariah Cabang
Pembantu Sampang serta Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris.
E. Metode Penelitian
1. Metode Penelitian
Secara umum penelitian tesis ini, menggunakan pendekatan
kualitatif (naturalistic)28
dan kajian kepustakaan yang didukung oleh
data-data lapangan.
2. Pendekatan
Penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan kajian. Pertama,
yuridis normative dan pendekatan yuridis empiris. Penelitian yuridis
normatif adalah penelitian yang membahas doktrin-doktrin atau asas-asas
dalam ilmu hukum, baik yang terdapat dalam Al-Qur‟an, Hadist maupun
dalam peraturan perundang-undangan yang mengutamakan pemikiran dan
pendapat para ulama tentang kombinasi akad dalam transaksi muamalah,
28
Cik Hasan Basri, Model Penelitian Fiqh; Pradigma Penelitian Fiqh Dan Fiqh
Penelitian, Jilid 1 (Jakarta: Kencana, 2003), h.100.
14
khususnya transaksi dengan jaminan/collateral. Adapun perangkat
analisis yang digunakan adalah teori fikih dan Fatwa DSN-MUI.
Adapun pendekatan yuridis empiris, yaitu penelitian terhadap
efektivitas hukum yang menggunakan pengumpulan data melalui
wawancara dan dokumentasi. Pendekatan etika teori dan beberapa teori
yang digunakan. Pertama, kesesuaian terhadap fatwa digunakan untuk
membaca gejala dan pola serta mengkategorikan praktek keuangan
syariah dan kombinasi akad produk pembiayaan syariah dalam kriteria-
kriteria kesyariahan tertentu. Kedua, teori kontrak digunakan untuk
membaca kombinasi kontrak atau akad. Selain itu, perlu dikemukakan
bahwa penelitian ini bersifat deskriptif analisis untuk memberikan
gambaran mengenai fakta-fakta riil disertai analisis yang akurat terhadap
undang-undang dan peraturan-peraturan yang menjadi landasan di
Pegadaian Syariah Sampang dan Bank Jatim Syariah Cabang Pembantu
Sampang Madura.
3. Sumber Data
Adapun data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dokumen yang menunjukkan praktik dan operasional kontrak yang
beruang-lingkup akad ganda dalam gadai syariah.
Selain itu, penelitian juga menggunakan sumber data dari draft
kombinasi akad pembiayaan gadai syariah di Pegadaian Syariah Sampang
dan Bank Jawa Timur Syariah Sampang, serta data-data lapangan yang
dikumpulkan dengan metode wawancara terhadap sejumlah karyawan
Pegadaian Syariah Sampang dan Bank Jawa Timur Syariah Sampang..
15
Untuk membahas sistem pembiayaan kontrak gadai merujuk pada
sejumlah kitab seperti: hasiyyat I‟anat At-Thalibien „ala Hall Alfadz Fath
al-Mu‟in, Quuth Al-Habib Al-Gharib Tausyekh „Ala Fath el-Qarib Al-
Mujieb, Taudhid Al-Ahkam Min Bulugh Al Maram, Al Majmu‟ Syarhul
Muhadzab.
Untuk memperkuat analisis, kajian juga mmenggunakan sumber
sekunder lain dan karya-karya ulama fikih kontemporer, literatur teori
etika dan etika bisnis, buku-buku manajemen pembiayaan dan kredit,
jurnal, laporan penelitian serta data-data dari internet, Sejumlah laporan
penelitian terkait juga menjadi rujukan dan sumber sekunder.
4. Tehnik Pengelolaan Data
Untuk mendapatkan informasi, data-data dari sumber primer
dianalisis secara deskriptif-kualitatif. Untuk menemukan fenomena dan
konsep kombinasi akad yang dimaksud, digunakan alat ukur indikator
yang dirumuskan dalam refrensi sekunder. Kajian yang bersifat teoritis
dikumpulkan dengan metode studi literature melalui pendekatan
komparatif.
Metode kajian yang digunakan dalam kajian ini, pertama
memahami fenomena keuangan syariah dengan pendekatan dikotomis.
Selanjutnya, pendekatan fikih yang dilahirkan dari pemahaman dikotomis
dihubungkan dengan fatwa DSN-MUI dalam wacana kombinasi akad
produk pembiayaan syariah.
5. Metode Analisis Data
16
Untuk mendapatkan deskripsi yang benar tentang kombinasi akad
dalam aturan Islam ataupun aplikasinya dalam lembaga keuangan syariah
khususnya dalam gadai syariah digunakan metode analisis deskriptif,
dengan memberikan gambaran secara sistematis, aktual, dan akurat.
Kemudian konsep analisis dengan menggunakan metode analisis isi
(content analisys). Model analisis isi ini dilakukan dengan metode
perbandingan tetap (comparative method), yaitu dengan
memperbandingkan tetap satu kategori dengan kategori yang lainnya.
Adapun analisis dilakukan dengan melalui beberapa tahapan, yakni
penyusunan teori dan kriteria tertentu yang diambil dari sumber sekunder
yang kemudian disebut dengan kategori pertama. Pada tahapan
selanjutnya, dilakukan perbandingan secara induktif kategori kedua (yang
berasal dari sumber primer) terhadap kategori pertama dalam rangka
mengidentifikasi terpenuhinya tiap kriteria dan tolak ukur tertentu.
F. Sistematika Penulisan
Pembahasan tesis ini dibagi menjadi enam bab. Sebagaimana layaknya
karya ilmiah Tesis ini dimulai dari Bab 1 yang dimulai dengan pendahuluan,
yang berisi latar belakang dan perumusan masalah, tujuan, signifikansi
penelitian serta penelitian terdahulu yang terkait. Terahir adalah metodelogi
penelitian yang terdiri dari tehknik pengelolaan data, metode analisi serta
sistematika pembahasan tesis.
Selanjutnya, untuk membekali pembaca khususnya pada bab analisis
bab IV dan bab V, maka Bab II menjelaskan kerangka teori yang
memaparkan perdebatan mengenai Multi Akad Dalam Transaksi Gadai
17
Syariah, serta pemaparan mengenai Gadai Syariah (Ar-Rahn), Gadai Emas
Syariah serta Fatwa DSN-MUI tentang gadai sebagai alat analisis dari hasil
penelitian.
Bab III Memaparkan tentang Lembaga Pegadaian Syaraiah dan Bank
Syariah untuk memberikan gambaran perbedaan produk gadai emas dalam
kedua lembaga tersebut.
Bab IV Merupakan analisis tentang Penerapan Multi Akad Gadai
Syariah Di Pegadaian Syariah Sampang dengan meliputi penerapan Akad
Qard, akad Rahn, dan Akad Ijarah disesuaikan dengan ketentuan Fatwa
DSN-MUI.
Bab V Merupakan analisis kesesuaian Multi Akad Gadai Syariah Di
Bank Syariah Jawa Timur Sampang Madurameliputi Akad Qard, akad Rahn
dan Akad Ijarah di Bank Jawa Timur Syariah Sampang dengan Fatwa DSN-
MUI.
Sebagai uraian akhir penulis memaparkan Bab VI. Bagian ini
mengandung uraian tentang kesimpulan yang diambil dari hasil analisis
terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan serta disajikan saran-saran
untuk aplikasi hasil penelitian di lapangan dan untuk kemungkinan studi
lebih lanjut.
18
BAB II
MULTI AKAD DALAM KONTRAK GADAI SYARIAH
Akad merupakan pintu masuk (akses) terjadinya sebuah transaksi
bisnis (ekonomi) yang dialakukan oleh antar pihak terkait yang dapat
melahirkan hak dan kewajiban. Sebalum melakukan aktivitas bisnis
(ekonomi) calon pelaku bisnis harus memahami masalah akad terlebih dahulu
agar mereka yang terlibat mengetahui dimana batas-batas hak yang harus
dituntut (diperoleh), disamping kewajiban apa yang harus ditunaikan. Begitu
juga halnya dalam transaksi gadai syariah para pelaku harus memahami
kontrak akad dalam gadai tersebut.
A. Akad Murakkab (Multi Akad) dalam Kontrak Gadai
1. Pengertian Akad dan Akad Murakkab (Multi Akad)
a. Pengertian Akad
Akad berarti perjanjian, perikatan, dan permufakatan.1 Ibrahim
Fadhil Al-Dabbu dalam penelitiannya menyatakan bahwa akad secara
etimologi dipergunakan untuk beragam makna, yang seluruhnya
bermakna al-ribt (keterikatan, perikatan, dan pertalian).2 Akad (al-
Aqd), dalam pengertian bahasa Indonesia disebut kontrak, merupakan
konsekuensi logis dari hubungan sosial dalam kehidupan manusia.
Hubungan ini merupakan fitrah yang sudah ditakdirkan oleh Allah
1 A. Wangsawidjaja Z, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: Kompas Gramedia, 2012), h.
126-127. 2 Ibrahim Fadhil Al-Dabbu, Al-Iqtishad Al-Islami: Dirasah Wa Tatbhiq (Jordan: Dar Al-
Manahij, 2008), h. 171. Lihat juga Syamsul Anwar, Hukum Perjajian Syariah Studi Tentang Teori
Akad dalam Fikih Muamalat, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2007), h. 96
19
ketika menciptakan mahkluk yang bernama manusia. Karena itu akad
dimaksud merupakan kebututuhan sosial sejak manusia mulai
mengenal arti hak milik. Islam sabagai agama yang komprehensif dan
universal memberikan aturan yang cukup jelas dalam akad untuk
diimplementasikan dalam kehidupan sosial pada setiap masa
Akad sebagai suatu istilah dalam hukum ekonomi syariah
untuk per-temukan ijab yang diajukan oleh salah satu pihak dengan
qapul dari pihak lain yang menimbulakan akibat hukum pada obyek
akad. Ijab (serah terima) dimaksud diungkapan atau diucapan atau
sesuatu yang bermakna demikian yang datang dari orang yang
memiliki sesuatu, baik merupa barang maupun jasa senhingga dapat
memindahkan hak kepemilikanya melalui akad.3 Dengan adanya ijab
memberikan pemahaman bahwa pihak yang menyerahkan telah
merelakan.
Qobul merupakan ungkapan atau ucapan atau sesuatu yang
bermakna menerima demikian yang datang dari orang yang akan
menerima pemindah hak kepemilikan barang atau jasa yang dijadikan
obyek akad.4
Ijab dan qabul ini sangat peting dalam transaksi hukum
ekonomi syariah dan menjadi indikator kerelaan pihak pihak yang
melakukan akad. Kedaan akad tidak boleh bertentangan dengan
ketentuan KUH Perdata yang menentukan bahwa perjanjian tidak
3 Abdul Mannan, Ekonomi Islam: Teori Dan Praktek (Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf
Prima Yasa: 1997), h. 189. 4 Abdul Mannan, Ekonomi Islam: Teori Dan Praktek, h. 189.
20
boleh melanggar undang-undang.5 Dalam fiqh mu‟amalah, ijab dan
qobul ini adalah komponen dari shighatul „aqd, yaitu ekspresi dari dua
pihak yang menyelenggarakan akad atau aqidain (pemilik barang dan
orang yang akan dipindahakan kepemilikan barang kepadanya) yang
mencermikan hak kepemilikan melalui pembuatan akad. Hal
dimaksud, berarti tercapainya tujuan akad akan tercermin pada
terciptanya akibat hukum. Selain itu, disatu pihak memikul beberapa
kewajiban dan sekaligus merupakan hak pihak lainya. Hak dan
kewajiban ini disebut juga hukum tambahan akad, akibat hukum
tambahan akad dimaksud, dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
akibat hukum yang ditentukan oleh syariah dan akibat hukum yang
ditentukan oleh para pihak sendiri, apa yang baru dikemukakan
terdahulu merupakan akibat hukum tambahan yang ditentukan oleh
syariah.6 Sebagai suatu pertalian antara ijab dengan qabul, maka akad
dengan sendirinya menimbulkan pengaruh pada obyek kontrak.
Pertalian ijab dan qabul yang mengikat kedua belah pihak yang saling
bersepakat, yaitu masing masing sesuai denga kesepakatn. Kosep akad
dalam fiqh muamalah dibedakan dengan konsep wa‘ad. Wa‘ad adalah
janji (promise) antara satu pihak kepada pihak lainya yang mengikat
satu pihak saja, yaitu pihak memberi janji berkewajiban untuk
melaksanakan kewajibannya; sendangkan pihak yang diberi janji tidak
memikul kewajiban apa apa terhadap pihak laninya, pada konsep
wa‘ad terms and conditionnya (syarat dan kondisi) belum ditetapkan
5 Abdul Mannan, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek, h. 189.
6 Adiwarman A Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada, 2007), h. 66.
21
secara rinci dan spesifik (belum well defined, sehingga jika pihak yang
berjanji tidak dapat memenuhi janjinya atau melakukan wanprestasi,
maka sanksi yang diterimanya lebih merupakan sanksi moral tanpa
sanksi hukum.7
Dilain pihak, akad adalah kontrak antara dua belah pihak yang
mengikat kedua belah pihak untuk saling bersepakatan, yaitu para
pihak terikat untuk melaksanakan kewajiban dan menerima hak
masing-masing yang telah disepakati terlebih dahulu. Dalam akad,
terms and conditionnya sudah ditetapkan secara rinci dan spesifik
(sudah well-defined). Bila salah satu atau kedua belah pihak yang
terikat dalam akad itu tidak dapat memenuhi kewajibannya atau
melakukan wanprestasi, maka akan menerima sanksi seperti yang
sudah disepakati dalam akad. Secara umum akad ekonmi syariah
dibagi dalam dua bagian, yaitu akad tabarru‟ dan akad tijarah.8
Jenis akad tabarru‟ (gratuitous contract) adalah segala macam
perjanjian yang menyangkut non profit transaction (transaksi
nirlaba)9. Transaksi dimaksud, pada hakikatnya bukan transaksi bisnis
untuk mencari keuntungan secara komersil. Namun, akad tabarru‟
dilakukan dengan tujuan tolong menolong dalam rangka berbentuk
7 Adiwarman A Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, h. 66.
8 Ahmad Maulidizen, Alikasi Gadai Emas Syariah: Studi Kasus Pada BRI Syariah Cabang
Pekan Baru “Falah Jurnal Ekonomi Syariah Vol.1, No,1 (Malaysia: Univesiti Malaya, Februari
2016), h. 77. 9 Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: UII Press,
2008), h. 259. Lihat juga dalam karangan Yusuf al-Shubaily, Muqaranah Bayna Nizam Al-waqf
Wa-al Taa‟min Al-takafuli, “Internasional Conference On Coorperative Insurance In The
Framework Of Wakf, (Kuala lumpur: Universiti Antarbangsa Malaysia, 4-6 Mac 2008), h. 7-8.
Menyatakan bahwa akad tabarru‟ adalah kontrak yang melibatkan pemindahan hak milik kepada
pemilik baru tanpa sebarang bayan atau pampasan seperti hibah, sumbangan kebajikan, derma,
wasiat, dan wakaf.
22
kebaikan sehingga pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak
mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak lainnya. Imbalan datang
dari tabarru‟ adalah dari Allah SWT, bukan dari manusia. Namun,
demikian, pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh meminta
kepada counterpartnya (rekan transaksinya) untuk sekadar menutupi
biaya (cover the cost) yang dikeluarkannya untuk dapat melakukan
akad tabarru‟ tersebut. Namun ia tidak boleh sedikit pun mengambil
laba dari akad tabarru‟ tersebut. Bentuk tabarru‟ dapat berupa
memberikan sesuatu atau meminjamkan sesuatu uang maupun jasa.
Contoh akad-akad tabarru‟ adalah qard, rahn, hiwâlah, wakalah,
kafalah, wadi‘ah, hibah, waâf, shadaqah, hadiah, dan lain-lain.10
Akad tabarru‟ yang sudah disepakati tidak boleh dirubah
menjadi akad tijarah (akad yang bertujuan mencari keuntungan)
kecuali ada kesepakatan dari kedua belah pihak untuk mengikatkan
diri dalam akad tijarah tersebut. Misalkan bank setuju menerima
titipan mobil dari nasabahnya (akad wadi‘ah, dengan demikian bank
melakukan akad tabarru‟), maka bank syariah, dalam perjalanan
kontrak tidak boleh mengubah akad tersebut menjadi akad tijari
dengan mengambil keuntungan dari jasa wadi‘ah tersebut. Larangan
yang tidak memperbolehkan perubahan dari akad tabarru' menjadi
akad tijari member arti bahwa setiap transaksi yang asalnya
bermaksud untuk tidak mendapatkan keuntungan, kemudian setelah
tejadi akad, ternyata pihak terkait di dalamnya mengharapkan
10
Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gajahmada
University Press, 2007), h. 61.
23
keuntungan dari transaksi tersebut, maka transaksi dimaksud
merupakan bentuk pengzaliman karena melakukan suatu akad yang
berlainan dengan definisi akadnya. Namun demikian, bukan berarti
akad tabarru‟ sama sekali tidak dapat digunakan dalam kegiatan
komersil. Sebab, dalam kenyataan akad tabarru‟ sering digunakan
untuk menjembatani atau memperlancar akad tijarah.11
Adapun akad tijarah (compensational contract) merupakan
segala macam perjanjian yang menyangkut for profit transaction
(transaksi yang berorientasi pada keuntungan). Karena itu, akad
tijarah bertujuan untuk mendapatkan laba, bersifat komersiil. Hal ini
didasari atas kaidah bisnis bahwa “business is an activity for a profit”
(bisnis adalah suatu aktivitas untuk memperoleh keuntungan).12
Selain
itu, perlu dikemukakan bahwa akad tijarah boleh dirubah menjadi
akad tabarru‟. Hal itu berarti setiap transaksi yang asalnya bertujuan
untuk mendapatkan keuntungan, kemudian setelah terjadi akad, pihak
yang terkait di dalamnya meringankan atau memudahkan pihak yang
lain dengan menjadikan akad dimaksud menjadi akad tabarru‟(tanpa
imbalan keuntungan) atau lebih jelas lagi jika akad tijarah sudah
disepakati, akad tersebut boleh diubah menjadi akad tabarru‟ bila
pihak yang bertahan haknya dengan rela melepaskannya, sehingga
menggugurkan kewajiban pihak lain. Contoh akad tijarah adalah
11
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisii Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2007), h. 70. 12
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisii Fiqih dan Keuangan, h. 70.
24
akad-akad investasi, jual-beli, sewa-menyewa seperti; mudharabah,
musyarakah, murabahah, salam, ijarah, dan sebagainya.13
b. Pengertian Akad Murakkab (Multi Akad)
Sebagaimana yang telah dikemukakan pada pembahasan
sebelumnya, akad merupakan pintu masuk untuk melakukan suatu
transaksi ekonomi syariah termasuk dalam transaksi gadai. Transaksi
gadai syariah kontemporer memerlukan akad murakkab (multi akad)
sehingga transaksi tersebut sah meurut syariah. Kata multi akad
merupakan terjemahan dari kata Arab yaitu al-‟uqûd al-murakkabah
yang berarti akad ganda (rangkap). Al-‟uqûd al-murakkabah terdiri
dari dua kata al-‟uqûd (bentuk jamak dari „aqd) dan al-murakkabah.14
Multi dalam bahasa Indonesia memiliki arti banyak, lebih dari satu,
lebih dari dua, dan berlipat ganda.15
Dengan demikian, multi akad
dalam bahasa Indonesia berarti akad berganda atau akad yang banyak,
lebih dari satu. Kata Al-murakkabah (murakkab) secara etimologi
berarti al-jam‟u (mashdar), yang berarti pengumpulan atau
penghimpunan.16
Kata murakkab sendiri berasal dari kata "rakkaba-
yurakkibu-tarkiban" yang mengandung arti meletakkan sesuatu pada
sesuatu yang lain sehingga menumpuk, ada yang di atas dan yang di
bawah.
13
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisii Fiqih dan Keuangan, h. 70. 14
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab – Indonesia Terlengkap.
(Surabaya : Pustaka Progresif, 1997), h. 953. 15
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h. 671. 16
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab – Indonesia Terlengkap.), h.
209.
25
Sedangkan akad murakkab menurut pengertian para ulama
fikih merupakan akad Kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan
satu transaksi yang mengandung dua akad atau lebih sehingga semua
akibat hukum akad-akad yang terhimpun tersebut, serta semua hak
dan kewajiban yang ditimbulkannya dipandang sebagai satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan, sebagaimana akibat hukum dari satu
akad. Contoh jual beli dengan sewa menyewa, hibah, wakalah, qardh,
muzara'ah, sahraf (penukaran mata uang), syirkah, mudharabah, dan
rahn.17
menurut Al-„Imrani sebagaimana yang dikutip Hasanuddin
dalam bukunya membagi multi akad dalam lima macam, yaitu al-
‟uqud al-mutaqabilah (akad bergantung/bersyarat) multi akad dalam
bentuk akad kedua merespon akad pertama, dimana kesempurnaan
akad pertama bergantung pada sempurnanya akad kedua melalui
proses timbal balik. Dengan kata lain, akad satu bergantung dengan
akad lainnya, al-‟uqud al-mujtami‟ah (akad terkumpul) multi akad
yang terhimpun dalam satu akad. Dua atau lebih akad terhimpun
menjadi satu akad. Seperti contoh "Saya jual rumah ini kepadamu dan
saya sewakan rumah yang lain kepadamu selama satu bulan dengan
harga lima ratus ribu".
Multi akad yang mujtami'ah ini dapat terjadi dengan
terhimpunnya dua akad yang memiliki akibat hukum berbeda di dalam
satu akad terhadap dua objek dengan satu harga, dua akad berbeda
akibat hukum dalam satu akad terhadap dua objek dengan dua harga,
17
Hasanudin. Multi Akad Dalam Transaksi Syariah Kontemporer Pada Lembaga
Keuangan Syariah di Indonesia (Ciputat : UIN Syahid, 2009), h. 3.
26
atau dua akad dalam satu akad yang berbeda hukum atas satu objek
dengan satu imbalan, baik dalam waktu yang sama atau waktu yang
berbeda, al-‟uqud al-mutanaqidhah wa al-mutadhadah wa al-
mutanafiyah (akad berlawanan), al-‟uqud al-mukhtalifah (akad yang
berbeda) adalah terhimpunnya dua akad atau lebih yang memiliki
perbedaan semua akibat hukum di antara kedua akad itu atau
sebagiannya. Seperti perbedaan akibat hukum dalam akad jual beli
dan sewa, dalam akad sewa diharuskan ada ketentuan waktu,
sedangkan dalam jual beli sebaliknya. Contoh lain, akad ijarah dan
salam. Dalam salam, harga salam harus diserahkan pada saat akad (fi
al-majlis), sedangkan dalam ijarah, harga sewa tidak harus diserahkan
pada saat akad, al-‟uqud al-mutajanisah (Akad sejenis) adalah akad-
akad yang mungkin dihimpun dalam satu akad, dengan tidak
memengaruhi di dalam hukum dan akibat hukumnya. Multi akad jenis
ini dapat terdiri dari satu jenis akad seperti akad jual beli dan akad jual
beli, atau dari beberapa jenis seperti akad jual beli dan sewa menyewa.
Multi akad jenis ini dapat pula terbentuk dari dua akad yang memiliki
hukum yang sama atau berbeda. Dari lima macam itu, menurutnya,
multi akad yang umum dipakai dua macam yang pertama; al-‟uqud al-
mutaqabilah, al-‟uqud al-mujtami‟ah18
Akad-akad yang dikumpulkan dalam satu transaksi keberadaan
hukumnya belum tentu sama dengan keberadaan hukum dari akad-
akad yang membangunnya, Seperti contoh akad bai‟ dan salaf yang
18
Hasanudin. Multi Akad Dalam Transaksi Syariah Kontemporer Pada Lembaga
Keuangan Syariah di Indonesia, h. 7.
27
secara jelas dinyatakan keharamannya oleh Nabi. Akan tetapi jika
kedua akad itu berdiri sendiri-sendiri, maka baik akad bai‟ maupun
salaf diperbolehkan.19
Dengan demikian hukum multi akad tidak bisa
semata dilihat dari hukum akad-akad yang membangunnya terkadang
akad-akad yang membangunnya adalah boleh ketika berdiri sendiri,
namun menjadi haram ketika akad-akad itu terhimpun dalam satu
transaksi sehingga hukum akad-akad yang membangun tidak secara
otomatis menjadi hukum dari multi akad.
Ketentuan ini memberi peluang pada pembuatan model
transaksi yang mengandung multi akad karena hukum multi akad itu
boleh. Sesuai dengan mayoritas ulama Hanafiyah, sebagian pendapat
ulama Malikiyah, ulama Syafi‟iyah, dan Hanbaliah berpendapat
bahwa hukum multi akad sah dan diperbolehkan menurut syariat
Islam dengan beralasan bahwa hukum asal dari akad adalah boleh dan
sah, tidak diharamkan dan dibatalkan selama tidak ada dalil hukum
yang mengharamkan atau membatalkannya.20
Meski ada multi akad
yang diharamkan, tetapi prinsip dari multi akad ini adalah boleh dan
hukum dari multi akad diqiyaskan dengan hukum akad yang
membangunnya. Artinya setiap muamalat yang menghimpun beberapa
akad, hukumnya halal selama akad-akad yang membangunnya adalah
boleh begitu halnya dengan multi akad dalam penelitian ini dalam
transaksi gadai emas syariah. Pada dasarnya gadai emas syariah
19
Hasanudin. Multi Akad Dalam Transaksi Syariah Kontemporer Pada Lembaga
Keuangan Syariah di Indonesia, h. 7. 20
Hasanudin. Multi Akad Dalam Transaksi Syariah Kontemporer Pada Lembaga
Keuangan Syariah di Indonesia, h. 13.
28
berdiri atas tiga akad21
meliputi akad qardh, akad rahn, dan akad
ijarah. Demikian juga Jumhur Ulama telah sepakat akan kebolehan
gadai itu. Namaun demikian, perlu dilakukan pengkajian lebih
mendalam dengan melakukan ijtihad.22
Ijtihad23
itu dilakukan untuk menyesuaikan hukum Islam
dengan keadaan. Ajaran Islam pada hakikatya terdiri dari dua ajaran
pokok. Pertama ajaran Islam yang bersifat absolut dan permanen.
Kedua ajaran Islam yang bersifat relatif dan tidak permanen, dapat
berubah dan diubah-ubah.24
Termasuk kelompok kedua ini adalah
ajaran Islam yang dihasilkan melalui proses ijtihad. Hal ini
menunjukkan terbukanya peluang tentang kemungkinan mengadakan
perubahan dan pembaharuan ajaran Islam yang bersifat relatif,
termasuk dalam bidang hukum. Hukum Islam dalam pengertian inilah
yang memberi kemungkinan epistimologi bahwa setiap wilayah yang
dihuni umat Islam dapat menerapkan hukum secara berbeda-beda.
21
Azila Ahmad Sarkawi Akad-Akad Muamalah Dalam Fiqh: Satu Analisis Jurnal Syariah 6
(t.t, t.p, t.t), h. 38. Menyatakan bahwa: kontrak atau akad dalam fiqh Islam ialah satu ikatan
tawaran (Ijab) dari penawar dan penerimaan tawaran tersebut oleh pihak penerima dengan satu
penerimaan (Qabul) yang akan mensabit satu kesan hukum pada suatu objek. Lihat juga Rahmani
Timorita Yulianti Asas-Asas Perjanjian (Akad) dalam Hukum Kontrak Syari‟ah Jurnal Ekonomi
Islam Vol. II, No. 1, (Yogyakarta: Pusat Studi Islam (PSI) UII, Juli 2008), h. 91. Menyatakan
bahwa: Dalam hal ini kontrak disebut juga akad atau perjanjian yaitu bertemunya ijab yang
diberikan oleh salah satu pihak dengan kabul yang diberikan oleh pihak lainnya secara sah
menurut hukum syar‟i dan menimbulkan akibat pada subyek dan obyeknya. 22
Sasli Rais, Pegadaian Syariah, h. 39-40. 23
Ijtihad merupakan bentuk kata benda dari konjugasi (tashrif) kata ijtihada-yajtahidu-
ijtihā dan yang mengandung arti usaha keras dan pengarahan segala kemampuan untuk mencapai
maksud tertentu. Sedangkan secara terminologi, ijtihad adalah upaya pengarahan segala
kemampuan dalam rangka menghasilkan satu kepastian hukum, dan hanya bisa dilakukan oleh
seorang yang sudah berkapasitas mujtahid. Lihat dalam karangan Abu al-Faydl Muhammad Yasin
Ibn „Isa Al-Fadani, Al-Fawa‟id al-Janiyyab, Cet.I (Bairut: Dar al-Fikr, 1997)., h. 293. Serta lihat
dalam karangan Maimoen Zubair, Formulasi Nalar Fiqh Telaah Kaidah Fiqh Konseptual
(Surabaya: Khalista, 2005), h. 8. 24
Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam Cet. I (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997),
h. 43.
29
Adapun akad Qard secara umum adalah penyediaan dana atau
tagihan antara bank syariah atau lembaga gadai dengan pihak
peminjam yang mewajibkan pihak peminjam untuk melakukan
pembayaran secara tunai atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.25
Pengertian qard ini tertuang dalam PBI No. 5/7/PBI/2003 tentang
kualitas aktiva produktif bagi Bank syariah dan PBI no. 5/9/PBI/2003
tentang Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif bagi bank syariah.
Kontrak berbasis qard bertumpu pada pemberian pinjaman yang harus
dibayar sesuai dengan besaran pinjaman yang diberikan karena
tambahan atas pokok pinjaman qard termasuk kategori riba yang
diharamkan yang tergolong pada riba jahiliyah.26
Akad rahn merupaka transaksi penahanan harta milik si
peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak
yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali
seluruh atau sebagian piutangnya. Dengan akad ini pihak gadai
menahan barang bergerak sebagai jaminan atas utang dengan kata lain
rahn merupakan bentuk kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain
(Bank) dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.27
Atas jasanya, maka
penerima kekuasaan dapat meminta imbalan tertentu dari pemberi
amanah berupa jasa manajemen atas barang berbentuk biaya asuransi,
25
Atang Abd. Hakim, Fiqh Perbankan Syariah (Bandung : PT Refika Aditama, 2011), h.
268. 26
Abd. Al-Razzaq Sa‟id Bal Abbas, Hal Qasar Al-Fuqaha Al-Muasirun Fi Bayan Usul
Al-Nizam Al-Iqtisad Al-Islami? “Jurnal Ekonomi Islam Universitas King Abdul Aziz, Vol.21,
No.1”, (2008), h. 35-36. 27
Atang Abd. Hakim, Fiqh Perbankan Syariah ,h.109.
30
biaya penyimpanan, biaya keamanan, dan biaya pengelolaan serta
administrasi.28
Adapun akad ijarah merupakan akad pemindahan hak guna
atas barang dan atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendiri. Melalui akad
ini dimungkinkan bagi pihak gadai untuk menarik sewa atas
penyimpanan (Ujrah) barang bergerak milik nasabah yang telah
melakukan akad.
2. Gadai Syariah (Ar-Rahn)
a. Pengertian Ar-Rahn
Gadai Islam dikenal dengan kata Rahn dalam bahasa Arab
memiliki pengertian tetap dan kontinyu.29
Gadai (al rahn) secara
bahasa dapat diartikan sebagai (al stubut,al habs) yaitu penetapan dan
penahanan.30
Secara istilah dapat diartikan menjadikan suatu benda
berharga dalam pandangan syariah sebagai jaminan atas adanya dua
kemungkinan, untuk mengembalikan uang itu atau mengambil sebagian
28
Atang Abd. Hakim, Fiqh Perbankan Syariah, h. 129. 29
Syeikh Abdullah Al Bassaam, Taudhih Al Ahkam Min Bulugh Al Maram cetakan
kelima KSA 4 (Maktabah Al Asadi, Makkah, 1423,), h. 460. 30
Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟i Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan Al-
Qur‟an Dan Hadits, Cet.2, Vol.2 (Jakarta: Almahira, 2012) h. 73. Lihat juga Ustman bin
Muhammad Syattha, hasiyyat I‟anat At-thalibien „ala Hall Alfadz Fath al-Mu‟in, (Beirut: Dar Al-
kutub Al-Ilmiyah, 2007, Cet.2, Vol.3) h. 94. lihat juga dalam Muhamad Nawawi Al-jawiy, Quuth
Al-Habib Al-Gharib Tausyekh „Ala Fath el-Qarib Al-Mujieb, (Jakarta: Dar Al-Kutub Al-
Islamiyah, 2002) h. 275.Menyatakan bahwa definisi Rahn dalam istilah Syari'at, para ulama telah
menjelaskan, yaitu menjadikan harta benda sebagai jaminan hutang untuk dilunasi dengan jaminan
tersebut, apabila (si peminjam) tidak mampu melunasinya. Sejalan dengan pendapat Muhamad
Shatta dalam bukunya menjelaskan bahwa Rahn menjadikan suatu barang yang bernilai menurut
syara‟, sebagai jaminan atas piutang, yang memungkinkan terbayarnya hutang si peminjam kepada
pihak yang memberikan pinjaman
31
benda itu.31
Secara etimologi, rahn berarti ام الد د yaitu tetap dan الثج
lama atau berarti م الحجس الص yaitu pengekangan dan keharusan.32
Pendapat lain juga dikemukakan oleh Muhammad Syafi‟i
Antonio dalama bukunya bahwa gadai syariah (rahn) adalah bentuk
transaksi menahan salah satu harta milik nasabah atau Rahin sebagai
barang jaminan atau marhun atas hutang/pinjaman atau marhun bih
yang diterimanya. Marhun tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan
demikian, Pihak yang menahan atau penerima gadai atau murtahin
memperoleh jaminan Untuk dapat mengambil kembali seluruh atau
sebagian piutangnya.33
Begitu juga dengan pendapat A.A. Basyir, rahn
adalah perjanjian menahan sesuatu barang sebagai tanggungan utang,
atau menjadikan sesuatu benda bernilai menurut pandangan
syara‟sebagai tanggungan marhun bih, sehingga dengan adanya
tanggungan utang itu seluruh atau sebagian utang dapat diterima.34
Sejalan dengan pendapat Imam Abu Zakariya Al Anshari, rahn
adalah menjadikan benda yang bersifat harta untuk kepercayaan dari
suatu marhun bih yang dapat dibayarkan dari (harga) benda marhun itu
31
H. Hendi suhendi. Fiqh muamalah, (Jakarta: pt. Grafindo persada, 2000), h. 105-106.
Lihat juga Dwi Suwiknyo, Kompilasi Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010), h. 240. Menyatakan Rahn menurut bahasa berarti ats-tsubut dan al-habs yaitu
penetapan dan penahanan. Secara istilah, rahn yaitu menjadikan suatu benda bernilai menurut
pandangan syara‟ sebagai tanggungan hutang, dengan adanya benda yang menjadi tanggungan itu
maka sebagian atau bahkan seluruh hutang dapat dilunasi. Dan Menurut bahasa, gadai (rahn)
berarti al-tsubut dan al-habs yaitu tetap, kekalatau penahanan. Serta lihat Wahbah zuhaili, Fiqih
Imam Syafi‟i Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan Al-Qur‟an Dan Hadits, Cet.2, Vol.2
(Jakarta: Almahira, 2012) h. 73. 32
Rachmat Syafe‟I, Fiqih Muamalah (Bandung : Pustaka Setia, 2001), h. 159. 33
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Cetakan 1, (Jakarta:
Gema Insani Press dengan Tazkia Institute, GIP, 2001), h. 128. 34
A.A. Basyir, Hukum Islam Tentang Riba, Utang-Piutang Gadai, Al-Ma‟arif,
(Bandung:1983), h. 50.
32
apabila marhun bih tidak dibayar.35
Dari beberapa pengertian tersebut
penulis mengambil kesimpulan bahwa rahn merupakan transaksi
penahanan barang atas adanya hutang yang harus sesuai dengan
ketentuan syariah.
Adapun mengenai barang yang dijadikan jaminan merupakan
barang berhaga yang bernilai dalam gadai syariah nasabah tidak
dibebani bunga, melainkan hanya dikenakan biaya penitipan,
pemeliharaan, penjagaan, serta penaksiran.36
Dalam prinsip syariah
Rahn diperuntukkan sebagai jaminan atas suatu pelunasan utang yang
disepekati antara pemilik barang dengan pemberi hutang (perseorangan)
dan/atau nasabah dan bank syariah atau lembaga pegadaian syariah.
Pihak pemilik barang tidak membayar bunga dari pinjaman yang
diterimanya, melainkan membayar Biaya Penitipan/ Biaya Sewa
(ujrah). Biaya tersebut digunakan sebagai biaya tempat penitipan dan
asuransi barang yang digadaikan.37
Atau harta benda yang dijadikan
jaminan hutang untuk dilunasi (hutang tersebut) dari nilai barang
jaminan tersebut, apabila yang berhutang tidak mampu melunasinya.
Syeikh Al Basaam berpendapat mengenai jaminan, barang jaminan
yang dijaminkan untuk hutang barang tersebut merupakan barang yang
35
Rahmat Syafei, Konsep Gadai; Ar-Rahn dalam Fiqh Islam Antara Nilai Sosial dan
Nilai Komersial dalam Huzaimah T. Yanggo dan Hafiz Anshari, Problematika Hukum Islam
Kontemporer, h. 60. Lihat juga dalam Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta :
PT Rajagrafido Persada, 2012 ), h. 233. Menyatakan bahwa Adapun yang dimaksud Gadai adalah
menjaminkan barang-barang berharga kepada pihak tertentu guna memperoleh sejumlah uang
dan barang yang dijaminkan akan ditebus kembali sesuai dengan perjanjian antara nasabah
dengan lembaga gadai. 36
Andri Soemitra, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta : Kencana, 2009), h.
393. 37
Irma Devita Purnamasari dan Suswinarno, Akad Syariah (Bandung : Kaifa, 2011), h.
132.
33
memungkinkan pelunasan hutang dengan barang tersebut atau dari nilai
barang tersebut apabila orang yang berhutang tidak mampu
melunasinya.38
Dari beberapa pemaparan tersebut memberikan
pemahaman bahwa barang yang dijadikan jaminan hutang merupakan
barang yang bisa untuk dilunasi (hutang tersebut) dari nilai barang
jaminan tersebut apabila tidak mampu melunasinya dari orang yang
berhutang serta memberikan harta sebagai jaminan hutang agar
digunakan sebagai pelunasan hutang dengan harta atau nilai harta
tersebut bila pihak berhutang tidak mampu melunasinya.
b. Landasan Syariah Ar-Rahn
Sebagaimana halnya dengan jual-beli, gadai diperbolehkan,
karena segala sesuatu yang boleh dijual boleh digadaikan. Dalil yang
melandasi gadai telah ditetapkan dalam Al-qur‟an dan Hadits.
1) Al-Qur‟an
Ayat Al-qur‟an yang dapat dijadikan dasar hukum perjanjian
gadai adalah QS. Al-Baqarah ayat 283, diantaranya adalah :
ضخ قج ى بفس ه ا كبرجب لن رجد زن عل سفس إى ك
“jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak memperoleh
seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang (oleh yang berpiutang).”(QS. Al-Baqarah : 283)
38
Syeikh Abdullah Al Bassaam, Taudhih Al Ahkam Min Bulugh Al Maram cetakan
kelima, KSA 4 (Makkah: Maktabah Al Asadi, 1423), h. 460. Lihat juga Imam Nawawi dengan
penyempurnaan Muhamma Najieb Al Muthi‟I, Al Majmu‟ Syarhul Muhadzab, cetakan KSA 12,
(Beirut: Dar Ihyaa Al TUrats Al „Arabi, 1419H), h. 299-300. Menyatakan bahwa harta benda yang
dijadikan sebagai jaminan hutang, barang tersebut merupakan barang yang mampu membayar
hutang untuk dilunasi dengan jaminan tersebut ketika tidak mampu melunasinya
34
2) Hadits
Yang menjadi landasan hukum atau dasar daripada akad
Gadai (Rahn) selain Al-Qur‟an ialah beberapa hadits yang
menjelaskan tentang akad Gadai sebagai berikut:
a) Nabi bersabda :
سح إذا كبى هسب, عي أث س س سكت ثفقز سلن الظ عل صل للا قبل زسل للا
شسة الفقخ عل الر سكت إذا كبى هسب, لجي الدز شسة ثفقز 39
“Dari Abi Hurairah Rasulullah saw bersabda Tunggangan
(kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung
biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah
susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan
kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan
dan pemeliharaan”.
b) Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:
ز دزعب طعبهب سلن هي د عل صل للا هي حدد عي عبئشخ قبلذ اشزس زسل للا40
“Rasulullah saw. pernah membeli makanan dari seorang Yahudi
dengan cara menangguhkan pembayarannya, lalu beliau
menyerahkan baju besi beliau sebagai jaminan”. (Shahih Muslim)
c) Nabi bersabda :
فبخرد قبلذ ب زسل للا ! اى فالب قدم ل ثص هي الشبم فل ثعثذ ال -زض للا عب –عي عبئشخ
ه ثثي ثسئخ ال هسسح ؟ فبزسل ال فبهزع . اخسج الحبكن, الجق زجبل ثقبد 41
Dari A‟isyah, iya berkata: Aku berkata: “Wahai Rasulullah,
sesungguhnya barang-barang pakaian telah datang pada si Pulan
dari Syam. Seandainya baginda mengutus seseorang kepadanya,
maka baginda akan mendapatkan dua potong pakaian dengan
39 Ibnu Hajar Al-atsqalani, Bulugh Al-Maram, (Beirut: Dar El-Fiker, 1994, No.879) h.
149. Lihat juga Imam Az-Zaidi Terjemahan Ringkasan Shahih Bukhari (Jakarta: Lutfi, 2013), h.
356. Menyatakan bahwa: diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, “hewan
yang digadaikan dapat digunakan berkendaraan, selama makanannya menjadi tanggungan.
Demikian juga susu dari binatang yang digadaikan dapat diminum selama biaya makannya
ditanggung. Maka bagi orang yang menuggang ataupun bagi yang mengambil susunya, memiliki
kewajiban menanggung pengeluarannya.” 40 Al-Mundziri, Ringkasan Sahih Muslim, , No.970, Cet.2 (Bandung: Jabal, 2013), h. 372. 41
Imam Az-Zabidi, Ringkasan Shahih Bukhari Jilid 2 (Jakarta: Penerbit Lutfi, 2013), h.
356.
35
pembayaran tunda hingga mampu membayarnya.” Lalu
Rasulullah mengutus seseorang kepadanya, namun pemiliknya
menolak. (dikeluarkan oleh al-Hakim dan Baihaqi dengan perawi-
perawi yang dapat dipercaya)
d) Dari Abu Hurairah ra. Nabi SAW bersabda :
قبل: قبل زسل للا ع و,- الر ز, ل غ ي هي صبحج سلن: ) ل غلق الس عل صل للا
د أث د . إل أى الوحفظ ع زجبل ثقبد الحبكن, , ازقط ا الد غسه ( ز عل إزسبل س غ د ا42
“Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang
menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung
resikonya.” (HR. al-Hakim, al-Daraquthni dan Hakim).
3) Ijma‟
Berkaitan dengan pembolehan perjanjian gadai ini, jumhur
ulama juga berpendapat boleh dan mereka tidak pernah berselisih
pendapat mengenai hal ini. Jumhur ulama berpendapat bahwa
disyari‟atkan pada waktu tidak bepergian maupun pada waktu
bepergian, berdasarkan kepada perbuatan Rasulullah Saw dalam
hadits di atas. Demikian juga para ulama bersepakat menyatakan
pensyariatan Al Rahn ini dalam keadaan safar (perjalanan) dan masih
berselisih kebolehannya dalam keadaan tidak safar.43
Para ulama telah bersepakat akan diperbolehkannya gadai
(ar-rahn), meskipun sebagian mereka bersilang pendapat bila gadai
itu dilakukan dalam keadaan mukim. Akan tetapi, pendapat yang
lebih rajih (kuat) ialah bolehnya melakukan gadai dalam dua
keadaan tersebut.44
42
Al-Mundziri, Ringkasan Sahih Muslim, , No.970, Cet.2 (Bandung: Jabal, 2013), h. 373. 43
Andi Irfan Suatu Tinjauan Islam: Praktik “Boroh” (Pegadaian) (Mengatasi Masalah
Dengan Masalah) “Jurnal Akuntansi Universitas Jember” (UIN Suska Riau, 2012), h. 51. 44
Andi Irfan Suatu Tinjauan Islam: Praktik “Boroh” (Pegadaian) (Mengatasi Masalah
Dengan Masalah) “Jurnal Akuntansi Universitas Jember” (UIN Suska Riau, 2012), h. 51.
36
Namun benar dalam hal ini adalah pendapat mayoritas ulama
dengan adanya perbuatan Rasulullah SAW diatas dan sabda beliau:
هن يسكة تنفقته إذا كان مسهونا ولثن الدز يشسب تنفقته إذا كان مسهونا وعلى الري يسكة ويشسب الس
ا (النفقة الثخبز ز45
(
Al Rahn (Gadai) ditunggangi dengan sebab nafkahnya, apabila
digadaikan dan susu hewan menyusui diminum dengan sebab
nafkah apabila digadaikan dan wajib bagi menungganginya dan
meminumnya nafkah. (HR al-Bukhari no. 2512).
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa legalitas
gadai telah memiliki dasar pijakan yang kuat karena didukung oleh
dalil-dalil yang didasarkan pada Al-Qur‟an, sunah, ijma„ulama dan
fatwa46
DSN-MUI. Pengembangan gadai menjadi sebuah lembaga
keuangan mendapatkan keuntungan (profit oriented) merupakan
salah satu jawaban di samping misi sosialnya.47
Praktik gadai
kontemporer ini memiliki nilai positif untuk mendukung
perkembangan ekonomi syariah kontemporer sehingga keberadaan
45
Ibnu Hajar al-Atsqalani, Bulughul Maram (Bairut: Darel-Fiker, 1994, No.879), h. 149.
Pendapat ini dirojihkan Ibnu Qudamah, al Hafidz Ibnu Hajar Ibnu Hajar Al-Asqalani Fathul Bari
Penjelasan Kitab Shahih Al-Bukhari Buku 5 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2003), h. 140. 46
Wan Mohd Khairul Firdaus Bin Wan Khairuldin Metode Fatwa Sheikh „Ali Juma‟Ah
Dalam Kitab Al-Kalim Al-Tayyib -Fatawa „Asriyyah “Disertasi” (Kuala Lumpur: Jabatan Fiqh
Dan Usul Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya, 2011) h. 74 menyatakan bahwa: Terdapat
pelbagai syarat yang perlu dipenuhi oleh seorang mufti sebelum mengeluarkan fatwa yang
berkaitan dengan sesuatu permasalahan. Selain daripada muslim, taklif dan adil, berakal dan baik
muamalatnya, seorang mufti juga harus merupakan seorang yang mampu untuk berijtihad.
Pendapat ini menutip pendapat Ahmad bin Hamdan al-Harranial-Hanbali , Sifat al-Fatwa wa al-
Mufti wa al-Mustafti cet.1 (Damsyik : Mansyurah al-Maktab al-Islami, 1380 H), h. 13.
Menyatakan: “Dari pada sifat dan syarat-syarat (seorang mufti) mestilah seorang muslim, adil,
mukallaf, faqih, mujtahid, elok otak dan pemikirannya serta elok perlakuannya dalam fekah dan
apa yang berkaitan dengannya. Adapun disyaratkan Islam, taklif dan adil itu adalah secara ijma‟.
Kerana mereka (mufti) adalah orang yang menjelaskan tentang Allah dari segi hukumnya, maka
dikira Islam, taklif dan adil itu adalah untuk mendapatkan kepercayaan dalam setiap kata-kata
mereka” 47
Ade Sofyan Mlazid Kedudukan System Gadai Syariah Dalam System Hukum Nasional
Indonesia (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Jurnal Inovatio, Vol.
XI, No. 2, Juli-Desember 2012), h. 301-302.
37
hukum Islam bisa diaplikasikan sesuai dengan perkembangan
zaman. Namun, perkembangan praktik gadai syariah kontemporer ini
para pelaku harus memperhatikan yang menjadi rukun dan syarat
dari gadai syariah secara umum.
Berkaitan dengan rukun Rahn dan syarat gadai syariah,
terdapat dua pandangan utama yaitu jumhur ulama (madzhab Maliki,
madzhab Syafi‟i dan madzhab Hanbali) dan pandangan madzhab
hanafi secara umum memiliki empat rukun48
:
عبقد غخ ص ى ث هس ى أزكب : هس49.
Adapun yang menjadi rukun ar-rahn antara lain, yaitu: adanya
barang yang digadaikan, adanya hutang/tanggungan, ucapan
searah terima, dan adanya orang yang berakad.
Rukun gadai syariah yang pertama adalah adanya marhun
(barang yang digadaikan) Berkaitan dengan barang yang digadaikan
memiliki syarat agar barang tersebut sah dalam gadai.
ع جبشاز كل هبجبشاث ى: شسط الوس50
Syarat barang yang digadaikan merupakan setiap benda yang bisa
diperjual-belikan maka bisa dijadikan barang jaminan untuk
gadai.
48
Selain Pendapat para ulama tersebut, ada pendapat ulama yang dikutip oleh Arrum
Mahmudahningtyas Analisis Kesyariahan Transaksi Rahn Emas (Studi Pada Pegadaian Syariah
Cabang Landungsari Malang) “Jurnal Ilmiah Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Dan
Bisnis”(Malang: Universitas Brawijaya, 2015) h. 6. Menyatakan bahwa: Madzhab Hanafiyah
memandang Al rahn (gadai) hanya memiliki satu rukun yaitu shighat, karena ia pada hakekatnya
adalah transaksi hanya ijab (pernyataan menyerahkan barang sebagai jaminan pemilik barang) dan
qabul (pernyataan kesediaan memberi utang dan menerima barang jaminan itu). Menurut ulama
Hanafiyah, agar lebih sempurna dan mengikat akad rahn, maka diperlukan qardh (penguasaan
barang) oleh penerima gadai (murtahin). Adapun rahin, murtahin, marhun, dan marhun bih itu
bukan termasuk syarat-syarat rahn, bukan rukunnya hanya sebagai pendukung akad saja. 49
Asmadi Mohamwed Naim, Skim al-Rahn Antara Keaslian Dan Penyelesaian Semasa
Menurut Perundangan Islam (Universitii Utara Malaysia: Jurnal Pembangunan Nasional Jilid
4&5, Juni-Desember, 2002), h.143. 50
A. Zainuddin dan Jamhuri Al Islam 2 Muamalah dan Akhlak (Bandung: CV. Pustaka
Setia, 1998) h. 21.
38
Syarat Barang yang digadaikan merupakan barang yang bisa
digadaikan/dijadikan jaminan (marhun)51
harus bisa diperjual-
belikan (memiliki nilai ekonomis) menurut tinjauan syariat. Semua
barang yang boleh dijual, maka boleh digadaikan untuk jaminan
hutang jika barang itu bisa dijamian ketetapnnya (tidak rusak).52
Dengan kata lain, barang jaminan tersebut merupakan barang
berharga menurut syariah dan bernilai sehingga juga bisa diperjual
belikan sehingga bisa menutupi hutangnya ketika pemilik jaminan
tidak mampu membayar.
Selanjutnya berkaitan dengan rukun kedua adanya marhun
bih (hutang/tanggungan)
خ. ه اف الر هبثبثزبلشهب،أ: هسزقس بهعل د ك شسط ف : ى ث هس 53
Adapun syarat hutang yang mendapat Jaminan, merupakan hutang
yang sedang marhun bih-nya (sasaran jaminan/gadai) itu harus
berupa hutang yang diketahui oleh kedua belah pihak dan sudah
sah ditetapkan sebagai tanggungan yang tetap.
Menurut ulama Syafi‟iyah syarat sebuah hutang yang dapat
dijadikan alas hak atas gadai adalah berupa hutang yang tetap dapat
dimanfaatkan , hutang tersebut harus lazim pada waktu akad, hutang
51
Masyfuk zuhdi. Masail fiqhiyah, (Jakarta: CV. Haji masagung, 1997) h. 123.
Menyatakan bahwa Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk barang yang akan digadaikan oleh
Rahin (pemberi gadai) adalah dapat diserahterimakan, bermanfaat, milik Rahin secara sah, jelas,
tidak bersatu dengan harta lain, dikuasai oleh Rahin, dan harta yang tetap atau dapat dipindahkan.
Dengan demikian barang-barang yang tidak dapat diperjual-belikan tidak dapat digadaikan. Lihat
juga Syeikh Abdullah Al Bassaam, Taudhih Al Ahkam Min Bulugh Al Maram cetakan kelima,
KSA 4, h. 460. Menyatakan bahwa gadai itu berupa barang berharga yang dapat menutupi
hutangnya baik barang atau nilainya ketika tidak mampu melunasinya, maka barang tersebut
adalah milik orang yang manggadaikannya atau yang dizinkan baginya untuk menjadikannya
sebagai jaminan gadai. 52
Musthafa Dib Al-Bugha fikih islam lengkap penjelasan hukum-hukum islam madzhab
syafi‟I (Surakarta: arafahgroup, 2009), h. 270. 53
A. Zainuddin dan Jamhuri Al Islam 2 Muamalah dan Akhlak , h. 108.
39
harus jelas dan diketahui oleh Rahin dan Murtahin.54
Dengan
merujuk kepada paparan tersebut memberikan pemahaman yang
menjadi syarat hutang harus merupakan hak yang wajib
diberikan/diserahkan kepada pemiliknya, memungkinkan
pemanfaatan. Bila sesuatu menjadi utang tidak bisa dimanfaatkan,
maka tidak sah, harus dikuantifikasi atau dapat dihitung jumlahnya.
Bila tidak dapat dikukur atau tidak dikualifikasi rahn itu tidak sah.55
Selanjutnya yang menjadi rukun gadai syariah adanya shighat Ijab
Qabul (ucapan serah terima)56
صح ز ل قج جبة وبهعي ثأ افق ر ي هي أرصبل اللفظ شزسط هبهس ذ. أزر ذ كس57.
Syarat sahnya serah terima dalam akad gadai adalah tidak adanya
hal yang memisahkan antar ucapan penyerahan dan peneriman,
serta adanya kesamaan dari lafadz serah terima dan maksud darai
serah terima.
Merujuk pada pendapat tersebut yarat shighat Akad serah
terima diharuskan harus tidak ada perkataan lain yang memisah
antara ucapan penyerahan (ijab) dan ucapan penerimaan (qabul),
keserasian ijab dan qabul. Contoh shighat: Rahin (pihak yang
menggadaikan) berkata, “Saya gadaikan barang ini”. Murtahin
54
Muhamad Nawawi Al-jawiy, Quuth Al-Habib Al-Gharib Tausyekh „Ala Fath el-Qarib
Al-Mujieb, (Jakarta: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, 2002) h. 276. Yahya bin syarifuddin, Minhaj At-
Thalibin, (Bairut-Lebanon, Dar El-Fiker, 2005) h. 115. Lihat juga Azizah Othman Perkembangan
Ar-Rahnu Di Terengganu:Kajian Kes Terhadap Ar-Rahnu Majlis Agama Islam Dan Adat Melayu
Terengganu (Maidam) Prosiding Perkem VIII, Jilid 2, 951 -959 ISSN: 2231-962X (Malaysia:
University Utara Malaysia, 2013), h. 592. Menyatakan bahwa: bayaran atau barang yang diberi
kepada penggadai itu mestilah hutang yang dimaklumi. Maka tidak sah jika tidak berupa hutang
seumpama benda yang wajib diganti. 55
Fransiska Cicylia Prabasanti Analisis Gadai Emas Bank Syariah Terhadap Perolehan
Feebase Income (StudiKasus Pegadaian Emas Bank Syariah Mandiri Semarang) Tugas Akhir
DIII (Salatiga: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri 2014), h. 28. 56
Shighah adalah sesuatu yang menjadikan kedua transaktor dapat mengungkapkan
keridhoannya dalam transaksi baik berupa perkataan yaitu ijab qabul atau berupa perbuatan. 57
A. Zainuddin dan Jamhuri Al Islam 2 Muamalah dan Akhlak , h. 108.
40
(penerima gadaian) menjawab, “Saya terima gadaian ini”.58
Berkaitan dengan sighat, dapat dilakukan baik dalam bentuk tertulis
maupun lisan, asalkan di dalamnya terkandung maksud adanya
perjanjian gadai di antara para pihak. Sebab, gadai merupakan
perjanjian yang melibatkan harta sehingga perlu dimanifestasikan
dalam bentuk pernyataan tersebut seprti halnya jual beli, karena
gadai sendiri itu tak jauh berbeda dengan akad jual-beli. Seperti yang
telah ditetapkan dalam kaidah fiqh:
ز بش ج ع ث بش ب ج ه لك 59
“Setiap sesuatu yang diperbolehkan untuk dijual maka boleh
digadaikan.”
Jika ditarik kesimpulan dari kaidah diatas, maka secara tidak
langsung ditemukan kesamaan hukum diantara kedua akad yang
berbeda tersebut, yakni harus sama-sama menggunakan wazan
sighat, yakni Ijab dan Qabul antara Rahin dan Murtahin.
Keberadaan sighat memberikan pemahaman bahwa transaksi gadai
syariah memiliki rukun yang menyebutkan adanya orang yang
bertransaksi (Aqid).
Aqid memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai
pelaku transaksi gadai yaitu Rahin (pemberi gadai) dan Murtahin
(penerima gadai) adalah telah dewasa, berakal sehat, dan atas
keinginan sendiri. berhubungan dengan transaktor (orang yang
bertransaksi) yaitu Orang yang menggadaikan barangnya adalah
58
HM. Dumairi Nor, dkk, Ekonomi Syariah Versi Salaf (Pasuruan: Pustaka Sidogiri,
2008), h. 113. 59
A. Zainuddin dan Jamhuri Al Islam 2 Muamalah dan Akhlak, h. 21.
41
orang yang memiliki kompetensi beraktivitas, yaitu baligh, berakal
dan rusyd (kemampuan mengatur).60
Selanjutnya setelah transaksi
gadai syariah terpenuhi rukun dan syaratnya maka, barang berharga
yang dijadikan jaminan atas utang adakalanya bisa dimanfaatkan
atau tidak bisa dimanfaatkan oleh pemberi hutang atau pemilik
jaminan sesuai jenis barangnya.
Dalam pemanfaatan barang gadai, terdapat perbedaan
pendapat dalam kalangan ûlama, diantaranya: pemanfaatan barang
gadai oleh orang yang menggadaikan dan pemanfaatan barang oleh
pemegang gadai berkaitang dengan hal tersebut jumhur ûlama selain
Syafi‘iyah melarang orang yang menggadaikan untuk memanfaatkan
barang gadai, sedangkan ulama Syafi‘iyah membolehkannya sejauh
tidak memudharatkan pemegang gadai.61
Ûlama Hanafiyah
berpendapat bahwa orang yang menggadaikan tidak boleh
memanfaatkan barang gadai tanpa seizin pemegang gadai, begitu
pula pemegang gadai tidak boleh memanfaatkannya tanpa seizin
orang yang menggadaikan. Mereka beralasan bahwa barang gadai
harus tetap dikuasai oleh pemegang gadai selamanya. Pendapat ini
60
A. Zainuddin dan Jamhuri Al Islam 2 Muamalah dan Akhlak, h. 21. 61
Pendapat Imam Syafi‟i yang dikutip H. Rachmat Syafe‟I, Fiqih Muamalah (Bandung :
Pustaka Setia, 2001), h. 173. Menyatakan Sedangkan pemanfaatan barang gadai oleh pemegang
gadai Imam Syafi‟i berpendapat tentang pengambilan manfaat dari hasil barang gadai oleh
pemegang gadai Bahwa yang berhak mengambil manfaat dari barang yang digadaikan itu adalah
orang yang menggadaikan barang tersebut dan dan bukan pemegang gadai. Lihat juga Dimyauddin
Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008, h. 267. Menyakatan
bahwa Ulama Syafi‟iyah menambahkan pendapatnya, pemegang gadai tidak memiliki hak untuk
memanfaatkan barang gadai
42
senada dengan pendapat ûlama Hanabilah62
, sebab manfaat yang ada
dalam barang gadai pada dasarnya termasuk gadai/rahn.
Sedangkan ûlama Malikiyah berpendapat bahwa jika
pemegang gadai mengizinkan orang yang menggadaikan untuk
memanfaatkan barang gadai, akad menjadi batal. Adapun pemegang
gadai dibolehkan memanfaatkan barang gadai sekadarnya (tidak
boleh lama) itu pun atas tanggungan orang yang menggadaikan.
Sebagian ûlama Malikiyah berpendapat, jika pemegang gadai terlalu
lama memanfaatkan barang gadai, ia harus membayarnya. Sebagian
lainnya berpendapat tidak perlu membayar. Pendapat lainnya
diharuskan membayar, kecuali jika orang yang menggadaikan
mengetahui dan tidak mempermasalahkannya.63
ûlama Syafiʻiyah
berpendapat bahwa orang yang menggadaikan dibolehkan untuk
memanfaatkan barang gadai.64
Jika tidak menyebabkan barang gadai
berkurang, tidak perlu meminta izin, seperti mengendarainya,
62
Ibnu Qudamah, al Hafidz Ibnu Hajar Ibnu Hajar Al-Asqalani Fathul Bari Penjelasan
Kitab Shahih Al-Bukhari Buku 5 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2003), h. 140. Menyatakan bahwa
pemanfaatan barang jaminan oleh pemegang barang Ulama Hanabilah berpendapat, jika barang
gadai berupa hewan, pemegang gadai boleh memanfaatkan seperti mengendarai atau mengambil
susunya sekadar mengganti biaya, meskipun tidak diizinkan oleh orang yang menggadaikan
barang. Adapun barang gadai selain hewan, tidak boleh dimanfaatkan, kecuali atas izin orang yang
menggadaikan barang. 63
H. Rachmat Syafe‟I, Fiqih Muamalah (Bandung : Pustaka Setia, 2001), h. 172. Lihat
Rachmat Syafe‟I, Fiqih Muamalah, h. 174. Menyatakan bahwa berkaitan dengan pemegang gadai
Ulama Malikiyah memperbolehkan pemegang gadai memanfaatkan barang gadai jika diizinkan
oleh orang yang menggadaikan atau disyaratkan ketika akad, dan barang gadai tersebut berupa
barang yang dapat diperjualbelikan serta ditentukan waktunya secara jelas. Selanjutany lihat juga
Chuzaimah T. Yanggo, Problematika Hukum Islam Kontemporer cet. III (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2004), h. 87-88. Menyatakan bahwa Jika persyaratan ketika akad telah jelas ada, maka
sah bagi penerima gadai mengambil manfaat dari barang yang digadaikan. Adapun bila dengan
sebab mengutangkan, maka tidak sah bagi penerima gadai untuk mengambil manfaat dengan cara
apapun, baik pengambilan manfaat itu disyaratkan oleh penerima gadai ataupun tidak, dibolehkan
oleh orang yang menggadaikan atau tidak, ditentukan waktunya atau tidak. Ketidakbolehan itu
termasuk kepada mengutangkan yang mengambil manfaat, sedangkan hal itu termasuk riba 64
Imron Rosadi, Ringkasan Kitab Al Umm, Terj.Al-Umm, (Jakarta: Pustaka Azzam,
2008), h. 161.
43
menempatinya, dan lain-lain. Akan tetapi, jika menyebabkan barang
gadai berkurang, seperti sawah, kebun, orang yang menggadaikan
harus meminta izin kepada pemegang gadai.65
Dari perbedaan pendapat di atas, penulis cenderung setuju
kepada pendapat yang tidak memperbolehkan orang yang
menggadaikan untuk memanfaatkan barang gadai kecuali telah
mendapatkan izin, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ulama
Hanafiyah,66
Dari pendapat ulama kontemporer diantaranya: Imam
Ahmad, Ishak, Al-Laits Dan Al-Hasan, jika barang gadaian berupa
barang gadaian yang dapat dipergunakan atau binatang ternak yang
dapat diambil susunya, maka murtahin dapat mengambil manfaat
dari kedua benda gadai tersebut disesuaikan dengan biaya
pemeliharaan yang dikeluarkan selama kendaraan atau binatang
ternak itu ada padanya.67
Seperti yang diungkapkan Sayid Sabiq,
bahwa akad gadai bertujuan meminta kepercayaan dan menjamin
utang, bukan mencari keuntungan dan hasil, melainkan semata mata
untuk dijadikan sebagai jaminan atas utang dan bukan sebagai
65
H. Rachmat Syafe‟I, Fiqih Muamalah, h. 172. 66
Huzaimah T. Yanggo, Problematika Hukum Islam Kontemporer, cet. III, h. 76-77.
Mengenai manfaat yang diambil oleh pemegang gadai Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa
pemegang gadai tidak boleh memanfaatkan barang gadai, sebab dia hanya berhak menguasainya
dan tidak boleh memanfaatkannya., meskipun memperoleh izin dari orang yang menggadaikan
barang, bahkan mengategorikannya sebagai riba. Lihat juga dalam buku Syaikh Mahmoud
Syaltout, Perbandingan Mazhab dalam Masalah Fiqih, (Jakarta : Bulan Bintang, 1973), h. 310.
Menyatakkan pendapat Ulama Malikiyah dan Hanabilah, sebab itu merupakan kekuasaan
pemegang gadai. Menurut sebagian ulama Hanafiyah, barang gadai boleh untuk diambil
manfaatnya oleh pemegang gadai apabila telah mendapat izin dari orang yang menggadaikan
barang. Lihat juga M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalah),
(Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2003), h. 258. Menyatakan bahwa Sebab pemilik barang itu boleh
mengizinkan kepada siapa saja yang dikehendakinya, termasuk pegadai dapat mengambil manfaat
dan tidak termasuk riba. 67
H. Moh Anwar, Fiqh Islam (Bandung: PT. Al Ma‟arif, 1998), h. 58.
44
barang pinjaman. Karena itu, penerima barang gadai sama sekali
tidak boleh memanfaatkan barang gadai itu meskipun telah
mendapat izin dari pemilik barang gadai, kecuali terhadap hewan
ternak yang telah ia keluarkan biaya pemeliharaannya, karena
pemanfaatan barang gadai itu adalah suatu bentuk kelebihan atas
utang dan tiap-tiap utang yang menarik manfaat adalah riba.68
Adapun barang gadai selain hewan, tidak boleh dimanfaatkan seperti
emas, kendaraan, dan lain-lain.69
Dari beberapa perbedaan pendapat ulama di atas, penulis
cenderung mengikuti pendapat yang memperbolehkan pemegang
gadai untuk memanfaatkan barang gadaian, dengan izin orang yang
menggadaikan, akan tetapi hanya bersifat pemeliharaan seperti
hewan, maka diperlukan makanannya, atau juga seperti sawah atau
ladang diolah supaya tidak mubazir (tidak produktif), dan
menginvestasikan barang gadai. Namun, dari kegiatan tersebut
hasilnya tidak boleh menjadi hak sepenuhnya pemegang gadai
karena hal demikian mengandung riba. Maka, bisa dengan solusi
hasilnya dapat dibagi antara orang yang menggadaikan dan
pemegang gadai, atas kesepakatan bersama.
c. Pengikatan Jaminan dan Proses Lelang Obyek Gadai
Barang gadai yang dijadikan sebagai jaminan ada kalanya
menjadi barang lelang ketika penggadai tidak mampu membayar dan
68
Nispan Rahmi Gadai Emas IB Pada PT BPD Kalsel Syariah Cabang Kandangan
(Banjarmasin: Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Antasari), h. 2. 69
Nispan Rahmi Gadai Emas IB Pada PT BPD Kalsel Syariah Cabang Kandangan, h. 2.
45
jatuh tempo. Jatuh tempo gadai syariah atau disebut dengan
berakhirnya akad rahn (gadai), adalah karena hal-hal berikut :
Barang telah diserahkan kembali pada pemiliknya, rahin membayar
hutangnya, Pembebasan hutang dengan cara apapun, meskipun
dengan pemindahan oleh murtahin, dan dijual dengan perintah
hakim atas perintah rahin.70
Ketika akad gadai syariah setelah
berahir dan pemilik jaminan tidak mampu membayar maka barang
jaminan adakalanya menajadi barang lelang.
Secara umum lelang adalah penjualan barang yang
dilakukan di muka umum termasuk melalui media elektronik (sosial
media) dengan cara penawaran lisan dengan yang semakin
meningkat atau harga yang semakin menurun dan atau dengan
penawaran harga secara tertulis yang didahului dengan usaha
mengumpulkan para peminat (Kep. Men.Keu.RI.No.
337/KMK.01/2000 Bab I, Ps.1)71
Pada gadai emas, apabila nasabah
tidak melakukan perpanjangan dengan Membayar ijarah, itu berarti
Nasabah telah menghendaki barang jaminannya dilelang.72
Dalam pegikatan jaminan dan prosese lelang maka tidak
terlepas dengan hak dan kewajiban antara kedua pihak. Menurut
Abdul Aziz Dahlan,73
bahwa pihak rahin dan murtahin, mempunyai
70
Nispan Rahmi Gadai Emas IB Pada PT BPD Kalsel Syariah Cabang Kandangan, h. 2. 71
Atiqoh Prakasi Pelasksanaan Gadai Emas Di Bank Mega Syariah “Skripsi Fakultas
Ilmu Hukum” (Jakarta: Universitas Indonesia, 2012), h. 45. 72
Lina Aulia Rahman, Analisis Kesesuaian Akuntansi Transaksi Gadai Emas Syariah
Dengan Psak Dan Fatwa Dsn Mui (Studi Kasus Praktik Gadai Emas Di Pegadaian Syariah
Surabaya) “Jurnal Jestt Vol. 2 No. 11”, (Surabaya: universitas airlangga, November 2015), h. 948. 73
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, Cetakan Keempat, (Jakarta PT. Ichtiar
Baru Van Hoeve, 2000), h. 383.
46
hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Adapun hak dan kewajiban
murtahin (Pemegang gadai) antara lain; berhak menjual marhun
apabila rahin pada saat jatuh tempo tidak dapat memenuhi
kewajibannya sebagai orang yang berhutang, pemegang gadai
berhak mendapatkan penggantian biaya yang telah dikeluarkan untuk
menjaga keselamatan marhun, murtahin berhak untuk menahan
marhun yang diserahkan oleh pemberi gadai (hak retentie) selama
hutang belum dilunasi. Disamping hak tersebut ada kewajiban yang
harus dilakukan oleh pemegang gadai antara lain; pemegang gadai
berkewajiban bertanggung jawab atas hilangnya atau merosotnya
harga marhun, apabila hal itu atas kelalainnya; dan terkait dengan
risiko atas marhun. Jika marhun hilang bukan karena force majeure
(keadaan memaksa) dengan ketentuan bahwa keadaan memaksa
adalah tidak terbatas pada bencana alam, perang, pemogokan,
sabotase, dan huru-hara maka rahin akan mendapat penggantian
maksimal sebesar taksiran nilai marhun,74
pemegang gadai tidak
dibolehkan menggunakan marhun untuk kepentingan sendiri; dan
pemegang gadai berkewajiban untuk memberi tahu kepada rahin
sebelum diadakan pelelangan marhun.
Adapun hak pemberi gadai berhak untuk mendapatkan
kembali marhun, setelah pemberi gadai melunasi marhun bih,
pemberi gadai berhak menuntut ganti kerugian dari kerusakan dan
74
Muhammad Azani Praktik Akad Gadai Dengan Jaminan Lahan/Sawah Dan Gadai
Emas Di Kecamatan Mempura Kabupaten Siak Berdasarkan Hukum Islam “jurnal Perspektif
Hukum, Vol. 15 No. 2 ”( Riau: Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning Pekanbaru
November 2015), h. 77.
47
hilangnya marhun, apabila hal itu disebabkan oleh kelalaian
murtahin, pemberi gadai berhak untuk mendapatkan sisa dari
penjualan marhun setelah dikurangi biaya pelunasan marhun bih,
dan biaya lainnya dan pemberi gadai berhak meminta kembali
marhun apabila murtahin telah jelas menyalahgunakan marhun.75
Sedangkan kewajiban pemberi gadai pemberi gadai
berkewajiban untuk melunasi marhun bih yang telah diterimannya
dari murtahin dalam tenggang waktu yang telah ditentukan,
termasuk biaya lain yang telah ditentukan murtahin, pemberi gadai
berkewajiban merelakan penjualan atas marhun miliknya, apabila
dalam jangka waktu yang telah ditentukan rahin tidak dapat
melunasi marhun bih kepada murtahin.
B. Fatwa DSN-MUI tentang Gadai
Dinamika Fatwa76
ekonomi Majelis Ulama Indonesia (MUI)
mengenai akad merupakan komponen utama dalam MUI. Akad juga menjadi
penentu kesyariahan produk yang ditawarkan lembaga keuangan syariah
(LKS). Fleksibilitas pengaturan akad yang ditetapkan dalam Fatwa DSN-
MUI menyangkut prinsip kerelaan (ridha) dan kehendak (ikhtiar). Karena itu,
segala yang menghalangi kerelaan, seperti adanya paksaan (ikrah), penipuan
(ghalat, tadlis, dan ghaban), ketidakpastian (gharar), dan penawaran palsu
75 Muhammad Azani Praktik Akad Gadai Dengan Jaminan Lahan/Sawah Dan Gadai
Emas Di Kecamatan Mempura Kabupaten Siak Berdasarkan Hukum Islam “jurnal Perspektif
Hukum, Vol. 15 No. 2, h. 77. 76
Ahmad Hidayat Buang Analisis Fatwa-Fatwa Semasa Syariah Di Malaysia “Jurnal
Syariah,jld. 10”, (Kuala Lumpur, 2001), h. 39. Mnyatakan bahwa: Fatwa juga didefinisikan oleh
sesetengah ulama lain sebagai satu perkataan yang membawa maksud suatu penerangan mengenai
hukum syarak kepada masalah-masalah yang tidak mempunyai nas atau perbincangan di dalam
kitab-kitab fekah secara tidak mengikat
48
(najsh) harus ditolak. Fleksibilitas pengaturan akad tesebut menjadi
komponen pengukuran sebagai alat ukur untuk praktik gadai syariah dalam
penelitian Tesis ini. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 25/DSN-
MUI/III/2002, ketentuan Fatwa berkaitan dengan gadai memberikan
penjelasan pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang
dalam bentuk rahn dibolehkan dengan memperhatikan beberapa hal misalnya
murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan marhun
(barang) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.77
Hal ini memberikan pemahaman sebagai bentuk hak dari pemegang jaminan
untuk menahan barang jaminan selama hutang belum dilunasi, atau
menyerahkan sebagian barang jaminan ketika pemilik barang melunasi
sebagian hutangnya maka, barang jaminan diserahkan sesuai harga besaran
hutang yang dibayar.
Berkaitan dengan kajian Tesis ini, Fatwa tersebut juga menjelaskan
bahwa marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya,
Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali seizin Rahin,
dengan tidak mengurangi nilai Marhun dan pemanfaatannya itu sekedar
pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya.78
Bagian inti dalam
ketentuan fatwa tersebut bahwa barang jaminan boleh dimanfaatkan ketika
ada kesepakatan atau izin dari pemilik barang karena pada dasarnya barang
jaminan dan manfaatnya tetap menjadi hak dari pemilik barang jaminan
77
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Ketentuan
No.1, (Jakarta: DSN-MUI dan BI, 2006), h. 155 78
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Ketentuan
No.2, h. 155
49
dengan seizin rahin, murtahin dimungkinkan memanfaatkan dengan
mengganti biayanya.
Fatwa tersebut juga menjelaskan bahwa Pemeliharaan dan
penyimpanan Marhun pada dasarnya menjadi kewajiban Rahin, namun dapat
dilakukan juga oleh Murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan
penyimpanan tetap menjadi kewajiban Rahin.79
Besar biaya pemeliharaan
dan penyimpanan Marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah
pinjaman.80
Unsur terpenting dalam Fatwa tersebut biaya pemeliharaan tidak
boleh ditentukan atau diperhitungkan berdasarkan besaran pinjaman.
Terahir dari ketentuan Fatwa menjelaskan tentang murtahin harus
memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya ketika sudah jatuh
dan penjualan marhun melalui lelang81
jika rahin tidak mampu melunasi
pinjaman.
Selanjutnya, Fatwa DSN tentang gadai tersebut dilengkapi oleh Fatwa
DSN No.25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn emas. Menyatakan ongkos dan
biaya penyimpanan barang (al-marhun) didasarkan pada pengeluaran yang
79
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Ketentuan
No.3, h. 155 80
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Ketentuan
No.4, h. 155 81
Dalam proses lelang dalam konteks modern terdapat banyak metode yang digunakan
temasuk pelelangan dengan menggunakan media sosial. Hal sejalan dengan penelitian Reski Mai
Candra dan Novriyanto Framework E-Auction Berbasis Syariah untuk Membangun Kepercayaan
Konsumendalam Menggunakan Sistem Lelang “Jurnal Sains, Teknologi dan Industri, Vol. 13,
No.1”, (UIN Sultan Syarif Kasim Riau Desember 2015), h. 51. Menyatakan bahwa: Lelang
merupakan salah satu metode trading, sehingga aturan dianggap menuju pada prinsip perdagangan
Syariah. Meskipun konsep lelang atau al-muzayadah pada umumnya diperbolehkan dalam Islam,
namun perubahan lelang tradisional untuk pengaturan internet-enabled telah mengubah cara yang
dilakukan, terutama dalam lingkungan e-auction yang menggunakan proxy dan agen perangkat
lunak untuk tawar-menawar pada nama pengguna manusia. Namun, untuk mengatasi masalah
yang tidak sesuai dengan aturan Syariah, maka dirancang sebuah framework e-auction berbasis
syariah yang bisa mengatasi permasalahan yang terjadi. Supaya konsumen percaya dan mau
menggunakan e-auction berbasis syariah, maka hal yang perlu diperhatikan adalah suatu
kepercayaan yang dapat meningkatkan keyakinan dan keinginan.
50
nyata-nyata dikeluarkan. Pada bagian akhir Fatwa ini merupakan bagian
terpenting untuk menghindari bentuk riba yang memberikan penjelasan
bahwa ongkos dan biaya penyimpanan barang tersebut dilakukan dengan
akad ijarah. Ketentuan fatwa ini dapat dikatakan sebagai rujukan adanya
praktik multi akad yang diaplikasikan dalam transaksi gadai syariah dengan
adanya akad qard sebagai akad untuk bentuk pemberian hutang dari murtahin
kepada rahin, dan akad rahn sebagai bentuk penahanan barang jaminan dan
terahir akad ijarah sebagai bentuk transaksi biaya sewa yang dibayar oleh
rahin. Adapun dalam perumusan Fatwa-Fatwa tentang rahn tersebut Majelis
Ulama Indonesia merujuk kepada ayat Al-Qur‟an surat al-Baqarah 283, tiga
hadis Nabi SAW, tiga pendapat ijma‟, qiyas, dan satu kaidah fikih.
Dalam kontrak gadai pihak yang memegang jaminan atau pihak yang
memberi hutang memiliki hak untuk menjual barang jaminan dengan biaya
sewa tempat jaminan ditanggung oleh pihak yang berhutang. Besarnya biaya
tempat jaminan tidak boleh ditentukan berdasarkan besarnya pinjaman. Pihak
yang berpiutang memiliki hak untuk menjual barang jaminan apabila orang
punya hutang tidak mampu membayar setelah jatuh tempo. Biaya atas
pelelangan barang jaminan harus ditanggung oleh pihak yang punya hutang,
sehingga dari hasil pelelangan barang jaminan akan terlihata adanya
kelebihan dana atau kekurangan dana. Kelebihan dana dari pelelangan akan
dikembalikan oleh pihak berpiutang kepada pihak yang punya hutang.
Namun, ketika kekurangan dana maka akan menjadi kewajiban pihak
berutang untuk membayar kekurangan tersebut.
51
Adapun Fatwa terakhir yang mengatur tentang produk gadai yaitu
Fatwa DSN-MUI yang mengatur Rahn Tasjily. Berdasarkan Fatwa ersebut
memuat pembahasan rahn tasjily merupakan jaminan dalam bentuk barang
atas utang tetapi barang jaminan tersebut (al-marhun) tetap berada dalam
dalam penguasaan (pemamfaatan) rahin dan bukti kepemilikannya
diserahkan kepada murtahin.82
Secara umum Fatwa DSN-MUI tersebut
menegaskan ketentuan-ketentuan kontrak gadai yang telah ditetapkan pada
Fatwa sebelumnya, hanya saja secara khusus Fatwa DSN-MUI tersebut
menyebutkan bahwa kontrak gadai dapat terjadi dengan fisik barang jaminan
tetap dapat dimanfaatkan oleh rahin dengan batas kewajaran sedangkan
murtahin hanya dengan menahan surat atau dokumen resmi kepemilikan
barang jaminan. Dalam Fatwa ini-pun ditegaskan bahwa besaran biaya
pemeliharaan barang tidak boleh dikaitkan dengan jumlah pinjaman yang
diberikan dan disarkan kepada pengeluaran yang riil.83
Adapun Fatwa terkait mengenai rahn adalah Fatwa DSN-MUI
No.92/DSN-MUI/IV/2014 yang mengatur ketentuan tentang at-Tamwil al-
Mautsuq bi al-Rahn pada ketentuan terkait akad Fatwa memutuskan bahwa
akad rahn dibolehkan hanya atas utang-piutang (al-dain) yang antara lain
timbul karena akad qard, jual-beli yang tidak tunai, atau akad sewa menyewa
(ijarah) yang pembayaran ujrahnya tidak tunai.84
Ketentuan fatwa ini
82
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, DSN-MUI
Nomor:68/DSN-MUI/III/2008. 83 H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, DSN-MUI
Nomor:68/DSN-MUI/III/2008. 84
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, DSN-MUI
Nomor: 92/DSN-MUI/IV/2014.
52
memberikan pemahaman adanya pengakuan yakni kebolehan adanya
penerapan multi akad dalam transaksi ekonomi syariah kontemporer.
Multi akad dalam kontrak gadai antara lain akad qard yang digunakan
sebagai kontrak pemberian pinjaman kepada Nasabah (muqtaridh) yang
memerlukan dengan kewajiban mengembalikan jumlah pokok yang diterima
pada waktu yang telah disepakati bersama dan lembaga keuangan syariah
(LKS) dibolehkan untuk meminta jaminan jika dianggap perlu,85
serta akad
ijarah digunakan untuk kontrak sewa atau upah yang dijanjikan dan dibayar
oleh Nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat dari penggunaan
barang dan/atau jasa.86
Manfaat tersebut harus bisa dinilai atau sesuat yang
dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa atau upah
dalam ijarah.87
Akad ijarah ini digunakan untuk transaksi yang berbentuk
manfaat dari suatu benda yang dapat dinilai Akad ijarah dapatlah dikatakan
sebagai akad yang menjual belikan antara manfaat barang dengan sejumlah
imbalan sewa. Dengan demikian tujuan ijarah dari pihak penyewa adalah
pemanfaatan fungsi barang secara optimal. Sedang dari pihak pemilik, ijarah
bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dari ongkos sewa.
85 H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, DSN-MUI
Nomor: 19/DSN-MUI/IV/2001. 86 H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, DSN-MUI
Nomor: 09/DSN-MUI/IV/2000. 87 H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, DSN-MUI
Nomor: 09/DSN-MUI/IV/2000.
53
BAB III
DESKRIPSI PEGADAIAN SYARIAH DAN BANK SYARIAH
Gadai syariah (rahn) merupakan salah satu alternatif pembiayaan
dengan bentuk pemberian uang pinjaman kepada masyarakat yang
membutuhkan berdasarkan pada prinsip syariat Islam dan terhindar dari
praktik riba atau penambahan sejumlah uang atau persentase tertentu dari
pokok utang pada waktu membayar utang.1 Dalam praktik pembiayaan
gadai syariah ini lembaga yang memiliki wewenanga untuk memiliki
produk gadai syaria adalah Pegadaian Syariah dan Bank Syariah
A. Operasional Pegadaian Syariah
1. Istilah Pegadaian Syariah
Perusahaan umum pegadaian adalah satu-satunya badan usaha di
Indonesia yang secara resmi mempunyai ijin untuk melaksanakan
kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk
penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai seperti
dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1150.2
Pegadaian didefinisikan sebagai “segala sesuatu yang menyangkut
tentang perusahaan gadai, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta
1 Bella Dina Putri Sukmasari, Kesesuaian Pelaksanaan Lelang Barang Jaminan Rahn
Bermasalah Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 (Studi
di Pt. Bank Bri Syariah Cabang Kota Malang) “Artikel Ilmiah”( Malang: Universitas
Brawijaya, 2013), h. 7. 2 Ahmad Supriyadi, Struktur Hukum Pegadaian Syariah Dalam Perspektif Hukum
Islam Dan Hukum Positif (SuatuTinjauan Yuridis NormatifTerhadap Praktek Pegadaian
Syariah di Kudus) Jurnal Penelitian Islam Vol. 3, No. 2, (Semarang: IAIN Walisongo Juli-
Desember 2010), h. 3.
54
tata cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.3
Pemahaman tentang pegadaian syariah dapat dilihat dari dua sisi, yaitu
dari sisi pegadaian syariah sebagai lembaga perum dan juga pegadaian
syariah dari sisi komersial atau menjalankan produk-produk yang di
keluarkan oleh lembaga tersebut.4 Lembaga keuangan yang bertugas
menyalurkan pinjaman atau kredit dengan jaminan benda benda
berharga Pegadaian sebagai ciri khusus dan misinya, yaitu penyaluran
pinjaman atas dasar hukum gadai dengan pasar sasaran masyarakat
golongan ekonomi lemah dan dengan cara mudah, cepat, aman, dan
hemat.5 Dengan demikian lembaga pegadaian merupakan lembaga yang
melakukan kegiatan hutang-piutang dengan adanya suatu jaminan
barang berharga (rahn), jaminan tersebut diperuntukkan untuk jaminan
utang yang diperoleh nasabah dari pegadaian dengan ketentuan pihak
pemilik barang tidak membayar bunga dari pinjaman yang diterimanya,
melainkan membayar biaya penitipan/biaya sewa (ujrah. Biaya
dimaksud digunakan sebagai biaya tempat penitipan dan asuransi barang
3Lastuti Abubakar, Pranata Gadai Sebagai Alternatif Pembiayaan Berbasis Kekuatan
Sendiri (Gagasan Pembentukan UU Pergadaian) “Mimbar Hukum Volume 24, Nomor 1”
(Bandung, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Februari 2012), h. 2. 4 Ahmad Supriyadi, Struktur Hukum Akad Rahn di Pegadaian Syariah Kudus “Jurnal
Penelitian Islam Vol. 5, No. 2” (Semarang: IAIN Walisongo juli-Desember 2012), h. 6. 5 Mukhlish Arifin Aziz, Analisis Pengaruh Tingkat Sewa Modal, Jumlah Nasabah,
Harga Emas dan Tingkat Inflasi Terhadap Penyaluran Kredit Gadai Golongan C (Studi Pada
PT Pegadaian Cabang Probolinggo) “Jurnal Ilmiah” (Malang: Universitas Brawijaya, 2013), h.
6-7
55
yang digadaikan.6Biaya ini merupakan biaya yang layak dan sesuai
dengan syariah. Skema operasional pegadaian syariah7
2. Perkembangan Pegadaian Syariah di Indonesia
Terbitnya PP Nomor 10 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan
menjadi tonggak awal kebangkitan pengadaian, satu hal yang perlu
dicermati bahwa PP Nomor 10 menegaskan misi yang harus diemban
oleh pengadaian untuk mencegah praktik riba. Banyak pihak
berpendapat bahwa operasionalisasi Pengadaian Pra Fatwa MUI tanggal
16 Desember 2003 tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep
syari’ah meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa
aspek yang menepis anggapan itu. Berkat Rahmat Alloh SWT dan
setelah melalui kajian panjang akhirnya disusunlah suatu konsep
pendirian unit layanan Gadai Syariah sebagai langakah awal
pembentukan divisi khusus yang menagani kegiatan usaha syariah.
6Irma Devita Purnamasari dan Suswinarno, Akad Syariah (Bandung : Kaifa, 2011), h.
132. 7 Ascarya, Akad dan Produk Bak Syariah (Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 2006) h.
110.
56
Konsep operasi Pengadaian Syariah mengacu pada sistem aadministrasi
modern yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas,yang
diselaraskan dengan nilai Islam.8
Konsep operasi pegadaian Islam mengacu pada sistem
administrasi modern yaitu asas rasionalitas, efisiensi, dan efektivitas
yang diselaraskan dengan nilai Islam.9 Fungsi operasi pengadaian
Syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pengadain
Syariah/Unit layanan Gadai Syariah itu (ULGS) sebagai satu unit
organisasi di bawah binaan Divisi Usaha lain Perum Pengadaian. ULGS
ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara stuktural terpisah
pengelolaanya dari usaha gadai konvensinal.
Pengadaian Syariah pertama kali berdiri di jakarta dengan nama
Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) cabang Dewi Sartika di bulan
Januari 2003. Menyusul kemudian pendirian ULGS di Surabaya,
Makassar, Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta di tahun yang sama
hingga Sepetember 2003. Masih di tahun yang sama pula, empat kantor
cabang pegadaian di Aceh dikonversi menjadi peadaian
Islam.10
Pegadaian syariah termasuk lembaga keuangan mikro11
yang
stabil dengan performa keuangan yang terus meningkat.12
8 Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan
Praktis, h. 275. 9 Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan
Praktis, h. 276. 10
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan
Praktis, h. 276. 11
Alasan penting/nilai strategis keuangan mikro: Pertama, penanggulan kemiskinan
harus dilakukan dengan cara berkelanjutan. Dua, proporsi terbesar orang miskin (92,7%) adalah
pengusaha mikro (economically active poor). Tiga, kebutuhan terbesar pengusaha mikro adalah
akses pada pelayanan keuangan. Empat, bank tidak mungkin mampu langsung mencapai usaha
57
3. Produk dan Jasa Pegadaian Syariah
Lembaga pegadaian syariah memiliki produk dan jasa yang
sejalan dengan misinya difokuskan untuk masyarakat menengah
kebawah. Adapun produk gadai syariah antara lain adalah
a. Rahn13
b. Arrum
c. Amanah
d. Mulia14
Disamping produk yang dimiliki pegadaian lembaga ini juga
memiliki jasa yang difungsikan untuk membantu masyarakat menengah
kebawah dalam membutuhkan pembiayaan, adpun jasa tersebut,
diantaranya:
a. Pemberian Pinjaman
b. Penaksiran Nilai harta benda
c. Penitipan barang berupa sewa (ijarah)
d. Gold Counte15
mikro kecuali melalui LKM. Lima, di Indonesia, keuangan mikro sudah mempunyai sejarah
panjang. Enam, rakyat sebenarnya memiliki potensi untuk mengembangkan lembaga keuangan
mikro (potensi simpanan dan pinjaman) lihat Baihaqi Abdul Majid, dkk. Pedoman Pendirian,
Pembinanaan dan Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro Baitul Maal Wat Tamwil (Jakarta:
Laznas BMT, 2010), h. 2. 12
Izzatul Mardhiah, Prinsip Keadilan Dalam Penetapan Biaya Ijarah Di Pegadain
Syariah “Disertasi”, h. 82 13
Yadi Janwari dan H.A. Djajuli, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat: Sebuah
Pengenalan,Edisi 1, Cetakan 1, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002), h. 80. Menyatakan
bahwa: Rahn sebagai produk pinjaman, berarti Pegadaian syariah hanya memperoleh imbalan
atas biaya administrasi, penyimpanan, pemeliharaan, dan asuransi marhun, maka produk rahn
ini biasanya hanya digunakan bagi keperluan fungsi sosial-konsumtif, seperti kebutuhan hidup,
pendidikan dan kesehatan. 14
Cahyusha Desmutya Herfika, Analisis Komparasi Mekanisme Produk Kredit Pada
Pegadaian Konvensional dan Pembiayaan Pada Pegadaian Syariah (Studi Pada PT Pegadaian
di Nganjuk dan Kediri) “Jurnal Ilmiah” (Malang: Universitas Brawijaya, 2013), h. 10.
58
Produk dan jasa yang dijalankan pegadaian syariah, operasional
gadai yang dijalankan berdasarkan atas tiga akad sejalan dengan akad-
akad transaksi syariah yaitu: akad qard, akad rahn, dan akad ijarah.
4. Gadai Emas di Pegadaian Syariah
Salah satu bentuk pertanggung-jawaban sosial bank dan lembaga
keuangan syariah lainnya termasuk didalamnya pegadaian adalah
memberikan pembiayaan kepada usaha mikro kecil menengah
(UMKM), mengingat UMKM ini merupakan cerminan dari
perekonomian rakyat, karena kelempok ini merupakan kelompok
dominan, bahkan mayoritas dalam struktur pelaku usaha di tanah air.16
Namun, tidak semua orang bisa mendapat pinjaman dari bank, kalau
tidak mempunyai jaminan yang memadai.17
Permasalahan pembiayaan
bagi usaha mikro kecil inilah yang menjadi fokus Perum Pegadaian.
Sejak semula, Perum Pegadaian memosisikan diri sebagai pembiayaan
bagi perorangan dan UMKM. Selain itu, pegadaian berfungsi sebagai
komplemen atau pelengkap bagi lembaga penyedia dana lainnya seperti
perbankan, pasar modal dan lembaga pembiayaan seperti leasing, modal
ventura, dan anjak piutang. Pegadaian menawarkan jasa pemberian
pinjaman dengan jaminan benda bergerak yang tunduk pada hukum
15
Cahyusha Desmutya Herfika, Analisis Komparasi Mekanisme Produk Kredit pada
Pegadaian Konvensional dan Pembiayaan pada Pegadaian Syariah (Studi Pada PT Pegadaian
di Nganjuk dan Kediri) “Jurnal Ilmiah”, h. 10. 16
Siti Aisyah, Preferensi Usaha Kecil dan Mikro di Pasar Baru Cikarang dalam
Memilih Akses Pembiayaan “Al-Iqtishad Vol. VI. 1”, (Jakarta: Universitas Islam Syarif
Hidayatullah, 2014), h. 2. 17
Muhammad, Lembaga-Lembaga Keuangan Umat Kontemporer, Ed.1, Cet.1,
(Yogyakarta : UII Press. 2000), h. 89.
59
gadai sebagai pilihan bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan baik
bersifat konsumtif maupun produktif.18
Secara fundamental terdapat beberapa karakteristik produk gadai
emas19
di pegadaian syariah yaitu : Kategori nasabah yang disajikan
sebagai target pinjaman dapat berupa nasabah perorangan
(berpenghasilan tetap atau badan usaha), jaminan menggunakan seluruh
jenis emas 18, 22, 23, 24 karat berupa perhiasan dan emas 24 karat
berupa latakan,20
yang dimaksud dengan perhiasaan adalah emas dalam
bentuk gelang, kalung, cincin, dan anting, untuk jumlah pinjaman yang
dapat diberikan kepada nasabah maksimum 80% dari nilai taksiran emas
atau maksimum 50% dari nilai taksiran, serta jumlah pembiayaan yang
diberikan adalah minimum Rp 1 juta dan maksimum Rp 250 juta dan
jangka waktu pembiayaan untuk setiap transaksi maksimal 4 bulan dan
dapat diperpanjang sesuai keperluan nasabah. Setiap usulan
perpanjangan dilakukan sebagai proses permohonan baru termasuk
proses penaksiran kembali atas emas21
18
Lastuti Abubakar, Pranata Gadai Sebagai Alternatif Pembiayaan Berbasis
Kekuatan Sendiri (Gagasan Pembentukan UU Pergadaian) “Mimbar Hukum Volume 24,
Nomor 1” (Bandung, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Februari 2012), h. 2. 19
Arrum Mahmudahningtyas Analisis Kesyariahan Transaksi Rahn Emas (Studi
Pada Pegadaian Syariah Cabang Landungsari Malang) “Jurnal Ilmiah Jurusan Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis”(Malang: Universitas Brawijaya, 2015) h. 6. Menyatakan bahwa:
Gadai Emas Syariah di Indonesia diselenggarakan oleh PT Pegadaian dan Bank Umum
Syariah atau Unit Usaha Syariah. 20
Pendapat lain dari karakter emas yang dijadikan jaminan lihat Melinda Sari dan
Ilyda Sudardjat, Persepsi Masyarakat Tentang Gadai Emas di Pegadaian Syariah Cabang Setia
Budi Medan “Jurnal Ekonomi dan Keuangan: Vol. 1, No. 2”, (t.t, Januari 2013), h. 23.
Menyatakan bahwa: pada umumnya 18 sampai 24 karat dengan nilai yang digadaikan adalah
minimal 5 gram dan pembiayaan atau jumlah pinjaman utang yang diberikan oleh lembaga
umumnya 80%-90% dari nilai taksiran. 21
Meilinda Sari dan Ilyda Sudardjat, Persepsi Masyarakat Tentang Gadai Emas di
Pegadaian Syariah Cabang Setia Budi Medan “Jurnal Ekonomi Dan Keuangan: Vol.1, No.2”
(t,t, t.t, Januari 2013), h. 23.
60
Karakteristik tersebut memberikan pemahaman bahwa
operasional Pegadaian nasabah berupa perorangan, besaran pembiayaan
50%-80% dari nilai taksiran menunjukkan bahwa pegadaian belum bisa
memberikan pembiayaan dari nilai taksiran sampai 100%, besaran
berkisar dari 1jt sampai dengan 250jt menunjukkan bahwa pegadaian
masih memegang pada masyarakat ekonomi menengah kebawah.
B. Profil Pegadaian Syariah Sampang Madura
1. Sejarah Perusahaan
a. Sejarah Hukum Pegadaian
Tanggal 1 April 2012 merupakan tonggak sejarah bagi
seluruh Insan Pegadaian. Pada tanggal tersebut, perusahaan resmi
berubah status badan hukum dari Perusahaan Umum (Perum)
menjadi Perseroan Terbatas (PT). Perubahan status badan hukum
tersebut tidak sekedar perubahan struktur modal namun
mempengaruhi mekanisme pengelolaan perusahaan dalam
pencapaian tujuan perusahaan. Perusahaan dituntut untuk semakin
meningkatkan kinerja perusahaan dalam pasar (Market) yang
semakin kompetitif dalam rangka menciptakan nilai tambah (added
value) baik bagi pemegang saham (shareholder) dan mengakomodasi
pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan (stakeholder).22
Dalam persaingan usaha yang semakin ketat saat ini, setiap
perusahaan dituntut memiliki keunggulan kompetitif untuk
22
Rangkuman dari http://www.pegadaian.co.id/page/view/17, Di akses 12 April 2016
61
memenangkan persaingan tersebut. Keunggulan tersebut dapat
berupa keunggulan secara produk, sistem distribusi, pelayanan,
dukungan informasi teknologi dan sebagainya. Namun tidak kalah
penting juga adalah keunggulan softstructure berupa pengelolaan
perusahaan yang baik, budaya kerja yang kuat, kompetensi SDM dan
nilai-nilai perusahaan yang mampu mengikat loyalitas nasabah dan
masyarakat secara luas. Pedoman standar etika perusahaan INTAN
(Code of Conduct) adalah sekumpulan komitmen yang terdiri dari
Budaya Perusahaan INTAN serta standar etika perusahaan PT
Pegadaian (Persero) yang membentuk dan mengarah kesesuaian
tingkah laku sehingga sesuai dengan budaya dan nilai-nilai
perusahaan. Code of Conduct berlaku untuk seluruh individu yang
bertindak atas nama PT Pegadaian (Persero), Anak Perusahaan,
Pemegang Saham serta menjadi acuan seluruh stakeholders atau
mitra kerja yang melakukan transaksi bisnis dengan nama PT
Pegadaian (Persero).23
b. GCG Pegadaian
PT Pegadaian (Persero) menyadari bahwa penerapan GCG
secara sistematis dan konsisten merupakan kebutuhan yang harus
dilaksanakan. Penerapan GCG pada Perseroan diharapkan dapat
memacu perkembangan bisnis, akuntabilitas serta mewujudkan nilai
23
Rangkuman dari http://www.pegadaian.co.id/page/view/17, Di akses 12 April 2016
62
pemegang saham dalam jangka panjang tanpa mengabaikan
kepentingan stakeholders lainnya.24
Good Corporate Governance Perseroan ini merupakan
penjabaran dari kaidah -kaidah Good Corporate Governance,
Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor Per-
01/MBU/2011 tanggal 1 Agustus 2011 tentang penerapan tata kelola
perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) pada Badan
Usaha Milik Negara, Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, Regulasi di bidang Pasar Modal, Anggaran
Dasar Perseroan, Visi dan Misi Perseroan serta Praktik-Praktik
terbaik dalam Good Corporate Governance.25
Pelaksanaan GCG yang baik membutuhkan check and
balance pada setiap proses bisnis di tiap level maupun fungsi,
sehingga pengelolaan Perseroan yang berdasarkan prinsip-prinsip
GCG dapat terwujud dan dengan peraturan ini mampu mendorong
Insan Perseroan untuk mencapai visi,misi dan tujuan Perseroan.26
Implementasi Panduan GCG dilaksanakan secara konsisten
dengan didukung adanya laporan dari masing-masing unit kerja
secara berkala mengenai implementasi panduan dan dikaitkan
dengan sistem reward and punishment yang dikembangkan oleh
Perseroan bagi satuan kerja maupun individu Karyawan. SPI
melakukan pemantauan atas tindak lanjut penerapan GCG di
24
Rangkuman dari http://www.pegadaian.co.id/page/view/17, Di akses 12 April 2016 25
Rangkuman dari http://www.pegadaian.co.id/page/view/17, Di akses 12 April 2016 26
Rangkuman dari http://www.pegadaian.co.id/page/view/17, Di akses 12 April 2016
63
Perseroan dan memberikan usulan perubahan/revisi atas Panduan
Good Corporate Governance ini kepada Direksi dan tembusan
kepada Dewan Komisaris.27
Perseroan memberikan kesempatan kepada Insan Perseroan
dan stakeholder lainnya untuk dapat menyampaikan laporan
mengenai dugaan pelanggaran terhadap Panduan Good Corporate
Governance kepada satuan kerja atau tim yang ditunjuk Perseroan
melalui surat, kotak pengaduan atau media lainnya yang disediakan
oleh Perseroan untuk kepentingan pelaporan pelanggaran.
Penyediaan media tersebut dimaksudkan untuk menyampaikan
dugaan pelanggaran terhadap Panduan Good Corporate Governance
dan bukan untuk menyampaikan keluhan pribadi pelapor.28
Setiap identitas pelapor harus disebutkan secara jelas.
Perseroan akan memberikan perlindungan bagi pelapor. Perseroan
mengembangkan sistem pelaporan pelanggaran (Whistleblowing
system).29
c. Pengendalian Gratifikasi
PT Pegadaian (Persero) dalam setiap pelaksanaan kegiatan
usahanya harus selalu berpedoman pada prinsip-prinsip Good
Corporate Governance yang salah satunya menghindari praktik-
praktik gratifikasi. Dalam kegiatan bisnis, pada umumnya
perusahaan tidak terlepas dari hubungan dan interaksi antara para
27
Rangkuman dari http://www.pegadaian.co.id/page/view/17, Di akses 12 April 2016 28
Rangkuman dari http://www.pegadaian.co.id/page/view/17, Di akses 12 April 2016 29
Rangkuman dari http://www.pegadaian.co.id/page/view/17, Di akses 12 April 2016
64
pihak baik internal maupun eksternal yang saling menjalin kerja
sama yang harmonis, serasi dan berkesinambungan dengan tidak
melupakan etika dan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang
baik.30
Dalam hubungan bisnis, terdapat praktik kegiatan kerja yang
tidak terhindarkan yaitu adanya penerimaan, pemberian, dan
permintaan gratifikasi dari satu pihak kepada pihak lainnya. Hal-hal
yang terkait dengan penerimaan, pemberian, dan permintaan
gratifikasi dan tatacara/mekanisme pelaporannya di lingkungan
Perusahaan telah diatur dalam pedoman pengendalian Gratifikasi.
Hal ini penting dibudayakan di lingkungan Perusahaan sebagai suatu
proses pembelajaran bagi insan Perusahaan dalam mewujudkan
Insan Perusahaan yang mempunyai harkat, martabat dan citra yang
tinggi dalam hubungan bisnis dengan para Stakeholder.31
Pengendalian Gratifikasi Perseroan ini merupakan
penjabaran dari undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Peraturan Menteri Badan
Usaha Milik Negara Nomor Per-01/MBU/2011 tanggal 1 Agustus
2011 tentang penerapan tata kelola perusahaan yang baik (Good
Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara, Undang-
undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Regulasi
30
Rangkuman dari http://www.pegadaian.co.id/page/view/17, Di akses 12 April 2016 31
Rangkuman dari http://www.pegadaian.co.id/page/view/17, Di akses 12 April 2016
65
di bidang Pasar Modal, Anggaran Dasar Perseroan, Visi dan Misi
Perseroan serta nilai-nilai budaya Perusahaan.32
Pelaksanaan pengendalian gratifikasi yang baik
membutuhkan check and balance pada setiap proses bisnis di tiap
level maupun fungsi, sehingga pengelolaan Perseroan yang
berdasarkan pedoman pengendalian gratifikasi dapat terwujud dan
dengan peraturan ini mampu mendorong Insan Perseroan untuk
mencapai visi,misi dan tujuan Perseroan. SPI melakukan
pemantauan atas tindak lanjut penerapan pengendalian gratifikasi di
Perseroan dan memberikan usulan perubahan/revisi atas Pedoman
Gratifikasi kepada Direksi dan tembusan kepada Dewan
Komisaris.33
Perseroan memberikan kesempatan kepada Insan Perseroan
dan stakeholder lainnya untuk dapat menyampaikan laporan
mengenai dugaan pelanggaran terhadap Pedoman Pengendalian
Gratifikasi kepada satuan kerja atau tim yang ditunjuk Perseroan
melalui surat, kotak pengaduan atau media lainnya yang disediakan
oleh Perseroan untuk kepentingan pelaporan pelanggaran.
Penyediaan media tersebut dimaksudkan untuk menyampaikan
dugaan pelanggaran terhadap Pengendalian Gratifikasi dan bukan
untuk menyampaikan keluhan pribadi pelapor. Setiap identitas
32
Rangkuman dari http://www.pegadaian.co.id/page/view/17, Di akses 12 April 2016 33
Rangkuman dari http://www.pegadaian.co.id/page/view/17, Di akses 12 April 2016
66
pelapor harus disebutkan secara jelas. Perseroan akan memberikan
perlindungan bagi pelapor.34
Implementasi Pengendalian Gratifikasi dilaksanakan secara
konsisten dan bersifat wajib dengan didukung adanya laporan dari
masing-masing unit kerja mulai dari jajaran Direksi sampai pegawai
level terendah secara berkala. Implementasi pengendalian gratifikasi
dikaitkan dengan sistem reward dan punishment yang dikembangkan
oleh Perseroan bagi satuan kerja maupun individu Karyawan.35
2. Produk-produk Pembiayaan Pegadaian Syariah Sampang
a. Pembiayaan Gadai Emas Syariah
Pembiayaan rahn dari Pegadaian Syariah adalah solusi tepat
kebutuhan dana cepat yang sesuai syariah. Prosesnya cepat hanya
dalam waktu 15 menit dana cair dan aman penyimpanannya. Jaminan
berupa barang perhiasan, elektronik atau kendaraan bermotor.36
Keunggulan :
1) Layanan rahn tersedia di Outlet Pegadaian Syariah di seluruh
Indonesia.
2) Prosedur pengajuannya sangat mudah. Calon nasabah atau
debitur hanya perlu membawa agunan berupa perhiasan emas
dan barang berharga lainnya ke outlet Pegadaian.
3) Proses pinjaman sangat cepat, hanya butuh 15 menit.
34
Rangkuman dari http://www.pegadaian.co.id/page/view/17, Di akses 12 April 2016 35
Rangkuman dari http://www.pegadaian.co.id/page/view/17, Di akses 12 April 2016 36
Rangkuman dari http://www.pegadaian.co.id/page/view/17, Di akses 12 April 2016
67
4) Pinjaman (Marhun Bih) mulai dari 50 ribu rupiah sampai 200
juta rupiah atau lebih.
5) Jangka waktu pinjaman maksimal 4 bulan atau 120 hari dan
dapat diperpanjang dengan cara membayar ijaroh saja atau
mengangsur sebagian uang pinjaman.
6) Pelunasan dapat dilakukan sewaktu-waktu dengan perhitungan
ijaroh selama masa pinjaman.
7) Tanpa perlu membuka rekening.
8) Nasabah menerima pinjaman dalam bentuk tunai.
9) Barang jaminan tersimpan aman di Pegadaian.
Persyaratan:
a) Fotocopy KTP atau identitas resmi lainnya.
b) Menyerahkan barang jaminan.
c) Untuk kendaraan bermotor membawa BPKB dan STNK asli.37
b. Amanah
Pembiayaan amanah dari Pegadaian Syariah adalah
pembiayaan berprinsip syariah kepada pegawai negeri sipil dan
karyawan swasta untuk memiliki motor atau mobil dengan cara
angsuran.
Keunggualan:
1) Layanan amanah tersedia di outlet Pegadaian Syariah di Seluruh
Indonesia.
2) Prosedur pengajuan cepat dan mudah.
37
Brosur Pegadaian Syariah Sampang, 2013-2016
68
3) Uang muka terjangkau.
4) Biaya administrasi murah dan angsuran tetap.
5) Jangka waktu pembiayaan mulai dari 12 bulan sampai dengan 60
bulan.
6) Transaksi sesuai prinsip syariah yang adil dan menenteramkan.38
Persyaratan:
a) Pegawai tetap suatu instansi pemerintah/swasta minimal
telah bekerja selama 2 tahun.
b) Melampirkan kelengkapan:
(1) Fotokopi KTP (suami/isteri)
(2) Fotokopi Kartu Keluarga
(3) Fotokopi SK pengangkatan sebagai pegawai / karyawan
tetap
(4) Rekomendasi atasan langsung
(5) Slip gaji 2 bulan terakhir
(6) Mengisi dan menandatangani form39
c. Arum
Pembiayaan arrum pada Pegadaian Syariah memudahkan para
pengusaha kecil untuk mendapatkan modal usaha dengan jaminan
BPKB dan emas. Kendaraan tetap pada pemiliknya sehingga dapat
digunakan untuk mendukung usaha sehari-hari. Maksimalkan daya
guna kendaraan anda.
38
Rangkuman dari http://www.pegadaian.co.id/page/view/17, Di akses 12 April 2016 39
Rangkuman dari http://www.pegadaian.co.id/page/view/17, Di akses 12 April 2016
69
Keunggulan:
1) Layanan arrum tersedia di outlet Pegadaian Syariah di Seluruh
Indonesia.
2) Prosedur pengajuan Marhun Bih (pinjaman) cepat dan mudah.
3) Agunan cukup BPKB kendaraan bermotor.
4) Proses Marhun Bih (pinjaman) hanya butuh 3 hari, dan dana
dapat segera cair.
5) Ijaroh relatif murah dengan angsuran tetap per bulan.
6) Pilihan jangka waktu pinjaman dari 12, 18, 24, 36 bulan.
7) Pelunasan dapat dilakukan sewaktu-waktu.40
d. Emas Mulia
Mulia adalah layanan penjualan emas batangan kepada
masyarakat secara tunai atau angsuran dengan proses mudah dan
jangka waktu yang fleksibel. Mulia dapat menjadi alternatif pilihan
investasi yang aman untuk mewujudkan kebutuhan masa depan,
seperti menunaikan ibadah haji, mempersiapkan biaya pendidikan
anak, memiliki rumah idaman serta kendaraan pribadi.41
Keunggulan:
1) Proses mudah dengan layanan professional.
2) Alternatif investasi yang aman untuk menjaga portofolio aset.
3) Sebagai aset, emas batangan sangat likuid untuk memenuhi
kebutuhan dana mendesak.
40
Rangkuman dari http://www.pegadaian.co.id/page/view/17, Di akses 12 April 2016 41
Rangkuman dari http://www.pegadaian.co.id/page/view/17, Di akses 12 April 2016
70
4) Tersedia pilihan emas batangan dengan berat mulai dari 5 gram
s.d. 1 kilogram.
5) Emas batangan dapat dimiliki dengan cara pembelian tunai,
angsuran, koletif (kelompok), ataupun arisan.
6) Uang muka mulai dari 10% s.d. 90% dari nilai logam mulia.
7) Jangka waktu angsuran mulai dari 3 bulan s.d. 36 bulan.
C. Operasional Bank Syariah
1. Pengertian Bank Syariah
Berkaitan dengan praktik muamalah saat ini banyak
dikembangkan dalam berbagai lembaga keuangan syariah, salah satunya
adalah perbankan syariah. Perkembangan perbankan syariah di
Indonesia begitu cepat dan pesat. Seiring dengan pesatnya
perkembangan itu, sebagian Dalam bidang ekonomi, Islam menetapkan
aturan komprehensif tentang keterkaitan antara dua orang yang
melakukan transaksi melalui adanya hukum-hukum agama tentang
masalah itu. Aturan tersebut merupakan rambu-rambu tentang
bagaimana mencari dan mengembangkan harta sekaligus pengalokasian
dan pem-belanjaannya.42
Menurut Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang perbankan
syariah menyatakan bahwa perbankan syariah adalah segala sesuatu
yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah,
42
Taufiqul Hulam , Jaminan dalam Transaksi Akad Mudharabah Pada Perbankan
Syariah “Mimbar Hukum Volume 22, Nomor 3” (Fakultas Hukum Universitas Lancang
Kuning, Oktober 2010), h. 522.
71
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya.43
Bank syariah adalah bank yang
kegiatan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah maka dapat
dikatakan sebagai perbankan syariah,44
dan menurut jenisnya terdiri atas
Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.45
Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan pembiyaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas
pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan
dengan prinsip syariat Islam.46
Berdasarkan definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa bank syariah merupakan lembaga keuangan yang
operasionalnya sesuai dengan ketetuan syariah Islam. Perbankan syariah
memberikan layanan bebas-bunga kepada para nasabahnya. Pembayaran
dan penarikan bunga dilarang dalam semua bentuk transaksi. Islam
melarang kaum muslim menarik atau membayar bunga (riba).
Pelarangan inilah yang membedakan sistem perbankan syariah dengan
sistem perbankan konvensional. Meskipun sebelumnya terjadi
perdebatan mengenai apakah riba47
ada kaitannya dengan bunga
43
Undang-Undang RI No. 21 Tentang Perbankan Syariah (t.t, t.p, t.t), h. 2. 44
Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia (Yogyakarta:
Anggota IKAPI, 2008), h. 17. 45
Undang-Undang RI No. 21 Tentang Perbankan Syariah (t.t, t.p, t.t), h. 3. 46
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah (Yokyakarta: Ekosia Kampus
Fakultas Ekonomi UII, 2008), h. 1. 47
Mohd Yahya Mohd Hussin dan Joni Tamkin Borhan, Analisis Perkembangan
Pasaran Saham Islam Di Malaysia Shariah “Journal , Vol. 17, No. 3 (2009) 431-456” h. 440.
Menyatakan bahwa: Pengharaman kegiatan yang melibatkan riba adalah sesuatu yang pasti dan
kekal dalam Islam walaupun apa nama yang diberikan untuk menggantikan perkataan riba. Ini
memandangkan kegiatan riba mempunyai banyak kesan kepada ketidakadilan dalam ekonomi
dan merupakan satu penindasan yang amat ketara.
72
(interest) atau tidak, namun sekarang nampaknya ada konsensus di
kalangan ulama bahwa istilah riba meliputi segala bentuk bunga.48
Bunga dalam perbankan dianggap riba Praktek sistem bunga dan
akibatnya.Sistem bunga yang dimaksud adalah tambahan pembayaran atas
pokok pinjaman, yang besar-nya telah ditetapkan di muka, biasanya diten-
tukan dalam bentuk presentase (%) dan terus dikenakan selama masih ada
sisa pinjaman.49
Operasional bank syariah harus memiliki nilai tambah50
yang membedakan dengan bank konvensional. Untuk menjamin agar
semua produk dan transaksi keuangan syariah (LKS) sesuai dengan
syariah, terdapat tiga mata rantai kegiatan yang saling berkaitan, yaitu:
penyediaan fatwa ulama sebagai rambu-rambu syariah, akomodasi fatwa-
fatwa itu ke dalam berbagai peraturan pandangan dan regulasi, serta
pengawasan atas LKS agar produk dan transaksinya senantiasa sesuai
dengan prinsip syariah.51
Ekonomi syariah juga dapat dianggap sebagai
sebuah sistem, yakni sejumlah refleksi dan institusi yang berupaya
48
Toni Prasetyo Utomo, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan
Nasabah dalam Memilih Jasa Perbankan Syariah (Studi Pada Bank Syariah Mandiri, Kantor
Cabang Malang) Jurnal Ilmiah (Malang: Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Universitas Brawijaya 2014), h. 6. 49
Maslihati Nur Hidayati, Dewan Pengawas Syariah dalam Sistem Hukum
Perbankan: Studi Tentang Pengawasan Bank Berlandaskan Pada Prinsip-Prinsip Islam “Lex
Jurnalica Vol.6 No.1” (Jakarta: Universitas Al-Azhar Indonesia, Desember 2008), h. 65. 50
Rezeki Aji Dedi Mulawarman, Eksistensi Laporan Nilai Tambah Syari’ah Berbasis
Rezeki “Artikel Simposium Nasional Akuntansi (Sna) Ke Xi” (Pontianak: Universitas
Cokroaminoto Yogyakarta 23-24 Juli 2008), h. 3.Menyatakan bahwa: nilai tambah syari’ah
(baik ekonomi, mental dan spiritual) harus memenuhi prinsip halal, thoyib dan bebas riba. 51
M. Atho Mudzhar, Esai-Esai Sejarah Sosial Hukum Islam (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2014), h. 91-92.
73
mendesain orientasi dan perangkat yang dibutuhkan dibutuhkan untuk
merealisasikan tujuan ekonomi syariah.52
Seiring berkembangnya keuangan syariah, beberapa lembaga
syariah yang ada di Indonesia telah banyak terjun di pasar pegadaian
dengan menjalankan prinsip syariah. Ada lembaga pegadaian syariah yang
berdiri sendiri bahkan ada bank syariah yang bekerja sama dengan Perum
Pegadaian membentuk Unit Layanan Gadai Syariah di beberapa kota di
Indonesia beberapa bank umum syariah lainnya menjalankan kegiatan
pegadaian syariah sendiri. Pada perbankan syariah, aplikasi gadai
digunakan: Sebagai produk, yaitu sebagai alternatif dari pegadaian
konvensional dimana dalam gadai syariah nasabah tidak dibebani bunga
tetap, melainkan hanya dikenakan biaya penitipan, pemeliharaan,
penjagaan, serta penaksiran.53
2. Perkembangan dan Regulasi Bank Syariah di Indonesia
Lahirnya Bank Syariah pastilah dilandasi dari paradigma
Rahmatan Lil Alamin, dengan landasan hukum tertinggi adalah Al-
Qur’an,Hadist, Ijtihad, Ijma’, maupun Qiyas. Kegiatan usaha bank,
kalau ditinjau dari tatacara bermuamalat secara Islami mengandung
52
Hasbi Hasan, Pemikiran dan Perkembangan Hukum Ekonomi Syariah di Dunia Islam
Kontemporer h. 30. 53
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta : Kencana, 2009), h.
393.
74
unsur-unsur yang dilarang, yaitu riba. Unsur riba ini harus ditinggalkan,
karena hukumnya adalah haram.54
Adanya tuntutan perkembangan maka Undang-Undang
Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 kemudian direvisi menjadi Undang-
Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998. Undang-Undang ini
melakukan revisi beberapa pasal yang dianggap penting. Salah satu
perubahannya adalah pada pasal 1 ayat 13 berbunyi “ Prinsip syariah
adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak
lain untuk menyimpan dana dan pembiayaan kegiatan usaha, atau
kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain
pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (Mudharabah), Pembiayaan
berdasarkan prinsip penyertaan modal (Musyarakah), Prinsip jual beli
barang dengan memperoleh keuntungan (Murabahah), atau pembiayaan
barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpapilihan (Ijarah),
atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang
disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).55
UU
Perbankan merupakan suatu evolusi perkembangan pengaturan pada
sistem perbankan nasional dengan diberlakukannya sistem perbankan
syariah sebagai alternatif dari sistem perbankan konvensional. Alternatif
sistem tersebut yang kemudian disebut sebagai dual banking system,
54
Chrisna Suhendi, Kritik Untuk Bank Syariah(Antara Harapan, Kenyataan dan
Paradigma Rahmatan Lil Alamin) Jurnal Fokus Ekonomi (Fe), Vol.7, No. 1 Issn: 1412-3851
(Semarang: Fakultas Ekonomi Unissula April 2008), h. 52–57. 55
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Yogyakarta : Ekonisia, 2005 ), h. 6.
75
yaitu, bank syariah sebagai alternatif dari bank konvensional yang
berjalan beriringan dan bersamaan dalam sistem perbankan nasional.56
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia meskipun secara
formal baru dimulai dari tahun 1992, akan tetapi perkembangan
perbankan Islam di Tanah Air sebenarnya sudah mulai secara formal dan
informal jauh sebelum tahun tersebut.57
Perkembangan tersebut terlihat
dengan lahirnya tiga bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) di Jawa
Barat pada tahun 1991. Bank syariah secara nasional mulai lahir pertama
kali pada tahun 1991 dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia
(BMI) dan mulai resmi beroperasi pada tanggal 1 Mei 1992. Kemudian
setelah UU No.7 Tahun 1992 diganti dengan UU No.10 tahun 1998
yang mengatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang
dapat dioperasikan dan dijalankan oleh bank syariah, maka bank syariah
mulai menunjukkan perkembangannya. Undang-undang ini, yang
disusul dengan Surat Keputusan Direksi BI, PRI No.4/1/P13I/2002
tanggal 27 Maret 2002, memberikan arahan bagi bank konvensional
untuk membuka cabang syariah atau mengkonversikan diri menjadi
bank syariah. Lahirnya landasan yuridis yang menerapkan sistem.58
Kebangkitan ekonomi syariah ini tentu saja tidak hanya
berkaitan dengan sektor-sektor perekonomian yang semakin meluas
56
Sutan Remi Sjahdeini, Perbankan Syariah, Produk-Produk dan Aspek-Aspek
Hukumnya, (Jakarta: Kencana Prenada Media, Cetakan Kesatu, 2014), h. 105-110. 57
Nurul Huda dan Muhammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis
dan Praktis (Jakarta: Kencana, 2010), h. 29. 58
Arif Pujiyono, Posisi dan Prospek Bank Syariah dalam Dunia Usaha Perbankan
“Jurnal Dinamika Pembangunan Vol. 1, No. 1/Juli” (Semarang: Universitas Diponogoro, 2004:
45-58) h. 50.
76
melebar ke berbagai ranah kehidupan. Tetapi yang lebih penting juga
terjadinya peningkatan kesadaran masyaralat dalam berekonomi dan
berbisnis dari yang ribawi beralih menuju kebisnis yang berbasis
Islami.59
3. Kerangka Dasar Produk dan Inovasi Produk Bank Syariah
Pengembangan inovasi produk keuangan syariah perbankan
syariah harus dirancang instrumennya dan sesuai dengan standar
internasional60
Permasalahan inovasi produk juga bermunculan seiring
dengan perkembangan bank syariah, dimana pengembangan dan inovasi
produk bank syariah belum mampu menjawab kebutuhan pasar dan
berdaya saing tinggi. Sebagai contoh, adanya produk rahn (gadai emas)
di bank syariah justru menjadi instrumen yang bersinggungan dengan
pegadaian syariah, dimana Bank Indonesia memberikan warning
terhadap keberadaan dan fungsi bank syariah Pengembangan dan inovasi
produk belum melalui proses inovasi produk, yaitu inovasi produk
belum dikembangkan dengan dukungan teknologi informasi dan
telekomunikasi, dalam pengembangan produk maka transaksi perbankan
harus dilakukan secara elektronik karena merupakan kebutuhan
masyarakat atau konsumen, pengembangan dan inovasi produk
59
Nurul Ichsan, Pengelolaan Likuiditas Bank Syariah “Al-Iqtishad Vol. VI. 1”,
(Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), h. 98. 60
Agus Triyanta, Implementasi Kepatuhan Syariah dalam Perbankan Islam (Syariah)
(Studi Perbandingan antara Malaysia dan Indonesia), “Jurnal Hukum No. Edisi Khusus Vol.
16, Oktober 2009”, h. 217.
77
haruslah61
disesuaikan dengan karakter bisnis di sektor riil dan inovasi
produk diperlukan efisiensi dan efektivitas dalam mengembangkan
produk bank syariah. Perlu juga dipertimbangan aspek inovasi bisnis,
yaitu kebutuhan customer secara komprehensif, harga yang kompetitif,
serta kemasan produk yang inovatif sesuai standar internasional62
Kerangka dasar produk di dalam lembaga perbankan syariah
dibagi menjadi tiga bagian yaitu: Produk penyaluran dana, produk
penghimpunan dana dan produk yang berkaitan dengan jasa yang
diberikan perbankan kepada nasabahnya.63
Dalam rangka mendukung
pengembangan ekonomi, lembaga perbankan syariah dapat berperan
sebagai intermediasi antara unit-unit ekonomi yang mempunyai
kelebihan dana (surplus of funds) dengan unit-unit yang mengalami
kekurangan dana (lack of funds).64
Untuk menjalankan fungsi
intermediasi, perbankan syariah akan melakukan kegiatan usaha berupa
penghimpunan dana, penyaluran dana, serta menyediakan berbagai jasa
transaksi keuangan kepada masyarakat:
a. Produk Penghimpunan Dana
Penghimpunan dana merupakan aktivitas Bank Syariah
dalam menghimpun dana dari masyarakat yang ditujukan untuk
mobilisasi investasi tabungan untuk membangun perekonomian
61
Budi Sukardi, Kepatuhan Syariah (Shariah Compliance) Dan Inovasi Produk Bank
Syariah di Indonesia (IAIN Surakarta, t.t), h. 8. 62
Dato’ Sri Zukri Samat, Asia’s Growth And Innovation In The New Financial Order:
Sustainable Growth Paradigm For Islamic Finance, Asian Finance Forum 2011 (Laguna Resor
Bali, 24-25 November 2011), h. 20. 63
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah (Jakarta : PT Grafindo Persada, 2008) h.
111. 64
Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, h. 285.
78
dengan cara yang adil,65
yang mana dalam bank konvensional
dikenal dengan bentuk tabungan, deposito dan giro yang lazim
disebut dengan dana pihak ketiga, sedangkan dalam bank syariah,
penghimpunan dana dari masyarakat dilakukan tidak membedakan
nama produk, tetapi melihat pada prinsip yaitu prinsip wadi’ah dan
prinsip mudharabah.66
Produk-produk bank syariah ditujukan untuk
mobilisasi dan investasi tabungan untuk pembangunan
perekonomian dengan cara yang adil sehingga keuntungan yang adil
dapat dijamin bagi semua pihak. Tujuan mobilisasi dana merupakan
hal penting karena Islam secara tegas mengutuk penimbunan
tabungan dan menuntut penggunaan sumber dana secara produktif
dalam rangka mencapai tujuan sosial ekonomi Islam. Dalam hal ini,
bank syariah melakukannya tidak dengan prinsip bunga (riba),
melainkan dengan prinsip-prinsip yang sesuai dengan syariat Islam,
terutama wadi’ah (titipan), qard (pinjaman) mudharabah (bagi
hasil), dan ijarah.
Secara garis besar produk penghimpun dana syariah terbagi
dalam dua prinsip, yaitu:
1) Prinsip wadi’ah
Prinsip wadi’ah adalah titipan dimana pihak pertama
menitipkan dana atau benda kepada pihak kedua selaku penerima
titipan dengan konsekuensi titipan tersebut sewaktu-waktu dapat
65
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, h. 112. 66
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, h.113.
79
diambil kembali, dimana penitip dapat dikenakan biaya
penitipan.67
Namun, oleh karena dana dititipkan diperkenankan
untuk diputar maka oleh bank syariah kepada penyimpan dana
dapat diberikan bonus sesuai dengan sejumlah dana yang ikut
berperan didalam pembentukan laba bagi bank syariah.68
Berdasarkan kewenangan yang diberikan maka wadi’ah
dibedakan menjadi wadi’ah yad dhamanah yang berarti
penerima titipan berhak mempergunakan dana/barang titipan
untuk didayagunakan tanpa ada kewajiban penerima titipan
untuk memberikan imbalan kepada penitip dengan tetap pada
kesepakatan dapat diambil pada setiap saat diperlukan, sedang di
sisi lain wadi’ah yad amanah tidak memberikan kewenangan
kepada penerima titipan untuk mendayagunakan barang atau
dana yang dititipkan.69
2) Prinsip mudharabah70
Prinsip mudharabah merupakan simpanan dengan konsep
bagi hasil, dimana dalam pengaplikasiannya prinsip
mudharabah, penyimpan deposan bertindak sebagai shahibul
maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib
(pengelola).71
Dana tersebut digunakan bank untuk membiayai
pembiayaan murabahah atau ijarah, pembiayaan mudharabah
67
Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan h. 97. 68
Muhamad Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin pada Bank Syariah
(Yogyakarta: UII Press, 2004), h. 6. 69
Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, h. 97. 70
Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, h. 113. 71
Ramzi A. Zuhdi, Perbankan Syariah.(Jakarta: Bank Indonesia, 2007).h. 50.
80
dan lain-lain. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkan
nisbah yang disepakati. Dalam hal bank menggunakannya untuk
pembiayaan mudaharabah, maka bank bertanggung jawab penuh
atas kerugian yang terjadi, prinsip ini diaplikasikan pada produk
tabungan berjangka dan deposito berjangka.72
Selanjutnya, prinsip mudharabah yaitu perjanjian antara
dua pihak di mana pihak pertama sebagai pemilik dana atau
sahibul maal dan pihak kedua sebagai pengelola dana atau
mudharib untuk mengelola suatu kegiatan ekonomi dengan
menyepakati nisbah bagi hasil atas keuntungan yang akan
diperoleh, jika terjadi kerugian, maka ditutupi dengan laba yang
diperoleh.73
Namun, apabila dalam akad mudharabah tidak
mendapatkan laba sama sekali atau mengalami kerugian, maka
mudharib (pengelola dana) tidak berhak diberi upah atas
usahanya, dana shahibul maal (pemilik dana) tidak berhak
menuntut kerugian kepada mudharib.Demikian jika kerugian
tidak disebabkan kelalaian dari pihak pengelola.74
Dengan kata
lain, jika kerugian itu disebabkan karena kelalaian pihak
pengelola maka, mudharib berhak menuntut kerugian atas semua
kerugian yang ditanggung.
Berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada
mudharib, ada dua jenis mudharabah, yaitu :
72
Ramzi A. Zuhdi, Perbankan Syariah h. 50. 73
Dumairi Nor, Ekonomii Syariah Versi Salaf, (Pasuruan : Pustaka Sidogiri, 2008) h.
9. 74
Dumairi Nor, Ekonomii Syariah Versi Salaf, h. 10.
81
1) Mudharabah muthlaqoh (investasi tidak terikat atau
unrestricted invesment) di sini mudharib diberikan
kewenangan sepenuhnya untuk menentukan pilihan investasi
yang dikehendaki, aplikasi dalam perbankan yaitu deposito,
tabungan.75
2) Mudharabah muqayyadah (investasi terikat atau restricted
investment) arahan investasi ditentukan oleh pemilik dana,
sedangkan mudharib bertindak sebagai pelaksana atau
pengelola. Pada jenis ini dibagi menjadi dua76
yaitu :
a) Mudharabah muqayyadahon balance sheet
Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus
(restricted investment) pemilik dana dapat menetapkan
syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank
b) Mudharabah muqayyadah of balance sheet
Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana
mudharabah langsung kepada pelaksana usaha, bertindak
sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan
antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana
dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus
dipatuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang
akan dibiayai dan pelaksana usahanya.77
75
Ramzi A. Zuhdi, Perbankan Syariah. h. 54. 76
Ramzi A. Zuhdi, Perbankan Syariah h. 55. 77
Ramzi A. Zuhdi, Perbankan Syariah h. 55.
82
Selanjutnya produk pembiayaan tidak terbatas pada utang-
piutang sebagaimana dikenal dalam konsep kredit, melainkan berupa
bagi hasil, jual beli, pinjam-meminjam, dan sewa-menyewa dengan
berbagai bentuk akad sesuai transaksi yang diterapkan.78
Produk
pembiayaan atau yang dikenal dengan penyaluran dapat dibagi sebagi
beikut:
b. Produk Penyaluran Dana
Dalam menyalurkan dananya bank syariah membagi produk
pembiyaan menjadi tiga kategori berdasarkan tujuan penggunaanya.
Tiga kategori tersebut adalah:
1) Pembiayaan dengan Prinsip Jual-Beli
Prinsip jual beli ini merupakan perpindahan
kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Biasanya
tingkat keuntungan bank ditentukan di depan saat akad
berlangsung dan menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang
dijual.79
Macam-macam pembiyaan jenis ini seperti:
a) PembiayaanMurabahah
Merupakan transaksi jual beli, bank menyebutkan
jumlah keuntungan yang disepakati. Dalam transaksi ini
biasanya bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah
sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari
78
Anggarian Andisetya Sinkronisasi Fatwa DSN-MUI No: 68/DSN-MUI/III/2008
Tentang Rahn Tasjily Terhadap Pasal 5, Pasal 7, dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 42
Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia Artikel Ilmiah (Malang: Universitas Brawijaya, Mei
2014), h. 2. 79
Muhammad. Manajemen Dana Bank Syariah. h. 8.
83
pemasok ditambah keuntungan.80
Kedua pihak harus
menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran dan
jika sudah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya
akad. Dalam perbankan murabahah lazimnya dilakukan
dengan cara pembayaran cicilan (bitsamanajil).
b) Salam
Merupakan transaksi jual beli, dimana barang yang
diperjualbelikan belum ada sehingga barang diserahkan
secara tangguh dan pembayarannya dilakukan secara tunai.81
Karena barang belum ada maka dalam transaksi ini barang
yang akan dibeli harus jelas jenis, kualitas, kuantitas serta
waktu penyerahannya.
c) Istishna
Merupakan transaksi jual beli yang mirip dengan
salam tetapi pembayarannya dapat dilakukan beberapa kali
(termin) pembayaran. Ketentuan umum dari akad ini yaitu
barang pesanan harus jelas spesifikasinya seperti jenis,
bentuk,ukuran, mutu, dan jumlah. Harga jual yang disepakati
dicantumkan dalam akad dan tidak boleh berubah selama
berlakunya akad. Jika terjadi perubahan setelah akad
80
Muhammad. Manajemen Dana Bank Syariah h. 8. 81
Muhammad. Manajemen Dana Bank Syariah h. 9.
84
ditandatangani, maka seluruh biaya tambahan tetap
ditanggung nasabah.82
2) Pembiayaan dengan Prinsip Sewa
Merupakan akad pemindahan hak guna atas suatu barang
atau jasa melalui pembayaran upah atas sewa, tanpa diikuti
perpindahan kepemilikan atas barang tersebut.
3) Pembiyaan dengan Prinsip Bagi Hasil
Pembiyaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi
hasil yaitu:
a) Musyarakah
Perjanjian pembiayaan antara bank syariah dengan
nasabah yang membutuhkan pembiayaan,83
dimana bank dan
nasabah secara bersama membiayai suatu usaha atau proyek
yang juga dikelola secara bersama atas prinsip bagi hasil
sesuai dengan penyertaan dimana keuntungan dan kerugian
dibagi sesuai kesepakatan dimuka.
b) Mudharabah
Kerjasama antara dua pihak dimana pihak pertama
menyediakan modal sedangkan pihak kedua mengelola dana
dimana keuntungan dan kerugian dibagi bersama menurut
kesepakatan dimuka. Mudharabah dibagi menjadi dua jenis
yaitu:
82
Ramzi A. Zuhdi, Perbankan Syariah. h. 40. 83
Ramzi A. Zuhdi, Perbankan Syariah, h. 41.
85
(1) Mudharabah Muthlaqah
Kerjasama antara dua pihak dimana pihak
pertama menyediakan modal dan memberikan
kewenangan penuh kepada pihak kedua dalam
menentukan jenis dan tempat investasi, sedangkan
keuntungan dan kerugian dibagi menurut kesepakatan
bersama.84
(2) Mudharabah Muqayyadah
Kerjasama antara dua pihak dimana pihak
pertama menyediakan modal dan memberikan
kewenangan terbatas kepada pihak kedua dalam
menentukan jenis dan tempat investasi, sedangkan
keuntungan dan kerugian dibagi menurut kesepakatan
dimuka sehingga bank selaku shahibul maal lebih
mudah dalam melakukan kegiatan monitoring terhadap
usaha yang dilakukan nasabah sebagai mudharib.85
c. Produk Jasa
Adapun prinsip produk-produk syariah dalam
penyelenggaraan jasa-jasa perbankan yaitu:
1) Kafalah
84
Bismar Nasution, Hukum Ekonomi Syariah dalam Regulasi Nasional (Medan:
Fakultas Syariah Sumatera Utara, 2007), h. 7. 85
Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia Cet. I (Yogyakarta: Gajah
Mada University Press, 2007), h. 124.
86
Akad pemberian garansi atau jaminan oleh pihak bank
kepada nasabah untuk menjamin pelaksanaan proyek dan
pemenuhan kewajiban tertentu oleh pihak yang dijamin.86
2) Wakalah
Akad perwakilan antara kedua belah pihak87
(bank dan
nasabah) dimana nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk
mewakili dirinya melakukan pekerjaan atau jasa tertentu.
3) Hawalah
Akad pemindahan piutang nasabah kepada bank untuk
membantu nasabah mendapatkan modal tunai agar dapat
melanjutkan produksinya dan bank mendapat imbalan atas jasa
pemindahan piutang tersebut.88
4) Ar-Rahn
Menahan salah satu harta milik nasabah yang memiliki
nilai ekonomis sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.89
5) Al-Qardh
Pemberian harta kepada nasabah yang dapat ditagih atau
diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa
mengharapkan imbalan yang tergolong tolong menolong90
6) Wadiah
86
Osmad Mutaher, Akuntansi Perbankan Syariah, h. 18. Lihat juga Wahbah Zuhail Al-
Zuhayli, Nazhariyyah al-dhaman, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1998), h. 14-15. Menyatakan bahwa
pendapat Malikiyyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah menyebutkan arti dari al-dhaman adalah
kafalah. 87
Osmad Mutaher, Akuntansi Perbankan Syariah,.h,18. 88
Osmad Mutaher, Akuntansi Perbankan Syariah, h.,18. 89
Osmad Mutaher, Akuntansi Perbankan Syariah, h.,18. 90
Osmad Mutaher, Akuntansi Perbankan Syariah, h.,18.
87
Titipan dari satu pihak kepada pihak lain, baik individu
maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan setiap
saat bila pemilik menghendaki.91
4. Gadai Emas di Bank Syariah
Gadai emas merupakan produk pembiayaan atas dasar emas
sebagai salah satu alternatif memperoleh pembiayaan secara cepat.
Pinjaman gadai emas merupakan fasilitas pinjaman tanpa imbalan
dengan jaminan emas dengan kewajiban pinjaman secara sekaligus atau
cicilan dalam jangka waktu tertentu. Produk gadai emas merupakan
produk tambahan yang diberikan disimpan dalam penguasaan atau
pemeliharaan bank dan atas penyimpanan tersebut nasabah diwajibkan
membayar biaya sewa. Bank syariah dalam melaksanakan produk ini
harus memperhatikan unsur-unsur kepercayaan, kesepakatan, jangka
waktu, dan resiko.92
Sebagian nasabah banyak yang lebih meminati bank
yang memiliki produk gadai dari pada menggadaikan ditempat gadai
karena beberapa faktor, antara lain: marketing bank lebih banyak dan
lebih dienal oleh nasabah, pelayanan lebih bagus di bank syariah, SDM
lebih dipercaya, dan barang agunan lebih terjamin keamanannya.
Gadai emas memiliki keistimewaan tersendiri dibandingkan
dengan barang gadaian lainnya. Emas merupakan logam mulia yang
bernilai tinggi dan harganya relative stabil bahkan selalu menunjukkan
91
Osmad Mutaher, Akuntansi Perbankan Syariah, h. 19. 92
Andri Soemitra, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta : Kencana, 2009),
h. 393.
88
tren yang positif setiap tahunnya. Emas juga merupakan barang atau
harta yang dapat dengan mudah dimiliki oleh setiap orang khususnya
emas dalam bentuk perhiasan. Ketika seseorang membutuhkan uang
tunai, maka ia dapat dengan mudah menggadaikan perhiasaannya
kepada lembaga penggadaian atau bank syariah. Setelah ia dapat
melunasi utangnya, ia dapat memiliki kembali perhiasannya. Artinya,
seseorang dengan mudah mendapatkan uang tunai tanpa harus menjual
emas atau perhiasan yang dimilikinya. Biasanya akad yang dgiunakan
adalah akad qard,wal- ijarah yaitu akad pemberian jaminan dari bank
untuk nasabah yang disertai dengan penyerahan tugas agar bank
menjaga barang jaminan yang diserahkan.93
Prinsip yang digunakan dalam gadai emas syariah baik di bank
syariah ataupun di pegadaian syariah tidak berbeda dengan prinsip gadai
pada umumnya. Mulai dari persyaratan, biaya (ongkos) administrasi,
biaya pemeliharaan/ penyimpanan, hingga mekanisme penjualan barang
gadaian ketika pihak yang menggadaikan tidak dapat melunasi
utangnya. Berikut peraturan pemerintah yang menjadi dasar hukum
tentang Rahn emas syariah di Bank Syariah:
a. Peraturan Bank Indonesia atau PBI Nomor.10/17/PBI/2008 tentang
Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah94
b. Surat Edaran Bank Indonesia (SE-BI) Nomor 10/31/DPbS/2008
tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah
93
Muhammad Nadratuzzaman Hosen dan Sunarwin Kartika Setiawati, Tuntutan Praktis
Menggunakan Jasa Perbankan Syariah (Jakarta: Pusat Ekonomi Syariah, 2007), h. 109. 94
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 Tentang Produk Bank
Syariah Dan Unit Usaha Syariah.
89
c. Surat Edaran Bank Indonesia (SE-BI) Nomor 14/7/DPbS tentang
Produk Qardh beragunan Emas bagi Bank Syariah dan Unit Usaha
Syariah
d. Fatwa DSN-MUI Nomor.25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn
e. Fatwa DSN-MUI Nomor 26/DSN-MUI/2002 tentang rahn emas.95
Bagi calon nasabah yang ingin mengajukan permohonan dapat
mendatangi bang-bank syariah yang menyediakan fasilitas pembiayaan
gadai emas dengan memenuhi persyaratan:
a. Identitas diri KTP/ SIM yang masih berlaku.
b. Perorangan WNI.
c. Cakap secara hukum.
d. Mempunyai rekening giro atau tabungan di bank syariah tersebut.
e. Menyampaikan NPWP (untuk pembiayaan tertentu sesuai dengan
aturan yang berlaku)
f. Adanya barang jaminan berupa emas. Bentuk dapat emas batangan,
emas perhiasan atau emas koin dengan kemurnian minimal 18 karat
atau kadar emas 75%. Sedangkan jenisnya adalah emas merah dan
kuning.
g. Memberikan keterangan yang diperlukan dengan benar mengenai
alamat, data penghasilan atau data lainnya.96
95
Anggia Jancynthia Nurizki Wardhani Kesesuaian Produk Gadai Emas Berdasarkan
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (Dsn-Mui) Di Bank Syariah Mandiri
Surabaya Jurnal Jestt Vol. 2 No. 12 (Surabaya: Universitas Airlangga, Desember 2015), h.
1022. 96
Andri Soemitra, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah, h. 403.
90
Selanjutnya pihak bank syariah akan melakukan analisis
pinjaman yang meliputi:
a. Petugas bank memeriksa kelengkapan dan kebenaran syarat-syarat
calon pemohon peminjam.
b. Penaksir melakukan analisis terhadap data pemohon, keaslian dan
karatese jaminan berupa emas, sumber pengembalian pinjaman,
penampilan atau tingkah laku calon nasabah yang mencurigakan.
c. Jika menurut analisis pemohon layak, maka bank akan menerbitkan
pinjaman (Qardh) dengan gadai emas. Jumlah pinjaman
disesuaikan dengan kebutuhan nasabah dengan maksimal pinjaman
sebesar 80% dari taksiran emas yang disesuaikan dengan harga
standart emas.
d. Realisasi pinjaman dapat dicairkan setelah akad pinjaman (Qardh)
sesuai dengan ketentuan bank.97
e. Nasabah dikenakan biaya administrasi, biaya sewa dari jumlah
pinjaman.
f. Pelunasan dilakukan sekaligus pada saat jatuh tempo.
g. Apabila sampai pada saat yang ditetapkan nasabah tidak dapat
melunasi dan proses kolektibilitas tidak dapat dilakukan, maka
jaminan dijual karena nasabah tidak dapat melunasi pinjaman sejak
tanggal jatuh tempo pinjaman dan tidak diperbaharui.98
Selain itu
diupayakan sepengetahuan nasabah dan kepada nasabah diberikan
97
Andri Soemitra, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah h. 403. 98
Andri Soemitra, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah h. 403.
91
kesempatan untuk mencari calon pemilik. Apabila tidak dapat
dilakukan, maka bank menjual berdasarkan harga tertinggi dan
wajar.
D. Profil Bank Jawa Timur Syariah Sampang Madura
1. Sejarah Singkat Perusahaan
a. Latar Belakang Berdirinya Bank Jawa Timur
Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur, yang dikenal
dengan sebutan Bank JATIM, didirikan pada tanggal 17 Agustus
1961 di Surabaya. Landasan hukum pendirian adalah Akte Notaris
Anwar Mahajudin Nomor 91 tanggal 17 Agustus 1961 dan
dilengkapi dengan landasan operasional Surat Keputusan Menteri
Keuangan Nomor BUM.9-4-5 tanggal 15 Agustus 1961.99
Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun
1962 tentang Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah dan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok
Perbankan, pada tahun 1967 dilakukan penyempurnaan melalui
Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 2
Tahun 1976 yang menyangkut Status Bank Pembangunan Daerah
dari bentuk Perseroan Terbatas (PT) menjadi Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD).100
99
Rangkuman dari http://www.bankjatim.co.id/page/view/17, Di akses Tanggal 7
Maret 2016 100
Rangkuman dari http://www.bankjatim.co.id/page/view/17, Di akses Tanggal 7 Maret
2016
92
Secara operasional dan seiring dengan perkembangannya,
maka pada tahun 1990 Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur
meningkatkan statusnya dari Bank Umum menjadi Bank Umum
Devisa, hal ini ditetapkan dengan Surat Keputusan Bank Indonesia
Nomor 23/28/KEP/DIR tanggal 2 Agustus 1990.Untuk memperkuat
permodalan, maka pada tahun 1994 dilakukan perubahan terhadap
Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 1992 tanggal 28 Desember 1992
menjadi Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur
Nomor 26 Tahun 1994 tanggal 29 Desember 1994 yaitu merubah
Struktur Permodalan/Kepemilikan dengan diijinkannya Modal
Saham dari Pihak Ketiga sebagai salah satu unsur kepemilikan
dengan komposisi maksimal 30%.101
Dalam rangka mempertahankan eksistensi dan
mengimbangi tuntutan perbankan saat itu, maka sesuai dengan
Rapat Umum Pemegang Saham Tahun Buku 1997 telah disetujui
perubahan bentuk Badan Hukum Bank Pembangunan Daerah
menjadi Perseroan Terbatas. Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1998 tentang Bentuk Badan Hukum
Bank Pembangunan Daerah, maka pada tanggal 20 Maret 1999
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Propinsi Daerah
Tingkat I Jawa Timur telah mensahkan Peraturan Daerah Nomor 1
Tahun 1999 tentang Perubahan Bentuk Hukum Bank Pembangunan
101
Rangkuman dari http://www.bankjatim.co.id/page/view/17, Di akses Tanggal 7 Maret
2016
93
Daerah Jawa Timur dari Perusahaan Daerah (PD) menjadi
Perseroan Terbatas (PT) Bank Pembangunan Daerah Jawa
Timur.102
Sesuai dengan Akte Notaris R. Sonny Hidayat Yulistyo,
S.H. Nomor 1 tanggal 1 Mei 1999 yang telah ditetapkan dengan
Surat Keputusan Menteri Kehakiman Nomor C2-8227.HT.01.01.Th
tanggal 5 Mei 1999 dan telah diumumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia tanggal 25 Mei 1999 Nomor 42 Tambahan
Berita Negara Republik Indonesia Nomor 3008, selanjutnya secara
resmi menjadi PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur.103
Anggaran Dasar Bank telah mengalami beberapa kali
perubahan. Perubahan pada tahun 2006 tercantum dalam akta yang
dihadapan Notaris Untung Darnosoewirjo, S.H., No.108 tanggal 27
April 2006 berkaitan dengan penambahan kegiatan Unit Usaha
Syariah dan perubahan jumlah saham seri A dan seri B, dan
perubahan tersebut telah disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia, dalam Surat Keputusan
No.W10-00182.HT.01.04-TH.2007 tanggal 7 Februari 2007.
Perubahan pada tahun 2007 berkaitan dengan tambahan modal
dasar Bank dan komposisi jumlah saham seri A dan B, dan
perubahan tersebut telah disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak
102
Rangkuman dari http://www.bankjatim.co.id/page/view/17, Di akses Tanggal 7 Maret
2016 103
Rangkuman dari http://www.bankjatim.co.id/page/view/17, Di akses Tanggal 7 Maret
2016
94
Asasi Manusia Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No.C-
07001HT.01.04-TH.2007 tanggal 17 Desember 2007.104
Di tahun 2008, berdasarkan Berita Acara Rapat Umum
Pemegang Saham seperti yang dituangkan dalam akta No.56
tanggal 17 April 2008 yang dibuat oleh Untung Darnosoewirjo,
S.H., berkaitan dengan tambahan modal dasar Bank dan komposisi
jumlah saham seri A dan B dan juga penyesuaian anggaran dasar
perseroan berdasarkan Undang-undang No.40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, yang diperbaharui dalam Akta No.38 tanggal
30 Desember 2008 yang dibuat dihadapan Notaris Untung
Darnosoewirjo, S.H., dan telah memperoleh persetujuan dari
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
No.AHU-15113.AH.01.02.Tahun 2009 tertanggal 23 April 2009.105
Selanjutnya Anggaran Dasar telah mengalami beberapa kali
perubahan, terakhir dengan Surat Keputusan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Nomor AHU-AH.01.10-31887 tahun 2012
tanggal 31 Agustus. Seiring dengan perkembangan perekonomian
dan dalam rangka memenuhi persyaratan sebagai BPD Regional
Champion yang salah satunya parameternya adalah untuk
memperkuat permodalan, maka dilakukan perubahan Anggaran
Dasar Perseroan berdasarkan Akta Pernyataan Keputusan Rapat
Umum Luar Biasa Perseroan Terbatas Nomor 89 tanggal 25 April
104
Rangkuman dari http://www.bankjatim.co.id/page/view/17, Di akses Tanggal 7 Maret
2016 105
Rangkuman dari http://www.bankjatim.co.id/page/view/17, Di akses Tanggal 7 Maret
2016
95
2012, dibuat oleh Notaris Fathiah Helmi, S.H., di Jakarta yang telah
memperoleh persetujuan dari Kementerian Hukum dan HAM
berdasarkan Surat Keputusan Nomor AHU-22728.AH.01.02.Tahun
2012 tanggal 30 April 2012, telah didaftarkan dalam Daftar
Perseroan sesuai dengan Undang Undang Perseroan Terbatas
dengan Nomor AHU-0038044.Tahun 2012 Tanggal 30 April 2012
serta berdasarkan Surat Keputusan Bapepam Nomor tanggal 29 Juni
2012 dinyatakan efektif untuk pernyataan pendaftaran dan
kemudian pada tanggal 12 Juli 2012, PT Bank Pembangunan
Daerah Jawa Timur mencatatkan 20% sahamnya di Bursa Efek
Indonesia atau menjadi perseroan terbuka dan berubah nama
menjadi PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur, Tbk.106
b. Sejarah Bank Jatim Syariah
Direktur Agrobisnis & Usaha Syariah Bank Jatim Partono
bersama Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim
Prof Dr Thohir Luth, menandatangani nota
kesepakatan memorandum of understanding (MoU). Menurut
Partono, MoU ini sebetulnya sebagai kristalisasi kemitraan dengan
bank syariah. Bank Jatim Syariah merupakan satu di antara dua
bank mitra yang menjadi pilihan PWM Jatim. “Sebelumnya, PWM
Jatim menyaring delapan bank mitra khususnya bank syariah
termasuk Bank Jatim Syariah. Akhirnya untuk tahap pertama yang
106
Rangkuman dari http://www.bankjatim.co.id/page/view/17, Di akses Tanggal 7 Maret
2016
96
sudah disepakati adalah Bank Jatim Syariah dan Bank BNI
Syariah,” kata Partono yang didampingi Pemimpin Cabang Bank
Jatim Syariah, M Pramudya Iskandar, kepada Terpercaya.107
Bank Jatim Syariah, lanjut Partono, menjalin kerjasama
dengan PWM Jatim karena ingin membangun jaringan bisnis,
khususnya unit usaha syariah Bank Jatim yang memang sejalur.
Sebab, di situ ada potensi pembiayaan dan pendanaan di antaranya
sektor pendidikan, sektor kesehatan dan sektor ekonomi.
“Termasuk di dalamnya ada pengembangan usaha mikro-menengah
melalui usaha di sekitar riil Ibu-ibu Aisyiyah maupun Koperasi-
koperasi Syariah yang tergabung dalam BTM (Baitul Tamwil
Muhammadiyah) yang dikelola lebih profesional dan tertata dengan
baik,” ujarnya.
Dalam sektor pendidikan, kata dia lagi, saat ini PWM Jatim
memiliki 1.300 Taman Kanak-kanak (TK), 437 Sekolah Dasar
(SD), 270 Sekolah Menengah Pertama (SMP), 194 Sekolah
Menengah Atas (SMA) dengan total sekitar 360 ribu siswa.
Sedangkan perguruan tinggi sebanyak enam universitas dengan
jumlah mahasiswa sekitar 50 ribu. Sektor kesehatan memiliki 29
rumah sakit dan 72 klinik yang tersebar di seluruh Jawa Timur.108
Sementara dalam bidang ekonomi, PWM Jatim memiliki
lebih dari 100 BTM/BMT/KJKS/Kopsyah dan satu BPRS di
107
Rangkuman dari http://www.bankjatim.co.id/page/view/17, Di akses Tanggal 7 Maret
2016 108
Rangkuman dari http://www.bankjatim.co.id/page/view/17, Di akses Tanggal 7 Maret
2016
97
Pasuhuan, serta 1 BPRS lain yang sedang dalam proses pendirian.
Rata-rata aset BTM/BMT Rp 3 miliar dengan kisaran aset antara Rp
2 miliar s/d Rp 20 miliar per BTM/BTM, sedangkan aset BPRS Rp
12 miliar. Disamping itu juga memiliki 173 koperasi wanita dengan
25 koperasi badan hukum (BUEKA Assakinah) dengan total aset
Rp 13,9 miliar dan jumlah anggota 7.693 orang. Tak cuma itu,
organisasi ini juga memiliki 328 anggota himpunan pengusaha
Muhammadiyah dengan sekitar 1.700 anggota Ikatan Pengusaha
Aisyiyah (IPAS).109
Peran PWM Jatim dalam bidang ekonomi secara organisasi
memberikan kontribusi dana simpanan bank di Jawa Timur yang
berasal dari lembaga sosial dengan estimasi 20%-30% dari DPK
dari sumber tersebut. Tahun 2010, total DPK lembaga sosial
sebesar Rp 2,7 triliun. Bahkan, PWM Jatim juga memberikan
kontribusi pada sektor konstruksi Jatim melalui pembangunan
belanja modal berbagai amal usaha Muhammadiyah di Jatim
dengan nilai hampir Rp 200 miliar. Disamping itu juga memberikan
pembiayaan pada sekitar 25.000 usaha skala mikro melalui
BTM/BMT/Kopsyah dan BPRS. “Nah, dengan potensi-potensi itu
nanti akan kita petakan mana saja yang bisa diakses,” terang
Partono.110
109
Rangkuman dari http://www.bankjatim.co.id/page/view/17, Di akses Tanggal 7 Maret
2016 110
Rangkuman dari http://www.bankjatim.co.id/page/view/17, Di akses Tanggal 7 Maret
2016
98
Pemetaan yang dimaksud, terangnya lagi, misal di sektor
pendidikan mungkin yang bisa digarap adalah SPP mulai dari TK
sampai perguruan tingginya. “Walau beberapa perguruan tinggi di
lingkungan PWM Jatim sudah bekerjasama dengan Bank Jatim
konvensional, tapi kalau nantinya ada kebijakan harus pindah ke
bank syariah, maka jangan sampai program itu lepas ke bank
syariah lain, tapi yang menjadi harapan kami supaya bisa tetap
berada pada Bank Jatim Syariah,” harapnya.111
Kerjasama selanjutnya tidak menutup kemungkinan
dikembangkan dengan pemberian kucuran dana Corporate Social
Responsibility (CSR) Bank Jatim. “Barangkali di antara warga
Muhammadiyah Jawa Timur ada yang tergolong kurang mampu
sehingga perlu ada beasiswa untuk siswa-siswa pandai. Atau
mungkin CSR bisa diwujudkan dengan bedah rumah, tapi
semuanya harus sesuai dengan garis kebijakan CSR dari Bank Jatim
sendiri,” jelasnya. Ditambahkan, pada Desember 2010 Bank Jatim
juga menjalin kerjasama dengan PWM Jatim mengadakan Training
of Trainer (ToT) guru enterpreuners yang dilakasanakan oleh
Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PWM Jatim bersama
Bank Jatim senilai Rp 125 juta.112
Selain Prof Dr Thohir Luth, dari PWM Jatim yang hadir
dalam MoU ini antara lain Sekretaris Nadjib Hamid, Bendahara
111
Rangkuman dari http://www.bankjatim.co.id/page/view/17, Di akses Tanggal 7 Maret
2016 112
Rangkuman dari http://www.bankjatim.co.id/page/view/17, Di akses Tanggal 7 Maret
2016
99
Syaifudin Zaini, Ir Muhammad Najikh (Ketua Majelis Ekonomi dan
Kewirausahaan), Dr Biyanto MAg (Ketua Majelis Pendidikan
Pertama dan Menengah), Dr Sholihul Absor MARS (Ketua Majelis
Pembina Kesehatan Umum), Dr EstiP Martiana (Ketua Aisyiah),
Drs Abdullah Smith (Dirut BUMM) dan Dra Hj Nelly Asnifati
(Ketua Puskop BUEKA As Sakinah).113
Kerjasama ini, lanjut Partono, sebenarnya bisa
memanfaatkan pengalaman Bank Jatim Syariah yang telah
bekerjasama dengan lembaga pengembangan mikro/kecil yang
dibina oleh perusahaan multinasional di Jawa Timur. “Juga
meningkatkan porsi pembiayaan/kredit bagi pengembangan usaha
pendidikan dan layanan kesehatan. Ke depan Bank Jatim Syariah
sebagai lembaga bisnis dan PWM Jatim beserta seluruh warganya
mengharapkan kerjasama dapat memberi maslahat dan nilai lebih
bagi masing-masing pihak, juga menjadi banknya warga
Muhammadiyah. “Pokoknya ingat Bank Jatim Syariah, ingat
Muhammadiyah. Ingat Muhammadiyah, juga ingat Bank Jatim
Syariah. Insyaallah begitu,” harap Partono.114
Sebetulnya kerjasama Bank Jatim dengan PWM Jatim sudah
terjalin sejak lama. Selain membiayai ToT Guru Enterpreuners,
Bank Jatim Syariah juga menyalurkan dana pembiayaan investasi
Rumah Sakit Muhammadiyah Gresik di Jl KH Kholil 88 Gresik
113
Rangkuman dari http://www.bankjatim.co.id/page/view/17, Di akses Tanggal 7 Maret
2016 114
Rangkuman dari http://www.bankjatim.co.id/page/view/17, Di akses Tanggal 7 Maret
2016
100
sebesar Rp 4 miliar. Sementara untuk Universitas Muhammadiyah
Ponorogo masih dalam pengajuan pembiayaan sebesar Rp
5.000.000.000.115
Kerjasama lain Bank Jatim konvensional dengan PWM
Jatim yaitu payroll gaji dan kredit multiguna RS Muhammadiyah Jl
KH Mas Mansur 180-182 Surabaya dan SD Muhammadiyah 4
Pucang Jl Pucang Anom 93 Surabaya. “Kami juga memberi kredit
investasi SMP Muhammadiyah 5 Surabaya Jl Pucang Taman 1-2
Surabaya, SMA Muhammadiyah 2 Surabaya Jl Pucang Taman 1-2
Surabaya, RS Muhammadiyah Jl KH Mas Mansyur 180-182
Surabaya, Universitas Muhammadiyah Surabaya Jl Sutorejo 59
Surabaya. Total penyaluran pembiayaan investasi sebesar Rp 12
miliar,” pungkasnya.
c. Visi Dan Misi
Tujuan perusahaan Bank Jatim Syariah tercermin dalam
bentuk visi dan misi. Adapun visi dan misi Bank Jatim Syariah
yaitu: Visi Bank Jatim Syariah menjadi bank yang sehat
berkembang secara wajar, memiliki manajemen dan sumber daya
manusia yang profesional, dan misi Bank Jatim Syariah mendorong
pertumbuhan ekonomi daerah serta ikut mengembangkan usaha
kecil dan menenengah memperoleh laba optimal.116
115
Rangkuman dari http://www.bankjatim.co.id/page/view/17, Di akses Tanggal 7 Maret
2016 116
Rangkuman dari http://www.bankjatim.co.id/page/view/17, Di akses Tanggal 7 Maret
2016
101
d. Logo
Logo Bank Jatim berbentuk tugu pahlawan yang ada dalam
lingkaran dengan warna merah. Arti dari logo tersebut, tugu
pahlawan adalah salah satu citra visual daerah jawa timur dan
merupakan monumen nasional yang kita ketahui adalah tugu
kebanggaan masyarakat jawa timur karena tugu pahlawan sudah
menjadi identik dengan kota surabaya, maka hal ini menjadi alasan
utama dalam penciptaan Logo Bank Jatim.117
Tugu pahlawan digambarkan dengan garis-garis perspektif
sebanyak lima buah garis perspektif melambangkan pandangan dan
cita-cita ke masa depan jumlah garis sebanyak lima buah
melambangkan Pancasila, yang senantiasa menjadi landasan cita-
cita pembangunan Bank Jatim.118
Lingkaran artinya melambangkan keutuhan, kesatuan dan
tekad yang kuat, bentuk lingkaran juga diartikan sebagai suatu
wadah usaha perbankan yang dinamis. Warna merah artinya merah
melambangkan keberanian hidup serta kekuatan (power).
117
Rangkuman dari http://www.bankjatim.co.id/page/view/17, Di akses Tanggal 7 Maret
2016 118
Rangkuman dari http://www.bankjatim.co.id/page/view/17, Di akses Tanggal 7 Maret
2016
102
Makna dari logo tersebut adalah Aman terpecaya Bank
Jatim menjamin keselamatan dana maupun kepentingan pihak lain
yang diamankan Bank Jatim. Bank Jatim mampu melaksanakan
tugas dan amanah dengan penuh tanggung jawab.
e. Struktur Organisasi
Struktur organisasi merupakan sarana untuk
menggambarkan keadaan formal perusahaan untuk mengetahui
tugas dan fungsi serta tanggung jawab para karyawan. Dengan
adanya struktur organisasi tersebut semua orang dapat mengetahui
tugas dan tanggung jawab para karyawan perusahaan.119
119
Rangkuman dari http://www.bankjatim.co.id/page/view/17, Di akses Tanggal 7 Maret
2016
100
STRUKTUR ORGANISASI
PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH JAWA TIMUR Tbk
CABANG PEMBANTU SYARIAH SAMPANG
Sumber: Rangkuman dari http://www.bankjatim.co.id/page/view/17, Di akses Tanggal 7 Maret 2016
M. DJAMALUDDIN
PINCAPEM
AMIRUL ARIFIN
JR. PENYEL. UMUM & PEMBIAYAAN
1. Yudha Prasetya = Analisis Pembiayaan
2. Ivan Ferdyan = Analis Pembiayaan
3. Amsari = Taksator Gadai
4. Ratwa Dwi S. = Umum & Pembiayaan
5. Ach. Rahbini = Marketing Lending
6. Moh. Romdhoni = Marketing Lending
7. Surya Adie Tria S = Marketing Lending
8. Akh. Nor Faisol = Security
9. Nur Hidayat = Security
10. Yang Haryanto = Security
11. Abd. Rahman = Driver
12. Dwi Cahyo H = Pramubakti
FATIMATUS SUHRO
PJS. PENYELIA DANA JASA
1. Nurul Cholifa = Teller
2. Irma Pratiwi = SA
3. Isvan Hari F = Marketing Funding
4. Muh. Sun Haji = Marketing Funding
104
f. Tugas Dan Tanggung Jawab
Berdasarkan struktur organisasi diatas dapat dijelaskan tugas
dan tanggung jawabnya masing-masing yaitu :
1) Pimpinan Cabang
Tugas dan fungsinya :
a) Mengendalikan seluruh sistem operasional perusahaan
b) Menentukan arah kebijakan perusahaan cabang
c) Melaksanakan pembinaan kepada karyawan
2) Administrasi pembiayaan
Tugas dan fungsinya :
a) Melaksanakan dan mengendalikan sistem operasional
pembiayaaan
b) Melaksanakan pengawasan terhadap pembiayaan
c) Melakukan pelaporan akuntansi terhadap pihak terkait
3) Marketing / account office
Tugas dan fungsinya :
a) Mengatur sistem pemasaran produk bank
b) Melaksanakan pengawasan pemasaran dilapangan.120
4) Accountingdan Personalia
Tugas dan fungsinya :
a) Mengatur sirkulasi keuangan perusahaan
b) Memenuhi kebutuhan keuangan dan operasional perusahaan
c) Melaksanakan pengawasan keuangan diseluruh bagian
120
Rangkuman dari http://www.bankjatim.co.id/page/view/17, Di akses Tanggal 7 Maret
2016
105
d) Mengendalikan sistem kepegawaian dan melaksanakan
pengecekan terhadap karyawan.
5) Teller
Tugas dan fungsinya : Menginput dan mengoutput uang kepada
nasabah
6) Costumer Service
Tugas dan fungsinya : Memberikan pelayanan kepada nasabah
melalui call center tatap muka.121
2. Produk- produk Pembiayaan Bank Jawa Timur Syariah
Produk yang dijual di bank syariah berbeda dengan produk yang
dijual di bank konvensional, adapun produk pembiayaan yang dijual di
Bank Jawa Timur Syariah Cabang Sampang antara lain :
a. KPR iB Griya Barokah
Pembiayaan KPR iB GRIYA BAROKAH adalah pembiayaan
jangka pendek, menengah, atau panjang untuk membiayai pembelian
rumah tinggal (konsumtif), baik baru maupun bekas, di lingkungan
developer maupun non developer, dengan sistem murabahah.122
b. KUR Syariah
Pembiayaan KUR merupakan fasilitas pembiayaan modal
kerja maupun investasi untuk usaha usaha produktif berupa pengadaan
bahan baku, barang dagangan atau persediaan, kebutuhan operasional,
121
Rangkuman dari http://www.bankjatim.co.id/page/view/17, Di akses Tanggal 7 Maret
2016 122
Rangkuman dari http://www.bankjatim.co.id/page/view/17, Di akses Tanggal 7 Maret
2016
106
pembelian properti, kendaraan, mesin, dan sebagainya dengan
menggunakan prinsip syariah.
c. Gadai EmasiB Barokah
Fasilitas pinjaman yang diberikan bank kepada nasabah
berdasarkan kesepakatan, dimana nasabah menyerahkan secara fisik
barang berharga berupa emas (baik lantakan maupun perhiasan),
selanjutnya bank memberikan surat gadai sebagai jaminan
pengembalian seluruh atau sebagian hutang nasabah kepada bank.123
d. Talangan Haji “Al Mabrur”
Pinjaman talangan dari bank kepada nasabah khusus untuk
menutupi kekurangan dana guna mendapatkan nomor porsi untuk
berangkat haji, berdasarkan prinsip qard dimana Bank Jatim Syariah
memberikan pinjaman kepada nasabah tanpa imbalan dengan
kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara
sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan
kesepakatan.
e. Produk Kafalah
Berupa Bank Garansi adalah jaminan yang diberikan bank
kepada pihak ketiga (terjamin) untuk jangka waktu tertentu, jumlah
tertentu dan keperluan tertentu, atas pemenuhan kewajiban nasabah
(yang dijamin) kepada pihak ketiga dimaksud.124
123
Rangkuman dari http://www.bankjatim.co.id/page/view/17, Di akses Tanggal 7 Maret
2016 124
Rangkuman dari http://www.bankjatim.co.id/page/view/17, Di akses Tanggal 7 Maret
2016
107
f. Pembiayaan Konsumtif, terbagi menjadi:
a) Pembiayaan multiguna syariah, yaitu pembiayaan yang diberikan
kepada karyawan pemerintah atau swasta bonafide.
b) Pembiayaan pemilikan kendaraan, yaitu pembiayaan yang ditujukan
bagi nasabah yang dimaksud melakukan pembelian atau pemilikan
kendaraan.
c) Pembiayaan pemilikan rumah, yaitu pembiayaan yang ditujukan bagi
nasabah yang bermaksud melakukan pembelian rumah (baru atau
second)125
g. Pembiayaan Produktif, terbagi:
a) Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk keperluan
pengadaan barang yang digunakan untuk modal kerja.
b) Pembiayaan investasi, yaitu pembiayaan untuk keperluan pembelian
barang-barang yang diperlukan untuk keperluan investasi.
125
Rangkuman dari http://www.bankjatim.co.id/page/view/17, Di akses Tanggal 7 Maret
2016
108
BAB IV
PENERAPAN MULTI AKAD GADAI SYARIAH DI PEGADAIAN
SYARIAH SAMPANG MADURA
Pada bab ini akan dibahas bagaimana penerapan multi akad qard,
akad rahn, dan akad ijarah pada praktik gadai emas di Pegadaian Syariah
sesuai atau tidaknya dengan ketentuan Fatwa DSN-MUI.
A. Kesesuain Akad Qard pada Praktik Gadai Emas dengan ketentuan
Fatwa DSN-MUI di Pegadaian Syariah Sampang Madura
Penerapan akad Qard dalam Produk Gadai Emas di Pegadaian
Syariah tidak dilakukan secara tertulis, artinya akad qard tersebut
disepakati dengan kontrak lisan. Hal ini sesuai dengan penjelasan Tuhu
Amuji menyatakan. Bahwa: Akad qard di Pegadaian Syariah Sampang
tidak dituangkan dalam kontrak akad secara tertulis. Namun, dijelaskan
atau dilakukan secara lisan antara pihak Pegadaian dan Nasabah.”1
Tinjauan ulama dalam menjelaskan tentang akad menyatakan
bahwa akad secara etimologi dipergunakan untuk beragam makna, yang
seluruhnya bermakna al-ribt (keterikatan, perikatan, dan pertalian).2 Akad
dalam bentuk tulisan atau ucapan yang mengandung perikatan akan
menimbulkan hukum dan sah. Hal ini sesuai dengan pendapat ulama jika
transaksi itu berupa jual beli, maka ucapan si penjual kepada pembeli
dapat berupa: “saya jual buku ini kepada anda” adalah ijab sekalipun
1 Tuhu Amuji: wawancara langsung di Pegadaian Syariah Sampang Madura pada tanggal
02 April 2016. 2 Ibrahim Fadhil Al-Dabbu, Al-Iqtishad Al-Islami: Dirasah Wa-Tatbhiq (Jordan: Dar Al-
Manahij, 2008), h. 171. Lihat juga Syamsul Anwar, Hukum Perjajian Syariah Studi Tentang Teori
Akad dalam Fikih Muamalat, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2007), h. 96
109
diucapkan belakangan.3Kontrak juga merupakan kesepakatan bersama
baik lisan, isyarat, maupun tulisan antara dua belah pihak atau lebih
melalui ijab qabul yang memiliki ikatan hukum bagi semua pihak yang
terlibat untuk melaksanakan apa yang menjadi kesepakatan tersebut.4
Sehingga dibenarkan menurut syariah adanya akad yang dilakukan
dengan lisan. Namun, ucapan tersebut ada implikasi hak dan kewajiban
dari kedua belah pihak dari ijab qabul yang diucapkan dari kedua belah
pihak.
Ijab-qabul dapat dilakukan baik dalam bentuk tertulis maupun
lisan, asalkan di dalamnya terkandung maksud adanya perjanjian gadai
emas diantara pihak lembaga dan nasabah dan tidak adanya pemisah
antara ucapan ijab dan qabul. Ijab qabul sangat dalam transaksi hukum
ekonomi syariah dan menjadi indiakator kerelaan pihak-pihak yang
melakukan akad.5
Selanjtnya akad qard digunakan sebagai akad yang mengantarkan
murtahin untuk memberikan pinjaman teradap rahin. Sesuai dengan
konsep kontrak gadai modern, pada dasarnya gadai syariah berjalan di
atas dua akad transaksi Islam. Namun, akad qard yang merupakan
kontrak akad sebelum akad rahn, serta dilengkapi akad ijarah sebagai
akad terahir menjadi satu hal pengenaan biaya uang/sewa modal. Hal ini
menjadi kekhawatiran mengandung unsur-unsur yang tidak sejalan
3 Ahmad Aziz, Teori Akad Dalam Fikih Mu‟amalah, Alfauzi.Blogspot.Com, 2007.
4 Rahmani Timorita Yulianti, Asas-Asas Perjanjian (Akad) dalam Hukum Kontrak
Syariah “Jurnal Ekonomi Islam La-Riba, Vol.2, No.1”, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, Juli
2008), h. 94. 5 Adiwarman A Karim, Bank Islam Analisis Fikih dan Keuangan (Jakarta: PT. Rja
Grafindo Persada, 2007), h. 66.
110
dengan Islam.6 Dalam konsep dua akad dalam transaksi gadai syariah
dianggap tidak bertentangan dengan larangan dua akad dalam satu
transaksi, karena akad dilakukan secara terpisah dalam artian akad qard
sebagai akad untuk pinjaman uang yang kemudian akad rahn sebagai
akad untuk penyerahan barang jaminan.
Sesuai dengan pendapat Dr. Hasanuddin selaku anggota DSN
pembuat Fatwa bahwa akad qard berfungsi sebagai bentuk akad yang
mengantar pemilik dana untuk memberikan pinjaman kepada pemilik
jaminan (rahin).7 Hal ini sejalan dengan pengertian akad Qard yang
menyebutkan secara umum merupakan akad untuk penyediaan dana atau
tagihan antara bank syariah atau lembaga gadai dengan pihak peminjam
yang mewajibkan pihak peminjam untuk melakukan pembayaran secara
tunai atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.8 Namun, sebelum ijab-
qobul (akad qard) dilaksanakan, Pegadaian Syariah Sampang memiliki
standar tersendiri yang harus diikuti oleh Nasabah, yaitu sebagai berikut:9
a. Prosedur Pembiayaan Gadai Emas
1) Nasabah datang ke Pegadaian Syariah Sampang
6 Unsur-unsur yang dimaksud antara lain: 1) biaya ditetapkan dimuka secara pasti (fixed),
dianggap mendahului takdir karena seolah-seolah peminjam dipastikan akan memperoleh
keuntungan hingga mampu membayar pokok dan tambahan pada waktu yang disepakati, 2) biaya
ditetapkan dalam bentuk persentase sehingga apabila diapdukan dengan dengan unsur
ketidakpastian manusia, secra matematis dengan berjalannya waktu akan bisa menjadikan hutang
berlipat ganda, 3) memperdagangkan/menyewakan barang sejenis dan sama dengan memperoleh
keuntungan atau kelebihan kualitas dan kuantitas, hukumnya adalah riba, 4) membayar hutang
dengan lebih baik, harus ada dasar sukarela dan inisiatifnya harus datang dari yang punya hutang.
Lihat buku karangan: Nurul Huda dan Muhammad Heykal Lembaga Keuangan Islam Tinjauan
Teoritis dan Praktis h. 281. 7 Dr Hasanudin: Wawancara langnsung di Fakults Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 20 Mei 2016. 8 Atang Abd. Hakim, Fiqh Perbankan Syariah (Bandung : PT Refika Aditama, 2011), h.
268. 9 Tuhu Amuji: wawancara langsung di Pegadaian Sampang Madura pada tanggal 27
Maret 2016.
111
Untuk mengajukan permohonan pembiayaan secara tertulis
maupun secara langsung Nasabah mendatangi pihak Pegadaian
dengan mengisi form pengajuan pembiayaan. Selanjutnya formulir
tersebut diserahkan kepada petugas bagian pembiayaan.
Persyaratan pengajuan antara lain:
a) Semua jenis profisi
b) Cakap hukum
c) Mengisi formulir permohonan;
d) Fotokopi KTP atau identitas lainnya yang masih berlaku;
e) Barang jaminan berupa emas lantakan atau perhiasan minimal
16 karat dengan berat minimal 5 gram. Barang jaminan milik
sendiri (dianggap milik yang megajukan)10
Prosedur yang disyaratkan oleh pihak Pegadaian Syariah
Sampang11
sesuai dengan standar prosedur pembiayaan gadai pada
umumnya yang mensyaratkan Nasabah memberikan keterangan
yang diperlukan dengan benar mengenai alamat, data pengahsilan,
dana data lainnya seta adanya barang jaminan berupa emas. Jenis
emas yang dijadikan jaminan dapat berupa emas batangan, emas
10
Brosur Gadai Emas Pegadaian Syariah Sampag 2012-2016. 11
Bella Dina Putri Sukmasari, Kesesuaian Pelaksanaan Lelang Barang Jaminan Rahn
Bermasalah Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 (Studi di
Pt. Bank Bri Syariah Cabang Kota Malang) “Artikel Ilmiah”( Malang: Universitas Brawijaya,
2013), h. 7. Menyatakan bahwa: Pegadaian merupakan Perusahaan umum pegadaian adalah satu-
satunya badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai ijin untuk melaksanakan kegiatan
lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar
hukum gadai seperti dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1150.
112
perhiasan atau emas koin dengan kemurnian minimal 18 karat atau
kadar emas 75%.12
2) Pengumpulan data
Data yang diperlukan didasari adalah tentang kelayakan
Nasabah baik dari segi umur Nasabah, tujuan pembiayaan, usaha
Nasabah, serta lokasi usaha nasabah, yang bertujuan untuk
mengetahui kelayakan Nasabah untuk mendapatkan pembiayaan
dari Pegadaian Syariah Sampang. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Tuhu Aji, menyatakan: Bahwa dalam pengumpulan data nasabah
yang dicek antara lain identitas Nasabah, kelayakan Nasabah, dan
jaminan emas.”13
Dari wawancara di atas dapat dijelaskan bahwa Pegadaian
Syariah Sampang dalam menilai Nasabah pembiayaan Gadai Emas
dengan melihat identitas, keadan Nasabah (cakap hukum), kelayakan
Nasabah, dan jaminan emas Nasabah.
Menurut tinjauan fikih berkaitan dengan rukun dan syarat
orang yang berakad memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi
sebagai pelaku transaksi gadai yaitu Rahin (pemberi gadai) dan
Murtahin (penerima gadai) adalah telah dewasa, berakal sehat, dan
atas keinginan sendiri. Berhubungan dengan transaktor (orang yang
12
Andri Soemitra, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Kencana, 2009), h.
403. Pendapat lain dari karakter emas yang dijadikan jaminan lihat Melinda Sari dan Ilyda
Sudardjat, Persepsi Masyarakat Tentang Gadai Emas di Pegadaian Syariah Cabang Setia Budi
Medan “Jurnal Ekonomi dan Keuangan: Vol. 1, No. 2”, (t.t, Januari 2013), h. 23. Menyatakan
bahwa: pada umumnya 18 sampai 24 karat dengan nilai yang digadaikan adalah minimal 5 gram
dan pembiayaan atau jumlah pinjaman utang yang diberikan oleh lembaga umumnya 80%-90%
dari nilai taksiran. 13
Tuhu Aji: Wawancara langsung di Pegadaian Syariah Sampang pada tanggal 27 Maret
2016.
113
bertransaksi) yaitu Orang yang menggadaikan barangnya adalah
orang yang memiliki kompetensi beraktivitas, yaitu baligh, berakal
dan rusyd (kemampuan mengatur)14
Lembaga keuangan selaku
murtahin (penerima gadai) dan Nasabah sebagi Rahin yang terlibat
haruslah orang yang cakap bertindak secara hukum yang dapat
mengucapkan ijab qabul (shigat) atau kontrak perjanjian gadai
secara jelas.15
Sehingga keberadaan prosedur pengumpulan data di
Pegadaian Syariah Sampang selain mengikuti pedoman fikih
dengaan adanya keseuaian syarat dari orang yang berakad hal
tersebut juga merupakan suatu bentuk kehati-hatian lemabaga dalam
memberikan pembiayaan.
3) Standar Penilaian Logam Emas
Nilai pinjaman yang diperoleh oleh nasabah minimal 50% dari nilai
taksiran sedangkan maksimal pinjaman 95% dari nilai taksiran16
,
sejalan dengan teori di Pegadaian Syariah, biasanya platfon utang
yang diberikan maksimal 90 persen dari nilai taksiran pendapat lain
Jumlah pinjaman disesuaikan dengan kebutuhan nasabah dengan
maksimal pinjaman sebesar 80% dari taksiran emas yang
disesuaikan dengan harga standar emas.17
, dengan jangka waktu
utang maksimal 4 bulan. Besarnya biaya simpan Rp 90 untuk setiap
kelipatan Rp 10.000 dari nilai taksiran per sepuluh hari. Ini sama
14
A. Zainuddin dan Jamhuri Al Islam 2 Muamalah dan Akhlak, h. 21. 15
Adiwarman A Karim, Bank Islam Analisis Fikih dan Keuangan, h. 66. 16
Brosur Gadai Emas di Pegadaian Syariah Sampang Madura, 2013-2016. 17
Andri Soemitra, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta : Kencana, 2009),
hlm.403.
114
dengan 0,9 persen per 10 hari = 2,7 persen per 30 hari = 10,8 persen
per 120 hari (4 bulan).18
Contoh penghitungan nilai taksiran:
Nilai bersih emas sebesar 24,650
Harga taksiran sebesar 258, 125
Maka penghitungan besaran pinjaman sebesar 24,650 X 258,125
= 6.362.789,49
Dari penghitungan tersebut pinjaman yang bisa diterima
oleh Nasabah maksimal sebesar Rp 6.362.789,49. Di Pegadaian
Syariah Sampang besaran pinjaman disesuaikan dengan harga
taksiran emas dengan maksimal 95% dari nilai taksiran. Dengan
jangka waktu di Pegadaian Syariah Sampang selama 4 bulan.19
Tahapan akad dalam gadai pada saat proses gadai adalah pertama
Pegadaian syariah membuat akad Qardh untuk memberikan uang tunai
kepada nasabah gadai, karena sebagai “akad pendamping” dari rahn
murni biasanya digunakan akad Qardh.20
Selanjutnya dibuatkan akad
Rahn untuk menjamin pembayaran kembali dana yang diterima oleh
nasabah. Sebagai uang sewa tempat menyimpan emas atau barang lain di
bank atau lembaga gadai sekaligus biaya asuransi kehilangan emas yang
dimaksud, bank atau lembaga gadai berhak untuk meminta Ujrah (uang
jasa) yang besarnya ditetapkan berdasarkan pertimbangan bank atau
lembaga gadai. Dalam pemberian suatu pinjaman dengan gadai,
18
Yahya Abdurrahman, Pegadaian dalam Pandangan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010 ) h.
130-131. Lihat juga dalam buku Nurul Huda dan Muhammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam
Tinjauan Teoritis dan Praktis (Jakarta: Kencana, 2010), h. 281. 19
Tuhu Aji Wawancara langsung di Pegadaian Syariah Sampang Madura pada tanggal 12
April 2016. 20
Atang Abd. Hakim, Fiqh Perbankan Syariah, h. 129.
115
sebelumnya bank syariah melakukan analisis pinjaman yang meliputi
kelengkapan dan kebenaran syarat calon pemohon pinjaman, data-data
pemohon, keaslian dan karatese jaminan berupa emas.
Adapun di Pegadaian Syariah Sampang Madura pertama membuat
akad qard, kemudian akad rahn, dan terahir akad ijarah. Akad qard
dilaksanakan seperti prosedur di atas. Selanjutnya akad rahn akan
dipaparkan pada bagian selanjutnya.
B. Kesesuain Akad Rahn pada Praktik Gadai Emas dengan ketentuan
Fatwa DSN-MUI di Pegadaian Syariah Sampang Madura
Penerapan akad rahn pada Gadai Emas dituangkan secara tertulis
setelah semua prosedur awal telah diselesaikan dan akad qard telah
disepakati. Kombinasi akad dalam transaksi rahn adalah kombinasi akad
Qard21
dengan Ijarah.22
Pada akad rahn dan rahn emas, Nasabah
memberikan jaminan kepada lembaga keuangan syariah atas pinjaman
yang diterimanya.23
Menurut Majelis Penasihat Shariah (MPS)
dibenarkan selama memenuhi syarat dan akad-akad didalamnya tidak
saling menafikan.24
Rahn merupakan mekanisme opersional gadai
syariah sangatlah penting untuk diperhatikan, karena jangan sampai
operasional gadai syariah tidak efisien dan efektif. Mekanisme opersional
gadai syariah haruslah tidak menyulitkan calon Nasabah yang akan
21
Al-qard adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih, atau dengan
perjanjian dia akan membayar yang sama dengan hutangnya. Lihat Al-Sayyid Sabiq, Fiqh Al
Sunnah, Fiqh Al Sunnah (Cairo: Dar Al Kitab Al Islamy Dar Al Hadits, t.th) h. 182. 22
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, jilid 1, h. 1. 23
Muhammad Maksum, Fatwa Ekonomi Syariah di Indonesia, Malaysia, dan Timur
Tengah h. 127. 24
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah dalam Kewangan Islam (Malaysia: Bank
Negara Malaysia, 2010), h. 156.
116
meminjam uang atau akad akan melakukan hutang piutang. Dalam hal
ini pegadaian syariah, mempunyai hak menahan marhun sampai semua
marhun bih dilunasi.25
Dengan merujuk pada ketentuan Fatwa-fatwa DSN-MUI,
beberapa riset terkait berkesimpulan bahwa akad rahn di Pegadaian
Syariah dan Bank Syariah telah mendapatkan kekuatan hukum dari
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah dengan tidak bertentangan dengan
Fatwa DSN-MUI26
kesimpulan juga diungkapkan dalam penelitian
lainnya dengan fokus pada akad rahn menyebutkan bahwa akad rahn
telah memenuhi ketentuan syariah27
Jika diamati kedua penelitian tersebut sama-sama mencakup
penggunakan akad rahn dalam kajian penelitiannya. Namun jika diamati
secara jelas keduanya tidak menghubungkan secara jelas antara
kesesuainnya dengan Fatwa DSN-MUI. Tesis ini kemudian mencoba
mengamati problem multi akad dalam transaksi gadai emas yang
disesuaikan dengan ketentuan Fatwa DSN-MUI.
Materi Fatwa DSN-MUI menjelaskan hak penerima gadai (al-
murtahin) sementara kepemilikan dan manfaat tetap menjadi milik
nasabah (al-rahin). Produk rahn disediakan untuk membantu Nasabah
dalam pembiayaan kegiatan multiguna.28
Sedangkan rahn sebagai produk
25
Sasli Rais, Pegadaian Syariah, (Jakarta:Press, 2005) h. 38. 26
Lutfi Sahal, Implementasi Al-Uqud Al-Murakkabah Atau Hibrid Contracs (Multi Akad
Gadai Emas) Pada Bank Syariah Mandiri Dan Pegadaian Syariah “Jurnal At-Taradhi Jurnal Studi
Ekonomi Vol.6, No. 2 ” (Banjarmasin: Institut Agama Islam Negeri Antasari, 2015). 27
Anwar Munandar, Akad Rahn di Perum Pegadaian Unit Layanan Gadai Syaria‟ah
Cabang Kusumanegara Yogyakarta “Skripsi Jurusan Muamalat Fakultas Syariah UIN Sunan
Kalijaga, (Yogyakarta, 2005). 28
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta : Kencana, 2009),
h.403.
117
pembiayaan, berarti Pegadaian Syariah memperoleh biaya sewa dari usaha
rahin yang dibiayainya.
Fatwa tersebut juga menjelaskan bahwa tanggung jawab
pemeliharaan, penyimpanan, dan pemanfaatan juga menjadi hak dan
tanggung jawab al-rahin, dengan se-izin al-rahin, al-murtahin
dimungkinkan dengan mengganti biayanya.29
Selanjutnya dalam praktik di Pegadaian Syariah Sampang
Madura akad rahn ini dituangkan secara tertulis dan ditandatangani
di atas materai.30
Pelaksanan rahn dalam syariah sesuai dengan Ayat
Al-qur’an yang dapat dijadikan dasar hukum perjanjian gadai adalah
Al-Baqarah ayat 283, diantaranya adalah :
قبوضة ن اھفر م و إن كنتم على سفر و لم تجدوا كاتبا
“jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak memperoleh
seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang (oleh yang berpiutang).”(QS. Al-Baqarah : 283)
Tesis ini kemudian mencoba mengamati problematika
pelaksanaan akad rahn pada produk pembiayaan gadai emas di Pegadaian
Syariah Cabang Pembantu Sampang Madura, diantaranya dengan melihat
isi kontrak antara lain: Kami yang bertanda tangan di bawah surat buku
rahn (SBR) ini yakin murtahin (penerima gadai dalam hal ini PT
29
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Ketentuan
No.2, h. 155 30
Tuhu Aji Wawancara langsung di Pegadaian Syariah Sampang Madura pada tanggal
12 April 2016
118
Pegadaian Persero) dan rahin (pemilik marhun atau kuasa dari pemilik
marhun), sepakat membuat akad rahn sebagai berikut:31
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya tinjauan akad
merupakan tahapan yang harus dilalui untuk menganalisis praktik multi
akad dalam produk pembiayaan gadai emas ini. Sesuai dengan ketentuan
fikih bahwa salah satu yang menjadi sahnya dari transaksi gadai adalah
adanya rukun yang menerangkan tentang keberadaan barang yang
diserahkan kepada penerima gadai oleh pemilik barang setelah menerima
pinjaman, barang tersebut merupakan barang yang bisa diperjual belikan.32
Adapun barang yang diserah terimakan dalam produk pembiayaan gadai di
Pegadaian Syariah Sampang merupakan emas yang bisa diperjual-belikan.
Dalam kegiatan gadai emas syariah subjek dari praktik gadai emas yang
dilakukan oleh lembaga keuangan syariah adalah lembaga sebagai pemberi
pinjaman serta penerima gadai, dan Nasabah baik perseorangan maupun
lembaga atau perusahaan. Sedangkan objek dari kegiatan gadai emas
syariah adalah harta atau barang berharga berupa emas.33
Pembiayaan
gadai emas syariah adalah produk pembiayaan dimana lembaga keuangan
syariah memberikan fasilitas pinjaman kepada nasabah dengan jaminan
berupa emas dengan mengikuti prinsip gadai syariah, emas tersebut
ditempatkan dalam penguasaan dan pemeliharaan Pegadaian Syariah dan
atas pemeliharaan tersebut lembaga keuangan syariah mengenakan biaya
sewa atas dasar prinsip ijarah.
31
Contoh Akad Rahn Pembiayan Gadai Emas di Pegadaian Syariah Sampang Tahun
2016. 32
Masyfuk Zuhdi. Masail fiqhiyah, (Jakarta: CV. Haji masagung, 1997) h. 123. 33
119
Selanjutnya dalam kontrak akad rahn PT Pegadaian Syariah
Sampang juga menjelaskan bahwa Rahin menerima dan menjaga
terhadap barang marhun, penetapan taksiran marhun, marhun bih, tarif
ujroh, biaya administrasi yang tertera pada surat bukti rahn atau nota
transaksi (struk) seabagai tanda bukti yang sah penerimaan marhun bih.34
Kontrak ini memberikan dampak hukum yang harus disepakati oleh
Nasabah atas nilai taksiran dari Pegadaian, tarif ujroh yang telah
ditetapkan sebelum akad qard dilaksanakan, serta biaya administrasi yang
ditetapkan oleh Pegadaian.
Hal lain yang diperjanjikan antara Nasabah dan Pegadaian Syariah
Sampang adanya ketentuan marhun merupakan barang milik rahin, milik
pihak lain yang dikuasakan kepada rahin dan/atau kepemilikan
sebagaimana pasal 1917 KUHPerdata harus menjamina kesyariahan dari
barang tersebut serta rahin menyatakan telah berhutang kepada murtahin
dan kewajiban untuk membayar pelunasan marhun bih, biaya ujroh, dan
pelelangan (jika ada).35
Sesuai dengan materi Fatwa DSN-MUI yang
menjelaskan bahwa murtahin (penerima gadai) mempunyai hak untuk
menahan marhun (barang) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan
barang) dilunasi.36
Barang jaminan yang menjadi tanggung jawab pihak yang
memegang barang jaminan akan bertanggung jawab atas barang tersebut
34
Contoh Akad Rahn Pembiayan Gadai Emas di Pegadaian Syariah Sampang Tahun
2016. 35
Contoh Akad Rahn Pembiayan Gadai Emas di Pegadaian Syariah Sampang Tahun
2016. 36
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Ketentuan
No.1, h. 155.
120
sesuai dengan keputusan Fatwa DSN-MUI mengenai pemeliharaan dan
penimpanan marhun pada dasarnya merupakan tanggung jawab rahin.
Namun, juga dapat dilakukan oleh murtahin dengan syarat biaya
pemeliharaan dan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.37
Dalam kontrak di Pegadaian Syariah Sampang menjelaskan
bahwa murtahin akan memberikan ganti kerugian apabila marhun yang
berada dalam penguasaan murtahin mengalami kerusakan atau hilang
yang tidak disebabkan oleh suatu bencana alam (Force Majore) yang
ditetapkan oleh pemerintah serta ganti rugi diberikan setelah
diperhitungkan marhun bih sesuai ketentuan yang berlaku di murtahin.
Senada dengan pendapat Dr. Hasanudin pada dasarnya yang bertanggung
jawab memegang jaminan adalah rahin namun juga bisa dilakukan oleh
murtahin dengan ketentuan bahwa murtahin harus bertanggung jawab
atas barang tersebut.38
Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian
Muhammad Azani yang menyatakan Jika marhun hilang bukan karena
force majeure (keadaan memaksa) dengan ketentuan bahwa keadaan
memaksa adalah tidak terbatas pada bencana alam, perang, pemogokan,
sabotase, dan huru-hara maka rahin akan mendapat penggantian
maksimal sebesar taksiran nilai marhun.39
37
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Ketentuan
No.3, h. 155. 38
Dr Hasanudin: Wawancara langsung di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 20 Mei 2016. 39
Muhammad Azani Praktik Akad Gadai Dengan Jaminan Lahan/Sawah Dan Gadai
Emas Di Kecamatan Mempura Kabupaten Siak Berdasarkan Hukum Islam “jurnal Perspektif
Hukum, Vol. 15 No. 2 ”( Riau: Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning Pekanbaru
November 2015), h. 77.
121
Adapun jaminan yang berada dalam tangguangan Pegadaian
Syariah Sampang, Lembaga tidak memanfaatkan barang jaminan tersebut
sesuai sehingga tidak ada akad mudharabah. Hal ini sesuai dengan
pendapat Tuhu Amuji dari hasil wawancara;
Dalam gadai emas ini pihak Pegadaian belum menerapkan
akad mudharabah karena emas atau jaminan lain (motor,
mobil, dan barang beharga lainnya) yang dijadikan oleh
nasabah hanya disimpan oleh pihak Pegadaian tidak dijadikan
pengembangan untuk mencari profit.40
Hal ini sesuai dengan pendapat Ulama Hanafi jika barang gadai
berupa hewan, pemegang gadai boleh memanfaatkan seperti mengendarai
atau mengambil susunya sekedar mengganti biaya, meskipun tidak
diizinkan oleh orang yang menggadaikan barang.41
Senada dengan
pendapat dari beberapa ulama diantaranya: Imam Ahmad, Ishak, Al Laits
Dan Al Hasan, jika barang gadaian berupa barang gadaian yang dapat
dipergunakan atau binatang ternak yang dapat diambil susunya, maka
murtahin dapat mengambil manfaat dari kedua benda gadai tersebut
disesuaikan dengan biaya pemeliharaan yang dikeluarkan selama
kendaraan atau binatang ternak itu ada padanya42
Ketidak berlakuan akad
mudharabah dalam transaksi gadai emas karena barang jaminan (emas)
tidak bisa dimanfaatkan untuk diambil keuntungan dari barang jaminan
tersebut, sehingga tidak ada bagi hasil antar pihak Pegadaian Syariah
Sampang dengan Nasabah.
40
Tuhu Aji: Wawancara langsung di Pegaadaian Syariah Sampang Madura pada tanggal
15 April 2016 41
Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah (Bandung : Pustaka Setia, 2001), h. 174. 42
H. Moh Anwar, Fiqh Islam (Bandung: PT. Al Ma’arif, 1998), h. 58.
122
Disamping itu, dalam kontrak akad rahn adanya pencantuman
mengenai penundaan pejualan barang jaminan dalam akad apabila rahin
tidak mampu membayar permintaan penundaan lelang dapat ditunda
sebelum jatuh tempo denga mengisi formulir yang telah disediakan,
penundaan pelelangan dikenakan biaya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku di murtahin.43
Bagian akhir dalam kontrak akad rahn dari
penundaan lelang adanya ketentuan jika nasabah tidak melakukan
pelunasan, menebus sebagian marhun, mengangsur marhun bih.
Penundaan lelang sampai jatuh tempo maka murtahin berhak melakukan
penjualan (lelang) marhun.44
Sesuai dengan ketentuang Fatwa DSN-MUI
bagian akhir yang menjelaskan tentang penjualan marhun apabila rahin
tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual secara paksa/dieksekusi
melalui lelang sesuai syariah45
Penjualan barang jaminan (lelang) juga sesuai dengan penelitian
Lina Aulia Rahman menyatakan pada gadai emas, apabila nasabah tidak
melakukan perpanjangan dengan membayar ijarah, itu berati nasabah
telah menghendaki barang jaminannya dilelang 46
selanjutnya hasil
pelelangan marhun telah dikurangi marhun bih, ujroh, biaya lelang jka
ada biaya lelang, merupakan kelebihan yang menjadi hak rahin. Namun,
apabila hasil penjualan lelang marhun tidak mencukupi untuk melunasi
43
Contoh Akad Rahn Pembiayan Gadai Emas di Pegadaian Syariah Sampang Tahun
2016. 44
Contoh Akad Rahn Pembiayan Gadai Emas di Pegadaian Syariah Sampang Tahun
2016. 45
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Ketentuan
No.5, Poin. B, h. 155. 46
Lina Aulia Rahman, Analisis Kesesuaian Akuntansi Transaksi Gadai Emas Syariah
Dengan Psak Dan Fatwa Dsn Mui (Studi Kasus Praktik Gadai Emas Di Pegadaian Syariah
Surabaya) “Jurnal Jestt Vol. 2 No. 11”, (Surabaya: universitas airlangga, November 2015), h. 948.
123
kewajiban rahin berupa marhun bih, ujroh, biaya proses lelang (jika ada)
dan bea lelang maka rahin wajib membayar kekurangan tersebut;47
Harta jaminan yang dijadikan objek gadai yang berupa emas
syariah, yakni emas yang digadaikan haruslah mempunyai nilai jual yang
baik yang dapat mencukupi untuk pelunasan hutang nasabah kepada
lembaga keuangan syariah, merupakan barang yang dibuat milik nasabah
selaku pembari gadai, utuh, tidak tersebar di berbagai tempat, tidak terkait
dengan orang lain, sesuai kriteria syariah, bukan barang haram atau
barang yang diadapatkan secara haram.48
Sehingga ketika ada Nasabah
yang tidak membayar emas tersebut akan diperjual-belikan atau
dilakukan proses lelang yang hasil jualnya akan mencukupi untuk
menutupi hutang Rahin.
Bagian penutup dalam akad rahn di Peagadaian Syariah Sampang
mengenai ketentuan jika terjadi perselisihan dikemudian hari akan
diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat dan apabila tidak tercapai
kesepakatan akan diselesaikan melalui Pengadilan Agama setempat.49
Sesuai dengan ketentuang Fatwa DSN-MUI dalam bagian penutup
menjelaskan apabilah salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya
atau terjadi perselisihan maka penyelesaiannya dilakukan melalui
47
Contoh Akad Rahn Pembiayan Gadai Emas di Pegadaian Syariah Sampang Tahun
2016. 48
Melinda Sari dan Ilyda Sudardjat, Persepsi Masyarakat Tentang Gadai Emas di
Pegadaian Syariah Cabang Setia Budi Medan “Jurnal Ekonomi dan Keuangan: Vol. 1, No. 2”, h.
23. 49
Contoh Akad Rahn Pembiayan Gadai Emas di Pegadaian Syariah Sampang Tahun
2016.
124
Arbiterase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.50
Dari pemapamaran temuan penelitian di atas praktik akad rahn di
Pegadaian Syariah Sampang telah sesuai dengan ketentuan Fatwa DSN-
MUI serta sejalan dengan konsep fikih baik dari prosedur yang
disyaratkan oleh Lembaga maupun kontrak akadnya.
C. Kesesuain Akad Ijarah pada Praktik Gadai Emas dengan ketentuan
Fatwa DSN-MUI di Pegadaian Syariah Sampang Madura
Gadai emas adalah produk lembaga keuangan syariah berupa
fasilitas pembiayaan dengan cara memberikan utang (qardh) kepada
Nasabah dengan jaminan emas (perhiasan/lantakan) dalam sebuah akad
gadai (rahn). Lembaga keuangan syariah selanjutnya mengambil upah
(ujrah, fee) atas jasa penyimpanan/penitipan yang dilakukannya atas emas
tersebut berdasarkan akad ijarah (jasa). Jadi, gadai emas merupakan akad
rangkap (uqud murakkabah, multi-akad), yaitu gabungan akad Qard, Rahn
dan Ijarah.51
Menurut pandangan muamalat yang menghimpun beberapa
akad, hukumnya halal selama akad-akad yang membangunnya adalah
boleh begitu halnya dengan multi akad dalam penelitian ini dalam
transaksi gadai emas syariah. Pada dasarnya gadai emas syariah berdiri
atas tiga akad52
50
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Ketentuan
Penutup, h. 155. 51
Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, (Cipayung:
Ciputat: DSN MUI, 2002), Nomor: 26/DSN-MUI/III/2002. 52
Azila Ahmad Sarkawi Akad-Akad Muamalah Dalam Fiqh: Satu Analisis Jurnal Syariah 6
(t.t, t.p, t.t), h. 38. Menyatakan bahwa: kontrak atau akad dalam fiqh Islam ialah satu ikatan
tawaran (Ijab) dari penawar dan penerimaan tawaran tersebut oleh pihak penerima dengan satu
125
Akad rahn dipaparkan seperti di atas. Selanjutnya Akad al-ijarah
dalam kontrak gadai dalam kombinasi akad pada produk pembiayaan
gadai menimbulkan biaya yang harus ditanggung oleh nasabah dan
termasuk bisnis/tijarah, yaitu konsep penetapan harga sewa dan
keuntungan bagi lembaga keuangan syariah. Gadai syariah di Indonesia
berkembang pasca keluarnya Fatwa DSN MUI No 25/DSN-MUI/III/2002
tentang rahn, Fatwa DSN MUI No 26/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn
emas, dan Fatwa DSN MUI No 68/DSN-MUI/III/2008 tentang rahn
tasjily. Sejak itu marak berbagai jasa gadai syariah, baik di
Pegadaian Syariah maupun di berbagai Bank Syariah. Gadai syariah tidak
menghapus adanya biaya, melainkan mengganti biaya itu dengan biaya
simpan atas dasar akad ijarah (jasa).53
Karena pada dasarnya Ijarah yang
bersifat pekerjaan (jasa). Ijarah yang bersifat pekerjaan ialah
memperkerjakan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan, ijarah
seperti ini menurut para ulama fikih hukumnya boleh apabila jenis
pekerjaan itu jelas dan sesuai syari’at.54
Dibolehkan ijarah atas barang
mubah, seperti rumah, kamar, dan lain-lain, tetapi dilarang ijarah terhadap
benda yang diharamkan.55
Begitu halnya dengan transkasi gadai emas
penerimaan (Qabul) yang akan mensabit satu kesan hukum pada suatu objek. Lihat juga Rahmani
Timorita Yulianti Asas-Asas Perjanjian (Akad) dalam Hukum Kontrak Syari‟ah Jurnal Ekonomi
Islam Vol. II, No. 1, (Yogyakarta: Pusat Studi Islam (PSI) UII, Juli 2008), h. 91. Menyatakan
bahwa: Dalam hal ini kontrak disebut juga akad atau perjanjian yaitu bertemunya ijab yang
diberikan oleh salah satu pihak dengan kabul yang diberikan oleh pihak lainnya secara sah
menurut hukum syar’i dan menimbulkan akibat pada subyek dan obyeknya. 53 Ijarah merupakan akad pemindahan hak guna (manfaat) suatu barang atau jasa dalam
waktu tertantu dengan adanya pembayaran upah (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan (ownership/milkiyah) atas barang itu sendiri. Dumairi Ekonomi Syariah Versi Salaf
(Jawa Timur : Pustaka Sidogiri, 2008) h. 118-119. 54
Dimyauddin Djuaini, Pengantar Fiqh Muamalah,( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010) hlm. 156 55
Rachmat Syafei Fiqih Muamalah. hlm 135.
126
dibenarkan syariah karena sewa tempat penyimpanan barang jaminan juga
dibenarkan oleh syariah.
Akad ijarah sendiri pada dasarnya adalah sejenis kontrak jual
beli.56
Yakni jual beli manfaat, sehingga penentuan ujrah pun harus
sebanding dengan iwad.57
Dalam praktik gadai emas syariah di Pegadaian
Syariah Sampang juga termasuk kategori jual-beli yaitu jual beli tempat
untuk menyimpan barang jaminan. Namun, Jika terdapat cacat pada
ma‟qud alaih (barang sewaan), penyewa boleh memilih antara meneruskan
dengan membayar penuh atau membatalkannya.58
Begitu halnya jika
terdapat cacat pada tempat penyimpanan barang jaminan yang tidak
meyakinkan nasabah maka, Nasabah boleh melanjutkan atau membatalkan
kontrak gadai emas tersebut. Sesuai dengan pernyataan Tuhu Amuji:
Tempat penyimpanan barang jaminan yang berbentuk emas ini
disimpan dikantor ini (Pegadaian Syariah Cabang Pembantu
Sampang) kecuali barang jaminan yang lain misalnya motor itu
akan disimpan ditempat penyimpanan karena kantor Pegadaian
kita kecil sehingga tidak bisa untuk menampungnya, dan jika
kemudian hari Nasabah merasa keberatan dengan tempat
penyimpanan maka dibolehkan untuk membatalkan kontrak
gadai dan biaya sewa dihitung dari hari yang telah berjalan.
Apabila obyek sewa rusak sebelum terjadi penyerahan maka akad
ijarah batal59
. Apabila kerusakan tersebut terjadi setelah penyerahan maka
harus dipertimbangkan faktor penyebab kerusakan tersebut. Kalau
kerusakan tersebut tidak disebabkan karena kelalaian atau kecerobohan
56
Izzatul Mardhiah, Prinsip Keadilan dalam Penetapan Biaya Ijarah di Pegadain
Syariah “Disertasi” h. 22. 57
Hossan Elsefy, Islamic Finance; A Comparative Jurisprudential Study (Kuala Lumpur:
University Malaya Press, 2007), h. 5. 58
Helmi Karim,Fiqih Muamalah, (Jakarta;PT Rajagrafindo Persada,1997).hlm.,35. 59 Helmi Karim, Fiqih Muamalah,(jakarta;PT Rajagrafindo Persada,1997) hlm.35.
127
pihak penyewa dalam memanfaatkan barang sewaan, maka pihak penyewa
barhak membatalkan sewa dan menuntut ganti rugi atas tidak terpenuhi
haknya manfaatkan barang secara optimal.60
Sebaliknya jika kerusakan
tersebut disebabkan oleh pihak penyewa, maka pihak pemilik tidak berhak
membatalkan akad sewa, tetapi berhak menuntut perbaikan atas kerusakan
barangnya.61
Ijarah adalah jenis akad lazim, yaitu akad yang tidak
mebolehkan adanya kerusakan pada salah satu pihak, karena ijarah
merupakan akad pertukaran, kecuali bila didapati hal-hal yang mewajibkan
kerusakan. Agama menghendaki agar dalam pelaksanaan Ijarah itu
senantiasa diperhatikan ketentuan-ketentuan yang bisa menjamin
pelaksanaannya yang tidak merugikan salah satu pihak pun serta
terpelihara pula maksud yang diinginkan agama.62
Akad ijarah dapatlah
dikatakan sebagai akad yang menjual belikan antara manfaat barang
dengan sejumlah imbalan sewa (ujrah).63
Dengan demikian tujuan akad ijarah adalah akad pemindahan hak
guna atas barang dan atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendiri. ijarah dari
pihak penyewa adalah pemanfaatan fungsi barang secara optimal. Sedang
dari pihak pemilik, ijarah bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dari
ongkos sewa, Dalam akad ijarah penetapan biaya sewa disesuaikan
dengan jenis jaminan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tuhu Amuji,
menyatakan:
60
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah.,hlm.118. 61
Ghufron A. Mas’adi Fiqh Muamalah Kontekstual (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2002) 187-
hlm.189. 62
Helmi Karim,Fiqih Muamalah,(jakarta;PT Rajagrafindo Persada,1997), hlm.35. 63
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah.,hlm.117.
128
“Setelah semua persyaratan dari pengajuan nasabah kepada
pihak Pegadaian, dan disetujui oleh nasabah maka besaran
sewa sebagai biaya tempat penyimpanan emas diperoleh dari
perkalian jenis jaminan atau besara jaminan sesuai dengan
taksiran”64
Penentuan biaya ujroh dengan menggunakan kualisifikasi atau
jenis emas yang dijadikan jaminan serta penerapan akad ijarah dalam
penentuang biaya sewa tempat yang digunakan oleh pihak Pegadaian
Syariah sesuai dengan ketentuan Fatwa DSN-MUI No. 26/DSN-
MUI/III/2002 tentang gadai emas pada poin empat “Biaya penyimpanan
barang (marhun) berdasarkan akad ijarah.65
Berdasarkan paparan tersebut Fatwa DSN-MUI memberikan
implementasi pada Peagadaian Sayariah Sampang dengan mengamati
adanya penggabungan akad al-qard, al-rahn dan al-ijarah sebagaimana
yang dicantumkan pada Surat Bukti Rahn (SBR) Pegadaian Syariah
Sampang. Dengan demikian masing-masing pihak menyandang tiga
atribut sekaligus, nasabah sebagai pihak pengutang, penggadai (rahin),
dan pihak penyewa tempat (ajir), adapun pihak Peagadaian sebagai
pemberi utang, penerima barang jaminan (murtahin), sekaligus sebagai
pemilik jasa tempat sewa (musta‟jir) sesuai dengan Fatwa DSN-MUI
tentang pembiayaan yang disertai rahn (at-tamwil al-mautsuq bi al-rahn)
yang menyatakan pada prinsipnya, akad rahn dibolehkan hanya atas
utang piutang (ad-dain) yang antara lain timbul karena akad qard, jual-
64
Tuhu Aji, Wawancara Langsung di Pegadaian Syariah Sampang Madura Pada Tanggal
28 Maret 2016. 65
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Ketentuan
Penutup, h. 155.
129
beli (al-bai‟) yang tidak tunai, atau akad sewa menyewa (ijarah) yang
pembayaran ujrahnya tidak tunai.66
Sampai saat ini setidaknya ada tiga model penarikan dari
pembiayaan gadai emas yang merupakan produk pembiayaan berdasarkan
barang jaminan dengan menggunakan emas yang disalurkan dengan
prinsip qard, rahn, dan ijarah, maka Pegadaian mendapat sewa tempat
penyimpanan barang jaminan, biaya administrasi, dan denda
keterlambatan.
Ujroh yang merupakan keuntungan Pegadaian yang berbasis
syariah, Ujroh ini merupakan biaya yang ditanggung oleh nasabah
sebagai bentuk sewa tempat penyimpanan barang jaminan. Dalam
penentuan Ujroh Pegadaian Syariah Cabang Pembantu Sampang tidak
ikut menentukan besar kecilya margin. Karena Pegadaian ini hanya
Pegadaian yang merupakan cabang pembantu, maka Pegadaian Syariah
Cabang Pembantu Sampang hanya mengikuti ketentuan dari pegadaian
pusat yaitu Pegadaian Syariah di Surabaya atau BPP (buku pedoman
pelaksanan) Pegadaian.
Tabel 4.1.Biaya Ujroh Gadai Emas67
No Berat Perhiasan (GR…) Berat Kotor
Berdasakan Taksiran
BY. UJROH
1 Rp 50.000,00-Rp 500.000,00 0,45% Per/10 hari
2 Rp 500.000,00-Rp 20.000.000,00 0,71% Per/10 hari
3 >Rp 20.000.000,00 0,62% Per/10 hari
Sumber: Katalog Pegadaian Syariah Sampang Madura, 2016
66
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Ketentuan
Terkait Akad. 67
Data rincian biaya Ujroh Gadai Emas Pegadaian Syariah Sampang 2016.
130
Selanjutnya pendapatan Pegadaian Syariah adalah biaya
administrasi, pembenanan biaya administrasi, biaya untuk layanan sebuah
transaksi mendapat justifikasi dari banyak pakar ekonomi Islam.68
Namun, biaya administrasi menjadi keuntungan kedua bagi pihak
Pegadaian Syariah Sampang adalah adanya biaya administrasi dalam
proses pembiayaan Gadai Emas, rincian biaya adiminstrasi yaitu:
Tabel 4.2.Biaya Administrasi Gadai Emas69
No Berat Perhiasan (GR…) Berat Kotor
Berdasakan Taksiran
BY. Administrasi
1 Rp 500.000,00-Rp 1.000.000,00 Rp 8.000,00
2 Rp 1.000.000,00- Rp 2.500.000,00 Rp 15.000,00
3 Rp 2.500.000,00-Rp 5.000.000,00 Rp 25.000,00
4 Rp 5.000.000,00-Rp 10.000.000,00 Rp 40.000,00
5 Rp 10.000.000,00- Rp 15.000.000,00 Rp 60.000,00
6 Rp 15.000.000,00-Rp 20.000.000,00 Rp 80.000,00
7 >Rp 20.000.000,00 Rp 100.000,00
Sumber: Katalog Pegadaian Syariah Sampang Madura, 2016
Dari tabel tersebut dapat kita amati contoh perhitungan biaya
sewa serta biaya administrasi dari satu transaksi:70
- Barang jaminan : cincin 5 gram
- Taksiran : Rp 500.000
- Pinjaman : Rp 1.500.000
- Biaya Administrasi : 15.000
- Lama pinjaman : 1 bulan
- Biaya Sewa : 0,71 per/10 hari (2,13% per/1 bulan)X
1.500.000 = Rp 31.950
68
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik (Jakarta: Gema
Insani, 2001), h. 163. 69
Data rincian biaya Ujroh Gadai Emas Pegadaian Syariah Sampang 2016. 70
Tuhu Amuji: Wawancara langsung di Pegadaian Syariah Sampang Madura pada
tanggal 30 Maret 2016.
131
- Jumlah Semua Hutang : 1.500.000+15.000+31.950= Rp 1.546.950
Dari simulasi tersebut diperoleh biaya di Pegadaian Syariah
dengan penentuan tarif ijarah tidak berdasarkan besaran pinjaman. Akan
tetapi, berdasarkan kepada barang jaminan yang telah ditentukan di
brosur Pegadaian Syariah tersebut.
Pendapatan terahir Pegadaian Syariah Sampang adalah denda
keterlambatan yang menjadi keuntungan oleh pihak yaitu denda
keterlambatan nasabah dalam pembayaran angsuran dihitung jika
keterlambatan sampai sepuluh hari maka besaran denda sesuai dengan
besaran ujroh. Namun, jika keterlambatan tidak sampai sepuluh hari
maka tidak ada denda yang diberikan oleh pihak Pgadaian Syariah. Hal
ini sesuai dengan perkataan Tuhu Aji., menyatakan:
“Tetap ditagih angsurannya, mengirimkan surat teguran, surat
peringata 1 sampai 3 dan denda ini sebesar sesuai dengan ujroh
jika diatas 10 maka dikenakan denda sebesar biaya ujroh.
Namun, jika nasabah tetap tidak memberikan respon balik
maka, pihak Pegadaian akan menjual agunan yang kemudian
jika harga jaminan tersebut melebihi dari pembiayaan yang
diajukan uang tersebut akan dikembalikan oleh pihak bank
setelah memotong biaya untuk menjual jaminan nasabah.”71
Dari wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa Nasabah yang
melakukan keterlabatan sampai 10 hari/atau lebih dari 10 hari dalam
pembayaran angsuran maka dikenakan denda sebesar ujroh. Selain itu,
ketika nasabah tetap tidak membayar meskipun pihak telah memberikan
surat peringatan 1 sampai 3 maka pihak akan menjual (lelang)
jaminannya. Di mana hasil pelelangan jaminan akan diambil oleh pihak
71
Tuhu Aji: Wawancara langsung di Pegadaian Syariah Sampang Madura pada tanggal
30 Maret 2016.
132
bank sesuai dengan kewajiban nasabah serta semua dari proses
pelelangan biaya, sisanya akan dikembalikan kepada nasabah. Hal ini
sesuai dengan ketentuang Fatwa DSN-MUI.72
Selanjutnya kedua belah pihak sepakat bahwa pembayaran
kembali seluruh kewajiban nasabah kepada Pegadaian Syariah sesuai
dengan jadwal angsuran. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tuhu Amuji
selaku direktur Pegdaian Syariah Sampang, menyatakan:
“Pembayaran dari Nasabah dilakukan sesuai jadwal angsuran
yang disepakati, pembayaran itu juga bisa dilakukan secara
langsung oleh nasabah ke Pegadain Syariah dan bisa juga
member kuasa pada orang lain”73
Dari wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa pembayaran
angsuran sesuai dengan jadwal yang disepakati oleh nasabah. Di mana
cara pembayarannya bisa secara langsung nasabah datang ke Pegadaian
Syariah Sampang atau melalui pihak lain yang diberikan kuasa.
Selanjutnya mengenai jatuh tempo pembayaran kembali
kewajiban nasabah jatu bukan pada hari kerja, maka nasabah bersedia
untuk melakukan pembayaran pada hari kerja sebelumnya. Nasabah yang
tidak membayar kewajiban angsuran termasuk dalam kredit macet, maka
pihak bank melakukan penagihan. Hal ini seuai dengan pernyataan Tuhu
Amuji selaku direktur Pegdaian Syariah Sampang, menyatakan:
“Ketika ada nasabah yang tidak membayar kewajiban setelah
jatuh tempo maka pihak bank akan menagih, misalnya lewat
72
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Ketentuan
Penutup, h. 155. 73
Tuhu Aji: Wawancara langsung di Pegaadaian Syariah Sampang Madura pada tanggal
29 Maret 2016.
133
via telepon, karena biasanya ada juga nasabah itu lupa dengan
jadwal angsuran dengan adanya kesibukan mereka.”74
Dari wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa ketika ada
nasabah yang termasuk pembiayaan macet atau tidak lancar, maka pihak
Pegadaian Syariah akan melaukakan beberapa tindakan antara lain :
1. Tetap menagih angsuran dengan SMS, telepon atau alat media lainnya
2. Surat peringatan.
3. Menagih dengan mendatangi rumah nasabah
4. Memberikan surat teguran
5. Memberikan surat peringatan dari suarat 1 sampai ke 3
6. Menjual jaminan.
Pelaksanan pembayaran angsuran, pada pokoknya secara teknis
yuridis telah dijelaskan dalam PBI No. 5/7/PBI/2003 tentang kualitas
aktiva produktif bagi Bank Syariah dan PBI No. 5/9/PBI/2003 tentang
penyisihan penghapusan aktiva produktif bagi Bank Syariah. Penjelasan
peraturan tersebut memberikan pengertian bahwa akad qard secara umum
adalah penyediaan dana atau tagihan antara Bank Syariah dengan pihak
peminjam yang mewajibkan pihak peminjam untuk melakukan
pembayaran secara tunai atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.75
Pencantuman akad ijarah di Pegadaian Syariah Sampang terlihat
dalam kontrak akad ijarah menyatakan Pegadaian Syariah dan Nasabah
yang bertanda tangan di bawah surat buku rahn (SBR) ini yakin murtahin
(penerima gadai dalam hal ini PT Pegadaian Persero) dan rahin (pemilik
74
Tuhu Aji: Wawancara langsung Pegaadaian Syariah Sampang Madura pada tanggal 15
April 2016. 75
Atang Abd. Hakim, Fiqih Perbankan Syariah (Bandug: PT Refika Adimata, 2011), h.
268.
134
marhun atau kuasa dari pemilik marhun), sepakat membuat akad ijarah.76
Akad ijarah ini dilaksanakan setelah akad rahn telah disepakati dan
digunakan sebagai pintu masuk untuk menyewa tempat menyimpan
jaminan. Sesuai dengan pendapat Dr Abdurrauf multi akad dibenarkan
secara syariah antara lain jika dilakukan secara terpisah.77
Menurut
Ulama Hanafiyah, ketetepan akad ijarah adalah kemanfaatan yang
sifatnya mubah. Menurut Ulama Malikiyah, hukum ijarah sesuai dengan
keberadaan manfaat. Ulama Hanbaliyah dan Syafi’iyah berpendapat
bahwa hukum ijarah tetap pada keberadaannya, dan hukum tersebut
menjadi masa sewa seperti benda yang tampak.78
Dalam kontrak ijrah Pegadaian Syariah Sampang menerangkan
musta‟jir menyewa ma‟jur (tempat penyimpanan atau gudang) milik
mu‟ajjir untuk menyimpan marhun milik Musta‟jir. Sesuai dengan
ketentuan Fatwa DSN-MUI yang menyatakan pemeliharaan dan
penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun
dapat dilkukan juga oleh murtahin dengan diikuti akad ijarah sebagai
akad untuk sewa tempat penyimpanan barang jaminan.79
Senada dengan
pendapat Hasanudin sebagai anggota DSN-MUI menyatakan pada
dasarnya tanggung jawab untuk menyimpan barang jaminan adalah rahin.
Namun, yang demikian akan mempersulit rahin jika harus menyimpan
sendiri dan sebagai jaminan untuk memberikan keyakinan pada
76
Contoh Akad Ijarah Pembiayan Gadai Emas di Pegadaian Syariah Sampang Tahun
2016. 77
Abdurrauf: Wawancara langsung di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 Mei 2016. 78
Dimyauddin Djuaini, Pengantar Fiqh Muamalah. hlm. 156 79
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, No 3 & 4,
h. 155.
135
Pegadaian sehingga penyimpanan jaminan boleh dilakukan oleh
murtahin.80
Adapun penentuan sewa dengan akad ijarah piak Peagadaian
Syariah Sampang memerikan ketentuan bahwa musta‟jir harus tunduk
dan mengikuti segala peraturan yang berlaku di mu‟ajjir dan setuju
dikenakan ujroh (sewa penyimpanan), dengan ketentuan tarif ujroh yang
berlaku di mu‟ajjir atau sebesar yang tercantum dalam nota transaksi
(struk). Besaran sewa yang ditentukan oleh Pegadaian harus disepakati
oleh Nasabah dengan tidak ada potongan atau tawar menawar, hal
demikian yang banyak diperdebatkan oleh para peneliti misalnya oleh
Izzatul Mardiah yang menyatakan bahwa penentuan besaran sewa tidak
memenuhi keadilan formal dan substansial81
Apabila musta‟jir meninggal
dan terdapat hak dan kewajiban terhadap mu‟ajjir ataupun sebaliknya,
maka hak dan kewajiban tersebut jatuh kepada ahli waris mu‟ajjir sesuai
dengan ketentuan waris.82
Selanjutnya pembayaran utang serta biaya sewa dibayar oleh
nasabah setelah jatuh tempo atau akad berakhir. Akad berakhir ketika
barang telah diserahkan kembali pada pemiliknya, rahin membayar
hutangnya, Pembebasan hutang dengan cara apapun, meskipun dengan
80
Hasanudin: Wawancara langsung di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 20 Mei 2016. 81
Izzatul Mardhiah, dalam Disertasi yang dibuktikan dengan judul Prinsip Keadilan
dalam Penetapan Biaya Ijarah di Pegadain Syariah “Diseratsi” (Jakarta: Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah, 2013). 82
Contoh Akad Ijarah Pembiayan Gadai Emas di Pegadaian Syariah Sampang Tahun
2016.
136
pemindahan oleh murtahin, dan dijual dengan perintah hakim atas
perintah rahin.83
Disamping itu, Dewan Syariah Nasional telah menetapkan bahwa
produk pembiayaan yang mengandung beberapa kontrak harus dilakukan
secara terpisah dan diselesaikan salah satunya sebelum pindah pada akad
selanjutnya. Dalam kasus kontrak gadai emas di Pegadaian Syariah
Sampang penerapan multi akad tersebut telah dipisahkan sehingga
keberadaan beberapa akad tersebut sangat jelas sesuai dengan funsi
masing-masing akad. Meskipun, secara logika masih dapat dipahami, jika
terjadi bentuk-bentuk transaksi yang menggabungkan akad tijari
(komersil) dengan akad tabarru‟ (sosial), maka akan menimbulkan
anggapan bahwa transaksi tersebut dianggap sebagai bentuk hilah hanya
mengalihkan penarikan keuntungan dari akad tabarru‟ kepada akad
tijarah84
Namun, tidak dapat dipungkiri dalam kenyataan akad tabarru‟
sering digunakan untuk menjembatani atau memperlancar akad
tijarah.85
sehingga keberadaan akad ijarah di Pegadaian Syariah Sampang
tersebut dibenarkan sesuai dengan Fatwa DSN-MUI yang menyebutkan
keberadaan biaya pemeliharaan jaminan sebagai bagian tambahan
terhadap kontrak al-rahn, karena keberadaan akad ijarah tersebut pada
83
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, Cetakan Keempat, (Jakarta PT. Ichtiar
Baru Van Hoeve, 2000), h. 383. 84
Asmadi Mohamed Naim, “Sistem Gadaian Islam,” Journal Islamiyyat. 26 Februari 2004: 39-57. 85
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisii Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2007), h. 70.
137
dasarnya hanya disepadankan dengan biaya ujrah tempat pemeliharaan
jaminan.86
Praktik multi akad di Pegadaian Syariah Sampang tersebut boleh
karena tidak menjadi wasilah (media) untuk melakukan hal haram, tidak
menjadi khilah ribawiyah, dan beberapa akad tersebut tidak menimbulkan
akibat hukum yang saling menafikan. Sesuai dengan pendapata Dr.
Hasanudin yang menyatakan bahwa multi akad itu dibenarkan jika tidak
menjadi wasilah (media) untuk melakukan hal haram, tidak boleh
menjadi khilah ribawiyah (rekayasa dengan cara tertentu untuk
membenarkan tindakan ribawi yang dilakukan secara formalitas tetapi
sebenarnya haram menurut syariah) serta penggabungan akad tidak boleh
menimbulkan akibat hukum yang saling menafikan contoh bai‟ul „inah,87
mayoritas ulama Hanafiyah, sebagian pendapat ulama Malikiyah, ulama
Syafi’iyah, dan Hanbali berpendapat bahwa hukum multi akad sah dan
diperbolehkan menurut syariat Islam dengan beralasan bahwa hukum asal
dari akad adalah boleh dan sah, tidak diharamkan dan dibatalkan selama
tidak ada dalil hukum yang mengharamkan atau membatalkannya.88
86
Hasanudin: Wawancara langsung di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 20 Mei 2016. 87
Hasanudin: Wawancara langsung di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 20 Mei 2016. 88
Hasanudin. (Multi Akad Dalam Transaksi Syariah Kontemporer Pada Lembaga
Keuangan Syariah di Indonesia, h. 13.
138
BAB V
PENERAPAN MULTI AKAD GADAI SYARIAH DI BANK JAWA TIMUR
SYARIAH SAMPANG MADURA
Dalam kajian ini, akan dijelaskan tentang kontrak gadai yang dilakukan
oleh pihak perbankan syariah yaitu Bank Jawa Timur Syariah Sampang Madura.
Perbankan syariah yang merupakan lembaga keuangan syariah yang tidak
mengenal negatif spread harus disosilkan kepada masyarakat disamping perannya
sebagai lembaga yang mengaplikasikan bentuk transaksi fiqih muamalah
maaliyah1 kesyariahan bank syariah diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah
(DPS) yang dibentuk oleh Dewan Syariah Nasional (DSN).
Atas dasar pengawasan itu pula, penyimpangan dari tujuan bank syariah
akan menjadi tugas DPS untuk memberikan jalan keluar bagi bank syariah.
Seperti halnya dengan adanya Fatwa DSN-MUI mengenai multi akad dalam
gadai syariah dikeluarkan sebagai bentuk jawaban dari permintaan lembaga
keuangan syariah yang membutuhkan Fatwa tersebut untuk inovasi produk
keuangan syariah kontemporer2 begitu juga dalam kajian ini peneliti akan
mengamati keseuaian praktik multi akad dalam produk pembiayaan gadai IB
Barokah di Bank Jawa Timur Syariah Sampang Madura.
A. Kesesuain Akad Qard pada Praktik Gadai IB Barokah dengan ketentuan
Fatwa DSN-MUI di Bank Jawa Timur Syariah Sampang Madura
Berdasarkan dari data yang diperoleh peneliti dari hasil wawancara
dan dokumentasi akad yang merupakan suatu istilah dalam hukum ekonomi
1 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik (Jakarta: Gema
Insani, 2001), h. 237-238. 2 Hasanudin: Wawancara langsung di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 00 Mei 2016.
139
syariah untuk per-temukan ijab yang diajukan oleh pihak Bank Jawa Timur
Syariah Sampang dengan qapul dari pihak Nasabh yang menimbulakan
akibat hukum pada obyek akad yaitu gadai emas. Ijab (serah terima)
dimaksud diungkapan atau diucapan atau sesuatu yang bermakna demikian
yang datang dari orang yang memiliki sesuatu, baik merupa barang maupun
jasa sehingga dapat memindahkan hak kepemilikanya melalui akad.3
Semua akad di Bank Jawa Timur Syariah Sampang dilaksanakan
secara tertulis yang menunjukkan ijab qabul dilaksanakan secara tertulis.
Dalam tijauan fikih mu’amalah, ijab dan qobul ini adalah komponen dari
shighatul „aqd, yaitu ekspresi dari dua pihak yang menyelenggarakan akad
atau aqidain (pemilik barang dan orang yang akan dipindahakan kepemilikan
barang kepadanya) yang mencermikan hak kepemilikan melalui pembuatan
akad.4
Pertama penerapan multi akad dalam produk pembiayaan gadai IB
Barokah di Bank Jawa Timur Syariah Sampang Madura dimulai dengan akad
qard. Akad qard secara umum adalah penyediaan dana atau tagihan antara
bank syariah atau lembaga gadai dengan pihak peminjam yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melakukan pembayaran secara tunai atau cicilan
dalam jangka waktu tertentu.5 Pengembalian dalam pinjama akad qard
tersebut sesuai dengan jumlah pinjaman yang diterima oleh nasabah karea
akad qard merupakan bentuk akad tolong menolong atau tabarru‟. Jenis akad
3 Abdul Mannan, Ekonomi Islam: Teori Dan Praktek (Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf
Prima Yasa: 1997), h. 189. 4 Adiwarman A Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada, 2007), h. 66. 5Atang Abd. Hakim, Fiqh Perbankan Syariah (Bandung : PT Refika Aditama, 2011), h.
268.
140
tabarru‟ (gratuitous contract) adalah segala macam perjanjian yang
menyangkut non profit transaction (transaksi nirlaba),6 pengaplikasian akad
qard pada produk gadai IB Barokah di Bank Jawa Timur Syariah Sampang
dilaksanakan pada awal kontrak gadai.7
Tijauan pelaksanaan gadai emas tersebut mengacu pada ketentuan
Fatwa DSN-MUI No. 26/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn emas. Namun,
sebelum ijab-qobul dilakukan, nasabah harus mengikuti prosedur pembiayaan
gadai, yaitu sebagai berikut:8
1. Prosedur Pembiayaan Gadai Emas IB Barokah
a. Nasabah datang ke Bank Jawa Timur Syariah Sampang
Di dalam mengajukan permohonan pembiayaan secara tertulis
maupun secara langsung nasabah mendatangi kepada officer bank
dengan mengisi form pengajuan pembiayaan. Selanjutnya formulir
tersebut diserahkan kepada petugas bagian pembiayaan. Persyaratan
pengajuan antara lain:
1) Mengisi formulir permohonan;
2) Fotokopi KTP atau identitas lainnya yang masih berlaku;
6 Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: UII Press,
2008), h. 259. Lihat juga dalam karangan Yusuf al-Shubaily, Muqaranah Bayna Nizam Al-waqf
Wa-al Taa‟min Al-takafuli, “Internasional Conference On Coorperative Insurance In The
Framework Of Wakf, (Kuala lumpur: Universiti Antarbangsa Malaysia, 4-6 Mac 2008), h. 7-8.
Menyatakan bahwa akad tabarru‟ adalah kontrak yang melibatkan pemindahan hak milik kepada
pemilik baru tanpa sebarang bayan atau pampasan seperti hibah, sumbangan kebajikan, derma,
wasiat, dan wakaf. 7 Amsari,Wawancara langsung Bank Jawa Timur Syariah Sampang Madura pada tanggal
27 Maret 2016. 8 Ratna: wawancara langsung di Bank Jawa Timur Syariah Sampang Madura pada
tanggal 27 Maret 2016.
141
3) Barang jaminan berupa emas lantakan atau perhiasan minimal 16
karat dengan berat minimal 5 gram.9
Prosedur yang disyaratkan oleh pihak Bank Jawa Timur
Syariah sesuai dengan standar prosedur pembiayaan gadai pada
umunya yang mensyaratkan nasabah memberikan keterangan yang
diperlukan dengan benar mengenai alamat, data pengahsilan, dana data
lainnya seta adanya barang jaminan berupa emas. Bentuk emas dapa
berupa emas batangan, emas perhiasan atau emas koin dengan
kemurnian minimal 18 karat atau kadar emas 75%.10
Prosedur yang
dimaksud sebagai bentuk rukun dan syarat yang harus dipenuhi oleh
nasabah seperti halnya pendapat beberapa ulama tentang rukun rahn
dan syarat gadai syariah, terdapat dua pandangan utama yaitu jumhur
ulama (madzhab Maliki, madzhab Syafi’i dan madzhab Hanbali) dan
pandangan madzhab hanafi secara umum memiliki empat rukun11
:
أركانه : هرهوى وهرهوى به وصيغت وعاقد 12.
Adapun yang menjadi rukun ar-rahn antara lain, yaitu: adanya
barang yang digadaikan, adanya hutang/tanggungan, ucapan
searah terima, dan adanya orang yang berakad.
9 Brosur Gadai Emas IB Barokah Bank Jatim Syariah Sampag 2016.
10 Andri Soemitra, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Kencana, 2009), h.
403 11
Selain Pendapat para ulama tersebut, ada pendapat ulama yang dikutip oleh Arrum
Mahmudahningtyas Analisis Kesyariahan Transaksi Rahn Emas (Studi Pada Pegadaian Syariah
Cabang Landungsari Malang) “Jurnal Ilmiah Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Dan
Bisnis”(Malang: Universitas Brawijaya, 2015) h. 6. Menyatakan bahwa: Madzhab Hanafiyah
memandang Al rahn (gadai) hanya memiliki satu rukun yaitu shighat, karena ia pada hakekatnya
adalah transaksi hanya ijab (pernyataan menyerahkan barang sebagai jaminan pemilik barang) dan
qabul (pernyataan kesediaan memberi utang dan menerima barang jaminan itu). Menurut ulama
Hanafiyah, agar lebih sempurna dan mengikat akad rahn, maka diperlukan qardh (penguasaan
barang) oleh penerima gadai (murtahin). Adapun rahin, murtahin, marhun, dan marhun bih itu
bukan termasuk syarat-syarat rahn, bukan rukunnya hanya sebagai pendukung akad saja. 12
Asmadi Mohamwed Naim, Skim al-Rahn Antara Keaslian Dan Penyelesaian Semasa
Menurut Perundangan Islam (Universitii Utara Malaysia: Jurnal Pembangunan Nasional Jilid
4&5, Juni-Desember, 2002), h.143.
142
Rukun gadai syariah yang pertama adalah adanya marhun (barang yang
digadaikan), adanya utang, sighat ijab qabul, dan orang yang berakad.
b. Membuka Rekening Tabungan
Membuka rekening bagi nasabah yang belum menjadi nasabah
Bank Jatim13
. Hal ini sesuai dengan pernyataan Amsari selaku analisis
gadai, menyampaikan:
“Nasabah yang mengajukan pembiayaan Gadai Emas IB
Barokah, adalah mereka yang telah menjadi nasabah di PT.
Bank Jatim, tidak terdaftar dalam kredit macet perbankan,
mengajukan pembiayaan kepada Bank Jatim, kemudian bank
menyetujui, bank melakukan analisis emas, setalah itu ketika
nasabah dinyatakan berhak mendapatkan biaya, maka bank
mencairkan dana tersebut.”14
Dari wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa nasabah yang
mengajukan pembiayaan Gadai Emas IB Barokah adalah mereka yang
telah menjadi nasabah di Bank Jawa Timur Syariah. Hal ini senada
dengan penuturan Ibu Riska selaku nasabah yang mengajukan
pembiayaan umum modal kerja, menyatakan:
“Yang bisa mengajukan pembiayaan umum Gadai Emas IB
Barokah adalah mereka yang menjadi nasabah Bank Jatim ini,
saya sebenarnya tidak memiliki tabungan di bank ini. Namun,
karena saya ingin mengajukan pembiayaan Gadai Emas IB
Barokah maka saya harus menjadi nasabah di Bank Jatim
ini.”15
Pembukaan rekening tabungan di Bank Jawa Timur Syariah
harus memenuhi syarat-syarat, antara lain:
1) Mengisi formulir pembukaan rekening
13
Ibu Riska, Nasabah Wawancara langsung Bank Jawa Timur Syariah Sampang Madura
pada tanggal 27 Maret 2016. 14
Amsari,Wawancara langsung Bank Jawa Timur Syariah Sampang Madura pada tanggal
27 Maret 2016. 15
Ibu Riska, Nasabah Wawancara langsung Bank Jawa Timur Syariah Sampang Madura
pada tanggal 27 Maret 2016.
143
2) Menyerahkan fotocopy identitas diri yang masih berlaku
(KTP/SIM/Paspor)
3) Setoran awal minimal Rp 50.000,00.16
c. Pengumpulan data
Setelah terdaftar menjadi nasabah langkah selanjutnya dalam
pembiayaan Gadai IB Barokah adalah pengumpulan data. Data yang
diperlukan didasari adalah tentang kelayakan nasabah baik dari segi
umur nasabah, tujuan pembiayaan, usaha nasabah, serta lokasi usaha
nasabah, yang bertujuan untuk mengetahui kelayakan nasabah untuk
mendapatkan pembiayaan dari Bank Jatim Syariah. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Amsari, menyatakan:
“Dalam pengumpulan data nasabah yang dicek antara lain
identitas nasabah, dan jaminan emas.”17
Dari wawancara di atas dapat dijelaskan bahwa Bank Jatim
Syariah Cabang Pembantu Sampang dalam menilai nasabah
pembiayaan Gadai IB Barokah hanya melihat identitas dan jaminan
emas nasabah.
d. Standar Penilaian Logam Emas
Nilai pinjaman yang diperoleh oleh nasabah minimal 50% dari
nilai taksiran sedangkan maksimal pinjaman 100% dari nilai taksiran,
contoh penghitungan nilai taksiran:
Nilai bersih emas sebesar 24,650
Harga taksiran sebesar 258, 125
16
Brosur Tabungan Barokah dan Tabungan Haji Amanah Bank Jatim Syariah 2016. 17
Ach Rahbini, Marketing Lending Wawancara langsung Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura pada tanggal 27 Maret 2016.
144
Maka penghitungan besaran pinjaman sebesar 24,650 X 258,125 =
6.362.789,49
Dari penghitungan tersebut pinjaman yang bisa diterima oleh
nasabah maksimal sebesar Rp 6.362.789,49.18
Dari nilai taksiran
tersebut nasabah akan mendapat pembiayaan berkisar 50% sampai
100% dari nilai taksiran tersebut. Dengan merujuk kepada paparan
tersebut memberikan pemahaman besaran hutang yang diberikan
harus merupakan hak yang wajib diberikan/diserahkan kepada
pemilik jaminan (Nasabah), serta memungkinkan pemanfaatan.
Bila sesuatu menjadi utang tidak bisa dimanfaatkan, maka tidak
sah, harus dikuantifikasi atau dapat dihitung jumlahnya. Bila tidak
dapat dikukur atau tidak dikualifikasi rahn itu tidak sah.19
Sehingga
besaran utang tersebut harus jelas dan dapat dihitung.
2. Pelaksanaan Akad Qard
Nasabah yang telah mengajukan permohonan Gadai IB
Barokah, maka nasabah diberi surat penandatanganan yang disediakan
oleh Bank Jatim yang berdasarkan akad Qard. Kutipan akad qard
dalam Bank Jatim; 20
dalam akad dijelaskan bahwa PT Bank
pembangunan Daerah Jawa Timur Cabang/Cabang Pembantu Syariah
Sampang, sebagaimana tersabut dalam surat Gadai IB Barokah yang
dalam hal ini diwakili oleh pejabat bank dan oleh karenanya bertindak
18
Amsari Wawancara langsung Bank Jawa Timur Syariah Sampang Madura pada tanggal
28 Maret 2016. 19
Fransiska Cicylia Prabasanti Analisis Gadai Emas Bank Syariah Terhadap Perolehan
Feebase Income (StudiKasus Pegadaian Emas Bank Syariah Mandiri Semarang) Tugas Akhir
DIII (Salatiga: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri 2014), h. 28. 20
Contoh Akad Qardh Pembiayan Gadai IB Barokah di Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura Tahun 2016.
145
untuk dan atas nama serta kepentingan bank sebagai muqarid (pemberi
pinjaman) selanjutnya disebut Bank. Tinjauan dari akibat hukum suatu
akad akan menimbulkan hak dan kewajiban yang disebut juga hukum
tambahan akad, akibat hukum tambahan akad dimaksud, dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu akibat hukum yang ditentukan
oleh syariah dan akibat hukum yang ditentukan oleh para pihak sendiri,
apa yang baru dikemukakan terdahulu merupakan akibat hukum
tambahan yang ditentukan oleh syariah.21
Dalam hal ini kutipan akad
tersebut menunjukkan adanya akibat hukum yang ditimbulkan Bank
Jatim Syariah berkewajiban untuk memberikan dana sebagai bentuk
piutang kepada Nasabah, sehingga Nasabah memiliki hak untuk
menerima pinjaman tersebut.
Selanjutnya yang disebut Nasabah atau muqtarid yaitu orang
yang nama dan alamatnya tercantum dalam surat Gadai IB Barokah.
Nasabah dan pihak Bank merupakan orang yang berakad yang harus
dipenuhi sebagai pelaku transaksi gadai yaitu rahin (pemberi gadai) dan
murtahin (penerima gadai) adalah telah dewasa, berakal sehat, dan atas
keinginan sendiri. Berhubungan dengan transaktor (orang yang
bertransaksi) yaitu Orang yang menggadaikan barangnya adalah orang
yang memiliki kompetensi beraktivitas, yaitu baligh, berakal dan rusyd
(kemampuan mengatur).22
Dalam kontrak qard para pihak terlebih dahulu menerangkan
bahwa dengan ini telah setuju dan sepakat untuk membuat perjanjian
21
Adiwarman A Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada, 2007), h. 66. 22
A. Zainuddin dan Jamhuri Al Islam 2 Muamalah dan Akhlak, h. 21.
146
pembiayaan berdasarkan prinsip qardh untuk transaksi utang-piutang.23
akad qard adalah pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan
kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara
sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. Kontrak berbasis
qard bertumpu pada pemberian pinjaman yang harus dibayar sesuai
dengan besaran pinjaman yang diberikan karena tambahan atas pokok
pinjaman qard termasuk kategori riba yang diharamkan yang tergolong
pada riba jahiliyah.24
Ketentuan tersebut sejalan dengan konsep fikih yang
menyebutkan akad qard secara umum adalah penyediaan dana atau
tagihan antara bank syariah atau lembaga gadai dengan pihak peminjam
yang mewajibkan pihak peminjam untuk melakukan pembayaran secara
tunai atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.25
Begitu halnya dengan
ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 19/DSN-
MUI/IV/2001 yang menjelaskan bahwa al-qardh adalah pinjaman yang
diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan.26
Selanjutnya dalam kotrak qardh dijelaskan tentang keberdaan
Bank atau muqarid sebagai pihak yang memberikan sejumlah uang
sebagai pinjaman kepada nasabah, Nasabah atau muqtarid adalah
penerima pinjaman atas sejumlah uang yang harus dikembalikan kepada
23
Contoh Akad Qardh Pembiayan Gadai IB Barokah di Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura Tahun 2016. 24
Abd. Al-Razzaq Sa’id Bal Abbas, Hal Qasar Al-Fuqaha Al-Muasirun Fi Bayan Usul
Al-Nizam Al-Iqtisad Al-Islami? “Jurnal Ekonomi Islam Universitas King Abdul Aziz, Vol.21,
No.1”, (2008), h. 35-36. 25
Atang Abd. Hakim, Fiqh Perbankan Syariah (Bandung : PT Refika Aditama, 2011), h.
268. 26
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, ketentuan
Fatwa Dewan Syariah Nasional No 19/DSN-MUI/IV/2001.
147
Bank secara sekaligus atau cicilan pada saat jatuh tempo;27
sebagaimana ketentuan Fatwa DSN-MUI yang menyatakan bahwa
Nasabah al-qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang
diterimanya pada waktu yang telah disepakati bersama.28
Selain
penjelasan mengenai kewajiban Nasabah kontrak tersebut menjelaskan
hak Bank untuk menagih kepada nasabah sejumlah hutang atau bagian
dari hutang yang belum dibayar oleh nasabah29
serta kewajiban
Nasabah sebagai pihak yang menerima pinjaman uang dari Bank Jawa
Timur Syariah Sampang dan oleh karena itu mengaku berhutang serta
berjanji dan mengikatkan diri untuk membayar kembali kepada Bank
sejumlah uang dengan jangka waktu dan cara pembayaran yang
ditetapkan.30
Adapun besaran pembiayaan dijelaskan jumlah qard adalah
sebesar sebagaimana telah tercantum dalam surat Gadai IB Barokah31
serta penjelasan tentang adanya adanya biaya-biaya yang timbul
sehubungan dengan pembuatan perjanjian ini seperti biaya
pemeliharaan atau sewa tempat penyimpanan dan biaya lainnya. Biaya
tersebut telah disepakati akan menjadi beban nasabah dan untuk itu
Bank sebagai pihak yang berpiutang diebaskan untuk menanggung
27
Contoh Akad Qardh Pembiayan Gadai IB Barokah di Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura Tahun 2016. 28
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, ketentuan
Fatwa Dewan Syariah Nasional No 19/DSN-MUI/IV/2001. 29
Contoh Akad Qardh Pembiayan Gadai IB Barokah di Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura Tahun 2016. 30
Contoh Akad Qardh Pembiayan Gadai IB Barokah di Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura Tahun 2016. 31
Contoh Akad Qardh Pembiayan Gadai IB Barokah di Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura Tahun 2016.
148
biaya-biaya tersebut32
sejalan dengan materi Fatwa DSN-MUI yang
memberikan beban kewajiban kepada nasabah untuk membeyar biaya-
biaya yang timbul atas kontrak qardh seperti biaya administrasi.33
Bahkan dalam kelanjutan Fatwa DSN-MUI tersebut ada penambahan
ayat yang menyatakan adanya kebolehan Nasabah untuk memberikan
tambahan (sumbangan) dengan sukarela kepada LKS selama tidak
diperjanjikan dalam akad.34
Selanjutnya tentang pembayaran dalam akad dijelaskan dengan
ketentuan akad Nasabah berjanji dengan ini mengikat diri untuk
membayar sejumlah uang kepada Bank dalam jangka waktu
sebagaimana tersebut dalam surat Gadai IB Barokah terhitung sejak
akad ini ditandatangani serta berahir pada tanggal sebagaimana tersebut
dalam surat Gadai IB Barokah35
dalam ayat Fatwa DSN-MUI
ditentukan dalam ayat yang menyatakan bahwa Nasabah wajib
mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang
disepakati bersama.36
Penjelasan akad juga dilengkapi dengan
penjelasan tentang apabila tanggal jatuh tempo pembayaran
pembiayaan sebagaimana dimaksud pada surat Gadai IB Barokah
32
Contoh Akad Qardh Pembiayan Gadai IB Barokah di Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura Tahun 2016. 33
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, ketentuan
Fatwa Dewan Syariah Nasional No 19/DSN-MUI/IV/2001. 34
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, ketentuan
Fatwa Dewan Syariah Nasional No 19/DSN-MUI/IV/2001. 35
Contoh Akad Qardh Pembiayan Gadai IB Barokah di Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura Tahun 2016. 36
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, ketentuan
Fatwa Dewan Syariah Nasional No 19/DSN-MUI/IV/2001.
149
bertepatan dengan hari libur, maka pembayaran oleh nasabah harus
dilakukan pada hari kerja sebelum hari libur tesebut.37
Pembayaran hutang oleh Nasabah harus membawa rekening
tabungan dengan nama yang tertera dalam tabungan Nasabah. Hal ini
sesuai dengan penjelasana isi kontrak yang menyatakan Setiap
pembayaran atau pelunasan pembiayaan oleh nasabah kepada Bank
dilakukan melalui pemindabukuan atas rekening yang dibuka oleh dana
atas Nasabah di kantor Bank atau tunai; Nasabah memberikan kuasa
yang tidak dapat berakhir karena sebab-sebab yang ditentukan dalam
pasal 1813 KUHPerdata kepada Bank, untuk mendebet rekening
nasabah guna membayar/pelunasan pokok pembiayaan;38
sesuai dengan
penjelasan Amsari39
Dalam gadai emas IB Barokah ini pihak Nasabah setiap
pembayaran diharuskan membawa rekening tabungan sesuai
dengan nama yang tertera dalam SBR dan tabungan, Nasabah juga
bisa melalui telepon dengan cara mendebet saldo dalam rekening
tersebut.
Dalam hal terjadi perbedaan penaksiran terhadap pelaksanaan
akad pembiayaan ini maka para pihak sepakat untuk menyelesaikan
secara musyawarah mufakat40
sesuai dengan kajian Fatwa DSN-MUI
yang menjelaskan bahwa jika terjadi perselisihan di antara kedua belah
pihak, maka penyelesainnya dilakukan melalui Badan Arbiterase
37
Contoh Akad Qardh Pembiayan Gadai IB Barokah di Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura Tahun 2016. 38
Contoh Akad Qardh Pembiayan Gadai IB Barokah di Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura Tahun 2016. 39
Amsari Wawancara langsung Bank Jawa Timur Syariah Sampang Madura pada tanggal
28 Maret 2016. 40
Contoh Akad Qardh Pembiayan Gadai IB Barokah di Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura Tahun 2016.
150
Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui Musyawarah41
Segala akibat hukum yang terjadi atas perbuatan perjanjian ini, para
pihak memilih domisili tetap memilih di Kantor Kepaniteraan
Pengadilan Agama.42
Sesuai dengan penjelasan Amsari:
Penyelesaian sengketa dalam pembiayaan gadai IB Barokah sampai
saat ini hanya sebatas musyawarah karena Alhamdulillah dengan
jalan tersebut antara pihak Bank Jawa-Timur Syariah Sampang
dengan Nasabah telah mengahasilkan mufakat. Namun apabila
musyawarah tidak dapat berhasil maka ketentuan Bank Jaw Timur
Syariah Sampang pasti ke Pengadilan Agama terdekat karena di
Sampang belum ada Lembaga Arbiterase meskipun Pengadilan
prosesnya lebih rumit dari pada Lembaga Arbiterase dan hal itu
akan menambah pekerjaan bagi Pihak Bank Jawa Timur Syariah
sendiri.43
Bagian penutup dalam kontrak qardh disisi dengan penjelasan
bahwa setiap pemberi tahuan dan komunikasi sehubungan dengan
perjanjian kontrak qardh tersebut dianggap telah disampaikan secara
baik dan sah, apabila dikirim dengan surat tercatat atau disampaikan
secara pribadi dengan tanda terima ke alamat Para Pihak Nasabah serta
hal-hal yang belum diatur atau belum cukup diatur dalam perjanjian
yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian ini, maka
akan diatur kemudian dengan sesuai kesepakatan kedua belah pihak
dalam perjanjian tambahan (addendum) yang merupakan satu
kesatuan.44
41
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Ketentuan
No.5, Poin. B, h. 155. 42
Contoh Akad Qardh Pembiayan Gadai IB Barokah di Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura Tahun 2016. 43
Amsari Wawancara langsung Bank Jawa Timur Syariah Sampang Madura pada tanggal
28 Maret 2016. 44
Contoh Akad Qardh Pembiayan Gadai IB Barokah di Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura Tahun 2016.
151
B. Kesesuain Akad Rahn pada Praktik Gadai IB Barokah dengan
ketentuan Fatwa DSN-MUI di Bank Jawa Timur Syariah Sampang
Madura
Akad rahn dilaksanakan setelah akad qard, akad rahn ini
merupakan bentuk kesepakatan antara pihak Bank Jatim dengan Nasabah
sebagai bentuk kesepakatan penyerahan barang jaminan untuk
mendapatkan hutang.45
Seperti pandangan fikih yang menyatakan (al
rahn) dapat diartikan sebagai (al stubut,al habs) yaitu penetapan dan
penahanan,46
dapat diartikan pula sebagai bentuk transaksi yang
menjadikan suatu benda berharga dalam pandangan syariah sebagai
jaminan atas adanya dua kemungkinan, untuk mengembalikan uang itu
atau mengambil sebagian benda itu.47
Bentuk transaksi penahanan emas
sebagai jaminan dari Nasabah utang yang dibentuk dengan akad qard
oleh pihak Bank Jawa Timur Syariah Sampang.
45
Amsari Wawancara langsung di Bank Jawa Timur Syariah Sampang Madura pada
tanggal 28 Maret 2016. 46
Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟i Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan Al-
Qur‟an Dan Hadits, Cet.2, Vol.2 (Jakarta: Almahira, 2012) h. 73. Lihat juga Ustman bin
Muhammad Syattha, hasiyyat I‟anat At-thalibien „ala Hall Alfadz Fath al-Mu‟in, (Beirut: Dar Al-
kutub Al-Ilmiyah, 2007, Cet.2, Vol.3) h. 94. lihat juga dalam Muhamad Nawawi Al-jawiy, Quuth
Al-Habib Al-Gharib Tausyekh „Ala Fath el-Qarib Al-Mujieb, (Jakarta: Dar Al-Kutub Al-
Islamiyah, 2002) h. 275.Menyatakan bahwa definisi Rahn dalam istilah Syari'at, para ulama telah
menjelaskan, yaitu menjadikan harta benda sebagai jaminan hutang untuk dilunasi dengan jaminan
tersebut, apabila (si peminjam) tidak mampu melunasinya. Sejalan dengan pendapat Muhamad
Shatta dalam bukunya menjelaskan bahwa Rahn menjadikan suatu barang yang bernilai menurut
syara’, sebagai jaminan atas piutang, yang memungkinkan terbayarnya hutang si peminjam kepada
pihak yang memberikan pinjaman 47
H. Hendi suhendi. Fiqh muamalah, (Jakarta: pt. Grafindo persada, 2000), h. 105-106.
Lihat juga Dwi Suwiknyo, Kompilasi Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010), h. 240. Menyatakan Rahn menurut bahasa berarti ats-tsubut dan al-habs yaitu
penetapan dan penahanan. Secara istilah, rahn yaitu menjadikan suatu benda bernilai menurut
pandangan syara’ sebagai tanggungan hutang, dengan adanya benda yang menjadi tanggungan itu
maka sebagian atau bahkan seluruh hutang dapat dilunasi. Dan Menurut bahasa, gadai (rahn)
berarti al-tsubut dan al-habs yaitu tetap, kekalatau penahanan. Serta lihat Wahbah zuhaili, Fiqih
Imam Syafi‟i Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan Al-Qur‟an Dan Hadits, Cet.2, Vol.2
(Jakarta: Almahira, 2012) h. 73.
152
Pelaksanan rahn dalam syariah sesuai dengan Ayat Al-qur’an
yang dapat dijadikan dasar hukum perjanjian gadai adalah Al-
Baqarah ayat 283, diantaranya adalah :
قبوضت ى اهفر ه و إى كنتن على سفر و لن تجدوا كاتبا
“jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak memperoleh
seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang (oleh yang berpiutang).”(QS. Al-Baqarah : 283)
Penggabungan pelaksanaan akad rahn sebagai bentuk jaminan
dari akad qard sesuai dengan ketentuan Fatwa DSN-MUI tentang
pembiayaan at-tamwil al-mautsuq bi al-rahn menyatakan bahwa pada
prinsipnya akad rahn dibolehkan hanya atas utang-piutang (al-dain) yang
antara lain timbul karena akad qardh48
dan Fatwa DSN-MUI tentang
qardh yang dibolehkan atas LKS utuk meminta barang berharga sebagai
jaminanan49
dan Fatwa DSN-MUI tentang rahn yang menyatakan bahwa
pinjaman dengn menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam
bentuk rahn itu dibolehkan.50
Bank Jawa Timur Syariah Cabang
Pembantu Sampang Madura menjelaskan beberapa hal dalam kontrak
rahn antara lain: PT Bank pembangunan daerah Jawa Timur
Cabang/Cabang Pembantu Syariah, Gadai IB Barokah yang dalam hal ini
diwakili oleh pejabat Bank dan oleh karenanya bertindak untuk dan atas
nama serta kepentingan Bank bertindak sebagai penerima gadai
selanjutnya disebut Bank. Nasabah atau muqtarid yaitu orang yang
48
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Ketentuan
Tentang Pembiayaan yang disertai Rahn (At-Tamwil Al-Mautsuq Bi Al-Rahn) Nomor: 29/DSN-
MUI/IV/2014. 49
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, ketentuan
Fatwa Dewan Syariah Nasional No 19/DSN-MUI/IV/2001. 50
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Ketentuan
Penutup, h. 155.
153
bertindak sebagai pemberi gadai, nama dan alamatnya tercantum dalam
surata Gadai IB Barokah.51
Awal akad tersebut menjelaskan bahwa Bank
Jawa Timur bertindak sebagai pemberi hutang sekaligus sebagai
penerima gadai sedangkan Nasabah bertindak sebagai pihak yang
berpiutang serta sebagai pihak yang menyerahkan gadai
Selanjutnya mengenai spesifikasi barang jaminan (marhun) yang
tercantum di surat Gadai IB Barokah merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari akad qard, dengan ketentuan Nasabah menjamin bahwa
barang-barang tersebut adalah miliknya, serta Bank tidak akan dapat
tuntutan atau gugatan apapun dari pihak yang menyatakan mempunyai
hak atas barang-barang tersebut sebagai pemilik dan oleh karena itu Bank
dibebaskan oleh Nasabah dari segala tuntutan atau gugatan tersebut dan
selanjutnya Nasabah membeabaskan serta mengambil alih segala
tanggungjawab dalam bentuk apapun juga yang dipertanggungjawabkan
atau dibebankan kepada Bank sebagai akibat tuntutan gugatan tersebut.52
Dalam ketentuan fikih Agar ijarah terlaksana, barang harus dimiliki oleh
aqid atau ia memiliki kekuasaan penuh untuk akad (ahliah). Dengan
demikian, ijarah al-fudhul (ijarah yang dilakukan oleh orang yang tidak
memiliki kekuasaan atau tidak dizinkan oleh pemilikinya) tidak dapat
menjadikan adanya ijarah.53
Adapun bentuk pertanggung jawaban Bank Jawa Timur Syariah
Sampang terhadap barang jaminan dapat diamati dari isi kontrak yang
51
Contoh Akad Rahn Pembiayan Gadai IB Barokah di Bank Jawa Timur Syariah Sampang
Madura Tahun 2016. 52
Contoh Akad Rahn Pembiayan Gadai IB Barokah di Bank Jawa Timur Syariah Sampang
Madura Tahun 2016. 53
Rachmat Syafei Fiqih Muamalah. hlm., 134
154
menyatakan Bank menerima barang jaminan (marhun) dari Nasabah dan
bertanggungjawab sepenuhnya atas barang jaminan (marhun) yang
dititipkan tersebut termasuk mengenai keberadaanya, jumlahnya,
keadaanya dan oleh karena itu wajib memelihara dengan sebaik-baiknya,
mengganti dengan barang yang sama jenis dan nilainya jika barang-
barang tersebut hilang atau rusak selama barang jaminan (marhun) berada
dalam penguasaanya.54
Sesuai dengan materi Fatwa DSN No 25/DSN-
MUI/III/2002 hak penahanan barang jaminan (al-marhun) di tangan
penerima gadai (al-murtahin) sementara kepemilikan dan manfaat tetap
menjadi hak dan tangggung jawab pemeliharaan, penyimpanan, dan
pemanfaatan menjadi hak dan tanggung jawab al-rahin, dengan seizin al-
rahin, al-murtahin dimungkinkan memanfaatkan dengan mengganti
biaya.55
Serta ptinjauan fikih yang menjelaskan jika marhun hilang bukan
karena force majeure (keadaan memaksa) dengan ketentuan bahwa
keadaan memaksa adalah tidak terbatas pada bencana alam, perang,
pemogokan, sabotase, dan huru-hara maka rahin akan mendapat
penggantian maksimal sebesar taksiran nilai marhun,56
Keberlakuan untuk penyimpanan barang jaminan bisa diamati
dalam kontrak yang menjelaskan bahwa Bank dan Nasabah menyetujui
bahwa penyerahan barang jaminan (marhun) yang dilakukan dan diterima
54
Contoh Akad Rahn Pembiayan Gadai IB Barokah di Bank Jawa Timur Syariah Sampang
Madura Tahun 2016. 55
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Ketentuan
Penutup, h. 155. 56
Muhammad Azani Praktik Akad Gadai Dengan Jaminan Lahan/Sawah Dan Gadai
Emas Di Kecamatan Mempura Kabupaten Siak Berdasarkan Hukum Islam “jurnal Perspektif
Hukum, Vol. 15 No. 2 ”( Riau: Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning Pekanbaru
November 2015), h. 77.
155
dengan perjanjian bahwa barang-barang tersebut terhitung sejak tanggal
akad qard ditandatangani.57
Sesuai dengan pendapat Amsari. Bahwa
untuk perhitungan tempat simpanan barang jaminan gadai ini terhitung
sejak akad qard dilaksanakan dalam artian ketika uang sudah cair maka
penahanan barang juga terhitung.58
Adapun jatuh tempo pembayaran maka Bank akan memberi
peringatan kepada Nasabah. Naum, apabila Nasabah lalai membayar
kewajiban atau wanprestasi, Bank berhak untuk memberikan peringatan
secara lisan maupun tertulis dan dengan ini Nasabah memberi kuasa
kepada Bank dengan hak untuk menjual, kuasa mana merupakan bagian
yang tidak dapat dipisahkan dari pemberian pembiayaan qard.59
hal ini
sejalan dengan ketentuang Fatwa DSN No.25/DSN-MUI/III/2002 bahwa
apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untk segera
melunasi utangnya.60
Berkaitan dengan penjualan barang jaminan tersebut Fatwa DSN
juga menjelaskan apabila rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka
marhun dijual paksa/dieksekusi melalui lelang syariah61
begitu halnya
dalam kajian fikih yang menjelaskan bahwa Barang gadai yang dijadikan
sebagai jaminan ada kalanya menjadi barang lelang ketika penggadai tidak
mampu membayar dan jatuh tempo berahir dan pemilik jaminan tidak
57
Contoh Akad Rahn Pembiayan Gadai IB Barokah di Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura Tahun 2016. 58
Amsari Wawancara langsung Bank Jawa Timur Syariah Sampang Madura pada tanggal
28 Maret 2016. 59
Contoh Akad Rahn Pembiayan Gadai IB Barokah di Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura Tahun 2016. 60
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Ketentuan
No. 5 Poin. a, h. 155. 61
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Ketentuan
No. 5 Poin. b, h. 155.
156
mampu membayar maka barang jaminan menajadi barang lelang62
lelang
merupakan bentuk penjualan barang yang dilakukan di muka umum
termasuk melalui media elektronik (sosial media) dengan cara penawaran
lisan dengan yang semakin meningkat atau harga yang semakin menurun
dan atau dengan penawaran harga secara tertulis yang didahului dengan
usaha mengumpulkan para peminat (Kep. Men.Keu.RI.No.
337/KMK.01/2000 Bab I, Ps.1)63
Pada gadai emas, apabila nasabah tidak
melakukan perpanjangan dengan Membayar ijarah, itu berarti Nasabah
telah menghendaki barang jaminannya dilelang.64
Dalam hal ini, Bank mempergunakan hasil penjualan tersebut
untuk melunasi kewajiban Nasabah dengan ketentuan bahwa jika hasil
penjualannya itu lebih, maka kelebihannya akan diserahkan ke Nasabah
atau ahli waris, sedangkan jika ada kekurangannya maka itu menjadi
kewajiban Nasabah.65
Dengan merujuk pada Fatwa DSN No. 25/DSN-
MUI/III/2002 yang menyatakan bahawa kelebihan hasil penjualan menjadi
milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin.66
Sebagian biaya yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan
penjualannya tersebut di atas diperhitungkan dengan hasil penjualan.67
Isi
kontrak tersebut juga dijelaskan oleh Fatwa DSN No.25/DSN-
62
Nispan Rahmi Gadai Emas IB Pada PT BPD Kalsel Syariah Cabang Kandangan, h. 2. 63
Atiqoh Prakasi Pelasksanaan Gadai Emas Di Bank Mega Syariah “Skripsi Fakultas
Ilmu Hukum” (Jakarta: Universitas Indonesia, 2012), h. 45. 64
Lina Aulia Rahman, Analisis Kesesuaian Akuntansi Transaksi Gadai Emas Syariah
Dengan Psak Dan Fatwa Dsn Mui (Studi Kasus Praktik Gadai Emas Di Pegadaian Syariah
Surabaya) “Jurnal Jestt Vol. 2 No. 11”, (Surabaya: universitas airlangga, November 2015), h. 948. 65
Contoh Akad Rahn Pembiayan Gadai IB Barokah di Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura Tahun 2016. 66
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Ketentuan
No. 5 Poin. d, h. 155. 67
Contoh Akad Rahn Pembiayan Gadai IB Barokah di Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura Tahun 2016.
157
MUI/III/2002 menjelaskan ketentuan hasil penjualan marhun digunakan
untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum
dibayar serta biaya penjualan.68
C. Penerapan Akad Ijarah pada Praktik Gadai Emas dengan ketentuan
Fatwa DSN-MUI di Pegadaian Syariah Sampang Madura
Akad ijarah dilakukan setelah akad qard, dan akad rahn
dilaksanakan. Hal ini memberi pemahaman tentang adanya penerapan multi
akad yang dipraktikkan dalam produk pembiayaan gadai emas IB Barokah.
Sesuai dengan pendapat Abdurraruf yang menyatakan bahwa Fatwa DSN-
MUI tidak secara khusus menjelaskan tentang multi akad. Namun, adanya
produk kontemporer yang menggabungkan beberapa akad tersebut sehingga
dipahami tentang multi akad.69
Berkaitan dengan kajian ini Fatwa DSN-MUI
memberikan kebolehan pembiayaan yang disertai rahn dengan
penggabungan atas utang piutang yang antara lain akad qardh, jual-beli yang
tidak tunai, atau akad sewa menyewa (ijarah) yang pembayaran ujrahnya
tidak tunai.70
Berkaitan dengan kontrak gadai yang mengandung multi akad,
Hasanudin menyebutkan bahwa Fatwa DSN yang menyebutkan keberdaan
biaya pemeliharaan jaminan sebagai bagian tambahan terhadap kontrak al-
rahn, artinya unsur biaya pemeliharaan yang ditimbulkan dari penyimpanan
barang jaminan merupakan unsur tambahan karena kebutuhan sewa tempat
68
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Ketentuan
No. 5 Poin. c, h. 155. 69
Dr Abdurrauf: Wawancara langsung di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 Mei 2016. 70
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Fatwa
Dewan Syariah Nasional Nomor:92/DSN-MUI/IV/2014.
158
dan biaya pemeliharaan jaminan, sehingga untuk memenuhi kebutuhan
tersebut ditambahkan akad al-ijarah.71
Dalam akad ijarah Ulama Syafiiyah menjelaskan bahwa
بعوض هعلوم عقد على هنفعت هقصودة هعلوهت هباحت قابلت للبدل واإلباحت
Artinya: “Akad atas suatu manfaat yang diketahui
kebolehannya dengan serah terima dan ganti yang diketahui manfaat
kebolehannya”.72
Menurut Ulama Hanafiyah
عقد على الونافع بعوض
Artinya: ”Akad terhadap suatu manfaat dengan adanya
ganti”.73
Menurut Ulama Malikiyyah dan Hanbaliyah
ة هعلوهت بعوض توليك هنافع شيء هباحت هد
Artinya: ”Ijarah adalah menjadikan milik suatu kemanfaatan
yang mubah dalam waktu tertentu”.74
Ada yang menerjemahkan, Ijarah sebagai jual beli jasa (upah-
mengupah), yakni mengambil manfaat tenaga manusia, ada pula yang
menerjemahkan sewa menyewa, yakni mengambil dari barang. Jumhur ulama
fikih berpendapat bahwa Ijarah adalah menjual manfaat dan yang boleh
disewakan adalah manfaatnya bukan bendanya.75
Dalam praktik gadai IB
Barokah akad ijarah digunakan untuk menjual manfaat dari tempat
71
Dr Hasanudin: Wawancara langsung di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 20 Mei 2016. 72
Muhammad Asy-Syarbini, Mugni Al-Muhtaj,juz II (Yogyakarta;Pustaka Pelajar,2008),
hlm. 332. 73
Alauddin Al-Kasani, Badai‟ Ash-Shanai‟ Fi Tartib Asy- Syara‟i, juz IV, ,(Surabaya :
CM Grafika, 2010), hlm.174. 74
Ibn Qudamah,Al-Mugni,juz V,hlm.398. 75
Syamsuddin Abu Abdillah, Terjemah Fhathul Qarib,(Surabaya : CM Grafika, 2010),
hlm. 209.
159
penyimpanan untuk barang jaminan sehingga dalam kategori fikih penjualan
manfaat tersebut dibenarkan.
Selanjutnya penetapan biaya sewa disesuaikan dengan besaran
pinjaman yang diperoleh oleh nasabah yaitu sebesar 1,2% per/ 1 bulan atau
0,4% per/10 hari76
dari jumlah pinjaman ditambah dengan biaya administrasi
yang ditetapkan oleh Bank Jatim. Hal ini sesuai dengan pernyataan Amsari
selaku marketing lending, menyatakan:
“Setelah semua persyaratan dari pengajuan nasabah kepada
pihak Bank Jatim, dan disetujui oleh nasabah maka besaran
sewa sebagai biaya tempat penyimpanan emas diperoleh dari
perkalian besaran pinjaman yang diterima oleh nasabah dengan
1,2% biaya yang diinginkan oleh pihak Bank Jatim ditambah
dengan biaya administrasi.”77
Penerapan akad ijarah dalam penentuan biaya sewa tempat yang
digunakan oleh pihak Bank Jatim Syariah sesuai dengan ketentuan Fatwa
DSN-MUI No. 26/DSN-MUI/III/2002 tentang gadai emas pada poin tiga
“Biaya penyimpanan barang (marhun) berdasarkan akad ijarah.78
Namun,
ketidak sesuainnya, perhitungan besaran sewa tempat yang dikaitkan
dengan besaran pinjaman. Perhitungan tersebut memberikan pengertian
bahwa ada penambahan atas utang yang dijalankan dengan akad qard,
dimana dalam konsep fikih hal demikian disebut riba. Menurut Hasanudin
kedua kontrak (kontrak qard dan kontrak ijrah) merupakan kontrak yang
berbeda79
Akad ijarah sebuah akad yang mengambil manfaat dari barang
76
Data Ujroh Bank Jawa Timur Syraiah Sampang 05 April 2016. 77
Ach Rahbini, Marketing Lending, Wawancara Langsung di Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura Pada Tanggal 28 Maret 2016. 78
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Ketentuan
No. 5 Poin. c, h. 155. 79
Hasanudin: Wawancara Langsung di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Pada Tanggal 20 Mei 2016.
160
atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum syara’ yang berlaku.
Oleh sebab itu, sewa atau imbalan mesti jelas dengan ketentuan awal yang
telah disepakati.80
Sedangkan kontrak qard merupakan akad tabarru‟
transaksinya dilakukan dengan tujuan tolong menolong dalam rangka
berbentuk kebaikan sehingga pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak
berhak mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak lainnya. Imbalan
datang dari tabarru‟ adalah dari Allah SWT, bukan dari manusia.81
Dengan demikian DSN-MUI mencoba memisahkan antara dua akad
tersebut sesuai dengan pendapat Hasanudin.82
Untuk mengantisipas praktik riba dalam penerapan multi akad gadai,
DSN-MUI mencoba memisahkan antara dua akad. Dalam rangka
pemisahan dan menghindari kesalingterhubungan atau
ketergantungan antara akad qard dan akad ijarah dengan
menetapkan bahawa biaya pemeliharaan dan penyimpanan al-
marhum tidak boleh ditentukan berdasarkan pada besaran pinjaman.
Kontrak berbasis qard bertumpu pada pemberian pinjaman yang harus
dibayar sesuai dengan besaran pinjaman yang diberikan karena tambahan atas
pokok pinjaman qard termasuk kategori riba yang diharamkan yang
tergolong pada riba jahiliyah.83
Begitu halnya dengan ketentuan Fatwa DSN
yang menyajikan peraturan tentang besaran biaya pemeliharaan dan
penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.84
Kenyataannya dilapangan menunjukkan bahwa besaran sewa tempat
80
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarat : PT Rajagrafindo Persada,2002) hlm.,117-
118 81
Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gajahmada
University Press, 2007), h. 61. 82
Hasanudin: Wawancara Langsung di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Pada Tanggal 20 Mei 2016. 83
Abd. Al-Razzaq Sa’id Bal Abbas, Hal Qasar Al-Fuqaha Al-Muasirun Fi Bayan Usul
Al-Nizam Al-Iqtisad Al-Islami? “Jurnal Ekonomi Islam Universitas King Abdul Aziz, Vol.21,
No.1”, (2008), h. 35-36. 84
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Ketentuan
No. 4, h. 155.
161
pemeliharaan barang jaminan ditentukan sesuai dengan besaran pinjaman
yaitu 1,2% per/bulan atau 0,4 per/1 minggu dari total pinjaman.
Selanjutnya pembayaran sewa dan administrasi yang timbul dari
pembiayaan Gadai IB Barokah yang merupakan produk pembiayaan
pelengkap disalurkan dengan prinsip qard, rahn, dan ijarah tersebut maka
Bank akan mendapatkan keuntungan dari penyaluran dana ini, antara lain:
1. Keuntungan Bank (ujroh)
Ujroh yang merupakan keuntungan bank yang berbasis syariah,
Ujroh ini merupakan biaya yang ditanggung oleh nasabah sebagai bentuk
sewa tempat penyimpanan barang jaminan. Dalam penentuan Ujroh
Bank Jatim Syariah Cabang Pembantu Sampang tidak ikut menentukan
besar kecilya margin. Karena bank ini hanya bank yang merupakan
cabang pembantu, maka Bank Jatim Syariah Cabang Pembantu Sampang
hanya mengikuti ketentuan dari bank pusat yaitu Bank Jatim di Surabaya
atau BPP (buku pedoman pelaksanan) Bank Jatim. Namun, margin yang
telah ada sampai saat ini rata-rata 1,2%. Hal ini senada dengan penyataan
Ratna Dwi S. Bahwa dalam penentuan Ujroh pihak bank di sini tidak
ikut menentukan, karena bank ini hanya bank cabang pembantu.”85
2. Biaya administrasi
Selain ujroh, keuntungan dari pembiayaan Gadai IB Barokah ini
adalah biaya administrasi yang dibebankan kepada nasabah oleh pihak.
Tabel 5.1.Biaya Adminstrasi Gadai Emas IB Barokah86
No Berat Perhiasan (GR…) Berat Kotor BY. ADM
85
Dwi Ratna S. Karyawan Umum dan Pembiayaan, Wawancara langsung di Bank Jawa
Timur Syariah Sampang Madura pada tanggal 28 Maret 2016. 86
Data rincian biaya Ujroh Gadai Emas Pegadaian Syariah Sampang 2016.
162
1 1-25 Rp 10.000,00
2 25-50 Rp 13.500,00
3 50-100 Rp 20.000,00
4 >100 Rp 35.000,00
Sumber: Data Rincian Ujroh Gadai IB Barokah 2016
Sesuai dengan pendapat Amsari yang menyatakan selain biaya
sewa untuk penyimpanan barang jaminan, pihak Bank Jatim juga
meminta biaya adminstrasi. Besaran tersebut disesuaikan dengan barang
jaminan.87
Dari tabel tersebut dapat kita amati contoh perhitungan biaya
sewa serta biaya administrasi dari satu transaksi:88
Dengan barang jaminan dan jumlah pinjaman yang sama
dilakukan penghitungan dengan perbandingan dari bab sebelumnya yaitu
bab empat tentang paparan contoh perhitungan biaya sewa dan
administrasi dari satu transaksi gadai emas yaitu:
- Barang jaminan : cincin 5 gram
- Taksiran : Rp 500.000
- Pinjaman : Rp 1.500.000
- Biaya Administrasi : 10.000
- Lama pinjaman : 1 bulan
- Biaya Sewa : 1,2% X 1.500.000 = 18.000
- Jumlah Semua Hutang : 1.500.000+10.000+18.000= 1.528.000
Dari simulasi tersebut diperoleh biaya di Bank Jatim Syariah
dengan menggunakan tarif yang lebih murah dibandingkan dengan
87
Amsari: Wawancara langsung di Bank Jawa Timur Syariah Sampang Madura pada
tanggal 28 Maret 2016. 88
Amsari: Wawancara langsung di Bank Jawa Timur Syariah Sampang Madura pada
tanggal 28 Maret 2016.
163
Pegadaian. Selain itu, penentuan tarif ijarah berdasarkan besaran
pinjaman sehingga penggunaan akad ijarah dalam pembiayaan gadai IB
Barokah tidak dibenarkan. Maka, akan lebih tepat adalah dengan
menggunakan akad murabah dieprtegas dengan merujuk kepada
pernyataan Amsari yang menyatakan, bahwa pembiayaan gadai IB
Barokah bukan pembiayaan murni gadai.
3. Denda keterlambatan
Hal lain yang menjadi keuntungan oleh pihak yaitu denda
keterlambatan nasabah dalam pembayaran angsuran sebesar 0,00067. Hal
ini sesuai denga prkataan Ratna Dwi S. selaku karyawan umum dan
pembiayaan, menyatakan:
“Tetap ditagih angsurannya, mengirimkan surat teguran, surat
peringata 1 sampai 3 dan denda ini sebesar 0,00067. Namun,
jika nasabah tetap tidak memberikan respon balik maka, pihak
bank akan menjual agunan yang kemudian jika harga jaminan
tersebut melebihi dari pembiayaan yang diajukan uang tersebut
akan dikembalikan oleh pihak bank setelah memotong biaya
untuk menjual jaminan nasabah.”89
Dari wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa nasabah yang
melakukan keterlabatan dalam pembayaran angsuran maka dikenakan
denda sebesar 0,00067.90
Selain itu, ketika nasabah tetap tidak membayar
meskipun pihak telah memberikan surat peringatan 1 sampai 3 maka
pihak akan menjual (lelang) jaminannya. Di mana hasil pelelangan
jaminan akan diambil oleh pihak bank sesuai dengan kewajiban nasabah
89
Dwi Ratna S. Karyawan Umum dan Pembiayaan, Wawancara langsung di Bank Jawa
Timur Syariah Sampang Madura pada tanggal 30 Maret 2016. 90
Surat Peringatan Satu (SP.1) Untuk Pemabyaran Tunggakan Nasabah di Bank Jawa
Timur Syariah Sampang, 2013-2016.
164
serta semua dari proses pelelangan biaya, sisanya akan dikembalikan
kepada nasabah.
Adapun pembayaran angsuran kedua belah pihak sepakat bahwa
pembayaran kembali seluruh kewajiban nasabah kepada bank sesuai dengan
jadwal angsuran. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yudha Prasetya selaku
analisi pembiayaan, menyatakan:
“Pembayaran dari nasabah dilakukan sesuai jadwal angsuran
yang disepakati, pembayaran itu juga bisa dilakukan secara
langsung oleh nasabah ke Bank Jatim dan bisa juga dilakukan
dengan melalui rekening nasabah di bank maka dengan ini
nasabah memberi kuasa kepada Bank untuk mengambil dana
di rekeningnya sebesar kewajiban nasabah”91
Dari wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa pembayaran
angsuran sesuai dengan jadwal yang disepakati oleh nasabah. Di mana cara
pembayarannya bisa secara langsung nasabah datang ke bank jatim atau
melalui rekening nasabah.
Selanjutnya mengenai jatuh tempo pembayaran kembali kewajiban
nasabah jatu bukan pada hari kerja, maka nasabah bersedia untuk melakukan
pembayaran pada hari kerja sebelumnya. Nasabah yang tidak membayar
kewajiban angsuran termasuk dalam kredit macet, maka pihak bank
melakukan penagihan. Hal ini seuai dengan pernyataan Ach Rahbini selaku
marketing lendning, menyatakan:
“Ketika ada nasabah yang tidak membayar kewajiban setelah
jatuh tempo maka pihak Bank Jatim Syariah Sampang akan
menagih, misalnya lewat via telepon, karena biasanya ada juga
nasabah itu lupa dengan jadwal angsuran dengan adanya
kesibukan mereka.”92
91
Amsari, Analisi Pembiayaan, Wawancara langsung di Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura pada tanggal 29 Maret 2016. 92
Ach Rahbini, Marketing Lending, Wawancara langsung di Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura pada tanggal 28 Maret 2016.
165
Dari wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa ketika ada nasabah
yang termasuk pembiayaan macet atau tidak lancar, maka pihak perbankan
akan melaukakan beberapa tindakan antara lain :
1. Tetap menagih angsuran dengan via telepon atau alat media lainnya.
2. Menagih dengan mendatangi rumah nasabah
3. Memberikan surat teguran
4. Memberikan surat peringatan dari suarat 1 sampai ke 3
5. Menjual jaminan.
Pelaksanan pembayaran angsuran, pada pokoknya secara teknis
yuridis telah dijelaskan dalam PBI No. 5/7/PBI/2003 tentang kualitas aktiva
produktif bagi Bank Syariah dan PBI No. 5/9/PBI/2003 tentang penyisihan
penghapusan aktiva produktif bagi Bank Syariah. Penjelasan peraturan
tersebut memberikan pengertian bahwa akad qard secara umum adalah
penyediaan dana atau tagihan antara Bank Syariah dengan pihak peminjam
yang mewajibkan pihak peminjam untuk melakukan pembayaran secara tunai
atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.93
Terkait dengan kontrak akad ijarah dalam Bank Jatim Syariah bisa
diamati dengan ketentuan yang dituangkan dalam akad Perjanjian/akad ini
dibuat dan ditandatangani PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur
Cabang/Cabang Pembantu Syariah sebagaimana tersebut dalam surat Gadai
IB Barokah ini yang dalam hal ini diwakili oleh pejabat Bank dan oleh
karenanya bertindak untuk dan atas nama serta kepentingan bank selaku
93
Atang Abd. Hakim, Fiqih Perbankan Syariah (Bandug: PT Refika Adimata, 2011), h.
268.
166
pihak yang menyewakan selanjutnya disebut yang menyewakan;94
dalam
kontrak ini sighat yang disepakati dengan cara tertulis dan lisan. Sighat pada
akad ijarah merupakan suatu hal yang penting sekali karena dari sighat-lah
terjadinya ijarah. Karena sighat merupakan suatu bentuk persetujuan dari
kedua belah pihak untuk melakukan ijarah. Dalam sighat ada ijab dan qabul.
Ijab merupakan pernyataan dari pihak pertama (mu‟jir) untuk menyewakan
barang atau jasa sedangkan qabul merupakan jawaban persetujuan dari pihak
kedua untuk menyewakan barang atau jasa yang dipinjamkan oleh mu‟jir.95
Nasabah selaku penyewa yaitu orang yang nama dan alamtnya tercatat
dalam surat Gadai IB Barokah.96
Sesuai dengan teori fikih bahwan Nasabah
merupakan mu‟jir yang menggunakan jasa atau tenaga orang lain untuk
mengerjakan suatu pekerjaan tertentu. Sedangkan Bank musta‟jir sebagai
pihak yang menyumbangkan tenaganya atau orang yang menjadi tenaga kerja
dalam suatu pekerjaan dan mereka menerima upah dari pekerjaannya itu.97
Namun, Sebelumnya para pihak menerangkan bahwa Nasabah
sebelumnya telah mengadakan perjanjian dengan Bank sebagaimana
tercantum dalam akad Rahn yang juga tercantum dalam surat Gadai IB
Barokah dimana Nasabah bertindak sebagai pemberi gadai dan Bank bertidak
sebagai penerima gadai dan oleh karenya surat Gadai IB Barokah tersebut
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan akad ini.98
Dalam Fatwa
94
Contoh Akad Ijarah Pembiayan Gadai IB Barokah di Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura Tahun 2016. 95
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarat : PT Rajagrafindo Persada,2002) hlm., 118 96
Contoh Akad Ijarah Pembiayan Gadai IB Barokah di Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura Tahun 2016. 97
Sayyid Sabiq, Terjemah Fikih Sunnah 13, (Bandung : PT. AL – Ma’arif, 1987) hlm., 9. 98
Contoh Akad Ijarah Pembiayan Gadai IB Barokah di Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura Tahun 2016.
167
penggabungan akad akad ijarah dan akad rahn dilakukan secara terpisah
untuk mengantisipasi praktek riba.99
Bahwa atas marhun (barang jaminan) berdasarkan akad diatas
penyewa telah menyetujui menyewa tempat penyimpanan marhun (barang
jaminan) dari yang menyewakan bersedia menyewakan objek sewa sebagai
tempat penyimpanan marhun (barang jaminan) kepada penyewa dengan
menggunakan sewa tempat.100
Nasabah dalam akad ini membeli manfaat dari
tempat yang digunakan sebagai tempat penyimpanan barang jaminanan
karena akad Ijarah dapat dikategorikan jual beli sebab mengandung unsur
pertukaran harta.101
Untuk maksud tersebut para pihak membuat dan
menandatangani akad ini dengan ketentuan:
Para pihak sepakat dengan sewa tempat atas marhun (barang jaminan)
dengan ketentuan yang berlaku. Apabila telah jatuh tempo sementara
penyewa belum melunasi pinjaman maka dikenakan biaya pemeliharaan sewa
tempat penyimpanan masa tanggang yang besarnya sesuai denga ketentuan
yang berlaku.102
Diantara cara untuk mengetahui ma‟qud a‟laih (barang)
adalah dengan menjelaskan manfaatnya pembatasan waktu atau menjelaskna
jenis pekerjaan jika ijarah atas pekerjaan atau jasa seseorang.103
dalam bagian
ini Bank telah menjalskan objek dalam akad ijarah yaitu tempat penyimpanan
barang jaminan sehingga jelas kesesuaiannya dengan konsep fikih.
99
Hasanudin: Wawancara Langsung di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Pada Tanggal 20 Mei 2016. 100
Contoh Akad Ijarah Pembiayan Gadai IB Barokah di Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura Tahun 2016. 101
A. T. Hamid, Ketentuan Fiqih dan Ketentuan Hukum yang Kini Berlaku Dilapangan Hukum
Perikatan (Surabaya : Bina Ilmu, 1983) hlm., 69. 102
Contoh Akad Ijarah Pembiayan Gadai IB Barokah di Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura Tahun 2016. 103
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah. hlm., 134.
168
Apabila nasabah melunasi sebelum jangka waktu pembiayaan qard
jatuh tempo Nasabah akan dikenakan biaya pemeliharaan atau sewa tampat
penyimpanan berdasarkan taif yang dihitnug per 10 hari. Pembayaran biaya
pemeliharaan atau sewa tempat penyimpanan dibayarkan pada saat pelunasan
pinjaman;104
Sesuai dengan konsep fikih Tentang batasan waktu sangat
bergantung pada pekerjaan dan kesepakatan dalam akad.105
Sehingga dalam
akad tersebut kejelasan hari sangat diperlukan untuk memenuhi syarat sahnya
sebuah akad ijarah.
Adapun ketentuan selanjutnya tentang penyewa jika tidak megambil
marhun (barang jaminan) bersamaan dengan pelunasan pinjaman, maka yang
menyewakan memberikan waktu selambat lambatnya 5 (lima) hari setelah
pelunasan dan keterlambatan pengambilan marhun (barang jaminan) ini
dikenakan biaya titipan yang besarnya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.106
Jika marhun (barang jaminan) rusak/hilang, maka penyewa akan
mendapat penggantian dari yang menyewakan sebesar 100% dari nilai
taksiran marhun (barang jaminan) tersebut kecuali hilang/rusaknya marhun
(barang jaminan) disebabkan oleh kejadian diluar kemampuan (force
majeure) yang menyewakan seperti bencana alam, sabotase, perang dan
kerusuhan untuk tidak diberikan ganti rugi.107
Namun, kerusakan barang tidak
104
Contoh Akad Ijarah Pembiayan Gadai IB Barokah di Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura Tahun 2016. 105
Syamsuddin Abu Abdillah, Terjemah Fathul Qarib (Surabaya : Mutiara Ilmu, 2010), hlm., 209. 106
Contoh Akad Ijarah Pembiayan Gadai IB Barokah di Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura Tahun 2016. 107
Contoh Akad Ijarah Pembiayan Gadai IB Barokah di Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura Tahun 2016.
169
menyebabkan batalnya akad gadai IB Barokah. Hal ini sesuai dengan
pendapat Amsari, menyatakan:108
Ketika barang jaminan rusak atau hal lain tidak serta merta akad gadai
emas ini batal karena pihak Bank JatimSyariah Sampang memiliki
tanggung jawab untuk mengganti atau memperbaiki barang jaminan
sesuai dengan kerusakan. Namun, nasabah tetap harus membayar dan
tetap terikat pada kontrak.
Hal lain terkait dengan keadaan jaminan dalam transaksi gadai Emas
IB Barokan di Bank Jatim Syariah belum menerapkan akad mudharabah. Hal
ini seseuai dengan hasil wawancara;
Dalam gadai emas ini pihak Bank Jatim Syariah Sampang
belum menerapkan akad mudharabah karena emas yang
dijadikan jaminan oleh Nasabah hanya disimpan oleh pihak
Bank tidak dijadikan pengembangan untuk mencari profit atau
dikelola untuk pengembangan karena emas tersebut merupakan
barang yang tidak bisa dimanfaatkan.109
Paparan di atas dapat dikaji bahwa Pembiayaan gadai IB Barokah
belum menerapkan akad mudharabah. Akad mudharabah merupakan akad
kerja sama usaha antara pihak pemilik dana dengan pihak pengelola dana,
dimana keuntungan dibagi sesuai nisbah yang disepakati sedang kerugian
ditanggung oleh pemilik dana.110
Namun, pada transaksi gadai IB Barokah
Nasabah sebagai pemodal (pemilik emas) dan Bank sebagai pengelola, Bank
tidak ada kewenangan untuk mengambil manfaat (mengelola) emas. Sesuai
dengan pendapat Ulama Hanafi jika barang gadai berupa hewan, pemegang
gadai boleh memanfaatkan seperti mengendarai atau mengambil susunya
108
Amsari, wawancara langsung di Bank Jawa Timur Syariah Sampang Madura pada 15
April 2016. Dalam ketentuan fikih Menurut jumhur ulama, ijarah adalah akad lazim, seperti jual-
beli. Oleh karena itu, tidak bisa batal tanpa ada sebab yang membatalkannya. Menurut ulama’
Hanafiyah, jika tidak ada uzur, tetapi masih memungkinkan untuk diganti dengan barang yang
lain, ijarah tidak batal, tetapi diganti dengan yang lain. Ijarah dapat dikatakan batal jika
kemanfaatannya betul-betul hilang, seperti hancurnya rumah yang disewakan menurut
Syamsuddin Abu Abdillah, Terjemah Fathul Qarib. hlm., 210. 109
Amsari, wawancara langsung di Bank Jawa Timur Syariah Sampang Madura pada 15
April 2016 110
Wiroso, Produk Perbankan Syariah (Jakarta: LPFE Usakti, 2009), h. 166.
170
sekedar mengganti biaya, meskipun tidak diizinkan oleh orang yang
menggadaikan barang.111
Sehingga jaminan emas tidak bisa diambil manfaat.
111
Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah (Bandung : Pustaka Setia, 2001), h. 174.
170
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan, maka penulis
mengemukakan kesimpulan sebagai berikut:
1. Praktik akad qard digunakan untuk transaksi pinjam uang tanpa imbalan,
di Pegadaian Syariah Sampang Madura telah sesuai dengan ketentuan
Fatwa DSN-MUI begitu halnya dengan Bank Jawa Timur Syariah
Sampang Madura dengan Fatwa DSN-MUI, meskipun pelafadzan akad
berbeda. Pegadaian Syariah Sampang kontrak akad qard dilakukan secara
lisan sedangkan Bank Jawa Timur Syariah Sampang kontrak dilakukan
secara tertulis.
2. Selanjutnya akad rahn digunakan untuk transaksi penahanan jaminan
nasabah berupa emas yang kemudian membutuhkan ijrah sebagai akad
terahir untuk kesapakatan antara Pegadaian Sampang dan nasabah untuk
kontrak kesepakatan pembayaran biaya sewa atas tempat penyimpanan
barang jaminan dan pembayaran asuransi barang jaminan milik nasabah
begitu pula di Bank Jawa Timur Syariah Sampang. Sesuai dengan
ketentuan Fatwa DSN-MUI di Pegadaian Syariah Sampang dan Bank
Jawa Timur Syariah Sampang telah sesuai dengan ketentuan Fatwa DSN-
MUI.
3. Terahir penerapan akad ijarah yang digunakan untuk sebagai media untuk
pembayaran sewa atas penyimpanan dan pemeliharaan barang jaminan ada
perbedaan antara Pegadaian Syariah Sampang dan Bank Jawa Timur
171
Syariah Sampang. Di Pegadaian Syariah Sampang ujrah yang dibayar oleh
nasabah setelah jatuh tempo dan dihitung berdasarkan jenis jaminan untuk
jaminan dari harga Rp 50.000-Rp 500.000 ujroh sebesar 0,71% per/10 hari
dari taksiran, harga Rp 500.000-Rp 20.000.000 ujroh sebesar 0,45%
per/10 hari dari taksiran, harga Rp 20.000.000 dan diatasnya ujroh sebesar
0,62% per/10 hari dari taksiran.
Sedangkan di Bank Jawa Timur Syariah Sampang Madura
Nasabah untuk kontrak kesepakatan pembayaran biaya sewa atas tempat
penyimpanan barang jaminan dan pembayaran angsuransi barang jaminan
milik nasabah. Biaya sewa yang dibayar oleh nasabah sebesar 1,2% dari
pinjaman dan dibayar setelah jatuh tempo. Akad ijarah ini tidak sesuai
dengan Fatwa DSN-MUI tentang penentuan besaran sewa karena
dikaitkan dengan besaran pinjaman, sehingga termasuk kategori riba.
B. Saran dan Rekomendasi
Mengacu pada hasil pengolahan data dan pembahasan, saran-saran
dan rekomendasi yang dapat penulis berikan :
1. Penelitian selanjutnya diharapkan untuk meneliti juga pada akad
mudharabah yang diterapkan pada produk gadai syariah.
2. Selain itu, penelitian selanjutnya diharapkan tidak hanya meneliti tentang
multi yang diterapkan pada produk pembiayaan Gadai Emas akan tetapi,
penelitiannya diharapkan untuk meneliti pada semua produk-produk
pembiayaan yang menerapkan multi akad di lembaga keuangan syariah.
172
3. Akad mudharabah yang dianjurkan oleh Fatwa DSN-MUI hendaknya juga
diterapkan sehingga membantu nasabah meringankan dalam membayar
ujrah, sehingga muncul etika usaha kerjasama dengan unsur moralitas,
sikap saling percaya, ukhuwah Islamiyah, rasa tanggung jawab dan hakikat
kerjasama investasi yang bersifat amanah.
4. Pegadaian Syariah Sampang dan Bank Jatim Syariah Cabang pembantu
Sampang diharapkan meningkatkan sosialisasi yang tidak hanya
berorientasi pada publikasi eksistensi perusahaan tetapi juga penekanan
pada berbagai jenis pembiayaan untuk menarik minat masyarakat menjadi
nasabah dan memberikan pemahaman masyarakat khususnya nasabah
berupa sosialisasi yang sifatnya informatif dan edukatif, melalui sarana
kunjungan, penyuluhan, publikasi berbagai media massa, dan sponsorship.
Adapun melalui kegiatan tersebut diharapkan masyarakat memahami
mekanisme pembiayaan terutama pembiayaan umum modal kerja.
5. Hendaklah dilakukan pengaturan konstruksi sistem operasional pembiayaan
gadai baik di Pegadaian Syariah Sampang ataupun Bank Jawa Timur
Syariah Sampang Madura agar selalu didasarkan pada standar Fatwa
Dewan Syariah Nasional 25/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn, Fatwa DSN
MUI No 26/DSN-MUI/III/2002, hendaknya standar fatwa tersebut dapat
ditingkatkan fungsinya menjadi instrument pengaturan untuk menjamin
kepatuhan operasional Pegadaian Syariah Sampang ataupun Bank Jawa
Timur Syariah Sampang Maduraterhadap prinsip dasarnya, yaitu prinsip
syariah
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, Syamsuddin Abu Terjemah Fhathul Qarib, Surabaya : CM Grafika,
2010.
Abdurrahman, Yahya Pegadaian dalam Pandangan Islam, Jakarta: Kencana,
2010.
Alauddin Al-Kasani, Badai‟ Ash-Shanai‟ Fi Tartib Asy- Syara‟i, juz IV, Surabaya
: CM Grafika, 2010.
Ahmad, Amrullah et.al., Dimensi Hukum Islam dalam Sistim Hukum Nasional
Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 1996.
Asqalani, Ibnu Hajar Fathul Bari Penjelasan Kitab Shahih Al-Bukhari, Jakarta:
Pustaka Azzam, 2003.
--------, Ibnu Hajar Bulughul Maram, Beirut: Dar El-Fiker, 1994.
Anshori, Abdul Ghofur Perbankan Syariah di Indonesia Cet. I Yogyakarta: Gajah
Mada University Press, 2007.
Anwar, Syamsul Hukum Perjajian Syariah Studi Tentang Teori Akad dalam
Fikih Muamalat, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2007.
Anwar, H. Moh Fiqh Islam Bandung: PT. Al Ma‟arif, 1998.
Arharam, Clark R. Dan Mingyuan Zhang, Fair Lending Compliance Intelligenci
And Implications For Credit Risk Management, New Jersey: John Wiley
& Sons, Inc., Hoboken, 2007.
Anshori, Abdul Ghofur Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta: Gajahmada
University Press, 2007
Antonio, Muhammad Syafi‟i Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Cetakan 1,
Jakarta: Gema Insani Press dengan Tazkia Institute, GIP, 2001.
Az-Zaidi, Imam Terjemahan Ringkasan Shahih Bukhari Jakarta: Lutfi, 2013.
Bassām, Syeikh Abdullah Taudhih Al Ahkam Min Bulugh Al Maram cetakan
kelima, KSA 4, Makkah: Maktabah Al Asadi, 1423.
Basri, Cik Hasan Model Penelitian Fiqh; Pradigma Penelitian Fiqh Dan Fiqh
Penelitian, Jilid 1 Jakarta: Kencana, 2003.
Basyir, A.A. Hukum Islam Tentang Riba, Utang-Piutang Gadai, Al-Ma‟arif,
Bandung:1983.
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah dalam Kewangan Islam Malaysia: Bank
Negara Malaysia, 2010.
Dahlan, Abdul Aziz Ensiklopedia Hukum Islam, Cetakan Keempat, Jakarta PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000.
Dabbu, Ibrahim Fadhil Al-Iqtishad Al-Islami: Dirasah Wa Tatbhiq Jordan: Dar
Al-Manahij, 2008.
Djakfar, Muhammad Hukum Bisnis Membangun Wacana Integrasi Perundangan
Nasional Dengan Syariah Malang: UIN Maliki, 2013.
Djamil, Fathurrahman Filsafat Hukum Islam Cet. I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1997.
-------- Metode Ijtihad Majelis Tarjih Muhammadiyah Jakarta: Logos, 1995.
Djuwaini, Dimyauddin Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2008.
Dumairi Ekonomi Syariah Versi Salaf Jawa Timur : Pustaka Sidogiri, 2008.
Elsefy, Hossan Islamic Finance; A Comparative Jurisprudential Study Kuala
Lumpur: University Malaya Press, 2007.
Fadani, Abu al-Faydl Muhammad Yasin Ibn „Isa Al-Fawa‟id al-Janiyyab Bairut:
Dar al-Fikr, cet. I, 1997.
Fatwa DSN-MUI dan BI, Himpunan Fatwa, jilid 1.
Hakim, Atang Abd. Fiqh Perbankan Syariah Bandung : PT Refika Aditama,
2011.
Hanbali, Ahmad bin Hamdan al-Harranial Sifat al-Fatwa wa al-Mufti wa al-
Mustafti cet.1 Damsyik : Mansyurah al-Maktab al-Islami, 1380 H.
Haritsi, Jaribah Bi Ahmad Fikih Ekonomi Umar Bin Al-Khathab (Jakarta: Khalifa
Pustaka Al-Kautsar Grup, 2006.
Hasan, Hasbi Pemikiran dan Perkembangan Hukum Ekonomi Syariah Di Dunia
Islam Kontemporer Jakarta: Gramata Publishing, 2011.
Hasan, M. Ali Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalah),
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003.
Hanisisva, Pelaksanaan Gadai Syariah Pada Perum Pegadaian Syariah (Studi Kasus:
Pegadaian Syariah Cabang Ujung Gurun Padang) Skripsi Universitas Andalas
Padang, 2011.
Hasanudin, Konsep Keadilan dan Standar Multi Akad dalam Fatwa Dewan
Syariah Nasional MUI, Tesis Pasca Sarjana UIN, Jakarta, 2008.
H. M. Ichwan Sam Dkk, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Fatwa
Dewan Syariah Nasional Nomor:92/DSN-MUI/IV/2014.
Hosen, Muhammad Nadratuzzaman dan Sunarwin Kartika Setiawati, Tuntutan
Praktis Menggunakan Jasa Perbankan Syariah Jakarta: Pusat Ekonomi
Syariah, 2007.
Huda, Nurul dan Muhammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan
Teoritis dan Praktis, Jakarta: Kencana, 2010.
Indah, Vivin Sofia dalam skripsi yang dibuktikan dengan judul “Pengaruh
Bauran Pemasaran Gadai Emas Ib Barokah Terhadap Minat Nasabah
Bank Jatim Syariah Cabang Pembantu Sampang” Pamekasan: sekolah
tinggi agama islam negeri, 2014.
Janwari, Yadi dan H.A. Djajuli, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat: Sebuah
Pengenalan,Edisi 1, Cetakan 1, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002.
Jawiy, Muhamad Nawawi Quuth Al-Habib Al-Gharib Tausyekh „Ala Fath el-
Qarib Al-Mujieb, Jakarta: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, 2002.
Karim, Adiwarman A Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada, 2007.
--------, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya Jakarta : PT Rajagrafido Persada,
2012.
Majid, Baihaqi Abdul dkk. Pedoman Pendirian, Pembinanaan dan Pengawasan
Lembaga Keuangan Mikro Baitul Maal Wat Tamwil (Jakarta: Laznas
BMT, 2010.
Malik, Muhammad Shaukal, Ali Malik Dan Waqas Mustafa, “Controversies That
Make Islamic Banking Controversial: An Analysis Of Issues And
Challenges,” American Jurnal of Social and Management Sciences. 2,1
(2011): 41-46. http://www.scihub.org/AJMS. (diakses 1/10/2015.
Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI,
Cipayung-Ciputat: DSN MUI 2006.
Mamoor, Salamah Binti Dan Abdul Ghafar Bin Ismail “Micro-Credit Program:
Pawnshop Vs Ar-Rahn”, Working Paper, Malaysia Finance Assocition
(MFA)‟S 7th Annual Conference, Primula Beach Resort, Kuala
Terengganu, Malaysia, 9-10th May 2005.
Mannan, Abdul Ekonomi Islam: Teori dan Praktek Terjemahan Abd. Rasyid),
Seri Ekonomi Islam, Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, Prima Yasa, 1997.
Mardhiah, Izzatul dalam Disertasi yang dibuktikan dengan judul “Prinsip
Keadilan Dalam Penetapan Biaya Ijarah Di Pegadain Syariah” Jakarta:
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, 2013.
Maksum, Muhammad Fatwa Ekonomi Syariah Di Indonesia, Malaysia, Dan
Timur Tengah Jakarta: Badan Litbang Dan Diklat Kementrian Agama RI,
2013.
Mannan, Ekonomi Islam, Teori Dan Praktik Jakarta: PT. Intermasa, 1992.
Muhadzab, Al Majmu' Syarhul imam Nawawi dengan penyempurnaan Muhamma
Najieb Al Muthi'I, KSA 12 Beirut, 1419.
Muhammad Asy-Syarbini, Mugni Al-Muhtaj,juz II Yogyakarta;Pustaka Pelajar,
2008.
Muhammad, Lembaga-Lembaga Keuangan Umat Kontemporer, Ed.1, Cet.1,
Yogyakarta : UII Press, 2000.
--------, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin pada Bank Syariah
Yogyakarta: UII Press, 2004.
Mundziri, Ringkasan Sahih Muslim, No.970, Cet.2, Bandung: Jabal, 2013.
Mu‟allim, Amir dan Yusdani, Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam Cet. I;
Yogyakarta: UI Press, 1999.
Mulya, E Siregar dan Dhani Gunawan, Standarisasi Akad Kafalah, Rahn,
Hawalah, Sharf Jakarta: Bank Indonesia Direktorat Perbankan Syariah,
2006.
Musthafa, Dib Al-Bugha fikih islam lengkap penjelasan hukum-hukum islam
madzhab syafi‟I Surakarta: arafahgroup, 2009.
Mudzhar, M. Atho Esai-Esai Sejarah Sosial Hukum Islam Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2014.
Nawawi, Imam dengan penyempurnaan Muhamma Najieb Al Muthi‟I, Al Majmu‟
Syarhul Muhadzab, cetakan KSA 12, Beirut: Dar Ihyaa Al TUrats Al
„Arabi, 1419H.
Nasution, Bismar Hukum Ekonomi Syariah dalam Regulasi Nasional Medan:
Fakultas Syariah Sumatera Utara, 2007.
Purnamasari, Irma Devita dan Suswinarno, Akad Syariah Bandung : Kaifa, 2011.
Qardawi, Yusuf Al-Fatwa Bayn Al-Indibat Wa-Al-Tasayyub, Ter. As‟ad Yasin
Jakarta: Gema Insani Press, 1997.
Rais, Sasli Pegadaian Syariah, Jakarta:Press, 2005.
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 Tentang Produk Bank
Syariah Dan Unit Usaha Syariah.
Rosadi, Imron Ringkasan Kitab Al Umm, Terj.Al-Umm, Jakarta: Pustaka Azzam,
2008.
Sabiq, Al-Sayyid Fiqh Al Sunnah, Fiqh Al Sunnah Cairo: Dar Al Kitab Al Islamy
Dar Al Hadits, t.th.
Sarkawi, Azila Ahmad Akad-Akad Muamalah Dalam Fiqh: Satu Analisis Jurnal
Syariah 6 (t.t, t.p, t.t
Sjahdeini, Sutan Remi Perbankan Syariah, Produk-Produk dan Aspek-Aspek
Hukumnya, Jakarta: Kencana Prenada Media, Cetakan Kesatu, 2014.
Soemitra, Andri Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta : Kencana, 2009.
Sukardi, Budi Kepatuhan Syariah (Shariah Compliance) Dan Inovasi Produk
Bank Syariah di Indonesia (IAIN Surakarta, t.t.
Suwiknyo, Dwi Kompilasi Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010.
Suhendi, Hendi Fiqh muamalah, Jakarta: PT. Grafindo persada, 2000.
Susanto, Burhanuddin Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta: UII
Press, 2008.
Syafei, Rahmat Konsep Gadai; Ar-Rahn dalam Fiqh Islam Antara Nilai Sosial
dan Nilai Komersial dalam Huzaimah T. Yanggo dan Hafiz Anshari,
Problematika Hukum Islam Kontemporer 60.
--------, Rachmat Fiqih Muamalah Bandung : Pustaka Setia, 2001.
Syaltout, Syaikh Mahmoud Perbandingan Mazhab dalam Masalah Fiqih, Jakarta
: Bulan Bintang, 1973.
Soemitra, Andri Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta : Kencana, 2009.
Swasono, Sri Edi Kebersamaan Dan Asas Kekeluargaan; Mutualism &
Brotherhood, Kerakyatan, Nasionalisme Dan Kemandirian Jakarta: UJN
Press, 2005.
Tahqiq, Ibnu Qudamah dan Abdullah bin Abdulmuhsin Alturki dan Abdulfatah
Muhammad Al Hulwu, Mughni, cetakan kedua KSA 6, Kairo: Mesir hajar,
1412H.
Ustman bin Muhammad Syattha, hasiyyat I‟anat At-thalibien „ala Hall Alfadz
Fath al-Mu‟in, Cet.2, Vol.3. Beirut: Dar Al-kutub Al-Ilmiyah, 2007.
Vogel, Frank E. Dan Samuel L. Hayes, Islamic Law And Finance: Religion, Risk
And Return , The Netherlands: Kluwer Internasional, 1998.
Yahya bin syarifuddin, Minhaj At-Thalibin, Bairut-Lebanon, Dar El-Fiker, 2005.
Yanggo, Huzaimah T. Problematika Hukum Islam Kontemporer, Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2004.
Yulianti, Rahmani Timorita Asas-Asas Perjanjian (Akad) Dalam Hukum Kontrak
Syariah (Yogyakarta: Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam
Indonesia, Jurnal Ekonomi Islam La-Riba Vol.11, No. 1, Juli 2008.
Z, A.Wangsawidjaja Pembiayaan Bank Syariah Jakarta: Kompas Gramedia,
2012.
Zainuddin, A dan Jamhuri Al Islam 2 Muamalah dan Akhlak Bandung: Cv.
Pustaka Setia, 1998.
Zubair, Maimoen Formulasi Nalar Fiqh Telaah Kaidah Fiqh Konseptual
Surabaya: Khalista, 2005.
Zuhaili, Wahbah Fiqih Imam Syafi‟i Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan
Al-Qur‟an Dan Hadit , Cet.2, Vol.2 Jakarta: Almahira, 2012.
--------, Nazhariyyah al-dhaman, Damaskus: Dar al-Fikr, 1998.
Zuhdi, Masyfuk Masail fiqhiyah, Jakarta: CV. Haji masagung, 1997.
Jurnal:
Abbas, Anwar “Agama Dan Kehidupan Ekonomi Menurut Sjafruddin
Prawiranegara” Jurnal Ilmu Ekonomi Syariah Al-Iqtishad Jakarta:
Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, 2003.
Abubakar, Lastuti Pranata Gadai Sebagai Alternatif Pembiayaan Berbasis
Kekuatan Sendiri (Gagasan Pembentukan UU Pergadaian) “Mimbar
Hukum Volume 24, Nomor 1” (Bandung, Fakultas Hukum Universitas
Padjadjaran, Februari 2012.
Aisyah, Siti Preferensi Usaha Kecil dan Mikro di Pasar Baru Cikarang dalam
Memilih Akses Pembiayaan “Al-Iqtishad Vol. VI. 1”, (Jakarta: Universitas
Islam Syarif Hidayatullah, 2014.
Amalia, Euis “Mekanisme Pasar dan Kebijakan Penetapan Harga Adil dalam
Perspektif Ekonomi Islam” Jurnal Ilmu Ekonomi Syariah Al-Iqtishad
Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, Januari 2014.
Andisetya, Anggarian Sinkronisasi Fatwa DSN-MUI No: 68/DSN-MUI/III/2008
Tentang Rahn Tasjily Terhadap Pasal 5, Pasal 7, dan Pasal 11 Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia Artikel Ilmiah
Malang: Universitas Brawijaya, Mei 2014.
Azani, Muhammad Praktik Akad Gadai Dengan Jaminan Lahan/Sawah Dan
Gadai Emas Di Kecamatan Mempura Kabupaten Siak Berdasarkan
Hukum Islam “jurnal Perspektif Hukum, Vol. 15 No. 2, Riau: Fakultas
Hukum Universitas Lancang Kuning Pekanbaru November 2015.
Aziz, Mukhlish Arifin Analisis Pengaruh Tingkat Sewa Modal, Jumlah Nasabah,
Harga Emas dan Tingkat Inflasi Terhadap Penyaluran Kredit Gadai
Golongan C (Studi Pada PT Pegadaian Cabang Probolinggo) “Jurnal
Ilmiah” (Malang: Universitas Brawijaya, 2013.
Buang, Ahmad Hidayat Analisis Fatwa-Fatwa Semasa Syariah Di Malaysia
“Jurnal Syariah,jld. 10”, Kuala Lumpur, 2001.
Candra, Reski Mai dan Novriyanto Framework E-Auction Berbasis Syariah untuk
Membangun Kepercayaan Konsumendalam Menggunakan Sistem Lelang
“Jurnal Sains, Teknologi dan Industri, Vol. 13, No.1”, UIN Sultan Syarif
Kasim Riau Desember 2015.
Firdaus, Wan Mohd Khairul Bin Wan Khairuldin Metode Fatwa Sheikh „Ali
Juma‟Ah Dalam Kitab Al-Kalim Al-Tayyib -Fatawa „Asriyyah “Disertasi”
(Kuala Lumpur: Jabatan Fiqh Dan Usul Akademi Pengajian Islam
Universiti Malaya, 2011.
Herfika, Cahyusha Desmutya Analisis Komparasi Mekanisme Produk Kredit
Pada Pegadaian Konvensional dan Pembiayaan Pada Pegadaian Syariah
(Studi Pada PT Pegadaian di Nganjuk dan Kediri) “Jurnal Ilmiah”
(Malang: Universitas Brawijaya, 2013.
Hidayati, Maslihati Nur Dewan Pengawas Syariah dalam Sistem Hukum
Perbankan: Studi Tentang Pengawasan Bank Berlandaskan Pada Prinsip-
Prinsip Islam “Lex Jurnalica Vol.6 No.1” Jakarta: Universitas Al-Azhar
Indonesia, Desember 2008.
Hulam, Taufiqul Jaminan dalam Transaksi Akad Mudharabah Pada Perbankan
Syariah “Mimbar Hukum Volume 22, Nomor 3” (Fakultas Hukum
Universitas Lancang Kuning, Oktober 2010.
Hussin, Mohd Yahya Mohd dan Joni Tamkin Borhan, Analisis Perkembangan
Pasaran Saham Islam Di Malaysia Shariah “Journal , Vol. 17, No. 3 2009.
Ichsan, Nurul Pengelolaan Likuiditas Bank Syariah “Al-Iqtishad Vol. VI. 1”,
Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.
Iswandi, Andi Peran Etika Qur‟ani Terhadap Sistem Ekonomi Islam “Jurnal Ilmu
Ekonomi Syariah Al-Iqtishad”, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, Januari
2014.
Irfan, Andi Suatu Tinjauan Islam: Praktik “Boroh” (Pegadaian) (Mengatasi
Masalah Dengan Masalah) “Jurnal Akuntansi Universitas Jember” UIN
Suska Riau, 2012.
Lutfi Sahal, Implementasi Al-Uqud Al-Murakkabah Atau Hibrid Contracs (Multi
Akad Gadai Emas) Pada Bank Syariah Mandiri Dan Pegadaian Syariah
“Jurnal At-Taradhi Jurnal Studi Ekonomi Vol.6, No. 2 ” (Banjarmasin:
Institut Agama Islam Negeri Antasari, 2015).
Maulidizen, Ahmad Alikasi Gadai Emas Syariah: Studi Kasus Pada BRI Syariah Cabang
Pekan Baru “Falah Jurnal Ekonomi Syariah Vol.1, No,1 Malaysia: Univesiti
Malaya, Februari 2016.
Mlazid, Ade Sofyan Kedudukan Sistem Gadai Syariah dalam Sistem Hukum
Nasional Indonesia “Jurnal Inovatio, Vol. XI, No. 2”, Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Juli-Desember 2012.
Maulidizen, Ahmad Aplikasi Gadai Emas Syariah: Studi Kasus Pada BRI Syariah
Cabang Pekan Baru “Falah Jurnal Ekonomi Syariah, Vol.1, No.1”,
Malaysia: Universiti Malaya, 2016.
Mulawarman, Rezeki Aji Dedi Eksistensi Laporan Nilai Tambah Syari‟ah
Berbasis Rezeki “Artikel Simposium Nasional Akuntansi (Sna) Ke Xi”
Pontianak: Universitas Cokroaminoto Yogyakarta 23-24 Juli 2008.
Mahmudahningtyas, Arrum Analisis Kesyariahan Transaksi Rahn Emas (Studi
Pada Pegadaian Syariah Cabang Landungsari Malang) “Jurnal Ilmiah
Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis” Malang:
Universitas Brawijaya, 2015.
Munandar Anwar, Akad Rahn di Perum Pegadaian Unit Layanan Gadai
Syaria‟ah Cabang Kusumanegara Yogyakarta “Skripsi Jurusan Muamalat
Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga, (Yogyakarta, 2005).
Naim, Asmadi Mohamed “Sistem Gadaian Islam,” Jurnal Islamiyyat. 26 Februari
2004.
--------, Skim Al-Rahn Antara Keaslian Dan Penyelesaian Semasa Menurut
Perundangan Islam (Universitii Utara Malaysia: Jurnal Pembangunan
Nasional Jilid 4&5, Juni-Desember, 2002.
Prakasi, Atiqoh Pelasksanaan Gadai Emas Di Bank Mega Syariah “Skripsi
Fakultas Ilmu Hukum” Jakarta: Universitas Indonesia, 2012.
Pujiyono, Arif Posisi dan Prospek Bank Syariah dalam Dunia Usaha Perbankan
“Jurnal Dinamika Pembangunan Vol. 1, No. 1/Juli” Semarang: Universitas
Diponogoro, 2004.
Sari, Melinda dan Ilyda Sudardjat, Persepsi Masyarakat Tentang Gadai Emas di
Pegadaian Syariah Cabang Setia Budi “Jurnall Ekonomi dan Keuangan,
Vol.1, No.2,” t.t.,t.t, Januari 2013.
Suhendi, Chrisna Kritik Untuk Bank Syariah(Antara Harapan, Kenyataan dan
Paradigma Rahmatan Lil Alamin) Jurnal Fokus Ekonomi (Fe), Vol.7, No.
1 Issn: 1412-3851 Semarang: Fakultas Ekonomi Unissula April 2008.
Sukmasari, Bella Dina Putri Kesesuaian Pelaksanaan Lelang Barang Jaminan
Rahn Bermasalah Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor
25/DSN-MUI/III/2002 (Studi di PT. Bank Bri Syariah Cabang Kota
Malang) “Artikel Ilmiah” Malang: Universitas Brawijaya, 2013.
Supriyadi, Ahmad Struktur Hukum Pegadaian Syariah Dalam Perspektif Hukum
Islam Dan Hukum Positif (SuatuTinjauan Yuridis NormatifTerhadap
Praktek Pegadaian Syariah di Kudus) Jurnal Penelitian Islam Vol. 3, No.
2, (Semarang: IAIN Walisongo Juli-Desember 2010.
--------, Struktur Hukum Akad Rahn di Pegadaian Syariah Kudus “Jurnal
Penelitian Islam Vol. 5, No. 2” (Semarang: IAIN Walisongo juli-Desember 2012.
Othman, Azizah Perkembangan Ar-Rahnu Di Terengganu:Kajian Kes Terhadap
Ar-Rahnu Majlis Agama Islam Dan Adat Melayu Terengganu (Maidam)
Prosiding Perkem VIII, Jilid 2, 951 -959 ISSN: 2231-962X Malaysia:
University Utara Malaysia, 2013.
Prabasanti, Fransiska Cicylia Analisis Gadai Emas Bank Syariah Terhadap
Perolehan Feebase Income (StudiKasus Pegadaian Emas Bank Syariah
Mandiri Semarang) Tugas Akhir DIII Salatiga: Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri 2014..
Rahman, Lina Aulia Analisis Kesesuaian Akuntansi Transaksi Gadai Emas
Syariah Dengan Psak Dan Fatwa Dsn Mui (Studi Kasus Praktik Gadai
Emas Di Pegadaian Syariah Surabaya) Jurnal Jestt Vol. 2 No. 11,
Surabaya: universitas airlangga, November 2015.
Samat, Dato‟ Sri Zukri Asia‟s Growth And Innovation In The New Financial
Order: Sustainable Growth Paradigm For Islamic Finance, Asian Finance
Forum 2011 Laguna Resor Bali, 24-25 November 2011.
Triyanta, Agus Implementasi Kepatuhan Syariah dalam Perbankan Islam
(Syariah) (Studi Perbandingan antara Malaysia dan Indonesia), “Jurnal
Hukum No. Edisi Khusus Vol. 16, Oktober 2009.
Utomo, Toni Prasetyo Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan
Nasabah dalam Memilih Jasa Perbankan Syariah (Studi Pada Bank
Syariah Mandiri, Kantor Cabang Malang) Jurnal Ilmiah Malang: Jurusan
Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Brawijaya 2014.
Wardhani, Anggia Jancynthia Nurizki Kesesuaian Produk Gadai Emas
Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(Dsn-Mui) Di Bank Syariah Mandiri Surabaya Jurnal Jestt Vol. 2 No. 12
Surabaya: Universitas Airlangga, Desember 2015.
Yulianti, Rahmani Timorita Asas-Asas Perjanjian (Akad) dalam Hukum Kontrak
Syari‟ah Jurnal Ekonomi Islam Vol. Ii, No. 1, Yogyakarta: Pusat Studi
Islam (PSI) UII, Juli 2008.
Yusuf al-Shubaily, Muqaranah Bayna Nizam Al-waqf Wa-al Taa‟min Al-takafuli,
“Internasional Conference On Coorperative Insurance In The Framework Of
Wakf, Kuala lumpur: Universiti Antarbangsa Malaysia, 4-6 Mac 2008.
Website dan Data Lapangan:
Http://fatimaajja.blogspot.com/2012/07/study-komporatif-tentang-
pemanfaatan.html(di akses pada tanggal 29 Maret 2016 pukul 20.00
WIB).
Data Pinjaman dengan Jaminan Emas Dari Periode 2013-2015.
Data Nilai Taksiran Besaran Emas Periode 2015.
Akad Pembiayaan Gadai Syariah Di Pegadaian Syariah Sampang 2015.
Akad Dengan Akad Gadai Emas IB Barokah Bank Jatim Syariah Sampang Tahun
2015.
GLOSSARIUM
A
- Akad
Sesuatu yang menjadi keinginan seseorang
untuk melaksanakan suatu hal, baik yang
muncul dari suatu pihak seperti wakaf dan
sumpah maupun yang muncul dari dua belah
pihak untuk melakukan atau menyerahkan
sesuatu. Penyerahan sesuatu dalam akad
disebut dengan ijab (menyerahkan) dana
pernyataan qabul (menerima).
- Adil
Suatu keadaan yang seimbang
B
- BI
Bank Indonesia
- Bank
Lemabaga keuangan yang usaha pokonya
memberikan kredit, atau jasa dalam lalu lintas
uang
- Bank Konvensional
Bank yang beroperasi dengan sistem bunga
- Bank Syariah
Merupakan lembaga keuangan syariah yang
beroperasi dengan sistem bagi hasil
- Bunga
Tembahan terhadap uang yang disimpan pada
lembaga keuangan, atau terhadap uang yang
dipinjamkan
D
- DPS
Dewan Pengawas Sayriah
- DSN
Dewan Syariah Nasional
F
- Fatwa
Kesepakatan para ulama dalam ketetapan
suatu hukum, atau pendapat hukum.
- Fikih
Merupakan salah satu bidang ilmu hukum
dalam syariah Islam yang mengatur kehidupan
manusia
G
- Gadai
Merupakan suatu hak yang diperoleh
seseorang yang berpiutang atas suatu barang
baik bergerak atau tidak, serta pengambilan
barang setelah pelunasan
M
- Marhun
Barang yang dijadikan jaminan termasuk
salah satu rukun yang harus ada dalam
transaksi dengan menggunakan prinsip rahn
- Mudharabah
Kontak kerja sama usaha antara pihak yang
pemilik dana dengan pihak pengelola dana
Q
- Qard
Kontrak utang-piutang dengan ketentuan
pihak yang menerima pinjaman wajib
mengembalikan dana sebesar yang dipinjam
LAMPIRAN I
PERTANYAAN PENELITIAN MELALUI WAKIL
PEGADAIAN SYARIAH
Tuhu Aji: Direktur Pegadaian Syariah Sampang Madura
1. S. Bagaimana raktik Gadai Emas di Pegadaian Syariah Sampang?
J. Gadai emas merupakan bentuk produk pembiayaan dengan barang
jaminan berbentuk emas yang sangat diminati oleh nasabah karena
proses yang singkat dan cepat serta barang jaminan yang tidak
menyulitkan Nasabah dan pihak Pegadaian
2. S. Bagaimana prosedur Pembiayaan Gadai Emas di Pegadaian Syariah
Sampang?
J. Prosedur pembiayaan gadai emas nasabah harus melengkapi
beberapa persyarata yaitu: (a) syarat semua jenis profisi bisa; (b)
cakap hukum; (c) KTP; (d) barang milik sendiri atau dianggap milik
sendiri; (e) tidak harus buka rekening.
3. S. Apakah setelah semua persyaratan lengkap, nasabah langsung bisa
mendapatkan pembiayaan?
J. Dalam perolehan pembiayaan nasabah tidak serta merta langsung
mendapatkan pembiayaan. Namun, pihak Pegadaian melakukan
pengumpulan data nasabah yang dicek antara lain identitas nasabah,
kelyakan nasabah, dan jaminan emas serta melakukan nilai taksiran
4. S. Bagaimana pihak Pegadaian Syariah Sampang Tanggung Jawab
Pegadaian Terhadap Barang Jaminan?
J. Untuk jaminan emas pihak Pegadaian Syariah Sampang menyimpan
ditempat khusus di Kantor Pegadaian Sampang serta diasuransikan.
5. S. Bagaimana penerapan akad qard dalam pembiayaan gadai emas di
Pegadaian Syariah?
J. Akad qard di Pegadaian Syariah Sampang tidak dituangkan dalam
kontrak akad secara tertulis. Namun, dijelaskan atau dilakukan
secara lisan antara pihak Pegadaian dan Nasabah.
6. S. Bagaimana penerapan akad Rahn, Ijarah serta Mudharabah di
Pegadaian Syariah sampang?
J. penerapan akad Rahn, Ijarah semuanya secara rinci sudah ada didraf
akad. Namun, untuk akad mudharabah pihak Pegadaian Syariah
belum bisa merealisasikan karena semua barang jaminan baik emas
atau barang lainnya seperti motor, mobil kita tidak melakukan bisnis
atau diputar untuk mendapatkan keuntungan.
7. S. Bagaimana perhitungan nilai taksiran emas untuk perhitungan
besaran pembiayaan yang diperleh nasabah?
J. perhitungan besaran pembiayaan nasabah dengan cara menimbang
berapa gram emas dan kadar karat emas tersebut kemudian pihak
Pegadaian mengacu pada harga pasar. Harga pasar tersebut tiap hari-
hari berubah-rubah serta pihak Pegadaian bisa melihat secara on-
line.
8. S. Jika sudah mendapatkan nilai untuk besaran pinjaman nasabah,
bagaimana untuk perhitungan biaya sewa (ujroh)?
J. untuk perhitungan biaya sewa atau ujroh kita melihat kadar barang
jaminan karena perhitungan ujroh tidak boleh dikaitkan dengan
besaran pinjaman itu termasuk riba, maka rincian perhitungannya:
untuk emas dari harga Rp 50.000,00- Rp 500.000,00 ujrohnya
sebesar 0,45% per/10 hari, emas harga Rp 500.000,00-Rp
20.000.000,00 ujrohnya sebesar 0,71% per/10 hari, untuk emas
harga Rp >Rp 20.000.000,00 ujrohnya sebesar 0,82% per/10 hari.
Harga tersebut menghitung dari nilai taksiran.
9. S. Selanjutnya berapa untuk biaya administrasi yang harus dibayar oleh
nasabah?
J. untuk perhitungan biaya administrasi kita sudah mempunyai
pedoman dari Pegadaian Syariah Pusat di Surabay, dengan rincian
sebagai berikut: (a) Rp 500.000,00- Rp 1.000.000,00 = Rp
8.000.000,00 (b) Rp Rp 1.000.000,00- Rp 2.500.000,00 = Rp
15.000,00 (c) Rp 2.500.000,00- Rp 5.000.000,00 = 25. 000,00 dan
seterusnya bisa dilihat di dokumen Pegadaian Syariah
10. S. Bagaimana prosedur Pelunasan dan Pengambilan Barang Jaminan
nasabah?
J. untuk pelunasana harus datang ke Kantor Pegadaian Syariah
Sampang ini, dengan membawa KTP dan surat bukti gadai atau struk
yang diperoleh ketika pencairan.
11. S. Apakah pelunasan dan pengambilan barang jaminan tidak boleh
diwakilkan?
J. Untuk proses pelunasan dan pengambilan barang jaminan bisa saja
diwakilkan namun harus ada surat kuasa, surat kuasa tersebut
disediakan oleh pihak Pegadaian Syariah Sampang yang harus
ditandatangani oleh pemberi kuasa dan penerima kuasa dengan
adanya materai.
12. S. Apakah selama beroperasi Pegadaian tidak ada kredit macet?
J. untuk jenis pembiayaan kredit macet itu banyak. Namun, ketika ada
nasabah yang tergolong dengan kredit macet kita memberi
peringatan untuk pertama kali pihak Pegadaian memberi tahukan
dengan SMS, jika belum ada respon pihak Pegadain menelpon baru
pihak Pegadaian member surat peringatan (SP) 1 jika belum ada
respon dari nasabah sampai tiga kali surat peringatan, jika tetap
belum ada respon pihak Pegadaian mendatangi nasabah. Namun,
ketika semua sudah dilakukan tetapi tidak ada respon baik oleh
nasabah pihak Pegadaian akan melaksanakan pelelangan. Tetapi
lelang itu sangat kita hindari karena akan memberikan nilai negatif
bagi nasabah serta nasabah akan enggan dalam bertransaksi lagi.
13. S. Bagaimana proses pelelangan barang jaminan di Pegadaian Syariah
Sampang ini?
J. untuk pertama kalinya pihak Pegadaian akan melaksanak lelang di
Kantor Pegadaian Syariah Sampang ini dengan menaru emas di
depan loket selama tiga hari, jika belum laku maka pihak Pegadaian
Syariah akan memanggil pelaku pasar emas. Jika ada kelebihan dari
hasil penjualan emas maka pihak Pegadaian akan mengembalikan
pada nasabah dan pengambilan uang kelebihan tersebut berjangka
waktu setahun, namun jika ada kekurangan maka pihak Pegadaian
akan menagihnya karena semua biaya lelang akan dibebankan pada
nasabah.
LAMPIRAN II
PERTANYAAN PENELITIAN MELALUI WAKIL
BANK JAWA TIMUR SYARIAH SAMPANG MADURA
Amsari : Bagian Pembiayaan Gadai IB Barokah
1. S. Bagaimana raktik Gadai Emas IB Barokah di Bank Jawa Timur
Syariah Sampang?
J. Praktik gadai emas IB Barokah merupakan bentuk produk
pembiayaan pelengkap dengan barang jaminan berbentuk emas yang
sangat diminati, proses yang singkat dan cepat serta barang jaminan
menyulitkandan nasabah cenderung memilih produk ini jika ingin
melakukan pembiayaan di Bank Jatim ini.
2. S. Bagaimana prosedur Pembiayaan Gadai Emas IB Barokah di Bank
Jawa Timur Syariah Sampang?
J. Prosedur pembiayaan gadai emas IB Barokah nasabah harus
melengkapi beberapa persyarata yaitu: (a) nasabah harus telah
menjadi nasabah di Bank Jatim Syariah ini (b) syarat semua jenis
profisi pekerjaan karena pihak Bank melihat pada jaminan; (c) cakap
hukum; (d) KTP; (e) barang milik sendiri atau dianggap milik
sendiri;
3. S. Bagaimana persyaratan untuk pembukaan rekening untuk nasabah
yang ingin melakukan pembiayaan gadai emas IB Barokah?
J. Persyaratan sama saja seperti pada umunya, secara singkat adala:
a. Mengisi formulir pembukaan rekening
b. Menyerahkan fotocopy KTP identitas diri yang masih berlaku
(KTP/SIM/Paspor)
c. Setoran awal minimal Rp 50.000,00
4. S. Apa langkah selajutnya setelah persyaratan lengkap?
J. setelah semua persyaratan lengkap, maka pihak Bank Jawa Timur
Syariah melakukan pengumpulan data nasabah yang dicek antara
lain identitas nasabah, kelyakan nasabah, dan jaminan emas serta
melakukan nilai taksiran
5. S. Bagaimana pihak Bank Jawa Timur Syariah Sampang Tanggung
Jawab Pegadaian Terhadap Barang Jaminan?
J. Untuk tanggung jawab terhadap barang jaminan emas pihak Bank
Jawa Timur Syariah Sampang menyimpan ditempat khusus di
Kantor Bank Jawa Timur Syariah Sampang serta ikut asuransi untuk
lebih menjamin ketika ada kehilangan atau kerusakan. Namun,
ketika hilang atau rusak maka pihak Bank Jawa Timur Syariah
ampang memberikan ganti sesuai nilai taksiran.
Dwi Ratna S: Bagian Umum dan Pembiayaan
1. S. Bagaimana penerapan akad qard dalam pembiayaan gadai emas IB
Barokah di Bank Jawa Timur Syariah?
J. Akad qard di Bank Jawa Timur Syariah Sampang diterapkan akad
untuk memberikan pinjaman murni terhadap nasabah dituangkan
dalam kontrak akad secara tertulis.
2. S. Bagaimana penerapan akad Rahn, Ijarah serta Mudharabah di Bank
Jawa Timur Syariah sampang?
J. penerapan akad Rahn merupakan akad sebagai kontrak pemberian
jaminan oleh nasabah kepada pihak Bank Jawa Timur Syariah untuk
diambil setelah pelunasan, Ijarah sebagai kontrak perantara Bank
Jawa Timur Syariah untuk mendapatkan kelebihan sebagai sewa
tempat. Namun, untuk akad mudharabah pihak Bank Jawa Timur
Syariah Syariah belum bisa merealisasikan karena semua barang
jaminan baik emas atau barang lainnya seperti motor, mobil kita
tidak melakukan bisnis atau diputar untuk mendapatkan keuntungan.
3. S. Bagaimana perhitungan nilai taksiran emas untuk perhitungan
besaran pembiayaan yang diperleh nasabah?
J. perhitungan besaran pembiayaan nasabah dengan cara menimbang
berapa gram emas dan kadar karat emas tersebut kemudian pihak
Pegadaian mengacu pada harga pasar. Harga pasar tersebut tiap hari-
hari berubah-rubah serta pihak Bank Jawa Timur Syariah
memperoleh informasi dari Bank Jawa Timur Syariah Pusat di
Surabaya.
4. Jika sudah mendapatkan nilai untuk besaran pinjaman nasabah,
bagaimana untuk perhitungan biaya sewa (ujroh)?
J. untuk perhitungan biaya sewa atau ujroh kita melihat kadar barang
jaminan karena perhitungan ujroh 0,4% per/10 hari dari besaran
pembiayaan yang diperoleh nasabah. Secara umum besaran itu
sangat murah dibandingkan dengan lembaga lainnya baik Bank atau
Pegadaian namun dalam perhitungan pihak Bank Jawa Timur
Syariah menyadari belum syar’i.
5. S. Selanjutnya berapa besaran biaya administrasi yang harus dibayar
oleh nasabah?
J. untuk perhitungan biaya administrasi kita sudah mempunyai
pedoman dari Pegadaian Syariah Pusat di Surabay, dengan rincian
sebagai berikut: (a) perhiasan dengan berat 1-25 GR = Rp 10. 000,00
(b) 25-50 GR = Rp 13.500,00 (c) 50-100 GR = 20. 000,00 dan untuk
emas >100 GR = 35.000,00
6. S. Bagaimana prosedur pembayaran, pelunasan dan Pengambilan
Barang Jaminan nasabah?
J. Untuk prosedur pembayaran pembiayaaan atau utang nasabah bisa
diangsur dengan jangka waktu maksimal 4 bulan dan perpanjangan
sebanyak 2 kali. Sedangkan pelunasana harus datang ke Kantor
Bank Jawa Timur Syariah Sampang dengan membawa KTP dan
surat bukti gadai emas IB Barokah atau struk yang diperoleh ketika
pencairan.
7. S. Apakah pelunasan dan pengambilan barang jaminan tidak boleh
diwakilkan?
J. Untuk proses pelunasan dan pengambilan barang jaminan bisa saja
diwakilkan namun harus ada surat kuasa, surat kuasa tersebut harus
ditandatangani di atas materai oleh pemberi kuasa dan penerima
kuasa serta membawa KTP asli yang member kuasa dan pemberi
kuasa.
8. S. Apa yang dilakukan Bank Jawa Timur Syariah ketika ada kredit
macet?
J. Nasabah dengan kreteria kredit macet itu banyak. Namun, ketika ada
nasabah yang tergolong dengan kredit macet kita memberi
peringatan untuk pertama kali pihak Bank Jawa Timur Syariah
memberi tahukan dengan SMS, jika belum ada respon pihak Bank
Jawa Timur Syariah menelpon baru pihak Bank Jawa Timur Syariah
memberi surat peringatan (SP) 1 jika belum ada respon dari nasabah
sampai tiga kali surat peringatan, jika tetap belum ada respon pihak
Bank Jawa Timur Syariah mendatangi nasabah. Namun, ketika
semua sudah dilakukan tetapi tidak ada respon baik oleh nasabah
pihak Bank Jawa Timur Syariah akan melaksanakan pelelangan.
Tetapi lelang itu sangat kita hindari karena pihak Bank Jawa Timur
Syariah tidak memiliki wewenang untuk proses lelang harus
dialihkan ke Pegadaian setempat.
9. S. Apakah selama ada kredit macet Bank Jawa Timur Syariah tidak
pernah melakukan lelang?
J. Selama produk gadai emas IB Barokah in belum pernah ada nasabah
yang sampai dilelang, karena pihak Bank Jawa Timur Syariah sangat
menghindari lelang tersebut disamping membuat nasabah menjadi
tidak pada Bank Jawa Timur Syariah hal itu juga merepotkan Bank
Jawa Timur Syariah. Biasanya ketika perpanjang sudah 2 kali maka,
pihak Bank Jawa Timur Syariah melakukan akad baru dengan
persetujuan nasabah dan Alhamdulillah selalu lancer.
Achmad Rahbini: Marketing Lending
1. S. Apa saja yang dicek oleh pihak Bank dalam pembiayaan Gadai
Emas IB Barokah ini?
J. Pembiayaan ini hanya mengecek Identitas Nasabah dan jaminan
emas
2. S. Berapa biaya sewa yang harus dibayar oleh nasabah dalam
pembiayaan gadai IB Barokah ini?
J. besaran sewa yang harus dibayar oleh nasabah 1,2% ditambah
dengan biaya administrasi
Riska: Nasabah Gadai IB Barokah
1. S. Apakah ibu dalam mengajukan pembiayaan Gadai IB Barokah
terlebih dahulu membuka rekening tabungan?
J. saya sebelum memperoleh pembiayaan Gadai IB Baroka, terlebih
dahulu membuka tabungan atau rekening Bank Jawa Timur Syariah,
karena yang bisa mengajukan pembiayaan ini hanya nasabah yang
telah menjadi nasabah.
PERTANYAAN WAWANCARA
1. Apa saja yang menjadi pertimbangan DSN-MUI dalam menetapkan Fatwa tentang
Gadai Emas?
2. Mengenai multi akad yang difatwakan oleh DSN-MUI, bagaimana pendapat bapak
selaku anggota pembuat fatwa?
3. Bagaimana rincian akad yang seharusnya dipraktikkan oleh lembaga keuangan
syariah?
4. Mengenai penelitian bapak tentang multi akad dalam Tesis dan Disertasinya apa yang
menjadi kesimpulan bapak?
5. Apa saja yang menjadi pertimbangan bapak dalam menemukan kesimpulan dari
penelitian tersebut?
6. Selanjutnya dari kesimpulan tersebut apa saja yang menjadi rekomendasi bapak untuk
menjadikan fatwa lebih baik?
7. Apakah menurut bapak para pelaku atau aktor ekonomi syariah mampu untuk
menerapkan multi akad yang dimaksud oleh DSN-MUI?
8. Bagaimana seharusnya pelaku atau aktor ekonomi syariah menempatkan akad ijarah
agar terhindar dari riba?
9. Bagaimana tanggapan bapak mengenai anggapan beberapa masyarakat yang
menyatakan bahwa multi akad yang difatwakan oleh DSN-MUI hanya akan
menjadikan transaksi tabarru’ menjadi tijari?
10. Apa saja tindakan DSN-MUI untuk memberikan pemahaman terhadap masyarakat
tentang keberadaan fatwa?
Ciputat, 20 Mei 2016
Informan Pewawancara
Dr. Hasanudin, M.A Harisah
JAWABAN HASIL WAWANCARA
DR. HASANUDIN, M.A
1. Pertimbangan DSN-MUI dalam pembuatan fatwa karena ada permintaan
fatwa disebabkan kebutuhan lembaga keuangan syariah untuk penambahan
produk serta untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat dengan kehalalan
suatu produk. Multi akad dalam gadai emas pada dasarnya hanya terdiri dari
dua aka yaitu akad qard dan rahn hal ini menunjukkan sejalan dengan
syariah.
Akad qard disini berfungsi untuk memberikan bentuk pinjaman dari
lembaga kepada nasabah, baru kemudikan akad rahn ada karena pada
dasarnya dalam syariah menahan jaminan untuk antisipasi resiko itu
dibolehkan sehingga dalam penahanan jaminan ini dibutuhkan akad rahn;
2. Multi akad dalam fatwa yang dimaksud adalah adanya satu akad yang tidak
dipisahkan dengan akad lain. Namun, antara akad yang digabungkan tidak
menghasilkan bentuk hukum yang bertabrakan sehingga tidak menyalahi
pendapat dua ulama yaitu pendapat ulama formalitas yang menyatakan akad
tergantung pada lafadz dan mabani sedangkan ulama lain yaitu ulama
substansi yang menyatakan tergantung pada substansi akad;
3. Untuk rincian akad dalam lembaga keuangan syariah mengenai produk gada
syariah hanya ada dua akad yaitu akad qard dan rahn sedangkan akad ijarah
itu tidak ada. Hanya saja akad tersebut disepadankan dengan ujroh atau sewa
tempat sehinggan disebut dengan akad ijarah. Hal ini karena perbedaan
pendapat ulama tentang pihak yang wajib menjaga jaminan.
Pendapat ulama minoritas menyatakan bahwa yang wajib menjaga
jaminan yaitu pember gadai atau lembaga keuangan syariah dalam hal ini.
Selanjutnya pendapat mayoritas sebenarnya yang wajib menjaga barang
jaminan itu rahin (pemilik gadai) maka dengan demikian akan mempersulit
rahin jika harus menjaga jaminan yang ada dilembaga sehingga kesepakatan
mayoritas lembaga nasabah memberikan jaminan untuk disimpan oleh
pemberi gadai sehingga pembayaran ujroh dibutuhkan untuk membayar sewa
tempat penyimpanan. Meskipun demikian fluktuasi harga baik keuntungan
atau kerugian tetap milik rahin.
4. Dalam penelitian Tesis dan Disertasi sebenarnya hanya mengenai syarat-
syarat dalam multi akad untuk tidak melanggar dari syariah.
5. Pertimbangan dalam kesimpulan tersebut multi akad yang dibenarkan oleh
syariah harus ada beberapa syarat antara lain:
a. Tidak boleh ada dua jual beli dalam satu akad dalam hal ini setidaknya
ada delapan penafsiran; contoh bai’salaf (jual beli dengan utang piutang);
b. Tidak boleh menjadi wasilah (media) untuk melakukan hal haram;
c. Tidak boleh menjadi khilah ribawiyah (rekayasa dengan cara tertentu
untuk membenarkan tindakan ribawi yang dilakukan secara formalitas
tetapi sebenarnya haram menurut syariah) contoh bai’ul inah;
d. Tidak boleh terdiri dari akad-akad yang akibat hukumnya bertentangan
atau hukumnya saling menafikan, contoh sewa beli.
6. Utuk rekomendasi sama halnya dengan syarat-syarat di atas;
7. Para pelaku ekonomi syariah itu mampu dalam melaksanakan multi akad
yang ada dalam fatwa jika para aktor sudah dibekali dengan ilmu-ilmu atau
pengetahuan tentang ekonomi syariah yang mendalam, sehingga dalam
praktik akan benar baik secara substansial tidak hanya formalitas.
8. Dalam penempatan akad ijarah itu sebenarya tidak ada seperti yang sudah
saya jelaskan. Namun sewa itu tidak boleh dikaitkan dengan utang piutang
karena yang dibenarkan sewa itu harus ditentukan sebelum hutang atau akad
ijarah baru akad qard;
9. Masyarakat hanya saja belum memahami apa yang dimaksud dalam fatwa
karena pada dasarnya fatwa hanya pedoman yang belum memberikan rincian
secra khusus namun gambaran akad itu sudah dalam fatwa. Seharusnya akad
ijarah itu sudah ditentukan sebelum utang piutang terjadi dan hal itu sudah
ada dalam fatwa;
10. Dalam memberikan pemahaman terhadap masyarakat DSN-MUI melalui
beberapa cara, antara lain: Web DSN-MUI, Lakorda MUI, Diklat, melalui
DPS, dan Sosialisasi.
LAMPIRAN IV
PERTANYAAN WAWANCARA
1. Bagaimana pendapat bapak tentang multi akad yang difatwakan oleh DSN-MUI?
2. Mengenai penelitian bapak tentang multi akad dalam Disertasinya apa yang menjadi
kesimpulan bapak?
3. Apa saja yang menjadi pertimbangan bapak dalam menemukan kesimpulan dari
penelitian tersebut?
4. Selanjutnya dari kesimpulan tersebut apa saja yang menjadi rekomendasi bapak untuk
menjadikan fatwa lebih baik?
5. Apa yang bisa menjadi lanjutan dari penelitian bapak untuk penelitian selanjutnya
terkait dengan multi akad?
6. Bagaimana rincian akad yang seharusnya dipraktikkan oleh lembaga keuangan
syariah sesuai dengan hasil penelitian bapak?
7. Bagaimana tanggapan bapak mengenai hadits nabi tentang pelarangan gabungan
beberapa akad dalam satu transaksi?
8. Apakah menurut bapak para pelaku atau aktor ekonomi syariah mampu untuk
menerapkan multi akad yang dimaksud oleh DSN-MUI sesuai dengan hasil penelitian
bapak?
9. Selaku dosen atau tenaga pengajar bagaimana bapak memberikan penjelasan tentang
multi akad yang sesuai dengan syariah?
10. Bagaimana tanggapan bapak mengenai anggapan beberapa masyarakat yang
menyatakan bahwa multi akad yang difatwakan oleh DSN-MUI hanya akan
menjadikan transaksi tabarru’ menjadi komersil?
Ciputat, 23 Mei 2016
Informan Pewawancara
Dr. Abdurrauf Harisah
JAWABAN HASIL WAWANCARA
DR ABDURRAUF
1. Mengenai Fatwa DSN-MUI tentang multi akad tidak secara khusus
menyebutkan tentang multi akad tersebut. Namun, beberapa Fatwa DSN-MUI
dipahami mengandung multi akad. Contoh fatwa tentang produk gadai yang
dijelaskan menggunakan beberapa akad yaitu qard, rahn, dan ijraha dan
Fatwa DSN-MUI tentang kartu kredit syariah dijelaskan menggunakan akad
kafalah, ijarah, dan qard.
2. Hasil disertasi ada beberapa yang menjadi kesimpulan antara lain; dua
lembaga (BNI syariah dan asuransi syariah) tidak semua menggunakan multi
akad baik dari funding, landig, dan produk jasanya. Beberapa produk yang
menggunakan multi akad seperti akad pembiayaan dengan skim murabahah
bil wakalah, kartu kredit hasanah serta dirham card yaitu menggunakan akad
qard, kafalah, dan ijarah di bank BNI Syariah. Selanjutnya mengenai
ksesuaian multi dengan ketentuan Fatwa DSN-MUI telah sesuai hanya ada
beberapa yang perlu dipertegas agar nasabah memahami untuk menghindari
kesalah pahaman.
3. Mengatakan sesuai karena setelah membaca akta perjanjian itu disampaikan
secara terbuka, sehingga itu keterbukaan dan dijelaskan hak-hak dan
kewajibannya.
4. Rekomendasi mengenai Fatwa DSN-MUI perlu semacam memahami kondisi
faktual yang saat ini, kadang Fatwa DSN-MUI masa lalu tidak sesui dengan
saat ini teknologi lebih cepat maka nasabah perlu pelayananan cepat juga
denga memangkas yang tidak terlalu penting dalam Fawa DSN-MUI selama
tidak mempengaruhi hukum.
5. Harus up to date misalnya bank akad-akad dalam saat ini A,B,C ini perlu up
to date misalnya LC Impor dan ekspor perlu dilakukan penelitian karena ada
beberapa akadnya relevan.
6. Rincian akad yang seharusnya dipraktikkan oleh lembaga keuangan syariah
contoh dari hasil penelitian Bank BNI syariah dalam produk hasanah card
menggunakan tiga akad sekaligusdimana akad qard digunakan untuk akad
pinjaman nasabah terhadap Bank, akad kafalah digunakan sebagai akad yang
menempatkan Bank sebagai pihak yang menananggulangi nasabah dalam
dana yang digunakan sedangkan ijarah sebagai akad untuk pembayaran sewa
nasabah dalam menggunakan jasa Bank.
Dalam Asuransi menggunakan tiga akad sekaligus yang
pelaksanaannya terpisah yaitu akad hibah, kafalah,dan ijarah. Ijarah
merupakan akad pembayaran sewa oleh anggota asuransi untuk lembaga
asuransi karena telah mengelola dana, akad hibah digunakan sebagai akad
untuk pembayaran klim yang dibayarkan perusahaan untuk anggota asuransi
karena lembaga sudah mendapat fee dari akad ijarah, sedangkan akad kafalah
digunakan sebagai akad atas jasa yang diberikan Asuransi kepada anggota
asuransi. Bahkan menggunakan akad tambahan lagi seperti mdharabah atau
mudharabah musytarakah atas dana hibah yang dikumpulkan dan
diinvestasikan oleh Asuransi.
7. Mengenai hadits merupakan salah satu penyebab munculnya multi akad
karena adanya multi tafsir terhadap hadits yang melarang adanya multi akad
sekaligus dalam satu transaksi sehingga adanya multi tafsir tersebut multi
akad dibenarkan selama terhindar dari hal riba. Contoh pelaragan
penggabungan akad jual beli dengan utang piutang, pada dasarnya konsep
utang piutang tersebut adalah mengasihi sehingga dengan adanya persyaratan
utang piutang dikaitkan dengan jual beli maka konsep tersebut akan hilang.
Sehingga multi akad itu dibolehkan dengan syarat tertentu diantaranya adalah
bukan dalam bentuk persyaratan dan tidak ada niat lain melakukan multi akad
dengan hal riba.
8. Aktor ekonomi syariah mereka mampu karena merupakan pelaksana dan
mengeluarkan produk dengan meggunakan multi akad di dalamnya. Namun,
setiap produk yang dikeluarkan sebelum direalisasikan dan sesudah
diaplikasikan ada Dewan Pengawas Syariah yang memantau, hanya saja
pelaku ekonomi syariah harus mampu memberi pemahaman kepada
masyarakat luas agar tidak ada kesalahpahaman mengenai multi akad.
9. Dalam kegiatan ngajar mengajar selaku dosen itu penting memberikan
pemahaman tentang multi akad seperti halnya faktor-faktor yang
mempengaruhi kenapa multi akad penting diterapkan, diantaranya; pertama
perubahan Fatwa karena kebutuhan produk, kedua faktor kemudahan atau
menghilangkan kesulitan dalam transaksi syariah, ketiga faktor kondisi yang
menuntut adanya multi akad yang harus diterapkan karena dalam transaksi
kontemporer itu melibatkan beberapa pihak sehingga antara pihak pertama,
kedua, ketiga, dan seterusnya membutuhkan akad untuk menghindari adanya
riba.
10. Setiap transaksi pasti ada anggapan atau pendapat yang berbeda-berbeda
dengan demikian semua masyarkat baik lembaga atau nasabah perlu
memahami perkembangan ekonomi islam. Bahkan anggapan atau pendapat
yang berbeda-beda sebenarnya harus berbentuk anggapan yang saling
mendukung, karena setiap kritik itu boleh namun bukan untuk merusak,
menggagalkan atau bahkan menafikan multi akad sehinggan agar semua
tataran saling mendukung maka perlu keterbukaan.
RIWAYAT HIDUP
Harisah dilahirkan di Desa Karang Penang, Sampang, Jawa
Timur pada tanggal 14 Juni 1992, anak ketiga dari delapan
bersaudara, pasangan Bapak Marsiya dan Abd.Rouf.
Pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi ditempuh di
sejumlah tempat yang berbeda. Sekolah Dasar lulus Tahun
2004 di SDN Oloh III Karang Penang, SLTP Tahun 2007 di
SMP Negeri I Karang Penang, SLTA Tahun 2010 di MA
Miftahul Ulum Bettet Pamekasan. Pendidikan tingginya
ditempuh di STAIN Pamekasan sejak tahun 2010 pada
jurusan Syariah dan Ekonomi program studi Perbankan
Syariah, Pendidikan Magister di Universitas Negeri Islam
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sejak tahun 2014 pada
fakultas Syariah dan Hukum konsentrasi Hukum Ekonomi
Syariah.