repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45436/1/MOHAMAD...repository.uinjkt.ac.idAuthor:...

116
Kesesuaian Khitbah Dan Walīmah Pada Masyarakat Betawi Dengan Hadis (Studi Kasus Masyarakat Betawi Karang Tengah Kota Tangerang) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag) Oleh: Mohamad Arifin NIM: 1112034000034 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2019 M

Transcript of repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45436/1/MOHAMAD...repository.uinjkt.ac.idAuthor:...

Kesesuaian Khitbah Dan Walīmah Pada Masyarakat Betawi

Dengan Hadis (Studi Kasus Masyarakat Betawi Karang Tengah

Kota Tangerang)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Agama (S. Ag)

Oleh:

Mohamad Arifin

NIM: 1112034000034

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/2019 M

v

ABSTRAK

Mohamad Arifin, “Kesesuaian Khitbah Dan Walīmah Pada Masyarakat

Betawi Dengan Hadis: Studi Kasus Pada Masyarakat Betawi Karang Tengah

Kota Tangerang”

Khitbah dan Walīmah dalam masyarakat Betawi dianggap sebagai suatu

hal yang penting, karena pernikahan dilakukan dengan suatu upacara adat yang

diwariskan secara turun temurun, sehingga upacara itu nampak sakral dalam suatu

pernikahan. Masyarakat Betawi beranggapan bahwa proses pernikahan itu harus

dilakukan dengan sebaik mungkin sehingga ketentuan-ketentuan adat dalam

pernikahan harus dijalankan dengan baik.

Sebagaimana telah dikemukakan oleh tokoh masyarakat Betawi Karang

Tengah, bahwa dalam pelaksanaan khitbah dan Walīmah pada masyarakat Betawi

mempunyai kesesuaian dengan hadis-hadis yang berkaitan dengan khitbah dan

walimah.

Penelitian ini merupakan perpaduan antara penelitian lapangan dan

penelitian kepustakaa. Penelitian diawali dengan telaah bahan pustaka dan

literatur-literatur tentang tradisi khitbah dan Walīmah pada masyarakat Betawi.

Maka penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif.

Dalam skripsi ini penulis memberi kesimpulan, bahwa tidak semua tradisi

khitbah dan walimah yang dilakukan oleh masyarakat betawi mempunyai

kesesuaian dengan hadis-hadis nabi Sallalahu ‘alaihi wasallam. Akan tetapi dalam

tradisi khitbah dan walimah tersebut, tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran

Islam.

Kata kunci: khitbah, Walīmah, Betawi dan Hadis

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt. Atas

segala rahmat dan karunia-Nya serta tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurah

kepada Nabi Muhammad Saw. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

skripsi yang berjudul “Kesesuaian Khitbah Dan Walīmah Pada Masyarakat

Betawi Perspektif Hadis: Studi Kasus Pada Masyarakat Betawi Karang

Tengah Kota Tangerang.”

Skripsi ini tidak akan bisa tuntas tanpa bantuan, bimbingan, arahan,

dukungan dan kontribusi dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

saya ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Ibu Prof. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc.,M.A selaku Rektor

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Yusuf Rahman, M.A selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M.A selaku ketua Jurusan Ilmu Al-Qur’an

dan Tafsir yang mengesahkan proposal ini sehingga diterima dalam rapat

persetujuan proposal.

4. Ibu Banun Binaningrum, M.Pd selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Al-Qur’an

dan Tafsir.

5. Dr. M. Isa H.A. Salam, M.A. selaku dosen pembimbing yang telah

membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi ini berdasarkan cara

penulisan, tujuan, dan manfaatnya serta nasehat-nasehat guna melengkapi

meminimalisir kekurangan dalam penelitian ini.

6. Seluruh dosen pada program studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir (IAT) atas

segala motivasi, Ilmu Pengetahuan, bimbingan, wawasan, dan pengalaman

yang mendorong saya selama menempuh studi, serta seluruh staff Fakultas

Ushuluddin.

7. Orang tua tercinta, bapak dan mama di rumah yang selalu mendukung

serta mendoakan saya sehingga saya bisa seperti sekarang ini.

vii

8. Teman-teman Tafsir Hadis angkatan 2012 UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, khususnya kelas TH-B yang selama ini telah sama-sama berjuang

di bangku kuliah.

9. Semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini yang

tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu.

Saya sadar bahwa keilmuan yang saya miliki masih sangat kurang sehingga

mohon maklum dan maaf apabila dalam penelitian dijumpai banyak kesalahan.

Kepada Allah lah saya berharap ridha dan senantiasa bersyukur. Semoga

tulisan ini bisa menjadi manfaat kepada para pembaca agar selalu berpegang pada

ajaran-ajaran Rasūlullāh Saw. Amīn

Ciputat, Agustus 2018

Mohamad Arifin

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN......................................................................iii

LEMBAR PERNYATAAN…………………………………………………......iv

ABSTRAK..............................................................................................................v

KATA PENGANTAR...........................................................................................vi

DAFTAR ISI.......................................................................................................viii

PEDOMAN TRANSLITERASI...........................................................................x

DAFTAR TABEL ..............................................................................................xvi

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………..xvii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.............................................................1

B. Perumusan masalahan................................................................7

C. Tujuan dan Manfaat...................................................................7

D. Kajian Pustaka............................................................................7

E. Metode penelitian.......................................................................9

F. Sistematika Penulisan...............................................................11

BAB II DISKURSUS TENTANG KHITBAH DAN WALĪMAH

A. Pengertian Khitbah dan Walīmah ............................................13

1. Khitbah……………...........................................................13

2. Walimah………………………………..............................21

B. Tujuan Khitbah dan walimah...................................................23

1. Khitbah………………………….………………………..23

2. Walimah………………………………………………….24

C. Syarat-syarat Khitbah dan walimah.........................................25

1. Khitbah...............................................................................25

2. Walimah.............................................................................30

D. Hikmah Khitbah.......................................................................31

1. Khitbah…………………………………………………...31

2. Walimah…………………………………………….........32

E. Takhrij Hadis Khitbah dan Walimah…………………………33

1. Hadis Khitbah…………………………….........................33

2. Hadis Walīmah ………………………………………..…36

3. Fokus Kajian Hadis ………………………………..…….39

BAB III LETAK GEOGRAFIS WILAYAH KARANG TENGAH

A. Kondisi Geografis dan Demografis..........................................43

ix

B. Kondisi Agama dan Pendidikan...............................................45

C. Sosial dan Ekonomi…………..................................................48

D. Kebudayaan dan Adat Istiadat..................................................51

E. Sistem Kepemimpinan..............................................................52

BAB IV TATA CARA KHITBAH DAN WALĪMAH PADA

MASYARAKAT BETAWI KARANG TENGAH DAN

KESESUAIAN DENGAN HADIS

A. Tata Cara Khitbah dan Walīmah ……………………………55

B. Pendapat Tokoh Masyarakat Tentang Pernikahan Adat Betawi

Karang Tengah.........................................................................60

C. Analisa Tentang Relevansi Hadis Khitbah dan Walīmah pada

Masyarakat Betawi Karang Tengah ........................................63

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN …………………………...............................72

B. SARAN …………………………………...............................72

DAFTAR PUSTAKA………………………………………...............................73

LAMPIRAN……………………………………………………………………..78

x

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman pada

buku “pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang

diterbitkan oleh Tim CeQDA (Center for Quality Development dan Assurance)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

A. Konsonan

ARAB NAMA Latin KETERANGAN

Alif - Tidak dilambangkan ا

Ba’ b Be ب

Ta’ t Te ت

Tsa’ ts Te dan es ث

Jim j Je ج

Ḥa’ ḥ حHa dengan titik di

bawah

Kha kh Ka dan ha خ

Dal d De د

Dzal dz De dan zet ذ

Ra’ r Er ر

Zai z Zet ز

Sin s Es س

Syin sy Es dan ye ش

Ṣad ṣ Es dengan titik di ص

xi

bawah

Ḍad ḍ ضDe dengan titik di

bawah

Ṭa ṭ طTe dengan titik di

bawah

Ẓa ẓ ظZet dengan titik di

bawah

Ain ‘ Koma terbalik di atas‘ ع

Ghain gh Ge dan ha غ

Fa f Fa ف

Qaf q Qi ق

Kaf k Ka ك

Lam l El ل

Mim m Em م

Nun n En ن

Wau w We و

Ha’ h Ha ه

Hamzah ’ Apostrof ء

Ya’ y Ye ي

B. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong,

vokal rangkap atau diftong dan Vokal Panjang. Ketiganya adalah sebagai berikut:

xii

1. Vokal Tunggal

Tanda

Vokal Nama Latin Keterangan

Fatḥah A A ا

Kasrah I I ا

Ḍammah U U ا

Contoh:

su’ila : سئل kataba dan : كتب

2. Vokal Rangkap

Tanda

Vokal Nama Latin Keterangan

ى ي Fatḥah dan ya’

sakin Ai A dan I

ى و Fatḥah dan wau

sakin Au A dan U

Contoh:

kaifa dan : كيف ل و ḥaula:ح

3. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat atau huruf, adalah sebagai berikut:

Tanda

Vokal Nama Latin Keterangan

Fatḥah dan alif Ā ى اA dengan garis di

atas

ى يKasrah dan

ya’ Ī

I dengan garis di

atas

ى وḌammah dan

wau Ū

U dengan garis di

atas

Contoh:

ل qīla dan : ق ي ل qāla : ق ال yaqūlu : ي ق و

C. Ta’ Marbuṭah

1. Transliterasi untuk ta’ marbuṭah hidup

xiii

Ta’ marbuṭah yang hidup atau yang mendapat harakat fatḥah, kasrah, dan

ḍammah, transliterasinya adalah “t”.

2. Transliterasi untuk ta’ marbuṭah mati

Ta’ marbuṭah yang mati atau mendapat harakat sakin, transliterasinya

adalah “h”.

Contoh:

.ṭalḥah : طلحة

3. Transliterasi untuk ta’ marbuṭah jika diikuti oleh kata yang menggunakan

kata sandang “al-” dan bacaannya terpisah maka ta’ marbuṭah

ditransliterasikan dengan “h”.

Contoh:

rauḍah al-aṭfāl: روضةاألطفال

al-Madīnah al-Munawwarah : المدينةالمنورة

D. Huruf Ganda (Syaddah atau Tasydīd)

Transliterasi Syaddah atau Tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab

dilambangkan dengan tanda tasydīd ( dalam transliterasi dilambangkan dengan ,(ى

huruf yang sama (konsonan ganda).

Contoh:

rabbanā : رب نا

ل nazzala : نز

E. Kata Sandang Alif-Lam “ال”

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan hurufalif-

lam ma‘rifah “ال”. Namun dalam transliterasi ini, kata sandang dibedakan atas

kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah dan kata sandang yang diikuti

oleh huruf qamariyah.

1. Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah

Katasandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah ditransliterasikan dengan

bunyi yaitu “ال” tetap huruf yang sama dengan huruf tersebut.

Contoh:

جل al-rajul : الر

al-sayyidah : السي دة

xiv

2. Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah

Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah ditransliterasikan sesuai

dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai pula dengan bunyinya. Huruf

sandang ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan

tanda sambung (-). Aturan ini berlaku untuk kata sandang yang diikuti oleh huruf

syamsiyah maupun kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah.

Contoh:

al-qalam : القلم

al-falsafah : الفلسفة

F. Hamzah

Aturan transliterasi huruf hamzah yaitu menjadi apostrof (’) hanya berlaku

bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Bila hamzah terletak di awal

kata, hamzah tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.

Contoh:

’an-nau : النوء umirtu : امرت syai’un : شيئ

G. Huruf Kapital

Meskipun tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital, tetapi dalam

transliterasi huruf kapital digunakan untuk awal kalimat, nama diri, dan

sebagainya seperti keterangan-keterangan dalam EYD. Awal kata sandang pada

nama diri tidak menggunakan huruf kapital kecuali jika terletak di awal kalimat.

Contoh:

Wamā Muhammadun illā rasūl : ومادمحمإالرسول

Abū Naṣīr al-Farābīl

Al-Gazālī

Syahru Ramaḍān al-ladzī unzila fīh al-Qur’ān

H. Lafẓ al-Jalālah (هللا)

Kata Allah yang didahului dengan partikel seperti huruf jar dan huruf

lainnya, atau berkedudukan sebagai muḍāf ilaih (frasa nomina), ditransliterasi

tanpa huruf hamzah.

xv

Contoh:

dīnullāh : ديناهلل

billāh : باهلل

Adapun ta’ marbuṭah di akhir kata yang betemu dengan lafẓ al-jalālah,

ditransliterasikan dengan huruf “t”.

Contoh:

hum fī raḥmatillāh : همفيرحمةهللا

I. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia

Kata, istilah, dan kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau

kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat

yang sudah lazim dan menjadi bagian dari pembendaharaan bahasa Indonesia,

atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis menurut

cara transliterasi di atas. Misalnya kata al-Qur’an dari al-Qur’ān, Sunah dari

sunnah. Kata al-Qur’an dan sunah sudah menjadi bahasa baku Indonesia maka

ditulis seperti bahasa Indonesia. Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian

dari satu rangkaian teks Arab, maka harus ditransliterasi secara utuh.

Contoh:

Fī ẓilāl al-Qur’ān

As-Sunnah qablat-tadwīn

Jāmi‘ah Syarīf Hidāyatullah al-Islāmiyyah al-Hukūmiyyah bi Jākarta

J. Daftar Singkatan

Swt : Subẖānahū wa ta’ālā

Saw : Ṣallā Allāhu ‘alayh wa sallam

M : Masehi

H : Hijriyah

QS : Qur’ān Surat

HR : Hadis Riwayat

Bin : b.

Binti : bt.

xvi

DAFTAR TABEL DAN DIAGRAM

Tabel 2.1 Inventaris Hadis Khitbah dan Walīmah............................................39

Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Karang Tengah ..................................................44

Tabel 3.2 Komposisi Jumlah Penduduk Berdasarkan Etnis ……………..…45

Tabel 3.3 Jumlah Saran dan Prasarana Ibadah..............................................46

Tabel 3.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan…………………..47

Tabel 3.5 Kegiatan Sosial Masyarakat Karang Tengah..................................48

Tabel 3.6 Komposisi menurut Mata Pencaharian...........................................50

Diagram 4.1 : Prosesi Pernikahan Betawi ……………………………………60

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Wawancara Khitbah dan Walimah Pada Lurah Karang

Tengah...................................................................................................................78

Lampiran 2. Hasil Wawancara Khitbah dan Walimah Tokoh Masyarakat

Karang Tengah………………………………………………………………….83

Lampiran 3. Hasil Wawancara Khitbah dan Walimah Pada Ulama

Setempat................................................................................................................91

Lampiran 4. Surat Keterangan Kelurahan Karang Tengah………………...97

Lampiran 5. Foto-Foto Pernikahan....................................................................98

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna di antara makhluk

ciptaan Tuhan, karena manusia memiliki akal. Namun demikian, manusia sebagai

makhluk biologis merupakan individu yang memiliki potensi-potensi kejiwaan

yang harus dikembangkan. Dalam rangka perkembangan individu ini, maka

diperlukan suatu keterpaduan antara pertumbuhan jasmani dan rohani.1 Salah satu

naluri yang dimiliki manusia adalah kecenderungan kepada lawan jenis. Oleh

sebab itu, Allah SWT menciptakan manusia berpasang-pasangan agar manusia

merasakan kedamaian dan kebahagiaan di dunia ini sebagai hasil dari kehidupan

yang senantiasa berpasang-pasangan.

Sayyid Sabiq mengatakan bahwa berpasang-pasangan merupakan pola

hidup yang ditetapkan oleh Allah SWT bagi makhluk-Nya sebagai sarana untuk

melanjutkan keturunan dan mempertahankan hidup dan setiap pasangan telah

diberi bekal oleh Allah SWT untuk mencapai tujuan tersebut dengan sebaik

mungkin.2 Untuk itu, manusia diberi naluri oleh Allah SWT agar tertarik kepada

lawan jenis. Naluri ini merupakan unsur sebagai makhluk hidup di muka bumi

yang erat kaitannya dengan kelangsungan hidup dan kelestarian generasi, maka

naluri tersebut harus direspon secara tepat. Jika tidak direspon secara cepat, maka

dampak negatifnya tidak saja akan menimpa kehidupan pribadi seseorang,

1Aziz Amicon Hartono, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990), h. 60

2Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2008), Juz III, h. 196

2

melainkan juga akan berdampak pada kekacauan dalam tatanan kehidupan sosial

yang melanda pada kehidupan pria dan wanita. 3

Setiap insan baik pria maupun wanita selama hidupnya pasti terbesit dalam

pikirannya tentang pernikahan, hingga mendambakan untuk berkeluarga. Sebuah

keluarga dalam Islam tidak mungkin akan terbentuk jika tidak melalui jalur yang

disyari’atkan yaitu pernikahan. Tekad untuk melangkah menuju pernikahan

seharusnya dilakukan setelah mempunyai bekal yang mumpuni, agar pernikahan

berjalan sebagaimana mestinya sehingga mencapai kebahagiaan serta memahami

hak-hak Allah SWT dan hak-hak hamba-Nya.4 Oleh sebab itu, Islam

mensyari’atkan pernikahan sebagai jalan yang dibenarkan untuk memenuhi

kebutuhan biologis yang merupakan fitrah manusia.

Menurut Quraish Shihab, pernikahan merupakan manifestasi fitrah manusia

yang merindukan pasangan sebelum dewasa dan hasrat yang meluap-luap setelah

beranjak dewasa. Untuk itulah sebagai fasilitator, Islam mensyari’atkan

pernikahan yang akan menenteramkan jiwa.5 Namun sebelum melakukan akad

pernikahan, umumnya secara adat kebiasaan seseorang akan melalui fase yang

dinamakan dengan khitbah (pinangan).6

khitbah merupakan suatu upaya kegiatan yang mengarah kepada terjadinya

hubungan perjodohan antara seorang pria dan seorang wanita atau seorang laki-

3 Pada hakekatnya pernikahan adalah rasa cinta kasih, kewajiban, pemenuhan hasrat seksual

dan pelanjut keturunan. Bagi Islam, rasa cinta kasih adalah rukun pertama dalam sebuah

pernikahan bahkan merupakan sebuah motivasi. Lihat Thahir al-Hadad, Wanita Dalam Syari’at

dan Masyarakat, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993), Cet. ke-4, h. 59 4Islam memberikan pemahaman bahwa keluarga itu berarti tanggung jawab yang diberikan

kepada manusia yang diterima dengan penuh kerelaan dan ketulusan untuk mencari kesenangan,

ketenangan dan ketenteraman sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an surah al-Ruum ayat 21.

Lihat Suhailah Zainal Abidin, Menuai Kasih di Tengah Keluarga, terj. Ayub Mursalin, (Jakarta:

Mustaqim, 2002), Cet. ke-1, h. 17 5M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an; Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai Persoalan Umat,

(Bandung: Mizan, 2000), h. 192 6 Pinang di dalam KBBI bermakna permintaan hendak untuk memperistri seseorang wanita.

3

laki meminta kepada seorang perempuan untuk menjadi isterinya.7 Dalam

pelaksanaan khitbah, biasanya masing-masing pihak saling menjelaskan keadaan

dirinya atau keluarganya yang bertujuan untuk menghindari terjadinya

kesalahpahaman di antara kedua belah pihak dengan azas keterbukaan meskipun

keduanya memiliki daya tarik tersendiri. 8

Manusia memiliki daya tarik tertentu di samping selera tertentu. Daya tarik

ini ada yang bersifat lahir seperti kecantikan atau ketampanan atau ada juga daya

tarik yang menempel di luar seperti kekayaan, pangkat atau nama besar, dan ada

juga daya tarik yang bersumber dari dalam diri seseorang seperti kelemah-

lembutan, kesetiaan, keramahan dan berbagai ciri kepribadian lainnya. Selera

manusia juga berbeda-beda, ada yang tertarik kepada rupa, ada yang sangat

mempertimbangkan harta dan jabatan serta status sosial di samping ada yang

seleranya lebih kepada kualitas hati. Dalam hal ini, Islam tidak pernah

mempersoalkan masalah selera manusia dalam hal pernikahan. 9

Proses pernikahan biasanya dilanjutkan dengan Walīmah. Walīmah atau

pesta pernikahan merupakan ungkapan rasa syukur bagi kedua mempelai yang

telah melangsungkan pernikahan. Walīmah atau pesta pernikahan merupakan

momen kebahagiaan bagi setiap pasangan, maka walīmah merupakan perbuatan

yang dilaksanakan dalam rangka mengumumkan, menyemarakan dan

menghormati kedua mempelai.10

Hal ini perlu dilakukan untuk menepis gosip

yang keluar dari lisan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Dengan

7 Dahlan Idhamiy, Azas-Azas Fiqh Munakahat, (Surabaya: al-Ikhlas, 1984), h. 15

8 Dahlan Idhamiy, Azas-Azas Fiqh Munakahat, h. 15

9 Ahmad Mubarok, Psikologi Keluarga; Dari Keluarga Sakinah Hingga Keluarga Bangsa,

(Jakarta: Gema Insani Press, 1997), h. 117 10

Kamal Mukhtar, Azas-Azas Perkawinan Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973),

Cet. ke-1, h. 108

4

demikian, hal terpenting dari adanya walīmah adalah pengumuman tentang

berlangsungnya sebuah pernikahan dan mengumpulkan kaum kerabat serta teman-

temannya, dan untuk memasukkan kebahagiaan dan kegembiraan ke dalam jiwa

mereka.11

Hal ini merupakan suatu kebanggaan bagi kedua mempelai, karena

mereka telah dinyatakan lulus dalam proses pernikahan yang dimulai dari khitbah

hingga walīmah.

Saat ini khitbah dan walīmah sudah membudaya di kalangan masyarakat

Indonesia, tentunya dalam setiap wilayah dan budaya terdapat perbedaan dalam

tata cara pelaksanaannya. Hal ini terjadi, karena masyarakat Indonesia menetap

dan berasal dari pulau-pulau yang beraneka ragam adat dan kebudayaannya.

Hampir di semua lingkungan masyarakat, adat menempatkan masalah perkawinan

sebagai unsur keluarga dan masyarakat. Dengan demikian, pernikahan bukan

semata-mata urusan pribadi bagi yang melangsungkannya, tetapi menjadi urusan

bagi masyarakat yang menetap dalam satu wilayah tertentu dalam Negara

Kesatuan Republik Indonesia yang terkenal dengan beragam adat dan suku

bangsanya. Dari sekian banyaknya adat dan kebudayaan yang dimiliki Indonesia

salah satu di antaranya adalah kebudayaan Betawi.

Masyarakat Betawi merupakan masyarakat yang mendiami wilayah Jakarta

dan sekitarannya.12

Masyarakat ini dikenal sebagai masyarakat yang fanatik

dengan Islam. Semua yang berkaitan dengan kehidupan, mereka kaitkan dengan

Islam termasuk dalam hal pernikahan. Kebudayaan masyarakat Betawi banyak

dipengaruhi oleh kebudayaan-kebudayaan asing seperti kebudayaan Arab, Cina

11

Mahmud Mahdi al-Istanbuli, Kado Perkawinan, terj., Ibnu Ibrahim, (Jakarta: Pustaka

Azzam, 2000), Cet. ke-4, h. 467 12

Ridwan Saidi, ProfilOrang Betawi: Asal Muasal, Kebudayaan, dan Adat Istiadatnya,

(Jakarta: Gunara Kata, 1997), h. 33

5

dan Belanda ataupun kebudayaan-kebudayaan yang masuk dari wilayah Indonesia

lainnya seperti Makassar, Sunda dan Jawa yang oleh masyarakat Betawi dianggap

memiliki corak yang berorientasi kepada etika Islam.13

Tradisi pernikahan di kalangan masyarakat Betawi itu sudah ada sejak masa

lampau. Budaya dan tata cara pernikahan dipertahankan oleh anggota masyarakat

dan para pemuka terdahulu. Pernikahan dalam masyarakat Betawi dilakukan

melalui beberapa tahapan yaitu tahap sebelum pernikahan, saat pernikahan dan

sesudah pernikahan. Sebelum pernikahan, biasanya dilakukan tahap khitbah. Pada

saat dilangsungkan pernikahan dan diselenggarakannya walimah.

Khitbah dan walīmah dalam masyarakat Betawi dianggap sebagai suatu hal

yang penting, karena pernikahan dilakukan dengan suatu upacara adat yang

diwariskan secara turun temurun, sehingga upacara itu nampak sakral dalam suatu

pernikahan. Masyarakat Betawai beranggapan bahwa proses pernikahan itu harus

dilakukan dengan sebaik mungkin sehingga ketentuan-ketentuan adat dalam

pernikahan harus dijalankan dengan baik, karena ketentuan ini menjadi suatu

kesakralan dalam pernikahan adat Betawi sehingga ketentuan ini harus dilakukan

dengan sepenuh hati oleh masyarakat Betawi yang akan melangsungkan

pernikahan.

Pernikahan merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting dalam

kehidupan masyarakat, sebab pernikahan tidak hanya menyangkut pria dan wanita

yang bakal mempelai saja, tetapi juga orang tua kedua belah pihak dan saudara-

saudaranya.14

Mengingat begitu pentingnya masalah pernikahan ini, maka

13

Poeparto Sebakti, Azas-Azas dan Susunan Hukum Adat, (Jakarta: Pradya Paramita, 1983),

h. 18 14

Suryo Wignyodipuro, Pengertian dan Azas-Azas Hukum Adat, (Jakarta: Gunung Agung,

1983), h. 122

6

masyarakat Betawi senantiasa melaksanakan adat pernikahan sesuai dengan

perintah para leluhurnya yang sesuai dengan ajaran Islam. Menurut mereka,

khitbah dan Walīmah merupakan aturan-aturan yang telah dicontohkan oleh

Rasūlullāh SAW. Masyarakat Betawi beranggapan bahwa khitbah dan walīmah

yang mereka lakukan tidak melanggar aturan-aturan dalam Islam.

Islam telah mensyari’atkan tentang tata cara khitbah dan walīmah. Oleh

sebab itu, khitbah dan walīmah ini harus benar-benar diperhatikan oleh pihak

penyelenggara sehingga kelak akan mendatangkan pahala dan keberkahan darinya

serta terhindar dari hal-hal yang dilarang oleh syari’at Islam. Seiring dengan

berjalannya waktu serta perkembangan peradaban yang berbeda antara satu masa

dengan masa yang lain, menjadikan pelaksanaan khitbah dan walīmah mengalami

banyak modifikasi yang luar biasa dan setiap daerah memiliki cara tersendiri

dalam proses pelaksanaannya termasuk pula dalam tradisi masyarakat Betawi.

Masyarakat Betawi yang masih memegang teguh pendirian terhadap tradisi

khitbah dan walīmah diantaranya adalah masyarakat Betawi Karang Tengah Kota

Tangerang. Dalam melaksanakan proses khitbah dan walīmah, masyarakat

Betawi ini senantiasa berpedoman kepada hadis Rasūlullāh SAW yang mencakup

aturan-aturan dalam masalah pernikahan yang dimulai dari mencari calon

pendamping hidup sampai mewujudkan pesta pernikahan sehingga mereka

terhindar dari perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan syari’ah Islam.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk menuangkan sebuah

obsesi yang terdapat dalam diri penulis yang kemudian diwujudkan dalam bentuk

tulisan sekaligus menyelesaikan tuagas akhir skripsi yang diberi judul.

7

:“Kesesuaian Khitbah Dan Walīmah Pada Masyarakat Betawi Dengan Hadis;

Studi Kasus Pada Masyarakat Betawi Karang Tengah Kota Tangerang”.

Tema ini menarik untuk dikaji, karena implikasinya sangat luas yakni menjaga

dan menginformasikan kebudayaan betawi terutama pada tema khitbah dan

walīmah sehingga masyarakat ini terhindar dari budaya Barat yang tidak sesuai

dengan ajaran Islam.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalah yang di

identifikasi dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana kesesuaian khitbah dan

walīmah pada masyarakat Betawi Karang Tengan Kota Tangerang dengan hadis-

hadis khitbah dan walīmah ?”

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya keterkaitan

khitbah dan walīmah pada masyarakat Betawi Karang Tengah Kota Tangerang

dengan hadis.

Adapun Manfaat penelitian ini adalah sebagai wawasan keilmuan serta

sebagai masukan untuk masyarakat Betawi Karang Tengah Kota Tangerang agar

senantiasa memahami hadis dengan baik dan benar.

D. Kajian Pustaka

Secara umum, penelitian tentang tradisi khitbah dan walīmah pada

masyarakat Betawi telah dilakukan oleh banyak peneliti sebelumnya. Adapun para

peneliti tersebut di antaranya adalah sebagai berikut :

Penelitian yang dilakukan oleh Ali Imran dalam skripsi S1-nya pada jurusan

al-Akhwal al-Syakhsiyyah Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta tahun 2009. Penelitiannya berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap

8

Pelaksanaan Walīmah Perkawinan Adat Minangkabau di Nagari Tabek

Panjang Kecamatan Baso Kabupatan Agam Sumatera Barat”. Hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Walīmah perkawinan Adat Minangkabau di

Nagari Tabek Panjang Kecamatan Baso Kabupaten Agam Sumatera Barat telah

sesuai dengan syari’ah Islam.15

Selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh A. Izuddin bin Sayuti

dalam skripsi S1-nya pada jurusan al-Akhwal al-Syakhsiyyah Fakultas Syari’ah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2009. Penelitiannya berjudul

“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tradisi Seni Jaipong Dalam Walīmah al-

Arusy; Studi Kasus di Daerah Karawang Jawa Barat”. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa acara Walīmah al-Arusy di daerah Karawang Jawa Barat

masih menganggap kesenian sebagai salah satu syarat untuk melakukan acara-

acara tertentu.16

Penelitian berikutnya dilakukan oleh Andi Pathoni dalam skripsi S1-nya

pada jurusan al-Akhwal al-Syakhsiyyah Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2011. Penelitiannya berjudul “Tinjauan Hukum

Islam Terhadap Khitbah Nikah; Studi Kasus di Setu Babakan Kelurahan

Srengseng Sawah Depok”. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa tradisi

Khitbah nikah yang dilakukan oleh warga Setu Babakan Srengseng Sawah Depok

telah sesuai dengan hukum Islam.17

15

Ali Imran, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Walimah Perkawinan Adat

Minangkabau di Nagari Tabek Panjang Kecamatan Baso Kabupaten Agam Sumatera Barat”,

Skripsi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), h. 56 16

A. Izuddin, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tradisi Seni Jaipong Dalam Walimah al-

Arusy; Studi Kasus di Daerah Karawang Jawa Barat”, Skripsi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2009), h. 75 17

Andi Pathoni, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Khitbah Nikah; Studi Kasus di Setu

Babakan Srengseng Sawah Depok”, Skripsi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h.

75

9

Berikutnya penelitian yang dilakukan oleh Lita Jamalia dalam skripsi S1-

nya pada jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2007. Penelitiannya berjudul “Tradisi Buka Palang

Pintu Pada Pernikahan Masyarakat Betawi; Studi Kasus di Tanjung Barat

Jakarta Selatan”. Hasil penelitian ini menerangkan tentang masalah kesenian

palang pintu dalam adat Betawi yang biasa dilakukan sebelum prosesi akad

nikah.18

Berdasarkan kajian pustaka di atas, maka penelitian yang akan dilakukan

penulis ini jelas berbeda. Penelitian ini lebih fokus pada masalah tradisi khitbah

dan walīmah pada masyarakat Betawi dan kesesuainnya dengan hadis. Dengan

demikian, tema ini murni belum ada yang mengkajinya sehingga penulis

memberanikan diri untuk mengkaji tentang tradisi khitbah dan walīmah pada

masyarakat Betawi Karang Tengah Kota Tangerang.

E. Metode Penelitian

Metode Penelitian ini adalah metode kualitatif. dengan menggunakan dua

metode penelitian yaitu lapangan (Field research) dan Kepustakaan (library

research). Beberapa hal penting yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu :

1. Teknik Pengumpulan Data

a. Studi Kepustakaan

Studi kepustaaan dalam penelitian ini dengan pengambilan data

dari bahan-bahan pustaka yang berhubungan erat dengan tema yang

diteliti yang diperoleh dari buku-buku seperti hadis, hukum islam,

jurnal, artikel, dan lain sebagainya.

18

Lita Jamalia, “Tradisi Buka Palang Pintu Pada Pernikahan Masyarakat Betawi; Studi

Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan”, Skripsi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

2007), h. 55

10

b. Studi Lapangan

Studi lapangan diperoleh melalui langkah-langkah sebagai berikut :

a) Observasi

Observasi adalah mengumpulkan data langsung dari lapangan dan

data yang diobservasi bisa berupa gambaran umum tentang sikap

dan perilaku serta tindakan keseluruhan interaksi antar manusia.19

b) Wawancara

Wawacara adalah cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab

dengan pihak-pihak yang peneliti butuhkan yaitu, tokoh

masyarakat setempat, budayawan setempat, serta tokoh agama

setempat. Wawancara ini dilakukan untuk menggali data penelitian

melalui percakapan langsung dengan responden yang mengarah

pada masalah penelitian. Dalam hal ini, wawancara diarahkan

kepada masalah tertentu atau pusat perhatian guna mendapatkan

informasi yang diperoleh dari tokoh-tokoh masyarakat adat Betawi

Karang Tengah Kota Tangerang tentang khitbah dan Walīmah.

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini, ada dua sumber yang digunakan yaitu data

primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara

langsung dari masyarakat baik yang diambil pada saat wawancara, observasi

maupun yang lainnya. Adapun data yang diambil dari sumber aslinya adalah

berupa perilaku masyarakat yang diperoleh melalui penelitian yang kemudian

19

JR., Raco, Metode Penelitian Kualitatif; Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya,

(Jakarta: Grasindo, tth), h. 112

11

diamati dan dicatat oleh penulis tentang hal-hal yang berhubungan dengan

obyek penelitian.20

Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber

yang bukan asli yang memuat informasi tentang data tersebut. Data sekunder

diperoleh dari pihak-pihak tertentu, dan tidak langsung diperoleh peneliti dari

subyek penelitian.21

Data sekunder diperoleh dari perpustakaan guna

melengkapi data primer.

3. Teknik Penulisan

Teknik penulisan skripsi ini mengacu kepada buku “Pedoman

Penulisan Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Tahun 2017” akan mewarnai seluruh bentuk penulisan

skripsi ini.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan skripsi ini secara keseluruhan, maka

diperlukan sistematika penyusunan. Adapun sistematika penyusunan yang

dimaksud adalah seperti yang akan diuraikan di bawah ini.

Bab I menguraikan tentang pokok-pokok pikiran yang tertuang pada

pembahasan skripsi ini yang terdiri atas latar belakang masalah yang bertujuan

untuk memberikan alasan yang jelas tentang pemilihan judul, pembatasan dan

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, metode

penelitian yang dipergunakan dalam rangka memudahkan penulisan dan

sistematika penyusunan dipergunakan dalam rangka memberikan penjelasan

20

Tatang M. Arifin, Menyusun Rencana Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995),

h. 132 21

Syaefuddin Anwar, Metodologi Penelitian, h. 91

12

secara garis besar tentang kajian yang akan diuraikan dalam pembahasan skripsi

ini.

Bab II berisikan diskursus tentang khitbah dan Walīmah yang melingkupi

masalah khitbah dan Walīmah.Ruang lingkup Khitbah terdiri atas pengertian

khitbah, etika khitbah, tujuan khitbah, syarat-syarat khitbah dan

hikmah.Sedangkan ruang lingkup dari Walīmah terdiri atas pengertian Walīmah,

etika Walīmah, tujuan Walīmah, syarat-syarat Walīmah dan hikmah Walīmah.

Bab III menguraikan tentang gambaran umum wilayah Karang Tengah yang

pembahasannya meliputi kondisi geografis dan demografis, kondisi agama dan

pendidikan, kebudayaan dan adat istiadat, sosial dan ekonomi serta sistem

kepemimpinan.

Bab IV membahas inti persoalan yang diperbincangkan dalam skripsi ini

yaitu tata cara khitbah dan walīmah pada masyarakat Betawi dan kesesuaiannya

dengan hadis tentang khitbah dan walīmah, hadis-hadis seputar khitbah dan

walimah yang sesuai dengan tradisi masyarakat Karang Tengah, pendapat tokoh

masyarakat tentang pernikahan adat Betawi Karang Tengah dan analisa tentang

kesesuaian hadis khitbah dan walīmah pada masyarakat Betawi Karang Tengah.

Bab V merupakan penutup dari skripsi ini yang di dalamnya memuat

beberapa kesimpulan dan saran-saran yang merupakan kristalisasi dari uraian bab-

bab terdahulu yang kemudian diakhiri dengan daftar pustaka dan lampiran.

13

BAB II

DISKURSUS TENTANG KHITBAH DAN WALĪMAH

A. Pengertian Khitbah dan Walimah

1. khitbah

Kata Khitbah berasal dari khataba (خطب), merupakan bentuk kata kerja

(fi’il madhi) yang terdiri dari susunan tiga huruf (tsulāsi mujarrad) yang

mempunyai kata asal (masdar) خطبا yang berarti melamar dan meminang. Akan

tetapi dalam konteks yang berbeda bisa dimaknai berkhutbah atau berpidato. Jika

dilihat derivasi katanya seperti ب الخط diartikan orang laki-laki yang melamar

wanita dan kataالخطبة yang diartikan wanita yang dilamar.1 Dalam Lisān al-Arab,

kata خطب diartikan sebuah perkara, urusan atau sebab dari terjadinya suatu

urusan.2 Dan jika dikaitkan dengan hal pernikahan, itu berarti meminang adalah

sebab terjadinya sebuah pernikahan.

Sedangkan khitbah dalam istilah bahasa Arab merupakan akar dari kata al-

khitbah dan al-khatbu. Al-khitāb berarti pembicaraan, jika al-khitāb

(pembicaraan) ada kaitannya dengan perempuan, maka makna ekplisit yang bisa

ditangkap adalah pembicaraan yang menyinggung hal-hal ihwal pernikahan,

sehingga makna meminang bila ditinjau dari akar katanya adalah pembicaraan

yang berhubungan dengan lamaran atau permohonan untuk menikah.3

Makna khitbah dalam kamus Lisān al-Arab merupakan masdar dari kata

khathaba. Bisa dikatakan khitbah jika kata khathaba tersebut diiringi dengan kata

1Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 2002), h.

348-349 2Ibn Manzur Jamaluddin Muhammad bin Mukarram, Lisan al-‘Arab (Beirut: Al-Dāar al-

Syifa, 630-711 H), Juz. I, h. 1194 3Abd. Nashir Taufik al-Athar, Saat Anda Meminang, (Jakarta: Pustaka Azam, 2001), h. 15-

16

14

al-Mar’ah yang dimaknai dengan meminang wanita.4 khitbah atau peminangan

dapat diartikan sebagai suatu kegiatan ke arah terjadinya hubungan perjodohan

antara pria dan wanita yang tidak hanya dilakukan oleh orang yang mencari

pasangan jodoh, akan tetapi dapat pula dilakukan oleh perantara yang dapat

dipercaya”. Masih menurut pendapat yang sama, proses peminangan tersebut

dilakukan sebelum terjadinya akad nikah dan setelah melalui proses seleksi.

Selaras dengan hal tersebut, dikatakan bahwa hikmah disyariatkannya khitbah

atau peminangan adalah untuk lebih menguatkan ikatan perkawinan yang

diadakan sesudahnya. 5 sebagaimana hadis berikut:

ث نا عاصم عن بكر بن عبد الل عن المغرية بن شعبة قال خطبت ث نا أبو معاوية حد ال حد امرأة ها ق لت ل قال انظر إل ها إنه أحرى أن ي ؤدم ل رسول الل صلى الل عليه وسلم أنظرت إلي ي

نكما 6رواه المحد( (ب ي

“Telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah Telah menceritakan kepada

kami Ashim dari Bakr bin Abdullah dari Al Mughirah bin Syu'bah ia berkata,

"Saya meminang seorang wanita, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu

bertanya kepadaku: "Apakah kamu telah melihatnya?" Saya menjawab: "Belum."

Beliau bersabda: "Lihatlah ia karena itu akan lebih memantapkan kalian berdua"

(HR. Ahmad).

Sedangkan menurut istilah seperti yang dikemukakan oleh Wahbah

Zuhaīly dalam kitabnya al-Fiqhū al-Islām wa Adillatuhū sebagai berikut :

بذلك. وقد يتم هذا اإلعالم مرأة معينة، وإعالم املرأة وليهااخلطبة: هي إظهار الرغبة يف الزواج اب

.أهله مباشرة من اخلاطب، أو بواسطة7

“Menunjukkan keinginan seseorang untuk menikahi seorang perempuan yang

sudah jelas, kemudian memberitahukan keinginan itu kepada wali perempuan.

4Abu al-Fadhal Jamaluddin Muhammad bin Mukrim bin Manzur al-Afriqi al-Misri, , Lisān

al-‘Arab,Juz. I, h. 1194 5Slamet Abidin, Fiqih Munakahāt, (Bandung : Pustaka Setia, 1999), h. 41

6Ahmad Ibn Hanbal Abū ‘Abd Allah al-Syaibānī, Musnad Imam Ahmād Ibn Ḥambal, Juz

IV (Kairo: Muasasah Qurthabāh), h. 244 7 Wahbah Zuhaili, Fiqhū al-islām Wa Adillatuhū, Juz IX (Damaskus : Dār al-Fikr, tth), h. 3

15

Terkadang pemberitahuan itu disampaikan langsung oleh peminang atau bisa

juga melalui perantara keluarganya.”

Khitbah merupakan pendahuluan untuk melangsungkan perkawinan,

disyariatkan sebelum ada ikatan suami istri dengan tujuan agar memasuki

perkawinan didasarkan kepada penelitian dan pengetahuan serta kesadaran

masing-masing pihak, adakalanya pernyataan keinginan tersebut disampaikan

dengan bahasa yang jelas dan tegas (Sarih) atau dapat juga dilakukan dengan

sindiran (kinayah). Adapun dasar nash mengenai Khitbah adalah :

“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran

atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah

mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu

janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali

sekedar mengucapkan (kepada mereka) Perkataan yang ma‘ruf. dan janganlah

kamu ber-‘azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis ‘iddah-nya.

dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka

takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha

Penyantun”(QS. al-Baqarah : 235).

Menurut penafsiran Al-Rāzi, ayat ini mempunyai dua pokok

permasalahan. pertama, adalah masalah bahasa ungkapan untuk meminang

seorang janda yang masih dalam masa iddāh. Bahasa seperti apa yang disebut

bahasa sindiran dan seperti apa bahasa yang disebut bahasa yang jelas, dimana

kata tersebut adalah kata yang baik yang maknanya mempunyai maksud untuk

16

menikahi atau yang tidak punya maksud untuk menikahi secara jelas melainkan

hanya sebuah isyarat.8

Perbedaan antara bahasa sindiran dan bahasa yang jelas adalah, jika bahasa

sindiran menyebutkan sesuatu dengan bahasa ungkapan yang lazim, misalnya

adalah “si fulan bagus perawakannya”, sedangkan bahasa yang jelas adalah

bahasa yang langsung memberikan kejelasan untuk menikahi si calon.9

Kedua, adalah masalah tentang banyaknya macam-macam bahasa sindiran

yang bisa dipakai dan yang ketiga adalah masalah wanita yang di khitbah ada 3

macam, yakni:10

1) Wanita yang boleh dipinang secara terang-terangan dan sembunyi-

sembunyi yaitu wanita yang bebas dari suaminya dan tidak sedang

dipinang orang lain.

2) Wanita yang tidak boleh dipinang baik secara terang-terangan maupun

sembunyi-sembunyi adalah wanita yang dinikahi untuk orang lain.

3) Wanita yang ber’iddah tanpa ada ruju’ kembali, adakalanya harus

dipinang secara sindiran jika suaminya baru meninggal atau bisa secara

terang-terangan jika sudah di talak tiga dan tidak mungkin untuk

kembali lagi dengan suaminya.

Sama halnya jika melihat tafsir al-Manār, wanita yang

dimaksudkan oleh ayat ini adalah wanita beriddāh yang telah ditinggal

wafat oleh suaminya dan juga yang telah ditalak ba’in,11

namun

8Fakhur ad-Dīn ar-Razī, Mafatihul Ghāib (Beirut: Dāar al-Fikr, 1401), JuzVI, h. 139-140

9Fakhur ad-Dīn ar-Razī, Mafatihul Ghāib, Juz VI, h. 140

10Fakhur ad-Dīn ar-Razī, Mafatihul Ghāib, Juz VI, h. 141-143

11Fuqaha sependapat bahwa talak tersebut terjadi karena belum terjadinya pergaulan. Lihat

Ibn Rusyd, Bidāyah al-Mujtahīd, terj. Imam Ghazali Said dan Achmad Zaidun, (Jakarta: Pustaka

Insani, 2007), JilidII, h. 539

17

dengan tiga kali talak. Adapun yang masih di perbolehkan untuk ruju’,

maka hanya boleh dipinang dengan bentuk sindiran.12

Dilihat dari ayat al-Qur’an di atas, meng-khitbah seorang wanita memang

sudah menjadi suatu hal yang lumrah bahkan khitbah itu sangat dianjurkan

dilakukan sebelum terjadinya pernikahan. Karena khitbah hanyalah sebuah bentuk

perkataan atau perbuatan untuk menyatakan kepada seseorang tentang

keinginannya untuk menikahinya. Jadi, pernikahan tanpa ada sebuah pinangan

terlebih dahulu malah menjadi suatu bentuk ketidakjelasan, karena menjadi tidak

adanya ungkapan untuk ingin menikah dan rela untuk dinikahi. Kemudian sabda

Nabi mengenai syariat Khitbah adalah:

د بن إسحق عن داود بن حصي ث نا مم ث نا عبد الواحد بن زيد حد د حد ث نا مسد عن واقد حده رمحن ي عن ابن سعد بن معاذ عن جابر بن عبد الل قال قال رسول الل صلى الل علي بن عبد ال

قال إل نكاحها لي فعل وسلم إذا خطب أحدكم المرأة إن استطاع أن ي نظر إل ما يدعوه ها ما دعان إل نكاحها وت زوجها ت زو كنت أتبأ لا حت رأيت من 13جت هاخطبت جارية

“Telah menceritakan kepada kami Musaddād, telah menceritakan kepada kami

‘Abd al-Wahid bin Ziyad, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ishāq,

dari Daūd bin Ḥushaīn, dari Waqid bin Abdurrahmān bin Sāa'd bin Mu'adz dari

Jabir bin Abdullāh, ia berkata; Rasūlullāh shallallahū 'alaihi wasallām bersabda:

"Apabila salah seorang di antara kalian meminang seorang wanita, jika ia

mampu untuk melihat sesuatu yang mendorongannya untuk menikahinya

hendaknya ia melakukannya." Jabir berkata; kemudian aku meminang seorang

gadis dan aku bersembunyi untuk melihatnya hingga aku melihat darinya apa

yang mendorongku untuk menikahinya, lalu aku pun menikahinya”.

Dalam tafsir al-Maraghi, الخطبة diartikan meminta wanita untuk dijadikan

istri dengan cara yang lazim dilakukan.14

Kata الخطبة ini dalam bahasa Indonesia

12

Muhammad Rasyid Ridho, Tafsir al-Manār, (Mesir: Matba’at al-Manār, 1350 H), Juz II,

h. 425-427 13

Hadis Riwayat Abū Dawūd, Sunan Abū Dawūd, Kitab al-Nikah, Bab Fi al-Rijāl Yan}uru

ila al-Mar’ah, No. 1783, 1991-1997 14

Ahmad Musthofa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Terj. Bahrun Abu Bakar, (Semarang:

CV. Toha Putra, 1993), h. 353

18

sendiri mempunyai beberapa kata yang merujuk pada pengertian yang sama, yakni

peminangan, pertunangan atau lamaran.

Kata mar‘atun ( مرأة), merupakan bentuk tasniyah dari kata mar’un (مرأ)

yang bermakna manusia (اإلنسان). Jika dalam bentuk tambahan ta ta’nisnya berarti

bermakna seorang manusia berjenis kelamin perempuan. Mar‘atun ( مرأة)

merupakan isim mu’rab yang dapat berubah bentuk dengan masdarnya adalah مرة.

Menurut Sibawaih, masdarnya juga bisa berbentuk مراة, namun hanya sedikit

penggunaanya. Beliau juga mengatakan bahwa lawan kata mar‘atun ( مرأة) adalah

mar’atun ( كماة) yang bermakna gagah berani. Hal ini menandakan bahwa

mar‘atun ( مرأة) dapat dimaknai sifat yang lemah lembut yang terdapat dalam diri

perempuan. Kata mar‘atun ( مرأة) jika telah ditambahi dengan hamzah washol,

hamzah washol tersebut tidak dibaca, ini hanya untuk meringankan atau

memudahkan lidah orang Arab dalam penyebutannya.15

Kata .bermakna bisa atau mampu استطاع16

Mampu di sini punya kekuatan

untuk melakukannya.17

Sedangkan kata nazara (نظر) bermakna melihat dan

memandang, sedangkan bila ditambahkan kata fi setelahnya maka bermakna

merenung.18

Kata ini berbeda dengan makna kata ra’a (راء) yang juga bermakna

memandang dan berpendapat. Kata nazara lebih ditekankan untuk melihat sesuatu

yang bersifat konkrit atau terlihat oleh kasat mata,19

seperti “aku melihat

seseorang”, oleh karena itulah makna yang terkandung dalam hadis tentang

melihat seseorang yang hendak dipinang adalah melihat dalam bentuk konkrit

15

Abu al-Fadhal Jamaluddin Muhammad bin Mukrim bin Manzur al-Afriqi al-Misri, , Lisān

al-‘Arab,Juz VI, h.4166-4167 16

Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, h. 591 17

Abu al-Fadhal Jamaluddin Muhammad bin Mukrim bin Manzur al-Afriqi al-Misri, Lisan

al-’Arab, Lisān al-‘Arab,Juz VI, h. 4466 18

Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, h. 1432 19

Abu al-Fadhal Jamaluddin Muhammad bin Mukrim bin Manzur al-Afriqi al-Misri, Lisan

al-’Arab, Lisān al-‘Arab,Juz VI, h. 4466

19

yakni tubuh seseorang. Berarti kata استطاعأنينظ ر diartikan jika seseorang bisa atau

mampu dalam artian jika tidak dalam jarak jauh dan mendapat izin dari calon

wanita untuk melihat tubuh wanita yang akan dipinang secara nyata.

Kata نكاحهايدع إلى وه diartikan mendorong untuk menikahinya, kata دعا di

sini bisa diartikan memanggil, mengundang dan lain-lain. Namun, jika diikuti

setelahnya الىاالمر yakni dalam hadis diikuti kata إلىنكاح maka kata دعا diartikan

mendorong.20

Sedangkan نكاح bisa bermakna الزواج yang diartikan nikah atau

kawin dan bisa diartikan الوطء yang bermakna bersetubuh.21

Kata جارية berarti gadis, gadis yang dimaksud adalah gadis pelayan atau

budak.22

Adapun kata خبأbermakna bersembunyi, berlindung atau memberi perisai

atau penutup agar tidak kelihatan.23

Kata تزوج pada dasarnya tidak mempunyai makna lain selain apa yang

telah diketahui bersama, yaitu memperistri, menikahi atau mengawini sama

halnya dengan kata نكاح –نكح , yang mempunyai makna yang sama. Menurut

bahasa kata تزوج berasal dari perubahan fi’il madhi (kata kerja) dalam bentuk

tsulasi mujarrad (susunan tiga huruf) yaitu kata زاج, yang berarti menaburkan

benih perselisihan. Huruf alif yang terdapat dalam kata kerja merupakan

perubahan dari huruf wawu (و), yang bisa dilihat dari bentuk isim

masdarnya, زوجا . Kemudian perubahan dalam bentuk fi’il madhi khumasi

(susunan lima huruf) sehingga menjadi تزوج memberi arti memperistri, menikahi

20

Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, h. 407 21

Abu al-Fadhal Jamaluddin Muhammad bin Mukrim bin Manzur al-Afriqi al-Misri, Lisan

al-’Arab, Lisān al-‘Arab,Juz I, h. 1388 22

Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, h. 188 23

Abu al-Fadhal Jamaluddin Muhammad bin Mukrim bin Manzur al-Afriqi al-Misri, Lisan

al-’Arab, Lisān al-‘Arab ,Juz I, h. 62

20

atau mengawini. Kata tazawwaja mempunyai makna yang sama dengan kata نكح–

.yang berarti menikah نكاح 24

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa meminang

(khitbah) adalah langkah awal kearah pernikahan berupa ungkapan ataupun

perkataan yang berisi permintaan seorang laki-laki kepada seorang wanita untuk

menjadi istrinya.25

Sebagaimana hal ini dibolehkan pula bagi wali wanita untuk

menawarkan pernikahannya pada laki-laki. apakah laki-laki yang dipinang itu

jejaka atau beristri. Sejarah telah mencatat adanya seorang wanita yang

menyerahkan dirinya untuk dinikahi kepada Rasūlullāh SAW dan Nabi tidak

mengingkari perbuatan itu.26

Khitbah pada lazimnya dilakukan oleh laki-laki terhadap wanita, tetapi

tidak ada larangan wanita terhadap laki-laki.27

Dalam Ensiklopedi Islam

Indonesia, diterangkan bahwa khitbah tidak selamanya dilakukan oleh pihak calon

suami kepada pihak calon istri, akan tetapi sering pula terjadi kebalikannya sesuai

dengan adat masing-masing kelompok masyarakat.28

2. Walimah

Walīmah berasal dari kata walam yang berarti mengumpulkan, karena

suami isteri berkumpul. Menurut Imam al-Syafi‘ī, walīmah itu adalah meliputi

suatu jamuan makan sebagai tanda gembira, seperti perayaan pernikahan,

perayaan khitan dan lain-lain sebagainya.29

24

Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, h. 591 25

M. Nasih Ulwan, Tata Cara meminang Dalam Islam,Terj., Ahmad al-Wakidy, (Solo: CV.

Pustaka Manthiq, 1995), Cet. ke-4, h. 31 26

‘Abd Nashir al-Athar, Saat Anda Meminang, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2001), h. 25 27

Abū al-Ghifari, Pacaran Yang Islami Adakah?, (Bandung : Mujahid Press, 2003). h. 494 28

UIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), h.

555 29

Taqiyuddin Abu Bakar al-Husaini, Kifayah al-Akhyār,(Beirut: Dāar al-Kutub,1995), h.

144

21

Sedangkan menurut Sayyid Sabiq, Walīmah itu berarti jamuan khusus

yang diadakan dalam perayaan pesta perkawinan atau setiap jamuan pesta

lainnya.Tetapi biasanya kalau menyebut walīmah al-‘urs artinya perayaan

pernikahan.30

Walīmah juga diartikan al-Jam‘u yaitu kumpul, sebab antara suami istri

berkupul. Maksud walīmah berasal dari perkataan الولم yang artinya makanan

pengantin. Ini bermakna makanan yang disediakan khusus dalam pesta

perkawinan Biasa juga diartikan sebagai makanan untuk tamu undangan atau

lainnya.31

Adapula yang mengartikan Walīmah dengan pesta, perayaan, upacara,

jamuan atau kenduri yang dimaksudkan untuk melahirkan kegembiraan dan

sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang telah dilimpahkan

kepada dirinya.32

Walīmah adalah istilah yang terdapat dalam literatur Arab yang berarti

jamuan yang khusus untuk perkawinan dan tidak digunakan untuk perhelatan di

luar perkawinan. Sebagian ulama menggunakan kata Walīmah itu untuk setiap

jamuan makan, untuk setiap kesempatan mendapatkan kesenangan, hanya

penggunaannya untuk kesempatan perkawinan lebih banyak.33

Walīmah berarti penyajian makanan untuk acara pesta. Ada juga yang

mengatakan Walīmah berarti segala macam makanan yang dihidangkan untuk

30

Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Beirut: Dār al-Bayan, 1968), Jilid VII, h. 210 31

Samet Abidin, et.al., Fiqih munakahat 1, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet. ke-1,

h. 149 32

M. Abdul Majid, Kamus Istilah Fiqh, (Jakarta : PT. Pustaka Firdaus, 1994), h. 417 33

Amir Syarifuddin, Rujuk Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h.

155

22

acara pesta atau lainnya.34

Kata ‘urs digunakan untuk “akad” dan “menggauli”

akan tetapi ulama fiqih menggunakan istilah tersebut untuk yang kedua, yaitu

menggauli, maka yang dimaksud “Walīmah al-‘urs”menurut mereka adalah

undangan untuk menghadiri perjamuan yang diadakan ketika hendak menggauli

seorang wanita (yang diperistri).35

Walīmah al-‘urs diserap dalam bahasa Indonesia menjadi walīmah .

Dalam Fiqih Islam mengandung makna yang umum dan makna yang khusus.

Makna umumnya adalah seluruh bentuk perayaan yang melibatkan orang banyak.

Sedangkan walīmah dalam pengertian khusus disebut walīmah al-‘urs

mengandung peresmian perkawinan yang betujuannya untuk memberitahukan

khalayak ramai bahwa kedua pengantin telah resmi menjadi suami istri.36

Namun yang terpenting dalam pelaksanaan walīmah adalah pengumuman

atas telah berlangsungnya sebuah perkawinan dan mengumpulkan kaum kerabat

serta teman-teman, sekaligus untuk memasukkan kegembiraan dan kebahagiaan

kedalam jiwa mereka rasa syukur keluarga kedua belah pihak atas berlangsungnya

perkawinan tersebut.37

sebagaimana Rasūllāllah S.a.w bersabda :

عليه وسلم إذا دعا أحدكم أخاه (1 ول عن النبي صلى الل ب عرس ا عن نع أن ابن عمر كان ي لي

38كان أو نوه رواه املسلم()

34

M. Abdul Ghoffar, Fiqih Wanita, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2000), h.487 35

Abdurrahman al-Jaziri, Fiqh Empat Mazhab,Terj.,Abu Hurairah, (Bandung: Darul Ulum

Press), Jilid V, h. 205 36

Abdul Azizz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam,(Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1996),

h.1917 37

Mahmud Mahdi al-Istanbuli, Kado Perkawinan, Terj., Ibnu Ibrahim, (Jakarta: Pustaka

Azzam, 2000), h. 467 38

Abu al-Husain Muslim ibni Muslim al-Qusyaīri al-Naisaburi, Sahih Muslim,(Riyad: Dār

al-Salam, 1998), h.605

23

Artinya: “Dari Nafi' bahwasannya Ibnu Umar pernah berkata dari Nabi

shallallahu 'alaihi wasallam (beliau bersabda): "Jika salah seorang dari kalian

mengundang saudaranya, hendaknya ia penuhi undangan tersebut, baik

undangan pernikahan atau semisalnya" (HR. Muslim).

B. Tujuan Khitbah dan Walimah

1. Khitbah

Secara umum tujuan khitbah adalah untuk menghindarkan terjadinya

kesalahpahaman di antara kedua belah pihak. Lebih jauh lagi agar perkawinannya

dapat berjalan diatas pemikiran yang mendalam.39

Abu Zahrah menyatakan bahwa tujuan khitbah adalah agar pasangan yang

akan menikah dapat melihat satu sama lainnya, karena melihat sebagai cara

terbaik untuk mengetahui segala sesuatu.40

Paparan lebih mendetail mengenai

tujuan khitbah adalah yang dipaparkan oleh Mahmud as-Sabag. Ia menyatakan

bahwa khitbah bertujuan untuk membangun suatu kostruksi yang landasannya

adalah keluarga, dan menyempurnakan dua komponen laki-laki dan wanita. Hal

ini dikarenakan setiap rencana dihitung secara cermat dan terencana.41

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan khitbah

adalah menjamin perkawinan yang diinginkan dapat dilangsungkan dalam waktu

dekat, untuk membatasi pergaulan antara kedua belah pihak yang telah diikat, dan

memberi kesempatan kepada kedua belah pihak untuk saling mengenal.

2. Walimah

Walīmah adalah istilah yang terdapat dalam literatur Arab yang berarti

jamuan yang khusus untuk pernikahan dan tidak digunakan untuk penghelatan di

39

Ibrahim Muhammad al-Jamal, Fiqih Muslimat, Terj., Zaid Husein al-Hamid, (Jakarta:

Pustaka Amani, 1995), h. 27 40

Muhammad Abū Zahrah, al-Akhwāl al-Syakhsyiyyah, (Kairo: Dar al-Fikr, 1957), Cet.ke-

3, h. 29 41

Mahmud al-Sabagh, Tuntunan Keluarga Bahagia Menurut Islam, Terj., Bahrudin Fanani,

(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991), h. 37

24

luar pernikahan.42

Oleh sebab itu, Walīmah memiliki tujuan yang salah satu di

antaranya adalah mengumumkan atau menyiarkan pernikahan yang dilaksanakan

dengan cara apapun tergantung kemampuan masing-masing, karena hal ini

berkaitan dengan masalah teknis.

Adapun tujuan Walīmah adalah memberi tahu kepada orang di sekitar,

tetangga, kerabat, kenalan, dan lain-lain, mengenai telah berlangsungnya

pernikahan. Jika belum mampu menyelenggarakan undangan Walīmah ,

menyiarkan akad dapat dilakukan dengan cara bersilaturrahmi kepada kerabat atau

kenalan sambil memperkenalkan pasangan, mencetak kartu dan mengirimkannya

atau lainnya. Hanya saja yang dicontohkan oleh Rasūlullāh SAW adalah

mengumumkan akad dengan cara mengundang orang-orang serta menyediakan

hidangan untuk para undangan. Dengan kata lain, bisa dengan cara mengadakan

walīmah pernikahan.43

Selain itu, walīmah juga bertujuan untuk memohon doa dari para

undangan agar pernikahan tersebut mendapat keberkahan dan menjadi keluarga

yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Walīmah juga dapat dianggap sebagai

wasilah untuk mensyi’arkan hukum-hukum Allah SWT sebagai satu rangkaian

yang menyertai pernikahan dan mempunyai tujuan yang mulia yaitu beribadah

kepada Allah SWT dan mengharapkan ridha dari Allah SWT.

42

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; Antara Fiqih Munakahat dan

Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media, 2006), h. 155 43

Cyberdakwah.com/2015/04/walimatul-ursy-dalam-tuntunan-syari’ah

25

C. Syarat – Syarat Khitbah dan Walimah

1. Syarat Khitbah

Syarat peminangan dibagi menjadi dua44

yaitu :

1) Syarat Muhtasinah

Yang dimaksud dengan syarat Muhtasinah adalah syarat yang

berupa anjuran seorang laki-laki yang akan meminang wanita agar ia

meneliti lebih dahulu wanita yang akan dipinangnya itu, apakah sudah

sesuai dengan keinginannya atau belum, sehingga nantinya dapat

menjamin kelangsungan hidup berumah tangga.45

Adapun yang

termasuk syarat-syarat muhtasinah yaitu :

a. Wanita yang dipinang itu hendaklah sejodoh dengan laki-laki yang

meminangnya seperti sama kedudukannya dalam masyarakat,

sama-sama baik bentuknya, sama dalam tingkat kekayaannya,

sama-sama berilmu dan sebagainya, adanya keharmonisan dan

keserasian dalam kehidupan suami istri dan diduga perkawinan itu

akan mencapai tujuannya.46

Hal ini sesuai dengan sabda Nabi :

ث نا عبد الل بن وهب عن سعيد بن عبد الل الهني عن ممد بة قال حد ث نا ق ت ي حدأب طالب أن النب صلى الل بن عمر بن عليي بن أب طالب عن أبيه عن عليي بن

رها الصالة إذا آنت والنازة إذا حضرت عليه وسلم قال له ي علي ثالث ل ت ؤخي واليي إذا وجدت لا كفئ ا

“Telah menceritakan kepada kami Qutaībaḥ Berkata telah

menceritakan kepada kami Abdullaḥ bin Wahab dari Sa'id bin

Abdullah al-Juhani dari Muhammad bin Umar bin Ali bin Abu

44

Mahmud al-Sabagh, Tuntunan Keluarga Bahagia Menurut Islam, h. 33 45

Hady Mufa’at Ahmad, Fiqih Munakahat,(Jakarta: Duta Grafika,1992), h. 37 46

Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang,

1974), h.28-29

26

Thalib dari ayahnya dari Ali bin Abu Thalib bahwa Nabi bersabda

kepadanya: "wahai ‘Ali, Perhatikanlah tiga perkara, janganlah

engkau akhirkan shalat jika telah datang waktunya, jenazah jika

telah tiba dan (menikahi) seorang janda jika engkau telah merasa

cocok (sepadan).” (HR. Tirmidzi).

b. Wanita yang memiliki sifat kasih sayang dan subur (beranak). Hal

ini sesuai dengan sabda Rasūlullāh SAW sebagai berikut :

ث نا يزيد بن هارون أخب رن مستلم بن سعيد ابن أخت ث نا أمحد بن إب راهيم حد حدل بن منصور بن زاذان عن منصور ي عن ابن زاذان عن معاوية بن ق رة عن مع

ال إني أصبت امرأة ذات يسار قال جاء رجل إل النبي صلى الل عليه وسلم لثة حسب وجال وإن ها ل تلد أأت زوجها قال ل ث أته الثانية ن هاه ث أته الثا

47رواه ابو داود(( ال ت زوجوا الودود الولود إني مكاثر بكم المم “Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Ibrahim, telah

menceritakan kepada kami Yazid bin Harun telah mengabarkan

kepada kami Mustalim bin Sa'id anak saudari Manshur bin

Zadzan, dari Manshur bin Zadzan dari Mu'awiyah bin Qurrah dari

Ma'qil bin Yasar, ia berkata; seorang laki-laki datang kepada Nabi

Shallallahu 'alaihi sallam lalu berkata; sesungguhnya aku

mendapati seorang wanita yang mempunyai keturunan yang baik

dan cantik, akan tetapi dia mandul, apakah aku boleh

menikahinya? Beliau menjawab: "Tidak." Kemudian dia datang

lagi kedua kalinya dan beliau melarangnya, kemudian ia datang

ketiga kalinya lalu Rasūlullāh shallallāhu 'alaihi wasallām

bersabda: "Nikahkanlah wanita-wanita yang penyayang dan subur

(banyak keturunan), karena aku akan berbangga kepada umat yang

lain dengan banyaknya kalian"(HR. Abu Daud).

c. Wanita yang jauh hubungan darah dengan laki-laki yang

meminangnya

d. Hendaklah mengetahui keadaan-keadaan jasmaninya, budi

pekertinya dan sebaliknya yang dipinang sendiri harus mengetahui

47

As-Sajistani, Abu Daud bin Sulaiman bin Al-Asy’at. Sunan Abi Daud. Daar ar-Risalah

al-‘Alamiyah, Kairo Mesir, 2009 h.1754.

27

lelaki yang dipinangnya.48

Maka yang menginginkan kehidupan

pernikahan yang lebih baik, maka sebelumnya hendaklah ia

mengetahui identitas calon pendamping hidupnya secara

komprehensif, menyangkut pekerjaan, pendidikan, nasab, keluarga,

dan yang lebih penting lagi adalah kualitas ahlak dan agama.49

2) Syarat Lazimah

Yang dimaksud dengan“syarat lazimah” adalah syarat yang wajib

dipenuhi sebelum khitbah dilakukan.50

Dengan demikian sahnya

khitbah tergantung dengan adanya syarat-syarat lazimah. Adapun yang

termasuk ke dalam syarat-syarat lazimah yaitu :

a. Wanita yang akan di khitbah tidak sedang ada dalam pinangan

orang lain. Hal ini sesuai dengan hadis Rasūlullāh SAW sebagai

berikut :

ث أن ابن عمر عت نع ا يدي ث نا ابن جريج قال س ث نا مكيي بن إب راهيم حد حدول ن هى النب صلى الل عليه وسلم أن يبيع ب عضكم على هما كان ي رضي الل عن له أو يذن له رك اخلاطب ق ب ب يع ب عض ول يطب الرجل على خطبة أخيه حت ي ت

51)رواه البخاري(اخلاطب

“Telah menceritakan kepada kami Makki bin Ibrahim Telah

menceritakan kepada kami Ibnu Juraij ia berkata, Aku mendengar

Nafi' menceritakan bahwa Ibnu Umar radliallahu 'anhuma

berkata, "Nabi shallallāhu 'alaihi wasallam telah melarang

sebagian kalian untuk berjual beli atas jual beli saudaranya. Dan

janganlah seseorang meminang atas pinangan yang lain hingga ia

meninggalkannya atau pun menerimanya, atau pun ia telah diberi

izin oleh sang peminang pertama" (HR. Bukhari).

48

Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 31 49

Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam,(Bandung: Pustaka Setia,2000), h. 43 50

Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 30 51

Imam al-Bukhari , Shahih al-Bukhari, Beirut : Dār al-Hadis , 2004 , Jilid II, h. 252

28

Hikmah larangan ini adalah untuk menghindari terjadinya

permusuhan di antara sesama muslim, karena muslim satu dengan

muslim lainnya bersaudara. Jumhur ‘ulama berpendapat, bahwa

meminang wanita yang telah dipinang orang lain hukumnya haram.

Berkata al-Khatibi, bahwa larangan disini adalah adab sopan

santun bukan larangan haram.52

Al-Tirmidzī meriwayatkan dari al-Syafi‘ī tentang makna

hadis diatas sebagai berikut: “bilamana wanita yang di khitbah

merasa ridho dan senang, maka tidak ada seorangpun yang boleh

meng khitbah lagi, tetapi kalau belum diketahui ridho dan

senangnya, maka tidak berdosa meng khitbah nya.53

b. Wanita yang dipinang adalah perempuan yang tidak bersuami dan

tidak dalam keadaan iddāh, baik dengan terang-terangan atau

sindiran. Apabila ia dalam keadaan bersuami, tidak boleh baik

terang-terangan maupun sindiran, jika sedang iddāh ada beberapa

kemungkinan:

a) Tidak boleh dengan terang-terangan

b) Kalau iddāhnya raj‘iyyah (ada kemungkinan untuk rujuk

kembali) tidak boleh dipinang meskipun dengan sindiran.54

Hal

ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah

228:

52

Abū Bakar Muhammad, Terjemahan Subūl al-Salām, (Surabaya: al-Ikhlas, 1995), Jilid

III, h. 412 53

Selamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat I, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999),

h. 45 54

Abu Ahmadi, Terjemah Ringkas Fiqih Islam Lengkap,(Jakarta: Rineka Cipta, 1988), h.

209

29

“Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti

itu, jikamereka (parasuami) menghendakiislah” (QS. al-Baqarah

: 228).

c. Apabila iddāh karena mati atau talak ba‘in, boleh dipinang dengan

sindiran.55

d. Tidak boleh meminang wanita yang sedang iddāh ditingal mati

suaminya dengan terang-terangan, hal ini untuk menjaga perasaan

wanita dan ahli waris lainnya yang sedang berkabung tetapi

dilarang meminang dengan sindiran.

e. Wanita yang dipinang haruslah wanita yang boleh dinikahi, artinya

wanita yang bukan mahrom dari pria yang akan meminangnya

f. Wanita yang tidak dalam masa iddāh. Haram hukumnya meminang

seorang wanita yang dalam masa talak raj‘i. Apabila wanita yang

dalam masa iddah raj‘i yang lebih berhak mengawini kembali

adalah bekas suaminya. Kaitannya dengan hukum haram

meminang dibagi menjadi tiga:

a) Boleh dipinang wanita yang dicerai dan wanita belum

disetubuhi, sebab wanita tersebut sama sekali tidak termasuk

dalam hitungan iddāh menurut kesepakatan para ulama. Yang

didasarkan pada firman Allah SWT dalam QS. Al-Ahzab (33) :

49 sebagai berikut :

55

Abu Ahmadi, Terjemah Ringkas Fiqih Islam Lengkap,h. 209

30

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu

menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian

kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya,maka

sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddāh bagimu yang kamu

minta menyempurnakannya, maka berilah mereka mut'ahdan

lepaskanlash mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya”

(QS. al-Ahzab: 49).

b) Wanita yang tidak boleh dikhitbah baik isyarat maupun

terang-terangan, yaitu wanita yang ditalak raj‘i, karena

masih dalam hukum wanita yang diperisteri.

c) Wanita yang boleh dikhitbah dengan isyarat, tapi tidak

boleh terang-terangan, yaitu wanita pada masa iddāh karena

suaminya meninggal dunia.56

g. Wanita yang dikhitbah tidak berada dalam ikatan pernikahan

dengan laki-laki lain.

2. Syarat Walīmah

Resepsi pernikahan dalam Islam dikenal dengan istilah Walīmah

al-arusy. Islam memandang acara ini bukan sekedar pesta hura-hura.

Resepsi pernikahan menurut Islam adalah sebuah bentuk rasa syukur

kepada Allah SWT sekaligus sebagai tanda resmi akad nikah. Selain itu,

resepsi pernikahan juga menjadi sarana pengumuman bagi masyarakat,

56

Butsainan as-Sayyid al-Iraqy, Rahasia Pernikahan yang Bahagia,(Jakarta: Pustaka

Azzam, 2002), h.54-55

31

bahwa antara kedua mempelai telah resmi menjadi suami isteri sehingga

masyarakat tidak curiga terhadap perilaku yang dilakukan oleh kedua

mempelai.57

Adapun syarat-syarat walīmah pernikahan menurut syari’at Islam

adalah sebagai berikut58

:

1) Luruskan niat agar bisa selamat.

2) Membuat dan menyediakan hidangan sesuai dengan kemampuan.

3) Mengundang karib kerabat, tetangga dan rekan-rekan satu agama

baik dari golongan kaya maupun golongan miskin.

4) Tidak berlebihan.

5) Menyediakan tempat terpisah antara tamu laki-laki dan tamu

perempuan.

6) Tidak mengisi acara walīmah pernikahan dengan perkara munkar.

7) Sebaiknya walīmah pernikahan diadakan setelah dilakukan

persetubuhan.

8) Orang yang diundang wajib menghadiri undangan Walīmah

,kecuali ada uzur syar’i.

D. Hikmah Khitbah dan Walimah

1. Hikmah Khitbah

Banyak di antara kaum muslimin yang masih salah dalam memahami

makna khitbāh. Mereka menganggap bahwa wanita menjadi milik pria setelah

khitbāh itu diterima, sehingga keduanya diizinkan untuk berdua-duaan, makan

57

Ibid 58

Selamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat I, (Bandung : CV Pustaka Setia, 1999),

h. 45

32

bersama, pulang dan pergi bersama, dan lain sebagainya. Mereka beranggapan

bahwa hal yang mereka lakukan itu agar keduanya saling mempelajari akhlak

pasangannya agar pernikahan mereka berdua bahagia. Agar terhindar dari semua

itu, maka perlu adanya pemahaman tentang hikmah khitbah.

Hikmah khitbah adalah :

1) Diperkenankannya melihat dan berkenalan dengan wanita yang ia

kehendaki agar mereka dapat saling memahami pribadi masing-

masing.

2) Semakin matang untuk menuju ke jenjang pernikahan sehingga

kelak dapat terhindari dari hal-hal yang tidak diinginkan.59

2. Hikmah Walīmah

Perintah Nabi Muhammad SAW untuk mengadakan Walīmah pernikahan

ini sudah tentu terkandung hikmah dan manfaat dibelakangnnya. Di antara hikmah

tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

1) Bahwasannya walimah termasuk penyiaran dan pengumuman

pernikahan.

2) Menutup pintu-pintu fitnah, karena dengan diadakannya walimah

masyarakat menjadi tidak curiga terhadap perilaku yang dilakukan

kedua mempelai.

3) Merupakan pintu syukur atas nikmat Allah yang telah memberi

kemudahan dalam pernikahan.60

59

Abu Ahmadi, Terjemah Ringkas Fiqih Islam Lengkap, (Jakarta : Rineka Cipta, 1988), h.

209 60

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Shahih Fiqih Wanita, terj. Faisal Saleh dan

Yusuf Hamdani, (Jakarta: Akbar Media, 2011), Cet. ke-4, h.324

33

4) Untuk melaksanakan perintah Rasulullah saw. dari meneladani

sifat beliau

5) Untuk memberi makan fakir dan miskin

6) Sebagai konsekuensi dari diselenggarakannya pesta pernikahan

adalah adanya silaturahmi.

E. Takhrij Hadis Khitbah dan Walimah

Sebagaimana ditetapkan dalam judul penelitian ini, bahwa penelitian ini

berfokus pada hadis-hadis tentang khithbah dan Walīmah, oleh karena itu, peneliti

kemudian melakukan pencarian dengan menggunakan lafaz ataupun yang

berpedoman topik dan tema besar, dalam penelitian ini yakni tentang “Nikah”

1. Hadis Khitbah

Pada pencarian yang dilakukan dengan materi hadis di atas yang

menggunakan kata خطب dan segala derivasinya sebagai bentuk pencariannya,

maka di dapatkan sebagai berikut ;

a) Ṣahih Bukhārī: Nikah 45, Buyu’ 58, Shurūt 8.

b) Ṣahih Muslim: Buyu’ 8, Nikāh 38, 49-52, 54-56.

c) Sunan Abū Daud: Nikāh 17.

d) Sunan Tirmidzi: 38

e) Sunan Nasa’i: Buyu’ 19

f) Sunan Ibn Majah: Nikāh 10

g) Sunan Darimi: Nikāh 7

h) Al-Muwaṭṭa: Nikāh 1, 2, 13

34

i) Ahmad ibn Hambal: Jilid 2: 122, 124, 126, 130, 142, 153, 238, 274, 311,

318, 394, 411, 427, 457, 462, 463, 487, 489, 558. Jilid 4: 147. Jilid 5: 11.61

Melalui petunjuk yang didapat dalam takhrij di atas, dapat diklasifisikan

sebanyak tiga bagian. Adapun hadis-hadis yang diklasifikasi sebagai berikut:

a) Kebolehan untuk memandang wanita yang dikhitbah.

ث نا عاصم عن بكر بن عبد الل عن المغرية بن ث نا أبو معاوية حد شعبة قال خطبت حدها ق لت ل قال انظر إلي عليه وسلم أنظرت إلي ال ل رسول الل صلى الل ها إنه امرأة

نكما 62ل()رواه امحد ابن حنبأحرى أن ي ؤدم ب ي “Telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah Telah menceritakan

kepada kami Ashim dari Bakr bin Abdullah dari Al Mughirah bin Syu'bah

ia berkata, "Saya meminang seorang wanita, Rasulullah shallallahu

'alaihi wasallam lalu bertanya kepadaku: "Apakah kamu telah

melihatnya?" Saya menjawab: "Belum." Beliau bersabda: "Lihatlah ia

karena itu akan lebih memantapkan kalian berdua." (HR.Ahmad bin

Hanbal)

Jumhur ‘ulama berpendapat bahwa hukumnya adalah sunnah

melihatcalon pasangan saat khitbah. Sementara al-Hanbaliah berpendapat

hanya sebagai sebuah kebolehan saja.63

b) Memudahkan dalam menerima pinangan

ث نا ابن ليعة عن أسامة بن زيد عن صفوان بن سليم ع بة بن سعيد قال حد ث نا ق ت ي ن حد خطبتهاليه وسلم ين المرأة ت يسري عروة عن عائشة قالت قال رسول الل صلى الل ع

64ل(ها )رواه امحد ابن حنبوت يسري صداق Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id, dia berkata; telah

menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Usamah bin Zaid, dari

Shafwan bin Sulaim, dari Urwah, dari Aisyah berkata; Rasulullah

Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Wanita yang berbarakah adalah

yang memudahkan dalam khitbahnya dan meringankan maharnya.

61

AJ. Wensink, Terj. Muhammad Fu’Ad ‘Abd al-Baqi, Mu’jam al-Mufahras Li Alfāz al-

Hadȋs al-Nabawȋ,i Juz II, 9Brill: Laeden, 1936 H.), h.44

63

Hasan bin Idris al-Buhty. Kasyaful Qina’ an Matnil Iqna’. (Kairo: dār al-Qutub

Ilmiyah) H.80 64

Ahmad ibn Hanbal Abū Abdullah al-Syaibani, Musnad al-Imam Ahmad ibn Hanbal,

Juz 41 (Cairo: Mu’assasah al-Qurtuba, t. Th), h. 244.

35

Hadis ini menjelaskan agar memudahkan dalam Khitbah dan

mahar, secara bahasa mahar adalah harta yang diberikan suami kepada istri

dengan akad pernikahan. Dalam mazhab Imam syafi’i mahar adalah harta

wajib yang diserahkan karena sebab nikah, hubungan seksual atau

hilangnya keperawanan.65

c) Larangan dalam mengkhitbah di atas pinangan orang lain,

ث نا معمر عن الزهريي عن سعيد عن أب هري رة ث نا يزيد بن زريع حد د حد ث نا مسد رضي حداجشوا ول يزيدن على الل عنه عن النبي صلى الل عليه وسلم قال ل يبع حاضر لباد ول ت ن

)رواه ب يع أخيه ول يطب على خطبته ول تسأل المرأة طالق أختها لتستكفئ إنءها66البخاري(

“Telah bercerita kepada kami Musaddad telah bercerita kepada kami

Yazid bin Zurai' telah bercerita kepada kami Ma'mar dari Az Zuhriy dari

Sa'id dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi

wasallam bersabda: "Janganlah orang yang hadir (orang kota) membeli

untuk yang tidak hadir (orang desa), dan janganlah seseorang menyewa

malakukan najasy dan janganlah kalian melebihkan harga tawaran

barang (yang sedang ditawar) saudaranya dan janganlah pula seseorang

meminang (wanita) pinangan saudaranya dan janganlah seorang istri

meminta suaminya menceraikan saudaranya (istri suaminya yang lain)

demi untuk mencukupi periuknya". (HR.Imam Bukhari)

Secara tekstual hadis ini bersifat pelarangan yang mutlak bahwa

dilarang melamar perempuan yang sudah dilamar oleh orang lain. Tetapi

jika lamaran yang sebelumnya belum ada jawaban setuju dari yang

dilamar, maka tidak termasuk dalam larangan ini, artinya, boleh orang lain

datang melamarnya.67

65

Ahmad Sarwat, Serial Fiqih Kehidupan ( jakarta : Rumah Fiqih Publishing), 2017 h.160 66

Imam al-Bukhari , Shahih al-Bukhari, Beirut : Dār al-Hadis , 2004 , J II, h. 252 67

Firman Arifandi. Melamar dan Melihat Calon Pasangan.( Jakarta: Rumah Fiqih

Publishing) Cet.I, H.35

36

2.Hadis Walīmah

Penelusuran untuk hadis Walīmah ini menggunakan kata اولم , yang ولم

ditelusuri melalui kamus Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadits al-Nabawi maka

ditemukan sebagai berikut:

a) Ṣahih Bukhari: Nikah, bab Man awlama a’la ba’dhi nisaihi aktsara min

ba’dhi ,

b) Ṣahih Muslim: Nikah, bab al-Shodaq wa al-Jawazi kaunihi ta’lima

qur’anin wa khatama hadid, wa ghairo dzalika min qalilin wa katsirin

wastijaabi kaunihi khamsa miatin dirhamin liman laa yujhafu bihi.

c) Sunan Abu Daud: Nikah, Qilatu al-Mahar

d) Sunan al-Tirmidzi: Nikah, bab al-Walīmah

e) Sunan al-Tirmidzi: Nikah, bab al-Walīmah

f) Sunan al-Darimi: Nikah, bab fī al-Walīmah

g) Al-Muwatta: Nikah, bab Ma ja’a fi al-Walīmah

h) Ahmad ibn Hanbal: Juz 5 halaman 205.68

Dari penelusuran hadis diatas memang mengisyaratkan adanya walimah

dalam menyambut sebuah ikatan baru yakni ikatan nikah. Adapun hadis walīmah

dapat diklasifikasikan sebagai berikut;

a) Penyebaran undangan walīmah

Syari’at Islam mengajarkan pada setiap muslim yang akan atau sedang

melangsungkan pernikahan agar memberitahukannya kepada masyarakat

umum. Anjuran ini dilaksanakan agar terhindar dari fitnah.

68

AJ. Wensink, Terj. Muhammad Fu’Ad ‘Abd al-Baqi, Mu’jam al-Mufahras Li Alfāz al-

Hadȋs al-Nabawȋ,i Juz V II, 9Brill: Laeden, 1936 H.), h.322

37

Disyari’atkan hendaknya orang yang diundang bersifat merata,

menyangkut semua orang yang berprediket tertentu, seperti para tetangga,

family dan teman-teman. Dan undangan yang diadakan tidak menonjolkan

adanya niat untuk mengkhususkan orang kaya saja atau orang-orang

tertentu lainnya.69

Berdasarkan hadis Nabi yang berbunyi :

ث نا عبد الل بن يوسف أخب رن مالك عن ابن شهاب عن العرج عن أب هري رة رضي حدراء ومن الل رك الف ول شر الطعام طعام الوليمة يدعى لا الغنياء وي ت ت رك عنه أنه كان ي

عليه وسل د عصى الل ورسوله صلى الل عوة 70)رواه البخاري(م الد“Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf Telah mengabarkan

kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Al A'raj dari Abu Hurairah

radliallahu 'anhu, bahwa ia berkata; "Seburuk-buruk jamuan adalah

jamuan walimah, yang diundang sebatas orang-orang kaya, sementara

orang-orang miskin tidak diundang. Siapa yang tidak memenuhi

undangan maka sungguh ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya

shallallahu 'alaihi wasallam." (HR.Imam Bukhari)

b) Hidangan Walimah:

Mengadakan hidangan untuk tamu adalah sebuah kesunnahan

untuk memuliakan tamu yang hadir dalam acara walīmah. Hal ini

dilakukan oleh Rasūlallah untuk sebagian istri beliau hanya dengan

gandum. Sebagaimana hadis Nabi SAW:

د بن يوسف ث نا مم بة حد ث نا سفيان عن منصور بن صفية عن أميه صفية بنت شي حدين من شعري )رواه قالت أول النب صلى الل عليه وسلم على ب عض نسائه بد

71البخاري(“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yusuf Telah

menceritakan kepada kami Sufyan dari Manshur bin Shafiyyah dari

69

Zainuddin bin Abdul Aziz al- Malibari al-Fannani, Teremahan Fathul Mu’in , Bandung ,

Sinar Baru Al-Gensindo, 1994, jilid II, h.1229 70

Imam al-Bukhari , Shahih al-Bukhari, Beirut : Dār al-Hadis , 2004 , Jilid III, h. 383 71

Imam al-Bukhari , Shahih al-Bukhari, Beirut : Dār al-Hadis , 2004 , Jilid III, h. 382

38

Ibunya Shafiyyah binti Syaibah ia berkata; Rasulullah shallallahu

'alaihi wasallam mengadakan walimah terhadap sebagian dari isteri-

isterinya, yakni dengan dua Mud gandum” (HR.Imam Bukhari)

Rasūlallah juga pernah mengadakan walīmah Shafiyah hanya

dengan tepung dan kurma. Sebagaimana hadis Nabi SAW:

ث نا د بن أب عمر العدن وغياث بن جعفر الرحب قال حد ث نا مم نة حد سفيان بن عي ي ث نا وائل بن داود عن ابنه عن الزهريي عن أنس بن مالك أن النب صلى الل علي ه حد

72ماجه( ) رواه ابنوسلم أول على صفية بسويق وتر “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abu Umar Al Adani

dan Ghiyats bin Ja'far Ar Rahabi keduanya berkata; telah

menceritakan kepada kami Sufyan bin Uyainah berkata, telah

menceritakan kepada kami Wa`il bin Dawud dari Anaknya dari Az

Zuhri dari Anas bin Malik berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam

mengadakan walimah ketika menikah dengan Shafiah dengan sawiq

(makanan yang dibuat khusus untuk acara walimah) dan kurma” (HR.

Ibnu Majah)

Mayoritas ‘ulama berpendapat bahwa mengadakan walimah

hukumnya sunnah yang sangat dianjurkan. dan inti walimah adalah

makan, maka memberi makan orang lain pada dasarnya adalah

perbuatan yang mulia, terlebih jika yang diundang juga orang miskin

maka sudah pasti pahalanya akan berlipat.73

c) Hiburan Walīmah

ث نا إسحق بن منصور أن بأن جعفر بن عون أن بأن الجلح عن أب الزب ري عن ابن حداء رسول الل صلى الل عليه عباس قال أنكحت عائشة ذات ق رابة لا من النصار

ال رسول الل وسل ال أهدي تم الفتاة قالوا ن عم قال أرسلتم معها من ي غني قالت ل م

72

Muhammad bin Yazid Abu Abdillah, Sunan Ibnu Majah,juz I (Beirut, Dār al-Fikri, t.Th)

h. 153 73

Muhammad Saiyid Mahadhir, Walimah Lebih Dari Dua Kali Haram?, ( Jakarta: Rumah

Fiqih Publishing) Cet.I, H.12

39

ناك ول أت ي م صلى الل عليه وسلم إن النصار ق وم يهم غزل لو ب عث تم معها من ي حيان وحياكم ناكم 74) رواه ابن ماجه(أت ي

“memberitakan kepada kami Al Ajlah dari Abu Zubair dari Ibnu Abbas

ia berkata, "Aisyah menikahkan kerabat dekatnya yang berasal dari

kaum Anshar, lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam datang seraya

bersabda: "Apakah kalian menghadiahkan seorang gadis?" Mereka

menjawab, "Benar." Beliau bertanya: "Apakah kalian mengutus

bersamanya orang yang bernyanyi?" 'Aisyah menjawab, "Tidak." Maka

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya kaum

Anshar itu kaum yang memiliki sya'ir, kalau seandainya kalian mengutus

bersamanya orang yang mendendangkan: 'Kami datang kepada kalian,

kami datang kepada kalian, maka mudah-mudahan kami diberi umur

panjang, dan mudah-mudahan kalian diberi umur panjang” (HR.Ibnu

Majah)

Diantara hiburan yang dapat menghibur jiwa, menenangkan hati,

serta mengindahkan telinga, ialah nyanyian. Hal ini dibolehkan oleh

Islam selama tidak dicampuri ucapan kotor, cabul, dan yang kiranya

dapat mengarah kepada perbuatan dosa. Tidak salah pula ika disertai

dengan alunan musik selama tidak melenakan. Bahkan disunnahkan

dalam situasi gembira, melahirkan perasaan riang dan menghibur

hati.seperti pada hari raya perkawinan, kedatangan orang yang sudah

lama tidak datang, saat walimah dan akikah.75

3. Fokus Hadis Khitbah dan Walīmah

Pengkajian terma ini agar menjadi lebih sederhana dan spesifik, penulis

menukil hadis yang dominan berkaitan pada masalah Khitbah dan Walīmah ini,

maka penulis memfokuskannya pada beberapa hadis saja, sebagai berikut:

74

Muhammad bin Yazid Abu Abdillah, Sunan Ibnu Majah, juz I (Beirut, Dār al-Fikri, t.Th)

h. 159 75

Dr. Yusuf Qaradhawi, Halal dan haram ¸di terjemahkan oleh Tim Penerbit Jabal,

Jakarta, Tim Penerbit Jabal, 2013, h. 270

40

Tabel 2.1

Inventaris Hadis Khitbah dan Walīmah

1) Hadis kebolehan melihat wanita yang dipinang

ث نا ممد بن إسحق عن داود بن حصي ث نا عبد الواحد بن زيد حد د حد ث نا مسد حدعبد الل قال قال رسول عن واقد بن عبد الرمحن ي عن ابن سعد بن معاذ عن جابر بن

عليه وسلم إذا خطب أحدكم المرأة إن استطاع أن ي نظر إل ما يدع وه الل صلى اللكنت أتبأ لا حت ها ما دعان إل إل نكاحها لي فعل قال خطبت جارية رأيت من

76()رواه أبو داودنكاحها وت زوجها ت زوجت ها Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan

kepada kami Abdul Wahid bin Ziyad, telah menceritakan kepada kami

Muhammad bin Ishaq, dari Daud bin Hushain, dari Waqid bin

Abdurrahman bin Sa'd bin Mu'adz dari Jabir bin Abdullah, ia berkata;

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila salah

seorang di antara kalian meminang seorang wanita, jika ia mampu

untuk melihat sesuatu yang mendorongannya untuk menikahinya

hendaknya ia melakukannya." Jabir berkata; kemudian aku meminang

seorang gadis dan aku bersembunyi untuk melihatnya hingga aku

melihat darinya apa yang mendorongku untuk menikahinya, lalu aku

pun menikahinya (HR. Abu Daud)

2) Hadis larangan meminang orang yang sudah dipinang

ث نا يزيد بن د حد ث نا مسد ث نا معمر عن الزهريي عن سعيد عن أب هري رة حد زريع حدل رضي الل عنه عن النبي صلى الل عليه وسلم قال ل يبع حاضر لباد ول ت ناجشوا و

على خطبته ول تسأل المرأة طالق أختها لتستكفئ يزيدن على ب يع أخيه ول يطب 77(ي)رواه البخار إنءها

Telah bercerita kepada kami Musaddad telah bercerita kepada kami

Yazid bin Zurai' telah bercerita kepada kami Ma'mar dari Az Zuhriy

dari Sa'id dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu

'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah orang yang hadir (orang kota)

membeli untuk yang tidak hadir (orang desa), dan janganlah seseorang

menyewa malakukan najasy dan janganlah kalian melebihkan harga

tawaran barang (yang sedang ditawar) saudaranya dan janganlah

pula seseorang meminang (wanita) pinangan saudaranya dan

76

As-Sajistani, Abu Daud bin Sulaiman bin Al-Asy’at. Sunan Abi Daud. Daar ar-Risalah

al-‘Alamiyah, Kairo Mesir, 2009 h.212. 77

Imam al-Bukhari , Shahih al-Bukhari, Beirut : Dār al-Hadis , 2004 , Jilid III h. 252

41

janganlah seorang istri meminta suaminya menceraikan saudaranya

(istri suaminya yang lain) demi untuk mencukupi periuknya".

(HR.Imam Bukhari)

3) Hadis hendaknya memudahkan dalam hal mahar

ث نا ابن بة بن سعيد قال حد ث نا ق ت ي ليعة عن أسامة بن زيد عن صفوان بن سليم هحد عليه وسلم ين المرأة ت يسري عن عروة عن عائشة قالت قال رسول الل صلى الل

78)رواه امحد ابن حنبل(خطبتها وت يسري صداقا Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id, dia berkata;

telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Usamah bin Zaid,

dari Shafwan bin Sulaim, dari Urwah, dari Aisyah berkata;

Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Wanita yang

berbarakah adalah yang memudahkan dalam khitbahnya dan

meringankan maharnya.

4) Anjuran merayakan walimah

عليه وسلم أول ولو بشاة ال النب صلى الل 79()رواه البخارى عن عبد الرمحن بن عوف

Dari Abdurrahman bin ‘Auf berkata, Rasulullah SAW bersabda:

Rayakanlah walimah walaupun dengan memotong seekor kambing

(HR. Bukhari)

5) Undangan dalam walimah

ث نا عبد الل بن يوسف أخب رن مالك عن ابن شهاب عن العرج عن أب هري رة حدراء رضي الل رك الف ول شر الطعام طعام الوليمة يدعى لا الغنياء وي ت عنه أنه كان ي

عليه وسل ورسوله صلى الل د عصى الل عوة 80)رواه البخاري(ومن ت رك الد“Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf Telah

mengabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Al A'raj dari

Abu Hurairah radliallahu 'anhu, bahwa ia berkata; "Seburuk-buruk

jamuan adalah jamuan walimah, yang diundang sebatas orang-orang

kaya, sementara orang-orang miskin tidak diundang. Siapa yang tidak

memenuhi undangan maka sungguh ia telah bermaksiat kepada Allah

dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam." (HR.Imam Bukhari)

78

Abu ‘Abdullah al-Syaibani, Musnad Ahmad bin Hanbal, Beirut, Alam Al-Kutub,

1998,Jilid V, h.496. 79

Imam al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Beirut : Dār al-Hadis , 2004 , Jilid III h. 372. 80

Imam al-Bukhari , Shahih al-Bukhari, Beirut : Dār al-Hadis , 2004 , Jilid III, h. 383.

42

6) Hidangan walimah

ث نا سفيان عن منصور بن ث نا ممد بن يوسف حد بة حد صفية عن أميه صفية بنت شي ين من شعري )رواه قالت أول النب صلى الل عليه وسلم على ب عض نسائه بد

81البخاري(“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yusuf Telah

menceritakan kepada kami Sufyan dari Manshur bin Shafiyyah dari

Ibunya Shafiyyah binti Syaibah ia berkata; Rasulullah shallallahu

'alaihi wasallam mengadakan walimah terhadap sebagian dari

isteri-isterinya, yakni dengan dua Mud gandum”(HR.Imam Bukhari)

7) Hiburan dalam walimah

ث نا إسحق بن منصور أن بأن جعفر بن عون أن بأن الجلح عن أب الزب ري عن ابن حد اء رسول الل صلى الل عباس قال أنكحت عائشة ذات ق رابة لا من النصار

ال عليه وسل ال أهدي تم الفتاة قالوا ن عم قال أرسلتم معها من ي غني قالت ل م رسول الل صلى الل عليه وسلم إن النصار ق وم يهم غزل لو ب عث تم معها من

ناكم ول أت ي حيان وحياكم ي ناكم 82) رواه ابن ماجه(أت ي “memberitakan kepada kami Al Ajlah dari Abu Zubair dari Ibnu

Abbas ia berkata, "Aisyah menikahkan kerabat dekatnya yang berasal

dari kaum Anshar, lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam

datang seraya bersabda: "Apakah kalian menghadiahkan seorang

gadis?" Mereka menjawab, "Benar." Beliau bertanya: "Apakah kalian

mengutus bersamanya orang yang bernyanyi?" 'Aisyah menjawab,

"Tidak." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Sesungguhnya kaum Anshar itu kaum yang memiliki sya'ir, kalau

seandainya kalian mengutus bersamanya orang yang

mendendangkan: 'Kami datang kepada kalian, kami datang kepada

kalian, maka mudah-mudahan kami diberi umur panjang, dan mudah-

mudahan kalian diberi umur panjang”(HR.Ibnu Majah).

81

Imam al-Bukhari , Shahih al-Bukhari, Beirut : Dār al-Hadis , 2004 , Jilid III, h. 382 82

Muhammad bin Yazid Abu Abdillah, Sunan Ibnu Majah,juz I (Beirut, Dār al-Fikri, t.Th)

h. 159

43

BAB III

LETAK GEOGRAFIS WILAYAH KARANG TENGAH

A. Letak Geografis dan Demografis Wilayah Karang Tengah

Karang tengah adalah sebuah wilayah di kota Tangerang provinsi Banten.

Wilayah ini merupakan gerbang masuk kota Tangerang, karena berbatasan

langsung dengan kota administrative Jakarta Barat. Batas wilayah Karang Tengah

terdiri atas:

1. Sebelah Utara berbatasan langsung dengan kecamatan Cipondoh.

2. Sebelah Selatan berbatasan langsung dengan kecamatan Ciledug.

3. Sebelah Barat berbatasan langsung dengan kecamatan Pinang.

4. Sebelah Timur berbatasan langsung dengan kecamatan Kembangan.

Kecamatan Karang Tengah merupakan salah satu dari 13 kecamatan yang

ada di kota Tangerang dengan luas wilayah 9, 55 km2. Kecamatan ini terdiri dari 7

kelurahan, 74 RW dan 359 RT. Adapun 7 kelurahan yang ada di wilayah

kecamatan Karang Tengah adalah kelurahan Pondok Pucung, kelurahan Karang

Mulya, kelurahan Karang Tengah, kelurahan Karang Timur, kelurahan Pedurenan,

kelurahan Parung Jaya dan kelurahan Pondok Bahar.1 Salah satu wilayah yang

dijadikan fokus penelitian adalah wilayah Karang Tengah.

Kelurahan Karang Tengah terletak pada jarak 4 km dari ibu kota, 85 km dari

ibu kota provinsi dan hanya berjarak 1 km dari ibu kota Negara. Sebagai daerah

pernyangga Jakarta, kelurahan Karang Tengah merupakan daerah strategis yang

memiliki peranan penting baik dalam hal ekonomi, pendidikan, politik, sosial

budaya maupun bidang lainnya. Secaraa geografis, Karang Tengah berada pada

1H. Bakri, Lurah Karang Tengah, Wawancara Pribadi, Tangerang, 10 September 2017

44

posisi 25 m di atas permukaan laut dengan curah hujan 4,583 mm/tahun dan

tofografi rendah dengan suhu rata-rata 27 derajat celcius – 35 derajat celcius.

Jumlah penduduk Karang Tengah adalah 13.910. Untuk mengetahui jumlah

penduduk Karang Tengah dapat dilihat pada tabel 3.1 sebagai berikut:

Tabel 3.1

Jumlah penduduk Karang Tengah

No. Jenis kelamin Frekuensi Prosentase

1.

2.

Laki-laki

Perempuan

7.268

6.642

52%

48%

Jumlah 13.910 100%

Sumber: Buku monografi kelurahan Karang Tengah

Dari table 3.1 di atas, diperoleh keterangan bahwa wilayah Karang Tengah

ini dihuni oleh 13.910 jiwa dengan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan

dengan jumlah perempuan yang terdiri atas 7.268 laki-laki dan 6.642 perempuan.

Dengan banyaknya penduduk yang menghuni wilayah ini, maka mereka

kemudian menjalani interaksi dalam hidup bermasyarakat.

Sejalan dengan berkembangnya kehidupan masyarakat, maka semakin

berkembang pula kehidupan penduduk Karang Tengah baik dalam bentuk fisik

maupun non fisik sehingga banyak menarik penduduk dari daerah lain untuk

datang ke wilayah Karang Tengah, khususnya penduduk pedesaan yang memiliki

beragam tujuan dan asal yang berbeda pula sehingga kelurahan Karang Tengah

menjadi sangat majemuk terutama dalam hal etnis. Untuk mengetahui komposisi

penduduk ini dapat dilihat pada tabel 3.2 sebagai berikut:

45

Tabel 3.2

Komposisi jumlah penduduk berdasarkan etnis

No. Etnis Frekuensi Prosentase

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Betawi

Jawa

Sunda

Sumatera

Cina keturunan

Lampung

Kalimantan

6.020

3.084

2.692

761

633

371

346

44,8%

22,6%

18,2%

5,0%

4,0%

2,8%

2,6%

Jumlah 13.910 100%

Sumber: Daftar isian potensi kelurahan Karang Tengah

B. Kondisi Agama dan Pendidikan

Kehidupan beragama masyarakat Karang Tengah sudah banyak

terakulturasi dengan kehidupan modern. Modernisasi menyebabkan pola pikir

masyarakat berubah yang pada akhirnya akan berakibat pada perilaku agama

masyarakat Ritus-ritus yang selalu menjadi rutin dilaksanakan baik wajib maupun

sunnah, sejalan dengan perkembangan pola pikir masyarakat yang ikut berubah

mengikuti kebutuhan dalam dunia modern.

Namun antar pemeluk agama terjalin kerukunan antar umat beragama.

Masyarakat di wilayah ini menjujung tinggi solidaritas dan toleransi yang sangat

kuat antar lintas agama. Hal ini dapat dibuktikan bahwa di wilayah Karang

Tengah tidak pernah terjadi konflik antar pemeluk beragama. Hal ini disebabkan

masyarakat Karang Tengah merupakan masyarakat yang sejak dari dahulu hingga

kini sudah terbiasa dengan segala perbedaan pendapat terutama dalam hal

keyakinan beragama.

46

Kondisi keagamaan masyarakat Karang Tengah mayoritas adalah beragama

Islam. Jumlah pemeluk agama Islam mencapai 9.259 orang. dan selebihnya adalah

Katholik, Protestan dan lain-lain.

Mayoritas agama yang dipeluk oleh penduduk wilayah Karang Tengah

adalah agama islam. Hal ini dapat dilihat dari sarana dan prasaranan ibadah yang

ada di wilayah Karang Tengah yang berjumlah 146 tempat ibadah. Untuk

mengetahui tempat-tempat ibadah yang ada di wilayah Karang Tengah ini dapat

dilihat pada tabel 3.3 Sebagai berikut :

Tabel 3.3

Jumlah sarana dan prasarana ibadah

No. Nama sarana dan prasarana Frekuensi

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Masjid

Mushallah

Vihara

Gereja

Pura

Klenteng

41 buah

105 buah

-

-

-

-

Jumlah 13.910

Sumber: Daftar isian potensi kelurahan Karang Tengah

Dari tabel 3.3 di atas, dapat diketahui bahwa sarana dan prasarana ibadah

yang ada di wilayah Karang Tengah yang paling banyak adalah mushalla. Hal ini

dapat dipahami, karena mayoritas penduduk Karang Tengah beragama Islam yang

dalam ajarannya senantiasa mengedepankan pendidikan.

Perkembangan pendidikan pada masyarakat Karang Tengah mengalami

kemajuan yang sangat signifikan. Masyarakat Karang Tengah yang kebanyakan

etnis Betawi mulai menyadari akan pentingnya pendidikan. Kesadaran akan

pentingnya pendidikan bagi masyarakat Karang Tengah semakin baik. Untuk

47

mengetahui sarana dan prasarana pendidikan yang ada di wilayah Karang Tengah

ini dapat dilihat pada tabel 3.4 sebagai berikut :

Tabel 3.4

Komposisi penduduk berdasarkan pendidikan

No. Jenjang pendidikan Frekuensi Prosentase

1.

2.

3.

4.

5.

6.

TK

SD

SMP

SMU

D1

S1

921

1.969

1.092

3.067

317

521

12%

25%

14%

38,3%

4,2%

6,4%

Jumlah 8.017 100%

Sumber: Daftar isian potensi kelurahan Karang Tengah

Dari tabel 3.4 di atas, dapat diketahui bahwa motivasi masyarakat Karang

Tengah dalam bidang pendidikan kini semakin besar. Hal ini dapat dilihat dari

semakin banyaknya masyarakat Karang Tengah yang belajar sampai ke perguruan

tinggi baik negeri maupun swasta. Namun rata-rata tingkat pendidikan masyarakat

Karang Tengah saat ini adalah SMU dengan prosentase mencapai 38,3%. Untuk

itu, peran orang tua sangat diperlukan dalam suatu kemajuan pendidikan.

Kini para orang tua memiliki motivasi lebih dalam menyekolahkan anak-

anak mereka sampai ke jenjang perguruan tinggi. Bahkan pekerjaan orang tua

sebagai buruh, petani atau pembantu rumah tangga bukan menjadi halangan bagi

mereka untuk menyekolahkan anak-anaknya, karena para orang tua menyadari

dengan memiliki pendidikan yang tinggi, maka mereka mengharapkan anak-

anaknya kelak berhasil dalam mencapai cita-citanya yang tentunya akan

meningkatkan derajat mereka dalam kehidupan sosial masyarakat meskipun pada

dasarnya para orang tua mereka tidak memiliki pendidikan yang tinggi, sehingga

minat belajar anak-anak mereka semakin tinggi. Dalam waktu satu hari, anak-

48

anak mereka tidak hanya sekolah formal, melainkan juga belajar di sekolah agama

yang non-formal dan mengikuti les-les tambahan seperti les bahasa Inggris, Arab,

computer, dan lain sebagainya.

C. Sosial dan Ekonomi

Kehidupan sosial masyarakat Karang Tengah cukup dinamis. Sebagai

daerah yang menjunjung tinggi kekerabatan penduduknya terlihat harmonis. Hal

ini dapat dilihat dari beberapa aktivitas masyarakat seperti gotong royong, kerja

bakti dan kegiatan-kegiatan yang dapat memberdayakan masyarakat dalam

meningkatkan kesejahteraan. Misalnya kegiatan sosial masyarakat dipusatkan

pada kelurahan bersama dengan ketua RW dan RT berikut masyarakatnya. Untuk

mengetahui kegiatan-kegiatan sosial pada masyarakat Karang Tengah ini dapat

dilihat pada tabel 3.5 sebagai berikut :

Tabel 3.5

Kegiatan sosial masyarakat Karang Tengah

No. Nama Kegiatan Frekuensi

1.

2.

3.

4.

LPM

BKM

K3M

Karang Taruna

1 buah

1 buah

1 buah

1 buah

Sumber: Daftar isian potensi kelurahan Karang Tengah

Berdasarkan pengamatan, data yang diperoleh dari kantor kelurahan, maka

dapat diketahui bahwa kegiatan-kegiatan sosial masyarakat Karang Tengah relatif

dinamis. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas-aktivitas berupa bakti sosial yang

dilakukan dua minggu satu kali dengan agenda seperti membersihkan sampah,

saluran air, kebersihan dan penanaman pohon. Program sosial lainnya adalah

melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang juga melibatkan masyarakat

49

Karang Tengah adalah kegiatan pemanfaatan lahan kosong, penyuluhan tentang

bagaimana meningkatkan hasil pertanian dan kegiatan lainnya yang dapat

meningkatkan produktivitas masyarakat.Dengan demikian, masyarakat Karang

Tengah sangat gemar berinteraksi.

Dalam kehidupan sosial, masyarakat Karang Tengah tidak mengalami

kendala dalam berinteraksi. Beragamnya etnis di wilayah Karang Tengah tidak

menghalangi mereka untuk saling berinteraksi. Hal ini dapat dibuktikan dengan

suatu kenyataan bahwa sampai saat ini, tidak ada catatan criminal di wilayah

Karang Tengah mengenai tindak kekerasan ataupun benturan fisik dan pemikiran

yang berlatar belakang etnis. Masyarakat Karang Tengah baik penduduk asli

maupun pendatang hidup saling berdampingan. Sementara masyarakat modern

sering dikatakan sebagai masyarakat yang individualis, namun masyarakat Karang

Tengah yang juga layak disebut sebagai masyarakat modern tetap memegang

budaya gotong royong. Dalam berbagai acara baik yang bersifat individual

maupun kolektif, masyarakat Karang Tengah tetap saling membantu karena

tolong menolong di samping sebagai salah satu ciri budaya bangsa, juga akan

berdampak pada system ekonomi atau mata pencaharian.

Mayoritas wilayah Karang Tengah dihuni oleh penduduk asli yang

merupakan etnis Betawi. Letaknya yang berjarak 1 km dari ibu kota negara dan

juga sebagai daerah penyangga ibu kota, perekonomian masyarakat Karang

Tengahpun tergolong sudah maju. Hal ini ditandai dengan menjamurnya berbagai

mini market, rumah sakit, pabrik-pabrik berskala kecil dan besar serta fasilitas

umum lainnya sangat mudah dijumpai di wilayah Karang Tengah.Dengan adanya

berbagai fasilitas umum ini baik langsung ataupun tidak langsung dapat

50

membantu mengembangkan perekonomian masyarakat asli Karang Tengah dan

juga tentunya dapat menarik masyarakat dari luar daerah untuk tinggal dan

menetap di wilayah Karang Tengah. Masyarakat Karang Tengah kebanyakan

bekerja dalam bidang pertanian seperti membudidayakan tanaman hias. Namun

tidak seperti sistem pertanian di desa, pertanian di daerah Karang Tengah lebih

teratur dan dikemas secara modern. Penjualan atau pemasarannya juga dilakukan

dengan cara yang modern seperti berpartisipasi dalam pameran-pameran tingkat

daerah atau pameran di tingkat nasional. Untuk mengetahui mata pencaharian

penduduk Karang Tengah ini dapat dilihat pada tabel 3.6 sebagai berikut:

Tabel 3.6

Komposisi penduduk menurut mata pencaharian

No. Mata pencaharian Frekuensi Prosentase

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Karyawan

a. PNS

b. TNI/POLRI

c. Buruh/swasta

Pedagang

Petani

Pertukangan

Jasa

Buruh tani

Pemulung

Pensiunan

1.532

61

1.404

1.071

2.914

176

465

26

13

1.130

17,4%

1%

16%

12,2%

33%

2%

5,3%

0,3%

0,1%

18%

Jumlah 8.792 100%

Sumber: Daftar isian potensi kelurahan Karang Tengah

Meskipun demikian, masyarakat Karang Tengah dalam melakukan

mobilitas ekonomi memiliki pilihan pekerjaan yang cukup variatif denagn

frekuensi yang beragam pula seperti terlihat pada tabel 7 di atas. Hal ini

51

disebabkan wilayah Karang Tengah merupakan daerah strategis, karena memiliki

banyak peluang bagi penduduknya guna melakukan mobilitas ekonomi. Meskipun

tidak semua sarana dan prasarana perekonomian berada di wilayah Karang

Tengah, namun hal ini cukup menguntungkan bagi penduduk Karang Tengah,

karena secara geografis wilayah Karang Tengah bertetangga dengan kecamatan

Ciledug. Selain itu, jarak wilayah Karang Tengah hanya sekitar 1 km dari ibu kota

negara. Hal ini tentu sangat memudahkan masyarakat Karang Tengah untuk

mencapai atau mendapatkan segala fasilitas yang ada di kota yang mungkin tidak

ada di wilayah Karang Tengah.

D. Kebudayaan dan Adat Istiadat

Penduduk asli masyarakat Karang Tengah mayoritas adalah etnis Betawi

dan kebudayaan yang tumbuh di wilayah Karang Tengah adalah tetap kebudayaan

Indonesia dan tradisional setempat seperti film, lenong, orkes melayu, gambang

kromong, wayang dan qasidah. Sebagai wilayah penyangga ibu kota, maka

wilayah Karang Tengah senantiasa membuka pinu lebar-lebar untuk kebudayaan

yang datang dari luar daerah ini asalkan tidak merubah budaya-budaya yang sudah

terpatri di hati masyarakat Karang Tengah.

Masyarakat Karang Tengah sangat menjunjung tinggi adat istiadat yang

berlaku di wilayah Karang Tengah. Banyak adat istiadat yang dimiliki oleh

masyarakat Betawi Karang Tengah yang salah satu di antaranya adalah tradisi

pernikahan adat Betawi. Dalam sebuah pernikahan adat Betawi, senantiasa

melakukan peminangan terlebih dahulu sebelum melakukan akad nikah yang

kemudian dilanjutkan dengan acara Walīmah perkawinan yang merupakan

ungkapan rasa syukur bagi kedua mempelai yang telah melangsungkan

52

pernikahan.Pesta pernikahan atau Walīmah adalah momen kebahagiaan bagi

kedua mempelai, maka Walīmah merupakan perbuatan yang dilaksanakan dalam

rangka mengumumkan, menyemarakan dan menghormati kedua mempelai. Adat

pernikahan ala Betawi ini memang sudah sesuai dengan ajaran Islam yang

bersumber dari hadis Rasīlāllah SAW.

E. Sistem Kepemimpinan

Karang Tengah merupakan sebuah daerah yang ada di kota Tangerang

provinsi Banten. Sebagai daerah yang tengah berkembang baik secara sosiologis

maupun psikologis, wilayah ini dipimpin oleh seorang lurah. Peran lurah cukup

signifikan terhadap perkembangan adat istiadat daerah ini. Fungsi lurah sebagai

penuntun, pengatur dan sekaligus sebagai pengambil kebijakan.2

Tipe kepemimpinan yang dipergunakan oleh lurah Karang Tengah adalah

tipe kepemimpinan demokratis, yaitu segala persoalan yang menyangkut program

pemerintahan dalam membina masyarakat selalu dimusyawarahkan dengan

masyarakat. Lurah melibatkan para tokoh masyarakat, guru dan aparat daerah

yang paling bawah seperti RW dan RT.

Dalam memberikan pembinaan kepada masyarakat, lurah merangkul dan

mengarahkan tanpa bertentangan dengan adat istiadat dan agama setempat yang

biasa mereka lakukan. Lurah menaruh kepercayaan kepada masyarakat secara

bertahap untuk membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan masyarakat. Lurah

tidak sekaligus menghilangkan tata cara adat kebiasaan masyarakat, tetapi dengan

pengarahan yang bersifat tahapan ini akhirnya tumbuh rasa simpatik masyarakat

tanpa terasa oleh masyarakat bahwa sebagian besar adat istiadat yang tidak sejalan

2H. Bakri, Lurah Karang Tengah, Wawancara Pribadi

53

dengan agama yang mereka lakukan telah dihilangkan atau diubah secara

perlahan-lahan.

Dengan demikian, peran kepemimpinan lurah dalam membina adat istiadat

adalah sangat penting karena di samping tugas informalnya adalah sebagai

penggerak juga tugas formalnya sebagai lurah yang suatu saat dapat mengajak

masyarakat untuk berkumpul dan memberikan arahan tentang pentingnya

memelihara adat istiadat.

Selain lurah, masyarakat Karang Tengah menjadikan tokoh masyarakat,

sesepuh dan ulama sebagai bagian dari kepemimpinannya. Mereka menjadikan

para sesepuh dan ulama sebagai pemimpin yang harus ditaati dan diikuti. Hal ini

berlaku pada masyarakat Karang Tengah sebagai penghormatan yang tinggi

terhadap mereka yang dianggap sebagai bagian dari budaya dan ajaran nenek

moyang. Mengingat begitu besarnya pengaruh tokoh masyarakat ini, maka

muncullah sikap fanatisme yang berlebihan terhadap mereka sebagai tokoh

masyarakat sehingga masyarakat cenderung mentaati para tokoh ini tanpa harus

banyak bertanya.

Betapa tidak, segala aktivitas masyarakat baik sosial maupun keagamaan

selalu melibatkan tokoh masyarakat sebagai pemandu dan pembimbingnya.

Masyarakat menganggap jika dalam suatu kegiatan tidak melibatkan tokoh

masyarakat, maka hal ini dianggap kurang lengkap di samping selalu dihantui

oleh perasaan khawatir mendapat bencana. Berdasarkan konsep ini, dapat

dipahami bahwa posisi tokoh masyarakat demikian penting dan mendapat posisi

terhormat dalam kehidupan masyarakat Karang Tengah.

54

Bertitik tolak pada asumsi ini, maka tidak berlebihan kiranya jika sistem

kepemimpinan masyarakat Karang Tengah diklasifikasikan sebagai masyarakat

yang bersistem kepemimpinan tradisional yang selalu mengikuti generasi tua dan

menjadikan tokoh masyarakat sebagai satu-satunya sumber tempat meminta

nasihat atau petuah.

55

BAB IV

TATA CARA KHITBAH DAN WALĪMAH PADA MASYARAKAT BETAWI

KARANG TENGAH DALAM TINJAUAN HADIS

A. Tata Cara Khitbah dan Walimah

a. Khitbah

Proses khitbah adat Betawi Karang Tengah dilakukan dengan melalui

beberapa tahapan yaitu:

1. Kunjungan ke rumah calon besan atau gadis ada beberapa tahap seperti:

a) Kunjungan pertama keluarga laki-laki datang mengunjungi rumah

keluarga perempuan untuk menanyakan dan memastikan apakah benar ada

hubungan antara jejaka dan gadis (kedua anak mereka). Jika keluarga

gadis menyatakan benar ada hubungan antara jejaka dan gadis mereka dan

keluarga gadis merestui hubungan mereka, maka keluarga laki-laki

merencanakan untuk datang pada tahap kedua dalam rangka untuk

melamar. Namun pada beberapa bagian daerah Karang tengah pula

terdapat proses perkenalan kunjungan keluarga dengan perantara pembawa

atau yang lebih akrab disebut Mak Comblang, yang bertugas mencarikan

atau mengenalkan anak laki-laki lajang dan perempuan lajang yang

diketahui keluarga dan seluk beluk nasab antar keduanya. Namun hal ini

sudah tidak ditemukan lagi.1

b) Kunjungan kedua yaitu khitbah (lamaran), keluarga laki-laki datang ke

rumah keluarga gadis dengan mengajak saudara dan para tetangga, yang

1 Jamasir, Tokoh Masyarakat Karang Tengah, Wawancara Pribadi, Tangerang, 17

September 2017

56

pada inti kedatangannya adalah untuk melamar gadis yang dimaksud oleh

jejaka. pada prosesi khitbah ini, keluarga laki-laki biasanya membawa

beberapa parsel yang berisi buah-buahan, kue, sejumlah uang dan cincin

yang akan diserahkan kepada keluarga perempuan. Adapun cincin

diberikan serta disematkan oleh ibu dari anak laki-laki yang melamarnya

kepada anak gadis sebelum acara khitbah ditutup dengan do’a. cincin yang

disematkan kepada anak gadis itu sebagai tanda bahwa sang gadis sudah

dilamar dan calon mantu telah terikat, dalam adat betawi disebut Tande

Putus.

Dalam acara khitbah ini, ada pembawa acara dan ada satu keluarga yang

ditunjuk sebagai wali dari pihak keluarga laki-laki dan perwakilan dari

keluarga perempuan apabila para orang tua menghendaki adanya wakil.

Dalam acara khitbah ini, pembawa acaralah yang memimpin acara

khitbah.

Adapun susunan acara biasanya terdiri atas sambutan dari pihak keluarga

laki-laki sekaligus menyampaikan maksud kedatangannya adalah untuk

melamar. kemudian sambutan dari pihak keluarga perempuan yang berisi

penerimaan atas lamaran keluarga laki-laki. Kemudian dilanjutkan dengan

nasehat dari tokoh masyarakat agar proses khitbah ini membawa berkah,

langgeng dan mendapatkan keturunan yang shalih dan shalihah. Setelah itu

penyematan cincin oleh calon ibu mertua kepada calon menantu

perempuan (Tande Putus). Setelah itu baru penentuan hari dan tanggal

pernikahan. Setelah kedua keluarga sepakat menentukan hari dan tempat

57

pernikahan, acara ditutup dengan do’a dan dilanjutkan dengan menikmati

hidangan yang telah dihidangkan.2

2. Akad nikah atau ijab qabul.

Dalam akad nikah tidak ada yang berbeda dan akad nikah dilangsungkan

sesuai dengan rukun dan syarat nikah yaitu ada mempelai pria dan wanita, wali

nikah dan dua saksi. Pelaksanaan akad nikah biasanya dilaksanakan di tempat

kediaman mempelai wanita. Pelaksanaan akad nikah dengan dihadiri para tamu

undangan dan masyarakat sekitar dan dilanjutkan dengan resepsi pernikahan

(walīmah al-arusy) yang menjadi sarana pengumuman bagi masyarakat, bahwa

antara kedua mempelai telah resmi menjadi suami isteri.

Proses akad nikah adat Betawi Karang Tengah dilakukan dengan melalui

beberapa tahapan yaitu:

a) Upaca Pernikahan

Upacara pernikahan diawali dengan arak-arakan calon pengantin pria

menuju rumah calon isterinya. Dalam rangka arak-arakan itu, selain

iringan rebana dan diikuti barisan sejumlah kerabat yang membawa

sejumlah seserahan mulai dari roti buaya yang mempunyai filosofi

kesetiaan abadi, kue-kue khas betawi, buah-buahan dan pakaian.

b) Membawa orang-orang yang dapat menunjukan bela diri atau disebut

palang pintu.

palang pintu ini merupakan perlengkapan saat pengantin pria yang disebut

tuan raje mude hendak memasuki rumah pengantin wanita. Saat hendak

masuk ke kediaman pengantin putri, pihak wanita akan menghadang.

2 M. Rizal, Tokoh Masyarakat Karang Tengah, Wawancara Pribadi, Tangerang, 17

September 2017

58

Terjadi dialog yang sopan antara masing-masing rombongan pengantin

pria dan pengantin wanita. Sampai akhirnya pelan-pelan situasi makin

memanas lantaran pengantin wanita ingin menguji kesaktian dan juga

kepandaian pihak pengantin laki-laki dalam berilmu silat dan mengaji.

Baku hantam secara simbolisasi pun terjadi dan akhirnya pihak laki-

lakilah yang menang. Usai memenangi pertarungan, pengantin wanita pun

biasanya meminta pihak laki-laki untuk memamerkan kebolehannya dalam

membaca al-Qur’an3. Stelah itu barulah pihak laki-laki diperkenankan

masuk dan serangkaian acara di mulai, adapun rangkaian acaranya adalah :

1) Pembukaan dengan membaca Bismillah,

2) Pembacaan ayat suci Al-Qur’an yang berkaitan dengan pernikahan,

3) Penyerahan dari perwakilan keluarga laki-laki kepada keluarga

perempuan,

4) Penerimaan oleh wakil keluarga perempuan atas serahan dari pihak

laki-laki,

5) Khutbah nikah yang dilangsungkan dengan akad nikah,

6) Nasihat pernikahan yang disampaikan oleh ustadz atau tokoh

masyarakat, dan terkadang nsihat pernikahan juga disampaikan oleh

penghulu,

7) Sungkeman kedua pengantin kepada orangtua,

8) Ramah tamah, yaitu para tamu undangan yang hadir dalam prosesi

akad nikah, dipersilahkan untuk menikmati hidangan yang sudah

disediakan.

3Jamasir, Tokoh Masyarakat Karang Tengah, Wawancara Pribadi, Tangerang, 17

September 2017

59

b. Walīmah

Pada masyarakat betawi karang tengah pesta pernikahan (walīmah)

dilangsungkan setelah ijab qobul tetapi ada juga pada masyarakat betawi yang

mengadakan acara walimahan setelah beberapa minggu atau bulan pernikahan.

Proses walīmah adat Betawi Karang Tengah dilakukan dengan melalui

beberapa tahapan yaitu:4

1. Tempat walīmah

Kebiasaan yang terjadi di masyarakat betawi adalah mengadakan walīmah di

rumah mempelai perempuan atau dengan menyewa gedung sesuai dengan

kesepakatan kedua belah pihak dan sesuai dengan kemampuan keduanya.

2. Waktu Walīmah

Pesta pernikahan diselenggarakan setelah terjadinya akad (ijab qabul).

3. Hidangan Walīmah

Tidak ada batasan bagi penyelenggaraan pernikahan dari segi banyak atau

sedikitnya hidangan selama hal tersebut tidak termasuk pemborosan dan

bermegah-megahan. Dan harus disesuaikan dengan kemampuan yang

menyelenggarakan walīmah

4. Undangan Walīmah

Dalam mengundang tamu untuk menghadiri walīmah masyarakat Betawi

Karang Tengah tidak hanya mengundang orang kaya saja tapi juga orang

miskin, kerabat, sahabat.

4 Jamasir, Tokoh Masyarakat Karang Tengah, Wawancara Pribadi, Tangerang, 17

September 2017

60

5. Mendo’akan Mempelai

Ucapan selamat dan do’a untuk kedua mempelai dalam pesta pernikahan

diharapkan dengan mendo’akan ketentraman dan kelanggengan. Rasulullah

saw. mengajarkan doa untuk kedua mempelai seperti “Barakallahu laka wa

baaraka ‘alaika wa jama’a bainakuma fii khairin” (Semoga Allah

memberkahimu dan senantiasa memberkahimu dan mengumpulkan kalian

berdua dalam kebaikan.

6. Hiburan Walimah

Hiburan walīmah biasanya diadakan malam hari pada saat resepsi pernikahan,

ada juga sebagian saat resepsi berlangsung. Ada yang mengundang group

Qasidah, Gambus tapi ada juga sedikit yang mengundang dangdut.

Diagram 4.1

Diagram Pola Khitbah hingga Walīmah

B. Pendapat Tokoh Masyarakat Tentang Pernikahan Adat Betawi Karang

Tengah

Ada beberapa tokoh masyarakat yang memberikan tanggapan terhadap

pernikahan adat Betawi Karang Tengah yang salah satu di antaranya adalah lurah

Kunjungan

pertama

Kunjungan ke dua

Sekaligus Khitbah

Prosesi adat

sebelum akad nikah Prosesi akad nikah Walīmah

61

Karang Tengah yaitu bapak H. Bakri. Beliau mengatakan bahwa pada dasarnya

adat khitbah sampai dengan walimah dalam adat betawi khususnya Karang

Tengah, tidak ada yang menyimpang dari ajaran Islam.

Dalam khitbah dan walīmah adat Betawi Karang Tengah, selama ini sesuai

dengan syari’at Islam, dan tidak melanggar peraturan pemerintah, serta sesuai

dengan adat di Betawi. Dan seandainya ada yang melanggar syari’at islam itupun

hanya dilakukan oleh beberapa orang saja dan segera mendapatkan teguran dari

tokoh masyarakat setempat agar tidak di ulangi atau di ikuti oleh yang lainnya.

Adapun pelangaran yang terjadi, biasanya pada saat walimahan, ketika panggung

hiburan yaitu dangdutan digelar, ada beberapa orang yang minum-minuman keras

dan ada yang main judi, namun aparat setempat segera bertindak, mengingat di

Karang Tengah Kota Tangerang ini mempunyai Perda No. 7 Tahun 2005. 5

Pendapat lainnya dikemukakan oleh tokoh masyarakat Karang Tengah yaitu

bapak Drs. H. Jamasir. Menurut beliau, pernikahan adat Betawi Karang Tengah

tidak mengandung unsur keluar dari ajaran agama selama dalam proses khitbah

dan Walīmah, tidak ada hal-hal yang bertentangan dengan hadis Rasūlullāh SAW.

Beliau mengatakan bahwa masyarakat Betawi identik dengan Islam, maka segala

rangkaian khitbah dan walimah Betawi Karang Tengah bersumber pada ajaran

Islam. Dengan demikian, tradisi Betawi tidak keluar dari unsur-unsur Islam

termasuk dalam hal khitbah dan walīmah yang dilakukan oleh masyarakat Betawi

Karang Tengah Kota Tangerang. 6

Adapun pendapat ustadz setempat, Ustadz H. Rizal mengemukakan bahwa

prosesi dari mulai Khitbah sampai dengan walīmah dalam adat Betawi Karang

5H. Bakri, Lurah Karang Tengah, Wawncara Pribadi, Tangerang, 10 September 2017

6H Jamasir, Tokoh Masyarakat Karang Tengah, Wawancara Pribadi, Tangerang, 17

September 2017

62

Tengah tidak melanggar ajaran-ajaran Islam, sebab masyarakat Betawi Karang

Tengah sangat agamis dan berpegang teguh pada ajaran Islam. Jika ada yang

melanggar, tentunya akan mendapat cekalan dari penduduk setempat.

Misalnya dalam prosesi khitbah, tidak boleh melamar wanita yang sudah

dilamar, tidak boleh wanita yang masih ‘iddah dilamar dengan terang-terangan,

jarak antara khitbah menuju walimah tidak terlalu lama agar tidak ber –khalwat

dan terjadi kemungkaran yang dilakukan oleh kedua calon pengantin. Maka suatu

kesalahan besar jika wanita yang sudah di khitbah terdapat kebebasan untuk

bergaul. kemudian dalam hal mahar, keluarga perempuan tidak boleh mematok

mahar yang sangat tinggi, sehingga memberatkan keluarga pihak laki-laki. Maka

dalam hal mahar tergantung kesepakatan kedua keluarga mempelai atau

tergantung pada kondisi kemampuan keluarga laki-laki.

Dalam adat betawi, kedua mempelai yang sudah menikah hendaknya

mengadakan walīmah, biasanya walīmah diselenggarakan ditempat kediaman

mempelai wanita. Tetapi ada juga yang mengadakan walīmah sebanyak dua kali,

setelah menyelenggarakan walīmah ditempat kediaman mempelai wanita,

bbeberapa hari kemudian diselenggarakan walīmah ditempat mempelai laki-laki.

Tetapi dalam hal walimah hendaknya diselenggarakan semampunya saja, tidak

harus mewah yang terpenting mengandung syiar bahwa kedua pasangan sudah

menikah. dan dalam walīmah juga tidak ada yang melanggar syari’at Islam.

Dalam walimah tidak boleh mengundang orang-orang kaya saja, atau hanya

mengundang orang-orang yang terpandang saja, sedangkan orang yang miskin

tidak diundang, kemudian dalam walīmah, orang yang mempunyai hajatnya harus

menyiapkan hidangan semampunya dan juga tempat duduk untuk menikmati

63

hidangan, jika ingin mengadakan hiburan, sebaiknya yang bernafaskan Islami, dan

tidak boleh menggelar hiburan yang mengandung unsur maksiat. Itulah beberapa

hal yang harus diperhatikan oleh orang Betawi Karang Tengah dalam hal khitbah

dan walīmah, meskipun praktek dilapangan masih ada beberapa yang

mengadakan hiburan dalam walimah berupa dangdutan yang penyanyinya tidak

menutup aurat, dalam acara hiburan itupun ada yang bermain judi disekitarnya

bahkan ada yang mabuk, tetapi hal ini sudah jarang sekali terjadi. Sebab jika

dalam walīmah terdapat perbuatan yang melanggar, akan mendapatkan teguran

keras, baik dari aparatur pemerintah atau tokoh masyarakat setempat. 7

C. Analisa Tentang Relevansi Hadis Khitbah dan Walīmah Pada

Masyarakat Betawi Karang Tengah

pernikahan adat Betawi Karang Tengah tidak mengandung unsur keluar dari

ajaran agama selama dalam proses khitbah dan Walīmah, tidak ada hal-hal yang

bertentangan dengan hadis Rasūlullāh SAW. Beliau mengatakan bahwa

masyarakat Betawi identik dengan Islam, maka segala rangkaian khitbah dan

walimah Betawi Karang Tengah bersumber pada ajaran Islam. Dengan demikian,

tradisi Betawi tidak keluar dari unsur-unsur Islam termasuk dalam hal khitbah dan

walīmah yang dilakukan oleh masyarakat Betawi Karang Tengah Kota

Tangerang. 8

Dalam pelaksanaan khitbah dan walīmah pada masyarakat Betawi tidak

semuanya sesuai dengan hadis-hadis Nabi. Akan tetapi dalam rangkaian tradisi

khitbah dan walimah yang dilakukan oleh masyarakat Betawi Karang Tengah

tidak bertentangan dengan ajaran Islam . Hal ini sesuai dengan apa yang telah

7M.Rizal, Tokoh Masyarakat Karang Tengah, Wawancara Pribadi, Tangerang, 17

September 2017 8H. Bakri, Lurah Karang Tengah, Wawancara Pribadi, Tangerang, 10 September 2017

64

dikemukakan oleh tokoh masyarakat Betawi Karang Tengah bahwa pernikahan

adat Betawi Karang Tengah tidak keluar dari ajaran Islam dan selama dalam

proses khitbah dan walīmah, tidak ada hal-hal yang bertentangan dengan ajaran

Islam. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tradisi khitbah dan walīmah

pada masyarakat Betawi Karang Tengah Kota Tangerang benar-benar relevan atau

sesuai dengan hadis-hadis Rasūlullāh SAW. baik dalam proses khitbah ataupun

walīmah, dalam proses khitbah dan sesuai dengan hadis-hadis Nabi adalah

sebagai berikut ;

1. Acara lamaranan dan melihat gadis yang di lamar

pada acara lamaran atau khitbah ini keluarga laki-laki datang ke

rumah keluarga gadis dengan mengajak saudara dan para tetangga, yang pada

inti kedatangannya adalah untuk melamar gadis yang dimaksud oleh jejaka.

Sebagaimana sabda Nabi ;

ث نا عاصم عن بكر بن عبد الل عن المغرية بن شعبة قال خطبت ث نا أبو معاوية حد حدها فإنه امرأة ف قال ل رسول ها ق لت ل قال فانظر إلي عليه وسلم أنظرت إلي الل صلى الل

نكما 9ل()رواه امحد ابن حنبأحرى أن ي ؤدم ب ي “Telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah Telah menceritakan

kepada kami Ashim dari Bakr bin Abdullah dari Al Mughirah bin Syu'bah

ia berkata, "Saya meminang seorang wanita, Rasulullah shallallahu

'alaihi wasallam lalu bertanya kepadaku: "Apakah kamu telah

melihatnya?" Saya menjawab: "Belum." Beliau bersabda: "Lihatlah ia

karena itu akan lebih memantapkan kalian berdua." (HR.Ahmad bin

Hanbal)

2. Larangan meminang wanita yang sudah dipinang oleh orang lain atau dalam

keadaan iddah

Masyarakat Betawi Karang Tengah memahami benar bahwa wanita

yang sudah dalam lamar orang, tidak boleh dilamar lagi. Dalam hal ini, orang

\

65

Betawi pantang melamar wanita yang sudah dilamar oleh orang lain. Dan

tidak dibolehkannya melamar wanita secara terang-terangan yang sedang

masa iddah. Sebagamana Allah berfirman ;

“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran

atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu.

Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada

itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara

rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) Perkataan yang

ma‘ruf. dan janganlah kamu ber-‘azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah,

sebelum habis ‘iddah-nya. dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui

apa yang ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah

bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun”(QS. al-Baqarah :

235).

Dan Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhāri sebagai

berikut :

ث أن ابن عمر رضي ا عت نفعا يد ث نا ابن جريج قال س ث نا مك ي بن إب راهيم حد حد للهما كان ي قول ن هى النب صلى الل عليه وسلم أن يبيع ب عضكم على ب يع ب عض ول يطب عن

له أو يذن له الاطب رك الاطب ق ب 10)رواه البخاري(الرجل على خطبة أخيه حت ي ت

“Telah menceritakan kepada kami Makki bin Ibrahim Telah menceritakan

kepada kami Ibnu Juraij ia berkata, Aku mendengar Nafi' menceritakan

bahwa Ibnu Umar radliallahu 'anhuma berkata, "Nabi shallallāhu 'alaihi

wasallam telah melarang sebagian kalian untuk berjual beli atas jual beli

saudaranya. Dan janganlah seseorang meminang atas pinangan yang lain

10

Imam al-Bukhari , Shahih al-Bukhari, Beirut : Dār al-Hadis , 2004 , Jilid II, h. 252

66

hingga ia meninggalkannya atau pun menerimanya, atau pun ia telah diberi

izin oleh sang peminang pertama" (HR. Bukhari).

3. Larangan ber khalwat

Menurut adat Betawi Karang Tengah, kebebasan bergaul antara

pria dengan wanita yang sudah dilamar adalah salah besar.11

Dengan

demikian, masyarakat Betawi Karang Tengah sangat fanatik dengan

pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan terutama bagi perempuan

yang sudah dilamar. Perbuatan seperti ini jelas dilarang oleh Islam

sebagaimana sabda Rasūlullāh SAW sebagai berikut:

يلون رجل بمرأة : ل عن ابن عباس رضي هللا عنه عن النب صلى هللا عليه وسلم قال 12ل مع ذى مرم )رواه البخارى(.ا

“Dari Ibnu Abbas ra, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda: Tidak

boleh seorang laki-laki bersamaan dengan seorang perempuan kecuali

bersama mahramnya” (HR. Bukhari).

Berdasarkan hadis di atas, maka dapat dipahami bahwa seorang laki-laki

dilarang bersenang-senang dengan perempuan kecuali perempuan yang menjadi

isterinya atau mahramnya.13

4. Menuntut mahar yang tinggi

Dalam hal mahar, masyarakat Betawi Karang Tengah tidak pernah

mematok mahar yang harus diberikan. Oleh sebab itu, masyarakat Betawi

Karang Tengah tidak pernah mempersoalkan tentang tuntutan terhadap mahar

yang tinggi. Hal ini sangat bergantung pada kemampuan pihak laki-laki dan

11

M.Rizal, Tokoh Masyarakat Karang Tengah, Wawancara Pribadi, Tangerang, 17

September 2017 12

Imam al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz III, h. 251 13

Muhammad Thalib, 15 Tuntunan Meminang Islami, (Bandung: Bait al-Salam, 1999), Cet.

ke-1, h. 47

67

berdasarkan kesepakatan kedua keluarga. Sebagaimana dijelaskan dalam

sebuah hadis ;

ر الصداق عليه عن عقبة بن عامر رضي هللا عنه قال، قال رسول هللا صلى هللا وسلم : خي 14ايسره )رواه ابوداود(.

“Dari Uqbah bin Amir ra, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Sebaik-

baiknya maskawin itu adalah yang termudah atau yang paling gampang”

(HR. Abu Dawud).

Berdasarkan hadis ini, maka rumah tangga dalam Islam mengajarkan

bahwa suami isteri harus saling memahami kekurangan dan kelebihan masing-

masing serta harus memahami pula hak dan kewajibannya serta mengerti akan

tugas dan fungsinya masing-masing yang kemudian dilaksanakan dengan

penuh tanggung jawab sehingga tidak terjadi hal-hal yang menodai perkawinan

serta dapat mengantisipasi hal-hal yang buruk yang mungkin disebabkan oleh

penyimpangan walīmah yang dilaksanakan pada saat diselenggarakannya

pernikahan.15

Adapun dalam proses walimah dan sesuai dengan hadis-hadis Nabi adalah

sebagai berikut ;

1. Menyelenggarakan walimah sesuai dengan kemampuan

dalam hal walimah hendaknya diselenggarakan semampunya saja,

tidak harus mewah yang terpenting mengandung syiar bahwa kedua

pasangan sudah menikah.16

Sebagaimana sabda Nabi ;

عليه وسلم 17()رواه البخارى أول ولو بشاة عن عبد الرمحن بن عوف ف قال النب صلى الل

14

Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulug al-Marram, h. 529 15

Muhammad Thalib, 15 Tuntunan Meminang Islami, (Bandung: Bait al-Salam, 1999),

Cet. ke-1, h. 48 16

M.Rizal, Tokoh Masyarakat Karang Tengah, Wawancara Pribadi, Tangerang, 17

September 2017 17

Imam al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Beirut : Dār al-Hadis , 2004 , Jilid III h. 372.

68

Dari Abdurrahman bin ‘Auf berkata, Rasulullah SAW bersabda:

Rayakanlah walimah walaupun dengan memotong seekor kambing (HR.

Bukhari)

2. Tidak Boleh Hanya mengundang orang-orang kaya saja

Semua masyarakat yang dikenali oleh kedua keluarga mempelai,

akan diundang untuk hadir dalam acara walimah, dan tidak memandang

status sosial apapun. Dengan demikian, tradisi ini sesuai dengan ajaran

Islam. Sesuai dengan sabda Nabi ;

وسلم : شر طعام الوليمة يدعى ول هللا صلى هللا عليه قال، قال رس عنإبن عباس رضي هللا عنه رك الفقراء لا األغنيا 18مسلم(. )روا ء وي ت

“Dari Ibnu Abbas ra berkata, Rasulullah SAW bersabda: Seburuk-buruknya

makanan adalah makanan pada sebuah Walīmah yang di dalamnya hanya

berisikan orang-orang kaya dan terlarang bagi orang-orang miskin” (HR.

Muslim).

3. Standing party

Standing party merupakan penyajian makanan sambil berdiri dan tidak

menyediakan tempat duduk untuk makan. Pada masyarakat Betawi Karang

Tengah, tradisi ini tidak ada dan semua tamu undangan dipersiapkan meja dan

kursi untuk menyantap hidangan. Sebagaimana dijelaskan oleh Rasūlullāh

SAW ;

ث نا مسعر عن عبد الملك بن ميسرة ث نا أبو ن عيم حد عنه حد عن الن زال قال أتى علي رضي الليت على بب الرحبة فشرب قائما ف قال إن نسا يكره أحدهم أن يشرب وهو قائم وإن رأ

عليه وسلم ف عل كما رأي ت 19)رواه البخارى(.مون ف علت النب صلى الل Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim telah menceritakan kepada

kami Mis'ar dari Abdul Malik bin Maisarah dari An Nazal dia berkata; Ali

radliallahu 'anhu pernah datang dan berdiri di depan pintu rahbah, lalu dia

minum sambil berdiri setelah itu dia berkata; "Sesungguhnya orang-orang

18

Abdul Mu’azim al-Mundziriy, Mukhtasar Shaḥīh Muslim, h. 76 19

Imam al-Bukhari , Shahih al-Bukhari, Beirut : Dār al-Hadis , 2004 , Juz IV, h. 20

69

merasa benci bila salah seorang dari kalian minum sambil berdiri, padahal

aku pernah melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melakukannya

sebagaimana kalian melihatku saat ini. (HR. Imam Bukhori).

4. Hiburan saat walimah

Masyarakat Betawi Karang Tengah mengadakan hiburan dengan

memutar alunan musik dari kaset sebagai hiburan untuk tamu undangan tetapi

ada juga sebagian masyarakat Betawi Karang Tengah mengadakan hiburan

dengan mendatangkan gambus, qasidah dan ada sebagian yang mendatangkan

hiburan berupa dangdut. Sebagaimana Sabda Nabi ;

ث نا عيسى بن يونس عن خالد ب ث نا نصر بن علي الهضمي والليل بن عمرو قال حد ن إلياس حد عليه وسلم قال أعلنوا هذا عن ربيعة بن أب عبد الرمحن عن ال قاسم عن عائشة عن النب صلى الل

20)ابن ماجه(الن كاح واضربوا عليه بلغربل “Telah menceritakan kepada kami Nashr bin Ali Al Jahdlami dan Al Khalil

bin Amru keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Isa bin Yunus

dari Khalid bin Ilyas dari Rabi'ah bin Abu 'Abdurrahman dari Al Qasim dari

'Aisyah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:

"Umumkanlah pernikahan ini, dan tabuhlah rebana.")HR.Ibnu Majah)

5. Makanan dan minuman yang menggunakan tempat dari emas dan perak

Semua makanan dan minuman tidak pernah menggunakan tempat yang

terbuat dari emas dan perak. Di samping dilarang oleh ajaran Islam, hampir

semua masyarakat Betawi tidak pernah menggunakan tempat yang terbuat

dari emas dan perak. Jadi, tradisi walīmah pernikahan ini sesuai dengan

ajaran Islam. Hal ini sesuai dengan hadis Rasūlullāh SAW sebagai berikut:

ثن مالك بن أنس عن نفع عن زيد بن عبد ث نا إساعيل قال حد الل بن عمر عن عبد الل حد عليه وسلم يق عن أم سلمة زوج النب صلى الل أن رسول الل بن عبد الرمحن بن أب بكر الص د

عليه وسلم قال الذي يشرب ف إنء ا يرجر ف بطنه نر جهنم صلى الل 21الفضة إن

20 Al-Imam Ibnu Majah, Sahih Ibnu Majah, Dar Al-Kutub Al-ilmiyah, Lebanon 2008, Hal

305.

70

“Telah menceritakan kepada kami Isma'il dia berkata; telah menceritakan

kepadaku Malik bin Anas dari Nafi' dari Zaid bin Abdullah bin Umar dari

Abdullah bin Abdurrahman bin Abu Bakr As Siddik dari Ummu Salamah

isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi

wasallam bersabda: "Orang yang minum dari bejana yang terbuat dari

perak, hanyasanya ia menuangkan neraka Jahannam ke dalam perutnya". Dan dalam riwayat lain disebutkan ;

ث نا يي بن يي قال ق رأت على مالك عن نفع عن زيد بن عبد الل عن عبد الل حديق عن أم سلمة زوج النب صلى الل عليه وسلم أن بن عبد الرمحن بن أب بكر الص د

ا يرجر ف بطن ه نر رسول الل صلى الل عليه وسلم قال الذي يشرب ف آنية الفضة إنثنيه ع بة وممد بن رمح عن الليث بن سعد ح و حد ث ناه ق ت ي لي بن حجر جهنم و حد

ث نا ممد ث نا ابن نري حد ث نا إسعيل ي عن ابن علية عن أيوب ح و حد بن السعدي حدث نا أبو بكر ث نا يي بن سعيد ح و حد ث نا ممد بن المث ن حد بن أب بشر ح و حد

ث نا ممد بن ث نا علي بن مسهر عن عب يد الل ح و حد بة والوليد بن شجاع قال حد شي ث نا ش ث نا موسى بن عقبة ح و حد ث نا الفضيل بن سليمان حد بان أب بكر المقدمي حد ي

ث نا جرير ي عن ابن حازم عن عبد الرمحن السراج كل هؤلء عن نفع بث ل بن ف روخ حدأن حديث مالك بن أنس بسناده عن نفع وزاد ف حديث علي بن مسهر عن عب يد الل

هم ذكر األكل الذي يكل أو يشرب ف آنية الفضة والذهب وليس ف حديث أحد من 22مسلم( )رواوالذهب إل ف حديث ابن مسهر

“Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya ia berkata; Aku membaca

Hadits dari Malik dari Nafi' dari Zaid bin 'Abdullah dari 'Abdullah bin

'Abdurrahman bin Abu Bakr Ash Shidiqi dari Ummu Salamah istri Nabi

shallallahu 'alaihi wasallam bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam

bersabda: "Orang yang minum dengan bejana yang terbuat dari perak,

sebenarnya dia sedang menggodok api neraka di dalam perutnya." Telah

menceritakannya kepada kami Qutaibah dan Muhammad bin Rumh dari Al

Laits bin Sa'd; Demikian juga telah diriwayatkan dari jalur yang lain, Telah

menceritakannya kepadaku 'Ali bin Hujr As Sa'idi; Telah menceritakan kepada

kami Isma'il yaitu Ibnu 'Ulayah dari Ayyub; Demikian juga telah diriwayatkan

21

Imam al-Bukhari , Shahih al-Bukhari, Beirut : Dār al-Hadis , 2004 , Juz IV, h. 23 22

Abu al-Husain Muslim ibni Muslim al-Qusyaīri al-Naisaburi, Sahih Muslim,(Riyad: Dār

al-Salam, 1998), h.3846

71

dari jalur yang lain, Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair; Telah

menceritakan kepada kami Muhammad bin Bisyr; Demikian juga telah

diriwayatkan dari jalur yang lain; Telah menceritakan kepada kami

Muhammad bin Al Mutsanna; Telah menceritakan kepada kami Yahya bin

Sa'id; Demikian juga telah diriwayatkan dari jalur yang lain, Telah

menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Al Walid bin Syuja'

keduanya berkata; Telah menceritakan kepada kami 'Ali bin Mushir dari

'Ubaidillah; Demikian juga telah diriwayatkan dari jalur yang lain; Telah

menceritakan kepada kami Muhammad bin Abu Bakr Al Muqaddami; Telah

menceritakan kepada kami Al Fudhail bin Sulaiman; Telah menceritakan

kepada kami Musa bin 'Uqbah; Demikian juga telah diriwayatkan dari jalur

yang lain; Telah menceritakan kepada kami Syaiban bin Farrukh; Telah

menceritakan kepada kami Jarir yaitu Ibnu Hazim dari 'Abdurrahman As

Sarraj mereka semuanya meriwayatkan dari Nafi, sebagaimana Hadits Malik

bin Anas dengan sanadnya. Di dalam Hadits Ali bin Mushir dari Ubaidullah

ada tambahan lafazh; 'Bahwa orang yang makan atau minum dengan bejana

yang terbuat dari perak dan emas…'. Padahal dalam semua Hadits yang lain

tidak ada tambahan 'makan dan emas', kecuali Hadits dari Ibnu Mushir saja.”

Berdasarkan hasil analisis di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan

bahwa selama tradisi ini tidak mengandung unsur-unsur maksiat dan berbangga-

bangga dalam memamerkan harta benda, maka hal tersebut dibolehkan dengan

catatan bahwa tradisi Khitbah dan Walīmah pada masyarakat Betawi Karang

Tengah tidak melanggar ketentuan-ketentuan agama.

72

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa rangkaian-rangkaian

tradisi yang terdapat dalam khitbah dan walimah masyarakat Betawi Karang

Tengah, adalah tradisi yang diwariskan secara turun temurun. sehingga tidak

semua tata cara khitbah dan walimah mempunyai kesesuaian dengan hadis-hadis

yang berkaitan dengan khitbah dan walimah.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang tertuang dalam skripsi ini, penulis

mengemukakan saran-saran untuk masyarakat Betawi Karang Tengah sebagai

berikut:

1. Dalam tradisi khitbah masih banyak masyarakat yang belum memahami

tentang tata cara khitbah menurut Islam. Untuk itu, para ulama dan para

cendekiawan serta para guru hendaknya memberikan penjelasan tentang tata

cara khitbah menurut Islam sehingga khitbah yang dilakukan masyarakat

sesuai dengan tuntunan hadis Rasūlullāh SAW.

2. Dalam walīmah pernikahan hendaknya dilakukan sesuai dengan kemampuan

masing-masing individu, tidak dengan cara memaksakan kehendak yang dapat

menimbulkan mudharat.

73

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Slamet, et.al. Fiqih Munakahat I. Bandung: Pustaka Setia. 1999

Abu bakar, Muhammad. Terjemahan Subulus as-Salam, Jilid III. Surabaya. al-

Ikhlas. 1995.

Abu Zahrah, Muhammad. al-Akhwal al-Syakhsyīyyāh, Cet. Ke-3 Kairo: Dāar al-

Fikr. 1957.

Ahmadi, Abu. Terjemah Ringkas Fiqih Islam Lengkap. Jakarta: Rineka Cipta.

1988.

Al- Bukhari, Imam,Shahih al-Bukhari. Jilid I. Beirut: Daar al-Ulum al-Ilmiyyah,

t.th.

Al- Hadad, Thahir. Wanita Dalam Syari’at dan Masyarakat, Cet. Ke-4 Jakarta:

Pustaka Firdaus, 1993.

Al- Husaini, Taqiyuddin Abu Bakar. Kifayah al-Akhyar. Beirut: Daar al-Kutub.

1995.

Al- Istanbuli, Mahmud Mahdi. Kado Perkawinan, CET. Ke-4. Terj. Ibnu Ibrahim.

Jakarta : Pustaka Azzam. 2000.

Al- jamal, Muhammad. Ibrahim,Fiqih Muslimat, Terj., Zaid Husein al-Hamid.

Jakarta. Pustaka Amani. 1995.

Al- Jaziri, Abdurrahman. Fiqh Empat Mazhab, Jilid V. Terj., Abu Hurairah,

Bandung : Darul Ulum Press.

Al- Mundziriy, Abdul Mu’azim. Mukhtasar Shahih Muslim, Cet. Ke-1. Solo :

Darussalam. 1996.

Al- Naisaburi, Abu al-Husain Muslim ibni Muslim al-Qusyairi, Sahih

Muslim,Riyadh : Daar al-Salam, 1998

74

Al- Razi, Fakhur ad-Din. Mafatihul Ghaib, Juz VI. Beirut : Dar al-Fikr, 1401.

Al- Sabagh, Mahmud, Tuntunan Keluarga Bahagia Menurut Islam, Terj.

Bahrudin Fanani. Bandung : Remaja Rosdakarya. 1991.

Al- Syaibani, Ahmad Ibn Hambal Abu Abdullah, Musnad Imam Ahmad Ibn

Hambal. Muasasah Qurthabah, Juz IV. Kairo

Al- Aynī, Badr al-din Abī Muḥammad Maḥmūd bin Aḥmad. ‘Umdah al-Qārī

Sharḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Beirut : Dār al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2001.

Al- Ilmy, Abu Yasir al-Hasan. Fiqh al-Sunnah al-Nabawiyah: Dirayah wa

Tanzilan, Disertasi: t.tp, t.th.

Amal, Taufiq Adnan. Islam dan Tantangan Modernitas. Bandung: Mizan, 1990

Andi, Azhari. Dkk, “Reinterpretasi Sunnah : Studi Pemikiran Muhammad Shahrūr

terhadap Sunnah”, Jurnal Living Hadis, Vol. 1, No. 1, (Mei 2016)

Anwar, Saifuddin. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.

Arkoun, Mohammed. Nalar Islami dan Nalar Modern: Berbagai Tantangan dan

Jalan Baru, Jakarta: INIS, 1994.

Anwar, Saefuddin. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 1996.

Al-Iraqy, as-syayid. Butsainan Rahasia Pernikahan yang Bahagia. Jakarta :

Pustaka Azzam. 2002.

Dahlan, Abdul Aziz. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta : Ikhtiar Baru Van Hoeve,

1996.

Dawson, Catherin. Metode Penelitian Praktis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010

Hakim, Rahmat, Hukum Perkawinan Islam. Bandung : Pustaka Setia. 2000.

Hartono, Aziz Amicon. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi Aksara. 1990.

http://arifardiyansyah.wordpress.com/2007/08/18adab-adab-etika

75

Hussein, Muhammad. Tuntunan Upacara Perkawinan Islami,Cet. Ke-1 Bandung:

Irsyad Baital-Salam, 1999.

Ibn Hajar, Al- asqalānȋ, Bulughul Maram. Semarang : Toha Putra. t.th.

Ibn Hambal, Abu Abdullah Asy-Syaibany, Musnad Imam Ahmad Ibn Hambal,

Kairo: Muasasah Qurthabah,Juz IV

Idhamiy, Dahlan, Azas-Azas Fiqh Munakahat, Surabaya : al-Ikhlas, 1984

Isa, Abdul Ghalib. Bisikan Malam Pengantin, terj., Muhammad Surri Sudahri,

Cet. Ket-4 Jakarta: Gema Insani Press, 2000.

Ismail, Thorik. Mata Kuliah Menjelang Pernikahan, terj. Zainuddin, Cet Ke-3

Surabaya: Pustaka Progressif, 2004.

Mahdi, Mahmud. Kado Perkawinan, Terj. Ibnu Ibrahim, Cet. Ke-4. Jakarta:

Pustaka Azzam. 2000.

Manzur Jamaluddin Muhammad bin Mukarram, Ibnu,Lisan al-‘Arab Beirut: al-

Daarr al-Syifa, 630-711 H. Juz. IMarzuki, Metodologi Riset, Yogyakarta:

BPFE. 1998.

Mastuhu, et.al. Manajemen Penelitian Agama; Perspektif Teoritis dan Praktis,

Jakarta: INIS, 2000

Mubarok, Ahmad. Psikologi Keluarga: Dari Keluarga Sakinah Hingga Keluarga

Bangsa. Jakarta: Gema Insani Press. 1997.

Muchtar, Kamal r. Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Cet. Ke-3.

Jakarta. Bulan Bintang. 1993.

Mukhtar, Kamal. Azas-Azas Perkawinan Hukum Islam, Cet. Ke-1. Jakarta. Bulan

Bintang, 1973.

Muslim, Imam, Shahih Muslim. Beirut: Daar al-Fikr, t.tth.

76

Musthofa al-Maraghi, Ahmad,Tafsir al-Maraghi, Terj. Bahrun Abu Bakar.

Semarang. Toha Putra. 1993.

Nashir, al-Athar, Abd. Saat Anda Meminang. Jakarta . Pustaka Azzam. 2001.

Shihab, Qurais. M.,Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai

Persoalan Umat. Bandung. Mizan. 2000.

Raco, JR. Metode Penelitian Kualitatif; Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya.

Jakarta. Grasindo, t.th.

Rasyid Ridha, Ni’mah, Tabarruj. Terj., Abdul Rasyid Shiddiq, Cet Ke-16.

Jakarta. Pustaka al-Kautsar. 2002.

Rasyid Ridho, Muhammad. Tafsir al-Manar, Juz II. Mesir: Matba’at al-Manar.

1350 H.

Rusyd, Ibn, Bidayatul Mujtahid. terj. Imam Ghazali Said dan Achmad Zaidun,

Jilid II. Jakarta. Pustaka Insani. 2007.

Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, Juz III. Jakarta. Cakrawala Publishing. 2008.

Santana, Septian. Menulis Ilmiah: Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta. Yayasan

Obor Indonesia. 2007.

Soebakti, Poeparto. Azas-Azas dan Susunan Hukum Adat. Jakarta. Pradya

Paramita. 1983.

Suprayogo, Imam. et.al., Metodologi Penelitian Sosial Agama, Bandung. Remaja

Rosdakarya. 2003

Syaodih Sukmadinata, Nana. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung. Remaja

Rosdakarya. 2007.

77

Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; Antara Fiqh

Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta. Prenada Media.

2006.

Syarifuddin, Amir. Rujuk Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta. Kencana. 2006.

Tatang, M. Arifin. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

1995.

Taufik, Nashir, al-Athar, Abdul. Saat Anda Meminang, Jakarta. Pustaka Azam.

2001.

Thalib, Muhammad. 15 Tuntunan Meminang Islami, Cet. Ke-1. Bandung: Bait al-

Salam. 1999.

UIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta, Djambatan. 1992.

Ulwan, Nashih, Muhammad. Tata Cara Meminang Dalam Islam, terj., Ahmad al-

Wakidy, Cet. Ke-4. Solo. Pustaka Mantiq. 1995.

Ulwan, Nasih, M. Tata Cara meminang Dalam Islam, Terj., Ahmad al-Wakidy,

Cet Ke -4. Solo. Pustaka Manthiq. 1995.

Warson Munawwir, Ahmad. Kamus al-Munawwir, Surabaya. Pustaka Progressif.

2002.

Wignyodipuro, Suryo. Pengertian dan Azas-Azas Hukum Adat, Jakarta. Gunung

Agung. 1983.

Zainal, Abidin, Suhailah. Menuai Kasih di Tengah Keluarga, Cet. Ke -1 terj.

Ayub Mursalin, Jakarta. Mustaqim. 2002.

Zuhaili, Wahbah. Fiqh al-islam Wa Adillatuhu, juz IX. Damaskus : Daar al-Fikr,

t.th.

78

Lampiran 1. Hasil Wawancara Tentang Walȋmah dan Khitbah Pada Lurah

Karang Tengah

Narasumber : H. Bakri

Jabatan : Lurah Karang Tengah

Hari/Tanggal : Senin, 10 September 2017

Tempat : Kelurahan Karang Tengah

Pondok Pucung Karang Tengah, Kota Tangerang

Pertanyaan dan jawaban

Tanya : Mohon bapak jelaskan tentang letak geografis wilayah Karang

Tengah ?

Jawab : Secara geografis, wilayah Karang Tengah merupakan gerbang

masuk kota Tangerang karena berbatasan langsung dengan kota

administrative Jakarta Barat. Batas wilayah kota Tangerang terdiri

atas sebelah Utara berbatasan langsung dengan Kecamatan

Cipondoh, sebelah Selatan berbatasan langsung dengan Kecamatan

Ciledug, sebelah Barat berbatasan langsung dengan Kecamatan

Pinang dan sebelah Timur berbatasan langsung dengan Kecamatan

Kembangan.

Tanya : Bagaimana kondisi demografis wilayah Karang Tengah ?

Jawab : Wilayah Karang Tengah merupakan wilayah yang sangat strategis

yang memiliki peran penting baik dalam hal ekonomi, pendidikan,

politik, sosial budaya maupun bidang lainnya. Secara geografis,

79

wilayah Karang Tengah berada pada posisi 25 km di atas permukaan

laut. Jumlah penduduk Karang Tengah pada tahun 2017 adalah

13.910 jiwa.

Tanya : Bagaimana kondisi agama dan pendidikan masyarakat Karang

Tengah ?

Jawab : Kehidupan beragama masyarakat Karang Tengah sudah banyak

terakulturasi dengan kehidupan modern. Kondisi keagamaan

masyarakat Karang Tengah mayoritas beragama Islam. Hal ini

terbukti dari penganut agama Islam sebanyak 9.259 dan sisanya

beragama lain.

Tanya : Bagaimana kondisi pendidikan masyarakat Karang Tengah ?

Jawab : Perkembangan pendidikan pada masyarakat Karang Tengah

mengalami kemajuan yang sangat signifikan. Masyarakat Karang

Tengah yang kebanyakan etnis Betawi mulai menyadari akan

pentingnya pendidikan. Kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi

masyarakat Karang Tengah semakin baik di samping ketersediaan

sarana dan prasarana pendidikan.

Tanya : Bagaimana kebudayaan dan adat istiadat masyarakat Karang

Tengah ?

Jawab : Penduduk asli masyarakat Karang Tengah adalah etnis Betawi dan

kebudayaan yang tumbuh di wilayah Karang Tengah adalah tetap

kebudayaan Indonesia dan tradisional seperti film, lenong, orkes

melayu, gambang kromong, qasidah, dan lain sebagainya.

Masyarakat Karang Tengah menjunjung tinggi adat istiadat yang

80

berlaku di wilayah Karang Tengah. Banyak adat istiadat yang

dimiliki oleh masyarakat Karang Tengah yang salah satu di

antaranya adalah tradisi pernikahan adat Betawi.

Tanya : Bagaimana kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Karang Tengah ?

Jawab : Kehidupan sosial masyarakat Karang Tengah cukup dinamis.

Sebagai daerah yang menjunjung tinggi kekerabatan penduduknya

terlihat harmonis. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aktivitas

masyarakat seperti gotong royong, kerja bakti dan kegiatan-kegiatan

yang dapat memberdayakan masyarakat dalam meningkatkan

kesejahteraan. Mayoritas wilayah Karang Tengah dihuni oleh

penduduk asli yang merupakan etnis Betawi. Letaknya yang hanya

berjarak 1 km dari ibu kota Negara dan juga sebagai penyangga

daerah ibu kota, perekonomian masyarakat Karang Tengan tergolong

maju. Hal ini ditandai dengan menjamurnya berbagai mini market,

rumah sakit, pabrik-pabrik yang berskala kecil dan besar serta

adanya fasilitas umum lainnya sangat mudah dijumpai di wilayah

Karang Tengah.

Tanya : Bagaimana sistem kepemimpinan masyarakat Karang Tengah ?

Jawab : Tipe kepemimpinan yang dipergunakan oleh lurah Karang Tengah

adalah model kepemimpinan demokratis yaitu segala persoalan yang

menyangkut program pemerintahan dalam membina masyarakat

selalu dimusyawarahkan dengan masyarakat. Dalam hal ini, lurah

81

melibatkan tokoh masyarakat, guru dan aparat daerah yang paling

bawah seperti RW dan RT.1

Tanya : Menurut bapak, apakah masyarakat Karang Tengah terutama

generasi muda masih peduli dengan adat kebiasaan pada masyarakat

Betawi Karang Tengah ?

Jawab : Menurut saya, generasi muda di sini sangat menghormati adat

istiadat selama adat kebiasaan itu tidak bertentangan dengan agama,

karena agama merupakan pedoman hidup bagi masyarakat Karang

Tengah.

Tanya : Bagaimana saran bapak terhadap masyarakat Karang Tengah terkait

dengan masalah adat istiadat ?

Jawab : Saya hanya berharap, mudah-mudahan para generasi muda

masyarakat Betawi Karang Tengah senantiasa menjunjung tinggi

adat istiadat yang ada di wilayah Karang Tengah. karena mereka

adalah penerus untuk tetap melestarikan budaya Betawi terutama

pelestarian terhadap budaya Betawi yang erat kaitannya dengan

masalah pernikahan.

Tanya : bagaimana pandangan bapa terhadap proses khitbah dan

walȋmahdimasyarakat Karang Tengah ?

Jawab : pernikahan adat Betawi Karang Tengah tidak mengandung unsur

keluar dari ajaran agama selama dalam proses khitbah dan

walȋmah, tidak ada hal-hal yang bertentangan dengan hadis

Rasūlullāh SAW. Beliau mengatakan bahwa masyarakat Betawi

1Bakri, Lurah Karang Tengah, Wawancara Pribadi, Tangerang, 10 September 2017

83

Lampiran 2. Hasil Wawancara Tentang Khitbah dan Walȋmah Pada Tokoh

Masyarakat Karang Tengan

Narasumber : Drs. H. Jamasir

Jabatan : Tokoh Masyarakat Karang Tengah

Hari/Tanggal : Senin, 17 September 2017

Tempat : Rumah Kediaman H. Jamasir

Gang Lembang Karang Tengah Kecamatan Ciledug

Kota Tangerang

Pertanyaan dan jawaban

Tanya : Bagaimana tata cara khitbah pada masyarakat Betawi Karang

Tengah ?

Jawab : Kunjungan pertama keluarga laki-laki datang mengunjungi rumah

keluarga perempuan untuk menanyakan dan memastikan apakah

benar ada hubungan antara jejaka dan gadis (kedua anak mereka).

Jika keluarga gadis menyatakan benar ada hubungan antara jejaka

dan gadis mereka dan keluarga gadis merestui hubungan mereka,

maka keluarga laki-laki merencanakan untuk datang pada tahap

kedua dalam rangka untuk melamar. Namun pada beberapa bagian

daerah Karang tengah pula terdapat proses perkenalan kunjungan

keluarga dengan perantara pembawa atau yang lebih akrab disebut

Mak Comblang, yang bertugas mencarikan atau mengenalkan anak

laki-laki lajang dan perempuan lajang yang diketahui keluarga dan

84

seluk beluk nasab antar keduanya. Namun hal ini sudah tidak

ditemukan lagi.2

Tanya : Bagaimana tata cara walȋmah pada masyarakat Betawi Karang

Tengah ?

Jawab : Upacara pernikahan diawali dengan arak-arakan calon pengantin pria

menuju ke rumah calon isterinya. Dalam rangka arak-arakan, selain

iringan rebana dan marawis, juga diikuti oleh barisan sejumlah

kerabat yang membawa sejumlah seserahan mulai dari roti buaya

yang melambangkan kesetiaan abadi, ,uang, kue khas Betawi dan

pakaian. Dan membawa orang-orang yang dapat menunjukkan ilmu

bela diri atau palang pintu. Setelah memenangi pertarungan,

pengantin wanita pun biasanya meminta pihak laki-laki untuk

memamerkan kebolehannya dalam membaca al-Qur’an3. Setelah itu

barulah pihak laki-laki diperkenankan masuk dan serangkaian acara

di mulai, seperti : pembacaan Al-Qur’an, serah terima dari kedua

mempelai, Nasehat pernikahan hingga akad Nikah, dan diakhiri

dengan do’a. kemudian dilanjutkan dengan acara walȋmahan (Pesta

Pernikahan).

Tanya : Dalam pernikahan adat Betawi, ada istilah yang disebut palang pintu,

bagaimana pendapat bapak tentang hal ini ?

Jawab : Tradisi adat Betawi dengan adanya palang pintu ini merupakan

perlengkapan saat pengantin pria yang disebut tuan raje mude

2 Jamasir, Tokoh Masyarakat Karang Tengah, Wawancara Pribadi, Tangerang, 17

September 2017 3Jamasir, Tokoh Masyarakat Karang Tengah, Wawancara Pribadi,

Tangerang, 17 September 2017

85

hendak memasuki rumah pengantin wanita yang disebut tuan putri.

Saat hendak masuk ke kediaman pengantin putri itulah, pihak

pengantin wanita akan menghadang. Lalu Terjadi dialog yang sopan

antara rombongan pengantin pria dan pengantin wanita. Sampai

akhirnya situasi memanas lantaran pengantin wanita ingin menguji

kesaktian dan juga kepandaian pihak pengantin laki-laki dalam

berilmu silat dan mengaji

Tanya : Apakah banyak pelanggaran yang dilakukan selama dalam proses

khitbah ?

Jawab : bahwa prosesi dari mulai Khitbah sampai dengan walȋmah dalam

adat Betawi Karang Tengah tidak melanggar ajaran-ajaran

Islam, sebab masyarakat Betawi Karang Tengah sangat agamis dan

berpegang teguh pada ajaran Islam. Jika ada yang melanggar,

tentunya akan mendapat cekalan dari penduduk setempat.

Misalnya dalam prosesi khitbah, tidak boleh melamar wanita yang

sudah dilamar, tidak boleh wanita yang masih ‘iddah dilamar dengan

terang-terangan, jarak antara khitbah menuju walȋmah tidak terlalu

lama agar tidak ber –khalwat dan terjadi kemungkaran yang

dilakukan oleh kedua calon pengantin. Maka suatu kesalahan besar

jika wanita yang sudah di khitbah terdapat kebebasan untuk bergaul.

kemudian dalam hal mahar, keluarga perempuan tidak boleh

mematok mahar yang sangat tinggi, sehingga memberatkan keluarga

pihak laki-laki. Maka dalam hal mahar tergantung kesepakatan

86

kedua keluarga mempelai atau tergantung pada kondisi kemampuan

keluarga laki-laki.

Dalam adat betawi, kedua mempelai yang sudah menikah hendaknya

mengadakan walȋmah, biasanya walȋmah diselenggarakan ditempat

kediaman mempelai wanita. Tetapi ada juga yang mengadakan

walȋmah sebanyak dua kali, setelah menyelenggarakan walȋmah

ditempat kediaman mempelai wanita, bbeberapa hari kemudian

diselenggarakan walȋmah ditempat mempelai laki-laki. Tetapi dalam

hal walȋmah hendaknya diselenggarakan semampunya saja, tidak

harus mewah yang terpenting mengandung syiar bahwa kedua

pasangan sudah menikah. dan dalam walȋmah juga tidak ada yang

melanggar syari’at Islam. Dalam walȋmah tidak boleh mengundang

orang-orang kaya saja, atau hanya mengundang orang-orang yang

terpandang saja, sedangkan orang yang miskin tidak diundang,

kemudian dalam walȋmah, orang yang mempunyai hajatnya harus

menyiapkan hidangan semampunya dan juga tempat duduk untuk

menikmati hidangan, jika ingin mengadakan hiburan, sebaiknya

yang bernafaskan Islami, dan tidak boleh menggelar hiburan yang

mengandung unsur maksiat. Itulah beberapa hal yang harus

diperhatikan oleh orang Betawi Karang Tengah dalam hal khitbah

dan walȋmah, meskipun praktek dilapangan masih ada beberapa

yang mengadakan hiburan dalam walȋmah berupa dangdutan yang

penyanyinya tidak menutup aurat, dalam acara hiburan itupun ada

yang bermain judi disekitarnya bahkan ada yang mabuk, tetapi hal

87

ini sudah jarang sekali terjadi. Sebab jika dalam walȋmah terdapat

perbuatan yang melanggar, akan mendapatkan teguran keras, baik

dari aparatur pemerintah atau tokoh masyarakat setempat.

Tanya : Apakah ada juga pelanggaran dalam proses walȋmah pernikahan ?

Jawab : dalam walȋmah juga tidak ada yang melanggar syari’at Islam. Dalam

walȋmah tidak boleh mengundang orang-orang kaya saja, atau hanya

mengundang orang-orang yang terpandang saja, sedangkan orang

yang miskin tidak diundang, kemudian dalam walȋmah, orang yang

mempunyai hajatnya harus menyiapkan hidangan semampunya dan

juga tempat duduk untuk menikmati hidangan, jika ingin

mengadakan hiburan, sebaiknya yang bernafaskan Islami, dan tidak

boleh menggelar hiburan yang mengandung unsur maksiat. Itulah

beberapa hal yang harus diperhatikan oleh orang Betawi Karang

Tengah dalam hal khitbah dan walȋmah, meskipun praktek

dilapangan masih ada beberapa yang mengadakan hiburan dalam

walȋmah berupa dangdutan yang penyanyinya tidak menutup aurat,

dalam acara hiburan itupun ada yang bermain judi disekitarnya

bahkan ada yang mabuk, tetapi hal ini sudah jarang sekali terjadi.

Sebab jika dalam walȋmah terdapat perbuatan yang melanggar, akan

mendapatkan teguran keras, baik dari aparatur pemerintah atau tokoh

masyarakat setempat.

Tanya : Bagaimana mahalnya biaya pernikahan menurut bapak ?

Jawab : Biaya pernikahan yang dimaksudkan di sini adalah biaya pernikahan

yang dilangsungkan secara berlebih-lebihan, bermegah-megahan dan

88

memaksakan diri dengan cara berhutang kepada orang lain dan

saling membanggakan diri. Hal ini tentu dilarang oleh Islam.

Pernikahan seperti ini menurut saya sah-sah saja, karena sangat

tergantung pada kemampuan shohibul hajat.

Tanya : dimanakah tempat yang biasa digunakan untuk walȋmah ?

Jawab : Kebiasaan yang terjadi di masyarakat betawi adalah mengadakan

walȋmah di rumah mempelai perempuan atau dengan menyewa

gedung sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak dan sesuai

dengan kemampuan keduanya.

Tanya : mengenai waktunya, kapan biasanya walȋmah diselenggarakan?

Jawab : mengenai walȋmah diselenggarakan selesai akad pernikahan, adapula

jika keluarga pihak laki-laki ingin mengadakan walȋmah di rumahnya,

biasanya diselenggarakan beberapah hari atau seminggu setelah

walȋmah ditempat kediaman perempuan.

Tanya : dalam walȋmah, adakah hidangan khusus yang harus di suguhkan?

Jawab : tidak ada hidangan khusus yang harus disuguhkan, dalam masalah

hidangan selama hal tersebut tidak termasuk pemborosan dan

berlebihan maka sah-sah saja Dan dalam walȋmah harus disesuaikan

dengan kemampuan yang menyelenggarakan walȋmah.

Tanya : dalam menyelenggarakan walȋmah siapakah yang mendapatkan

undangan dari sohibul hajat ?

89

Jawab : Dalam mengundang tamu untuk menghadiri walȋmah masyarakat

Betawi Karang Tengah tidak hanya mengundang orang kaya saja

tapi juga orang miskin, kerabat, sahabat.

Tanya : apakah ada hiburan dalam walȋmah yang diselenggarakan?

Jawab : Hiburan walȋmah biasanya diadakan malam hari pada saat resepsi

pernikahan, ada juga sebagian saat resepsi berlangsung. Ada yang

mengundang group Qasidah, Gambus tapi ada juga sedikit yang

mengundang dangdut.

Tanya : Menurut bapak, apakah tradisi khitbah dan walȋmah pada masyarakat

Betawi Karang Tengah ini sudah sesuai dengan ajaran Islam ?

Jawab : Pelaksanaan khitbah dan walȋmah yang dilakukan oleh masyarakat

Betawi Karang Tengah benar-benar telah sesuai dengan ajaran Islam,

karena masyarakat Betawi Karang Tengah identik dengan Islam

sehingga gerak dan gerik, perilaku dan akhlak selalu disandarkan

kepada ajaran Islam apalagi masalah khitbah dan walȋmah.

Tanya : Apa saran bapak untuk masyarakat Betawi Karang Tengah terutama

bagi mereka yang hendak melaksanakan walȋmah pernikahan ?

Jawab : Saya hanya menyarankan agar tetap tidak keluar dari koridor Islam,

karena salah satu tujuan pernikahan adalah beribadah kepada Allah

SWT.

Tanya : Dari keseluruhan pertanyaan, bagaimana kesimpulan bapak tentang

masalah khitbah dan walȋmah ?

Jawab : Secara keseluruhan, saya menyimpulkan bahwa selama adat tidak

mengandung unsur maksiat dan berbangga-bangga dalam

91

Lampiran 3. Hasil Wawancara Khitbah dan Walȋmah Pada Ulama Setempat

(Karang Tengah)

Narasumber : Ustad M. Rizal

Jabatan : Ulama Setempat

Hari/Tanggal : Senin, 17 September 2017

Tempat : Rumah Kediaman Ustad M. Rizal

Pd. Surya Karang Tengah Kecamatan Ciledug Kota

Tangerang.

Pertanyaan dan jawaban

Tanya : Bagaimana menurut pak ustad tradisi khitbah dan walȋmah pada

masyarakat Betawi Karang Tengah ?

Jawab : Proses khitbah sampai dengan walȋmah dalam adat betawi karang

tengah tidak melanggar ajaran - ajaran islam, sebab masyarakat

Betawi Karang Tengah berpegang teguh dalam ajaran islam. Jika ada

yang melanggar tentunya akan mendapat teguran dari penduduk

setempat. Misalnya dari prosesi khitbah menuju walȋmah tidak

terlalu lama jaraknya agar tidak terjadi kemungkaran yang dilakukan

oleh kedua calon pengantin. Kemudian perempuan yang sudah di

khitbah, tidak boleh di khitbah oleh laki-laki lain untuk menghindari

permusuhan

Tanya : Apakah pada proses walȋmah pada masyarakat Betawi Karang

Tengah melanggar syariat islam ?

Jawab : Dalam walȋmah pada Masyarakat Betawi Karang Tengah tidak ada

yang melanggar syariat islam. Tetapi praktek dilapangan masih ada

92

beberapa yang mengadakan hiburan berupa dangdutan yang

penyanyinya tidak menutup aurat, dalam hiburan itupun ada yang

bermain judi bahkan ada yang mabuk, tetapi hal ini sudah jarang

terjadi. Karena jika dalam walȋmah terdapat perbuatan yang

melanggar, maka akan mendapatkan teguran keras, baik dari aparat

pemerintah atau tokoh masyarakat setempat.

Tanya : Bagaimana pak ustad rangkaian dalam prosesi khitbah ?

Jawab : Rangkaian acara dalam proses khitbah yaitu, keluarga laki-laki

datang ke rumah keluarga gadis dengan mengajak saudara dan para

tetangga, yang pada inti kedatangannya adalah untuk melamar gadis

yang dimaksud oleh jejaka. keluarga laki-laki biasanya membawa

beberapa parsel yang berisi buah-buahan, kue, sejumlah uang dan

cincin yang akan diserahkan kepada keluarga perempuan. Adapun

cincin diberikan serta disematkan oleh ibu dari anak laki-laki yang

melamarnya. Cincin yang disematkan kepada anak gadis itu sebagai

tanda bahwa sang gadis sudah dilamar dan calon mantu telah terikat,

dalam adat betawi disebut Tande Putus.

Dalam acara khitbah, ada pembawa acara yang ditunjuk sebagai wali

dari pihak keluarga laki-laki dan perwakilan dari keluarga

perempuan apabila para orang tua menghendaki adanya wakil.

Dalam acara khitbah, pembawa acara yang memimpin acara khitbah.

Adapun susunan acara biasanya terdiri atas sambutan dari pihak

keluarga laki-laki sekaligus menyampaikan maksud kedatangannya

adalah untuk melamar. kemudian sambutan dari pihak keluarga

93

perempuan yang berisi penerimaan atas lamaran keluarga laki-laki.

Kemudian dilanjutkan dengan nasehat dari tokoh masyarakat agar

proses khitbah ini membawa berkah, langgeng dan mendapatkan

keturunan yang shalih dan shalihah. Setelah itu penyematan cincin

oleh calon ibu mertua kepada calon menantu perempuan (Tande

Putus). Setelah itu baru penentuan hari dan tanggal pernikahan.

Setelah kedua keluarga sepakat menentukan hari dan tempat

pernikahan, acara ditutup dengan do’a dan dilanjutkan dengan

menikmati hidangan yang telah dihidangkan.

Tanya : hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dalam masalah khitbah dan

walȋmah ?

Jawab : dalam prosesi khitbah, tidak boleh melamar wanita yang sudah

dilamar, tidak boleh wanita yang masih ‘iddah dilamar dengan

terang-terangan, jarak antara khitbah menuju walȋmah tidak terlalu

lama agar tidak ber –khalwat dan terjadi kemungkaran yang

dilakukan oleh kedua calon pengantin. Maka suatu kesalahan besar

jika wanita yang sudah di khitbah terdapat kebebasan untuk bergaul.

kemudian dalam hal mahar, keluarga perempuan tidak boleh

mematok mahar yang sangat tinggi, sehingga memberatkan keluarga

pihak laki-laki. Maka dalam hal mahar tergantung kesepakatan

kedua keluarga mempelai atau tergantung pada kondisi kemampuan

keluarga laki-laki.

94

Dalam adat betawi, kedua mempelai yang sudah menikah hendaknya

mengadakan walīmah, biasanya walīmah diselenggarakan ditempat

kediaman mempelai wanita. Tetapi ada juga yang mengadakan

walīmah sebanyak dua kali, setelah menyelenggarakan walīmah

ditempat kediaman mempelai wanita, bbeberapa hari kemudian

diselenggarakan walīmah ditempat mempelai laki-laki. Tetapi dalam

hal walȋmah hendaknya diselenggarakan semampunya saja, tidak

harus mewah yang terpenting mengandung syiar bahwa kedua

pasangan sudah menikah. dan dalam walīmah juga tidak ada yang

melanggar syari’at Islam. Dalam walȋmah tidak boleh mengundang

orang-orang kaya saja, atau hanya mengundang orang-orang yang

terpandang saja, sedangkan orang yang miskin tidak diundang,

kemudian dalam walīmah, orang yang mempunyai hajatnya harus

menyiapkan hidangan semampunya dan juga tempat duduk untuk

menikmati hidangan, jika ingin mengadakan hiburan, sebaiknya

yang bernafaskan Islami, dan tidak boleh menggelar hiburan yang

mengandung unsur maksiat. Itulah beberapa hal yang harus

diperhatikan oleh orang Betawi Karang Tengah dalam hal khitbah

dan walīmah, meskipun praktek dilapangan masih ada beberapa yang

mengadakan hiburan dalam walȋmah berupa dangdutan yang

penyanyinya tidak menutup aurat, dalam acara hiburan itupun ada

yang bermain judi disekitarnya bahkan ada yang mabuk, tetapi hal

ini sudah jarang sekali terjadi. Sebab jika dalam walīmah terdapat

95

perbuatan yang melanggar, akan mendapatkan teguran keras, baik

dari aparatur pemerintah atau tokoh masyarakat setempat.

Tanya : Sejauh mana relevansi khitbah dan walȋmah yang disandarkan

kepada hadis Rasulullah SAW ?

Jawab : Hadis-hadis tentang khitbah dan walȋmah sangat relevan dengan

pelaksanaan dan tata cara khitbah dan walȋmah pada masyarakat

Betawi Karang Tengah seperti dalam hal khitbah. Rasulullah SAW

membolehkan melihat wanita yang akan dipinang, melarang khitbah

terhadap wanita yang sudah dipinang oleh orang lain, melarang

mengkhitbah wanita yang sudah di khitbah oleh orang lain, tidak

boleh berkhalwat sekalipun sudah di khitbah, dilarangnya menuntut

mahar yang sangat tinggi dan tidak sesuai kemampuan laki-laki yang

melamarnya. maka masyarakat Betawi Karang Tengah tidak

melakukan hal itu.

Kedua dalam hal walȋmah misalnya, mengadakan walȋmah sesuai

kemampuannya, disiapkan tempat duduk untuk para tamu undangan

agar tidak makan dan minum berdiri, Rasulullah SAW

memerintahkan untuk mengundang semua orang baik kaya maupun

miskin, maka kita undang semuanya dan kita tidak pernah

membedakan antara orang kaya dan orang miskin, adanya hiburan

dalam walȋmah, seperti Qasidah, gambus, dan yang menjadi catatan

adalah tidak boleh mengadakan hiburan yang dapat mendatangkan

maksiat dan dosa.

97

Lampiran.4 Surat Keterangan Kelurahan Karang Tengah

98

Lampiran 5. Foto-Foto Pernikahan

Khitbah

Pengantin pria beserta rombongan

membawa arak-arakan menjelang akad

nikah

Palang Pintu

Serahan (buah tangan yang

diberikan untuk mempelai

perempuan

Ijab Qabul

99

Penyematan secara simbolis mas

kawin berupa cincin yang

disematkan kepada mempelai

perempuan

Sungkeman (memohon restu pada

orang tua) setelah akad nikah di

selengrakan

Poto keluarga mempelai pria dan

wanita

Kedua mempelai di pelaminan

untuk merayakan walȋmah

Pernikahan Zainudin dan Mely.

Sabtu, 08 Oktober 2017