METODA ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KEDELAI · PDF fileMetoda Analisis Efisiensi Pemasaran...

11
Metoda Analisis Efisiensi Pemasaran Kedelai di Sulawesi Selatan (Abdul Gaffar Tahir, Dwi Djono Hadi Darwanto dkk ) 47 METODA ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KEDELAI DI SULAWESI SELATAN Abdul Gaffar Tahir (1) , Dwidjono Hadi Darwanto (2) , Jangkung Handoyo Mulyo (2) , dan Jamhari (2) 1. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan, Jl. Perintis Kemerdekaan, KM. 17,5 Sudiang - Makassar 90242 2. Dosen Ekonomi Pertanian UGM Yogyakarta (2,) E-mail: [email protected] (Makalah diterima 14 April 2010 – Revisi Desember 2011) ABSTRAK Penurunan harga riil kedelai dan persaingan penggunaan lahan dengan palawija lainnya diduga merupakan salah satu penyebab terjadinya penurunan areal panen kedelai. Sementara laju permintaan kedelai yang meningkat lebih cepat dibandingkan dengan kemampuan produksi dalam negeri, sehingga defisit meningkat dari 968 ribu ton (1998) menjadi 1,42 juta ton (2006) dan 1,45 juta ton pada tahun 2008 atau meningkat sebesar 8,74 persen per tahun. Penelitian efisiensi pemasaran kedelai dilakukan di Sulawesi Selatan pada tiga kabupaten, yaitu: Kabupaten Bone, Soppeng, dan Wajo. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja ( purposive sampling ) dengan pertimbangan sebagai daerah sentra produksi kedelai. Adapun tujuan penelitian yaitu untuk menganalisis efisiensi pemasaran kedelai dan faktor-faktor yang mempengaruhi marjin pemasaran kedelai di Sulawesi Selatan. Penelitian dilakukan pada bulan April – Juni 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang sangat menentukan marjin pemasaran kedelai adalah harga di tingkat petani, jumlah tahap yang dilalui yaitu pada tahap III (saluran pemasaran 2 dan 4) kemudian diikuti oleh varietas kedelai, sedangkan volume rata-rata pemasaran kedelai, jarak dari rumah ke pasar, jumlah tahap yang dilalui pada tahap I (saluran 6), II (saluran 5 dan 7), dan IV (saluran 1 dan 3), serta lokasi pemasaran untuk wilayah Soppeng dan Wajo tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 90 persen terhadap marjin pemasaran. Selanjutnya diperoleh pula bahwa semakin panjang saluran atau semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran kedelai, akan mengakibatkan semakin besar pula marjin pemasaran. Kata kunci : Efisiensi, kedelai, marjin pemasaran, pemasaran, saluran pemasaran. ABSTRACT Efficiency analysis of soybean marketing in South Sulawesi The decrease on soybean’s real price and its competition with other crops in the usage of field is presumed as one of the causes of soybean’s harvest areal reduction. At the same time, there is a higher increasing on the demand of soybean compared to the production capability inside the country so that the deficit increases from 968,000 ton (1998) become 1.42 million ton (2006) and 1.45 million ton in 2008 or increases up to 8.74%/ year. A research on the efficiency of soy marketing in South Sulawesi is done in three areas; Bone, Soppeng and Wajo. Site selection is done on purpose (purposive sampling) with consideration of the central areas of soybean production. The purpose of the study is to analyze the efficiency of marketing soybeans and the factors that influence soybean marketing margins in South Sulawesi. The study was conducted in April- June 2010. The results showed that the variables that determine the kedalai marketing margin is the price at the farm level, the number of stages through which is in phase III (marketing channels 2 and 4) followed by soybean varieties, while the average volume of soybean marketing, distance from home to market, the number of stages through which the first phase (line 6), II (channels 5 and 7), and IV (channels 1 and 3), as well as location marketing for the region and Wajo Soppeng no significant effect on the real level of 90 percent of the marketing margin . Subsequently obtained also that the longer the channel or the more marketing agencies who are involved in marketing of soybeans, will lead to greater the marketing margin.SimakBaca secara fonetik Key words : Efficiency, marketing, marketing link, marketing margin, soybean. PENDAHULUAN Fluktuasi produksi kedelai lebih disebabkan karena tanaman semusim dengan skala usaha yang kecil. Usahatani kedelai dengan skala yang kecil dan tersebar ( spatial ) salah satu faktor penyebab tingginya biaya pengumpulan, sehingga fluktuasi produksi juga dibarengi dengan fluktuasi harga pasar. Selain hal tersebut di atas, petani umumnya berada dalam posisi tawar yang lemah, sehingga harga kedelai ditingkat petani lebih banyak ditentukan oleh pedagang. Karena tingkah laku para pedagang/ lembaga pembeli kedelai cenderung menentukan harga secara sepihak, keadaan harga pasar ini tidak dapat dinikmati oleh petani secara maksimal, dan secara tidak langsung berakibat kurang memberi insentif bagi petani untuk bergairah meningkatkan intensifikasi dalam pengelolaan usahataninya. Oleh karena itu, dalam pengembangannya diperlukan perbaikan pemasaran kedelai dari produsen hingga konsumen. Penurunan harga riil kedelai menjadi disinsentif yang menyebabkan terjadinya penurunan areal panen kedelai. Selain itu, persaingan penggunaan lahan dengan palawija lainnya juga diduga merupakan salah

Transcript of METODA ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KEDELAI · PDF fileMetoda Analisis Efisiensi Pemasaran...

Metoda Analisis Efisiensi Pemasaran Kedelai di Sulawesi Selatan(Abdul Gaffar Tahir, Dwi Djono Hadi Darwanto dkk )

47

METODA ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KEDELAIDI SULAWESI SELATAN

Abdul Gaffar Tahir(1), Dwidjono Hadi Darwanto(2), Jangkung Handoyo Mulyo(2), dan Jamhari(2)

1. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan, Jl. Perintis Kemerdekaan, KM. 17,5 Sudiang - Makassar 902422. Dosen Ekonomi Pertanian UGM Yogyakarta (2,)

E-mail: [email protected]

(Makalah diterima 14 April 2010 – Revisi Desember 2011)

ABSTRAK

Penurunan harga riil kedelai dan persaingan penggunaan lahandengan palawija lainnya diduga merupakan salah satu penyebabterjadinya penurunan areal panen kedelai. Sementara lajupermintaan kedelai yang meningkat lebih cepat dibandingkandengan kemampuan produksi dalam negeri, sehingga defisitmeningkat dari 968 ribu ton (1998) menjadi 1,42 juta ton(2006) dan 1,45 juta ton pada tahun 2008 atau meningkatsebesar 8,74 persen per tahun. Penelitian efisiensi pemasarankedelai dilakukan di Sulawesi Selatan pada tiga kabupaten, yaitu:Kabupaten Bone, Soppeng, dan Wajo. Pemilihan lokasidilakukan secara sengaja (purposive sampling) denganpertimbangan sebagai daerah sentra produksi kedelai. Adapuntujuan penelitian yaitu untuk menganalisis efisiensi pemasarankedelai dan faktor-faktor yang mempengaruhi marjinpemasaran kedelai di Sulawesi Selatan. Penelitian dilakukanpada bulan April – Juni 2010. Hasil penelitian menunjukkanbahwa variabel yang sangat menentukan marjin pemasarankedelai adalah harga di tingkat petani, jumlah tahap yang dilaluiyaitu pada tahap III (saluran pemasaran 2 dan 4) kemudiandiikuti oleh varietas kedelai, sedangkan volume rata-ratapemasaran kedelai, jarak dari rumah ke pasar, jumlah tahapyang dilalui pada tahap I (saluran 6), II (saluran 5 dan 7), danIV (saluran 1 dan 3), serta lokasi pemasaran untuk wilayahSoppeng dan Wajo tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 90persen terhadap marjin pemasaran. Selanjutnya diperoleh pulabahwa semakin panjang saluran atau semakin banyak lembagapemasaran yang terlibat dalam pemasaran kedelai, akanmengakibatkan semakin besar pula marjin pemasaran.

Kata kunci : Efisiensi, kedelai, marjin pemasaran, pemasaran,saluran pemasaran.

ABSTRACT

Efficiency analysis of soybean marketing in South Sulawesi

The decrease on soybean’s real price and its competition withother crops in the usage of field is presumed as one of the causesof soybean’s harvest areal reduction. At the same time, thereis a higher increasing on the demand of soybean compared tothe production capability inside the country so that the deficitincreases from 968,000 ton (1998) become 1.42 million ton(2006) and 1.45 million ton in 2008 or increases up to 8.74%/year. A research on the efficiency of soy marketing in SouthSulawesi is done in three areas; Bone, Soppeng and Wajo. Siteselection is done on purpose (purposive sampling) withconsideration of the central areas of soybean production. The

purpose of the study is to analyze the efficiency of marketingsoybeans and the factors that influence soybean marketingmargins in South Sulawesi. The study was conducted in April-June 2010. The results showed that the variables that determinethe kedalai marketing margin is the price at the farm level, thenumber of stages through which is in phase III (marketingchannels 2 and 4) followed by soybean varieties, while theaverage volume of soybean marketing, distance from home tomarket, the number of stages through which the first phase(line 6), II (channels 5 and 7), and IV (channels 1 and 3), as wellas location marketing for the region and Wajo Soppeng nosignificant effect on the real level of 90 percent of themarketing margin . Subsequently obtained also that the longerthe channel or the more marketing agencies who are involvedin marketing of soybeans, will lead to greater the marketingmargin.SimakBaca secara fonetik

Key words : Efficiency, marketing, marketing link, marketingmargin, soybean.

PENDAHULUAN

Fluktuasi produksi kedelai lebih disebabkan karenatanaman semusim dengan skala usaha yang kecil.Usahatani kedelai dengan skala yang kecil dantersebar (spatial) salah satu faktor penyebabtingginya biaya pengumpulan, sehingga fluktuasiproduksi juga dibarengi dengan fluktuasi harga pasar.Selain hal tersebut di atas, petani umumnya beradadalam posisi tawar yang lemah, sehingga hargakedelai ditingkat petani lebih banyak ditentukan olehpedagang. Karena tingkah laku para pedagang/lembaga pembeli kedelai cenderung menentukanharga secara sepihak, keadaan harga pasar ini tidakdapat dinikmati oleh petani secara maksimal, dansecara tidak langsung berakibat kurang memberiinsentif bagi petani untuk bergairah meningkatkanintensifikasi dalam pengelolaan usahataninya. Olehkarena itu, dalam pengembangannya diperlukanperbaikan pemasaran kedelai dari produsen hinggakonsumen.

Penurunan harga riil kedelai menjadi disinsentif yangmenyebabkan terjadinya penurunan areal panenkedelai. Selain itu, persaingan penggunaan lahandengan palawija lainnya juga diduga merupakan salah

Informatika Pertanian, Vol. 20 No.2, Desember 2011 : 47 - 57

48

satu penyebab turunnya areal panen kedelai.Indikatornya ialah kenaikan harga riil jagung. Secarateoritis, kenaikan harga jagung akan mendorong petaniuntuk menanam komoditas tersebut. Konsekuensinyaialah bahwa kenaikan areal tanam jagung (sebagaikomoditas pesaing) dengan sendirinya akanmengurangi areal tanam untuk kedelai, karena lahanyang digunakan adalah lahan yang sama.

Berdasarkan hal tersebut, maka laju permintaankedelai yang meningkat lebih cepat dibandingkandengan kemampuan produksi dalam negerimenyebabkan defisit meningkat dari 968 ribu ton (1998)menjadi 1,42 juta ton (2006) dan 1,45 juta ton pada tahun2008 atau meningkat sebesar 8,74 persen/tahun.Tingginya permintaan kedelai dalam negerimenyebabkan impor kedelai tetap berlangsung dalamjumlah yang besar, bukan saja disebabkan karenapertambahan jumlah penduduk dan penurunan luasareal tanam, tetapi juga akibat meningkatnyapendapatan masyarakat, serta berkembangnya industrimakanan dan pakan yang menggunakan bahan bakukedelai terutama untuk industri peternakan ayam ras(Damardjati et al, 2005). Dilihat dari komposisinya,sekitar 59 persen dari total impor kedelai dipergunakanuntuk memenuhi kebutuhan industri tempe, tahu dansejenisnya, serta sisanya berupa bungkil kedelaidipergunakan untuk memenuhi kebutuhan industripakan ternak (Adreng dan Purwanto, 1992). MenurutSudaryanto (2005), konsumsi kedelai per kapita pertahun meningkat sekitar 160 persen dalam periodewaktu 10 tahun dari tahun 1990 sampai dengan 2003.Konsumsi tahu dan tempe per kapita per tahun sajameningkat berturut-turut dari 3,8 kg dan 4,2 kg padatahun 1999 menjadi 4,5 dan 4,9 kg pada tahun 2003.

Oleh karena itu, maka diharapkan petani produsendapat meningkatkan produksinya serta merangsangpetani lain untuk berproduksi tanpa mengabaikan faktorkualitas dan permintaan pasar, sehingga kedelai akanmampu memenuhi permintaan pasar baik untukkonsumsi langsung maupun untuk memenuhikebutuhan industri berbahan baku kedelai, yang padagilirannya mampu tampil sebagai komoditis unggulanSulawesi Selatan.

Sulawesi Selatan sebagai salah satu wilayah programperluasan areal tanam melalui peningkatan indekspertanaman (IP) yang memiliki potensi sumberdayalahan cukup baik di Indonesia Bagian Timur, sampaisaat ini ternyata masih menunjukkan fenomenakesenjangan seperti yang dijelaskan di depan. Dalamkerangka keragaan usahatani kedelai yang dilakukanpetani, fenomena tersebut menarik untuk diteliti yangberkaitan dengan bentuk saluran pemasaran, biayayang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga

pemasaran, fungsi yang dilakukan oleh pedagangperantara yang ada dalam saluran pemasaran, sertafaktor-faktor yang mempengaruhi marjin pemasarandengan memperhatikan struktur pasar, tingkah lakupasar dan efektivitas pasar guna perbaikan sistempemasaran.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka analisisterhadap efisiensi pemasaran kedelai dan faktor-faktoryang mempengaruhi marjin pemasaran kedelai sangatpenting untuk dilakukan, sehingga pada akhirnya dapatdiperoleh suatu kesimpulan yang dapat dijadikan acuanuntuk membuat kebijakan yang terkait dengan kinerjapemasaran yang dapat berdampak pada pengembanganusahatani kedelai di Sulawesi Selatan.

METODOLOGI

Lokasi Penelitian dan Sumber Data

Penelitian ini dilaksanakan di Sulawesi Selatan(Kabupaten Bone, Soppeng, dan Wajo). Pemilihanketiga lokasi tersebut didasarkan, antara lain :merupakan sentra produksi kedelai di Sulawesi Selatanatau sekitar 61,8 % dari total luas panen lahan kedelai(17.721 ha); dan di lokasi tersebut terdapat petanikedelai yang memiliki keragaman sosial, ekonomi, danvariasi tingkat kepemilikan lahan usahatani kedelai.

Pengumpulan data primer dilakukan selama 3 (tiga)bulan, yaitu mulai dari April sampai Juni 2010 denganmengumpulkan data musim tanam tahun sebelumnyadan musim tanam tahun yang berjalan, dengan metodesurvey. Menurut (Singarimbun dan Effendi, 1989;Supranto, 1997; dan Subiyanto, 2000) bahwa penelitiandengan teknik survey adalah penelitian yang bersifatdeskriptif untuk menguraikan suatu keadaan tanpamelakukan perubahan terhadap variabel tertentu.Pendekatan survey dilakukan dengan tujuan untukmemperoleh pengetahuan deskriptif yang bersifatobyektif tentang: saluran pemasaran, efisiensipemasaran, marjin pemasaran, dan elastisitas transmisiharga, dan lain-lain.

Teknik Sampling dan Penentuan Jumlah Sampel

Selain mewawancarai petani kedelai, juga dilakukanwawancara kepada pedagang kedelai secarasnowball sampling, dengan mengikuti saluranpemasaran yang dilalui oleh komoditi kedelai, yaknidari produsen, pedagang pengumpul, pedagangbesar sampai ke konsumen akhir. Pengambilan dengancara snowball sampling adalah pengambilan sampelyang diawali dari kelompok kecil yang selanjutnyakelompok kecil tersebut diminta menunjukkan sampel

Metoda Analisis Efisiensi Pemasaran Kedelai di Sulawesi Selatan(Abdul Gaffar Tahir, Dwi Djono Hadi Darwanto dkk )

49

share yang diterima petani lebih kecil dari 50%, makadapat dikatakan sistem pemasaran belum efisien.

Pengujian tentang perbedaan tingkat keuntunganrata-rata yang diperoleh tiap-tiap lembaga pemasarankedelai, pada tiap-tiap saluran pemasaran. Didugakeuntungan tiap-tiap pedagang per kilogram kedelaiyang dijual tertinggi diterima oleh pedagang pengecer,dan keuntungan rata-rata tertinggi tersebut beradapada saluran yang pendek. Meskipun, umumnyavolume penjualannya lebih kecil dibandingkan denganvolume penjualan pedagang pengumpul dan pengecer,walaupun keuntungan per kilogram kedelai lebih besar.Pemecahan masalah ini, diselesaikan denganmenggunakan data marjin pemasaran kedelai dan biayapemasaran kedelai pada tiap-tiap lembaga pemasarankedelai yang terjadi.

Untuk mengetahui besarnya elastisitas transmisiharga (eth) digunakan persamaan, adalah :

Eth = ...............................................(2)

Elastisitas transmisi harga digunakan untukmengetahui hubungan antara harga di tingkat produsendengan harga di tingkat pengecer. Dari hubungantersebut secara tidak langsung dapat diperkirakantingkat keefektifan suatu informasi pasar, bentukstruktur pasar dan efisiensi sistem pemasaran kedelai.

Untuk mengetahui besarnya elastisitas transmisiharga (eth) digunakan persamaan denganmenghubungkan antara harga di tingkat produsen (Pf)dan harga ditingkat pengecer (Pr) maka dapatdiasumsikan linear dengan nilai koefisiennya dalambentuk logaritma natural (Ln) menghasilkan persamaanregresi linear berganda (multiple linear regression)sebagai berikut:

0 06ln ln lnf rP P u .............................. (3).Dimana :

Pf = harga rata-rata kedelai di tingkat petani(Rp/kg)

áo = intercept/konstantaá = koefisien elastisitas transmisi hargaPr = harga rata-rata kedelai ditingkat pengecer

(Rp/kg)u = kesalahan pengganggu (disturbance error)

Pengujian terhadap koefisien regresi secaraindividual (parsial) digunakan uji-t dengan tingkatkepercayaan tertentu yaitu untuk mengetahui pengaruhvariabel independen terhadap variabel dependen.

Dengan hipotesis :Ho : 0, berarti tidak terdapat transmisi harga.H1 : ± 0, berarti terdapat transmisi harga.

berikutnya dan seterusnya sehingga sampel tersebutbertambah besar seperti bola salju (Suratno danArsyad, 1999).

Teknik pengumpulan data menggunakan tiga macamcara, yaitu teknik observasi, wawancara danpencatatan. Teknik observasi, merupakan carapengumpulan data dengan jalan pengamatan danpeninjauan langsung secara cermat dan sistematik baiksecara partisipatif maupun non partisipatif pada obyekpenelitian. Teknik wawancara, yaitu cara pengumpulandata dengan bertanya langsung atau berdialog denganresponden. Proses wawancara dilakukan denganmenggunakan alat pengumpulan data berupa daftarpertanyaan (kuesioner) terstruktur, hal ini bertujuanuntuk mendapatkan informasi yang terarah dan sesuai(Suratno dan Arsyad, 1999). Teknik pencatatanmerupakan pengumpulan data dengan mencatat semuadata yang diperlukan.

Asumsi dan Pembatasan Masalah

Pembahasan pemasaran pada penelitian ini dibatasisampai pada: 1) pemasaran kedelai sampai dengankonsumen akhir; 2) tingkat harga yang berlaku adalahtingkat harga pada saat penelitian dan 3) mutu kedelaidianggap sama antara kedelai yang dibeli olehpedagang perantara dengan konsumen.

Metode Analisis Data

Analisis dilakukan untuk mengetahui besarnyapersentase bagian harga yang diterima petani kedelaidari marjin pemasaran kedelai yaitu harga yang diterimapetani kedelai dan harga yang dibayarkan pedagangpengecer dapat dihitung dengan menggunakan rumussebagai berikut :

fS 100%f

r

Px

P ……........................................... (1)

Dimana :Sf = bagian (share) yang diterima petani kedelai (%)Pf = harga rata-rata kedelai di tingkat produsen (Rp/

kg)Pr = harga rata-rata kedelai ditingkat pengecer (Rp/kg)

Kemudian dianalisis dengan cara menghitungbesarnya persentase bagian harga yang diterima petani(share petani), pada tiap-tiap saluran pemasaran,berdasarkan rasio harga di tingkat petani dan di tingkatpengecer. Sehingga dapat diketahui besarnya rata-ratabagian harga yang telah diterima petani, pada tiap-tiaplembaga pemasaran dan saluran pemasarannya.Menurut Kohl dan Uhl (1980) dan Mahreda (2002), jika

PrP Pr

Pfxf

Informatika Pertanian, Vol. 20 No.2, Desember 2011 : 47 - 57

50

Kriteria pengambilan keputusannya adalah :1.Jika t-hitung > t-tabel, maka H0 ditolak dan menerima H1

yang berarti terdapat transmisi harga.2.Jika t-hitung d” t-tabel, maka H0 diterima dan menolak H1

yang berarti tidak terdapat transmisi harga.

Untuk mengetahui besarnya marjin pemasaran kedelaiyang merupakan selisih antara harga di tingkatpedagang pengecer dengan harga di tingkat petanimenurut Sudiyono (2004) dapat dihitung denganmenggunakan rumus :

MP = Pr – Pf ............................................................... (4)Dimana :MP = marjin pemasaran kedelai (Rp/kg)Pr = harga rata-rata kedelai di tingkat pedagang

pengecer (Rp)Pf = harga rata-rata kedelai di tingkat produsen

(Rp)

Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhimarjin pemasaran kedelai digunakan analisis regresiberganda dengan bentuk fungsi linear yangmenghubungkan koefisien marjin dengan variabelbebas : harga di tingkat produsen, volume pemasarankedelai, dan jumlah tahap yang dilalui dengan modelsebagai berikut.

Dimana :MP = marjin pemasaran kedelai (Rp/kg)QS = volume rata-rata pemasaran kedelai (kg)JRP = Jarak dari rumah ke pedagang/pasar (km)DTP1 = dummy jumlah tahap yang dilalui (DTP1 = 1, tahap I;

DTP1 = 0, lainnya)DTP2 = dummy jumlah tahap yang dilalui (DTP2 = 1, tahap

II; DTP2 = 0, lainnya)DTP3 = dummy jumlah tahap yang dilalui (DTP3 = 1, tahap

III; DTP3 = 0, lainnya)DTP4 = dummy jumlah tahap yang dilalui (DTP4 = 1, tahap

IV; DTP4 = 0, lainnya)DLP1 = dummy lokasi pemasaran (DLP1 = 1, Bone; DLP1 = 0,

lainnya)DLP2 = dummy lokasi pemasaran (DLP2 = 1, Soppeng; DLP2 =

0, lainnya)DV = dummy varietas (DV = 1, varietas unggul; DV = 0,

lainnya)eo = intercept/konstantaei = koefisien arah regresi variabel bebasä1..ä7 = koefisien dummyu = kesalahan pengganggu (disturbance error)

Untuk menguji besarnya proporsi/persentasesumbangan dari variabel bebas, maka dicari koefisiendeterminasi atas nilai R2.

Untuk mengetahui pengaruh variabel independen (X)terhadap variabel dependen (Y) secara bersama-sama,maka dilakukan uji-F.

Dengan hipotesis :H0 : e1 = e2 = ä1 = ....... = ä4 = 0, berarti tidak terdapat

pengaruh variabel independen ke-i secara bersama-sama terhadap marjin pemasaran kedelai.

H1 : minimal salah satu : ei;äi ¹ 0, berarti terdapatpengaruh variabel independen ke-i secara bersama-sama terhadap marjin pemasaran kedelai.

Kriteria pengambilan keputusan adalah: jika F-hitung> F-tabel, maka H0 ditolak dan menerima H1 yang berartivariabel independen ke-i secara bersama-samaberpengaruh nyata terhadap marjin pemasaran kedelai,sebaliknya jika F-hitung F-tabel, maka H0 diterima danmenolak H1 yang berarti variabel independen ke-i secarabersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap marjinpemasaran kedelai.

Untuk mengetahui pengaruh variabel independen ke-i secara individual terhadap variabel dependen (Y)dilakukan uji-t.

Dengan hipotesis :H0 : ei, äi = 0, berarti tidak terdapat pengaruh

variabel independen ke-i secara individual terhadapmarjin pemasaran kedelai.

H1 : ei,äi 0, berarti terdapat pengaruh variabelindependen ke-i secara individual terhadap marjinpemasaran kedelai.

Kriteria pengambilan keputusannya adalah: jika t-hitung > t-tabel, maka H0 ditolak dan menerima H1 yangberarti variabel independen ke-i secara individualberpengaruh nyata terhadap marjin pemasaran kedelai,sedangkan jika t-hitung t-tabel, maka H0 diterima danmenolak H1 yang berarti variabel independen ke-i secaraindividual tidak berpengaruh nyata terhadap marjinpemasaran kedelai.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Saluran Pemasaran

Di daerah penelitian, kedelai biasanya dijual dalambentuk kedelai kering pipilan (KKP) sehingga tidakmengalami proses pengolahan menjadi berbagaibentuk lainnya. Namun di ibukota kabupaten danpropinsi, kedelai diolah menjadi berbagai bentukpenanganan termasuk tahu, tempe, dan sebagainya.

Adapun jumlah tahap pemasaran kedelai dapat dilihatsebagai berikut :

.........................................(5)0 1 2 1 1 2 2 3 3 4 4

5 6 7 07

s

B S

MP e e Q e JRP DTP DTP DTP DTPDLP DLP DV u

Metoda Analisis Efisiensi Pemasaran Kedelai di Sulawesi Selatan(Abdul Gaffar Tahir, Dwi Djono Hadi Darwanto dkk )

51

Tabel 1. Perkembangan harga kedelai dari produsen sampai kepedagang besar (Propinsi) melalui Saluran I, di lokasipenelitian, 2010.

Saluran VI Produsen PTT

Saluran VII Produsen PrKC

Saluran IV

Saluran V

Saluran III

Saluran II

Saluran I

Produsen

Produsen

Produsen

Produsen

Produsen PPD

PPD

PPD

PPD

PPD

PPK PPKB PB

PPKB PB

PPK PrKB

PrKC PTT

PTT

PrPv

PrPv

Keterangan :PPD = pedagang pengumpul di tingkat desaPrKC = pedagang pengecer kecamatanPPK = pedagang pengumpul di tingkat kecamatanPTT = pengrajin tahu dan tempePrKB = pedagang pengecer kabupatenPPKB = pedagang pengumpul di tingkat kabupatenPB = pedagang besar di tingkat propinsiPrPv = pedagang pengecer propinsi

Perkembangan Harga Kedelai

Bentuk saluran pemasaran masing-masing kabupatenadalah sama, dimana bentuk pemasaran tersebut samadari setiap tahap yang dilalui. Untuk mendapatkankeuntungan, seringkali pedagang pengumpul ditingkat desa, kecamatan, dan kabupaten menekanharga di tingkat produsen (petani), sehingga petanimemperoleh bagian harga yang relatif rendah.

Tabel 1. menunjukkan bahwa persentase perbanding-an harga yang diterima petani dengan harga yangdibayar konsumen akhir (bagian petani) sebesar 75,46persen (Bone), 75,15 persen (Soppeng), dan 75,00persen (Wajo). Sementara total biaya yang dikeluarkanoleh semua lembaga pemasaran pada saluran ini sebesarRp1.000 per kilogram (Bone); Rp 1.038 per kilogram(Soppeng); dan Rp1.035 per kilogram (Wajo), dan totalkeuntungan yang diperoleh semua lembaga pemasaranuntuk saluran pemasaran ini adalah Rp 1.000 perkilogram (Bone); Rp 1.013 per kilogram (Soppeng); danRp 1.015 per kilogram (Wajo).

Sumber : Analisis Data Primer

Pada Tabel 2 diketahui bahwa bagian harga yangditerima petani pada saluran II yang juga merupakansaluran panjang adalah 75,46 persen (Bone), 75,15persen (Soppeng), dan 75,00 persen (Wajo) sehinggatidak berbeda jauh dengan saluran I. Berhubung masihmerupakan saluran panjang, maka harga di tingkat petanimasih tetap ditekan sehingga bagian harga yang diterimapetani masih lebih rendah dibandingkan dengan bagianharga yang diterima petani pada saluran pendek. Padatabel tersebut terlihat bahwa biaya yang terbesardikeluarkan oleh pedagang adalah pedagang pengumpuldi tingkat kabupaten (PPKB) di kabupaten Soppeng, halini disebabkan karena petani kedelai terpencar-pencardengan kondisi jalan yang kurang bagus sehingga biayatransportasi yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpuldi tingkat desa cukup tinggi. Sedangkan keuntunganyang terbesar berada di Kabupaten Bone dan Wajo yangdidapat oleh pedagang pengumpul di tingkat kabupaten(PPKB), hal ini disebabkan karena pada umumnyapedagang pengumpul di tingkat desa (PPD) langsungmenjual ke ibukota kabupaten dengan biaya transportasiyang sedikit lebih murah jika dibandingkan dengan biayatransportasi di Kabupaten Soppeng.

Sementara total biaya yang dikeluarkan oleh semualembaga pemasaran pada saluran ini sebesar Rp1.000 perkilogram (Bone); Rp 1.125 per kilogram (Soppeng); danRp 1.000 per kilogram (Wajo), dan total keuntunganyang diperoleh semua lembaga pemasaran untuksaluran pemasaran ini adalah Rp 1.000 per kilogram(Bone); Rp 925 per kilogram (Soppeng); dan Rp 1.050per kilogram (Wajo).

Informatika Pertanian, Vol. 20 No.2, Desember 2011 : 47 - 57

52

Tabel 2. Perkembangan harga kedelai dari produsen sampaike pedagang besar (propinsi) melalui Saluran II, dilokasi penelitian, 2010.

Sedangkan persentase biaya yang terbesar padasaluran pemasaran ini adalah pedagang pengecer ditingkat propinsi (PrPv) dengan jalur pembelian diKabupaten Bone dan Wajo sebesar 4,13 persen, dankeuntungan terbesar diperoleh pedagang pengecer ditingkat kabupaten di Kabupaten Wajo sebesar 4,79persen.

Pada Tabel 4 terlihat bahwa bagian harga yangditerima petani pada saluran IV yang merupakan saluransedang adalah 81,47 persen (Bone), 81,05 persen(Soppeng), dan 79,87 persen (Wajo), merupakan saluransedang, sehingga harga di tingkat petani sedikitmengalami peningkatan dibandingkan dengan saluranpemasaran sebelumnya (I, II, dan III), hanya sajakeuntungan yang diterima oleh pedagang pengecertingkat kecamatan (PrKC) lebih besar dibandingkandengan keuntungan yang diterima oleh pedagangpengumpul di tingkat desa.

Tabel 4. Perkembangan harga kedelai dari produsen sampai kepedagang pengecer di tingkat kecamatan melaluiSaluran IV, di lokasi penelitian, 2010.

Sumber : Analisis Data Primer

Total biaya yang dikeluarkan oleh semua lembagapemasaran pada saluran ini sebesar Rp 800 per kilogram(Bone); Rp 775 per kilogram (Soppeng); dan Rp 950 perkilogram (Wajo), sedangkan total keuntungan yangdiperoleh semua lembaga pemasaran untuk saluranpemasaran ini adalah Rp 625 per kilogram (Bone); Rp675 per kilogram; dan Rp 600 per kilogram (Wajo).

Sumber : Analisis Data Primer

Pada Tabel 3 terlihat bahwa bagian harga yangditerima petani pada saluran III yang merupakan saluransedang adalah 72,57 persen (Bone), 73,16 persen(Soppeng), dan 72,57 persen (Wajo). Karenamerupakan saluran sedang, maka harga di tingkat petanimasih belum mengalami peningkatan, hanya sajakeuntungan yang diterima oleh pedagang pengecer ditingkat kecamatan (PrKC) di Kabupaten Wajo, jauh lebihbesar dibandingkan dengan keuntungan yang diterimaoleh pedagang pengumpul di tingkat desa, kabupaten,dan propinsi. Hal ini dapat dipahami bahwa jarak dariibukota kecamatan ke desa saling berdekatan sehinggabiaya transportasi lebih murah dibanding dengan biayatransportasi di Kabupaten Bone dan Soppeng antarkecamatan dan desa.

Total biaya yang dikeluarkan oleh semua lembagapemasaran pada saluran ini sebesar Rp 1.150 perkilogram di Kabupaten Bone dan Rp. 1.125 diKabupaten Soppeng, serta Rp 1.150 per kilogram diKabupaten Wajo, dan total keuntungan yang diperolehsemua lembaga pemasaran untuk saluran pemasaran iniadalah Rp 1.175 per kilogram (Bone); Rp 1.150 perkilogram (Soppeng); dan Rp 1.175 per kilogram (Wajo).

Tabel 3. Perkembangan harga kedelai dari produsen sampai kepedagang pengecer (propinsi) melalui Saluran III, dilokasi penelitian, 2010.

Sumber : Analisis Data Primer

Metoda Analisis Efisiensi Pemasaran Kedelai di Sulawesi Selatan(Abdul Gaffar Tahir, Dwi Djono Hadi Darwanto dkk )

53

Tabel 5. Perkembangan harga kedelai dari produsen sampaike pengrajin tahu/tempe (kabupaten) melaluiSaluran V, di lokasi penelitian, 2010.

oleh semua lembaga pemasaran pada saluran ini sebesarRp 750 per kilogram (Bone dan Wajo) dan Rp 700 perkilogram (Soppeng), sedangkan total keuntungan yangditerima oleh pengrajin tahu dan tempe di dalampenelitian ini tidak ditelusuri.

Pada Tabel 7 terlihat bahwa bagian harga yangditerima petani pada saluran VII yang merupakansaluran pendek adalah 70,80 persen (Bone), 71,98persen (Soppeng), dan 71,98 persen (Wajo). Persentaseharga yang diterima petani lebih rendah jikadibandingkan dengan persentase harga yang diterimaoleh petani pada saluran pemasaran sebelumnya . Halini disebabkan karena harga yang diterima oleh petanisangat ditentukan oleh pedagang pengecer di tingkatkecamatan yang merupakan perpanjangan tangan daripedagang pengecer tingkat propinsi, sehingga biayayang dikeluarkan oleh masing-masing pedagang yangterlibat cukup tinggi, akibatnya harga yang diterimaoleh petani sangat rendah jika dibandingkan denganharga penjualan oleh pedagang pengecer di tingkatkecamatan dan propinsi, namun keuntungan yangditerima oleh pedagang pengecer pada saluranpemasaran ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengankeuntungan yang diterima oleh pedagang pengecerlainnya yang ada pada saluran pemasaran sebelumnya.

Tabel 7. Perkembangan harga kedelai dari produsen sampai kepedagang pengecer di tingkat propinsi melalui SaluranVII, di lokasi penelitian, 2010.

Sumber : Analisis Data Primer

Pada Tabel 5 terlihat bahwa bagian harga yangditerima petani pada saluran V yang merupakan saluranpendek adalah 86,01 persen (Bone), 84,83 persen(Soppeng), dan 84,83 persen (Wajo). Karenamerupakan saluran pendek, maka persentase hargayang diterima petani lebih tinggi dibandingkan denganpersentase harga yang diterima petani pada saluranpemasaran sebelumnya. Sedangkan total biaya yangdikeluarkan oleh semua lembaga pemasaran padasaluran ini sebesar Rp 750 per kilogram (Bone); Rp 800per kilogram (Soppeng) dan Rp.850 per kilogram (Wajo),dan total keuntungan yang diperoleh pedagangpengumpul di tingkat desa (PPD) adalah sebesar Rp 250per kilogram (Bone dan Wajo), serta Rp.300 perkilogram (Soppeng), sedangkan keuntungan yangditerima oleh pengrajin tahu dan tempe di dalampenelitian ini tidak ditelusuri.

Tabel 6. Perkembangan harga kedelai dari produsen sampai kepengrajin tahu/tempe (kabupaten) melalui Saluran VI,di lokasi penelitian, 2010.

Sumber : Analisis Data Primer

Pada Tabel 6 terlihat bahwa bagian harga yangditerima petani pada saluran VI yang merupakan saluranpendek adalah 88,89 persen (Bone), 89,71 persen(Soppeng), dan 89,05 persen (Wajo). Karena merupakansaluran pendek, maka persentase harga yang diterimapetani lebih tinggi dibandingkan dengan persentaseharga yang diterima oleh petani pada saluran pemasaransebelumnya. Sedangkan total biaya yang dikeluarkan

Sumber : Analisis Data Primer

Biaya Pemasaran

Pedagang perantara mengeluarkan biaya dalam rangkapenyelenggaraan kegiatan pemasaran kedelai hinggake konsumen. Besarnya biaya yang dikeluarkan bagitiap-tiap saluran pemasaran selalu berbeda-beda.Dengan demikian semakin panjang saluran pemasaranmaka jumlah biaya yang dikeluarkan akan semakinbertambah.

Hasil analisis menunjukkan bahwa biaya pemasaranyang paling banyak ada pada saluran VII yangmerupakan saluran pendek. Sementara pada saluran IV,V, dan VI yang merupakan saluran pemasaran pendeklebih rendah dibandingkan dengan saluran I, II, III, danVII.

Informatika Pertanian, Vol. 20 No.2, Desember 2011 : 47 - 57

54

Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh pedagangperantara tersebut bermacam-macam tergantung padatingkat usahanya. Selanjutnya kegiatan pemasaranyang membutuhkan biaya yang besar adalah pengrajintahu dan tempe, kemudian menyusul pedagangpengecer di tingkat kecamatan (PrKC) dan propinsi(PrPv), hal ini disebabkan karena masing-masingpedagang tersebut umumnya langsung ke petanisehingga membutuhkan biaya yang besar, karena petaniumumnya terpencar-pencar.

Bagian Harga yang Diterima Petani

Hasil analisis menunjukkan bahwa share tertinggiyang diterima petani dari saluran I s.d saluran VIIadalah melalui saluran IV yaitu :Produsen Pedagangpengumpul tingkat desa à Pedagang pengecer tingkatkecamatan (PrKC) Pengrajin tahu dan tempe (PTT).Jadi dapat dikatakan bahwa lebih menguntungkan jikapetani menjual produksinya langsung ke pedagangpengumpul tingkat desa kemudian ke pedagangpengecer kecamatan dan pengrajin tahu dan tempeatau langsung ke industri yang berbahan bakukedelai, namun karena banyak dari petani yang tidakmempunyai modal yang cukup maka mereka menjualproduksinya kepada pengrajin tahu dan tempedengan sistem ijon (borongan) yaitu menjualproduksinya sebelum panen.

Adapun besarnya bagian harga yang diterimamasing-masing lembaga pemasaran pada setiap saluranpemasaran diperoleh data bahwa hampir semua saluranpemasaran di lokasi penelitian, bagian harga yangditerima pedagang pengecer di tingkat propinsi lebihbesar dibandingkan dengan pedagang lainnya.Menurut Mubyarto (1987) bahwa sistem pemasarandianggap efisien apabila mampu menyampaikan hasildari produsen kepada konsumen dengan biayaserendah-rendahnya dan mampu mengadakanpembagian yang adil dari keseluruhan harga yangdibayar konsumen terakhir kepada pihak yang ikut sertadi dalam kegiatan produksi dan pemasaran.

Bagian Biaya dan Keuntungan Lembaga Pemasaran

Persentase rata-rata bagian keuntungan (%BK)tertinggi diterima oleh pedagang pengecer tingkatkecamatan (PrKC) di Kabupaten Bone sebesar 6,72persen atau Rp 513 per kilogram dan persentasebagian keuntungan (%BK) terendah diterima olehpedagang besar di propinsi (PB) dari saluranpemasaran Kabupaten Soppeng yaitu sebesar 2,41persen atau Rp 200 per kilogram kedelai. Dengan katalain, persentase rata-rata bagian biaya (%BB)

tertinggi diterima oleh pedagang pengecer kecamatan(PrKC) sebesar 6,52 persen dan persentase bagianbiaya (%BB) terendah diterima oleh pedagang besardi propinsi (PB) yaitu sebesar 2,948 persen perkilogram kedelai (Lampiran 1).

Tingkat keuntungan yang didapatkan pedagangpengecer kecamatan pada saluran pemasaran 7 (PrKC)adalah yang tertinggi. Hal ini disebabkan karenapedagang pengecer pada saluran pemasaran 7 langsungmembeli kedelai dari petani, tetapi hal ini hanya berlakubagi pedagang pengecer yang lokasinya masih relatifdekat dengan daerah pertanaman kedelai. Demikianjuga yang di jual di pasar sedikit, karena dijual kepengrajin tahu dan tempe, serta pedagang besar. Hargakedelai yang lebih tinggi, kredit yang menyentuhpetani, infrastruktur yang baik, difungsikannya KUD,dan organisasi bagi petani, akan dapat meningkatkankehidupan petani.

Pedagang pengecer yang lokasinya jauh, tidakmembeli kedelai ke daerah produsen karena biayatinggi. Pedagang pengumpul di tingkat kecamatan padasaluran 3, tidak secara langsung membeli kedelai daripetani melainkan melalui pedagang pengumpul ditingkat desa terlebih dahulu, sehingga tingkatkeuntungan yang diperoleh lebih rendah. Meskipundemikian pedagang pengumpul tingkat kecamatan yangberada pada saluran pemasaran III lebih muda dalam halwaktu dan biaya lebih rendah, karena kedelai tidakharus dibawah ke lokasi yang jauh.

Elastisitas Transmisi Harga

Analisis elastisitas transmisi harga dilakukan untukmelihat kepekaan perubahan harga di tingkatprodusen akibat perubahan harga di tingkatpedagang pengecer. Pada Lampiran 2 dapatdisimpulkan bahwa untuk semua saluran pemasaranyaitu dari saluran I sampai saluran pemasaran VII,varietas kedelai yang elastisitas transmisi harganyatertinggi adalah varietas unggul yang berada padasaluran pemasaran II sebesar 0,3675 dengan lokasipemasaran Kabupaten Bone, sedangkan diKabupaten Soppeng pada saluran pemasaran IVsebesar 0, 4526 dan Wajo pada saluran pemasaran IIIsebesar 0,3819. Hal ini disebabkan karena vatietasunggul lebih disukai oleh pedagang dan masyarakatdi Sulawesi Selatan, sedangkan varietas lokal yangelastisitas transmisi harganya terendah berada padasaluran pemasaran III dan VII masing-masing sebesar0,3642 dan 0,3917 untuk lokasi Kabupaten Wajo, dansaluran pemasaran V sebesar 0,3642 untuk KabupatenSoppeng, sedangkan Kabupaten Bone berada padasaluran II dan V masing-masing sebesar 0,3642 dan

Metoda Analisis Efisiensi Pemasaran Kedelai di Sulawesi Selatan(Abdul Gaffar Tahir, Dwi Djono Hadi Darwanto dkk )

55

0,3917. Hal ini disebabkan karena varietas kedelai inikurang disukai oleh masyarakat karena harganyarendah dan potensi hasilnya juga rendah.

Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa untuk saluranpemasaran dua elastisitas transmisi harga tertinggiadalah varietas unggul pada pemasaran di KabupatenBone sebesar 0,338 dan terendah varietas lokal beradapada saluran VI yakni sebesar 0,078. Angka inimenunjukkan bahwa untuk varietas unggul tiapkenaikan 1 persen harga ditingkat produsenmenyebabkan kenaikan harga di tingkat pedagangpengecer sebesar 0,388 persen, sedangkan untukvarietas lokal tiap kenaikan 1 persen di tingkat produsenmenyebabkan kenaikan harga sebesar 0,078 persen ditingkat pengecer.

Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa pada saluranpemasaran II elastisitas transmisi harga semakin kecildibandingkan dengan saluran pemasaran III untuksemua varietas dan semua lokasi pemasaran di daerahpenelitian. Ini berarti perubahan harga di tingkatpedagang pengecer hampir sama dengan perubahanharga di tingkat produsen pada saluran III, sedangkanpada saluran II sebaliknya. Dapat disimpulkan bahwasaluran pemasaran III lebih efisien daripada saluranpemasaran II.

Analisis Marjin Pemasaran

Rata-rata marjin terbesar pada saluran I, untukpemasaran kedelai di Kabupaten Bone adalah lembagapemasaran pengumpul kecamatan sedangkan padasaluran II, marjin terbesar adalah pedagangpengumpul kabupaten. Terlihat bahwa marjin padapedagang pengumpul kecamatan sama dengan padasaluran III, tetapi lebih kecil dibandingkan denganmarjin pada pedagang pengumpul kabupaten padasaluran pemasaran II, namun marjin pemasaran yangdiperoleh pedagang pengumpul kecamatan lebihtinggi dari pada semua lembaga pemasaran yangterlibat.

Rata-rata marjin terbesar pada saluran I, untukpemasaran kedelai di Kabupaten Soppeng adalahlembaga pemasaran pengumpul kecamatan yaitu samadengan di Bone, demikian juga pada saluran II, marjinterbesar adalah pedagang pengumpul tingkatkabupaten. Terlihat bahwa marjin pada pedagangpengumpul kecamatan lebih kecil dari pada pedagangpengecer kecamatan di saluran IV dan VII, namun marjinpemasaran rata-rata yang diperoleh pedagang pengecertingkat kecamatan pada saluran VII lebih tinggi padasemua lembaga pemasaran yang terlibat.

Sedangkan rata-rata marjin terbesar pada saluran I,untuk pemasaran kedelai di Kabupaten Wajo adalahlembaga pemasaran pengumpul kecamatan, sedangkanpada saluran II marjin terbesar adalah pedagangpengumpul tingkat kabupaten. Terlihat bahwa marjinpada pedagang pengumpul kecamatan sama dengan

pedagang pengecer kecamatan di saluran IV, namunmarjin pemasaran rata-rata yang diperoleh pedagangpengecer kecamatan pada saluran VII lebih tinggi padasemua lembaga pemasaran yang terlibat.

Kesimpulan yang diperoleh bahwa komponenterbesar dari marjin pemasaran adalah keuntunganlembaga pemasaran di Kabupaten Wajo, kemudianKabupaten Bone, dan nenyusul Kabupaten Soppeng,dengan masing-masing adalah: Rp. 702, Rp 700, dan Rp695. Dari data tersebut menunjukkan bahwakeuntungan terbesar diperoleh pada saluran pemasaranIII, dan paling kecil pada saluran pemasaran V.

Analisis Faktor-Faktor yang MempengaruhiMarjin Pemasaran Kedelai

Faktor-faktor yang mempengaruhi marjin pemasarankedelai adalah harga di volume rata-rata pemasarankedelai, harga di tingkat petani, jarak dari rumah kepasar/pedagang, dummy jumlah tahap yang dilalui,dummy lokasi pemasaran, dan dummy varietas kedelai.Hasil estimasi dengan regresi linear berganda terlihatpada Tabel 8.

Tabel 8. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi marjinpemasaran kedelai di lokasi penelitian, 2010

Sumber : Analisis data primer

Keterangan :ns : tidak berbeda nyata pada taraf nyata 90

persen* * : berbeda nyata pada taraf nyata 95 persen** * : berbeda nyata pada taraf nyata 99 persenQs : volume rata-rata pemasaran kedelaiP f : Harga di tingkat petaniJRP : jarak dari rumah ke pedagang/pasarD T P : Dummy jumlah tahap yang dilaluiDLP : Dummy lokasi pemasaranDV : Dummy varietas kedelai

Pada Tabel 8 tersebut di atas menunjukkan bahwa nilaikoefisien determinasi (R2) tampak tinggi yakni di atas 50persen. Koefisien determinasi sebesar 0,870 berartisekitar 87,0 persen variasi marjin pemasaran kedelaiyang dapat dijelaskan oleh variabel bebas, sedangkansisanya (13,0%) dijelaskan oleh variabel lain yang tidakdimasukkan dalam model.

Informatika Pertanian, Vol. 20 No.2, Desember 2011 : 47 - 57

56

Apabila dilihat secara parsial, variabel yang sangatmenentukan marjin pemasaran kedelai adalah harga ditingkat petani, jumlah tahap yang dilalui yaitu padatahap III (saluran pemasaran II dan IV) kemudian diikutioleh varietas kedelai, sedangkan volume rata-ratapemasaran kedelai, jarak dari rumah ke pasar, jumlahtahap yang dilalui pada tahap I (saluran VI), II (saluranV dan VII), dan IV (saluran I dan III), serta lokasipemasaran untuk wilayah Soppeng dan Wajo tidakberpengaruh nyata pada taraf nyata 90 persen terhadapmarjin pemasaran.

Analisis parsial untuk variabel harga di tingkat petanimenunjukkan hubungan yang sangat berarti yaknisampai tingkat kepercayaan 99 persen. Adapun tandadari koefisien regresi untuk pemasaran kedelai bertandanegatif yang berarti apabila harga di tingkat produsennaik maka akan menurunkan marjin pemasaran sebesarnilai regresi dari pemasaran kedelai. Sedangkan analisissecara parsial untuk variabel volume rata-ratapemasaran tidak signifikan sampai pada taraf uji 90persen. Ini berarti bahwa tidak ada hubungan antaravolume rata-rata pemasaran dengan marjin pemasaran.Hal ini dapat terjadi karena jumlah yangdiperdagangkan oleh masing-masing petani jumlahnyasangat sedikit. Adapun untuk pengaruh variabel bebastahap pemasaran yang dilalui dalam hal ini variabeldummy jumlah tahap yang dilalui (DTP) berpengaruhsangat nyata sampai pada taraf nyata 99 persen. Hal inimenunjukkan perbedaan intersep antara saluran Idengan saluran lainnya. Hal ini dapat disimpulkanbahwa semakin panjang saluran atau semakin banyaklembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasarankedelai, akan mengakibatkan semakin besar pula marjinpemasaran. Hal ini wajar terjadi karena masing-masinglembaga akan mengeluarkan biaya dan memperolehkeuntungan dari kegiatan mereka, dimana ini merupakankomponen dari marjin pemasaran.

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Kesimpulan

1. Secara parsial, variabel yang sangat menentukanmarjin pemasaran kedelai adalah harga di tingkatpetani, jumlah tahap yang dilalui yaitu pada tahapIII (saluran pemasaran II dan IV) kemudian diikutioleh varietas kedelai, sedangkan volume rata-ratapemasaran kedelai, jarak dari rumah ke pasar, jumlahtahap yang dilalui pada tahap I (saluran VI), II(saluran V dan VII), dan IV (saluran I dan III), sertalokasi pemasaran untuk wilayah Soppeng dan Wajo

tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 90 persenterhadap marjin pemasaran.

2. Semakin panjang saluran atau semakin banyaklembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasarankedelai, akan mengakibatkan semakin besar pulamarjin pemasaran.

Implikasi Kebijakan

Untuk memperkecil marjin pemasaran kedelai makasalah satu upaya yang perlu diterapkan adalahmembangun/menghidupkan kembali kelompok tanikedelai selaku produsen dan juga sentralisasilembaga pemasaran ditingkat desa dengan aturanmain yang jelas dan disepakati oleh anggotanya.Dengan demikian maka petani kedelai akan memilikiposisi tawar yang lebih baik. Selain itu denganadanya sentralisasi lembaga pemasaran ditingkatdesa, akan lebih memudahkan petani apabila adapihak swasta yang ingin menerapkan pola kemitraan/kerjasama dalam pemasaran kedelai, sehinggakuantitas dan kualitas produk dapat terjaga.Sedangkan dari analisis saluran pemasaran yang ada,dapat disarankan penggalakan pengembanganindustri pengolahan hasil produksi kedelai menjaditahu dan tempe dan mengorganisir upayapemasarannya.

DAFTAR PUSTAKA

Adreng dan Purwanto., 1992. Pengembangan Agroindustri sebagaiPenggerak Pembangunan Desa, Jakarta

Damardjati, D.S, Marwoto, D.K.S. Swastika, D.M. Arsyad, dan Y.Hilman., 2005. Prospek dan Arah Pengembangan AgribisnisKedelai. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian.Jakarta.

Kohl. R.L, dan S. N. Uhl., 1980. Marketing of AgriculturalProduct, Collier Macmillan, New York.

Mahreda. E.S., 2002. Efisiensi Pemasaran Ikan Laut Segar diKalimantan Selatan. Disertasi. Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta.

Mubyarto., 1987. Pengantar Ekonomi Pertanian, LP3ES, Jakarta.Singarimbun, M., dan S. Effendi., 1989. Metode Penelitian Survei.

LP3ES. JakartaSubiyanto, I., 2000. Metodologi Penelitian (Manajemen dan

Akuntansi). Edisi 3. UPP AMP YKPN. Yogyakarta.Sudaryanto. T., 2005. Konsumsi Kedelai. Amang, M.Husain, dan

A. Rachman (Eds). Ekonomi Kedelai Indonesia. IPB Press,Bogor.

Sudiyono, A., 2004. Pemasaran Pertanian, UniversitasMuhammadiyah Malang Press, Madang

Soeratno dan L. Arsyad., 1999. Metodologi Penelitian untukEkonomi dan Bisnis. UPP AMP YKPN. Yogyakarta.

Supranto, J., 1997. Metode Riset : Aplikasinya dalam Pemasaran.Rineka Cipta. Jakarta

Metoda Analisis Efisiensi Pemasaran Kedelai di Sulawesi Selatan(Abdul Gaffar Tahir, Dwi Djono Hadi Darwanto dkk )

57

Lampiran 1. Persentase bagian biaya pemasaran dan bagian keuntungan pada berbagai saluran pemasaran (%) di lokasi penelitian.

Sumber : Analisis Data Primer

Keterangan :%BB = persentase bagian biaya pemasaran%BK = persentase bagian keuntungan pemasaranPPD = pedagang pengumpul di tingkat desaPPK = pedagang pengumpul di tingkat kecamatanPrKC = pedagang pengecer kecamatanPPKB = pedagang pengumpul di tingkat kabupatenPrKB = pedagang pengecer kabupatenPrPv = pedagang pengecer di tingkat propinsiPB = pedagang besar di tingkat propinsi

Lampiran 2. Rasio harga di tingkat produsen dengan pengecer dan elastisitas transmisi harga di lokasi penelitian.

Sumber : Analisis Data Primer

Keterangan :Pf/Pr = rasio harga di tingkat produsen dan eceranET = elastisitas transmisi harga