Protein Kedelai

68
KAJIAN KADAR PROTEIN, pH, VISKOSITAS DAN RENDEMEN KECAP WHEY DARI BERBAGAI TINGKAT PENGGUNAAN TEPUNG KEDELAI SKRIPSI Oleh: Elmy Yudihapsari NIM. 0410540015 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2009

Transcript of Protein Kedelai

KAJIAN KADAR PROTEIN, pH, VISKOSITAS DAN RENDEMEN KECAP WHEY DARI BERBAGAI

TINGKAT PENGGUNAAN TEPUNG KEDELAI

SKRIPSI

Oleh:

Elmy Yudihapsari

NIM. 0410540015

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2009

KAJIAN KADAR PROTEIN, pH, VISKOSITAS DAN RENDEMEN KECAP WHEY DARI BERBAGAI

TINGKAT PENGGUNAAN TEPUNG KEDELAI

Oleh:

Elmy Yudihapsari

NIM. 0410540015

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2009

KAJIAN KADAR PROTEIN, pH, VISKOSITAS DAN RENDEMEN KECAP WHEY DARI BERBAGAI

TINGKAT PENGGUNAAN TEPUNG KEDELAI

SKRIPSI

Oleh : Elmy Yudihapsari

NIM. 0410540015

Telah dinyatakan lulus dalam Ujian Sarjana pada hari/tanggal: Rabu / 15 April 2009

Menyetujui

Susunan Tim Penguji

Dosen Pembimbing Utama Anggota Tim Penguji Ir. Susrini Idris, M.App.Sc Dr. Ir. Lilik Eka Radiati, MS Tanggal:............................ Tanggal:................................ Dosen Pembimbing Pembantu Khothibul Umam Al Awwaly, S.Pt., M.Si Tanggal:.....................................................

Malang Fakultas Peternakan

Universitas Brawijaya Dekan

Prof. Dr. Ir. Hartutik, MP Tanggal:............................

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sleman pada tanggal 11 April 1986 sebagai putri kedua

dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Surini Santoso dan Ibu Nunuk Supriyati.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh Penulis adalah Sekolah Dasar

Negeri 3 Singosari selesai pada tahun 1998, Sekolah Menengah Pertama Negeri 3

Singosari selesai pada tahun 2001 dan Sekolah Menengah Umum Widya Gama

Malang selesai pada tahun 2004. Pada tahun 2004 Penulis meneruskan pendidikan di

Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya

melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,

berkat dan hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Skripsi dan

penyusunan laporan yang berjudul “Kajian Kadar Protein, pH, Viskositas dan

Rendemen Kecap Whey Dari Berbagai Tingkat Penggunaan Tepung Kedelai”.

Dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Ir. Susrini Idris, M.App.Sc selaku dosen pembimbing utama, yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan mulai dari penyusunan rencana skripsi

hingga laporan ini.

2. Bapak Khothibul Umam Al A., S.Pt., MSi selaku dosen pembimbing pendamping

yang juga memberikan bimbingan dan pengarahan mulai dari penyusunan

rencana skripsi hingga laporan ini.

3. Bapak dan Ibu serta kakak adikku yang selalu memberikan doa dan dukungan

secara moril dan materiil.

4. Teman-teman THT 2004 atas dorongan, perhatian dan bantuannya sehingga

skripsi ini dapat diselesaikan.

Penulis berharap semoga laporan skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Malang, 14 Mei 2009

Penulis,

ABSTRACT

THE STUDY ON PROTEIN CONTENT, pH, VISCOSITY AND YIELDS OF WHEY SAUCE WITH DIFFERENT

LEVEL OF SOYBEAN FLOUR

Data collected in the research was carried out at Physicochemical Laboratory,

Animal Husbandry Faculty, University of Brawijaya and Food Processing Laboratory, Agritechnology Faculty, University of Brawijaya from September 1st until October 31st 2008.

The objective of the research was to know the best level of soybean flour addition in making whey sauce, to obtain a good product evaluated from the protein content, pH, viscosity and yields.

The research result showed that the soybean flour usage in the whey sauce processing gave a highly significant effect (P<0.01) on the protein content and viscosity of the product, but it didn’t give significant effect (P>0.05) on the pH and yields of whey sauce.The addition of 0% soybean flour (T0), 5% (T5), 10% (T10), and 15% (T15) had the average of protein content (%) 3.46; 4.37; 4.52 and 4.64, pH average 5.16; 5.58; 5.49 and 5.63, viscosity average (centipoises) 65; 80; 1583.33 and 1933.33, yields average (%) 49.45; 51.62; 52.76 and 54.94 respectively.

The conclusion of the research was that the usage of soybean flour could increase protein content and viscosity, but it didn’t give significant effect to pH and yields of whey sauce. The usage of soybean flour could increase protein content because soybean flour had a higher protein content (31.38%) than the whey (0.85%). T15 was the best treatment with protein content 4.64%, pH 5.63, viscosity 1933.33 cp, and yields 54.94%. Based on the research result, it is suggested to add 15% soybean flour in making whey sauce to increase protein content, however it is better to conduct further research regarding to the keeping quality and organoleptic of the product.

Keyword : whey sauce, soybean flour

RINGKASAN

KAJIAN KADAR PROTEIN, pH, VISKOSITAS DAN RENDEMEN KECAP WHEY DARI BERBAGAI TINGKAT PENGGUNAAN TEPUNG KEDELAI

Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisikokimia Hasil Ternak, Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya dan Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya pada tanggal 1 September sampai dengan 31 Oktober 2008. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat penggunaan tepung kedelai yang tepat dalam pembuatan kecap dari whey, agar dihasilkan produk yang baik ditinjau dari kadar protein, pH, viskositas dan rendemen. Materi yang digunakan adalah whey yang diperoleh dari Laboratorium Rekayasa dan Pengolahan Keju Teknologi Hasil Ternak Universitas Brawijaya, tepung kedelai yang dibuat sendiri dan bumbu-bumbu yang dibeli di Pasar Besar Malang. Metode penelitian yang digunakan adalah percobaan dengan Rancangan Acak Lengkap dan diulang tiga kali. Percobaan dilakukan dengan penggunaan tepung kedelai dalam pembuatan kecap whey, yang terdiri dari 4 perlakuan yaitu tanpa penambahan tepung kedelai (T0), penambahan 5% tepung kedelai (T5), 10% tepung kedelai (T10), dan 15% tepung kedelai (T15). Data yang telah diperoleh dianalisa dengan Analisis Ragam dari Rancangan Acak Lengkap dan apabila menunjukkan adanya perbedaan yang nyata diantara perlakuan, maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan. Perlakuan terbaik ditentukan dengan menggunakan Metode Index Efektifitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan tepung kedelai dalam pembuatan kecap whey memberikan perbedaan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein dan viskositas kecap whey, tetapi tidak memberikan perbedaan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap pH dan rendemen kecap whey. Perlakuan T0, T5, T10, dan T15 memberikan rataan kadar protein (%) 3,46; 4,37; 4,52; dan 4,64, pH 5,16; 5,58; 5,49; dan 5,63, viskositas (centipoise) 65; 80; 1583,33; dan 1933,33 serta rendemen (%) 49,45; 51,62; 52,76; dan 54,94. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah perlakuan penggunaan tepung kedelai memberikan pengaruh terhadap kadar protein dan viskositas kecap whey, namun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pH dan rendemen kecap whey. Penggunaan tepung kedelai dapat meningkatkan kadar protein kecap whey karena tepung kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi (31,38%) daripada whey (0,85%). Perlakuan T15 merupakan perlakuan terbaik dengan kadar protein 4,64%, pH 5,63, viskositas 1933,33 cp, dan rendemen 54,94%. Berdasarkan hasil penelitian disarankan bahwa dalam pembuatan kecap whey dapat dilakukan penambahan tepung kedelai 15% untuk meningkatkan kadar proteinnya, namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui daya simpan dan mutu organoleptik produk.

DAFTAR ISI

Halaman

RIWAYAT HIDUP ................................................................................. i

KATA PENGANTAR ............................................................................ ii

ABSTRACT ....................................................................................... iii

RINGKASAN ........................................................................................ iv

DAFTAR ISI ........................................................................................ v

DAFTAR TABEL .................................................................................. vii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................. viii

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ......................................................................... 1 2. Rumusan Masalah .................................................................... 3 3. Tujuan Penelitian ..................................................................... 3 4. Kegunaan Penelitian ................................................................ 4 5. Kerangka Pikir ......................................................................... 4 6. Hipotesis .................................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kecap ....................................................................................... 6 2.2. Bahan Baku Kecap .................................................................... 8 2.2.1. Whey .................................................................................... 8 2.2.2. Tepung Kedelai ................................................................... 10 2.2.3. Bumbu-Bumbu .................................................................... 11 2.2.4. Gula Kelapa .......................................................................... 12 2.3. Proses Pembuatan Kecap ......................................................... 13 2.4. Kualitas Kecap ......................................................................... 14 2.4.1. Kadar Protein ....................................................................... 14 2.4.2. pH ..................................................................................... 15 2.4.3. Viskositas ............................................................................. 15 2.4.4. Rendemen ............................................................................ 15

BAB III METODE PENELITIAN - Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 17 - Materi Penelitian ...................................................................... 17 a. Bahan Penelitian ................................................................. 17 b. Peralatan .............................................................................. 17 - Metode Penelitian .................................................................... 18 a. Rancangan Percobaan .................................................................. 18 b.Pelaksanaan Penelitian .................................................................. 18 3.3.2.1. Formula Kecap Whey . ........................................................ 18 3.3.2.2. Prosedur Pembuatan Tepung Kedelai . ............................... 18 3.3.2.3. Prosedur Pembuatan Kecap Whey ...................................... 19 - Variabel Penelitian .................................................................... 22 - Analisis Data ............................................................................ 22 - Perlakuan Terbaik . ................................................................... 22 - Batasan Istilah .......................................................................... 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.6. Pengaruh Penggunaan Tepung Kedelai Terhadap Kadar Protein Kecap Whey .............................................................................. 25 4.7. Pengaruh Penggunaan Tepung Kedelai Terhadap pH Kecap Whey ............................................................................. 27 4.8. Pengaruh Penggunaan Tepung Kedelai Terhadap Viskositas Kecap Whey ............................................................................. 28 4.9. Pengaruh Penggunaan Tepung Kedelai Terhadap Rendemen Kecap Whey ............................................................................. 31 4.5. Perlakuan Terbaik . ................................................................... 32

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan .............................................................................. 33 2. Saran ........................................................................................ 33

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 34

LAMPIRAN ........................................................................................ 39

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Standar Mutu Kecap .......................................................................... 7

2. Komposisi Kimia Whey .................................................................... 9

3. Komposisi Kimia Tepung Kedelai ..................................................... 11

4. Komposisi Kimia Gula Kelapa .......................................................... 12

5. Kandungan Protein Kecap ................................................................. 14

6. Formula Kecap Whey . ........................................................................ 19

7. Rataan Kadar Protein (%) Kecap Whey ............................................. 25

8. Rataan pH Kecap Whey ...................................................................... 27

9. Rataan Viskositas (centipoise) Kecap Whey ...................................... 29

10. Rataan Rendemen (%) Kecap Whey .................................................. 31

11. Rata-rata Nilai Perlakuan Terbaik ...................................................... 32

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Kedelai .............................. 20

2. Diagram Alir Proses Pembuatan Kecap dari Whey dengan Memodifikasi Proses Pembuatan Kecap Air Kelapa ................................................. 21

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Kadar Protein Cara Makro Kjeldahl .................................................. 39

2. Pengukuran Viskositas ...................................................................... 41

3. Pengukuran pH .................................................................................. 42

4. Pengukuran Rendemen ...................................................................... 43

5. Data dan Analisa Ragam Kadar Protein Kecap Whey ...................... 44

6. Data dan Analisa Ragam pH Kecap Whey ........................................ 47

7. Data dan Analisa Ragam Viskositas Kecap Whey ............................. 49

8. Data dan Analisa Ragam Rendemen Kecap Whey ............................ 51

9. Kuisioner Pemilihan Ranking Peranan Variabel Terhadap Mutu Produk ........................................................................................... 53

10. Pemilihan Perlakuan Terbaik . ............................................................ 54

11. Hasil Analisa Kadar Protein, Kadar Air, pH pada Whey dan Tepung Kedelai ........................................................................................... 56

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Whey merupakan limbah keju yang berupa cairan berwarna kuning kehijauan

yang diperoleh dari penyaringan dan pengepresan curd selama proses pembuatan

keju. Produksi whey sekitar 80 – 90% dari total susu segar yang digunakan untuk

produksi keju dan kasein. Limbah whey di seluruh dunia dapat mencapai lebih kurang

118 juta ton/tahun, 66% di Eropa, 25% di USA dan 9% tersisa di negara-negara lain

(Anonim, 2008a).

Di Indonesia banyak dijumpai industri keju dari susu sapi dengan berbagai

ukuran dan kapasitas produksinya, salah satu di antaranya adalah industri keju

Malang di Kecamatan Wajak Kabupaten Malang Jawa Timur, pabrik keju Natura ala

Gouda di desa Sasagaran Baros Sukabumi, dan pabrik keju Tanjungsari Jawa Barat

yang setiap harinya memproduksi kurang lebih 30 kilogram keju (Anonim, 2008b).

Permasalahan yang dihadapi dalam proses pembuatan keju adalah dihasilkannya

limbah cair (whey) sisa dari pembentukan curd yang relatif banyak. Setiap

memproduksi 1 kilogram keju dari 10 liter susu akan menghasilkan 9 liter whey

(Clark,1992).

Menurut Spreer (1998), whey mengandung air 93-94 persen, bahan kering 6-

6,5 persen yang terdiri dari laktosa 4,5-5 persen, total protein 0,8-1,0 persen, whey

protein 0,6-0,65 persen, asam sitrat 0,1 persen dan mineral 0,5-0,7 persen. Menurut

Anonymous (2006a), jenis protein yang terdapat dalam whey adalah �-laktoglobulin,

�-laktalbumin dan serum globulin. Nutrisi yang terkandung di dalam whey masih

tinggi maka whey dapat dimanfaatkan sebagai produk pangan yang memiliki nilai

ekonomi. Salah satu alternatif pemanfaatannya adalah menggunakan whey sebagai

bahan baku pada pembuatan kecap.

Kecap merupakan salah satu jenis makanan fermentasi yang sudah lazim

dikonsumsi di Indonesia, berupa produk cair yang berwarna coklat gelap mempunyai

rasa manis atau asin dan digolongkan dalam makanan yang mempunyai flavour atau

aroma yang khas. Kecap dapat memperkuat flavour dan memberikan warna pada

daging, ikan, sayuran atau bahan pangan lain (Kuswanto dan Sardjono, 1988). Di

Indonesia dikenal dua macam kecap yaitu kecap manis dan kecap asin. Pada dasarnya

cara pembuatan kecap tersebut hampir sama, yang berbeda hanya pada bahan

dasarnya. Kecap asin diperoleh dari filtrat hasil ekstraksi tanpa atau ditambah sedikit

gula, sedangkan kecap manis diperoleh dari pengenceran dengan penambahan gula

sehingga diperoleh rasa manis.

Kecap merupakan salah satu bahan pangan tradisional berupa cairan berwarna

hitam yang rasanya manis atau asin. Kecap pada umumnya dibuat dari kedelai hitam,

tiram, kerang, siput, air kelapa dan bahan-bahan lain dengan proses fermentasi,

hidrolisis dan penggunaan dua-duanya (Ridwan, 2002).

Pembuatan produk kecap whey berdasarkan hasil penelitian Ernawati (2007)

menunjukkan bahwa kadar protein kecap whey adalah 1,80%. Hal ini belum

memenuhi standar mutu kecap yang baik menurut Anonim (2005) yaitu minimum

2,5%, sehingga perlu dilakukan modifikasi kecap whey dengan penambahan bahan

pangan sumber protein seperti tepung kedelai.

Penambahan tepung kedelai diharapkan dapat meningkatkan kadar protein

pada kecap whey karena tepung kedelai mempunyai kandungan protein yang tinggi

daripada tepung-tepung yang lain yaitu 34,39%. Konsentrasi protein dapat

mempengaruhi besarnya nilai viskositas karena kandungan kolagen dalam protein

kedelai dengan pemanasan akan larut menjadi gelatin. Gelatin akan mengikat air dan

membuat adonan menjadi kental. Kandungan air, dan bahan padatan yang terdapat

pada tepung kedelai yaitu protein, lemak dan abu dapat mempengaruhi viskositas dan

rendemen kecap. Tepung kedelai merupakan bahan yang bersifat alkalis karena

tepung kedelai mempunyai pH 7,7, sehingga penambahan tepung kedelai dapat

mempengaruhi besarnya nilai pH.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimanakah pengaruh penggunaan tepung kedelai yang berbeda dalam

pembuatan kecap manis dari whey, terhadap kadar protein, pH, viskositas dan

rendemen.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat penggunaan tepung

kedelai yang tepat dalam pembuatan kecap manis dari whey, agar dihasilkan produk

yang baik ditinjau dari kadar protein, pH, viskositas dan rendemen.

1.4. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai bahan masukan, informasi dan

pengembangan teknologi hasil ternak berupa produk olahan dari whey kepada

masyarakat dan menghasilkan produk kecap dari whey yang berkualitas baik, yaitu

produk yang memenuhi standar kualitas yang berlaku.

1.5. Kerangka Pikir

Kecap merupakan produk fermentasi kedelai, berupa cairan kental berwarna

coklat tua. Produk ini digunakan sebagai bumbu atau penyedap berbagai masakan

(Suyamto, 2007).

Di Indonesia dikenal dua macam kecap, yaitu kecap manis dan kecap asin.

Kecap manis diperoleh dari pengenceran dengan penambahan gula sehingga

diperoleh rasa yang manis. Kecap manis dipermanis dengan gula kelapa dan

digunakan sebagai suatu bumbu. Kecap dapat memperkuat flavour dan memberikan

warna pada daging, ikan, sayuran atau bahan pangan lain (Kuswanto dan Sardjono,

1988). Viskositas dari kecap adalah kental dan sama sekali tidak asin dan mempunyai

rasa gula berkaramel (Anonim, 2006c).

Berdasarkan jenis proses pembuatannya, kecap dapat dibedakan menjadi tiga

jenis, yaitu kecap hasil fermentasi, kecap hasil hidrolisa, dan kecap hasil proses fisis

atau pencampuran. Kecap yang dibuat dengan cara fermentasi dapat menghasilkan

kecap tradisional dan memiliki cita rasa yang khas. Kecap dengan proses hidrolisa

akan menghasilkan jenis kecap modern. Kecap modern dapat dibuat dalam waktu

yang singkat atau cepat namun tidak memiliki cita rasa yang khas sehingga kurang

disukai konsumen. Kecap hasil proses fisis atau pencampuran akan menghasilkan

kecap dengan kondisi yang dapat diatur (Suprapti, 2005).

Whey merupakan hasil samping dari keju yang belum dimanfaatkan secara

maksimal. Whey mengandung asam amino esensial dan vitamin (Anonim, 2007).

Whey mengandung asam amino di antaranya terdapat asam glutamat yang

membentuk dispersi koloid. Jenis protein yang terdapat dalam whey adalah �-

laktoglobulin, �-laktalbumin, immunoglobulin dan serum globulin (Anonymous,

2006a). Nutrisi yang terkandung di dalam whey ini masih dapat dimanfaatkan sebagai

produk pangan, salah satunya adalah sebagai bahan baku kecap (Setiawan, 2005).

Tepung kedelai terbuat dari kedelai yang diolah dan digiling atau ditumbuk

menjadi bentuk tepung. Penggunaan panas dalam pengolahan diperlukan untuk

peningkatan rasa (Hermana, 1985). Tepung kedelai mempunyai kandungan protein

sebesar 34,39% (Widodo, 2001), sehingga tepung kedelai dapat digunakan untuk

meningkatkan kadar protein kecap whey yang mempunyai kadar protein minimum

2,5%.

1.6. Hipotesis

Terdapat perbedaan pengaruh penggunaan tepung kedelai yang berbeda dalam

pembuatan produk kecap manis dari whey sehingga dihasilkan produk yang baik

ditinjau dari kadar protein, pH, viskositas dan rendemen.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kecap

Menurut Standar Industri Indonesia (SII No. 32 th 1974), kecap adalah cairan

kental yang mengandung protein yang diperoleh dari rebusan kedelai yang telah

diragikan dan ditambahkan gula, garam serta rempah-rempah (Anonim, 2006�). SII

No. 0174-1978 menyatakan bahwa kecap manis adalah produk berbentuk kental dan

berwarna merah kehitaman hasil fermentasi kacang kedelai (koji) dan fermentasi air

garam (moromi), kemudian diolah dengan gula dan bumbu-bumbu serta bahan

pengawet jika diperlukan (Anonim, 2006�).

Di Indonesia dikenal dua macam kecap, yaitu kecap manis dan kecap asin.

Kecap asin adalah kecap yang diperoleh dari filtrat hasil ekstraksi tanpa atau

ditambah sedikit gula, sedang kecap manis diperoleh dari pengenceran dengan

penambahan gula sehingga diperoleh rasa yang manis. Kecap manis dipermanis

dengan gula kelapa dan digunakan sebagai suatu bumbu. Viskositas dari kecap manis

adalah kental dan sama sekali tidak asin dan mempunyai rasa kaya gula berkaramel

(Anonymous, 2006b).

Menurut Astawan (1991), kecap merupakan salah satu jenis makanan

kesukaan penduduk Indonesia, bahkan penggunaannya sudah meluas sampai ke

pedalaman. Pembuatan kecap di Indonesia, kebanyakan dilakukan secara tradisional

yaitu dengan membiarkan kapang tumbuh secara spontan, sehingga mutu kecap yang

dihasilkan pun berbeda-beda. Mutu kecap, selain dipengaruhi oleh perbedaan varietas

kedelai yang digunakan, juga dipengaruhi oleh lama fermentasi di dalam larutan

garam dan kemurnian biakan kapang yang digunakan. Jenis mikroba yang digunakan,

proses pengolahan yang dilakukan juga mempengaruhi mutu kecap yang dihasilkan.

Standar mutu kecap dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Standar Mutu Kecap No Uraian Satuan Persyaratan 1 Keadaan - Bau - Normal, khas - Rasa - Normal, khas

2 Protein (N x 6,25) % b/b Min. 2,5 3 Padatan terlarut % b/b Min. 10 4 NaCl (garam) % b/b Min. 30 5 Total gula (dihitung sebagai

sukrosa) % b/b Min. 40

6 Bahan tambahan makanan 1. Pengawet - Benzoat mg/kg Maks. 600 - Metil Benzoat para hidroksil

benzoat mg/kg Maks. 250

- Propil para hidroksil benzoat mg/kg Maks. 200 2. Pewarna tambahan mg/kg Sesuai SNI 01-0222-

1995 7 Cemaran logam - Pb mg/kg Maks. 1,0 - Cu mg/kg Maks. 30,0 - Zn mg/kg Maks. 40,0 - Sn mg/kg Maks. 40,0 - Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,5

8 Arsen mg/kg Maks. 0,5 9 Cemaran mikroba - Angka lempeng total Koloni/g Maks. 105

- Bakteri Coliform APM/g Maks. 102

- E. coli APM/g < 3 - Kapang Koloni/g Maks. 50

Sumber : Anonim (2005)

2.2. Bahan Baku Kecap

2.2.1. Whey

Whey adalah serum susu yang dihasilkan dari industri pembuatan keju setelah

proses pemisahan kasein dan lemak selama pengendapan susu. Whey telah lama

dikenal sebagai limbah industri pangan, khususnya dari pengolahan keju. Whey

tersebut merupakan polutan terbesar dari limbah cair dalam pembuatan keju diikuti

dengan air pencuci dan air pasteurisasi. Setiap kilogram keju yang diproduksi akan

menghasilkan 8-9 liter whey cair (Jenie dan Rahayu, 1993).

Whey mengandung asam amino di antaranya terdapat asam glutamat yang

membentuk dispersi koloid. Jenis protein yang terdapat dalam whey adalah �-

laktoglobulin, �-laktalbumin, immunoglobulin dan serum globulin (Anonymous,

2006a). Protein whey umumnya globuler yang disebabkan oleh gugus disulfida yang

jumlahnya cukup tinggi. �-laktoglobulin dan �-laktalbumin merupakan protein utama

dalam whey. �-laktoglobulin merupakan suatu protein globuler kompleks yang

mengandung gugus-gugus sulfhidril (-SH-) bebas dengan rantai polipeptida tunggal

yang berperan pada flavour masak susu yang dipanaskan. �-laktoglobulin kaya akan

lisin, leusin, asam glutamat dan asam aspartat (De Man, 1997). Protein whey tidak

mengalami pengendapan oleh pengasaman atau renneting, namun ketika susu

dipanaskan hingga 65oC atau lebih, protein whey mulai terdenaturasi (Gordon, 1993).

Laktosa, protein dan mineral merupakan tiga komponen utama dalam bahan

kering whey. Laktosa yang terkandung dalam whey asam lebih rendah dibandingkan

whey manis, karena sebagian laktosa dalam whey asam telah difermentasi menjadi

asam laktat. Asam laktat yang terdapat dalam whey manis akan meningkat cepat

apabila tidak segera dipasteurisasi atau disimpan pada suhu dingin. Rata-rata

kandungan protein dalam whey manis lebih tinggi daripada whey asam sehingga lebih

menguntungkan apabila dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam industri makanan

(Clark, 1992).

Berdasarkan mekanisme koagulasi kasein, Spreer (1998) membedakan whey

menjadi dua yaitu whey manis (rennet whey) dan whey asam (quark whey). Whey

manis diperoleh dari koagulasi kasein secara enzimatik dan umumnya bebas dari

kalsium, sedangkan whey asam diperoleh dari koagulasi kasein dengan asam (proses

pengasaman) dan umumnya mengandung kalsium laktat. Jenie dan Rahayu (1993)

menyebut whey manis sebagai limbah cair dari produksi keju alami dan keju olahan

yang menggunakan susu penuh sebagai bahan bakunya. Susu skim digunakan untuk

produksi keju cottage dan quark yang akan menghasilkan whey yang disebut whey

asam. Whey manis mempunyai pH sekitar 5-7, sedangkan whey asam sekitar 4-5.

Menurut Spreer (1998), walaupun whey merupakan limbah, namun whey

mempunyai nilai nutrisi protein dan karbohidrat sehingga dapat dimanfaatkan dalam

bidang pangan. Pemanfaatan whey secara tepat akan memberikan nilai ekonomi yang

tinggi, memberikan kelengkapan dan efisiensi penggunaan bahan baku susu, serta

mengurangi polutan cair. Pemanfaatan whey secara komersial telah dilakukan, yaitu

dengan mengolah whey menjadi bahan makanan dan minuman (Gordon, 1993).

Komposisi kimia whey segar dapat dilihat pada Tabel 2. Kandungan gizi yang

terdapat pada whey memungkinkan untuk diolah menjadi produk pangan.

Tabel 2. Komposisi kimia whey Nutrisi Kandungan

Laktosa 4,5 – 5 % Protein 0,6 – 0,8 % Lemak 0,4 – 0,5 % Garam mineral 8 – 10 % Air 83 – 87 % pH < 5 (whey asam)

6-7 (whey manis) Sumber : Siso and Gonzales (1996)

2.2.2. Tepung Kedelai

Tepung kedelai sering dikenal sebagai soy flour dan grit. Bahan tersebut

biasanya mengandung 40-50% protein, bergantung pada kadar lemaknya.

Berdasarkan kadar lemaknya, dikenal dua macam bentuk produk tepung masing-

masing tepung kedelai berlemak penuh dan berlemak rendah (Winarno, 1993).

Tepung kedelai berlemak penuh menggunakan bahan baku kedelai utuh, sedangkan

tepung kedelai berlemak rendah umumnya menggunakan bungkil kedelai yang telah

diekstrak lemaknya (Koswara,1992).

Tepung kedelai terbuat dari kedelai yang diolah dan digiling atau ditumbuk

menjadi bentuk tepung. Penggunaan panas dalam pengolahan diperlukan untuk

peningkatan nilai gizi, daya tahan simpan dan meningkatkan rasa (Hermana, 1985).

Pembuatan tepung kedelai dimulai dengan cara merendam biji kedelai yang

telah kering dalam air selama 24 jam tanpa pemanasan. Biji kedelai yang telah

direndam kemudian ditiriskan dan digiling halus sampai menjadi tepung kedelai,

kemudian dikeringkan hingga diperoleh kadar air yang rendah (3%) (Ngantung,

2003). Komposisi kimia tepung kedelai dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia tepung kedelai Komposisi Kandungan Air (% bb) 4,873 Protein (%) 34,390

N terlarut (%) 4,607 N amino (%) 0,056 Lemak (%) 25,530

Gula reduksi (%) 0,123 Abu (%) 3,720

Nilai cerna protein (%) 75,490 Sumber : Widodo (2001)

2.2.3. Bumbu-Bumbu

Penambahan bumbu-bumbu pada masakan sangat penting, yang memiliki

fungsi untuk memberikan rasa dan bau yang sedap pada masakan, serta memberi

pengaruh pengawetan terhadap bahan makanan yang bersifat antimikroorganisme.

Bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan kecap adalah: bawang putih,

lengkuas, kayu manis, kemiri, serai, salam dan pekak (Wijayakusuma, 1997).

Garam yang sering dipakai dalam susunan makanan sehari-hari atau dalam

pengolahan makanan adalah garam dapur yang dikenal dengan nama natrium klorida

(Winarno dan Fardiaz, 1980).

Garam berfungsi sebagai pengawet atau penghambat pertumbuhan mikroba,

penambahan aroma dan cita rasa atau flavour. Garam akan menaikkan tekanan

osmotik medium atau bahan pangan yang juga akan direfleksikan dengan rendahnya

aktifitas air pada sel dan menyebabkan air dalam sel mikroorganisme akan terserap

keluar sel dan dapat menyebabkan sel kekurangan air dan mati (Buckle, Edwards,

Fleet and Wootton, 1987).

Penggunaan rempah-rempah tergantung dari selera, menurut Pitojo (1996),

bumbu yang biasa digunakan dalam pembuatan kecap adalah bawang putih 1,2%,

ketumbar 0,5%, keluwak 4%, pekak 0,05%, kunyit 0,8%, daun salam 0,6%, daun

sereh 0,6%, lengkuas 1,4% dan penyedap rasa monosodium glutamate atau lebih

dikenal dengan vetsin 0,5%, garam 2,25% dan gula 75% dari bahan baku.

2.2.4. Gula Kelapa

Gula kelapa merupakan hasil dari proses penguapan nira kelapa. Proses

pembuatan gula kelapa dilakukan melalui tahap penyadapan, penyaringan,

pemasakan nira dan pencetakan gula (Anonim, 2006c). Rasa dan aroma yang khas

menyebabkan gula kelapa banyak digunakan dalam pengolahan makanan baik dalam

skala rumah tangga maupun industri kembang gula, dodol, kecap dan lain-lain

(Suprayitno, 1993). Komposisi kimia gula kelapa dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi kimia gula kelapa Komposisi Kandungan (%)

Kadar Air 84,84 Kadar Karbohidrat 14,35

Kadar Protein 0,10 Kadar Abu 0,66

Kadar Lemak 0,17 Sumber : Anonim (2006c)

Gula kelapa yang dipanaskan menjadi karamel berwarna coklat hingga hitam

yang menghasilkan aroma khas, sering digunakan sebagai pewarna makanan dan

aroma rasa. Penambahan gula juga sangat berperan mempengaruhi flavour dalam

produk. Larutan gula dan gula yang pekat dapat menurunkan Aw serta mengakibatkan

tekanan osmotik dan menyebabkan air dalam sel mikroorganisme terserap keluar dan

menyebabkan sel kekurangan air dan mati (Buckle et al., 1987).

2.3. Proses Pembuatan Kecap

Berdasarkan jenis pembuatannya, kecap dapat dibedakan menjadi tiga jenis

yaitu kecap hasil fermentasi, kecap hasil hidrolisa dan kecap hasil proses fisik atau

pencampuran. Kecap yang dibuat dengan cara fermentasi dapat menghasilkan kecap

tradisional dan memiliki cita rasa yang khas. Kecap dengan proses hidrolisa akan

menghasilkan jenis kecap modern. Kecap modern dapat dibuat dalam waktu yang

singkat atau cepat namun tidak memiliki rasa yang khas sehingga kurang disukai

konsumen. Kecap hasil proses fisik atau pencampuran akan menghasilkan kecap

dengan kondisi yang dapat diatur (Suprapti, 2005).

Proses pembuatan kecap manis dengan cara pencampuran dapat dilakukan

dengan cara sebagai berikut (Suprapti, 2005) :

5. Bumbu seperti bawang putih, kemiri, laos, keluwak dan pekak dihaluskan.

6. Gula kelapa dikaramelkan.

7. Bahan baku kecap dipanaskan di atas kompor kemudian gula yang dikaramelkan

dimasukkan, setelah itu bumbu yang telah dihaluskan dimasukkan kemudian

dimasak hingga warnanya berubah menjadi kuning kecoklatan dan mulai kental.

2.4. Kualitas Kecap

2.4.1. Kadar Protein

Kadar protein bahan pangan umumnya dipakai sebagai salah satu cara untuk

mengukur mutu bahan pangan karena protein adalah suatu zat yang penting bagi

kehidupan manusia (Sudarmadji, Haryono dan Suhardi, 1997). Fungsi utama protein

adalah untuk memelihara jaringan yang telah ada, membangun jaringan atau sel baru,

pengatur dan penghasil energi (Belitz and Grosch, 1999). Protein secara kimia adalah

molekul kompleks yang terdiri dari rantai asam amino yang mengandung unsur

karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen (Susanto dan Widyaningtyas, 2004).

Kualitas protein ditentukan oleh komposisi asam amino, sehingga mempunyai

kualitas yang beraneka ragam tergantung sampai seberapa jauh protein dapat

menyediakan asam amino esensial dalam jumlah memadai (Chuzaemi, 2004). Protein

yang mampu menyediakan asam amino esensial dalam perbandingan yang menyamai

kebutuhan manusia mempunyai mutu yang tinggi dan sebaliknya protein yang

kekurangan satu atau lebih asam amino esensial mempunyai mutu yang rendah

(Winarno, 1997).

Kriteria kualitas kecap berdasarkan kandungan protein menurut Kuswanto dan

Sardjono (1988) seperti pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan protein kecap Jenis Kecap Kualitas Kadar Protein

Kecap Asin _ Minimum 2%

Kecap Manis No. 1 Minimum 6%

No. 2 4 – 6%

No. 3 2 – 4% Sumber : Kuswanto dan Sardjono (1988)

2.4.2. pH

Menurut Ressang dan Nasution (1982), potensial hidrogen (pH) didefinisikan

sebagai hasil pengukuran terhadap konsentrasi ion hidrogen bebas yang menyatakan

ukuran keasaman atau alkalinitas suatu larutan dengan menggunakan pH meter. Bila

bahan dilarutkan dalam air, perbandingan ion hidrogen terhadap ion hidroksil akan

berubah. Jika jumlah ion hidrogen lebih besar daripada jumlah ion hidroksil,

larutannya bersifat asam sehingga pH menjadi turun, begitu pula sebaliknya (Gaman

and Sherrington, 1994). Semakin tinggi tingkat keasaman suatu bahan pada larutan

maka semakin besar kecenderungan untuk melepaskan proton (ion H+) sehingga pH

menjadi turun.

2.4.3. Viskositas

Viskositas atau kekentalan adalah suatu hambatan yang menahan aliran zat

cair secara molekuler yang disebabkan oleh gerakan acak dari molekul zat cair

tersebut (Susanto dan Yuwono, 2001). Viskositas bahan pangan dapat diukur

berdasarkan derajat viskositas larutan terhadap cairan pelarut dengan menggunakan

viskometer baik secara absolute maupun secara relative. Unit ukuran absolute adalah

poise, sedangkan yang relative didasarkan atas besarnya volume yang mengalir pada

waktu tertentu dan dalam waktu yang ditentukan (Fennema, 1996).

2.4.4. Rendemen

Rendemen adalah jumlah persentase sampel akhir setelah pemasakan dan

dinyatakan dalam % (bobot/bobot). Rendemen juga dapat diartikan persentase rasio

antara produk yang diperoleh terhadap susu yang digunakan. Rendemen diperoleh

dari terbentuknya curd sebagai hasil koagulasi kasein susu, sehingga besar kecilnya

rendemen tergantung pada hasil koagulasi kasein susu. Webb, Johnson and Alford

(1980) menyatakan bahwa koagulasi akan meningkat secara logaritmik bersama

dengan konsentrasi bahan kering susu.

Rendemen yang diperoleh, selain ditentukan oleh bahan kering susu juga

dipengaruhi faktor lain seperti reaksi proteolisis dan penggunaan bahan tambahan

makanan. Reaksi proteolisis yang berlanjut dapat menurunkan rendemen yang

diperoleh, karena proteolisis yang berlanjut akan meningkatkan fraksi protein yang

terlarut dalam whey (Muchtadi, Palupi dan Astawan, 1992). Penggunaan bahan

tambahan makanan merupakan salah satu alternatif yang dilakukan untuk

meningkatkan rendemen yang diperoleh dalam pembuatan produk.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan data pada penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium

Fisikokimia Hasil Ternak Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan

Universitas Brawijaya dan Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Fakultas

Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, dimulai pada tanggal 1 September

sampai dengan 31 Oktober 2008.

3.2. Materi Penelitian

3.2.1. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah whey yang

diperoleh dari Laboratorium Rekayasa dan Pengolahan Keju Teknologi Hasil Ternak

Universitas Brawijaya, tepung kedelai yang dibuat sendiri, serta bumbu-bumbu yang

dibeli di pasar besar Malang. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis adalah

K2SO4, HgO, H2SO4, Zn, K2S 4%, NaOH 5%, HCl 0,1% dengan merek Merck

produksi Jerman, akuades dan larutan buffer.

3.2.2. Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kjeldahl merk Buchi

Distillation Unit K-350 untuk destilasi dan Buchi Digestion Unit K-424 untuk

destruksi, viskometer merk Rion Viscotester VT-04, pH meter merk Lutron YK-2001,

timbangan analitik merk Denver I M-310, erlenmeyer, gelas ukur, pengaduk, dan

kompor.

3.3. Metode Penelitian

3.2.1. Rancangan Percobaan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah percobaan dengan

Rancangan Acak Lengkap dan diulang tiga kali. Percobaan dilakukan dengan

penggunaan tepung kedelai dalam pembuatan kecap whey, yang terdiri dari 4

perlakuan yaitu : T0 (tanpa penambahan tepung kedelai), T5 (penambahan 5% tepung

kedelai), T10 (penambahan 10% tepung kedelai), T15 (penambahan 15% tepung

kedelai).

3.3.2. Pelaksanaan Penelitian

3.3.2.1. Formula Kecap Whey

Berdasarkan penelitian Ernawati (2007) didapatkan formula kecap whey yang

baik yaitu dengan perbandingan konsentrasi bumbu dan gula yaitu sebesar 10% dan

60% dari bahan. Formula kecap whey dapat dilihat pada Tabel 6.

3.3.2.2. Prosedur Pembuatan Tepung Kedelai

Langkah pembuatan tepung kedelai yaitu biji kedelai dicuci sampai bersih dan

ditiriskan dalam wadah sampai kering selama + 15 menit. Biji kedelai disangrai

dengan api kecil dengan suhu 50-600C selama + 30 menit dan didinginkan pada suhu

ruang (240C) selama 30 menit, kemudian dihaluskan dengan cara digiling. Proses

pembuatan tepung kedelai secara singkat dapat dilihat pada Gambar 1.

Tabel 6. Formula Kecap Whey

Komponen T0 T5 T10 T15 Whey 100 ml 100 ml 100 ml 100 ml Gula Kelapa 60 g 60 g 60 g 60 g Tepung Kedelai - 5 g 10 g 15 g Bumbu 10 g 10 g 10 g 10 g

- Bawang Putih 1,2 g 1,2 g 1,2 g 1,2 g - Ketumbar 0,5 g 0,5 g 0,5 g 0,5 g - Keluwak 4 g 4 g 4 g 4 g - Pekak 0,05 g 0,05 g 0,05 g 0,05 g - Lengkuas 1,4 g 1,4 g 1,4 g 1,4 g - Daun Salam 0,2 g 0,2 g 0,2 g 0,2 g - Daun Serai 0,2 g 0,2 g 0,2 g 0,2 g - Daun Jeruk 0,2 g 0,2 g 0,2 g 0,2 g - Garam 2,25 g 2,25 g 0,2 g 0,2 g

3.3.2.3. Prosedur Pembuatan Kecap Whey

Jenis proses pembuatan kecap whey ini termasuk dalam jenis kecap hasil fisis

atau pencampuran. Kombinasi perlakuan dapat dibuat menjadi kecap whey dengan

urutan proses sebagai berikut:

1. Bumbu-bumbu dicuci dan dihaluskan.

2. Karamelisasi gula kelapa dengan 200 ml air sampai menjadi sirup gula.

3. Whey sebanyak 100 ml disaring, kemudian direbus dengan bumbu selama 5

menit dan disaring.

4. Larutan kemudian dicampur dengan sirup gula dan tepung kedelai (5%, 10%,

15% dari total whey), direbus kembali selama 15 menit.

5. Kecap yang telah direbus kemudian didinginkan.

Proses pembuatan kecap manis dari whey dilakukan dengan suhu (900C) dan

waktu (20 menit) yang sama untuk semua perlakuan. Proses pembuatan kecap dari

whey secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan tepung kedelai (Ngantung, 2003).

Biji Kedelai

Dicuci

Tepung Kedelai

Ditiriskan

Disangrai

Didinginkan

Digiling

Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan kecap dari whey dengan memodifikasi

proses pembuatan kecap air kelapa (Pitojo, 1996).

Dihaluskan

Bumbu

Dicuci

Disaring

Direbus 5 menit

Didinginkan

Dihomogenkan

Disaring

Gula kelapa + air 200 ml

Ampas Bumbu

Tepung Kedelai 0%, 5%, 10%, 15%

Dipanaskan

Disaring

Sirup Gula

Ampas Gula

Analisa: - kadar protein - kadar air - pH

Analisa: - kadar protein - kadar air - pH

Direbus 15 menit

Kecap manis

Analisa: - kadar protein - rendemen - pH -viskositas

Whey

3.4. Variabel Penelitian

Variabel yang diukur pada pembuatan kecap dari whey adalah :

1. Kadar protein, menggunakan metode Makro Kjeldahl (Association of Official

Analytical Chemist (AOAC), 1990), yang prosedurnya dapat dilihat pada

Lampiran 1.

2. pH, menggunakan pH meter (Sudarmadji, 1984), yang prosedurnya dapat

dilihat pada Lampiran 2.

3. Viskositas, menggunakan Viscometer (Susanto dan Yuwono, 2001), yang

prosedurnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

4. Rendemen, menurut AOAC (1990), yang prosedurnya dapat dilihat pada

Lampiran 4.

3.5. Analisis Data

Data yang telah diperoleh dianalisa dengan menggunakan Analisis Ragam

Rancangan Acak Lengkap dan apabila menunjukkan adanya perbedaan yang nyata

dari perlakuan, maka analisa data dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan

(Yitnosumarto, 1993).

7.6. Perlakuan Terbaik

Perhitungan dan penentuan perlakuan terbaik dilakukan menurut metode De

Garmo, Sullivan and Canada (1984) menggunakan metode indeks efektifitas yang

dimodifikasi oleh Susrini (2003) sebagai berikut:

1. mengurutkan (meranking) variabel berdasarkan pentingnya peranannya

terhadap mutu produk dari yang tertinggi ke terendah, menurut pendapat

responden yang prosedurnya dapat dilihat pada Lampiran 9.

2. menentukan bobot masing-masing variabel berdasarkan ranking yang

diperoleh pada butir 1, sedemikian rupa sehingga kepentingan relatif dapat

dikuantifikasi antara 0 sampai 1 (angka 1 untuk yang peranannya tertinggi).

3. menghitung bobot normal dari masing-masing variabel dengan membagi

bobot tiap variabel dengan jumlah bobot variabel.

abelbobot varijumlah variabelmasing-masingbobot

normalBobot =

4. menghitung nilai efektifitas dengan rumus:

terjelekNilai terbaikNilai terjelekNilaiperlakuan Nilai

s)efektivita (Nilai Ne−

−=

Untuk variabel dengan nilai rata-rata semakin besar semakin baik (misalnya

nilai mutu organoleptik), maka nilai terendah sebagai nilai terjelek dan nilai

tertinggi sebagai nilai terbaik.

Untuk variabel dengan nilai rata-rata semakin kecil semakin baik (misalnya

kandungan mikroorganisme yang merugikan), maka nilai tertinggi sebagai

nilai terjelek dan nilai terendah sebagai nilai terbaik.

5. menghitung nilai hasil (Nh) variabel yang diperoleh dari perkalian antara

bobot normal masing-masing variabel dengan Ne-nya.

6. menjumlahkan semua nilai hasil (Nh) dari masing-masing perlakuan.

7. perlakuan yang memiliki nilai hasil (Nh) tertinggi ditentukan sebagai

perlakuan terbaik dalam penelitian.

7.7. Batasan Istilah

Whey : Cairan hasil samping dalam proses pembuatan keju.

Kecap Whey : Produk olahan yang dibuat dari whey dengan cara pemanasan dan

ditambah bumbu-bumbu, gula kelapa dan tepung kedelai.

Rendemen : Banyaknya hasil yang diperoleh selama pemasakan.

Viskositas : Suatu hambatan yang menahan aliran zat secara molekuler yang

disebabkan oleh gesekan acak dari molekul zat cair tersebut.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengaruh Penggunaan Tepung Kedelai terhadap Kadar Protein Kecap Whey

Kadar protein kecap whey merupakan salah satu parameter yang menentukan

kualitas kecap. Data dan analisa ragam kadar protein kecap whey dapat dilihat pada

Lampiran 5. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan tepung

kedelai memberikan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein

kecap whey. Rataan kadar protein kecap whey menunjukkan bahwa rataan kadar

protein terendah terdapat pada perlakuan T0 (tanpa penambahan tepung kedelai) yaitu

3,46% dan rataan tertinggi terdapat pada perlakuan T15 (penambahan 15% tepung

kedelai) yaitu 4,64%. Rataan kadar protein kecap whey dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan Kadar Protein Kecap Whey Perlakuan Rataan (%)

T0 3,46a + 0,3831 T5 4,37b + 0,1808 T10 4,52b + 0,3044 T15 4,64b + 0,1686

Keterangan : Superskrip a,b dari rataan kadar protein kecap whey yang mendapat perlakuan penggunaan tepung kedelai yang berbeda menunjukkan perbedaan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01)

Tabel 7 menunjukkan bahwa rataan kadar protein kecap whey dengan

perlakuan tanpa penggunaan tepung kedelai (T0) sangat berbeda nyata dibandingkan

perlakuan penggunaan tepung kedelai dengan konsentrasi 5% (T5), 10% (T10) dan

15% (T15). Penggunaan tepung kedelai sangat berpengaruh terhadap kadar protein

kecap whey.

Pada penelitian ini kadar protein pada perlakuan tanpa penambahan tepung

kedelai (T0) sudah memenuhi standar mutu kecap yang baik yaitu minimum 2,5%.

Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Ernawati (2007) yang menunjukkan bahwa

kadar protein kecap whey tanpa penambahan tepung kedelai yaitu 1,80%. Kenaikan

kadar protein kecap whey tanpa penambahan tepung kedelai pada penelitian ini

kemungkinan disebabkan oleh waktu yang digunakan pada proses pengolahan kecap

whey yang berbeda dengan penelitian terdahulu. Waktu yang digunakan pada

penelitian Ernawati (2007) adalah 30 menit, sedangkan pada penelitian ini digunakan

waktu 20 menit. Lama waktu proses pengolahan dapat mempengaruhi kadar protein

kecap, sebagaimana yang dinyatakan oleh Poesponegoro (1974) bahwa perlakuan

panas selama perebusan sangat mempengaruhi kerentanan protein. Perebusan dapat

meningkatkan mutu bahan sumber protein tetapi panas yang berlebihan dapat

mengurangi nilai proteinnya.

Pemanasan menyebabkan terjadinya reaksi maillard antara asam amino atau

protein dengan gula pereduksi yang membentuk melanoidin yaitu suatu polimer

berwarna coklat. Reaksi ini dapat menurunkan nilai gizi protein dengan menurunkan

nilai cerna dan ketersediaan asam amino (Anonim, 2008c). Reaksi maillard

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain suhu, aktifitas air dan pH (Johnson,

1993).

Peningkatan kadar protein yang terdapat pada kecap whey disebabkan oleh

penambahan tepung kedelai. Semakin tinggi tingkat penambahan tepung kedelai,

maka semakin tinggi pula kadar protein kecap whey. Hal ini dikarenakan komposisi

dari tepung kedelai yang mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi yaitu

sebesar 34,39% (Widodo, 2001). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kadar

protein tepung kedelai yang lebih rendah yaitu sebesar 31,38% (Lampiran 11).

Kadar protein kecap whey yang ideal berdasarkan perhitungan dengan Square

Method adalah penggunaan tepung kedelai 5%, 10%, dan 15% sebesar 2,48%, 4,1%,

dan 5,84%. Berdasarkan hasil penelitian kadar protein kecap whey dengan

penggunaan tepung kedelai sebesar 5%, 10%, dan 15% adalah 4,37%, 4,52% dan

4,63%. Pada hasil penelitian kadar protein terdapat peningkatan yang sangat nyata

pada penggunaan tepung kedelai 5%. Kadar protein pada hasil penelitian dengan

penggunaan tepung kedelai 15% lebih rendah dibandingkan kadar protein idealnya.

4.2. Pengaruh Penggunaan Tepung Kedelai terhadap pH Kecap Whey

Data dan analisa ragam pH kecap whey dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil

analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan tepung kedelai tidak

memberikan perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap pH kecap whey. Rataan pH

kecap whey berkisar antara 5,16 sampai dengan 5,63. Rataan pH kecap whey dapat

dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan pH Kecap Whey Perlakuan Rataan

T0 5,16 + 0,5963 T5 5,58 + 0,1656 T10 5,49 + 0,0929 T15 5,63 + 0,0173

Tabel 8 menunjukkan bahwa rataan pH kecap whey yang terendah terdapat

pada perlakuan T0 (tanpa penambahan tepung kedelai) karena pada perlakuan tersebut

nilai pH pada kecap hanya diperoleh dari penggunaan whey yang mempunyai pH 5,0

dan bumbu-bumbu seperti keluwak yang berasam rendah (pH 5-6), bawang putih

dengan pH 7 dan garam dengan pH 7 (Anonymous, 2000) dan pH tertinggi diperoleh

pada perlakuan T15 (penambahan 15% tepung kedelai).

Penambahan gula yang cukup tinggi pada pembuatan kecap whey dapat

menaikkan pH kecap whey karena gula kelapa mempunyai pH yang tinggi yaitu 6.

Meningkatnya nilai pH pada kecap whey juga dipengaruhi oleh penambahan bahan

yang bersifat alkali seperti tepung kedelai yang mempunyai pH 7,7 (Lampiran 11).

Spiegel and Huss (2001) menyatakan bahwa penambahan bahan yang bersifat alkalis

dapat meningkatkan nilai pH dari kecap. Semakin rendah tingkat keasaman suatu

bahan pada larutan maka semakin kecil kecenderungan untuk melepaskan proton (ion

H+) sehingga pH naik.

Asam amino yang terdapat pada tepung kedelai seperti leusin dan lisin juga

dapat mempengaruhi nilai pH kecap whey. Nuringtyas (2008) menyatakan bahwa

lisin dan leusin mempunyai gugus yang bersifat basa.

4.3. Pengaruh Penggunaan Tepung Kedelai terhadap Viskositas Kecap Whey

Data dan analisa ragam viskositas kecap whey dapat dilihat pada Lampiran 7.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan tepung kedelai

memberikan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap rataan viskositas kecap

whey. Rataan viskositas kecap whey dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan Viskositas Kecap Whey Perlakuan Rataan (centipoise)

T0 65a + 31,2250 T5 80a + 60,8276 T10 1583,33b + 520,4165 T15 1933,33b + 404,1452

Keterangan : Superskrip a,b dari rataan viskositas kecap whey yang mendapat perlakuan penggunaan tepung kedelai yang berbeda menunjukkan perbedaan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01)

Tabel 9 menunjukkan bahwa rataan viskositas kecap whey dengan perlakuan

T0 dan T5 sangat berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan T10 dan perlakuan T10

tidak berbeda nyata terhadap perlakuan T15. Rataan viskositas kecap whey terendah

diperoleh pada perlakuan T0 (tanpa penambahan tepung kedelai) yaitu 65 cp, karena

pada perlakuan ini tidak dilakukan penambahan tepung kedelai sehingga tidak

terdapat gelatinisasi tepung kedelai dan viskositas tertinggi diperoleh dari perlakuan

T15 (penambahan 15% tepung kedelai) yaitu 1933,33 cp. Pada perlakuan T15

mendapat penambahan tepung kedelai 15% yang menyebabkan terjadinya gelatinisasi

tepung kedelai paling tinggi.

Pada penelitian ini, semakin banyak penambahan tepung kedelai yang

digunakan maka viskositas dari kecap akan meningkat. Pomeranz (1991) menyatakan

bahwa konsentrasi protein mempengaruhi besarnya nilai viskositas. Kandungan

kolagen dalam protein kedelai menurut Sudarmadji (1984) dengan pemanasan akan

larut menjadi gelatin. Gelatin akan mengikat air dan membuat adonan menjadi kental.

Selain gelatin, pati yang terdapat pada tepung kedelai juga akan mengikat air

sehingga semakin tinggi penambahan tepung kedelai maka semakin meningkatkan

nilai viskositas.

Viskositas kecap whey juga dipengaruhi oleh proses pembuatannya yaitu

dengan pemanasan dari bahan baku kecap yang digunakan. Proses pemanasan akan

meningkatkan kandungan bahan kering dalam kecap karena penguapan air, hal ini

akan turut meningkatkan viskositas kecap. Kandungan yang ada pada tepung kedelai

dapat berpengaruh terhadap jumlah kandungan bahan kering kecap sehingga turut

berpengaruh terhadap viskositas kecap.

Viskositas yang semakin meningkat ini disebabkan oleh pengikatan air oleh

garam, selain itu protein yang terdapat dalam kandungan bumbu akan terdenaturasi

dengan adanya pemanasan sehingga kelarutannya akan berkurang. Sebagaimana

dinyatakan oleh Winarno (1993) protein yang terdenaturasi akan berkurang

kelarutannya.

Penambahan gula akan menyebabkan terikatnya air ke dalam bahan pangan,

semakin meningkat konsentrasi padatan terlarut di dalam larutan maka Aw semakin

rendah (Buckle et al., 1987). Penambahan gula juga berpengaruh pada gel yang

terbentuk karena gula yang dicampur dengan air akan mengalami pelelehan. Protein

dan gula akan mengikat air, sehingga dapat menaikkan viskositas kecap manis whey.

Kekentalan larutan juga dapat dipengaruhi oleh suhu, tekanan, berat molekul, dan

konsentrasi larutan serta bahan terlarut yang ada (De Man, 1997).

Berdasarkan hasil penelitian, kenaikan viskositas yang sangat nyata terdapat

pada penggunaan tepung kedelai 10% dan 15%. Hal ini tidak sesuai dengan kenaikan

kadar protein yang tidak berbeda nyata pada penggunaan tepung kedelai 5% sampai

10%, namun kenaikan viskositas yang sangat nyata tersebut sesuai dengan kadar

protein ideal berdasarkan Square Method. Viskositas semakin rendah dengan semakin

sedikitnya kandungan bahan kering dalam cairan.

4.4. Pengaruh Penggunaan Tepung Kedelai terhadap Rendemen Kecap Whey

Data dan analisa ragam kecap whey dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasil

analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan tepung kedelai sampai

15% tidak memberikan perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap rendemen kecap

whey. Rataan rendemen kecap whey dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan Rendemen Kecap Whey Perlakuan Rataan (%)

T0 49,45 + 4,2868 T5 51,62 + 1,4764 T10 52,76 + 2,8214 T15 54,94 + 2,8454

Tabel 10 menunjukkan bahwa rataan rendemen kecap whey berdasarkan hasil

penelitian adalah 49,45% sampai dengan 54,94%. Rendemen terendah diperoleh pada

perlakuan T0 (tanpa penambahan tepung kedelai) dan rendemen tertinggi diperoleh

pada perlakuan T15 (penambahan 15% tepung kedelai).

Pada perlakuan T0 memiliki rendemen terendah karena pada perlakuan tanpa

penambahan tepung kedelai ini hasil rendemen hanya diperoleh dari whey dan

penambahan bumbu-bumbu saja, tanpa tepung kedelai. Pada perlakuan dengan

penggunaan tepung kedelai dengan konsentrasi 5%, 10%, dan 15% terdapat

peningkatan rendemen kecap whey. Semakin banyak penambahan tepung kedelai

yang digunakan maka nilai rendemen kecap whey meningkat. Peningkatan rendemen

pada kecap whey ini disebabkan oleh adanya kandungan air dalam tepung kedelai

yaitu sebesar 4,873% dan bahan padatan yang terdapat pada tepung kedelai yaitu

protein sebesar 34,39%, lemak 25,53% dan abu 3,72% (Widodo, 2001). Semakin

tinggi kadar protein kecap whey, maka semakin tinggi pula rendemen kecap whey.

Kenaikan hasil rendemen kecap whey yang didapat menunjukkan perbedaan

yang tidak nyata. Hal ini dapat diartikan bahwa dengan penambahan tepung kedelai

tersebut tidak memberikan pengaruh yang terlalu besar terhadap rendemen.

4.5. Perlakuan Terbaik

Perlakuan terbaik ditentukan dengan menggunakan Metode Index Efektifitas

(Susrini, 2003), dengan prosedur perhitungan seperti tercantum pada Lampiran 10.

Berdasarkan perhitungan perlakuan terbaik (Lampiran 10), diketahui bahwa

perlakuan penggunaan tepung kedelai 15 % (T15) merupakan perlakuan terbaik

dengan nilai hasil (Nh) 1,00 dan hal yang diperhatikan oleh responden pada produk

kecap whey secara berurutan yaitu kadar protein, viskositas, rendemen dan pH. Rata-

rata nilai perlakuan terbaik (T15) dapat dilihat pada Tabel 11. Namun berdasarkan

hasil organoleptik didapatkan hasil perlakuan terbaik yaitu dengan penambahan

tepung kedelai 10% (T10). Uji organoleptik kecap whey dilakukan dengan metode

hedonic. Pengujian yang dilakukan meliputi warna, bau dan rasa.

Tabel 11. Rata-rata Nilai Perlakuan Terbaik Parameter Rata-rata

Kadar Protein Viskositas Rendemen

pH

4,64 % 1933,33 cp

54,94 % 5,63

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini antara lain:

3. Perlakuan penggunaan tepung kedelai memberikan pengaruh terhadap kadar

protein dan viskositas kecap whey, namun tidak memberikan pengaruh yang nyata

terhadap pH dan rendemen kecap whey. Penggunaan tepung kedelai dapat

meningkatkan kadar protein kecap whey karena tepung kedelai mempunyai

kandungan protein yang lebih tinggi (31,38%) daripada whey (0,85%).

4. Perlakuan T15 (penambahan tepung kedelai 15%) merupakan perlakuan terbaik

dengan nilai kadar protein 4,64%, pH 5,63, viskositas 1933,33 cp, dan rendemen

54,94%.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian disarankan bahwa dalam pembuatan kecap whey

dapat dilakukan penambahan tepung kedelai 15% untuk meningkatkan kadar

proteinnya, namun lebih baik dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui

daya simpan dan mutu organoleptik produk.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005. Spesifikasi Persyaratan Mutu Kecap Manis. http://www. Bkpjatim.or.id/pagesstandarisasi/kecap-kedelai.php. Bahan Ketahanan Pangan Propinsi Jawa Timur. Diakses 12 Desember 2007.

. _______. 2006a. Kecap Air Kelapa. Online: (http://id.wikipedia.org/wiki/Kecapair

kelapa, diakses 9 Agustus 2007). _______. 2006b. Pengembangan Unit Produksi Alkohol Medis Berbasis Nira Lontar

dan Pemanfaatan Tanaman Cajanus cajan (L) Mill. Online : (http://www.kompetitif.lipi.go.id/PortalVB/uploads/Alkohol.doc, diakses 9 Agustus 2007).

_______. 2006c. Tradisi Masyarakat Banjar-Ciamis dalam Pembuatan Gula Kelapa

secara Sederhana yang Memberikan Tambahan Pendapatan bagi Petani (Banjar, Jawa Barat). Online: (http://www.gourmetssleuth. com/equivalents.substitution.asp?index=K&tid=1776, diakses 9 Agustus 2007)

_______. 2007. Tanaman Obat Indonesia. Online: (http://www.iptek.net.id/ind/

pd_tanobat/view.php/id=130, diakses 9 Agustus 2007). _______. 2008a. Bermula dari Kelebihan Produksi Susu, Keju Rasa Australia Buatan

Margo Utomo. http://www.surya.co.id.diakses 29 April 2009.

_______. 2008b. Pabrik Keju Pertama di Tanjungsari. http://id.wikipedia.org/wiki/produksi_keju. Diakses tanggal 29 April 2009.

_______. 2008c. Kecap Ikan. http://id.wikipedia.org/wiki/Kecap_Ikan. Diakses tanggal 13 Januari 2008.

Anonymous. 2000. Buffered Garlic Powder Produces 37 Times More Active Ingredient Than Any Other Garlic Pills. Journal of Modern Botanical Progress. Online Version Volume 1 Number 1.

_______.2006a. Dairy Chemistry and Physics. Online: (http://foodsci. uoguelph. ca/ dairyedu/chem.html, diakses 9 Agustus 2007).

_______. 2006b. Soy Sauce. Online: (http://en.wikipedia.org/wiki/Soy_Sauce. http://www.kompetitif.lipi.go.id/PortalVB/uploads/Alkohol.doc, diakses 9 Agustus 2007).

AOAC (Association of Official Analytical Chemist). 1990. Official Methods of Analysis of The AOAC, Fiftenth Edition. Arlington. Virginia.

Astawan, M. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta.

Belitz, H.D and W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer-Verlag Berlin. Germany.

Buckle, K.A., R.A. Edwards., G.H. Fleet,. and M. Wootton,. 1987. Ilmu Pangan. Diterjemahkan oleh Hari Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Chuzaemi, S. 2004. Analisis Asam Amino dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC). Hand Out Mata Kuliah Teknik Laboratorium. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Universitas Brawijaya. Malang.

Clark, Jr., W.S., 1992. Whey: Composition, Properties, Processing and Technology in Encyclopedia of Food Science and Technology. Vol 4. Jhon Wiley and sons,Inc. New York.

De Garmo, E.P., W.G. Sullivan, and J.R. Canada,. 1984. Engineering Economy. Seventh Edition. Macmillan Publishing Company. New York.

De Man, J.M. 1997. Kimia Makanan. Penerjemah: Kosasih Padmawinata. Edisi Kedua. Penerbit ITB. Bandung.

Ernawati, Y. 2007. Pemanfaatan Whey dalam Pembuatan Kecap Manis (Kajian Penambahan Bumbu dan Gula Kelapa terhadap Kadar Protein, pH, Viskositas dan Rendemen). Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.

Fennema, O.R. 1996. Principles of Food Science : Food Chemistry, Third Edition. Marcel Dekker Inc. New York.

Gaman, P.M and K.B. Sherrington,. 1994. Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Penerjemah Gardjito, M, Naruki, S, Murdiati, A, Sardjono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Gordon, J., 1993. Dairy Products in Food Industries Manual 23rd ed. Chapman and Hall. London.

Hermana. 1985. Pengolahan Kedelai menjadi Berbagai Bahan Makanan dalam Kedelai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi. Bogor.

Jenie, B.S.L dan W.P. Rahayu,. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Johnson, I. 1993. Chemical and Nutritional Changes. In Extrusion Cooking. Encyclopaedia of Food Science, Food Technology and Nutrition. Edited by Macrae, R., Robinson, R.K. and Sadler, M.J. Academic Press Ltd. London.

Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadikan Makanan Bermutu. Sinar Harapan. Jakarta.

Kuswanto, K.R dan Sardjono. 1988. Laporan Penelitian : Deteksi Mikotoksin pada Produk Kecap Komersial. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.

Muchtadi, D., S.R. Palupi dan M. Astawan. 1992. Enzim dalam Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.

Ngantung, M,. 2003. Pengaruh Penambahan Tepung Kedelai pada Tepung Terigu terhadap Nilai Gizi Mie Basah yang Dihasilkan. Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanudin. Makassar.

Nuringtyas, T.R. 2008. Asam Amino dan Protein. http://72.14.235.132./search?q=cache/asam%2520amino%2520dan%2520Protein.ppt+sifat+fisik+dan+kimia+asam+amino&cd=id. Diakses 29 April 2009. Diakses 29 April 2009.

Pomeranz, Y. 1991. Food Analysis. The Avi Publishing Company, Inc. Westport. Connecticut.

Pitojo, S. 1996. Petunjuk Pengendalian dari Pemanfaatan Keong Mas. P.T. Trubus Agrowidya. Jakarta.

Poesponegoro, M. 1974. Pengaruh Faktor-Faktor Tertentu dalam Pembuatan Kecap secara Fermentasi. Proceding Seminar Teknologi Pangan III. Balai Penelitian Kimia. Departemen Perindustrian. Bogor.

Ressang, A.H dan J.I. Nasution,. 1982. Pedoman Pelajaran Ilmu Kesehatan Susu. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ridwan. 2002. Kecap dari Limbah RPA. http://poultryindonesia.com/ modules.php/name=news&file=article&sid=458, diakses 22 Desember 2007.

Setiawan, A.H. 2005. Pengaruh Konsentrasi Enzim Ekstrak Daun Pepaya dan Lama Inkubasi dalam Proses Hidrolisis Enzimatis terhadap Mutu Kecap Cakar Ayam. Skripsi Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.

Siso, M. I. and Gonzalez, 1996. The Biotechnological Utilization of Cheese Whey: A Review. Journal Of Bioresource Technology .57: 1-11.

Spiegel, T and M. Huss, 2001. Whey Protein Aggregation Under Shear Condition-

Effect of pH-Value and Removal Calcium. International Journal of Food Science and Technology. 37: 559-568.

Spreer, E., 1998. Milk and Dairy Product Technology. Marcel Dekker Inc. New

York.

Sudarmadji, S. 1984. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi ke-3. Liberty. Yogyakarta.

, Haryono, B dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta.

Suprapti, L. 2005. Kecap Tradisional. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Suprayitno, E. 1993. Mekanisme Kerja Enzim Proteolitik. Fakultas Perikanan

Universitas Brawijaya. Malang.

Susanto, H dan D. Widyaningtyas,. 2004. Dasar-dasar Ilmu Pangan dan Gizi. Akademika. Yogyakarta.

Susanto, T dan S. Yuwono,. 2001. Pengujian Fisik Pangan. Unesa Press. Surabaya.

Susrini. 2003. Index Efektifitas, suatu Pemikiran tentang: Alternatif untuk Memilih Perlakuan Terbaik pada Penelitian Pangan. Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang.

Suyamto. 2007. Kedelai : Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Webb, B.H., A.H. Johnson, and J.A. Alford,. 1980. Fundamental of Dairy Chemistry. Avi Publishing co. Westport. Connecticut.

Widodo, S. 2001. Pengaruh Suhu dan Lama Perkecambahan Biji Kedelai (Glycine max) terhadap Mutu Kimia dan Nutrisi Tepung yang Dihasilkan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.

Wijayakusuma, M., 1997. Kecap dan Tauco Kedelai. Kanisius. Yogyakarta.

Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

_________ . 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

_________ dan D. Fardiaz,. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. P.T. Gramedia. Jakarta.

Yitnosumarto, S., 1993. Percobaan, Perancangan, Analisa dan Interpretasinya. PT. Gramedia. Jakarta.

Lampiran 1. Analisis Kadar Protein cara Makro Kjeldahl (AOAC, 1990) :

Analisa kadar protein dengan cara makro Kjeldahl dapat diukur dengan

langkah sebagai berikut:

12. Sampel ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl,

kemudian ditambah 7,5 gram K2S2O4, 0,35 gram HgO dan terakhir ditambah 15

ml H2SO4.

13. Semua bahan dalam labu Kjeldahl dipanaskan dalam almari asam sampai berhenti

berasap. Teruskan pemanasan dengan api besar sampai mendidih dan cairan

menjadi jernih. Diteruskan pemanasan tambahan kurang lebih 1 jam, matikan api

pemanas dan biarkan bahan menjadi dingin.

14. Labu Kjeldahl yang berisi 100 ml akuades dan beberapa lempeng Zn, 15 ml K2S

4% (dalam air), ditambahkan perlahan-lahan larutan NaOH 5% sebanyak 50 ml

yang sudah didinginkan dalam almari es. Dipasang labu Kjeldahl dengan segera

pada alat destilasi.

15. Labu Kjeldahl dipasangkan perlahan-lahan sampai dua lapisan tercampur,

kemudian dipanaskan dengan cepat sampai mendidih.

16. Destilat ditampung dalam erlenmeyer yang telah diisi dengan 50 ml larutan HCl

(0,1%) dan 5 tetes indikator metil merah (0,2%) dilakukan destilasi sampai

tertampung destilat sebanyak 75 ml.

17. Destilat yang diperoleh dititrasi dengan NaOH (0,1 N) sampai warna kuning.

18. Buat larutan blanko dengan mengganti sampel dengan akuades, lakukan

destruksi, destilasi dan titrasi seperti pada bahan sampel.

Perhitungan %N :

% N = ml HCl x N HCl x 14,008 x 100% g contoh x 1000

% Kadar protein = % N x faktor koreksi (6,25)

Lampiran 2. Pengukuran Viskositas (Susanto dan Yuwono, 2001) :

Viskositas diukur dengan menggunakan viskometer merk Rion Viscotester Vt-

04 dengan langkah sebagai berikut:

3. Sampel sebanyak 200 ml dimasukkan ke dalam beaker glass 250 ml.

4. Jarum spindel dipasang pada viskometer dan diatur kecepatan putarnya (6 rpm).

5. Sampel diukur viskositasnya dengan membaca skala yang ditunjukkan oleh jarum

setelah jumlah putaran tertentu.

6. Perhitungan :

Viskositas(centipoise)=angka pembacaan pada alat viskometer x faktor kalibrasi (10)

Lampiran 3. Pengukuran pH (AOAC, 1990) :

Pengukuran pH sampel dilakukan dengan menggunakan pH meter adalah

sebagai berikut:

- Diatur test mode selective pada posisi pH.

- Diatur knop pengatur suhu disesuaikan dengan suhu sampel yang akan

diukur.

- Bagian elektroda pH meter dimasukkan dalam larutan buffer untuk

dikalibrasi.

- Elektroda pH meter dibilas dengan akuades, kemudian dikeringkan dengan

kertas tisu.

- Elektroda dimasukkan ke dalam sampel yang akan diuji.

- Dicatat angka yang tertera pada layar pH meter setelah keadaan konstan.

Lampiran 4. Pengukuran Rendemen (AOAC, 1990) :

Rendemen diukur dengan langkah sebagai berikut:

7. Volume dari sampel awal sebelum pemasakan diukur menggunakan gelas ukur.

8. Volume akhir yang dihasilkan setelah proses pemasakan diukur dengan gelas

ukur.

9. Persentase rendemen yang dihasilkan dihitung menggunakan rumus:

100% x (ml) Awal Volume(ml)Akhir Volume

(%)Rendemen =

Lampiran 5. Data dan Analisa Ragam Kadar Protein Kecap Whey

Data Kadar Protein

Perlakuan Ulangan ke - Total Rataan 1 2 3 0 % 3,64 3,72 3,02 10,38 3,4600 + 0,3831 5 % 4,20 4,56 4,35 13,11 4,3700 + 0,1808

10 % 4,63 4,18 4,76 13,57 4,5233 + 0,3044 15 % 4,52 4,83 4,56 13,91 4,6367 + 0,1686 Total 16,99 17,29 16,69 50,97

( )

216,495112

2597,94093 x 4

50,97rt x

Y

FK

2

t

1i

r

1jij

=

=

=

���

����

=��

= =

3,1892216,4951219,6843

FK4,56 ...3,64

FKyTotalJK

22

t

1i

r

1j

2ij

=−=

−++=

−=��= =

2,5881216,49510832,192

FK3

91,1357,1311,1338,10

PerlakuanJK

2222

1

2

1

=−=

−+++=

−���

����

=��

=

=t

i

r

jij

FKr

Y

0,6011

2,5881 - 3,1892PerlakuanJK - TotalJK GalatJK

===

db perlakuan = t – 1 = 4 – 1 db galat = t (r – 1) = 4 (3 – 1) = 8 db total = rt – 1 = 3.4 – 1 = 11 KT (Kuadrat Tengah) Perlakuan = JK Perlakuan / db Perlakuan = 2,5881 / 3 =0,8627 KT Galat = JK Galat/ db Galat = 0,6011 / 8 = 0,0751 Tabel Analisis Ragam

SK db JK KT F Hitung F Tabel

F 0,05 F 0,01

Perlakuan 3 2,5881 0,8627 11,4874** 4,07 7,59 Galat 8 0,6011 0,0751 Total 11

Keterangan : ** nilai FHitung yang lebih besar dari nilai FTabel 0,01 menunjukkan bahwa penggunaan tepung kedelai memberikan perbedaan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein kecap whey.

Selingan 2 3 4 JND 1 % 4,74 5,00 5,14 JNT 1 % 0,7494 0,7905 0,8126

Perlakuan Rata-rata Notasi

0 % 3,4600 a 5 % 4,3700 b

10 % 4,5233 b 15 % 4,6367 b

Tabel Kadar Protein Ideal Kecap Whey berdasarkan Square Method

Perlakuan Rata-rata Notasi 0 % 1,80 a 5 % 2,48 b

10 % 4,10 b 15 % 5,80 b

1581,0 1% JND

0,0250 1% JND

30751,0

1% JND

rGalat KT

1% JND 1% JNT

==

=

=

Perhitungan Kadar Protein Ideal Berdasarkan Square Method

5% Tepung Kedelai (Kadar Protein Whey) 0,8 5

(Kadar Protein Tepung Kedelai) 34,39 95

0,76 0,8 x

10095

1,7234,39 x 100

5

=

=

Kadar Protein Ideal (5% Tepung Kedelai) = 1,72 + 0,76 = 2,48%

10% Tepung Kedelai (Kadar Protein Whey) 0,8 10

(Kadar Protein Tepung Kedelai) 34,39 90

0,7 0,8 x

10090

3,434,39 x 10010

=

=

Kadar Protein Ideal (10% Tepung Kedelai) = 3,4 + 0,7 = 4,1%

15% Tepung Kedelai (Kadar Protein Whey) 0,8 15

(Kadar Protein Tepung Kedelai) 34,39 85

0,68 0,8 x

10085

16,534,39 x 10015

=

=

Kadar Protein Ideal (15% Tepung Kedelai) = 5,16 + 0,68 = 5,84%

Lampiran 6. Data dan Analisa Ragam pH Kecap Whey

Data pH

Perlakuan Ulangan ke -

Total Rataan 1 2 3 0 % 4,52 5,70 5,26 15,48 5,1600 + 0,5963 5 % 5,60 5,74 5,41 16,75 5,5833 + 0,1656

10 % 5,60 5,45 5,43 16,48 5,4933 + 0,0929 15 % 5,62 5,62 5,65 16,89 5,6300 + 0,0173 Total 21,34 22,51 21,75 65,60

( )

358,6133 12

4303,363 x 4

65,60rt x

Y

FK

2

t

1i

r

1jij

=

=

=

���

����

=��

= =

1,1891

358,6133 - 359,8024

FK5,65 ...4,52

FKyTotalJK

22

t

1i

r

1j

2ij

==

−++=

−=��= =

0,4052

358,6133 0185,359

FK3

89,1648,1675,1648,15

PerlakuanJK

2222

1

2

1

=−=

−+++=

−���

����

=��

=

=t

i

r

jij

FKr

Y

0,7839

0,4052 - 1,1891PerlakuanJK - TotalJK GalatJK

===

db perlakuan = t – 1 = 4 – 1 db galat = t (r – 1) = 4 (3 – 1) = 8 db total = rt – 1 = 3.4 – 1 = 11 Kuadrat Tengah (KT) KT Perlakuan = JK Perlakuan / db Perlakuan = 0,4052 / 3 = 0,1351 KT Galat = JK Galat/ db Galat = 0,7839 / 8 = 0,0980 Tabel Analisis Ragam

SK db JK KT F Hitung F Tabel

F 0,05 F 0,01

Perlakuan 3 0,4052 0,1351 1,3786tn 4,07 7,59 Galat 8 0,7839 0,0980 Total 11

Keterangan : tn nilai FHitung yang lebih kecil dari nilai FTabel 0,05 menunjukkan bahwa penggunaan tepung kedelai tidak memberikan perbedaan pengaruh yang sangat nyata (P>0,05) terhadap pH kecap whey.

Lampiran 7. Data dan Analisa Ragam Viskositas Kecap Whey

Data Viskositas

Perlakuan Ulangan ke -

Total Rataan 1 2 3 0 % 55 40 100 195 65 + 31,2250 5 % 150 40 50 240 80 + 60,8276

10 % 2000 1750 1000 4750 1583,3333 + 520,4165 15 % 2300 2000 1500 5800 1933,3333 + 404,1452 Total 4505 3830 2650 10985

( )

810055852,0 12

1206702253 x 4

10985rt x

Y

FK

2

t

1i

r

1jij

=

=

=

���

����

=��

= =

9587872,92

810055852,0 19643725

FK1500 ...55

FKyTotalJK

22

t

1i

r

1j

2ij

=−=

−++=

−=��= =

8710189,59

810055852,0 67,18766041

FK3

58004750240195

PerlakuanJK

2222

1

2

1

=−=

−+++=

−���

����

=��

=

=t

i

r

jij

FKr

Y

877683,33

8710189,59 - 9587872,92 PerlakuanJK - TotalJK GalatJK

===

db perlakuan = t – 1 = 4 – 1 db galat = t (r – 1) = 4 (3 – 1) = 8 db total = rt – 1 = 3.4 – 1 = 11 Kuadrat Tengah (KT) KT Perlakuan = JK Perlakuan / db Perlakuan = 8710189,59 / 3 = 2903396,53 KT Galat = JK Galat/ db Galat = 877683,33 / 8 = 109710,4163 Tabel Analisis Ragam

SK db JK KT F Hitung F Tabel

F 0,05 F 0,01

Perlakuan 3 8710189,59 2903396,53 26,4649** 4,07 7,59 Galat 8 877683,33 109710,4163 Total 11

Keterangan : ** nilai FHitung yang lebih besar dari nilai FTabel 0,01 menunjukkan bahwa penggunaan tepung kedelai memberikan perbedaan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap viskositas kecap whey.

2332,191 1% JND

36570,1388 1% JND

3416,109710

1% JND

rGalat KT

1% JND 1% JNT

==

=

=

Selingan 2 3 4 JND 1 % 4,74 5,00 5,14 JNT 1 % 906,4453 956,166 982,9386

Perlakuan Rata-rata Notasi 0 % 65 a 5 % 80 a

10 % 1583,33 b 15 % 1933,33 b

Lampiran 8. Data dan Analisa Ragam Rendemen Kecap Whey

Perlakuan Ulangan

1 2 3

0%

Volume awal 1210 1230 1242

Volume akhir 600 660 560

Rendemen (%) 49,59 53,66 45,09

5%

Volume awal 1220 1270 1210

Volume akhir 610 660 640

Rendemen (%) 50 51,97 52,89

10%

Volume awal 1252 1212 1212

Volume akhir 680 660 600

Rendemen (%) 54,31 54,46 49,50

15%

Volume awal 1210 1180 1212

Volume akhir 690 610 680

Rendemen (%) 57,02 51,70 56,11

Data Rendemen

Perlakuan Ulangan ke - Total Rataan 1 2 3

0 % 49,59 53,66 45,09 148,34 49,4467 + 4,2867 5 % 50 51,97 52,89 154,86 51,6200 + 1,4764

10 % 54,31 54,46 49,50 158,27 52,7576 + 2,8213 15 % 57,02 51,70 56,11 164,83 54,9433 + 2,8454 Total 210,92 211,79 203,59 626,30

( )

32687,6408 12

392251,693 x 4

626,30rt x

Y

FK

2

t

1i

r

1jij

=

=

=

���

����

=��

= =

120,4842 32687,6408 - 32808,125

FK56,11 ...49,59

FKyTotalJK

22

t

1i

r

1j

2ij

==

−++=

−=��= =

47,2582 32687,6408 899,32734

FK3

83,16427,15886,15434,148

PerlakuanJK

2222

1

2

1

=−=

−+++=

−���

����

=��

=

=t

i

r

jij

FKr

Y

73,226 47,2582 - 120,4842

PerlakuanJK - TotalJK GalatJK

===

db perlakuan = t – 1 = 4 – 1 db galat = t (r – 1) = 4 (3 – 1) = 8 db total = rt – 1 = 3.4 – 1 = 11 Kuadrat Tengah (KT) KT Perlakuan = JK Perlakuan / db Perlakuan = 47,2582 / 3 = 15,7527 KT Galat = JK Galat/ db Galat = 73,226 / 8 = 9,1533 Tabel Analisis Ragam

SK db JK KT F Hitung F Tabel

F 0,05 F 0,01

Perlakuan 3 47,2582 15,7527 1,7210tn 4,07 7,59 Galat 8 73,226 9,1533 Total 11

Keterangan : tn nilai FHitung yang lebih kecil dari nilai FTabel 0,05 menunjukkan bahwa penggunaan tepung kedelai tidak memberikan perbedaan pengaruh yang sangat nyata (P>0,05) terhadap rendemen kecap whey.

Lampiran 9. Kuisioner Pemilihan Ranking Peranan Variabel terhadap Mutu Produk

Pemilihan Urutan (Ranking) Pentingnya Peranan Variabel terhadap Mutu Produk

Produk : Kecap Whey

Responden : .....................

Saudara diminta untuk mengemukakan pendapat tentang urutan (ranking)

pentingnya peranan keempat variabel berikut terhadap mutu produk, dengan

mencantumkan nilai 1 - 4 dari kurang penting sampai yang terpenting.

Atas partisipasi Saudara diucapkan terimakasih.

Variabel Ranking

Kadar protein

pH

Viskositas

Rendemen

...............

...............

...............

...............

CATATAN:

- Berhubung ada 4 variabel, rankingnya adalah 1 - 4, dari yang peranannya

kurang penting sampai terpenting.

- Nomor ranking untuk variabel yang diteliti tidak boleh ada yang sama.

Lampiran 10. Pemilihan Perlakuan Terbaik

Hasil Ranking Panelis Kadar protein (%) pH Viskositas (cp) Rendemen (%)

1 2 3 4 5 6

4 4 4 3 3 3

1 3 2 1 1 1

2 2 3 4 4 4

3 1 1 2 2 2

Jumlah 21 9 19 11 Rata-rata * 3,5 1,5 3,17 1,83 Ranking I IV II III Bobot variabel **

1,00 0,43 0,91 0,52

Keterangan: * = (� / 6) ** = Rata-rata / 3,5

Nilai terbaik dan terjelek masing-masing variabel untuk masing-masing perlakuan

Perlakuan Kadar protein (%) pH Viskositas

(cp) Rendemen

(%) T0 T5

T10

T15

3,46* 4,37 4,52

4,64**

5,16* 5,58 5,49

5,63**

65* 80

1583,33 1933,33**

49,47* 51,62 52,76

54,94** Keterangan: * = nilai rata-rata terjelek

** = nilai rata-rata terbaik Daftar nilai untuk menentukan perlakuan terbaik :

Variabel Bobot

Variabel (BV)

Bobot Normal

(BN)

T0 T5 T10 T15

Ne Nh Ne Nh Ne Nh Ne Nh

Kadar Protein

1,00 0,35 0 0 0,77 0,27 0,90 0,32 1 0,35

pH 0,43 0,15 0 0 0,91 0,14 0,70 0,11 1 0,15 Viskositas 0,91 0,32 0 0 0,01 0,003 0,81 0,26 1 0,32 Rendemen 0,52 0,18 0 0 0,39 0,07 0,60 0,11 1 0,18 Jumlah 2,86 0 0,483 0,80 1,00*

Keterangan : * T15 (penambahan 15% tepung kedelai) adalah perlakuan terbaik.

Keterangan :

BN x Ne hasil) (NilaiNh

terjelekNilai terbaikNilai terjelekNilaiperlakuan Nilai

s)efektivita (Nilai Ne

BV Total:BV Normal)(Bobot BN

tertinggiranking rataRata variabelranking rataRata

Variabel)(Bobot BV

=

−−=

=

−−=

Lampiran 11. Hasil Analisa Kadar Protein, Kadar Air dan pH pada Whey dan Tepung Kedelai

Kandungan Whey Tepung Kedelai

Kadar Protein (%) 0,85 31,83 Kadar Air (%) 93,88 8

pH 5,0 7,7 Perhitungan Kadar Air

- Tepung Kedelai

Berat Botol Timbang (A) = 13,4

Berat Botol Timbang dan Sampel (B) = 15,9

Berat Botol timbang dan Sampel setelah dioven (C) = 15,7

x = B – A = 2,5

y = C – A = 2,3

% 8

100% x 2,5

2,3 - 2,5

100% x y

y -x (%)Air Kadar

=

=

=

- Whey

Berat Botol Timbang (A) = 15,2

Berat Botol Timbang dan Sampel (B) = 20,1

Berat Botol timbang dan Sampel setelah dioven (C) = 15,5

x = B – A = 4,9

y = C – A = 0,3

% 93,88

100% x 4,9

0,3 - 4,9

100% x y

y -x (%)Air Kadar

=

=

=