elastisitas permintaan kedelai

40
CONTOH KASUS ANALISIS ELASTISITAS PERMINTAAN KEDELAI DI INDONESIA BAB. I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kedelai merupakan bahan pangan yang penting bagi masyarakat Indonesia. Dari seluruh protein yang dibutuhkan oleh tubuh manusia, sekitar 10 persen bersumber dari produk olahan kedelai (Hayami, dkk, 1988). Tidak seperti tanaman pangan lainnya, kedelai dikonsumsi melalui berbagai bentuk produk olahan seperti tahu, tempe, kecap dan tauco. Beberapa modifikasi pengolahan kedelai lainnya juga telah dikembangkan di berbagai daerah seperti keripik tempe, susu kedelai dan kedelai goreng. Kedelai digunakan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan protein manusia, tetapi juga digunakan sebagai sumber protein pada hewan. Bahan baku pakan ternak menggunakan kedelai dan sekitar 90 persen protein makanan ternak berasal dari kedelai (Tomich, 1992). Selama tahun 1990 an, terdapat penurunan produksi kedelai yang disebabkan turunnya luas areal dan relatif stabilnya produktivitas kedelai. Disisi lain terdapat peningkatan konsumsi kedelai yang cukup besar baik permintaan sebagai bahan baku produk olahan maupun permintaan sebagai bahan baku industri bahan makanan ternak. Pada tahun 2000 sebesar 41 persen dari konsumsi kedelai di Indonesia berasal dari kedelai impor sedangkan tahun 1

Transcript of elastisitas permintaan kedelai

Page 1: elastisitas permintaan kedelai

CONTOH KASUS ANALISIS ELASTISITAS

PERMINTAAN KEDELAI DI INDONESIA

BAB. I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kedelai merupakan bahan pangan yang penting bagi masyarakat

Indonesia. Dari seluruh protein yang dibutuhkan oleh tubuh manusia, sekitar

10 persen bersumber dari produk olahan kedelai (Hayami, dkk, 1988). Tidak

seperti tanaman pangan lainnya, kedelai dikonsumsi melalui berbagai

bentuk produk olahan seperti tahu, tempe, kecap dan tauco. Beberapa

modifikasi pengolahan kedelai lainnya juga telah dikembangkan di berbagai

daerah seperti keripik tempe, susu kedelai dan kedelai goreng. Kedelai

digunakan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan protein manusia, tetapi

juga digunakan sebagai sumber protein pada hewan. Bahan baku pakan

ternak menggunakan kedelai dan sekitar 90 persen protein makanan ternak

berasal dari kedelai (Tomich, 1992).

Selama tahun 1990 an, terdapat penurunan produksi kedelai yang

disebabkan turunnya luas areal dan relatif stabilnya produktivitas kedelai.

Disisi lain terdapat peningkatan konsumsi kedelai yang cukup besar baik

permintaan sebagai bahan baku produk olahan maupun permintaan sebagai

bahan baku industri bahan makanan ternak. Pada tahun 2000 sebesar 41

persen dari konsumsi kedelai di Indonesia berasal dari kedelai impor

sedangkan tahun 2003 sebesar 29 persen (lihat Tabel 4) dan diperkirakan

tahun 2004 menurun terjadi sedikit peningkatan produksi kedelai dalam

negeri. Namun demikian tingkat ketergantungan industri olahan dan industri

makanan ternak terhadap kedelai impor masih besar. Ketergantungan

terhadap impor kedelai tentu saja akan menyebabkan perubahan situasi

pedagangan kedelai dunia dan akan mempengaruhi fluktuasi harga dan

permintaan kedelai dalam negeri. Fluktuasi harga ini pada akhirnya akan

1

Page 2: elastisitas permintaan kedelai

mempengaruhi harga dan produksi komoditi olahan kedele baik itu untuk

manusia maupun pakan ternak. Seperti diketahui, untuk produk tahu dan

tempe misalnya, 75% biaya produksi tahu dan tempe adalah biaya yang

dikeluarkan untuk bahan baku kedelai (Rachmawati, 1999).

Dampak perubahan output dan harga pada industri turunan kedelai

akan mempengaruhi ketersediaan dan kemampuan masyarakat untuk

membeli produk tersebut. Perubahan kebijakan pemerintah setelah tahun

1998 dimana sebagai bagian dari Paket pemulihan ekonomi, pemerintah

Indonesia setuju untuk menderegulasi beberapa kebijakan perdagangan,

diantaranya menyangkut kedelai. Impor kedelai yang semula merupakan

monopoli pemerintah dalam hal ini Bulog, sejak 1 januari 1998 bebas

diimpor dengan mengunakan lisensi impor. Tarif impor yang semula 20%

turun menjadi 5 % pada tahun 2003 (Soesastro dan Basri, 1998. Walaupun

dalam kesepakatan tersebut Indonesia masih diperkenankan untuk

menerapkan tarif impor kedelai, tapi dalam kenyataan, kedelai dapat masuk

dengan bebas. Fasilitas GSM 102 yang diberikan oleh Amerika Serikat yang

memudahkan importir kedelai Indonesia(Perindag 2002), juga

mempengaruhi semakin besarnya impor kedelai ke Indonesia. Disini terlihat

bagaimana peran Amerika Serikat sebagai negara pengekspor dan importir

akan cukup besar dalam mempengaruhi perdagangan kedele dalam negeri.

Kedelai merupakan sumber protein nabati yang tinggi serta sumber

lemak, vitamin dan mineral yang sering dikonsumsi masyarakat dalam

negeri. Angka konsumsi kedelai dalam negeri cukup besar. Kebutuhan

kedelai tahun 2002 mencapai 1,2 juta tonUntuk memenuhi kebutuhan dalam

negeri, Indonesia masih harus terus melakukan impor yang rata-rata sebesar

40% dari kebutuhan kedelai nasional meningkat dari tahun ke tahun,

produksi dalam negeri masih relatif rendah dan memiliki kecenderungan

terus menurun. Hal ini menyebabkan ketergantungan akan kedelai impor

terus berlangsung dan memiliki kecenderungan terus meningkat.

2

Page 3: elastisitas permintaan kedelai

B. RUMUSAN MASALAH & TUJUAN

Berdasarkan latar belakang tersebut muncul beberapa permasalahan.

Faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan kedelai impor dan kedelai

domestik. Bagaimana hubungan permintaan kedelai domestik dengan

kedelai impor. Bagaimana kinerja produksi kedelai domestik dan permintaan

kedelai dari tahun ketahun.

Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah mengidentifikasi

variabel variabel yang mempengaruhi permintaan kedelai impor dan kedelai

domestik. Mengidentifikasi hubungan permintaan kedelai domestik dengan

kedelai impor. Mengetahui proyeksi kinerja produksi kedelai domestik, impor

dan permintaan kedelai dari tahun ketahun.

3

Page 4: elastisitas permintaan kedelai

BAB. II

PEMBAHASAN

DEFINISI ELASTISITAS PERMINTAAN

Elastisitas dapat diartikan sebagai besarnya perubahan relatif dari variabel

yang diterangkan, sebagai akibat perubahan variabel yang menerangkan.

Apabila variabel yang diterangkan dimisalkan Q (quantity) dari suatu barang,

dan variabel yang menerangkan adalah P (Price) harga tersebut , maka kita

bisa rumuskan bahwa elastisitas adalah :

Ada 2 macam elastisitas secara umum yaitu :

1. Elastisitas titik (Point elasticity), yaitu mengukur elastisitas pada satu

titik tertentu atau pada pergerakan dari beberapa titik.

2. Elastisitas Busur (Arc Elasticity), yaitu mengukur elastisitas pada

beberapa titik secara bersamaan.

Elastisitas Permintaan

Adalah suatu pengukuran kuantitas untuk menunjukan seberapa besar

pengaruh perubahan harga terhadap permintaan suatu barang.

Ada 3 jenis elastisitas permintaan yaitu :

1. Elastisitas permintaan harga

2. Elastisitas Permintaan pendapatan

3. Elastisitas Permintaan Silang

Penentu-penentu Elastisitas Permintaan

Tersedianya Barang Substitusi yang Terdekat

Barang-barang dengan substitusi terdekat cenderung memiliki permintaan

yang lebih elastis karena mempermudah para konsumen untuk mengganti

barang tersebut dengan yang lain. Misalnya, mentega dan margarin

merupakan barang yang mudah diganti dengan yang lain. Kenaikan harga

mentega sedikit saja, jika harga margarin tetap, akan mengakibatkan jumlah

mentega yang terjual turun dratis. Sebaliknya, karena telur merupakan

4

Page 5: elastisitas permintaan kedelai

makanan tanpa substitusi dekat, maka permintaan akan telur tidak seelastis

permintaan akan mentega.

Kebutuhan versus Kemewahan

Kebutuhan cenderung memiliki permintaan yang inelastic, sebaliknya

kemewahan memiliki permintaan yang elastis. Ketika biaya berobat ke

dokter meningkat, oreng tidak akan secara dramatis mengubah frekuensi

mereka ke dokter, meskipun mungkin tidak sesering sebelumnya. Sebaliknya

ketika kapal pesiar meningkat, maka jumlah permintaan kapal pesiar akan

turun banyak. Alasannya karena kebanyakan orang melihat berobat ke

dokter sebagai suatu kebutuhan, sedangkan kapal pesiar sebagai suatu

kemewahan. Suatu barang merupakan suatu kebutuhan atau suatu

kemewahan tidak tergantung pada sifat hakiki barang itu, tetapi pada pilihan

pembeli. Bagi seorang pelaut yang tidak terlalu memperhatikan

kesehatannya, kapal pesiar mungkin sebuah kebutuhan dengan permintaan

yang inelastis, sedangkan berobat ke dokter adalah kemewahan dengan

permintaan yang elastis.

Definisi Pasar

Elastisitas permintaan dalam segala jenis pasar bergantung pada bagaimana

kita menggambarkan batas-batas pasar. Pasar yang terdefinisi sempit

cenderung memiliki permintaan yang lebih elastis dibandingkan yang

terdefinisi luas, karena lebih mudah menemukan substitusi untuk barang-

barang yang terdefinisi secara sempit. Misalnya, makanan, sebuah kategori

yang luas, memiliki permintaan yang inelastis karena tidak ada barang

substitusi untuk makanan. Es krim, sebuah kategori yang lebih sempit,

memiliki permintaan yang lebih elastis karena mudah untuk menggantinya

dengan pencuci mulut lain. Es krim vanilla, sebuah kategori yang sangat

sempit, memiliki permintaan yang sangat elastis karena rasa lain es krim

merupakan barang substitusi yang hampir sempurna untuk vanilla.

5

Page 6: elastisitas permintaan kedelai

Rentang Waktu

Barang-barang cenderung memiliki permintaan yang lebih elastis selama

kurun waktu yang lebih panjang. Ketika harga bensin naik, jumlah

permintaan bensin hanya sedikit mengalami kemerosotan pada beberapa

bulan pertama. Namun setelah itu, bagaimanapun juga,orang-orang akan

membeli mobil-mobil yang lebih irit bahan bakar, menggunakan transportasi

umum, dan pindah ke tempat kerja yang lebih dekat dengan tempat tinggal

mereka. Dalam beberapa tahun, jumlah permintaan bensin akan menurun

dratis.

Menghitung Elastisitas Permintaan

Para ekonom menghitung elastisitas permintaan sebagai perubahan

persentase jumlah permintaan dibagi perubahan persentase variable yang

mempengaruhi, yang bisa dimisalkan dengan variable harga

Elastisitas harga permintaan = perubahan jumlah prosentase permintaan /

perubahan prosentase harga

Sebagai contoh anggaplah bahwa peningkatan 10 persen harga es krim

mengakibatkan jumlah es krim yang anda beli turun hingga 20 persen. Kita

menghitung elastisitas permintaan anda sebagai berikut:

Elastisitas harga permintaan = 20% / 10% = 2

Faktor- faktor yang mempengaruhi Elastisitas :

1. Seberapa besar barang-barang lain dapat menggantikan barang yang

bersangkutan.

2. Seberapa besar dari pendapatan yang akan dibelanjakan untuk

membeli barang yang bersangkutan.

3. waktu analisis

4. Banyak tidaknya macam penggunaan barang yang bersangkutan.

Manfaat pengukuran Elastisitas Permintaan :

6

Page 7: elastisitas permintaan kedelai

1. Kepada perusahaan, dapat digunakan sebagai dasar untuk membuat

suatu kebijakan atau strategi penjualan.

2. Kepada pemerintah, dengan mengetahui dari sifat barang (eksport dan

import) dapat disusun suatu kebijakan yang mendukung.

KASUS ANALISIS PERMINTAAN KEDELAI

Hipotesis penelitian ini (1) Diduga permintaan kedelai domestik dan

permintaan kedelai impor dipengaruhi oleh harga kedelai domestik, harga

kedelai impor, jumlah penduduk dan pendapatan penduduk. (2) Diduga

elastisitas harga kedelai domestik terhadap permintaan kedelai domestik

bernilai negatip. Elastisitas harga silang kedelai domestik terhadap

permintaan kedelai impor bernilai positif untuk barang substitusi. Elastisitas

pendapatan penduduk terhadap permintaan kedelai bernilai positif untuk

barang normal. (3) Diduga kinerja produksi kedelai domestik dan permintaan

kedelai dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

meliputi data produksi kedelai domestik, jumlah kedelai impor, harga kedelai

domestik dan harga kedelai impor, kurs tengah Dolar terhadap Rupiah,

pendapatan penduduk dan jumlah penduduk. Data tersebut diambil dari Biro

Pusat Statistik (BPS) dan Food Organitation (FAO).

Dalam menganalisis data digunakan tiga metode analisis (1) Untuk

menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dalam analisis

statistik, digunakan fungsi bentuk Regresi linear berganda yang

menggunakan persamaan Y=a+ bX+ bX+bX + bX + εi. Dimana; Y = Jumlah

permintaan kedelai, X = Harga kedelai domestik, X= Harga kedelai impor,

X= Pendapatan penduduk, X= Jumlah penduduk, a= Konstanta, b- b= Nilai

koefesien, εi = Error term. (2) Untuk mengetahui keterkaitan permintaan

kedelai impor dan kedelai domestik maka digunakan model elastisitas

permintaan yang meliputi:

(a)Elastisitas harga barang itu sendiri E= .

7

Page 8: elastisitas permintaan kedelai

(b)Elastisitas harga silang terhadap permintaan E= .

(c)Elastisitas pendapatan terhadap permintaan E= . ,

(3) Untuk memproyeksi kinerja produksi kedelai domestik, volume impor dan

permintaan kedelai dari tahun ke tahun maka digunakan analisa trend.

Y = a + bx.

Dimana;

x = Periode waktu,

Y = Permintaan kedelai,

a = Nilai Y apabila x = 0, b= Besarnya perubahan variabel Y yang

terjadi pada setiap perubahan satu unit variabel x.

Dari hasil penelitian dan pembahasan didapatkan bahwa (1) Variabel yang

mempengaruhi permintaan kedelai domestik adalah variabel harga kedelai

domestik (X1) sebesar 0,501 berarti bahwa setiap penambahan Rp.1,- per

ton harga kedelai domestik akan meningkatkan permintaan kedelai domestik

sebesar 0,501 ton. Variabel harga kedelai impor (X2) sebesar 4.759,670,

berarti bahwa setiap penambahan $ 1,- per ton harga kedelai impor akan

menyebabkan penurunan permintaan kedelai domestik sebesar 4759,670

ton. Variabel pendapatan penduduk (X3) sebesar 0,665 berarti bahwa setiap

penambahan pendapatan penduduk sebesar Rp. 1,- perkapita pertahun

maka permintaan kedelai domestik akan turun sebesar 0,665 ton. Variabel

jumlah penduduk (X4) sebesar 64,317 menyatakan bahwa setiap

penambahan jumlah penduduk sebanyak 1000 jiwa maka akan

meningkatkan permintaan kedelai domestik sebesar 64,317 ton. (2) Variabel

yang mempengaruhi permintaan kedelai impor adalah variabel harga kedelai

impor (X2) sebesar 5.773,237 berarti bahwa setiap penambahan $ 1,- per

ton harga kedelai impor akan menyebabkan penambahan permintaan

kedelai impor sebesar 5.773,237 ton . (3) Nilai elastisitas harga kedelai

domestik terhadap permintaan kedelai domestik adalah -0,880. Hal tersebut

berarti apabila harga kedelai domestik bertambah sebesar1% maka

permintaan kedelai domestik akan menurun sebesar 0,880% per tahun. Nilai

elastisitas harga kedelai impor terhadap permintaan kedelai domestik adalah

8

Page 9: elastisitas permintaan kedelai

0,984. Hal tersebut berarti apabila harga kedelai impor meningkat sebesar

1% maka permintaan kedelai domestik akan naik sebesar 0,984% per tahun.

Karena E adalah positif maka hubungan antara kedelai domestik dan kedelai

impor adalah subtitusi. Nilai elastisits pendapatan penduduk terhadap

permintaan kedelai domestik bernilai 2,684. Hal tersebut berarti apabila

pendapatan penduduk meningkat sebesar 1% maka permintaan kedelai

domestik akan naik sebesar 2,684% (karena En>0) maka kedelai domestik

disebut barang normal. (4) Nilai elastisitas harga kedelai impor terhadap

permintaan kedelai impor adalah –2,446. Hal tersebut berarti apabila harga

kedelai impor meningkat sebesar1% maka permintaan kedelai impor akan

turun sebesar 2,446%. Nilai elastisitas pendapatan penduduk terhadap

permintaan kedelai impor bernilai -3,611. Hal tersebut berarti apabila

pendapatan penduduk naik sebesar 1% maka permintaan kedelai domestik

akan turun sebesar 3,611% (karena En<0 maka kedelai impor disebut

barang tuna nilai. (5) Trend produksi kedelai domestik pada tahun 1991-

2002 memiliki nilai slope (kemiringan) negatif sebesar 46052,1 dan laju

pertumbuhan tiap tahunnya sebesar –0,033%. Trend permintaan kedelai

domestik antara tahun 1991-2002 memiliki nilai slope negatif sebesar

44.829,2 dan laju pertumbuhannya sebesar -11%. Trend permintaan kedelai

impor pada tahun 1991-2002 memiliki slope (kemiringan) positif sebesar

29945,42 dan laju pertumbuhan tiap tahunnya 0,035%.

Selama ini pemerintah banyak melakukan kebijakan proteksi di sektor

komoditas pertanian, seperti beras, gula dan kedelai, yang bertujuan untuk

mencapai swasembada. Akan tetapi, sebaiknya kebijakan tersebut juga perlu

diikuti dengan program pemerintah yang jelas dan terukur. Peluang untuk

meningkatkan produktivitas kedelai sulit untuk dapat dicapai, tanpa disertai

penyediaan lahan khusus untuk upaya itu. Apabila petani tetap melakukan

pola tanam yang terus berganti, maka produktivitas sulit untuk bisa

ditingkatkan. Dengan demikian, harus dilakukan program perluasan lahan

tanaman kedelai untuk swasembada kedelai. Selain itu, juga perlu diadakan

program budidaya bibit kedelai secara berkesinambungan yang langsung

9

Page 10: elastisitas permintaan kedelai

bisa dimanfaatkan oleh para petani. Rencana pengenaan tarif bea masuk

(BM) kedelai sebesar 10-15 % akan meningkatkan harga jual kedelai yang

gilirannya akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi. Dengan demikian,

pengusaha akan membagi adanya penambahan beban itu kepada konsumen

dengan cara menaikkan harga jual produknya di tingkat eceran oleh karena

itu pemerintah hendaknya mencari solusi terbaik sehingga harga kedelai

impor bisa diproteksi tetapi juga tidak merugikan konsumen.

Keragaan Ekonomi Kedelai Dunia

Keadaan ekonomi kedelai dunia dapat dilihat dari perkembangan produksi,

ekspor dan impor kedelai dunia dan negara-negara utama pengekspor dan

pengimpor kedelai. Situasi kedelai dunia dapat mempertajam analisis posisi

Indonesia dalam perdagangan internasional kedelai. Dengan mengetahui

posisi kedelai Indonesia di pasar internasional, pemerintah dapat

mengantisipasi kebijakan apa yang akan diambil untuk mendukung

pembangunan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan petani. Pilihan

kebijakan mana yang diambil pemerintah tentu saja sangat dipengaruhi

keinginan politik penguasa.

Perkembangan produksi, ekspor dan impor kedelai di pasar Internasional

dapat dilihat pada Tabel 1. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa sebagian

besar produksi kedelai digunakan oleh negara penghasil kedelai atau dapat

dikatakan perdagangan kedelai di pasar internasional adalah tipis. Indikasi

ini ditunjukkan dari kecilnya nilai perdagangan kedelai yang dilihat dari

besarnya ekspor dan impor dibandingkan dengan produksi kedelai. Sebagai

produk pangan yang sangat rentan terhadap perbedaan iklim dan lokasi,

kedelai lebih banyak digunakan oleh negara penghasil daripada

diperdagangkan.

Produksi kedelai dunia mengalami peningkatan yang cukup berarti dengan

tingkat rata-rata produksi per tahun selama kurun waktu 1999-2004 sebesar

187,22 ton. Diantara negara-negara produsen kedelai, Amerika Serikat

adalah negara dengan produksi terbesar dan menguasai 39 persen produksi

dunia. Produktivitas kedelai per ha di Amerika adalah tertinggi dibandingkan

10

Page 11: elastisitas permintaan kedelai

negara produsen lainnya. Hal ini disebabkan perkembangan teknologi

kedelai yang sudah maju dan ditunjang keadaan alam yang mendukung

dengan kelembaban yang rendah. Dapat dilihat disini bahwa peran Amerika

Serikat sebagai negara dengan pangsa produksi terbesar adalah cukup

besar. Perubahan kebijakan perdagangan luar negeri Amerika Serikat tentu

saja akan sangat mempengaruhi situasi perdagangan internasional kedelai.

Pesatnya pertumbuhan produksi negara-negara penghasil kedelai terutama

pada tahun-tahun terakhir dan  laju permintaan impor yang lebih rendah

dapat diduga akan menurunkan harga kedelai di pasar dunia. Antisipasi

Indonesia sebagai negara pengimpor dan mempunyai pangsa impor yang

tinggi di pasar domestik diperlukan untuk menghindari terjadinya

ketidakstabilan harga di pasar domestik yang akan mempengaruhi

permintaan kedelai lokal dan tentu saja akan merugikan petani. Di satu sisi

tentu saja hal ini akan menguntungkan konsumen. Tapi disisi lain, produsen

dalam negeri akan kehilangan motivasi untuk menanam kedelai dan hal ini

akan meningkatkan ketergantungan Indonesia terhadap kedelai impor.

Tabel 1. Perkembangan Produksi, Ekspor dan Impor Kedelai Dunia (Ton)

Tahun

Produksi

(ton)

Ekspor

(ton)

Impor

(ton)

1999 159,92 45,54 71,21

2000 175,18 53,82 81,37

2001 184,87 53,63 80,61

2002 197,27 62,39 100,50

2003 193,41 62,69 90,31

2004 212,67 64,84 102,59

Rata-

rata 187,22 57,15 87,77

Sumber: USDA dalam Departemen Pertanian, 2005

Tabel 2. Produsen Utama Kedelai Dunia (Juta Ton) 1995-1998

Negara Tahun Rata Shar

11

Page 12: elastisitas permintaan kedelai

-rata

e

Ratio

Rata

-

Rata

199

9

200

0

200

1

200

2

200

3

200

4

99-

04 (%)

United

States

72,2

2

75,0

6

78,6

7

75,0

1 65,8

74,5

3

73,5

5 39

Brazil 34,2 39 43,5 52,5 56

62,0

9

47,8

8 26

Argentin

a 21,2 27,8 30 35,5 35 37,5

31,1

7 17

China

14,2

9 15,4

15,4

1

16,5

1 16,2

16,9

1

15,7

9 8

India 5,2 5,25 5,4 4 6,8 6,45 5,52 3

Paragua

y 2,91 3,5 3,55 4,5 4 4,68 3,86 2

Lainnya 9,9 9,17 8,34 9,25 9,61

10,5

1 9,46 5

Total

159,

92

175,

18

184,

87

197,

27

193,

41

212,

67

187,

22 100

USDA dalam Departemen Pertanian, 2005

Di pasar internasional, selain sebagai produsen utama kedelai,

Amerika juga menguasai hampir 47 % ekspor dunia (Tabel 3). Penguasaan

pangsa pasar ini dari tahun ke tahun terus meningkat. Dengan menguasai

sebagian besar pangsa pasar, Amerika dapat dipandang sebagai negara

besar dalam perdagangan internasional kedelai. Perubahan dari penawaran

kedelai Amerika akan dapat menentukan harga kedelai di pasar

Internasional. Kebijakan apapun yang diambil Amerika Serikat dalam

12

Page 13: elastisitas permintaan kedelai

perdagangan internasional akan mempengaruhi kondisi perdagangan

internasional kedele. Tentu saja hal ini akan mengkhawatirkan situasi

perdagangan kedele domestik. Sebaliknya, Indonesia adalah negara kecil di

pasar internasional kedelai. Indonesia adalah negara pengimpor nomor 12

dengan proporsi impor rata-rata dari tahun1993-1997 terhadap dunia

sebesar 2.18 % (Rachmawati, 1999). Posisi Indonesia sebagai negara kecil

menyebabkan perubahan permintaan impor dari Indonesia, baik karena

kebijakan pemerintah maupun karena perubahan  permintaan dalam negeri

tidak akan merubah harga dan jumlah keseimbangan pasar kedelai dunia.

Dengan demikian, jika pemerintah ingin mengaplikasikan kebijakan

pengurangan impor kedelai dengan tujuan menggairahkan produk dalam

negeri, hal ini tidak akan berdampak besar terhadap keseimbangan pasar

kedelai dunia.

Tabel 3. Ekspor Kedelai dari Negara Produsen Utama

Negara

Tahun

Rat

a-

rata

Shar

e

Rati

o

Rata

-

Rata

1999 2000 2001 2002 2003 2004

99-

04 (%)

United

States 26,54 27,1 28,95 28,44 24,49 26,48 27 47

Brazil 11,16 15,47 15 20,4 23,5 23,79

18,2

2 32

Argentin

a 4,13 7,42 6,01 8,71 10,25 9,46 7,66 13

13

Page 14: elastisitas permintaan kedelai

Paragua

y 2,03 2,51 2,39 3,2 2,57 2,92 2,60 5

Lainnya 1,68 1,32 1,28 1,64 1,88 2,19 1,67 3

Total 45,54 53,82 53,63 62,39 62,69 64,84

57,1

5 100

USDA dalam Departemen Pertanian, 2005

Keragaan Ekonomi Kedelai Indonesia

Dengan posisi Indonesia sebagai negara kecil, Indonesia dapat menerapkan

kebijakan perdagangan internasional kedelai tanpa mempengaruhi kondisi

pasar internasional kedelai, karena kebijakan apapun yang akan

dicanangkan pemerintah untuk kedelai lebih besar pengaruhnya terhadap

keragaan ekonomi kedelai di dalam negeri. Pengetahuan tentang keragaan

konsumsi dan produksi kedelai, keragaan harga dan keterkaitan kedelai

dengan produk lainnya diperlukan untuk menganalisa dampak impor

kedelai .

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa produksi kedelai Indonesia terus menurun

hingga tahun 2002 dan kemudian meningkat relative kecil hingga tahun

2004. Ketidakstabilan produksi yang cenderung menurun dari tahun-tahun

sebelumnya lebih disebabkan oleh adanya penurunan luas panen kedelai

yang tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitas kedelai per ha.

Dibandingkan dengan negara lain penghasil kedelai, produktivitas kedelai

Indonesia masih rendah. Sebagai contoh, pada tahun 1999 produktivitas

kedelai Indonesia sebesar 1.20 ton/ha (FAO, 2002), dimana jauh lebih rendah

dibandingkan dengan produktivitas kedelai rata-rata dunia, 2.05 ton/ha

(Tabel 2).

Konsumsi kedelai yang juga semakin meningkat yang disebabkan

peningkatan jumlah penduduk dan konsumsi per kapita ternyata tidak dapat

dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Hal ini menyebabkan impor kedelai

semakin meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan impor terbesar selama

kurun waktu 5 tahun terakhir terjadi pada tahun 2002. Impor kedelai masih

14

Page 15: elastisitas permintaan kedelai

tinggi pada tahun 2003. Walaupun angka sementara pada tahun 2004

menunjukkan penurunan impor, besarnya impor masih disebabkan oleh

rendahnya tingkat efisiensi di dalam negeri, sementara subsidi ekspor di

negara-negara eksportir tetap tinggi. Dibukanya pasar bebas mengakibatkan

komoditi kedelai Indonesia kalah bersaing dengan kedelai impor.

Besarnya ketergantungan Indonesia akan kedelai impor (sekitar 41 % tahun

1999 dan 15% tahun 2004 (angka sementara)), adalah mengkhawatirkan

mengingat pentingnya kedelai sebagai bahan makanan dan pakan penghasil

protein. Kebijakan pengendalian impor harus diperhitungkan secara seksama

sehingga tidak hanya menguntungkan produsen tapi juga konsumen. Perlu

diperhatikan bahwa pada tahun 1997 proporsi penggunaan kedelai untuk

tahu dan tempe adalah sebesar 78% (CIC, 1998 dalam Rachmawati, 1999)

dimana tahu dan tempe adalah makanan olahan yang merupakan sumber

protein yang tidak hanya digemari oleh masyarakat golongan ekonomi

menengah bawah tapi juga golongan masyarakat ekonomi tinggi.

Tabel 4. Ketersediaan Kedelai Indonesia, Tahun 1999-2004<

Tah

un

Produ

ksi

Bersi

h

Tkt.Kons/

Kap

Konsu

msi

Keterse

diaan

Kecuku

pan Impor

Rasio

Impor

terhad

ap

Konsu

msi

  (ton)

(kg/

kapita/

thn) (ton) (ton) (ton) (ton) (%)

199

9

1,267,

847 15,60

3,038,1

78

2,569,59

7

-

468.581    

15

Page 16: elastisitas permintaan kedelai

200

0

933,9

05 15,60

3,092,8

72

2,211,06

9 -881803

1,277,

685 41.31

200

1

758,5

40 15,60

3,204,4

12

1,893,77

1

-

1.310.6

41

1,136,

419 35.46

200

2

598,3

56 19,46

4,058,3

44

1,963,37

3

-

2.094.9

71

1,365,

252 33.64

200

3

617,4

44 19,46

4,120,2

27

1,809,99

2

-

2.310.2

35

1,192,

717 28.95

200

4*

659,2

91 19,46

4,186,1

57

1,311,19

6

-

2.874.9

61

651,9

79 15.57

Sumber:BPS dan Pusat PKP-Badan Bimas Ketahanan Pangan dalam

Departemen Pertanian, 2005

Keterangan :

*= Angka Sementara Tahun 2004

1 = Produksi kotor dikurangi untuk kebutuhan bibit 39,84 kg/ha dan kedelai

tercecer 5%

2 = Jumlah penduduk dikalikan konsumsi per kapita

3 = Produksi + Impor – Ekspor

Keragaan Harga Kedelai dan Analisis Transmisi Harga

Perkembangan harga kedelai yang dianalisa adalah perkembangan harga

internasional, harga di tingkat produsen dan konsumen. Dengan semakin

terintegrasinya negara-negara di dunia, perkembangan harga kedelai di

pasar dunia diramalkan akan memberikan pengaruh terhadap

perkembangan harga di tingkat domestik. Gambar 1 menunjukkan bahwa

harga rata-rata kedelai di tingkat pedagang, konsumen dan pasar

internasional memiliki pola pergerakan yang hampir sama. Harga di pasar

16

Page 17: elastisitas permintaan kedelai

internasional lebih rendah dari di tingkat produsen dalam negeri sehingga

akan lebih menguntungkan bagi konsumen menggunakan kedelai impor.

Pada permulaan krisis ekonomi tahun 1998, dengan turunnya nilai tukar

Rupiah terhadap $ Amerika, harga fob dalam Rupiah menjadi meningkat

dengan tajam. Hal ini juga diikuti dengan peningkatan harga di tingkat

produsen dan konsumen dalam negeri.

Fenomena melemahnya nilai tukar rupiah menunjukkan bahwa kenaikan

harga fob dalam rupiah juga memacu meningkatnya harga di tingkat

produsen dan konsumen. Peningkatan harga di tingkat produsen dan

konsumen cenderung lebih besar dibandingkan dengan peningkatan harga

fob tetapi jika harga fob turun, penurunan harga domestik akan lebih lambat.

Hal ini dapat dilihat dari semakin besarnya gap antara harga produsen dan

konsumen dengan harga fob dalam rupiah. Dengan demikian, jika

pemerintah ingin membatasi impor kedelai dengan meningkatkan harga

impor melalui penetapan tarif masuk, maka hal ini akan segera diikuti

peningkatan harga produsen dan konsumen. Bagi produsen hal ini

menguntungkan jika dibarengi dengan harga input yang tetap. Bagi

konsumen yang memerlukan kedelai sebagai bahan baku, tentu saja hal ini

akan mengurangi keuntungan output olahannya. Sebagai konsekwensinya,

konsumen kedelai (sebagai industrti pengolah) akan meningkatkan harga

produk olahannya untuk mengurangi atau menghindari kerugian.

Pengaruh perubahan relatif harga di pasar dunia terhadap harga di pasar

domestik dan pengaruh relatif harga di tingkat konsumen terhadap harga di

tingkat produsen pasar domestik dapat dilihat dengan analisis transmisi

harga. Besarnya nilai transmisi harga yang mendekati 1 menunjukkan bahwa

kuatnya pengaruh harga di satu pasar dengan pasar lainnya. Pada Tabel 5

dapat dilihat bahwa dibandingkan dengan komoditas pangan lainnya, kedelai

mempunyai transmisi harga yang paling besar (Rachman, dkk, 2000).

Tabel 5. Transmisi Harga Konsumen terhadap Harga Produsen, dan Harga Dunia terhadap Harga

Domestik

Komodita Transmisi Harga

17

Page 18: elastisitas permintaan kedelai

s

  Konsumen terhadap

Produsen

Dunia terhadap

Domestik

Beras 0,942 0,676

Jagung 0,888 0,653

Kedelai 0,962 0,786

Sumber: Rachman, dkk (2000)

Transmisi harga kedelai baik di tingkat konsumen terhadap produsen

maupun di tingkat dunia terhadap domestik mempunyai nilai transmisi harga

terbesar dan mendekati 1. Hal ini menunjukkan bahwa harga komoditas

kedelai di tingkat produsen lebih dipengaruhi harga di tingkat konsumen

dibandingkan dengan komoditas palawija lainnya. Demikian juga harga di

tingkat dunia lebih berpengaruh terhadap harga domestik dibandingkan

dengan komoditas pangan lainnya.

Jika dibandingkan nilai transmisi harga dari konsumen ke produsen dan nilai

transmisi harga di tingkat dunia dan domestik, maka pengaruh harga

konsumen lebih besar. Dengan demikian fluktuasi harga di tingkat domestik

lebih dipengaruhi oleh harga di tingkat konsumen dibandingkan harga dunia.

Hal ini kemungkinan disebabkan elastisitas substitusi kedelai domestik

terhadap kedelai impor yang rendah karena bentuk dan kualitas yang

berbeda. Dengan demikian usaha-usaha peningkatan mutu kedelai sangat

diharapkan untuk dapat meningkatkan daya substitusinya terhadap kedelai

impor.

Pengendalian harga oleh pemerintah di tingkat domestik pada kedelai

dengan  dilepasnya monopoli impor komoditas kedelai oleh Bulog dan tidak

adanya kebijakan harga dasar kedelai lebih sulit dilakukan. Hal yang

mungkin dilakukan oleh pemerintah adalah dengan penetapan tarif impor .

Penetapan tarif impor juga harus hati-hati dilakukan karena kemungkinan

adanya retaliasi negara pengekspor dan harus mengikuti kesepakatan yang

telah disetujui pemerintah dalam kerjasama bilateral, regional maupun

multilateral. Didalam negeri sendiri, penetapan impor tarif harus dilakukan

18

Page 19: elastisitas permintaan kedelai

dengan hati-hati dengan perhitungan yang matang karena bisa saja

menguntungkan produsen tetapi merugikan konsumen.

Besarnya tarif yang akan ditetapkan ditujukan untuk dapat merangsang

produsen menanam kedelai pada tingkat harga tertentu sehingga kompetitif

terhadap penanaman tanaman palawija lainnya. Besarnya tarif dapat

dihitung sehingga dapat meningkatkan harga sampai pada tingkat harga

minimal pada kedelai untuk dapat bersaing dengan tanaman palawija

lainnya. Berdasarkan penelitian Siregar (1999), dengan asumsi tingkat hasil

dan harga input tidak berubah, maka penanaman kedelai di Jawa Barat, Jawa

Tengah dan Jawa Timur masih memberikan keuntungan bersih yang lebih

tinggi dibandingkan menanam jagung walaupun harga kedelai turun sekitar

30 % dari harga yang telah terjadi. Sebaliknya jika bersaing dengan ubi jalar,

maka harga kedelai harus meningkat lebih dari 85 % di ketiga propinsi

dengan asumsi tingkat hasil dan harga input tetap.

Penerapan tarif pada komoditi kedelai segar di Indonesia pada tahun 1997

mencapai 10 persen. Pada tahun 2002 sempat dihapuskan, sehingga

merangsang peningkatan impor tertinggi kedelai. Pada tahun 2005 tarif

impor kedelai diterapkan kembali sebesar 10 persen. Besarnya tarif yang

ditetapkan tersebut masih lebih kecil dari binding rate nya. Sebenarnya

Indonesia masih dibolehkan untuk menetapkan tarif sebesar binding rate.

Untuk produk kedelai olahan tidak lagi dikenakan tarif kecuali minyak

kacang kedelai dimodifikasi secara kimia yang mencapai 5 persen. Secara

keseluruhan, binding rate yang ditetapkan masih cukup tinggi, yaitu

mencapai 27 hingga 40 persen.

Tingkat binding rate yang masih lebih tinggi dibandingkan dengan

penerapan tarif untuk impor kedele menunjukkan bahwa Indonesia belum

memanfaatkan besarnya tarif yang telah disepakati. Transmisi harga

konsumen yang tinggi terhadap harga produsen merupakan salah satu

pertimbangan mengapa pemerintah tidak menetapkan tarif sesuai dengan

binding rate yang telah disepakati. Jika diperlukan, pemerintah bisa

menerapkan tarif impor sesuai dengan tingkat binding rate nya.

19

Page 20: elastisitas permintaan kedelai

Tabel 6. Binding Rate dan Applied Rate Produk Kedelai

HS

Description

Bindin

g Rate

of

Duty

Implementat

ion Applied rate

  Period from/to

199

7

200

2

200

5

12.01

Kacang,

kedelai,

pecah atau

utuh          

1201.00.

100  - Kuning 27 1995-2004 10 0 10

1201.00.

200  - Hitam 27 1995-2004 10 0 10

1201.00.

300  - Hijau 27 1995-2004 10 0 10

1201.00.

400  - Coklat 27 1995-2004 10 0 10

1201.00.

500  - Campuran 27 1995-2004 10 0 10

1201.00.

900  - Lain-lain 27 1995-2004 0 0 10

1208.10.

000

Tepung halus

dan kasar

dari kacang

kedelai 10 1995-2004 0 0 0

1507.10.

000

Minyak

mentah dari

kacang

kedelai,

dipisahkan

gumnya

35 1995-2004 0 0 0

20

Page 21: elastisitas permintaan kedelai

maupun tidak

1507.9

Minyak

lainnya dari

kacang

kedelai          

1507.90.

100

Minyak

kacang

kedelai

lainnya,

dinetralkan

dan

dikelantang 35 1995-2004 0 0 0

1507.90.

900

Minyak

kacang

kedelai

lainnya,

selain

dinetralkan

dan

dikelantang 35 1995-2004 0 0 0

1518.00.

120

Minyak

kacang

kedelai

dimodifikasi

secara kimia 40 1995-2004 5 5 5

2304.00.

000

Bungkil dan

ampas padat

lainnya dari

ekstrasi

minyak

30 1995-2004 0 0 0

21

Page 22: elastisitas permintaan kedelai

kedelai

Sumber: Bea dan Cukai dalam Departemen Pertanian, 2005

Pengaruh Permintaan Impor dengan Analisis Model Armington.

Teori Armington tentang permintaan impor menyatakan bahwa komoditas

yang diimpor adalah berbeda berdasarkan tempat asalnya dan juga jenisnya

(Babula, 1987). Dengan demikian komoditas domestik dan impor

bersubstitusi secara tidak sempurna. Karena jenis kedelai Indonesia berbeda

dengan jenis kedelai Amerika sebagai negara pengekspor utama, maka

produksi kedelai domestik Indonesia dapat diprediksikan bersubstitusi tidak

sempurna dengan kedelai impor dari Amerika. Model Armington sering

digunakan untuk menganalisa perdagangan suatu produk di pasar

internasional. Dengan model Armington kita dapat mengetahui pengaruh

peubah-peubah eksogenous yang mempengaruhi arus perdagangan dan

harga kedelai di Indonesia. Kemudian respon suatu negara terhadap

perubahan perdagangan ini pun dapat diprediksi. Salah satu cara untuk

melihat bagaimana dampak impor kedelai terhadap stabilitas harga dapat

dilihat dengan mengaplikasikan model Armington. Bagaimana model

Armington dapat menjelaskan pola perdagangan kedelai internasional dan

respon Indonesia sebagai negara pengimpor dapat dilihat secara lebih rinci

di Rachmawati (1999) dan Rahmina, dkk (1999).

Pengaruh kebijakan dan faktor-faktor eksogenous lainnya terhadap arus

perdagangan kedelai di pasar internasional telah dianalisa oleh Rachmawati

(1999) dan Rahmina, dkk (1999). Faktor-faktor eksogenous terdiri dari: (a)

penggeser eksogenous permintaan seperti perubahan pendapatan dan

selera konsumen, (b) penggeser eksogenous harga permintaan seperti

perubahan nilai tukar mata uang, tarif impor, pajak ekspor dan biaya

transportasi, dan (c) penggeser eksogenous penawaran seperti perubahan

biaya produksi, teknologi, perkreditan dan penanaman modal. Pada kedua

penelitian tersebut, faktor-faktor eksogenous yang dimunculkan adalah

perubahan pajak ekspor dan perubahan biaya transportasi. Kedua

perubahan tersebut akan mempengaruhi harga dan permintaan impor

22

Page 23: elastisitas permintaan kedelai

Indonesia dari masing-masing negara dan juga akan mempengaruhi harga

dan permintaan kedelai domestik. Untuk mendapatkan hasil simulasi,

dilakukan pemecahan jangka pendek dan jangka panjang. Pemecahan

jangka pendek adalah jika diasumsikan bahwa penawaran ekspor adalah

eksogenous pada periode tertentu dan dianggap konstan atau kurva

penawaran ekspor adalah vertikal dengan elastisitas 0. Pada pemecahan

jangka panjang asumsi tersebut tidak digunakan. Pada pembahasan

makalah ini, digunakan analisis dengan menggunakan pemecahan jangka

panjang karena dianggap bahwa penawaran ekspor kecil sekali

kemungkinannya konstan dengan peningkatan produksi dan produktivitas

yang pesat di negara produsen kedelai. Hasil pendugaan jangka panjang

pada pergeseran harga permintaan kedelai dapat dilihat pada Tabel 6.

Simulasi yang akan dilihat adalah kebijakan subsidi di Amerika dan pajak

ekspor dari negara lain serta biaya transportasi dari negara pengekspor.

Hasil simulasi jangka panjang menunjukkan secara umum bahwa kebijakan

perdagangan pajak ekspor di negara pengekspor akan menaikkan harga dan

menurunkan volume permintaan impor dari negara pengekspor dan juga

akan meningkatkan harga dan volume permintaan kedelai lokal. Sebaliknya,

peningkatan subsidi ekspor di Amerika Serikat akan menurunkan harga

impor dan meningkatkan volume impor yang lebih besar dari penurunan

harga impor dan juga akan menurunkan harga dan permintaan kedelai lokal.

Karena jenis dan kwalitas produk yang berbeda, maka besarnya dampak

perubahan kebijakan terhadap terhadap harga dan permintaan domestik

lebih kecil daripada terhadap harga dan permintaan impor dari negara

pengekspor. Walaupun demikian, secara khusus penurunan pajak ekspor di

Amerika Serikat memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap harga dan

permintaan impor, dan harga dan volume kedelai domestik dibandingkan

dengan pengaruh peningkatan pajak dari negara pengekspor lainnya. Hal ini

menunjukkan angka ketergantungan impor kedelai Indonesia dari Amerika

Serikat yang tinggi.

23

Page 24: elastisitas permintaan kedelai

6. Hasil Simulasi Pemecahan Jangka Panjang Perdagangan Kedelai

Indonesia

Peubah

Eksoge

nus

 

 

Perubahan Volume

Permintaan dari

  Perubahan Harga

Permintaan dari

 

     

 

Indone

sia

US

A

Basil

ia

Argent

ina

RO

W

Indone

sia

US

A

Brasi

lia

Argent

ina

RO

W

Penggese

r harga

perminta

an

 

                   

1. Pajak

ekspor

Amerika

Serikat

turun 5%

-0.96 7.8

3

-7.1 -7.16 -

7.09

-1.57 -

4.9

7

0.01 0.03 0

2. Pajak

ekspor di

Brasilia

meningkat

5 %

0.06 0.4 -14.5 0.39 0.4 0.09 0 5 0.01 0

3. Pajak

ekspor di

Argentin

meningkat

5%

0.13 0.9

7

0.99 -13.91 0.99 0.22 0.0

1

0 4.97 0

4. Pajak

ekspor di

ROW

meningkat

0.03 0.1

8

0.18 0.17 -

14.8

2

0.04 0 0 0 5

24

Page 25: elastisitas permintaan kedelai

5%

5. Biaya

transpor

ke seluruh

mitra

dagang   

meningkat

5%

1.09 -

6.0

8

-6.17 -5.91 -

6.19

1.94 4.9

6

4.99 4.9 4.99

Sumber: Rachmawati (1999) dan Rahmina, dkk (1999)

Hasil simulasi jika terjadi peningkatan biaya transportasi menunjukkan

bahwa peningkatan harga impor yang terjadi sebesar 5 % menyebabkan

penurunan volume impor sebesar 6%. Atau dengan kata lain elastisitas

permintaan terhadap perubahan harga lebih besar dari 1 atau bersifat elastis

sehingga perubahan volume impor peka terhadap perubahan harga impor.

Berkurangnya volume impor menyebabkan permintaan terhadap kedelai

lokal dan harga kedelai lokal meningkat. Walaupun perubahan harga dan

volume kedelai lokal lebih besar karena pengaruh biaya transportasi

dibandingkan jika negara pengekspor menerapkan kebijakan perdagangan,

pengaruh perubahan harga dan volume permintaan produk domestik masih

lebih kecil dibandingkan dengan perubahan harga dan volume impor. Hal ini

menggambarkan kedelai lokal tidak dapat mensubstitusi sepenuhnya untuk

menggantikan peran kedelai impor.

Hasil simulasi di atas menunjukkan bahwa perubahan kebijakan yang diambil

oleh negara pengekspor akan memberikan dampak terhadap keadaan

ekonomi kedelai di Indonesia sehingga antisipasi kebijakan nasional perlu

dilakukan. Tingginya peran Amerika Serikat terhadap pangsa impor kedelai

mengharuskan pemerintah menerapkan strategi perdagangan yang jitu

untuk merespon kebijakan perdagangan kedelai Amerika. Adanya pemberian

kredit impor dan subsidi ekspor kedelai Amerika akan mempengaruhi kondisi

harga dan permintan kedelai lokal lebih besar dari perubahan kebijakan

negara pengekspor lainnya. Kompensasi yang selayaknya dilakukan

25

Page 26: elastisitas permintaan kedelai

pemerintah adalah transfer teknologi penanaman kedelai dari Amerika

sehingga kedelai lokal dapat bersubstitusi sempurna dengan kedelai

Amerika. Argumen pengentasan kemiskinan dapat diajukan untuk bantuan

dana transfer teknologi.

Karena pemerintah tidak dapat mempengaruhi kebijakan perdagangan

negara pengekspor kedelai, yang dapat dilakukan untuk menghemat

pengeluaran devisa misalnya dengan memilih impor dari negara yang

mempunyai biaya transportasi yang rendah. Jika pemerintah ingin

menigkatkan permintaan kedelai lokal, salah satu cara adalah dengan

menerapkan kebijakan tarif impor. Dampak dari penerapan tarif impor dapat

dianalogkan dengan peningkatan biaya transportasi dimana menyebabkan

perubahan harga dan volume permintaan kedelai domestik lebih kecil

dibandingkan dengan perubahan harga dan volume impor. Dengan demikian

pengenaan tarif tidak terlalu mempengaruhi fluktuasi harga kedelai di pasar

domestik. Analog dengan peningkatan biaya transportasi, peningkatan tarif

sebesar 5% akan meningkatkan harga kedelai impor sebesar 5 % dan

menurunkan permintaan kedelai impor sebesar 6%. Hal ini akan

meningkatkan permintaan kedelai lokal sebesar 1 % dan harga kedelai lokal

sebesar 2%.

26

Page 27: elastisitas permintaan kedelai

BAB. III

Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan

Peranan impor kedelai untuk memenuhi kebutuhan kedelai Indonesia selalu

meningkat dengan semakin menurunnya produksi kedelai lokal, walaupun

pada tahun-tahun terakhir terdapat penurunan. Dengan demikian ekonomi

kedelai Indonesia akan sangat rentan terhadap perubahan yang terjadi di

pasar internasional kedelai. Antisipasi terhadap perubahan ekonomi kedelai

dunia selayaknya diperhatikan pemerintah mengingat kedelai adalah

salahsatu sumber protein yang penting bagi manusia dan hewan.

Produksi kedelai dunia mengalami peningkatan yang cukup berarti dengan

Amerika Serikat sebagai negara dengan produksi terbesar menguasai

perdagangan kedelai dunia. Posisi Indonesia sebagai negara kecil

menyebabkan perubahan permintaan impor dari Indonesia, baik karena

kebijakan pemerintah maupun karena perubahan permintaan dalam negeri

tidak akan merubah harga dan jumlah keseimbangan pasar kedelai dunia.

Jika dibandingkan nilai transmisi harga dari konsumen ke produsen dengan

nilai transmisi harga di tingkat dunia dan domestik, maka pengaruh harga

konsumen lebih besar. Dengan demikian fluktuasi harga di tingkat domestik

lebih dipengaruhi oleh harga di tingkat konsumen dibandingkan harga dunia.

Hal ini kemungkinan disebabkan elastisitas substitusi kedelai domestik

terhadap kedelai impor yang rendah karena bentuk dan kualitas yang

berbeda. Dengan demikian usaha-usaha peningkatan mutu kedelai sangat

diharapkan untuk dapat meningkatkan daya substitusinya terhadap kedelai

impor.

Pengendalian harga oleh pemerintah di tingkat domestik pada kedelai

dengan perubahan kebijakan yang ada sulit untuk dilakukan. Hal yang

mungkin dilakukan oleh pemerintah adalah dengan penetapan tarif impor

dengan tetap memperhatikan adanya kemungkinan retaliasi dari negara

27

Page 28: elastisitas permintaan kedelai

pengekspor dan mengikuti kesepakatan yang telah disetujui pemerintah

dalam kerjasama regional. Penetapan tarif impor juga harus

memperhitungkan dampaknya pada produsen dan konsumen. Sampai saat

ini pemerintah telah menetapkan tarif impor kedelai yang masih lebih

rendah dibandingkan dengan binding rate nya. Pemerintah perlu

mempertimbangkan penetapan tarif optimal dengan memperhatikan

keuntungan konsumen dan produsen.

Berdasarkan model Armington, penurunan pajak ekspor di Amerika Serikat

memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap harga dan permintaan

impor, dan harga dan volume kedelai domestik dibandingkan dengan

pengaruh peningkatan pajak dari negara pengekspor lainnya. Hal ini

menunjukkan angka ketergantungan impor kedelai Indonesia dari Amerika

Serikat yang tinggi. Diperlukan negosiasi agar kemudahan impor yang

ditawarkan dikompensasi dengan transfer teknologi penenaman kedelai.

Pengaruh biaya transportasi akan meningkatkan harga dan permintaan

kedelai lokal walaupun tidak sebesar perubahan permintan dan harga impor

yang terjadi. Jika Indonesia akan menerapkan kebijakan pengenaan tarif

impor, maka kebijakan yang mendukung kegiatan intensifikasi dan

ekstensifikasi kedelai selayaknya diterapkan. Berdasarkan simulasi kebijakan

dengan menggunakan model Armington (Rachmawati, 1999), peningkatan

penawaran kedelai lokal sebesaar 10 % karena program ekstensifikasi dan

intensifikasi akan menaikkan permintaan kedelai lokal sebesar 4 % dan

menurunkan impor kedelai Amerika sebesar 2 % dan impor dari negara

lainnya dengan besaran yang lebih kecil.

Karena penurunan kedelai impor tidak dapat disubstitusikan secara

sempurna oleh permintaan impor kedelai lokal, impor kedele tidak dapat

dihindari sama sekali.Kelayakan ekonomis kedelai juga harus

dipertimbangkan sehingga Indonesia tidak terperangkap dengan program

swasembada kedelai yang memaksa penanaman kedelai yang tidak

mempunyai keunggulan komparatif di suatu wilayah tertentu. Dari hasil

simulasi harga kompetitif kedelai menunjukkan bahwa untuk menggantikan

28

Page 29: elastisitas permintaan kedelai

tanaman ubi jalar diperlukan harga kedelai yang meningkat lebih dari 85% di

beberapa daerah di Pulau Jawa. Pada daerah yang memproduksi ubi jalar

tidak perlu dipaksakan untuk mengganti tanamannya dengan kedelai.

Perubahan harga dan volume impor kedelai sebenarnya tidak hanya

mempengaruhi harga dan volume permintaan kedelai domestik, tapi juga

akan mempengaruhi produksi dan harga output komoditas lainnya yang

menggunakan bahan baku kedelai. Dampak perubahan ini juga dapat dilihat

pada perubahan peubah ekonomi makro seperti inflasi, penyerapan tenaga

kerja dan konsumsi. Secara ekonomi pengaruh perubahan tersebut dapat

dihitung misalnya dengan menggunakan model ekonomi keseimbangan

umum (lihat Oktaviani, 2000 untuk dampak dari perdagangan bebas APEC

terhadap ekonomi Indonesia dan sektor pertanian). Penelitian lebih lanjut

diperlukan untuk melihat dampak impor kedelai terhadap peubah selain

harga dan permintaan kedelai domestik.

29

Page 30: elastisitas permintaan kedelai

BAB. IV

Daftar Pustaka

Babula, R. A. (1987), An Armington model of U.S cotton exports, “The Journal

of Agricultural Economics Research” 39: 12-22.

Biro Pusat Statistik (1999), Statistik Impor, BPS. Jakarta

Bulog (1999), Statistik Harga Eceran, Harga Produsen dan Harga

Perdagangan Besar, Bulog. Jakarta.

Departemen Pertanian (2005), Data Base Pemasaran Internasional Kedele,

Departemen Pertanian, Jakarta.

FAO Home Page: http://www.fao.org/, 16 Januari 2002

Oktaviani (2000), The Impact of APEC Trade Liberalisation on Indonesian

Economy and Its Agricultural Sector, Disertasi PhD, tidak dipublikasikan,

Sydney University, Sydney

Perindag (2002), Analisis Bea Masuk Impor Kedelai, Departemen

Perindustrian dan Perdagangan, Jakarta.

Rachman, B, Susilowati, S.H., Marlian, H., dan Kariyasa, K.  (2000), Dinamika

dan Prospek Harga  dan Perdagangan Komoditas Pertanian dalam “Analisis

Kebijakan Pembangunan Pertanian: Respon terhadap Isu Aktual”, Departmen

Pertanian.

Rachmawati (1999), Analisis Perdagangan Kedelai di Indonesia (Penerpan

Model Armington), Skripsi Sarjana (tidak dipublikasikan), Jurusan Ilmu-ilmu

Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.

Rahmina, D., Suryana, R.N., dan Wahida (1999), Analisis Permintaan Impor

dan Respon Penawaran Kedelai di Indonesia, Laporan Penelitian, Kerjasama

Lembaga Penelitian IPB dengan badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. Bogor

Siregar, M. (1999), Metoda Alternatif Penentuan Tingkat Hasil dan Harga

Kompetitif: Kasus Kedelai, “Forum Penelitian Agro Ekonomi (FAE)”, Volume

17 No1. Juli 1999. Halaman 66-73

30

Page 31: elastisitas permintaan kedelai

Tomich, Thomas P (1992), Survey of Recent Development, “Bulletin of

Indonesian

Economic Studies”, Vol 28 No 3, December 1992, Halaman 3-39.

31