MAKALAH BERPAKAIAN SESUAI SYARIAT ISLAM
MAKALAH BERPAKAIAN SESUAI SYARIAT ISLAM
BERPAKAIAN SESUAI SYARIAT ISLAM
Kata pengantar
Dengan rahmad Allah. Yang maha kuasa kita dapat berdiri,
bernafas, serta menghirup udara segar. Sudah sepatutnya kita
mensyukuri segala nikmat-Nya tersebut dengan menjalankan segala
perintahnya dan menjauhi segala larangannya.
Kemudian dari pada itu, dengan datangnya makalah ini kita
dituntun untuk dapat mempelajari sehingga dapat mengetahui apa
saja informasi yang terdapat di dalam makalah ini.
Dengan mempelajari adab berpakaian ini, kita dapat lebih
mengetahui lebih dalam tentang adab berpakaian menurut syariat
agama islam.
Akhir kata, penyusun berharap dengan ini dapat menambah
kreatifitas kita sebagai pelajar khususnya dalam pelejaran agama
islam. Sekian terima kasih………
Berpakaian sesuai syariat islam
Jakarta , 3 oktober 2013
(Kelompok 7)
Daftar isi
Judul…………………………………………………1
Kata pengantar…………………………………………………………….2
Daftar isi……………………………………………………………………3
BAB. 1
Pendahuluan……………………………………………………………4
BAB. 2
Berpakaian sesuai syariat islam……………………………………5
BAB. 3
Adab berpakaian bagi muslimah…………………………………………6
BAB. 4
Adab berdandan menurut syariat islam…………………………………11
BAB. 5
Perbedaan Antara muslim dan non muslim………………………..12
BAB. 6
Berjilbab dan Kasiyatun’ ‘ariyatun………………………………….15
BAB. 7
Azab bagi wanita yang berpakaian tapi telanjang………………….19
BAB. 8
PENUTUP
Kesimpulan………………………………………………………………21
BAB. 9
Daftar pusaka……………………………………………………………21
BAB. 10
Lampiran powerpoint kelompok 7………………………………………….22
BAB.1
Pendahuluan
Berpakaian sesuai syariat islam hukumnya wajib bagi
seluruh umat muslim di
dunia. Namun budaya berpakaian sesuai syariat islam pun saat ini
sudah memudar, anak muda mulai terpengaruh oleh budaya pakaian
dari barat. Ironisnya mereka (perempuan) seakan bangga memamerkan
lukuk tubuh serta bentuk tubuhnya. Mereka (perempuan) seringkali
memamerkan bagian tertentu pada tubuh mereka dengan tujuan untuk
mendapatkan pujian dari oranglain akan indahnya tubuh mereka.
Perbuatan tersebut sudah tentu diharamkan oleh agama islam.
Tentunya kita sebagai umat manusia dan sebagai umat
muslim, kita patut menjauhi apa saja yang diharamkan dalam agama
islam. Budaya yang bukan termasuk budaya kita seharusnya kita
buang jauh-jauh dari hadapan kita. Aurat yang semestinya kita
tutup janganlah kita umbar-umbar. Dalam makalah ini akan
dijelaskan secara rinci tentang berpakaian sesuai syariat islam
serta azab bagi yang tidak mengikuti ajaran berpakaian sesuai
syariat islam. Berikut pembahasannya.
BAB. 2
CARA BERPAKAIAN DALAM ISLAM
A. Pengertian EtikaDalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga
pergaulan hidup tingkat internasional di perlukan suatu systemyang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul. Sistempengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dandikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler danlain-lain.
Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjagakepentingan masing-masing yang terlibat agar mereka senang,tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya sertaterjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai denganadat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hakasasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etikadi masyarakat kita.
Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturanprilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanyadan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataanetika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata YunaniETHOS yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah danukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik.B. Dalil Pakaian Wanita Dalam Islam
Adapun dalil bahwa jilbab merupakan pakaian dalam kehidupanumum, adalah hadits yang telah diriwayatkan dari Ummu, Athiyahr.a, bahwa dia berkata: “Rasulullah Saw memerintahkan kaum wanitaagar keluar rumah menuju shalat ied, maka Ummu’ Athiyah berkata,
‘salah seorang diantara kami tidak memiliki jilbab’ MakaRasulullah Saw bersabda: “Hendaklah saudarinya meminjamkanjilbabnya kepadanya.” (Muttafaqun ‘alaihi) (Al-Albani,).[[6]]
Berkaitan dengan hadits Ummu ‘Athiyah ini, Syaikh Anwar Al-Kasymiri, dalam kitabnya Faidhul Bari, mengatakan:[[7]] “Dapatlahdimengerti dari hadits ini, bahwa jilbab itu dituntut manakalahseorang wanita keluar rumah, dan ia tidak boleh keluar rumah jikatidak mengenakan jilbab.” (Al-Albani : 93).[[8]]
Allah Ta’ala berfirman yang artinya:“Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahanpandangan dan kemaluan mereka. Janganlah mereka menampakkan perhiasanmereka, kecuali yang (terpaksa) nampak dari padanya. Dan hendaklah merekamenutupkan khimar ke dada-dada mereka.” (QS. An-Nur: 31)
Perhiasan yang dimaksud adalah perhiasan yang digunakan olehwanita untuk berhias, selain dari asal penciptaannya (tubuhnya).
Khimar adalah sesuatu yang digunakan oleh wanita untukmenutupi kepalanya, wajahnya, lehernya, dan dadanya.
Dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:“Barangsiapa yang memanjangkan kainnya karena sombong maka Allah tidak akanmelihatnya.” Ummu Salamah bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang harus dilakukanoleh para wanita dengan ujung pakaian mereka?” Beliau menjawab, “Kalian bolehmemanjangkannya sejengkal.” Ummu Salamah bertanya lagi, “Jika begitu, maka kakimereka akan terbuka!” Beliau menjawab, “Kalian boleh menambahkan satu hasta danjangan lebih.” (HR. At-Tirmizi) Sehasta adalah dari ujung jaritengah hingga ke siku.[[9]]
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Ada dua golongan penduduk neraka yang keduanya belum pernah aku lihat:(1) Kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi, yang dipergunakannya untukmemukul orang. (2) Wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, berjalan denganberlenggok-lenggok, mudah dirayu atau suka merayu, rambut mereka (disasak)bagaikan punuk unta. Wanita-wanita tersebut tidak dapat masuk surga, bahkan tidakdapat mencium bau surga. Padahal bau surga itu dapat tercium dari begini danbegini.” (HR. Muslim).[[10]]
Makna ‘berpakaian tetap telanjang’ adalah: Dia menutupsebagian auratnya tapi menampakkan sebagian lainnya. Dan ada yangmenyatakan maknanya adalah: Dia menutupi seluruh auratnya tapidengan pakaian yang tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya
Berpakaian sesuai syariat islam
Adab berpakaian adalah sebagai berikut :
1. Pakaian harus menutupi aurat.
2. Pakaian harus bersih dan rapi
3. Untuk laki-laki, agar memakai pakaian yang panjang sampai
menutupi aurat
4. Sedangkan wanita, harus menggunakan pakaian yang menutupi
anggota tubuhnya keculai wajah dan kedua telapak tangan
5. Para lelaki muslim, haram hukumnya menggunakan sutra dan emas.
Oleh karena itu, dilarang bagi lelaki muslim untuk menggunakan
barang-barang diatas.sebagaimana sabda Rasulullah bersabda:
Sesungguhnya dua benda ini (emas dan sutera) haram atas lelaki
ummatku. (H.R.Abu Daud)
6. Dalam islam tidak diperkenankan lelaki memakai pakaian wanita
dan sebaliknya. Karena hal ini dapat menyebabkan “tassabuh”
7. Dalam ajaran islam, hukumnya sunat memakai pakaian dengan
diawali bagian kanan
8. Tidak diperkenankan memakai pakaian yang mewah
9. Lebih mengutamakan pakaian yang berwarna putih
10. Hendaklah berpakaian yang rapi dan sopan
BAB. 3
Adab Berpakaian Bagi Muslimah
Haruskah Hitam?
Terkait dengan warna pakaian terutama pakaian perempuan, terdapat
beragam sikap orang yang dapat kita jumpai. Ada yang beranggapan
bahwa warna pakaian seorang perempuan muslimah itu harus hitam
atau minimal warna yang cenderung gelap. Di sisi lain ada yang
memiliki pandangan bahwa perempuan bebas memilih warna dan motif
apa saja yang dia sukai. Sesungguhnya Allah itu maha indah dan
mencintai keindahan, kata mereka beralasan. Manakah yang benar
dari pendapat-pendapat ini jika ditimbang dengan aturan al-Qur’an
dan sunnah shahihah yang merupakan suluh kita untuk menentukan
pilihan dari berbagai pendapat yang kita jumpai?
Salah satu persyaratan pakaian muslimah yang syar’i adalah
pakaian tersebut bukanlah perhiasan. Dalam syarat ini adalah
firman Allah yang artinya, “Dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.”(QS. an Nur:31).
Dengan redaksinya yang umum ayat ini mencakup larangan
menggunakan pakaian luar jika pakaian tersebut berstatus
“perhiasan” yang menarik pandangan laki-laki.
ات� امه وم� م� � ى إ ص ماعه� وع� ج� ارق� إل� ل ف�� هم رج�� ن� ل ع� سا% ه� لا ت�� ث+* لا ال ث�* ه ف�� ث+� م إ% ل ه� وس� لي2 ع� ى إهلل ل � ص� ول� إهلل ن; رس� د ع� ي2 ب@ ن; ع� اله� ب�� ض� ع�ن; ف��
هم ن� ل ع� سا% لا ت�� عده ف�� ت� ب�� ج�� ر ب� Mت ا ف�� ي2 O+ن ه� إل�د ث+� و% ا م� اه� ف� د ك� ها ف�� وج�� ها ر� ن� ات� ع� ه� ع�� ق� ف��مات� وإمرإ% ب\� د إ% ي� و ع� مه� إ% ا وإ% ي2 اص�� ع�Dari Fadhalah bin Ubaid, dari Nabi beliau bersabda, “Tiga jenis orang
yang tidak perlu kau tanyakan (karena mereka adalah orang-orang yang
binasa). Yang pertama adalah orang yang meninggalkan jamaah kaum muslimin
yang dipimpin oleh seorang muslim yang memiliki kekuasaan yang sah dan memilih
untuk mendurhakai penguasa tersebut sehingga meninggal dalam kondisi durhaka
kepada penguasanya.Yang kedua adalah budak laki-laki atau perempuan yang kabur
dari tuannya dan meninggal dalam keadaan demikian. Yang ketiga adalah seorang
perempuan yang ditinggal pergi oleh suaminya padahal suaminya telah memenuhi
segala kebutuhan duniawinya lalu ia bertabarruj setelah kepergian sang suami. Jangan
pernah bertanya tentang mereka.” (HR Ahmad no 22817 dll, shahih.
Lihat Fiqh Sunnah lin Nisa’, hal 387)
Sedangkan tabarruj itu didefinisikan oleh para ulama’ dengan
seorang perempuan yang menampakkan “perhiasan” dan daya tariknya
serta segala sesuatu yang wajib ditutupi karena hal tersebut bisa
membangkitkan birahi seorang laki-laki yang masih normal.
Di samping itu, maksud dari perintah berjilbab adalah menutupi
segala sesuatu yang menjadi perhiasan (baca: daya tarik) seorang
perempuan. Maka sungguh sangat aneh jika ternyata pakaian yang
dikenakan tersebut malah menjadi daya tarik tersendiri. Sehingga
fungsi pakaian tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Meski demikian anggapan sebagian perempuan multazimah (yang
komitmen dengan aturan agama) bahwa seluruh pakaian yang tidak
berwarna hitam adalah pakaian “perhiasan” adalah anggapan yang
kurang tepat dengan menimbang dua alasan.
Yang pertama, sabda Nabi,
حه ي\2 ى2 ر ف� ه وخ�� هر ل�وث�� iساء م�ا ظ� ت� إل�ن� حه ، وط�ي2 ي\2 هر ر iه وظ� ى2 ل�وث�� ف� ال م�ا خ�� ت� إل�رج�� ن; ط�ي2 إ“Wewangian seorang laki-laki adalah yang tidak jelas warnanya tapi nampak bau
harumnya. Sedangkan wewangian perempuan adalah yang warnanya jelas namun
baunya tidak begitu nampak.” (HR. Baihaqi dalam Syu’abul
Iman no.7564 dll, hasan. Lihat Fiqh Sunnah lin Nisa’, hal. 387)
Hadits ini mengisyaratkan bahwa adanya warna yang jelas bukanlah
suatu hal yang terlarang secara mutlak bagi seorang perempuan
muslimah.
Yang kedua, para sahabiyah (sahabat Nabi yang perempuan) bisa
memakai pakaian yang berwarna selain warna hitam. Bukti untuk hal
tersebut adalah riwayat-riwayat berikut ini:
ها ت+� ر ها وإ% ن2 ل� � ت� إ ك س* ر ف�� ض� خ�� مار إ% ها خ��� لن2 ه� وع� �ش* ات�% ت� ع� ال� ى2 ف�� � iق�رظ� ر� إل� ب2 ث�@� ن; إل�ر� � ب�� من; خ� د إل�ر ي� ها ع� ج�� و ب�ر� ه ف� ث+� ق� إمرإ% ل اعه� ط� ف�� ن; ر� مه� إ% ر� ك ن; ع�� ع�
ى لف� ا ث�� ل م� ي* 2ت� م�� ي� ا رإ% ه� م� �ش* ات�% ت� ع� ال� ا ف�� عض� هن; ب�� عض� ر ب�� ض ن� ساء ن�2 م وإل�ن�� ل ه� وس� لي2 ع� ى إهلل ل � ص� ول إهلل اء رس� ا ج�� لم ا ف�� ه� لد� ج�� ره� ي��� ض� خ��ها وت��� ن; ب�* ره� م�� ض� د خ�� س�* ا إ% لده� ج�� ات� ل� ي� م�� مؤ% إل�
Dari Ikrimah, Rifa’ah menceraikan istrinya yang kemudian dinikahi
oleh Abdurrahman bin az Zubair. Aisyah mengatakan, “Bekas istri
rifa’ah itu memiliki kerudung yang berwarna hijau. Perempuan
tersebut mengadukan dan memperlihatkan kulitnya yang berwarna
hijau. Ketika Rasulullah tiba, Aisyah mengatakan, Aku belum
pernah melihat semisal yang dialami oleh perempuan mukminah ini.
Sungguh kulitnya lebih hijau dari pada pakaiannya.” (HR. Bukhari
no. 5377)
Dari Ummi Khalid binti Khalid, Nabi mendapatkan hadiah berupa
pakaian berwarna hitam berukuran kecil. Nabi bersabda, “Menurut
pendapat kalian siapakah yang paling tepat kuberikan pakaian ini kepadanya?” Para
sahabat hanya terdiam seribu bahasa. Beliau lantas
bersabda, “Bawa kemari Ummi Khalid (seorang anak kecil perempuan yang
diberi kunyah Ummi Khalid)” Ummi Khalid dibawa ke hadapan Nabi
sambil digendong. Nabi lantas mengambil pakaian tadi dengan
tangannya lalu mengenakannya pada Ummi Khalid sambil
mendoakannya, “Moga awet, moga awet.”Pakaian tersebut memiliki garis-
garis hijau atau kuning. Nabi kemudian berkata,“Wahai Ummi khalid, ini
pakaian yang cantik.” (HR. Bukhari no. 5823)
Meski ketika itu Ummi Khalid belum balig namun Nabi tidak mungkin
melatih dan membiasakan anak kecil untuk mengerjakan sebuah
kemaksiatan. Sehingga hadits ini menunjukkan bolehnya seorang
perempuan mengenakan pakaian berwarna hitam yang bercampur dengan
garis-garis berwarna hijau atau kuning. Jadi pakaian tersebut
tidak murni berwarna hitam.
Dari al Qasim bin Muhammad bin Abi Bakr, “Sesungguhnya Aisyah
memakai pakaian yang dicelup dengan ‘ushfur saat beliau berihram”
(HR. Ibnu Abi Syaibah 8/372, dengan sanad yang shahih)
Pada tulisan yang lewat telah kita bahas bahwa yang dimaksud
dengan celupan dengan ‘ushfur adalah celupan yang menghasilkan
warna merah.
Perbuatan Aisyah sebagaimana dalam riwayat di atas menunjukkan
bahwa seorang perempuan muslimah diperbolehkan memakai pakaian
berwarna merah polos. Bahkan pakaian merah polos adalah pakaian
khas bagi perempuan sebagaimana keterangan di edisi yang lewat.
Berikut ini beberapa riwayat yang kuat dari salaf tentang hal
ini:
Dari Ibrahim an Nakha’i, bersama Alqamah dan al Aswad beliau
menjumpai beberapa istri Nabi. beliau melihat para istri Nabi
tersebut mengenakan pakaian berwarna merah.
Dari Ibnu Abi Mulaikah, aku melihat Ummi Salamah mengenakan
kain yang dicelup dengan ‘ushfur (baca: berwarna merah).
Dari Hisyam dari Fathimah bin al Mundzir, sesungguhnya asma’
memakai pakaian yang dicelup dengan ‘ushfur (baca: berwarna
merah)
Dari Said bin Jubair, beliau melihat salah seorang istri Nabi
yang thawaf mengelilingi Ka’bah sambil mengenakan pakaian yang
dicelup dengan ‘ushfur(Baca: Berwarna merah). (Lihat Jilbab Mar’ah
Muslimah karya al Albani hal. 122-123).
Di samping itu riwayat-riwayat di atas juga menunjukkan bahwa
pakaian berwarna merah tersebut dipakai di hadapan banyak orang.
Singkat kata, yang dimaksud dengan pakaian yang menjadi
“perhiasan” yang tidak boleh dipakai oleh seorang muslimah ketika
keluar rumah adalah:
1. Pakaian yang terdiri dari berbagai Warna warni
2. Pakaian yang dihias dengan garis-garis berwarna keemasan atau
berwarna perak yang menarik perhatian laki-laki yang masih
normal. (Fiqh Sunnah lin Nisa’, hal. 388).
Al Alusi berkata, “Kemudian ketahuilah bahwa menurut kami
termasuk “perhiasan” yang terlarang untuk dinampakkan adalah
kelakuan mayoritas perempuan yang bergaya hidup mewah di masa
kita saat ini yaitu pakaian yang melebihi kebutuhan untuk
menutupi aurat ketika keluar dari rumah. Yaitu pakaian dari
tenunan sutra terdiri dari beberapa warna (baca:warna-warni).
Pada pakaian tersebut terdapat garis-garis berwarna keemasan atau
berwarna perak yang membuat mata lelaki normal terbelalak.
Menurut kami suami atau orang tua yang mengizinkan mereka keluar
rumah dan berjalan di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya
dalam keadaan demikian itu disebabkan kurangnya rasa cemburu. Hal
ini adalah kasus yang terjadi di mana-mana.” (Ruhul Ma’ani, 6/56,
lihat Jilbab Mar’ah Muslimah, karya Al Albani hal. 121-122).
Jika demikian keadaan di masa beliau, lalu apa yang bisa kita
katakan tentang keadaan masa sekarang! Allahul Musta’an (Hanya
kepada Allah kita memohon pertolongan).
Meskipun demikian, pakaian yang lebih dianjurkan adalah pakaian
yang berwarna hitam atau cenderung gelap karena itu adalah:
1. Pakaian yang sering dikenakan oleh para istri Nabi. Ketika
Shafwan menjumpai Aisyah yang tertinggal dari rombongan,
Shafwan melihat sosok hitam seorang yang sedang tidur. (HR.
Bukhari dan Muslim)
2. Hadits dari Aisyah yang menceritakan bahwa sesudah turunnya
ayat hijab, para perempuan anshar keluar dari rumah-rumah
mereka seakan-akan di kepala mereka terdapat burung gagak yang
tentu berwarna hitam. (HR. Muslim)
Serba Serbi Seputar Warna
Jilbab Putih
Lajnah Daimah (Komite Fatwa Para Ulama’ Saudi) pernah mendapatkan
pertanyaan sebagai berikut, “Apakah seorang perempuan diperbolehkan
memakai pakaian ketat dan memakai pakaian berwarna putih?”
Jawaban Lajnah Daimah, “Seorang perempuan tidak diperbolehkan untuk
menampakkan diri di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya atau keluar ke jalan-
jalan dan pusat perbelanjaan dalam keadaan memakai pakaian yang ketat,
membentuk lekuk tubuh bagi orang yang memandangnya. Karena dengan pakaian
tersebut, perempuan tadi seakan telanjang, memancing syahwat dan menjadi sebab
timbulnya hal-hal yang berbahaya. Demikian pula, seorang perempuan tidak
diperbolehkan memakai pakaian yang berwarna putih jika warna pakaian semisal itu
di daerahnya merupakan ciri dan simbol laki-laki. Jika hal ini dilanggar berarti
menyerupai laki-laki, suatu perbuatan yang dilaknat oleh Nabi.” (Fatawa al Mar’ah,
2/84, dikumpulkan oleh Muhammad Musnid).
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa pada asalnya seorang
perempuan diperbolehkan memakai pakaian yang berwarna putih
asalkan cukup tebal sehingga tidak transparan/tembus pandang
terutama ketika matahari bersinar cukup terik. Hukum ini bisa
berubah jika di tempat tersebut pakaian berwarna putih merupakan
ciri khas pakaian laki-laki maka terlarang karena menyerupai
lawan jenis bukan karena warna putih.
Oleh karena itu pandangan miring sebagian wanita multazimah (yang
komitmen dengan syariat) di negeri kita terhadap wanita yang
berwarna putih adalah pandangan yang tidak tepat karena di negeri
kita pakaian berwarna putih bukanlah ciri khas pakaian laki-laki,
bahkan sebaliknya menjadi ciri pakaian perempuan (Baca: Jilbab).
Pakaian Perhiasan
Tepatnya dari Syaikh Ali al Halabi, salah seorang ulama dari
Yordania. Ketika beliau ditanya tentang parameter untuk menilai
suatu pakaian itu pakaian perhiasan ataukah bukan bagi seorang
perempuan, beliau katakan, “Parameter untuk menilai hal tersebut adalah ‘urf
(aturan tidak tertulis dalam suatu masyarakat)” (Puncak, Bogor 14 Februari
2007 pukul 17:15).
Penjelasan beliau sangat tepat, karena dalam ilmu ushul fiqh
terdapat suatu kaedah:“Pengertian dari istilah syar’i kita pahami sebagaimana
penjelasan syariat. Jika tidak ada maka mengacu kepada penjelasan linguistik arab.
Jika tetap tidak kita jumpai maka mengacu kepada pandangan masyarakat setempat
(’urf ).”
Misal pengertian menghormati orang yang lebih tua. Definisi
tentang hal ini tidak kita jumpai dalam syariat maupun dari sudut
pandang bahasa Arab. Oleh karena itu dikembalikan kepada
pandangan masyarakat setempat. Jika suatu perbuatan dinilai
menghormati maka itulah penghormatan. Sebaliknya jika dinilai
sebagai penghinaan maka statusnya adalah penghinaan. Hal serupa
kita jumpai dalam pengertian pakaian perhiasan bagi seorang
muslimah yang terlarang. Misal menurut pandangan masyarakat kita
pakaian kuning atau merah polos bagi seorang perempuan yang
dikenakan ketika keluar rumah adalah pakaian perhiasan maka
itulah pakaian perhiasan yang terlarang. Akan tetapi di tempat
atau masa yang berbeda pakaian dengan warna tersebut tidak
dinilai sebagai pakaian perhiasan maka pada saat itu pakaian
tersebut tidak dinilai sebagai pakaian perhiasan yang terlarang.
BAB. 4
Adab berdandan menurut syariat islam
Adab ini adalah amalan yang diamalkan oleh Nabi Yusuf A.S. yang
telah diangkatkan darjat dari hamba menjadi seorang pembesar..
Barangsiapa yang mengamalkannya setiap hari dan sebati dalam
hidupnya, maka mereka akan sentiasa dipandang manis, berseri dan
dikasihi pada setiap mata yang memandangnya. Ia juga merupakan
rahsia awet muda dan Insya Allah apa yang dihajati akan tercapai…
Amalan:
Apabila menghadap cermin bacalah:
1. Selawat 3 X
2. Bismillahirahmanirahim segala puji bagi Allah yang memperbaiki
tingkah laku maka perhaluskan budi pekertiku
Sentuh muka dengan jari dimulakan dengan
1. Mulut
2. Hidung
3. Mata
4. Dahi
Mulalah bersolek. Setelah selesai
Baca Bismillahirahmanirahim
Doa nabi Yusuf (surah Al Baqarah ayat 165) 10X
Sambil niat apa yang terjadi sambil merenung ke
1. Mulut
2. Hidung
3. Mata
4. Dagu
BAB. 6
Berjilbab dan Kasiyatun’ Ariyatun
Satu-satunya cara buat kita untuk menjadi berharga adalah dengan
berjilbab. Tutup dari rambut sampai kaki! Sesuai pula dengan apa
yang Rosululloh jelasin dalam setiap hadits-haditsnya. Pakaian
kita punya syarat-syarat tertentu untuk bisa dikatakan sebagai
“pembungkus khusus”. Penasaran? Kalau gitu yuk langsung masuk ke
syarat “pembungkus khusus” gadis mahal ini.
3 syarat utama.
1. Menutup aurat.
2. Tidak tembus pandang
3. Tidak membentuk tubuh
1. Menutup aurat.
Sudah pada tau kan bagian mana saja yang menjadi aurat
kita(wanita)? Seluruh tubuh! Kecuali wajah dan telapak tangan.
QS. An nur (24) : 31
2&3. Tidak tembus pandang dan tidak membentuk tubuh.
Yang dimaksud dengan tidak tembus pandang dan tidak membentuk
tubuh ialah pakaian yang benar-benar menutupi selurh tubuh kita
tanpa sedikitpun memperlihatkan bagian tubuh kita (dada,likuk
tubuh,pinggul). Bisa kita lihat seperti gambar dibawah ini.
Mereka memang memakai kerudung,tetapi mereka masih memperlihatkan
auratnya.
KASIYATUN’ ‘ARIYATUN
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لات� ي2 م� ات� م� ث+2 ار� ات� ع� ي2 اس�� ساء ك� � اس وت�� ها إل�ي� ون; ت��� ب+� ر� ض� ق�ر� ي�2 ب� ات�� إل� ث\� ذ� ا% اط ك� ي2 عهم س�� وم م� ما ق� ره� م إ% ار� ل� ل� إل�ي� ه� ن; إ% � م�� ان; ف� ب� ص��إ د� إ وك� د� ره�� ك� ب2 ش� ن; م� د م�� ؤج�� ي2 ها ل� ح ي�2 ن; ر� � ها وإ ح ي�2 دن; ر� ج�� ه� ولا ي�2 ي� ج� لن; إل� دج�� � لا ث�2 له� � ماث�% � إل� ت� ج� ب� � إل� مه� ن�� س� ا% هن; ك� لات� رءوس� � اث�% م�
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang pernah aku lihat: [1] Suatu kaum
yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para
wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka
seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan
tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian
dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128)
Hadits ini merupakan tanda mukjizat kenabian. Kedua golongan ini
sudah ada di zaman kita saat ini. Hadits ini sangat mencela dua
golongan semacam ini. Kerusakan seperti ini tidak muncul di zaman
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena sucinya zaman beliau,
namun kerusakan ini baru terjadi setelah masa beliau hidup (Lihat
Syarh Muslim, 9/240 dan Faidul Qodir, 4/275). Wahai Rabbku. Dan
zaman ini lebih nyata lagi terjadi dan kerusakannya lebih parah.
Saudariku, pahamilah makna ‘kasiyatun ‘ariyatun’
An Nawawi dalam Syarh Muslim ketika menjelaskan hadits di atas
mengatakan bahwa ada beberapa makna kasiyatun ‘ariyatun.
Makna pertama: wanita yang mendapat nikmat Allah, namun enggan
bersyukur kepada-Nya.
Makna kedua: wanita yang mengenakan pakaian, namun kosong dari
amalan kebaikan dan tidak mau mengutamakan akhiratnya serta
enggan melakukan ketaatan kepada Allah.
Makna ketiga: wanita yang menyingkap sebagian anggota tubuhnya,
sengaja menampakkan keindahan tubuhnya. Inilah yang dimaksud
wanita yang berpakaian tetapi telanjang.
Makna keempat: wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak
bagian dalam tubuhnya. Wanita tersebut berpakaian, namun
sebenarnya telanjang. (Lihat Syarh Muslim, 9/240)
Pengertian yang disampaikan An Nawawi di atas, ada yang bermakna
konkrit dan ada yang bermakna maknawi (abstrak). Begitu pula
dijelaskan oleh ulama lainnya sebagai berikut.
Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan, “Makna kasiyatun
‘ariyatun adalah para wanita yang memakai pakaian yang tipis yang
menggambarkan bentuk tubuhnya, pakaian tersebut belum menutupi
(anggota tubuh yang wajib ditutupi dengan sempurna). Mereka
memang berpakaian, namun pada hakikatnya mereka telanjang.”
(Jilbab Al Mar’ah Muslimah, 125-126)
Al Munawi dalam Faidul Qodir mengatakan mengenai makna kasiyatun
‘ariyatun, “Senyatanya memang wanita tersebut berpakaian, namun
sebenarnya dia telanjang. Karena wanita tersebut mengenakan
pakaian yang tipis sehingga dapat menampakkan kulitnya. Makna
lainnya adalah dia menampakkan perhiasannya, namun tidak mau
mengenakan pakaian takwa. Makna lainnya adalah dia mendapatkan
nikmat, namun enggan untuk bersyukur pada Allah. Makna lainnya
lagi adalah dia berpakaian, namun kosong dari amalan kebaikan.
Makna lainnya lagi adalah dia menutup sebagian badannya, namun
dia membuka sebagian anggota tubuhnya (yang wajib ditutupi) untuk
menampakkan keindahan dirinya.” (Faidul Qodir, 4/275)
Hal yang sama juga dikatakan oleh Ibnul Jauziy. Beliau mengatakan
bahwa maknakasiyatun ‘ariyatun ada tiga makna.
Pertama: wanita yang memakai pakaian tipis, sehingga nampak
bagian dalam tubuhnya. Wanita seperti ini memang memakai jilbab,
namun sebenarnya dia telanjang.
Kedua: wanita yang membuka sebagian anggota tubuhnya (yang wajib
ditutup). Wanita ini sebenarnya telanjang.
Ketiga: wanita yang mendapatkan nikmat Allah, namun kosong dari
syukur kepada-Nya. (Kasyful Musykil min Haditsi Ash Shohihain,
1/1031)
Kesimpulannya adalah kasiyatun ‘ariyat dapat kita maknakan:
wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam
tubuhnya dan wanita yang membuka sebagian aurat yang wajib dia
tutup.
Tidakkah Engkau Takut dengan Ancaman Ini
Lihatlah ancaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Memakaian
pakaian tetapi sebenarnya telanjang, dikatakan oleh beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “wanita seperti itu tidak akan
masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya
tercium selama perjalanan sekian dan sekian.”
Perhatikanlah saudariku, ancaman ini bukanlah ancaman biasa.
Perkara ini bukan perkara sepele. Dosanya bukan hanya dosa kecil.
Lihatlah ancaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas.
Wanita seperti ini dikatakan tidak akan masuk surga dan bau surga
saja tidak akan dicium. Tidakkah kita takut dengan ancaman
seperti ini?
An Nawawi rahimahullah menjelaskan maksud sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam: ‘wanita tersebut tidak akan masuk surga’. Inti
dari penjelasan beliau rahimahullah:
Jika wanita tersebut menghalalkan perbuatan ini yang sebenarnya
haram dan dia pun sudah mengetahui keharaman hal ini, namun masih
menganggap halal untuk membuka anggota tubuhnya yang wajib
ditutup (atau menghalalkan memakai pakaian yang tipis), maka
wanita seperti ini kafir, kekal dalam neraka dan dia tidak akan
masuk surga selamanya.
Dapat kita maknakan juga bahwa wanita seperti ini tidak akan
masuk surga untuk pertama kalinya. Jika memang dia ahlu tauhid,
dia nantinya juga akan masuk surga.Wallahu Ta’ala a’lam. (Lihat
Syarh Muslim, 9/240)
Ini adalah gambar salahsatu contoh berjilbab yang salah:
BAB. 7
AZAB BUAT PEREMPUAN YANG TIDAK MAU BERHIJAB
Wahai Saudariku, Kami Mengingatkan Sebuah Pesan dari Nabi Kita,
Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wassalam tentang Hijab. Jangan
Menyesal Kelak di Hari Kiamat, Bila Anda Tidak Mau Membaca dan
Ment
aati nasehat ini…
1. Azab Buat Perempuan Yang Membuka Rambut Kepalanya selain
Suaminya adalah : Rambutnya akan digantung dengan api Neraka
Sehingga Mendidih Otaknya Dan ini terjadi sampai berapa lama ia
di dunia semasa hidupnya belum menutup rambut kepalanya.
2. Perempuan Yang Suka Berpakaian Seksi dan Menonjolkan
dadanya adalah :
“Digantung dengan rantai api neraka dimana dada dan pusatnya
diikat dengan api neraka serta betis dan pahanya diberikan
panggangan seperti manusia memanggang kambing di dunia dan api
neraka ini sangat memedihkan perempuan ini. ”
3. Azab Buat Perempuan Yang Suka Menjadi Penggoda dan Berusaha
Menggairahkan Pria lain dengan tubuhnya yang aduhai adalah
“PEREMPUAN INI MUKANYA AKAN MENGHITAM DAN MEMAKAN ISI PERUTNYA
SENDIRI”
( Hadits Diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim )
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka. (QS. At Tahriim: 8)
gambar membuka aurat walaupun
Berkerudung:
BAB. 8
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari makalah diatas dapat disimpulkan bahwa adab berpakaian
sangatlah di perhatikan, khususnya bagi kaum muslim dan muslimah.
Karena itu semua dapat mencerminkan sikap, sifat,dan tingkah laku
orang yang mengenakannya.
Pakaian yang sesuai dengan syariat islam adalah pakaian yang
dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW , ada baiknya sebagai kaum
muslimin kita mengikuti anjuran dari nabi besar kita yaitu Nabi
Muhammad SAW.
Jauhilah larangan Allah SWT tentang membuka aurat(bagi wanita)
jika tidak ingin merasakan azab pedih dari-Nya. Naudzubillah min
dzalik,semoga kita tidak termasuk golongan seperti itu.
Demikian makalah ini kami sampaikan. Semoga apa yang disampaikan
pada makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Mohon maaf
bila ada salah kata maupun salah penyampaian bahasa,karena
kesalahan datangnya dari kami dan kebenaran selalu datang dari
Allah SWT. Wabillahi’taufik wal hidayah wassalamu’alaikum wr.wb.