BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
bersifat berulang, kronik dan dapat menginfeksi pulmo dan ekstrapulmo yang
dikarakteristikan dengan terbentuknya granuloma kaseosa, fibrosis dan kavitas. Tuberkulosis
paru merupakan bentuk TB yang sering terjadi yaitu sekitar 80% dari kasus. Tuberkulosis
ekstrapulmoner dapat menyerang beberapa organ selain paru. karena penyebarannya yang
bersifat limfogen dan hematogen.1
Salah satu bentuk TB ekstrapulmoner yaitu tuberkulosis milier merupakan adanya
manifestasi Mycobacterium tuberculosis (tuberkulosis diseminata) yang menyebar secara
hematogen tetapi berdasarkan konsensus tuberkulosis anak (2010) mengatakan bahwa TB
milier masuk kedalam TB pulmoner tipe berat.1,2,3
TB Milier, dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu basil M. Tuberculosis (jumlah dan
virulensinya) dan status imunologis pasien (nonspesifik dan spesifik). Tuberkulosis milier
lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil terutama usia kurang dari 2 tahun, dikarenakan
imunitas seluler spesifik, fungsi makrofag dan mekanisme lokal pertahanan parunya belum
dapat berkembang sempurna sehingga basil TB mudah berkembang biak dan menyebar
keseluruh tubuh. 4,5
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuberkulosis milier adalah infeksi bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang
penyebarannya melalui lifo-hematogen sistemik dari paru ke bagian lain dari tubuh. 3,4
Tuberkulosis milier juga dikenal sebagai TB diseminata atau TB cutic acute
generalisata. Bentuk TB ini ditandai dengan adanya penyebaran luas ke seluruh tubuh dengan
ukuran lesi yaitu 1-5 mm. Gambaran lesi ini khas terlihat pada foto rontgen paru, yaitu
adanya bintik-bintik kecil seperti biji atau millet yang distribusinya pada seluruh paru. TB
miliaria dapat menginfeksi sejumlah organ, termasuk paru-paru, hati, limpa, dan selaput otak.
3,4,5
2.2 Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia
ini. Pada tahun 1992, World Health Organization (WHO) telah mencanangkan TB sebagai
Global Emergency. Perkiraan kasus TB secara global pada tahun 2009 adalah: 3,4,5
Insiden kasus : 9,4 juta (8,9 – 9,9 juta)
Prevalens kasus : 14 juta (12-16 juta)
Kasus meninggal (HIV negatif) : 1,3 juta (1,2 juta-1,5 juta)
Kasus meninggal (HIV positif) : 0,38 juta (0,32-0,45 juta)
Dari seluruh kasus TB, sekitar 1,5% mengalami TB milier. WHO melaporkan bahwa
sekitar 2-3 juta pasien meninggal tiap tahunnya akibat TB Milier. Insidensi TB Milier
nampak lebih tinggi di Afrika. Hal ini disebabkan faktor risiko sosial ekonomi yang rendah,
2
jenis kelamin yaitu lelaki lebih banyak dibanding perempuan dan faktor kesehatan. Tidak
dibuktikan adanya peran genetik dalam hal ini. 4,5,6
Berdasarkan data yang didapatkan dari Pedoman Nasional TB 2011 diketahui bahwa
TB milier ini merupakan salah satu bentuk TB berat dan dan memiliki angka kejadian sekitar
3-7% dari seluruh kasus TB dengan angka kematian yang tinggi (25% pada bayi).
Tuberkulosis milier lebih sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun. Hal ini dikarenakan
imunitas seluler spesifik, fungsi makrofag dan mekanisme lokal pertahanan parunya belum
dapat berkembang sempurna, sehingga basil TB mudah berkembang biak dan menyebar
keseluruh tubuh. Akan tetapi, TB milier juga dapat terjadi pada anak besar dan remaja akibat
pengobatan penyakit paru primer sebelumnya yang tidak adekuat atau pada usia dewasa
akibat reaktivasi kuman yang dorman.5,6
2.3 Etiologi
TB milier merupakan penyakit limfo- hematogen sitemik akibat penyebaran kuman
M. Tuberculosis dari kompleks primer yang biasanya terjadi dalam waktu 2-6 bulan pertama
setelah infeksi awal. TB milier sering terjadi pada bayi dan anak kecil, terutama usia dibawah
2 tahun, karena i,unitas seluluer spesifik, fungsi makrofag, dan mekanisme lokal pertahanan
parunya belum berkembang sempurna sehingga kuman TB mudah berkembang biak dan
menyebar ke seluruh tubuh. Akan tetapi TB milier dapat juga terjadi pada anak besar dan
remaja akibat pengobatan penyakit paru primer sebelumnya yang tidak adekuat, atau pada
usia dewasa akibat reaktivitas kuman yang dorman. 4
Terjadinya TB milier dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu kuman M. Tuberculosis
( jumlah dan virulensi), status imunologik pasien (nonspesifik dan spesifik). Beberapa
kondisi yang menurunkan sistem imun juga dapat menyebabkan timbulnya TB milier, yaitu
infeksi HIV, malnutrisi, infeksi campak, pertusis, paparan asap rokok, diabetes melitus,
3
konsumsi alkohol dan obat bius, gagal ginjal, keganasan, dan penggunaan kortikosteroid
jangka lama. Faktor lingkungan (kurangnya paparan sinar matahari, perumahan yang padat,
polusi udara, serta faktor sosial ekonomi) juga akan meningkatkan faktor resiko terinfeksi. 4
2.4 Patogenesis dan perjalanan penyakit
Paru merupakan port d’entre lebih dari 98% kasus infeksi tbc. Karena ukurannya
yang sangat kecil (<5um), kuman TBC dalam percik renik (droplet nuklei) yang terhirup
dapat mencapai alveolus. Pada sebagian kasus kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh
mekanisme imunologis non spesifik, sehingga tidak terjadi respons imunologis spesifik. Akan
tetapi, pada sebagian kasus lainnya tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang
tidak dapat menghancurkan seluruh kuman makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB
yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat
dihancurkan akan terus berkembang biak dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis
makrofag. Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut, yang dinamakan fokus
primer Ghon. 4
Dari fokus primer ghon, kuman TB menyebar melalui limfe menuju kelenjar limfe
regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di seluruh limfe (limfangitis) dan kelenjar
limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah,
kelenjar limfe yang akan terlibat dalam kelenjar limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika
fokus primer terletak di apex paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratracheal. Gabungan
antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer ( primary
kompleks). 4
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks
primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Hal ini berbeda dengan pengertian
4
masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman
hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB bervariasi selama 2-12 minggu,
biasanya berlangsung selama 4-8 minggu. Selama massa inkubasi tersebut kuman
berkembang biak hingga mencapai jumlah 103 sampai 104, yaitu jumlah yang cukup untuk
merangsang respons imunitas seluler. 4
Pada saat terbentuknya kompleks primer, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi.
Setelah terjadi kompleks primer imunitas seluler tubuh terhadap TB terbentuk yang dapat
diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberculo protein, yaitu uji tuberculin
positive, selama masa inkubasi uji tuberkulin masih negative. Pada sebagian besar individu
dengan sistem imun yang berfungsi baik pada saat sistem imun seluler berkembang,
proliferasi kuman TB berhenti. Akan tetapi, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup
dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke
dalam alveoli akan segera dimusnahkan oleh imunitas seluler spesifik (celuler mediated
imunity, CMI). 4
Setelah imunitas seluler terbentuk fokus primer di jaringan paru biasanya akan
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah terjadi
nekrosis pengkijuan end capsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan
end kapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan
paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun di kelenjar ini, tetapi
tidak menimbulkan gejala TB. 4
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat
disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat
membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi dan pengkijuan
5
yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga
meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). 4
Kerja limfe paratracheal yang mulanya berukuran normal pada awal infeksi akan
membesar karena reaksi inflamsi yang berlanjut, sehingga bronkus dapat terganggu. Obtruksi
parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru
melalui mekanisme ventil (ball-valve mechanism). Obtruksi total dapat menyebabkan
atelektasis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan
menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronchial atau
membentuk vistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga
menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai lesi
segmental kolaps-konsolidasi ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebakan TB tersebut sebagai penyakit
sistemik. 4
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah penyebaran hematogenik
tersamar (occult hematogenic spread). Kuman TBC menyebar secara sporadik dan sedikit
demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TBC kemudian akan
mencapai berbagai organ diseluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang
mempunyai vaskularisasi yang baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri terutama
apeks paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TBC akan bereplikasi dan membentuk koloni
kuman sebenlum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya. 4
Bentuk penyebaran hematogen lainnya adalah penyebaran hematogenik generalisata
akut (akut generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini sejumlah besar kuman TBC
masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Dapat menyebabkan timbulnya
TBC secara akut yang disebut TBC desiminata atau TB milier timbul dalam 2-6 bulan setelah
6
terjadi infeksi pertama, atau bila tidak aktif terjadi dalam beberapa tahun sebelum
menyebabkan timbulnya gejala. Timbulnya penyakit tergantung pada jumlah dan virulensi
kuman TBC yang beredar serta frekuensi beredarnya dan berulangnya penyebaran. TBC
diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host) dalam mengatasi
infeksi TBC misalnya balita. 4
Perjalanan penyakit
Proses infeksi TB tidak langsung memberikan gejala. Uji tuberculin biasanya positif
dalam 4-8 minggu setelah awal kontak dengan kumanTB. Pada awal terjadinya infeksi TB,
dapat dijumpai demam yang tidak tinggi dan eritema nodusum, tetapi kelainan kulit ini
berlangsung singkat sehingga jarang terdeteksi.
TB milier dapat terjadi setiap saat, tapi biasanya berlangsung dalam 12 bulan pertama
setelah infeksi TB, begitu juga dengan meningitis TB. TB pleura terjadi dalam 3-6 bulan
pertama setelah infeksi. TB tulang terjadi sekitar tahun pertama sampai tahun ketiga. TB
ginjal biasanya terjadi lebih lama yaitu 5-25 tahun setelah infeksi primer. Sebagian besar
klinis sakit TB terjadi pada 5 tahun pertama, terutama pada 1 tahun pertama. 4,5,6,7
Tuberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB yang berat dan merupakan 3-7% dari
seluruh kasus TB dengan angka kematian yang tinggi (dapat mencapai 25% pada bayi). TB milier
merupakan penyakit limfo-hematogen sistemik akibat penyebaran M. Tuberculosis dari kompleks
primer yang biasanya terjadi dalam waktu 2-6 bulan pertama setelah infeksi awal. TB milier lebih
sering terjadi pada bayi dan anak kecil, terutama usia 2 tahun, karena imunitas seluler spesifik, fungsi
makrofag, dan mekanisme lokal pertahan parunya belum berkembang sempurna sehingga kuman TB
mudah berkembang biak dan menyebar ke seluruh tubuh. Akan tetapi, TB milier dapat juga terjadi
pada anak besar dan remaja akibat pengobatan penyakit paru primer sebelumnya yang tidak adekuat,
atau pada usia dewasa akibat reaktivasi kuman yang dorman. 4,5,6,7
7
Terjadinya TB milier dipengaruhi oleh dua faktor, yanitu kuman M. Tuberkulosis (jumlah dan
virulensi), status imonologis pasien ( nonspesifik dan spesifik). Beberapa kondisi yang menurunkan
sistem imun juga dapat menyebabkan timbulnya TB milier, seperti infeksi HIV, malnutrisi, infeksi
campak, pertusis, paparan asap rokok, diabetes melitus, konsumsi alkohol dan obat bius, gagal ginjal,
keganasan, penggunaan kortikosteroid jangka lama. 4,5,6,7
Faktor lingkungan (kurangnya paparan sinar matahari, perumahan yang padat, polusi udara,
serta faktor sosial ekonomi) akan meningkatkan resiko terinfeksi.
Diagnosis TB milier pada anak dapat ditegakkan dengan adanya riwayat kontak
dengan pasien TB dewasa yang infeksius (BTA positif), gambaran radiologis yang khas,
gambaran klinis dan uji tuberkulin yang positif. Pada kenyataannya menegakkan diagnosis
TB pada anak tidak selalu mudah karena gejala klinis dan laboraturium tidak khas
2.5 Manifestasi Klinis
Berdasarkan Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak (2008), mengatakan bahwa
manifestasi klinis TB Milier bermacam-macam, bergantung pada banyaknya kuman dan jenis
organ yang terkena. Gejala yang sering dijumpai adalah keluhan kronik yang tidak khas,
seperti anoreksia, BB tidak naik atau gagal tumbuh pada anak, demam lama dengan penyebab
yang tidak jelas, malaise, serta batuk lama lebih dari 3 minggu dan sesak nafas. 6,7
Pada anak bila dibandingkan dengan dewasa, gejala menggigil, keringat malam hari,
hemoptisis dan batuk produktif jarang ditemukan. Manifestasi klinik yang lebih sering
ditemukan pada anak yaitu limfadenopati perifer dan hepatosplenomegali. Secara klinis,
karakteristik kelenjar yang dijumpai biasanya multiple, unilateral, tidak nyeri tekan, tidak
hangat pada perabaan, mudah digerakkan dan dapat saling melekat.paling tersering
ditemukan di region colli. 5
8
Tuberkulosis milier, juga dapat diawali dengan serangan akut berupa demam tinggi
yang sering hilang timbul (remittent), pasien tampak sakit berat dalam beberapa hari, tetapi
gejala dan tanda respiratorik belum ada. Sekitar 50% pasien akan mengalami limfadenopati
superfisial, splenomegali dan hepatomegali yang akan terjadi dalam beberapa minggu.
Demam kemudian bertambah tinggi dan berlangsung terus menerus atau kontinu, tanpa
diserti gejala respiratorik atau disertai gejala minimal dan foto rontgen thorax biasanya masih
normal. Beberapa minggu kemudian, hampir diseluruh organ terbentuk tuberkel difus
multipel, terutama diparu, limpa, hati dan sumsum tulang.5
Gejala klinis, biasanya timbul akibat gangguan pada paru, yaitu gejala respiratorik
seperti batuk dan sesak nafas yang disertai ronkhi atau mengi. Pada kelainan paru yang
berlanjut, dapat timbul sindrom sumbatan alveolar, sehingga timbul gejala gangguan
pernafasan, hipoksia, pneumothorax, dan pneumomediastinum. Dapat juga terjadi gangguan
fungsi organ, kegagalan multiorgan serta syok.
Pada meningitis TB muncul gejala nyeri kepala, penurunan kesadaran, kaku kuduk,
muntah proyektil dan kejang. Pada TB tulang yang lebih sering terjadi pada anak daripada
dewasa, ditemukan gejala seperti nyeri, bengkak pada sendi yang terkena dan gangguan atau
keterbatasan gerak. Gejala lain yang dapat ditemukan ialah kelainan kulit berupa tuberkuloid,
papula nekrotik, nodul atau purpura.
Gambar . Papul eritematosa pada pasien TB milier
9
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Tuberculin Skin Test (TST)
Tuberculin Skin Test (TST) disebut juga Mantoux Test. Ada 2 jenis tuberkulin yang
dipakai yaitu OT (Old Tuberkulin) dan Tuberkulin PPD (Purified Protein Derivatif) dan ada 2
jenis tuberkulin PPD yang dipakai yaitu PPD-S (Seibert) dan PPD-RT23.
Tuberculin adalah komponen protein kuman TByang mempunyai sifat antigenic yang
kuat. Jika disuntikkan kepada orang yang terinfeksi TB (telah ada kompleks primer dan
terbentuk imunitas seluler) maka akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan.
Indurasi ini terjadi karena vasodilatasi local, edema, endapan fibrin, dan akumulasi sel-sel
inflamasi disekitarnya.
Tes ini dilakukan dengan cara menyuntikan 0,1 ml PPD-RT 23 2TU, PPD-S 5 TU
atau OT 1/2000 secara intrakutan dibagian volar lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48-72
jam setelah penyuntikan dan diukur diameter melintang dari indurasi yang terjadi. Seseorang
yang menerima vaksin BCG dapat memberikan hasil yang positif pada TST. Hal ini
dikarenakan efek BCG pada hasil TST kurang lebih bermakna selama 15 tahun dan akan
minimal terjadi pada setelah 10 tahun. Interpretasi hasil test Mantoux: 4,5,6
Indurasi 10 mm atau lebih → reaksi positif
Arti klinis adalah sedang atau pernah terinfeksi dengan kuman Mycobacterium tuberculosis.
Indurasi 5 – 9 mm → reaksi meragukan
Arti klinis adalah kesalahan teknik atau memang ada infeksi dengan Mycobacterium atypis
atau setelah BCG. Perlu diulang dengan konsentrasi yang sama. Kalau reaksi kedua menjadi
10 mm atau lebih berarti infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. Kalau tetap 6 – 9 mm
berarti cross reaction atau BCG, kalau tetap 6 – 9 mm tetapi ada tanda – tanda lain dari
10
tubeculosis yang jelas maka harus dianggap sebagai mungkin sering kali infeksi dengan
Mycobacterium tuberculosis.
Indurasi 0 – 4 mm → reaksi negatif.
Arti klinis adalah tidak ada infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis.
Vaksinasi sebelumnya (BCG) juga dapat menimbulkan reaksi terhadap uji kulit tuberculin.
Sekitar setengah dari bayi yang mendapat vaksin BCG tidak pernah menimbulkan uji kulit tuberculin
reaktif, dan reaktivitas akan berkurang 2 – 3 tahun kemudian pada penderita yang pada mulanya
memiliki uji kulit positif. 18
Uji serologis
TB umumnya dilakukan dengan cara ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay),
untuk mendeteksi antibodi IgG terhadap cord factor berguna untuk serodiagnosis paru aktif.
Titer antibodi faktor anti cord menurun sampai normal setelah pemberian obat anti
tuberkulosis. Uji peroksidase-anti-peroksidase (PAP) merupakan uji serologis
imunoperoksidase yang menggunakan kit histogen imunoperoksidase staining untuk
menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB .
Pemeriksaan mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan mikroskopik
apusan langsung untuk menemukan BTA, pemeriksaan biakan kuman M. tuberculosis dan
pemeriksaan PCR. Pada anak pemeriksaan mikroskopik langsung sulit dilakukan karena sulit
mendapatkan sputum sehingga harus dilakukan bilas lambung. Dari hasil bilas lambung
didapatkan hanya 10% anak yang memberikan hasil positif. Pada kultur hasil dinyatakan
positif jika terdapat minimal 10 basil per milliliter spesimen. Saat ini PCR masih digunakan
untuk keperluan penelitian dan belum digunakan untuk pemeriksaan klinis rutin. 19
Uji interferon
11
Prinsip yang digunakan adalah merangsang limfosit T dengan antigen tertentu,
diantaranya antigen dari kuman TB. Bila sebelumya limfosit T tersebut telah tersensitisasi
dengan antigen TB maka limfosit T akan menghasilkan interferon gamma yang kemudian di
kalkulasi. Akan tetapi, pemeriksaan ini hingga saat ini belum dapat membedakan antara
infeksi TB dan sakit TB.19
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-kadang
meragukan. Pada TB bisa didapatkan leukositosis dan Laju Endap Darah (LED) yang
meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan laju endap
darah mulai turun ke arah normal lagi. 3
Mekanisme imunologi telah berimplikasi menyebabkan supresi sumsum tulang
sehingga menyebabkan pasnsitopenia dan anemia hipoplastik.10
Lesi milier dapat terlihat pada foto Rontgen Thorax dalam waktu 2-3 minggu setelah
penyebaran basil secara hematogen. TB milier secara klasik digambarkan sebagai “millet-
like” yaitu bintik bulat atau tuberkel halus (millii) 1-3mm yang tersebar merata di seluruh
lapangan paru. Bentukan ini terlihat sekitar 1-3% dari semua kasus TB . Sekitar 1-2 minggu
setelah timbulnya penyakit, pada foto Rontgen thorax, dapat dilihat lesi yang tidak teratur
seperti kepingan salju. 5,6,7
Pasien yang terdiagnosis TB milier, harus dipikirkan mengalami TB tulang. Oleh
karena itu dapat dilakukan pemeriksaan foto polos vertebrae dan ditemukan osteoporosis,
osteolitik dan destruksi korpus vertebrae, disertai penyempitan diskus intervertebralis yang
12
berada diantara korpus tersebut dan mungkin dapat ditemukan adanya massa abses
paravetebral. pada foto AP, abses paravetebral di daerah servikal berbentuk sarang burung
( bird’s nest ), di daerah torakal berbentuk bulbus dan pada daerah lumbal abses berbentuk
fusiform pada stadium lanjut terjadi destruksi vertebrae yang hebat sehingga timbul kifosis
pemeriksaan foto dengan zat kontras sedangkan pemeriksaan melografi dilakukan bila
terdapat gejala-gejala penekanan sumsum tulang atau dapat juga dilakukan pemeriksaan CT
scan atau CT dengan mielografi serta pemeriksaan MRI. 5,6,7
a. Patologi Anatomi
Pemeriksaan PA dapat menunjukkan gambaran granuloma yang ukurannya kecil,
terbentuk dari agregasi sel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Granuloma tresebut
mempunyai karakteristik perkijuan atau area nekrosis kaseosa di tengah granuloma.
Gambaran khas lainnya ditemukannya sel datia langhans (multinucleat giant cell). (5,6,7)
2.7 Diagnosis
Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis baik overdiagnosis
maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan gejala utama. Pengambilan
dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis TB anak perlu kriteria lain dengan
menggunakan sistem skor IDAI telah membuat Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak
dengan menggunakan sistem skor (scoring system), yaitu pembobotan terhadap gejala atau
tanda klinis yang dijumpai. Pedoman tersebut secara resmi digunakan oleh program nasional
pengendalian tuberkulosis untuk diagnosis TB anak. 7,8
Tabel Sistem Skoring TB Pediatrik
13
Catatan : Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter
2.8 Diagnosa Banding
Acute respiratory distress syndrome merupakan reaksi serius dari berbagai bentuk
kerusakan paru. Terjadi inflamasi parenkim paru yang menyebabkan ketidakseimbangan dari
pertukaran gas dimana terjadi pengeluaran mediator inflamasi. Gejala lain tachpnea,
penurunan level O2, sesak napas dan terdapat infiltrat difus bilateral paru . 3,7,8
Addison disease merupakan kelainan endokrin kronik dimana glandula adrenal tidak
cukup untuk memproduksi hormon steroid (glukokortikoid dan mineralokortikoid). Gejala
yaitu fatigue, nyeri kepala, demam, kelemahan otot, penurunan berat badan, nausea,
vomitting, diare, berkeringat, perubahan mood, dan kepribadian, serta nyeri sendi dan otot.
3,7,8
Pneumonia akibat bakteri dibagi menjadi dua penyebab yaitu gram positif dan gram
negatif. Gram positif oleh steptococcus pneumonia dan gram negatif oleh H. Influenza,
Klebsiella, Pneumonia, dan lain-lain. 3,7,8
Pneumocytiss carinii pneumonia atau PCP atau pneumocytosis merupakan salah satu
pneumonia akibat protozoa. Gejalanya yaitu demam, batuk tidak produktif, sesak napas
(terutama ekspirasi), adanya penurunan berat badan dan keringat malam. 3,7,8
Pneumonia hipersensitif merupakan inflamasi dari alveolus akibat hipersensitif
terhadap debu organik. 3,7,8
14
Blastomycosis merupakan penyakit jamur yang penyebarannya melalui inhalasi spora
dari tanah yang terkontaminasi. Gejalanya yaitu seperti flu, adanya demam, batuk berdahak,
mialgia, atralgia, dan nyeri dada.
2.9 Terapi
Regimen OAT untuk TB milier sama seperti TB paru. Pada keadaan yang berat atau
diduga keterlibatan meningen atau perikard atau ada sesak napas, tanda/ gejala toksik, demam
tinggi maka dianjurkan pemberian kortikosteroid. 3,4,9,10
TB Milier direkomendasikan diberikan kortikosteroid, yaitu yang sering dipakai ialah prednison
dengan dosis 2mg/kgbb/hari selama 4 minggu full dose (dibagi dalam 3 dosis) kemudian diturunkan
secara perlahan (tappering off) selama 1-2 minggu sebelum obat tersebut dihentikan. Dosis prednison
dapat ditingkatkan menjadi 4 mg/kgbb/hari maksimal 60 mg/hari pada kasus anak yang berat karena
rifampisin dapat menurunkan konsentrasi kortikosteroid akan tetapi apabila dosisnya berlebih maka
akan menyebabkan supresi imun berlebih. Oleh karena itu, pada tahap awal sebaiknya seluruh anak-
anak yang terdiagnosis TB Milier, harus dirawat dirumah sakit sampai keadaan klinis pasien stabil.
3,4,9,10
Penatalaksanaan medikamentosa TB milier adalah pemberian 4-5 macam OAT kombinasi
isoniazid, rifampisin, pirasinamid, dan streptomisin atau etambutol selama 2 bulan pertama,
dilanjutkan dengan isoniazid dan rifampisin sampai 9-12 bulan sesuai dengan perkembangan
klinis. Dosis OAT dapat di liat pada tabel 2.2. Kortikosteroid (prednison) diberikan pada TB
milier, meningitis TB, perikarditis TB, efusi pleura, dan peritonitis TB. Prednison biasanya
diberikan dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari selama 2-4 minggu selanjutnya diturunkan
perlahan-lahan hingga 2-6 minggu.
Pengobatan yang tepat, akan memberikan perbaikan radiologis TB milier dalam waktu 4
minggu. Respons keberhasilan terapi antara lain adalah hilangnya demam setelah 2-3 minggu
pengobatan, peningkatan nafsu makan, perbaikan kualitas hidup sehari-hari, dan peningkatan
15
berat badan. Gambaran milier pada foto toraks berangsur-angsur menghilang dalam 5-10
minggu, tetapi mungkin juga belum ada perbaikan sampai beberapa bulan. 3,4,9,
2.10 Prognosis
Prognosis tuberkulosis milier dipengaruhi oleh umur anak, lama infeksi, luas lesi,
gizi, sosial ekonomi keluarga, diagnosis dini, pengobatan adekuat dan infeksi lain. Adanya
infeksi HIV, multidrug resistance (MDR) dan reaksi obat (rash, hepatitis dan
trombositopenia) dengan TB milier berkontribusi terhadap peningkatan morbiditas dan
mortalitas. Pada TB milier terjadi peningkatan morbiditas dan mortilitas sebesar 20-25%. 4,10
Prognosis penderita penyakit tuberkolosis milier adalah baik bila diagnosa dini dapat
diketahui dan dilakukan pengobatan yang tepat. Komplikasi yang sering adalah menigitis
tuberkolosis terutama pada dewasa muda. Di negara lain angka kematian bervariasi berkisar
10%-28%. 4,10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tuberkulosis milier adalah infeksi bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang
penyebarannya melalui limfo-hematogen sistemik dari paru ke bagian lain dari seluruh tubuh.
Penyebaran kuman TBC melalui droplet yang masuk ke dalam paru-paru sampai
alveolus. Di alveolus terjadi mekanisme imunologis yaitu makrofag akan memfagosit kuman
16
M. Tuberculosis . sebagian kuman akan hancur dan sebagian lagi akan berkembang biak
dalam makrofag yang menyebabkan makrofag menjadi lisis. Kuman tersebut akan
membentuk koloni di jaringan paru yang dinamakan fokus primer. Setelah terbentuknya
fokus primer ini, kuman akan menyebar secara limfogen dan hematogen. Secara limfogen,
kuman akan menjalar ke kelenjar limfe regional yang menyebabkan terjadinya limfangitis
dan limfadenitis sehingga terbentuklah kompleks primer. Hal ini menyebabkan terjadinya
infeksi primer. Sedangkan penyebaran kuman secara hematogen menyebabkan kuman masuk
ke dalam sirkulasi darah seluruh tubuh dan ke organ yang mempunyai vaskularisasi (occult
hematogenic spread). Selain itu juga terjadi penyebaran kuman dengan jumlah yang besar
secara akut (acute generalized hematogenic spread) yang akan membentuk tuberkel-tuberkel
dengan ukuran yang sama. Inilah yang terjadi pada TBC milier.
DAFTAR PUSTAKA
1. Danusantoso, H. Bab 8 Tuberkulosis paru dala Buku Saku Ilmu Penyakit Paru Edisi 1.
Jakarta: Hipokrates, 2000: 93-95
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Bab 2 Tuberkulosis dan permasalahannya
dalam Buku Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak, cetakan pertama edisi 2, 2006: 3-5.
17
3. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2011: 1-2, 20-25, dan 39
4. Rahajoe, N.N., dkk, Bab 4 Patogenesis dan Perjalanan Alamiah dan Tuberkulosis dengan
Keadaan Khusus dalam Buku Ajar Respiratologi Anak, cetakan ke 2 edisi pertama, Jakarta:
Badan Penerbit IDAI PP, 2010: 169-172 dan 228-230
5. WHO, Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit, Cetakan Pertama, Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan WHO, 2009: 113-118.
6. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stenson BF, Nelson Textbook of Pediatrics, 18th
edition. USA, Saunders Elsevier Inc, 2007: 1240-1254.
7. klaus-dieter lessnau, Milliary Tuberculosis dalam
http://emedicine.medscape.com/article/2011/05/tuberculosis-tbc-i.html, di unduh pada
tanggal 20 september 2013.
8. CDC. CDC. [Online].; 2008 [cited 2012 November 28. Available from:
http://wonder.cdc.gov/wonder/PrevGuid/p0000425/p0000425.asp, di unduh pada tanggal 20
september 2013
18
Top Related