1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan meliputi upaya kesehatan dan
sumber daya, harus dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan guna
mencapai hasil yang optimal. Upaya kesehatan yang semula dititikberatkan pada
upaya penyembuhan penderita secara berangsur-angsur berkembang kearah
keterpaduan upaya kesehatan yang menyeluruh. Oleh karena itu, pembangunan
kesehatan yang menyangkut upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan
penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif) harus dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan dan dilaksanakan bersama antara pemerintah dan masyarakat
(Depkes RI, 1992).
Fisioterapi sebagai salah satu pelayanan kesehatan dengan modalitas yang
dimilikinya ikut mengambil peran serta aktif dan ikut bertanggung jawab terhadap
kesehatan individu, kelompok, keluarga, dan masyarakat. Disini Fisioterapi sangat
berperan dalam bidang kapasitas fisik dan kemampuan fungsional secara optimal
yang mencakup aspek – aspek peningkatan (promoti ), pencegahan (preventif),
pengobatan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif) (WCPT, 1999).
Nyeri punggung bawah (Low Back Pain) adalah suatu gangguan neuro
muskuloskeletal berupa nyeri yang terbatas pada regio thoraco lumbal dan sakral,
tapi gejalanya lebih merata dan tidak hanya terbatas pada satu Radiks saja, namun
secara luas berasal dari degenerasi discus intervertebralis lumbalis (Sidharta,
1984).
Di Amerika serikat mechanical low back pain merupakan keluhan pasien
terbanyak disampaikan kepada dokter, kurang lebih 60-80% populasi dewasa
terkena, sehingga Low Back Pain menduduki ranking 4 keluhan pasien terbanyak
dipoliklinik rawat jalan. Ditinjau dari beban biaya yang dikeluarkan, Low back
pain merupakan rangking 3 paling mahal setelah penyakit kanker dan penyakit
jantung. Keluhan Low Back Pain ini paling sering menyebabkan kehilangan hari
kerja (Agus Soedomo, 2002). Nyeri punggung bawah merupakan suatu
permasalahan yang sering dijumpai dan mengenai kira – kira 60 – 80 % populasi
2
dalam suatu masa selama hidupnya. Dari semua kasus, hanya 20-30% kasus yang
ditemukan kelainan anatomisnya. Sementara itu, sisanya sebanyak 70-80% tidak
diketahui penyebabnya (idiopatik) (Andre Yanuar, 2002). Tetapi nyeri punggung
bawah dapat disebabkan oleh strain otot-otot vertebra, HNP, spondylosis,
spondylolisis, Miogenik, tumor vertebra, infeksi.
Pada karya tulis ilmiah ini penulis hanya membahas nyeri punggung
bawah akibat Miogenik. Miogenik merupakan salah satu bentuk kelainan pada
struktur tulang belakang umumnya terjadi karena trauma dan pergeseran yang
terjadi kearah antero-posterior, meskipun terjadi juga ke lateral kanan atau kiri.
Miogenik paling sering terjadi pada sendi Lumbo-Sacral, karena beban yang
paling banyak pada tulang punggung terletak pada persendian ini (Prasodjo,
2002).
Kondisi ini dapat disertai nyeri atau tanpa nyeri. Insiden timbulnya nyeri
karena Miogenik dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu, (1) Kelompok umur
diatas 40 tahun akan didapati nyeri pada kondisi Miogenik,(2) Kelompok umur
dibawah 26 tahun hanya nyeri disebabkan Miogenik, (3) Kelompok umur diatas
26 tahun kemungkinan besar didapati nyeri punggung bawah yang disebabkan
oleh Miogenik (Cox, 1990).
Nyeri didefinisikan sebagai rasa yang tidak menyenangkan dan merupakan
pengalaman emosional yang berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual
maupun potensial atau sering didiskripsikan sebagai istilah adanya kerusakan
jaringan.(Borenstein, 1989, Kuntono, 2000).
Nyeri jarang menimbulkan kematian, tetapi pada penderita yang
mengalami nyeri akan terjadi gangguan aktivitas sehingga nyeri tidak dapat
dianggap remeh. Nyeri dapat berupa nyeri tekan, nyeri gerak, ataupun nyeri yang
menjalar pada daerah tungkai, yang diikuti spasme otot dan berlanjut pada
keterbatasan Lingkup Gerak Sendi (LGS) serta penurunan kekuatan otot. Dampak
dari kondisi tersebut akan menimbulkan keterbatasan kemampuan fungsional
seperti gangguan saat membungkuk, saat jalan dan saat bangun dari duduk
(Soedomo, 2002). Nyeri yang dirasakan akan bertambah saat melakukan aktivitas
dan rasa kaku pada punggung bawah.
3
Fisioterapi dalam hal ini memegang peranan untuk mengembalikan dan
mengatasi gangguan impairment dan activity limitation sehingga pasien dapat
beraktivitas kembali. Untuk mengatasi masalah tersebut dapat digunakan
modalitas fisioterapi seperti Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS),
Short Wave Diathermy (SWD), Infra Red (IR), Micro Wave Diathermy (MWD),
dan Terapi Latihan serta pemberian edukasi merupakan suatu modalitas fisioterapi
yang dipilih penulis pada kasus nyeri punggung bawah akibat Miogenik yang
dibahas pada proposal Karya Tulis Ilmiah ini.
Terapi latihan untuk mengoreksi impairment, meningkatkan fungsi
muskuloskeletal atau memelihara agar lebih baik. Latihan dapat menambah
kekuatan otot elastisitas, luas gerak sendi dan ketahanan. (Borenstein, 1989)
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Sesuai dengan judul makalah yang di angkat oleh penulis '' LOW BACK
PAIN MIOGENIK Di RSUD Cilacap '' . berkaitan dengan judul tersebut maka
masalahnya dapat di identifikasi sebagai berikut :
1. Adanya Nyeri
2. Keterbatasan LGS
3. Spasme
4. Penurunan mobilitas
5. Penurunan aktivitas fungsional
C. PEMBATASAN MASALAH
Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan maka makalah akan di
batasi dengan yang sesuai makalah penurunan aktifitas fungsional dan nyeri
dengan modalitas SWD, TENS, dan Terapi Latihan
D. RUMUSAN MASALAH
Masalah yang muncul pada nyeri punggung bawah akibat Miogenik dapat
dirumuskan sebagai berikut
1. Apakah SWD, TENS dan Terapi Latihan dapat mengurangi nyeri punggung
bawah akibat Miogenik?
4
2. Apakah SWD, TENS dan Terapi Latihan dapat meningkatkan kemampuan
aktifitas fungsional pada nyeri punggung bawah akibat Miogenik?
E. TUJUAN PENULISAN
Dari berbagai perumusan yang ada di atas, maka dapat diketahui yang
menjadi tujuan penulis yaitu:
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penatalaksanaan Fisioterapi terhadap kondisi Low Back
Pain Myogenic dengan menggunakan modalitas berupa SWD, TENS dan Terapi
Latihan
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui pengaruh pemberian modalitas berupa SWD, TENS dan
Terapi Latihan terhadap kemampuan aktifitas fungsional.
b) Mengetahui pengaruh pemberian modalitas berupa SWD, TENS dan
Terapi Latihan terhadap penurunan nyeri
BAB II
A. DISKRIPSI TEORITIS
1. DEFINISI
Low back pain atau nyeri punggung bawah adalah suatu gangguan neuro
musculoskeletal berupa nyeri yang terbatas pada regio thoraco lumbal dan sacral,
tapi gejalanya lebih merata dan tidak hanya terbatas pada satu radix saja, namun
secara luas berasal dari degenerasi diskus intervertebralis lumbalis (Sidharta,
1984). Nyeri punggung bawah adalah nyeri yang dirasakan didaerah punggung
5
bawah yang dapat berupa nyeri local maupun nyeri radikuler atau bahkan oleh
keduanya.
Nyeri punggung bawah miogenik berhubungan dengan stress/strainotot
punggung, tendo, ligament yang biasanya ada bila melakukan aktivitas sehari-hari
berlebihan. Nyeri bersifat tumpul, intensitas bervariasi sering kali menjadi kronik,
dapat terlokalisir atau dapat meluas ke sekitar glutea. Nyeri ini tidak disertai
dengan parestesi, kelemahan atau deficit neurologis. Bila batuk atau bersin tidak
menjalar ke tungkai (Paliyama, 2003).
2. ANATOMI FUNGSIONAL VETEBRA
Vertebra terdiri dari 7 tulang cervical, 12 tulang thoracal, 5 tulang lumbal,
5 tulang sacral dan tulang coccygeus. Tulang cervical, thoracal dan lumbal
membentuk columna vertebralis, sedangkan tulang sacral dan coccygeus satu
sama lain menyatu (Putz dan Pabs, 2002).
a. Struktur tulang vertebrae lumbal
Vertebra lumbal terletak di regio punggung bawah antara region thorax dan
sacrum. Vertebra lumbal ditandai dengan corpus dan arcus yang kuat. Vertebra
lumbal berjumlah lima, ke atas bersendi dengan thoracal ke 12 dan ke bawah
bersendi dengan tulang sacral. Vertebra dibentuk oleh corpus yang berfungsi
sebagai penyangga berat badan. Procecius spinosus merupakan bagian dari
vertebra bagian posterior yang bila diraba terasa seperti tonjolan, terutama
berfungsi sebagai tempat melekatnya otot – otot punggung. Procecius transversus
terletak pada kedua sisi corpus vertebra dan sedikit kearah atas dan bawah dari
procecius transversus, terdapat facies articularis vertebra dengan vertebra yang
lainnya. Bentuk permukaan facet joint akan mencegah atau membatasi gerakan
yang berlawanan arah dengan permukaan facet joint. Pada daerah lumbal, facet
terletak pada bidang sagital memungkinkan gerak fleksi dan ekstensi kearah
anterior dan posterior (Cailliet, 1981).
6
7
Gambar 2.1
Tulang punggung (Sobotta, 1995)
Keterangan Gambar 2.1:
1. Vertebra cervical
2. Vertebra thoracal
3. Vertebra lumbal
4. Vertebra sacral
8
5. Vertebra coccygeus
6. Vertebra prominem
7. Pancecius spinosus
8. Pancecius tranversus
9. Discus invertebralis
9
Gambar 2.2
Vertebra lumbalis ke IV, tampak dari cranial (Sobotta, 1995)
Keterangan Gambar 2.2:
1. Body
2. Pedicle
3. Processius tranversus
4. Facies Articularis
5. Lamina
6. Processius Spinosus
10
7. Foramen Vertebrae
8. Facies Articularis Inferior
b. Discus intervertebralis
Discus Intervertebralis merupakan struktur elastik diantara korpus vertebra.
struktur discus bagian dalam disebut nucleus pulposus, sebagian tepi disebut
annulus fibrasus. Discus berfungsi sebagai bantalan sendi antara korpus yang
berdekatan sebagai penahan pada berbagai tekanan dalam menumpu berat badan
(Kapandji, 1974).
11
Bila terjadi suatu tekanan atau kompresi yang merata bekerja pada
vertebra maka tekanan itu akan disalurkan secara merata ke seluruh discus
intervertebralis. Bila suatu gaya bekerja pada satu sisi saja, nucleus pulposus akan
melawan gaya tersebut secara lebih dominan pada sudut sisi yang berlawanan.
Keadaan ini terjadi pada gerakan vertebra seperti fleksi, ekstensi dan latero fleksi
(Cailliet, 1981).
c. Stabilisasi vertebra lumbalis
Stabilisasi vertebra lumbalis terutama terdiri dari bentuk tulang vertebra dan
ligament sebagai stabilisasi pasif serta otot sebagai stabilisasi aktif. Ligamen yang
memperkuat persendian columna vertebralis regio lumbal antara lain (1)
Ligamen longitudinal anterior dan posterior, (2) Ligamen flavum, (3) Ligamen
interspinosus, (4) Ligamen supraspinosus, dan (5) Ligamen intertransversus
(Yanuar, 2002 ).
12
Gambar 2.3
Segmen pergerakan Lumbal Skema, potongan medial (Sobotta, 1995).
Keterangan Gambar 2.3 :
1. Ligament longitudinal posterior
2. Anulus fibrosus
3. Nucleus pulposus
4. Ligament longitudinal anterior
5. Ligament flavum
6. Processus articularis superior
13
7. Ligament supraspinale
8. Processus spinosus
9. Ligament interspinale
10. Processus articularis inferior
11. Foramen intervertebrale
Gerak fleksi dibatasi oleh ligamen flavum, ligamen supraspinosus dan ligamen
longitudinal posterior, sedangkan pada gerak ekstensi vertebra slide ke posterior.
Gerakan ekstensi dibatasi oleh ligamen longitudinal anterior. Pada gerak
lateralfleksi dibatasi oleh ligamen interspinalis, corpus vertebra pada sisi
kontralateralsaling melebar dan pada sisi lateral saling mendekat (Kapandji, 1974)
14
Sedangkan otot – otot yang berfungsi sebagai stabilitas aktif dan berfungsi
sebagai flexor antara lain (1) m. rectus abdominis, (2) m. obligus internus, (3) m.
obligus eksternus, (4) m. ilio psoas, (5) m. quadratus lumborum. Adapun yang
berfungsi sebagai ekstensor yaitu : (1) m. interspinalis, (2) m. transversus
spinalis, (3) m. sacrospinalis. Sebagai lateral flexor yaitu : m. psoas mayor, (2) m.
quadratus lumborum (Kapandji, 1974).
15
Gambar 2.4
Otot Lumbal (Sobotta, 1995).
Keterangan Gambar 2.4:
1. Rectus Abdominis
2. External Oblique
3. Internal Oblique
4. Transversus Abdominis
16
d. Biomekanika vertebra lumbal
Dalam lingkup gerak sendi lumbosacral saat gerak fleksi adalah 85 derajat,
saat gerak ekstensi adalah 30 derajat (Russe dan Gerhard, 1975). Biomekanik
columna vertebralis regio lumbal facet jointnya memiliki arah sagital dan medial
sehingga memungkinkan gerakan fleksi - ekstensi dan latero fleksi, rotasi yang
terjadi dengan aksis vertical melalui prosessus spinosus dengan sudut normal 45
derajat, gerakan ini dibatasi otot rotasi samping berlawanan dan ligamen
interspinosus (Kapandji, 1974). Facet joint di region lumbal memiliki bidang
17
gerak sagital dan frontal sehinga memungkinkan gerakan fleksi, ekstensi, lateral
fleksi, dan rotasi. Gerakan 40° fleksi hanya terjadi pada lumbal dan 60° fleksi bila
dipengaruhi oleh pelvic complek. Gerak 30° karena dibatasi oleh ligamentum
longitudinal anterior dan procecus spinosus yang saling bertemu.
18
Gambar 2.5
Otot – otot punggung ( Sobota, 1995 )
Keterangan Gambar 2.5:
1. M. Illiocostalis thoracic
2. M. Latisimus dorsi
3. M. Illiocostalis thoracic
4. M. Erector spine
5. M. Spinalis thoracic
19
6. M. Longisimus dorsi
7. M. Illiocostalis
8. Obliqus internus abdominis
Dilihat dari struktur anatomi dan aligment vertebra, lumbal mudah terjadi
pergeseran karena lengkungan lordosis lumbal yang berlangsung bersendi dengan
tulang sacrum yang berbentuk kifosis. Sedangkan ditinjau dari jaringan sekitar,
region lumbal kurang stabil karena tidak ada tulang yang memfiksasi, berbeda
dengan region thoracal yang difiksasi oleh tulang costa. Selain itu vertebra
20
lumbal berfungsi menahan berat badan sehingga cenderung terkena cedera
(Cailiet, 1981).
3. PATOLOGI
Pada kondisi nyeri punggung bawah pada umumnya otot ekstensor lumbal
lebih lemah disbanding otot fleksor, sehingga tidak kuat mengangkat beban. Otot
sendiri sebenarnya tidak jelas sebagai sumber nyeri, tetapi muscle spindles jelas di
inverse system syaraf simpatis. Dengan hiperaktitas kronik, muscle spindles
mengalami spasme sehingga mengalami nyeri tekan. Pelengketan otot tidak
sempurna akan melapaskan pancaran rangsang syaraf berbahaya yang akan
mengakibatkan nyeri sehingga menghambat aktivitas otot (Soedomo, 2002).
4. ETIOLOGI
Menurut harsono (1996), kelainan nyeri punggung bawah miogenik dapat
disebabkan karena :
a. Ketegangan otot
Ketegangan otot dapat timbul disebabkan oleh sikap tegang yang konstan
atau berulang-ulang pada posisi yang sama sehingga akan memendekan otot-
otot yang akhirnya menimbulkan nyeri. Nyeri juga dapat timbul karena
regangan yang berlebihan pada pelekatan otot terhadap tulang.
b. Spasme/kejang otot
Spasme/kejang otot disebabkan oleh gerakan yang tiba-tiba dimana
jaringan otot sebelumnya dalam kondisi yang tegang/kaku/kurang
pemanasan. Spasme otot ini memberikan gejala yang khas, ialah dengan
adanya kontraksi otot disertai rasa nyeri yang hebat. Setiap gerakan akan
memperberat ras nyeri sekaligus menambah kontraksi. Akan terjadi lingkaran
suatu nyeri, kejang atau spasme dan ketidakmampuan bergerak.
c. Defisiensi otot
Defisiensi otot dapat disebabkan oleh kurangnya latihan sebagai akibat
dari tirah baring yang lama maupun immobilitas.
d. Otot yang hipersensitif
21
Otot yang hipersensitif akan menciptakan satu daerah kecil yag apabila di-
rangsang akan menimbulkan rasa nyeri ke daerah tertentu. Daerah kecil tadi
disebut sebagai noktah picu(trigger point). Dalam pemeriksaan klinik ter-
hadap penderita nyeri punggung bawah, tidak jarang dijumpaia adanya nok-
tah picu ini. Titik ini bila ditekan akan menimbulakan ras nyeri bercampur
rasa sedikit nyaman.
5. TANDA DAN GEJALA KLINIS
a. Nyeri
Nyeri didefinisikan sebagai rasa yang tidak menyenangkan dan merupakan
pengalaman emosional yang berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual
maupun potensial atau sering didiskripsikan sebagai istilah adanya kerusakan
jaringan. (Borenstein, 1989 dikutip oleh Kuntono, 2000). Nyeri yang dirasakan
akan bertambah saat melakukan aktivitas dan rasa kaku pada punggang bawah.
b. Spasme otot
Jika pada pemeriksaan ditemukan kelainan yang ringan berupa spasme
ringan pada otot-otot punggung bawah dan otot – otot perut serta gangguan
pergerakan tulang belakang. Spasme otot biasanya mengenai m. erector spine
dan pada m. quadratus lumborum.
b. Keterbatasan gerak
Pergerakan tulang belakang menjadi terbatas saat fleksi, ekstensi dan side
fleksi, karena kencangnya jaringan lunak serta nyeri.
c. Kelemahan otot
Kekuatan otot-otot punggung menjadi menurun tergantung daerah yang
nyeri. dan dikarenakan adanya nyeri yang membatasi terjadinya gerakan yang
akan dilakukan pasien, sehingga terjadi kecenderungan kelemahan otot karena
pasien enggan bergerak. Biasanya otot – otot yang mengalami kelemahan
adalah m. quadratus lumborum.
d. Gangguan fungsional
Terganggunya seseorang dalam melakukan aktivitas sehari–hari.
Pengukuran kemampuan fungsional bertujuan untuk mengetahui seberapa
22
besar kemungkinan terganggunya pasien dalam melakukan aktivitas sehari-
hari.
6. KOMPLIKASI
Komplikasi yang muncul pada spondylolisthesis kongenital muncul pada
usia dini, sering berlanjut sampai terjadi pergeseran yang berat dan membawa re-
siko komplikasi neurologist yang besar apabila dibiarkan tanpa ada tindakan ter-
api maka akan terjadi penekanan pada saraf-saraf disekitarnya sehingga akan
melemahkan jaringan otot (Apley, 1994). Sedang menurut Priguna Sidharta
(1984), Spondylolisthesis derajat III dan IV bisa timbul kelemahan otot pada ke-
dua tungkai dan dapat pula disertai gangguan spincter ani dan uretra berikut den-
gan hiperestesia karena penekukan pada cauda equina. Selain itu juga dapat ter-
jadi hiperlordosis lumbal dan penurunan LGS lumbosacral.
7. PROGNOSIS
Kelainan nyeri punggung bawah miogenik ini prognosisnya baik, umumnya
sembuh dalam beberapa minggu jika dilakukan tindakan terapi secara dini
(Wirawan, 2004). Strain otot membaik dengan mengendalikan aktivitas fisik.
Tirah baring sedikitnya 2 hari menunjukkan efektifitas dalam mengurangi nyeri
punggung. Ketika nyeri berkurang, pasien dianjurkan untuk melakukan aktifitas
fisik ringan, dan aktifitas mulai ditingkatkan setelah beberapa hari selama nyeri
tidak bertambah (Mirawati, 2006).
8. DIAGNOSA BANDING
Apabila terjadi keluhan nyeri pada punggung kita juga harus melihat penyebab
lain yang mungkin menimbulkan ketidaknyamanan punggung selain Miogenik
antara lain :
a. Spondylosis
satu proses degenerasi pada vertebra lumbosacral dan dapat terjadi pada
corpus vertebra, arcus serta ligament (Prasodjo, 2002). Nyeri biasanya bertambah
bila pasien dalam keadaan berdiri tegak dan terlalu lelah.
b. Spondylolisis
23
Merupakan fraktur istmus pars inter articularis vertebra tanpa disertai
pergeseran corpus vertebra. Untuk membedakannya dengan spondylolisthesis
dapat dilihat dengan foto rontgen (Prasodjo, 2002).
c. Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
Suatu proses degenerasi pada discus dimana serat - serat annulus fibrosus
mongering dan teputus - putus, sehingga tidak mampu menjadi bantalan yang
kenyal terhadap nucleus pulposus. Pasien akan mengeluh nyeri tajam dalam di
punggung dan menjalar sampai ke tungkai. (JB Prasodjo, 2002).
d. Tumor Vertebra
Tumor pada lumbal akan menimbulkan nyeri, biasanya akan bertambah saat
malam hari dan nyeri tidak akan berkurang dengan adanya aktivitas dan
perubahan posisi. Selain itu pasien juga kehilangan berat badannya. (Prasodjo,
2002).
e. Infeksi
Adanya infeksi pada discus oleh virus tubercolose akan menimbulkan nyeri
yang biasanya akan bertambah saat malam hari dan nyeri pada punggung bawah.
Pada pemeriksaan radiologi akan tampak penyempitan dan pemendekan discus
(Prasodjo, 2002).
9. PROBLEMATIK FISIOTERAPI
Problematik yang dihadapi pada kasus LBP karena spondylolisthesis meliputi
sebagai berikut :
a. Impairment
Adanya rasa nyeri pada pinggang karena adanya pergeseran corpus vertebra
kearah depan dan adanya proses degenerasi. Dengan adanya nyeri tersebut maka
mengakibatkan spasme otot-otot paravertebra, maka akan timbul keterbatasan
gerak trunk kearah fleksi dan ekstensi. Sehingga mekanisme perlindungan nyeri
dengan tidak bergerak akan dilakukan oleh pasien, karena kurangnya aktivitas
maka potensial terjadi penurunan lingkup gerak sendi (LGS) lumbosacral dan
potensial terjadi penurunan kekuatan otot.
b. Fungsional limitation
24
Adanya gangguan atau kesulitan dalam beraktivitas seperti aktivitas
membungkuk, jongkok, bangun, duduk lama, dan terutama BAB dan BAK.
c. Disability
Karena adanya nyeri dan spasme otot dapat menimbulkan berkurangnya
aktivitas keseharian terutama aktivitas yang melibatkan interaksi sosial.
B. PROSES FISIOTERAPI
Assessment adalah suatu mata rantai yang sangat penting dalam manajemen
penatalaksanaan fisioterapi agar dapat menangani pasien Low Back Pain
Miogenik dengan baik dan memperoleh hasil yang maksimal. Sebelum
memberikan pelayanan kepada pasien, seorang terapis seharusnya selalu memulai
dengan melakukan “assessment” yang terdiri dari pengumpulan data, pemeriksaan
dasar, pemeriksaan khusus dan pemeriksaan lain yang diperlukan untuk
menukung dalam pelaksanaan dan pemecahan masalah untuk. Fisioterapi harus
dapat mengidentifikasi masalah-masalah yang terdapat pada pasiennya, apakah
ada masalah impairment dan functional limitation dengan lingkungan sebagai
obyek fisioterapi. Masalah ini akan menjadi dasar yang sangat penting untuk
menentukan program fisioterapi, karena program ini ditujukan untuk
menghilangkan masalah yang timbul. Dengan melakukan assessment secara
berkala, fisioterapi akan dapat mengetahui kemajuan atau kemunduran pasiennya
dan dapat mengetahui metode yang dipilih apakah sudah sesuai dengan keadaan
dan kebutuhan pasien.
Pada bab ini akan dibahas bagaimana proses pemecahan masalah yang
dihadapi oleh pasien Low Back Pain Miogenik.
PENGKAJIAN DATA
a) Anamnesis
Anamnesis adalah cara pengumpulan data dengan cara tanya jawab antara
terapis dengan sumber data. Anamnesis yang digunakan pada kondisi ini
menggunakan metode autoanamnesis yaitu: Mengadakan tanya jawab secara
langsung kepada penderita tentang keluhan atau gangguan yang timbul
sehubungan dengan penyakitnya, autoanamnesis dilakukan pada tanggal Juli
2010.Anamnesis terdiri dari dua macam, yaitu:
b ) Anamnesis umum
25
yang berisi tentang identitas penderita seperti nama, umur, jenis
kelamin,agama, alamat dan pekerjaan. Dalam hal ini didapatkan data pasien
bernama T n . H e r m a w a n , Umur : 66 Tahun, Jenis kelamin : P e r e m p u a n ,
Agama : Islam, Pekerjaan : Buruh tani, Alamat : Jl.Krawang sari
Rt05/12,CILACAP
c) Anamnesis khusus
Anamnesis khusus yang berisi tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
riwayat penyakit yang diderita oleh pasien sekarang, antara lain:
1. Keluhan utama
Merasakan sakit pinggang kanan saat jongkok dan berjalan memperberat
aktivitas pembebanan pada pinggang saat berdiri teralu lama dan berjalan jauh,
memperingan saat aktivitas tanpa pembebanan saat istirahat, sifat keluhan tidak
menjalar, tidak terus menerus.
2. Riwayat penyakit sekarang
Sejak satu setengah tahun yang lalu pasien mengalami pegal-pegal di
pinggang kanan dan diperiksakan ke dokter syaraf dan diberi obat ras sakit serta
diberi suntikan beberapa kali tidak ada perubahan dan kemudian dibawa ke dokter
syaraf kemudian diberi rujukan ke RSUD .
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu adalah penyakit yang pernah dialami pasien yang
berhubungan dengan munculnya keluhan sekarang. Disini pasien mempunyai
darah rendah
4. Riwayat Pribadi
Riwayat pribadi digunakan untuk mengetahui kebiasaan pasien sehari-hari
yang kemudian berkaitan dengan penyakit yang dideritanya. Pasien adalah
seorang pensiunan kopral yang setiap harinya mengurus cucunya
5. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga merupakan penelusuran adanya penyakit yang bersifat
menurun atau menular dari orang tua atau keluarga. Pada pasien ini penyakit
yang diderita bukan penyakit menular ataupun penyakit herediter dan hanya
pasien yang menderita penyakit seperti ini.
6. Anamnesis sistem
26
a. Kepala dan leher
Pasien tidak mengeluh adanya pusing kepala, Pasien tidak mengeluh adanya
kaku leher.
b. Sistem kardiovaskuler
Berdebar-debar tidak dirasakan oleh pasien, Tidak ada keluhan
c. Sistem respirasi
Sesak nafas tidak dirasakan oleh pasien
d. Sistem gastrointestinal
Buang air besar pasien terkontrol karena bisa merasakan dan tidak ada
gangguan pencernaan
e. Sistem urogenitalis
Buang air kecil pasien terkontol karena pasien bias merasakan
f. Sistem musculoskeletal
Pasien merasakan sakit pinggang saat jongkok dan berjalan.
g. Sistem nervorum
Pasien Tidak merasakan kesemutan pada pinggang
7. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan tanda-tanda vital
Dalam pemeriksaan fisik membutuhkan beberapa memeriksaan seperti: Tekanan
Darah,Denyut nandi ,Pernafasan ,Temperatur , Tinggi Badan , Berat Badan.
b. Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat atau mengamati kondisi
pasien secara langsung. Inspeksi statis dalam hal ini didapat bahwa kondisi
umum pasien baik, Inspeksi dinamisnya ekspresi wajah seperti menahan nyeri
dan sakit saat membungkuk dan kembali tegak, tidak ada deformitas pada tulang
belakang, adanya keterbatasan LGS trunk.
c. Palpasi
Palpasi adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan dengan cara meraba,
menekan dan memegang organ atau bagian tubuh pasien yang mengalami
gangguan. Dalam pemeriksaan ini didapat adanya nyeri tekan pada daerah
lumbal, suhu lokal pada daerah pinggang normal, adanya spasme otot pada
paravertebra
27
d. Perkusi
Perkusi adalah cara pemeriksaan dengan cara mengetuk bagian tubuh pasien.
Pada pemeriksaan ini tidak dilakukan.
e. Auskultasi
Auskultasi adalah cara pemeriksaan dengan menggunakan indera
pendengar dan biasanya menggunakan alat bantu seperti stetoskop. Pada
pemeriksaan ini tidak dilakukan.
8. Pemeriksaan gerak dasar
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan gerak pasif, gerak aktif dan gerak aktif
melawan tahanan :
a. Gerak Aktif
Pemeriksaan gerak aktif adalah suatu cara pemeriksaan yang dilakukan oleh
terapis pada pasien dengan pasien mengerakan secara aktif. Dari pemeriksaan ini
gerak aktif pada trunk ke segala arah gerakan tidak full ROM, Ada keluhan nyeri.
b. Gerak paif
Pasien diminta untuk menggerakan anggota gerak yang diperiksa secara pasif
oleh terapis, hasil pemeriksaan gerak pasif untuk trunk ke segala arah full ROM
dengan menahan nyeri ke arah fleksi dan ekstensi.
c. Gerakan isometrik melawan tahanan
Pemeriksaan gerak yang di lakukan oleh pasien secara aktif sementara terapis
memberikan tahanan yang berlawanan arah dari gerakan tahanan yang berlawanan
arah dari gerak yang di lakukan oleh pasien .hasil pemeriksaan untuk trunk ke
segala arah ada keluhan nyeri.
9. Kognitif, intrapersonal dan interpersonal
a) Kognitif
Kognitif adalah cara pemeriksaan pengetahuan pasien yang mengkaitkan
perilaku manusia dengan susunan saraf otak Dari pemeriksaan ini didapat bahwa
atensi dan memori pasien baik, pasien dapat menceritakan kejadiannya dengan
baik.
b) Intrapersonal
Pasien mempunyai keinginan dan motivasi yang besar untuk sembuh.
c) Interpersonal
28
Pasien dapat diajak kerja sama dan berkomunikasi dengan baik dengan terapis
dalam melakukan tindakan terapis.
10. Kemampuan fungsional dan lingkungan aktivitas
a. Fungsional dasar
1. Bila pasien bangun tidur pinggangnya kanan merasakan nyeri
2. Pasien belum kuat mengangkat barang dari jongkok ke berdiri
3. Pasien belum mampu duduk lesehan lama
b. aktivitas Fungsional
1. Adanya gangguan dari posisi tidur ke berdiri
2. Adanya gangguan saat aktifitas sholat
3. Adanya gangguan fungsional dari jongkok ke berdiri
c. Lingkungan aktivitas
Ruang di Poli Fisioterapi di RSUD Cilacap sangat mendukung pasien
melakukan program terapi, ventilasi dan penerangan cukup, lantai tidak licin
dan datar, tetapi jarak toilet dari tempat perawatan cukup jauh.
11. Pemeriksaan Spesifik
Pemeriksaan spesifik dilakukan untuk mengetahui informasi yang belum
jelas, sehingga fisioterapi mempunyai dasar untuk memperkuat diagnosa
fisioterapi. Pemeriksaan spesifik pada kasus Low Back Pain Miogenik antara lain:
a. Nyeri dengan Verbal Descriptive Scale (VDS)
Pada pemeriksaan ini didapatkan informasi tentang nyeri yang dirasakan oleh
pasien. Pemeriksaan VDS ini bertujuan untuk membantu menegakkan diagnosa
fisioterapi, menentukan jenis terapi yang akan diberikan dan sebagai bahan
evaluasi. VDS merupakan cara pengukuran derajat nyeri dengan tujuh skala
penilaian yaitu 1: tidak nyeri, 2: nyeri sangat ringan, 3: nyeri ringan, 4: nyeri
tidak begitu berat, 5: nyeri cukup berat, 6: nyeri berat, 7: nyeri tidak tertahankan.
Diperoleh pada kasus ini dalam keadaan diam (nyeri diam) nyeri ringan, pada saat
ditekan (nyeri tekan) nyeri tidak begitu berat, pada saat gerak (nyeri ngerak)
nyeri tidak begitu berat.
b. Kekuatan otot dengan Manual Muscle Testing (MMT)
Pada pemeriksaan MMT ini penting dilakukan pada kasus ini karena untuk
membantu menegakkan diagnosa fisioterapi, menentukan jenis terapi atau alat
29
bantu yang akan diberikan, menentukan prognosis pasien, serta sebagai bahan
untuk evaluasi. Untuk mengetahui MMT pada gerakan flexi, extensi pada trunk
diantaranya sebagai berikut :
1. Gerakan aktif trunk
Pada posisi berdiri, Pasien diminta mengerakan secara aktif dengan
membungkukkan badan ke depan untuk gerakan fleksi dan gerakan ekstensi
pasiendengan membungkukkan badan ke belakang.
2. Gerakan lateral fleksi
Pada posisi berdiri pasien diminta menekuk badan ke samping kanan dan
kiri.
3. Gerakan rotasi
Pada posisi berdiri pasien diminta merotasikan/memutar badan kekanan
dan kiri, Dari pemeriksaan gerak aktif dapat diperoleh informasi antara lain :
ada tidaknya rasa nyeri pada lumbal, keterbatasan lingkup gerak sendi,
gerakan dilakukan dengan cepat tanpa kesulitan ataukah dengan bantuan dan
lambat.
4. Gerakan pasif trunk
Pasien pada posisi duduk, rileks terapis mengerakan badan pasien ke
arah fleksi, ekstensi, lateral fleksi dan rotasi. Dari pemeriksaan ini informasi
yang dapat kita peroleh yaitu ada tidaknya keterbatasan linkup gerak sendi, end
feel, dan provokasi nyeri. Nyeri yang timbul biasanya merupakan
kelainan/gangguan pada kapsul maupun sendi, tetapi tidak menutup
kemungkinan nyeri berasal dari otot/tendon yang mengalami
kontraktur/memendek karena terulur
12. Menentukan Diagnosa
Setelah dilakukan beberapa tahap pemeriksaan di atas, maka dapat diperoleh
beberapa permasalahan yang menyangkut impairment dan fungsional limitation
pada pasien Low Back Pain Miogenik. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan
pada kondisi ini didapatkan impairment dari penderita: (1) Adanya nyeri gerak
dan tekan pada pinggang bawah, (2) Adanya spasme otot paravertebra, (3)
Adanya keterbatasan LGS ban kelemahan otot pinggang bawah. Sedangkan untuk
permasalahan fungsional limitation yaitu Adanya gangguan dari posisi tidur ke
30
berdiri, Adanya gangguan saat aktifitas sholat, Adanya gangguan fungsional dari
berdiri ke jongkok
13. Tujuan fisioterapi
Pada tujuan fisioterapi dibagi menjadi dua yaitu tujuan jangka pendek
dan tujuan jangka panjang, dimana kedua hal tersebut saling berhubungan dan
berkesinambungan.
a. Tujuan jangka pendek
1. Mengurangi nyeri tekan dan gerak pada daerah pinggang
2. Mengurangi spasme pada otot paravertebra
3. Meningkatkan kelemahan otot pinggang bawah
b. Tujuan jangka panjang
Meningkatkan kemandirian kemampuan fungsional aktivitas penderita
14. Penatalaksanaan Fisioterapi
Berdasarkan permasalahan yang muncul maka dapat ditentukan tindakan
fisioterapi dengan Short Wave Diathermy (SWD), TENS dan terapi latihan william
flexion exercise.
Short Wave Diathermy (SWD)
a. Persiapan alat
Emiter dipasang pada lengan emiter dan dihubungkan ke mesin dengan kabel
emiter, kemudian mesin dihidupkan ± 5 menit untuk pemanasan, lengan terapis
dihadapkan pada emitter dan intensitas dinaikkan sampai terasa hangat lalu knob
intensits dikembalikan ke posisi awal.
b. Persiapan pasien
Sebelum dilakukan pengobatan pasien diberi penjelasan tujuan pengobatan dan
panas yang dirasakan yaitu rasa hangat. Pakaian didaerah pengobatan (pinggang)
harus dilepaskan. Posisi pasien tengkurap dengan kepala disupport bantal juga
dibawah kaki sehingga pasien merasa nyaman. Kemudian dilakukan tes
sensibilitas untuk mengetahui apakah pasien mengalami gangguan sensibilitas
atau tidak, dengan menghidupkan alat lalu naikkan intensitas dan menanyakan
apakah intensitas arus yang diberikan sudah mulai terasa hangat pada permukaan
kulit yang mendapatkan diterapi. Setelah itu nol kan kembali inensitas. Pada
pasien ini tidak mengalami gangguan sensibilitas.
31
c. Pelaksanaan
Posisi pasien tengkurap dengan kepala dan di bawah kaki disupport bantal
sehingga pasien merasa nyaman. Emiter diatur sejajar kulit yaitu diatas lumbal 6
cm dari permukaan kulit, atur tombol pengatur. Waktu 10 menit, naikkan
intensitas sampai pasien merasakan hangat, dosis intensitas tergantung toleransi
pasien, frekuensi terapi setiap hari.
Selama pengobatan terapis menanyakan pada pasien apakah ada rasa tidak
nyaman. Juga mempalpasi daerah lumbal apakah ada tanda kemerahan karena
terlalu panas. Setelah waktu habis, mesin akan otomatis intensitasnya kembai nol
lalu terapis memutar knob ke angka nol (0).Transcutaneus Electrical Nerve
Stimulatuion (TENS)
a. Persiapan alat
Pastikan mesin masih dalam keadaan baik. Siapkan elektroda yang sama besar
dan dalam kondisi yang cukup basah sehingga hantaran listrik yang sampai ke
jaringan dapat penuh. Harus diperhatikan pula pemasangan kabel, metode
pemasangan dan penempatan elektroda sampai pemilihan frekuensi, durasi pulsa,
durasi waktu dan intensitas.
b. Persiapan pasien
Posisikan pasien pada posisi aman dan nyaman, yaitu dengan posisi tidur
tengkurap. Beri penjelasan pada pasien tentang terapi yang akan dilakukan.
Penjelasan bisa berupa nama terapi, mengapa terapi ini dipilih, rasa yang
diharapkan selama terapi dan efek terapi.
c. Pelaksanaan terapi
Pasang elektroda pada otot paravertebra lumbal atau pada daerah yang nyeri.
Kemudian hidupkan mesin dan atur arus dengan gelombang bisymetris, fase durasi
220µs, frekuensi 140 Hz, frekuensi modulasi program 1/30, intensitas 20,5 mA,
dan waktu 15 menit, setelah 5 menit terapi berjalan periksalah pasien untuk
mengetahui apa yang dirasakan.jika pasien tidak lagi merasakan arus, maka
intensitas harus dinaikkan. Pertimbangkanlah untuk menggunakan bentuk
modulasi atau ubah durasi dan frekuensi pulsa tetap pada parameter yang telah
ditentukan. Setelah terapi selesai mesin dimatikan dan lepas elektroda dari pasien,
serta dapat dilanjutkan program terapi yang lainnya.
32
15. Evaluasi dan tindak lanjut
Evaluasi
Evaluasi dapat dilakukan sebelum, selama maupun sesudah tindakan
terapi. Evaluasi sebelum dilakukan sebelum pemberian terapi oleh fisioterapi
sedangkan evaluasi selama dilakukan selama pemberian terapi dan evaluasi
sesudah dilakukan setelah pemberian terapi yang terakhir. Dalam kasus ini,
evaluasi yang digunakan hanya evaluasi selama (evaluasi sesaat) dan evaluasi
sesudah (evaluasi akhir).
Evaluasi sesaat
Dilakukan selama dilaksanakan tindakan terapi. Evaluasi ini dilakukan
pada hari pertama sampai hari keenam. Evaluasi sesaat hanya meliputi hal-hal
yang mungkin terjadi setelah setiap kali dilaksanakan terapi, antara lain: a) nyeri
dengan VDS, b) kekuatan otot dengan MMT, c) lingkup gerak sendi dengan
midline
Evaluasi Akhir
Dilakukan pada hari terakhir pemberian terapioleh fisioterapis. Evaluasi
akhir diantaranya: a) nyeri dengan VDS, b) lingkup gerak sendi dengan midline,
c) kekuatan otot dengan MMT.
Seorang pasien dengan kondisi Low Back Pian Miogenik yang berusia
tahun setelah diberikan terapi sebanyak 6 kali, didapat hasil nyeri berkurang
pada saat diam tidak ada nyeri (1), saat gerak nyeri ringan (3), saat ditekan nyeri
ringan (2). Peningkatan lingkup gerak sendi pada fleksi trunk 4 cm, ekstensi
trunk 4 cm,slide lateral fleksi kanan 4 cm, slide lateral fleksi kiri 4 cm.
Kemampuan fungsional sehari-hari mandiri.
Tindak lanjut
Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan dan dilakukan terapi, kita dapat
melakukan evaluasi sesaat untuk menentukan program terapis selanjutnya yang
akan diberikan. Dengan evaluasi ini kita bisa mengetahui bagaimana hasil terapi
yang telah dicapai.
33
Edukasi:
Dianjurkan melakukan latihan seperti yang telah diberikan dan diajarkan oleh
terapis (William Flexion Exercise), untuk dilakukan setiap hari ( sehari 2 kali
sesi ) jangan hanya pada saat sakit saja.
a. Melakukan kompres panas / hangat
pada otot- otot punggung bawah dengan cara merendam handuk pada air
hangat, kemudian dibalutkan pada otot punggung bawah, diganti setiap 5
menit dengan waktu 20 – 30 menit.
b. Diajarkan dan dianjurkan untuk mengangkut beban secara benar (lifting
technique), antara lain : (1) beban harus sedekat mungkin dengan tubuh,
(2) punggung dalam keadaan lurus, (3) hindari torsi / gerakan berputar
pada vertebra, (4) percepatan mengangkat konstan.
c. Pemakaian korset saat beraktivitas untuk mengurangi mobilitas vertebra
yang berlebihan.
d. Dianjurkan saat duduk dalam waktu lama sebaiknya : (1) alas jangan
terlalu lunak, (2) punggung kursi dianjurkan mempunyai kontur S (seperti
kontur tulang belakang), (3) usahakan punggung sebanyak mungkin kontak
dengan punggung kursi, (4) letakkan salah satu kaki lebih tinggi dari yang
satunya, (5) kursi jangan terlalu tinggi sehingga lutut lebih rendah dari paha,
(6) selingi berdiri tiap 30 menit sekali, lakukan streching badan (berdiri,
angkat ke atas dengan jari tangan kanan kiri saling ditautkan lalu putar
badan ke kana – ke kiri, tekuk badan ke kanan – ke kiri dan ke belakang,
serta dorong tangan ke depan dan ke belakang)
34
C.KERANGKA BERFIKIR
1. SWD2. TENS3. Terapi Latihan
1. Adanya Nyeri
2. Keterbatasan LGS
3. Spasme
4. Penurunan mobilitas
5. Penurunan aktivitas fungsional
LBP MYOGENIC
1. Nyeri berkurang
2. Adanya peningkatan aktifitas
fungsional
1. Penurunan aktifitas fungsional
2. Nyeri
LBP
35
BAB III
ANALISA KASUS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AL-IRSYAD CILACAP
PROGRAM STUDI DIII FISIOTERAPI
LAPORAN HASIL PRAKTIK KLINIS FISIOTERAPI
Nomor Urut :
Nama Mahasiswa : Tedi hartoto Tempat Praktek : RSUD Cilacap
N. I. M : 190 111 027 Pembimbing : Edi susilo.st.FFT
Tanggal Pembuatan :
KASUS : FT A / FTB / FT C/ FT D
I. KETERANGAN UMUM PENDERITA
Nama : Hermawan
Umur : 62 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Buruh pabrik
Agama : Islam
Alamat : Jln,Krawang sari Rt 05/12
II. DATA MEDIS RUMAH SAKIT
A. DIAGNOSIS MEDIS : Low Back Pain myogenik
B. CATATAN KLINIS :
Vertbra Lumbal sakral
36
1. Spondilo artrosis (sepur) di Vetbra Lumbal
2. spondilo listensis great 01antara vetbra lumbal 4-5 terdapat limup
ringan di daerah tersebut
C. TERAPI UMUM (GENERAL TREATMENT) :
D. RUJUKAN FISIOTERAPI DARI DOKTER :
III. SEGI FISIOTERAPI
A. PEMERIKSAAN
1. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : Nyeri pada daerah Pinggang
b. Riwayat Penyakit Sekarang : pada tanggal 3 juli 2012, Px datang
ke RSUD Cilacap .Px mengeluh adanya nyaeri pada tulang
belakang sudah lama sejak 1tahun lalu .Px sudah pernah datang
dan berobat kerumah sakit beberapa kali, Px masih merasakan
nyeri pada pinggang, hal yang memperingan tidak melakukan
aktivitas, duduk berdiam diri ,tidur dan hal yang memperberat
ketika berjalan cepat,mengangkat barang berat , membungkukan
badan,duduk terlalu lama.awal mula timbul rasa nyeri tidak
diketahui asal mulanya
c. Riwayat Penyakit Dahulu : Px sebelumnya pernah menderita
penyakit Liver dan kolestrol tinggi
d. Riwayat Pribadi : Tn Hermawan adalah seorang yang berkerja
sebagai buruh pabrik
e. Riwayat Keluarga : tidak ditemukan adanya keluhan yang sama
pada anggota keluarga pasien
f. Anamnesis Sistem :
1. Kepala & Leher : tidak ditemukan adanya
keluhan yang dirasakan pasien
2. Sistem Kardiovaskuler : tidak adanya keluhan
yang dirasakan
3. Sistem Respirasi : tidak adanya keluhan
yang dirasakan
37
4. Sistem Gastrointestinal : tidak adanya keluhan
yang di rasakan
5. Sistem Urogenitalis : tidak adanya keluhan
yang di rasakan
6. Sistem Muskuloskeletal : adanya spasme pada
otot pinggang latisimus dorsi
7. Sistem Nervorum : tidak ditemukan adanya
rasa kesemutan pada pasien
2. PEMERIKSAAN FISIK
a. Tanda-tanda Vital :
1. Tekanan Darah : 120/70 mmHg
2. Denyut Nadi : 84 kali
3. Frek. Pernafasan :
4. Temperatur : 36 derajat
5. Tinggi Badan : 154 cm
b. Inspeksi :
1.statis : kedaan pasien baik tidak di temukan adanya
odem,kaki kanan/kiri terlihat sama
besar(normal) ,postur tubuh pasien simestris,duduk
di kursi roda
2.dinamis : berdiri dengan gerak perlahan-lahan,ketika
berjalan seringkali badan di bungkukan sambil
menahan nyeri
c. Palpasi :
adanya nyeri tekan pada daerah lumbal,suhu lokal
daerah lumbal normal, adanya spasme otot pada par-
avertebra
d. Perkusi : tidak dilakukan pengetukan daerah lumbal
e. Auskultasi : tidak dilakukan
f. Gerak Dasar :
38
1. Gerak Aktif : dilakukan gerakan
aktif pada trunk kesegala arah: flexi lumbal ,exstensi lumbal,
rotasi dextra, rotasi sinestra ditemukan adanya gerakan tidak
full ROM
2. Gerak Pasif : dilakukan gerakan
pasif trunk ke segala arah : flexi lumbal,exstnsi lumbal, rotasi
dextra, rotasi sinestra full ROM
3. Gerak Aktif Melawan Tahanan :
dilakukan gerakan melawan
tahanan trunk kesegala arah di temukan adanya nyeri yang di
rasakan
g. Kognitif, Intrapersonal dan Interpersonal :
Kognitif : pasien mampu menjawab pertanyaan terapis
dengan baik,memori pasien baik,pasien dapat
menceritakan kejadian dengan baik
intrapersonal : pasien mempunyai keinginan dan motivasi
untuk sembuh
interapersonal : Pasien dapat diajak kerja sama dan berkomu-
nikasi dengan baik dengan terapis dalam
melakukan tindakan terapis.
h. Kemampuan Fungsional dan Lingkungan Aktifitas :
1. Fungsional Dasar :
a. pasien saat bangun tidur punggungnya merasakan
sakit
b. pasien belum kuat untuk mengangkat barang berat
dari jongkok ke berdiri
c. pasien belum mampu untuk duduk lesehan
2. Fungsional Aktifitas :
a. Adanya gangguan posisi tidur ke berdiri
b. Adanya gangguan saat aktivitas sholat
c. Adanya gagnguan fungsional dari jongkok ke berdiri
39
3. Lingkungan Aktifitas :
Pasien tidak bisa pergi ke tempat kerjanya dengan mandiri
3. PEMERIKSAAN SPESIFIK UNTUK FT A/ FT B/ FT C/ FT D/ FT E
a. Pemeriksaan menggunakan VDS dinilai:
1. diam : 3 (nyeri ringan)
2. tekan : 4 (nyeri tidak begitu berat)
3. gerak : 4 (nyeri tidak begitu berat)
b. pemeriksaan menggunakan MMT
-pasien diminta menggerakan aktif trunk
flexi trunk : 4
exstensi trunk : 3
latero dexstra trunk : 3
latero sinestra trunk : 3
keterangan :
nilai 0 : tidak ada kontraksi dan gerakan anggota gerak
nila 1 : ada kontrasi otot,tidak ada gerakan sendi
nilai 2 : ada kontraksi,gerak sendi tidak full ROM
nilai 3 : ada kontraksi ,gerak full ROM tidak mampu melawan
tahanan
nilai 4 : ada kontraksi otot, gerak full ROM mampu melawan
tahanan minimal
nilai 5 : ada kontraksi otot, gerak full ROM mampu melawan
tahanan maxsimal
B. INTERPRETASI DATA DAN DIAGNOSIS FISIOTERAPI
1. Impairment :
a. adanya rasa nyeri pada pinggang
b. adanya spasme pada para vetbral
c. adanya penurunan kekuatan otot
2. Functional Limitation :
40
a. adanya gangguan pada posisi tidur
ke berdiri
b. adanya gagngguan pada saat
gerakan sholat
3. Disability : tidak bisa lagi datang ke tempat
kerja
C. PROGRAM/RENCANA FISIOTERAPI
1. TUJUAN :
a. Tujuan Jangka Pendek :
1. mengurangi nyeri tekan dan gerak pada
daerah pinggang
2. mengurangi spasme pada otot paravetbra
3. meningkatkan MMT
b. Tujuan Jangka Panjang :
1. meningkatkan kemandirian fungsional pada
pasien
2. menjaga dan memelihara kekuatan otot
paravetbra
2. TINDAKAN FISIOTERAPI :
a. Tehnologi Fisioterapi
1. Tehnologi Terpilih :
a. IR (Infra Red )
b. SWD (soft Wave
Diathermy )
c. MWD ( Micro Wave
Diathermy )
d. US (Ultra Sound )
e. ES (Electrick
Stimulasi)
f. TENS (Transcuta-
neus Electrical Nerve Stimulatuion)
g. Terapi Latian
41
2. Tehnologi Alternatif :
a. SWD(Soft Wave Diathermy)
b. TENS ( Transcutaneus
Electrical Nerve Stimulatuion)
c. Traksi
d. Terapi Latian
3. Tehnologi yang Dilaksanakan :
a. SWD ( Soft Wave Diathermy )
b. TENS ( Transcutaneus Electrical Stimulatuion )
c. Terapi Latihan
b. Edukasi :
1. pasien di anjurkan tidur pada tempat tidur
yang datar dan keras
2. pasien diminta tidak melakukan aktivitas
yang membebani tulang belakang
3. pasien di anjurkan melakukan terapi latian di
rumah untuk menjaga kekuatan otot
paravetbra
3. RENCANA EVALUASI :
a. mengetahui adanya
penurunn rasa nyeri menggunakan VDS
b. mengetahui adanya
penurunan kekuatan otot menggunakan MMT
D. PELAKSANAAN FISIOTERAPI
Dilakukan pada hari pertama pada tanggal 3 juli 2012.
Short Wave Diathermy(SWD)
a. Posisi pasien supine lying ,pasien tiduran di atas bad
di ruang poli fisioterapi
b. Persiapan alat,Emiter dipasangkan pada daerah yang
merasakan nyeri,kabel emiter tidak boleh menyilang tombol on/off di
nyalakan,cek arus menggunakan neon kecil,intensitas di atur sesuai
42
toleransi pasien ,waktu 15 menit, terapis harus selalu cek keadaan pasien
terlalu panas atau tidak
c. Tujuan meringankan rasa nyeri
pasien,merileksasikan otot pada paravetbra
Transcutaneus Electrical Stimulatuion( TENS)
a. posisi pasien supien
lying pasien tiduran pada bad atau tempat tidur di ruang poli fisioterapi
RSUD Cilacap
b. persiapan alat ,pet
elektroda di pasangkan pada daerah yang di rasakan nyeri pada tulang
belakang ,intensitas sesuai toleransi pasien,waktu yang digunakan 15
menit
c. tujuan mengurangi
rasa nyeri pada pasien
Dilakukan pada hari ke dua pada tanggal juli 2012.
Short Wave Diathermy(SWD)
a. Posisi pasien supine lying ,pasien tiduran di atas bad
di ruang poli fisioterapi
b. Persiapan alat,Emiter dipasangkan pada daerah yang
merasakan nyeri,kabel emiter tidak boleh menyilang tombol on/off di
nyalakan,cek arus menggunakan neon kecil,intensitas di atur sesuai
toleransi pasien ,waktu 15 menit, terapis harus selalu cek keadaan pasien
terlalu panas atau tidak
c. Tujuan meringankan rasa nyeri
pasien,merileksasikan otot pada paravetbra
Transcutaneus Electrical Stimulatuion(TENS) :
a. posisi pasien supien lying pasien tiduran pada bad
atau tempat tidur di ruang poli fisioterapi RSUD Cilacap
b. persiapan alat ,pet elektroda di pasangkan pada
daerah yang di rasakan nyeri pada tulang belakang ,intensitas sesuai
toleransi pasien,waktu yang digunakan 15 menit
c. tujuan mengurangi rasa nyeri pada pasien
43
di lakukan terapi hari ke tiga pada tanggal juli 2012.
Short Wave Diathermy(SWD)
a. Posisi pasien supine lying ,pasien tiduran di atas bad
di ruang poli fisioterapi
b. Persiapan alat,Emiter dipasangkan pada daerah yang
merasakan nyeri,kabel emiter tidak boleh menyilang tombol on/off di
nyalakan,cek arus menggunakan neon kecil,intensitas di atur sesuai
toleransi pasien ,waktu 15 menit, terapis harus selalu cek keadaan pasien
terlalu panas atau tidak
c. Tujuan meringankan rasa nyeri
pasien,merileksasikan otot pada paravetbra
Transcutaneus Electrical Stimulatuion(TENS)
a. posisi pasien supien lying pasien tiduran pada bad
atau tempat tidur di ruang poli fisioterapi RSUD Cilacap
b. persiapan alat ,pet elektroda di pasangkan pada
daerah yang di rasakan nyeri pada tulang belakang ,intensitas sesuai
toleransi pasien,waktu yang digunakan 15 menit
c. tujuan mengurangi rasa nyeri pada pasien
dilakukan terapi pada hari ke empat pada tanggal juli 2012.
Short Wave Diathermy(SWD)
a. Posisi pasien supine lying ,pasien tiduran di atas bad
di ruang poli fisioterapi
b. Persiapan alat,Emiter dipasangkan pada daerah yang
merasakan nyeri,kabel emiter tidak boleh menyilang tombol on/off di
nyalakan,cek arus menggunakan neon kecil,intensitas di atur sesuai
toleransi pasien ,waktu 15 menit, terapis harus selalu cek keadaan pasien
terlalu panas atau tidak
c. Tujuan meringankan rasa nyeri
pasien,merileksasikan otot pada paravetbra
Transcutaneus Electrical Stimulatuion(TENS)
a. posisi pasien supien lying pasien tiduran pada bad
atau tempat tidur di ruang poli fisioterapi RSUD Cilacap
44
b. persiapan alat ,pet elektroda di pasangkan pada
daerah yang di rasakan nyeri pada tulang belakang ,intensitas sesuai
toleransi pasien,waktu yang digunakan 15 menit
c. tujuan mengurangi rasa nyeri pada pasien
Terapi Latihan
Terapi I
a) Assesment.
b) Pasive Movement = Posisi supin lying,terapis menggerakan
semua regio AGA dan AGB dengan 8 kali reptisi
c) Free aktive movement = Posisi pasien supin lying , pasien diminta
untuk menggerakan semua regio tanpa bantuan terapis
Terapi II
a) Pasive Movement = Posisi supin lying,terapis menggerakan
semua regio AGA dan AGB dengan 8 kali reptisi
b) Free aktive movement = Posisi pasien supin lying , pasien diminta
untuk menggerakan semua regio tanpa bantuan terapis
Terapi III
a) Pasive Movement = Posisi supin lying,terapis menggerakan
semua regio AGA dan AGB dengan 8 kali reptisi
b) Free aktive movement = Posisi pasien supin lying , pasien diminta
untuk menggerakan semua regio tanpa bantuan terapis
Terapi IV
a) Pasive Movement = Posisi supin lying,terapis menggerakan
semua regio AGA dan AGB dengan 8 kali reptisi
b) Free aktive movement = Posisi pasien supin lying , pasien diminta
untuk menggerakan semua regio tanpa bantuan terapis
E. PROGNOSIS :
Quo ad vitam : Baik
Quo ad Sanam : Baik
Qua ad Cosmeticam : Baik
45
Quo ad Fungsionam : Baik
F. EVALUASI
Pasien mulai datang pada tanggal 3 juli 2012 di RSUD Cilacap dengan
datang sendiri ke ruang poli fisioterapi ,pasien bernama bpk,H. Umur 62
tahun ,jenis kelamin laki-laki pekerjaan buruh sewasta
Pengukuran menggunakan VDS :
Hari pertama hari ke dua
Nyeri tekan : 4 Nyeri tekan : 4
Nyeri diam : 2 Nyeri diam : 2
Nyeri gerak : 3 Nyeri gerak : 4
Hari ke tiga hari ke empat
Nyeri tekan : 3 Nyeri tekan : 3
Nyeri diam : 1 Nyeri diam : 1
Nyeri gerak : 4 Nyeri gerak : 3
Pengukuran menggunakan MMT:
01.Hari pertama 02.Hari ke dua
Fleksi trunk : 3 Fleksi trunk : 4
Exstnsi trunk : 3 Exstnsi trunk : 3
03.Hari ke tiga 04.Hari ke empat
Fleksi trunk : 4 Fleksi trunk : 4
Exstnsi trunk : 4 Exstensi trunk : 4
G. HASIL TERAPI TERAKHIR
Pasien mulai datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap,pasien datang sendiri
tanpa rujukan dari dokter saraf ,pasien bernama Bpk Hermawan ,umur 62
tahun,jenis kelamin laki-laki pekerjan sebagai buruh,pasien datang dengan
keluhan adanya nyeri pada tulang belakang atau yang disebut dengan LBP
myogenik pasien di terapi menggunakan alat terapi SWD,TENS, dan terapi latian
Pasien di terapis sebanyak enam kali di RSUD Cilacap di ruang Poli fisioterapi
Setelah dilakukan pengukuran menggunakan VDS dan MMT pasien mengalami
sedikit keadaan membaik yaitu adanya rasa nyeri yang di rasakan pasien
berkurang
Menggunakan VDS terapi pertama
46
Nyeri tekan : 4
Nyeri diam : 2
Nyeri gerak : 3
Menggunakan VDS hasil terapi ke enam
Nyeri tekan : 3
Nyeri diam : 1
Nyeri gerak : 3
Menggunakan MMT terapi pertama
Fleksi trunk : 3
Exstnsi trunk : 3
Menggunakan MMT hasil terapi ke enam
Fleksi trunk : 4
Exstnsi trunk : 4
BAB IV
PEMBAHASAN
A. PEMBAHASAN HASIL
47
Nyeri punggung bawah miogenik adalah suatu pengalaman sensorik dan
emosional yang tidak menyenangkan di daerah antara vetebra torakal
12sampai dengan bagian bawah pinggul atau lubang dubur. Yang timbul
akibat adanya potensi kerusakan ataupun adanya kerusakan jaringan antara
lain:dermis pembulu dara, facia,muskulus, tendon, cartilago, tulang ligament,
intra artikuler meniscus, bursa (pa liyama, 2003)
Seorang pasien dengan kondisi Low Back Pian Miogenik yang berusia 29
tahun setelah diberikan terapi sebanyak 6 kali, didapat hasil nyeri berkurang
pada saat diam tidak ada nyeri (1), saat gerak nyeri ringan (3), saat ditekan
nyeri ringan (2).
Dalam pembahasan studi kasus ini menceritakan tentang bagaimana
kondisi Low Back Pain Miogenik pada waktu sebelum diterapi dan sesudah
diterapi sebanyak 6 kali.
Dalam hal ini fisioterapi berperan sebagai tim rehabilitasi dalam
pengembalian kapasitas fisik dan kemampuan fungsional. Adapun
permasalahan-permasalahan fisioterapi yang dihadapi adalah: (1) Adanya
spasme pada otot paravertebra, (2) Adanya nyeri tekan dan gerak pada daerah
punggung bawah, (3) Adanya penurunan kekuatan otot flexor, extensor
punggung, (5) Adanya keterbatasan LGS trunk karena nyeri, Untuk mengatasi
permasalahan di atas modalitas yang digunakan adalah SWD, TENS, Terapi
latihan.
SWD digunakan untuk - untuk mengatasi permasalahan Mengurangi
Spasme,vasodilatasi,TENS untuk mengatasi mengurangi nyeri.
Terapi latihan bertujuan: mengurangi nyeri, melancarkan sirkulasi
darah, mencegah kekakuan sendi, menambah LGS, mengurangi spasme,
menambah kekuatan otot dan untuk menjaga fisiologis otot.
B. HASIL PENANGANAN KASUS
1. Nyeri
48
Grafik 4.1 Pada kasus Low Back Pain Miogenik
Dari grafik di atas didapat hasil data sebagai berikut: nyeri diam
T1 = nyeri sangat ringan menjadi T4= tidak nyeri, nyeri tekan T1 =
nyeri tidak begitu berat menjadi T4= nyeri ringan, nyeri gerak T1 = nyeri
ringan menjadi T4= nyeri ringan.
Nyeri didefinisikan sebagai suatu rasa yang tidak menyenangkan
dan merupakan pengalaman emosional yang berhubungan dengan
kerusakan jaringan aktual maupun potensial dan terkadang nyeri
digunakan untuk menyatakan adanya kerusakan jaringan.(Parjoto,2003)
Rasa nyeri dapat berupa nyeri spontan, nyeri gerak, maupun nyeri
tekan. Setelah menjalani terapi latihan sebanyak 4 kali terjadi
pengurangan nyeri karena dengan adanya mobilisasi akan memberikan
efek sedatif (penenangan). Gerakan ringan dan perlahan-lahan
merangsang propioseptor yang merupakan aktifitas dari serabut afferent
(serabut saraf sensoris) untuk menghambat aktivasi reseptor nyeri
(nosiceptor) sehingga mencegah impuls nyeri yang dihantarkan ke tingkat
yang lebih tinggi di susunan saraf pusat. Serabut saraf berdiameter besar
akan diaktifkan sehingga susunan saraf berdiameter kecil terhalang
menyampaikan rangsang nyeri ke pusat saraf dan menutup spinal gate.
Dengan menutupnya spinal gate maka informasi nyeri terputus (Mardiman,
2001).
Menurut Kisner, 1996, SWD memberikan efek peningkatan
pumping action yang menyebabkan dinding kapiler yang terletak pada
otot melebar sehingga sirkulasi darah sekitar menjadi lancar. Sirkulasi darah
49
yang lancar menyebaban zat ”P” (zat yang menyebabkan nyeri) akan
ikut terbuang, sehingga nyeri akan ikut terbuang atau hilang.
2. Kekuatan Otot
Grafik 4.2 Evaluasi kekuatan otot Fleksor dan ekstensor trunk dengan
MMT Pada kasus Low Back Pain Miogenik
Dari grafik di atas didapat ada peningkatan kekuatan otot Fleksor
dan ekstensor trunk.
Dengan terapi latihan secara aktif, maka akan terjadi peningkatan
kekuatan otot karena gerakan tubuh selalu disertai oleh kontraksi otot.
Sedangkan kontraksi otot tergantung dari motor unitnya. Apabila tahanan
yang diberikan pada otot yang berkontraksi, otot akan beradaptasi dan
memaksa otot bekerja sehingga bergerak untuk melawan gerakan tersebut
dan secara tidak langsung kekuatan otot akan meningkat. Hal ini juga
didukung dengan adanya nyeri yang sudah berkurang, maka kerja otot un-
tuk berkontraksi semakin kuat (Kisner, 1996).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
50
Nyeri punggung bawah miogenik berhubungan dengan stress / strain
otot punggung, tendo, ligament yang biasanya ada bila melakukan aktivitas
sehari-hari berlebihan. Nyeri bersifat tumpul, intensitas bervariasi seringkali
menjadi kronik, dapat terlokalisir atau dapat meluas ke sekitar glutea. Nyeri
ini tidak disertai dengan parestesi, kelemahan atau defisit neorologis. Bila
batuk atau bersin tidak menjalar ke tungkai (Paliyama, 2003).
Pada pasien Tn, X 62 tahun dengan medis LBP Miogenik dengan
dengan permasalahan nyeri pada punggung bawah terutama seblah kiri,
penurunan LGS trunk yang mengakibatkan terjadinya penurunan kemampuan
aktivitas fungsional.
Setelah dilakukan intervensi fisioterapi selama 4 kali dengan
modalitas SWD, TENS dan terapi latihan, dan edukasi hasilnya membaik yaitu
adanya penurunan nyeri pada nyeri diam yaitu ; dari nyeri sangat ringan
(skala 2) menjadi tidak merasa nyeri (skala 1), nyeri gerak ; dari nyeri
ringan (skala 3) menjadi nyeri sangat ringan (skala 2), dan nyeri tekan ; dari
nyeri tidak begitu berat (skala 4) menjadi nyeri sangat ringan (skala 2).
Peningkatan LGS.
Dari hasil tersebut maka penulis menyimpulkan bahwa SWD, TENS,
terapi latihan metode william flexion exercise merupakan modalitas fisioterapi
yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yaitu
nyeri pada punggung bawah terutama sebelah kiri, penurunan LGS trunk yang
mengakibatkan terjadimya penurunan kemampuan aktivitas fungsional.
Walaupun belum seratus persen permasalahan tersebut dapat diatasai
mengingat keterbatasan waktu terapi hanya 4 kali, sehingga terapis harus
memberikan dorongan semangat kepada apsien untuk tetap malaksanakan
home program dan edukasi yang telah dianjurkan dan diajarkan oleh terapis.
B. SARAN
1) bagi pasien Disarankan untuk melakukan terapi secara rutin, serta melakukan
latihan-latihan yang telah diajarkan fisioterapis secara rutin di rumah.
51
a) lifting da Eafrying Technik
b) tidur alasnya jangan terlalu lunak
c) Bila lelah muncul keluhan maka di kompres dengan air hangat
2) bagi fisioterapis Hendaknya benar-benar melakukan tugasnya secara
professional, yaitu melakukan pemeriksaan dengan teliti sehingga dapat
menegakkan diagnosa, menentukan problematik, menentukan tujuan terapi
yang tepat, untuk menentukan jenis modalitas fisioterapi yang tepat dan
efektif buat penderita, fisioterapis hendaknya meningkatkan ilmu pengetahuan
serta pemahaman terhadap hal-hal yang berhubungan dengan studi kasus
karena tidak menutup kemungkinan adanya terobosan baru dalam suatu
pengobatan yang membutuhkan pemahaman lebih lanjut.
3) bagi masyarakat umum untuk berhati-hati dalam melakukan aktivitas kerja
yang mempunyai resiko untuk terjadinya trauma atau cidera. Disamping itu,
jika telah terjadi cidera yang dicurigai terjadi patah tulang maka tindakan yang
harus dilakukan adalah segera membawa pasien ke rumah sakit bukan ke
alternatif misalnya sangkal putung karena dapat terjadi resiko cidera dan
komplikasi yang lebih berat.