Tugas Besar Perwil

37
Tugas IV Perencanaan Wilayah Pengembangan Wilayah Dengan Mempertimbangkan Konsep Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gempa dan Tsunami Di Aceh Tahun 2004) Oleh Rofiqoh Etika Amalin 3612100003 Ahmad Ikhfan Efendi 3612100013 Hera Windy W 3612100023 Bilqis Nur Chulaimi 3612100038 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

Transcript of Tugas Besar Perwil

Tugas IV Perencanaan Wilayah

Pengembangan Wilayah DenganMempertimbangkan Konsep MitigasiBencana (Studi Kasus: Gempa dan

Tsunami Di Aceh Tahun 2004)

Oleh

Rofiqoh Etika Amalin 3612100003Ahmad Ikhfan Efendi 3612100013Hera Windy W 3612100023Bilqis Nur Chulaimi 3612100038

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTAFAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAANINSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA2015

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan ke hadirat Tuhan YME, karena

dengan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan

judul “Pegembangan Wilayah Dengan Mempertimbangkan Konsep

Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gempa Dan Tsunami Di Aceh

Tahun 2004)”. Meskipun banyak hambatan yang kami alami dalam

proses pengerjaannya, tapi kami berhasil menyelesaikan

makalah ini tepat pada waktunya.

Kami juga menyampaikan terimakasih kepada dosen

pembimbing yang telah membantu dan membimbing kami dalam

mengerjakan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini

masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna

sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga karya tulis

ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca

pada umumnya.

Surabaya, 19 Mei 2015

Penulis

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................iiDAFTAR ISI...............................................iiiBAB I PENDAHULUAN..........................................11.1 Latar Belakang.......................................11.2 Rumusan masalah......................................31.3 Tujuan...............................................41.4 Sistematika Penulisan................................4

BAB II REVIEW LITERATUR....................................62.1 Pengertian Bencana...................................62.2 Jenis dan Karakteristik Bencana Alam.................72.3 Pengertian Bencana Tsunami...........................72.4 Penyebab dan Dampak Tsunami..........................82.5 Upaya Penanganan Tsunami yang sudah ada..............9

BAB III GAMBARAN UMUM.....................................123.1 Kondisi geografis...................................123.2 Bencana Tsunami di Provinsi Aceh....................123.3 Dampak dari Bencana Tsunami.........................13

BAB IV ANALISIS...........................................144.1 Alat Analisis.......................................144.2 Hasil Analisis......................................17

BAB V KONSEP PENANGANAN...................................185.1 Macam Konsep Penanganan.............................185.2 Konsep Penanganan Provinsi Aceh......................20

BAB VI PENUTUP............................................216.1 Kesimpulan..........................................216.2 Lesson Learned......................................21

DAFTAR PUSTAKA............................................22

iv

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Definisi Bencana menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun

2007 Tentang Penanggulangan Bencana adalah suatu peristiwa

atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu

kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik

oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia

sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak

psikologis. Bencana yang disebabkan oleh factor alam biasanya

disebut dengan bencana alam. Definisi bencana alam itu sendiri

yakni bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian

peristiwa yang disebabkan oleh alam. Bencana alam dapat berupa

gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin

topan, dan tanah longsor. Sedangkan bencana yang disebabkan

oleh factor nonalam disebut dengan bencana nonalam. Bencana

non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau

rangkaian peristiwa nonalam. Bencana nonalam dapat berupa

gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah

penyakit. Dan yang terakhir adalah bencana yang disebabkan

oleh factor social yang disebut dengan bencana sosial. Bencana

social yakni bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau

serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia seperti

konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat,

dan teror. Dari ketiga penyebab bencana, bencana alam

merupakan bencana yang kejadiannya tidak dapat dicegah.

1

Bencana alam memiliki dampak negatif yang merugikan

masyarakat pada lokasi bencana tersebut. Adapun dampak

negative dari terjadinya bencana alam yakni, timbulnya korban

jiwa, merusak fasilitas umum, sawah, dan rumah masyarakat,

serta membunuh ternak-ternak yang dimiliki masyarakat.

(Tugino, 2015)

Indonesia merupakan sebuah wilayah kepulauan yang berada

di atas pertemuan tiga lempeng raksasa yaitu Lempeng Benua

Eurasia, Lempeng Samudera Pasifik dan Lempeng Samudera Indo-

Australia. Lempeng benua ini saling berinteraksi satu sama

lain. Dengan adanya interaksi antar lempeng tersebut dapat

menimbulkan kerentanan terjadinya gempa bumi.

Gambar 1 Letak Tiga Lempeng di Indonesia

Sumber : arsildangeograf.blogspot.com

2

Gambar 2 Persebaran pusat gempa bumi

Sumber : Selamat Dari Bencana Tsunami

Pada gambar diatas, titik coklat merupakan pusat-pusat gempa

bumi yang pernah terjadi. Pada wilayah yang sering terjadi

gempa biasa disebut subduksi. Subduksi merupakan proses yang

berlangsung terus sejak jutaan tahun lalu dan akan terus

berlangsung. Hasil dari subduksi ini menyebabkan Indonesia

menjadi wilayah yang memiliki beribu-ribu pulau dengan ratusan

gunung berapi nan indah, yang abunya menyuburkan tanah

sehingga menghijau daratannya karena dipenuhi ribuan jenis

tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat untuk kehidupan manusia yang

ditakdirkan tinggal di di dalamnya. Selain itu juga terdapat

kekayaan alam berbagai mineral, minyak bumi, batubara di bumi

Indonesia. Namun subduksi tersebut juga menimbulkan beberapa

bencana seperti tsunami dan gempa bumi. (Yulianto, Kusmayanto,

Supriyatna, & Dirhamsyah, 2007)

Tsunami adalah suatu peristiwa rangkaian gelombang laut

yang menjalar dengan kecepatan kurang lebih sebesar 900 km per

jam. Gelombang ini biasanya ditimbulkan akibat dari adanya

3

gempabumi yang terjadi di dasar laut. Untuk kecepatannya

sendiri tergantung dari kedalaman laut itu sendiri. Namun

gelombang ini tidak akan trasa oleh kapal yang ada di samudra,

karena gelombang ini ketika dilaut tidak tinggi.Bencana

tsunami dan gempa bumi rentan terjadi di kawasan subduksi ini.

Wilayah Indonesia yang rentan yakni barat Sumatra, bagian

selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Halmahera, Sulawesi Utara,

sampai dengan Papua bagian utara. Tsunami pernah terjadi di

Indonesia, lebih tepatnya pada wilayah Aceh. (Yulianto,Kusmayanto, Supriyatna, & Dirhamsyah, 2007)

Dari peristiwa tsunami tersebut, menimbulkan dampak yang

sangat banyak bagi kehidupan masyarakat di tempat yang terkena

bencana tersebut. Dampak Buruk Bagi Ekosistem yakni kehidupan

yang dinamis dari suatu ekologi akan terputus mata rantainya

sebab manusia, tumbuhan dan hewan yang tersapu gelombang

tersebut akan terganggu kehidupannya bahkan tak sedikit yang

kehilangan nyawa. Rusaknya berbagai mata rantai ekosistem ini

tentu akan berpengaruh banyak pada kehidupan manusia dari

berbagai aspek, baik itu ekonomi, sosial maupun budaya. Dampak

Buruk Bagi Kehidupan Sosial Masyarakat dapat dirasakan pada

sendi-sendi ekonomi masyarakat akan lumpuh. Hal ini

ditimbulkan dampak tsunami dalam lingkup ekonomi ini cukup

sulit dipulihkan meskipun bangunan fisik sebagai infrastruktur

kegiatan masyarakat sudah pulih.

Bencana tsunami tidak dapat di cegah kejadiannya, namun

dampak yang dihasikan dapat diminimalisir dengan menggunakan

4

perencanaan yang baik dan pola ruang yang baik untuk membuat

zona buffer bencana yang ada di sana

1.2 Rumusan masalah

Dalam penulisan makalah ini, adapun rumusan masalah yang

mendasari yakni :

1. Bagaimana pengembangan wilayah yang berbasis

penanggulangan bencana yang selama ini sudah dilakukan?

2. Apa saja factor penyebab timbulnya permasalahan

pengembangan wilayah dalam hal kebencanaan?

3. Upaya dan rekomendasi apa yang sesuai dengan masalah

bencana tersebut?

4. Lesson learned apa yang dapat kita ambil dari pembahasan

tersebut?

1.3 Tujuan

Dengan rumusan masalah yang sudah dijelaskan diatas, maka

tujuan dari penulisan makalah ini yakni :

1. Mereview beberapa referensi mengenai faktor penyebab

timbulnya permasalahan resiko bencana, dampak dan

implikasinya, serta upaya dan rekomendasi penanganan

persoalan penanggulangan risiko bencana.

2. Mengidentifikasi faktor penyebab timbulnya permasalahan

pengembangan wilayah dan mampu menilai dampak/ implikasi

permasalahan risiko bencana.

5

3. Menyusun upaya dan rekomendasi untuk mengatasi persoalan

resiko bencana yang telah diidentifikasi.

4. Mampu menyususn lesson learned terkait dengan upaya untuk

mengatasi permasalahan penanggulangan risiko bencana yang

telah dijabarkan

1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan makalah ini adalah sebagai

berikut :

Bab I Pendahuluan merupakan bab pendahuluan yang berisi

tentang latar belakang,, rumusan masalah, tujuan dan

sistematika penulisan makalah.

Bab II Tinjauan Pustaka bab yang berisi penjelasan tentang

pengembangan kawasan berbasis penanganan resiko bencana.

Bab III Gambaran Umum merupakan bagian bab yang menjelaskan

lebih rinci gambaran dari kasus yang dibahas pada makalah ini.

Bab IV Analisis adalah bagian dari makalah yang akan membahas

mengenai analisis yang untuk mengidentifikasi maslah tersebut.

Bab V Konsep Penanganan dimana pada bab ini membahas tentang

kriteria penanganan yang akan ditawarkan untuk masalah yang

dibahas. Penanganan ini disusun dengan melihat hasil dari

analisis kasus.

Bab VI Penutup merupakan bab yang berisi kesimpulan dan lesson

learned dari pembahasan yang telah dipaparkan pada bab

sebelumnya.

6

7

BAB II

REVIEW LITERATUR

2.1 Pengertian Bencana

Bencana merupakan suatu periatiwa di alam atau di

lingkungan buatan manusia yang berpotensial merugikan

kehidupan manusia, harta, benda atau aktivitas manusia (Sri

Harta, 2009). Bencana Alam adalah bencana yang diakibatkan

oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh

alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus,

banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor (menurut

Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana). Dalam Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana, dikenal pengertian dan beberapa

istilah terkait dengan bencana.

a. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan

masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam

dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga

mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan

lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

b. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh

peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh

alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung

meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah

longsor.

8

c. Bencana non-alam adalah bencana yang diakibatkan oleh

peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara

lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi,

dan wabah penyakit.

d. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh

peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan

oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok

atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.

Secara keseluruhan karakteristik bencana di Indonesia

dipengaruhi oleh posisi geologis, posisi astronomis, dan

perilaku manusianya yang menghasilkan berbagai bencana, yaitu

banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan,

angin badai, gelombang badai/pasang, gempa bumi, letusan

gunung api, kegagalan teknologi, dan wabah penyakit. (Sholeh,2012)

2.2 Jenis dan Karakteristik Bencana Alam

Jenis dan karakteristik bencana alam yang terjadi

tentunya berbeda antar satu jenis bencana dengan bencana alam

lainnya. Terkadang terdapat beberapa bencana alam yang terjadi

dalam satu kejadian seperti misalanya angin badai/ angin

topan/ puting beliung disertai dengan banjir, atau banjir

disertai dengan tanah longsor dan lainnya.Klasifikasi bencana

alam berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi tiga jenis,

yaitu :

a. Bencana Alam Geologis

9

Bencana alam ini disebabkan oleh gaya-gaya yang berasal

dari dalam bumi (gaya endogen). Yang termasuk dalam

bencana alam geologis adalah gempa bumi, letusan gunung

berapi, dan tsunami.

b. Bencana Alam Klimatologis

Bencana alam klimatologis merupakan bencana alam yang

disebabkan oleh faktor angin dan hujan. Contoh bencana

alam klimatologis adalah banjir, badai, banjir bandang,

angin puting beliung, kekeringan, dan kebakaran alami

hutan (bukan oleh manusia). Gerakan tanah (longsor)

termasuk juga bencana alam, walaupun pemicu utamanya

adalah faktor klimatologis (hujan), tetapi gejala awalnya

dimulai dari kondisi geologis (jenis dan karakteristik

tanah serta batuan dan sebagainya).

c. Bencana Alam Ekstra-Terestrial

Bencana alam Ekstra-Terestrial adalah bencana alam yang

terjadi di luar angkasa, contoh: hantaman/impact meteor.

Bila hantaman benda-benda langit mengenai permukaan bumi

maka akan menimbulkan bencana alam yang dahsyat bagi

penduduk bumi.Konsep Pengembangan Wilayah dengan

mempertimbangan Mengurangi Resiko bencana banjir dan

bencana geologis.

2.3 Pengertian Bencana Tsunami

Terdapat berbagai pengertian mengenai tsunami menurut

banyak penulis, pengertian tsunami tersebut, yakni:

10

Abdillah Rikito, Tsunami adalah gelombang air yang

sangat besar yang dibangkitkan oleh macam-macam gangguan

di dasar samudra.

Noname, Tsunami adalah gelombang transien yang

disebabkan oleh gempa tektonik ataupun oleh letusan

gunung berapi. Tsunami juga berasal kata dari bahasa

Jepang dimana artinya gelombang yang sering terjadi di

daerah-daerah pelabuhan di pantai Jepang (Tsu =

Pelabuhan dan Nami = gelombang).

Ali Nurjaya, Tsunami berasal dari bahasa Jepang. Tsu

berarti "pelabuhan", dan namiberarti "gelombang",

sehingga tsunami dapat diartikan sebagai "gelombang

pelabuhan".

Dari berbagai pengertian dari pakar-pakar tersebut, dapat

ditarik kesimpulan bahwa penegrtian dari tsunami tersebut

yakni gelombang air laut yang menggulung tinggi dengan

kecepatan yang sangat tinggi menuju daratan. Hal ini di Jepang

disebut dengan “Gelombang Pelabuhan” dimana juga berarti sama

bahwa gelombang yang menuju daratan.

2.4 Penyebab dan Dampak Tsunami

Tsunami terjadi karena adanya gangguan implusif terhadap

air laut akibat terjadinya perubahan bentuk dasar laut secara

tiba-tiba. Ini terjadi karena tiga sebab, yaitu: gempa bumi,

letusan gunung api dan longsoran (land slide) yang terjadi

didasar laut. Dari ketiga penyebab tsunami, gempa bumi

merupakan penyebab utama. Besar kecilnya gelombang tsunami

11

sangat ditentukan oleh karakteristik gempa bumi yang

menyebabkannya. Bagian terbesar sumber gangguan implusif yang

menimbulkan tsunami dahsyat adalah gempa bumi yang terjadi di

dasar laut. Walaupun erupsi vulkanik juga dapat menimbulkan

tsunami dahsyat, seperti letusan gunung Krakatau pada tahun

1883. (Harytami, 2009)

Gempa bumi di dasar laut ini menimbulkan gangguan air

laut, yang disebabkan berubahnya profil dasar laut. Profil

dasar laut iniumumnya disebabkan karena adanya gempa bumi

tektonik yang bisa menyebabkan gerakan tanah tegak lurus

dengan permukaan air laut atau permukaan bumi. Apabila gerakan

tanah horizontal dengan permukaan laut, maka tidak akan

terjadi tsunami.Apabila gempa terjadi didasar laut, walaupun

gerakan tanah akibat gempa ini horizontal, tetapi karena

energi gempa besar, maka dapat meruntuhkan tebing-tebing

(bukit-bukit) di laut, yang dengan sendirinya gerakan dari

runtuhan in adalah tegak lurus dengan permukaan laut. Sehingga

walaupun tidak terjadi gempa bumi tetapi karena keadaan

bukit/tebing laut sudah labil, maka gaya gravitasi dan arus

laut sudah bisa menimbulkan tanah longsor dan akhirnya terjadi

tsunami. Hal ini pernah terjadi di Larantuka tahun 1976 dan di

Padang tahun 1980.

Gempa-gempa yang paling mungkin dapat menimbulkan tsunami

adalah :

a. Gempa bumi yang terjadi di dasar laut.

b. Kedalaman pusat gempa kurang dari 60 km.

12

c. Magnitudo gempa lebih besar dari 6,0 Skala Richter.

d. Jenis pensesaran gempa tergolong sesar naik atau sesar

turun. Gaya-gaya semacam ini biasanya terjadi pada zona

bukaan dan zona sesar.

Berikut merupakan dampak yang diakibatkan oleh bencana Tsunami

:

Korban Jiwa

Kerusakan Infrastruktur

Rusaknya mata pencaharian

Pemerintah akan kewalahan dalam pelaksaan pembangunan

pasca bencana karna faktor dana yang besar

2.5 Upaya Penanganan Tsunami yang sudah ada

Menurut Dwi Jokowinarno (2009) upaya meminimalisir dampak

dari bencana tsunami yakni dengan cara mitigasi. Dimana

mitigasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi atau

meminimalkan potensi dampak negatif dari suatu bencana.

Terdapat 6 (enam) langkah yang bisa diupayakan dalam melakukan

mitigasi bencana tsunami

1. Melakukan upaya-upaya perlindungan kepada kehidupan,

infrastruktur dan lingkungan pesisir.

2. Meningkatkan pemahaman dan peran serta masyarakat pesisir

terhadap kegiatan mitigasi bencana gelombang pasang.

3. Meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana.

13

4. Meningkatkan koordinasi dan kapasitas kelembagaan

mitigasi bencana.

5. Menyusun payung hukum yang efektif dalam upaya mewujudkan

upaya-upaya mitigasi bencana yaitu dengan jalan

penyusunan produk hukum yang mengatur pelaksanaan upaya

mitigasi, pengembangan peraturan dan pedoman perencanaan

dan pelaksanaan bangunan penahan bencana, serta

pelaksanaan peraturan dan penegakan hukum terkait

mitigasi.

6. Mendorong keberlanjutan aktivitas ekonomi dan peningkatan

kesejahteraan masyarakat pesisir melalui melakukan

kegiatan mitigasi yang mampu meningkatkan nilai ekonomi

kawasan, meningkatkan keamanan dan kenyamanan kawasan

pesisir untuk kegiatan perekonomian.

Sedangkan mitigasi menurut Danny (2007) adalah dengan

melakukan beberapa hal sebagai berikut :

1. Mengupayakan pengetahuan yang” up to date” tentang

potensi sumber bencana alam, baik pengetahuan dasar

ataupun peta potensi bencana dan detil teknis yang

efektif dan efisien untuk pelaksanaan mitigasinya

2. Membuat program nasional jangka panjang untuk menggalakan

riset dibidang kebencanaan, terus menerus meng-update

database potensi sumber bencana dan juga peta-peta

kebencanaan.

14

3. Melaksanakan pemantauan (sumber) bencana alam yang

berbasis pengetahuan kebencanaan yang memadai.

4. Melakukan pemantauan ini mencakup: jaringan seismometer &

GPS pemantau proses gempabumi, jaringan pemantau cuaca,

jaringan sensor pemantau gunung api, jaringan sensor

pemantau gerakan tanah, jaringan sensor pemantau banjir.

5. Menambahkan pendidikan dan pengetahuan untuk para pejabat

pemerintahan dan petugas pelaksana penanggulangan bencana

dan juga untuk masyarakat umum untuk membangun kesiapan

masyarakat dan sarana-fasilitasnya dalam mengurangi efek

bencana di masa datang dan menyiapkan pelaksanaan kondisi

darurat apabila bencana terjadi, usaha rehabilitasi, dan

rekonstruksi.

6. Meningkatkan kesiapan manajemen dan infrastruktur apabila

bencana terjadi, yaitu untuk membantu pelaksanaan

evakuasi, tindak tanggap darurat, rehabilitasi,dan

rekonstruksi. Usaha ini meliputi misalnya: pelebaran atau

pembuatan jalan-jalan untuk membantu evakuasi, membuat

bangunan khusus untuk tempat berlindung bagi masyarakat

dari tsunami, menyiapkan sarana-fasilitas untuk membantu

korban dalam situasi tanggap darurat, menyiapkan bahan

makanan ditempat yang aman dan strategis untuk para

korban, dsb.

7. Melakukan rencana pembangunan dan pengembangan wilayah

yang aman bencana alam. Dalam hal ini berarti

mengantisipasi dimana saja daerah yang padat penduduk dan

15

infrastruktur yang sudah kadung berada di daerah rawan

bencana. Kemudian untuk selanjutnya tidak lagi

mengembangkan suatu daerah tanpa memperhitungkan resiko

bencana alam.

8. Good governance dalam sistem manajemen penanggulangan

bencana

16

BAB III

GAMBARAN UMUM

3.1 Kondisi geografis

Secara geografis daerah Aceh adalah Provinsi Aceh

terletak di bagian barat Indonesia tepatnya di bagian ujung

Pulau Sumatera. Provinsi Aceh terletak antara 2°- 6° lintang

utara dan 95°– 98° lintang selatan, dengan ketinggian rata-

rata 125 meter diatas permukaan laut dengan Ibukota berada di

Banda Aceh. Provinsi ini memiliki luas wilayah 56.758,85 km2

atau 5.675.850 Ha dengan wilayah lautan sejauh 12 mil seluas

7.479.802 Ha. Secara administrative, Provinsi Aceh memiliki 18

kabupaten dan 5 kota. Keberadaan Provinsi Aceh memiliki lokasi

yang menjadi pintu gerbang lalu lintas perdagangan Nasional

dan Internasional. Provinsi Aceh memiliki batas-batas wilayah,

sebagai berikut :

- Di sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka

- Di sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia

- Di sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka

- Di sebelah selatan berbatasan dengan Propinsi Sumatera Utara

3.2 Bencana Tsunami di Provinsi Aceh

Bencana tsunami di Aceh terjadi pada 26 Desember 2004.

Tsunami yang terjadi ditimbulkan oleh gempa bumi berkekuatan

9,3 SR yang berpusat di 3,3 LU - 95,98 BT. Gempa bumi tersebut

tidak hanya menyebabkan tsunami, namun juga menimbulkan

17

getaran kuat sehingga membuat patahan sepanjang ± 1200 km yang

membentang dari Aceh sampai ke Andaman India. (BMKG, 2010)

Tragedi tsunami akhir tahun 2004 ini, merujuk pada data

dari BNPB terdapat 173.741 jiwa yang meninggal dan 116.368

orang dinyatakan hilang, sedangkan di Provinsi Sumatera Utara

terdapat korban meninggal sebanyak 240 jiwa. (BMKG, 2010) Dan

menurut PBB, tsunami Samudra Hindia menjadi gempa dan Tsunami

terburuk 10 tahun terakhir.

3.3 Dampak dari Bencana Tsunami

Setelah terjadi gelombang tsunami, hal ini menimbulkan

berbagai dampak pada Provinsi Aceh. Pada gambar dibawah ini

merupakan penampang yang diambil dengan cita satelit pada saat

Aceh belum terkena tsunami dan setelah terkena tsunami.

Gambar 3 Sebelah kiri Aceh sebelum Tsunami Aceh, sebelah kanan

Sesudah Tsunami Aceh

Sumber : BMKG, 2004

Bencana tsunami menimbulkan berbagai dampak yang negative

terhadap berbagai aspek, seperti lingkungan, ekonomi, dan lain

sebagainya. Wilayah pesisir Aceh mengalami kerusakan dan

perubahan garis pantai dan lahan serta kerusakan berbagai

18

ekosistem mangrove dan terumbu karang. Selain lingkungan juga

banyak fasilitas umum yang hilang dan rusak akibat sapuan dari

tsunami itu sendiri. Kota di Provinsi Aceh yang diperkirakan

mengalami kerusakan terparah adalah kota Meulaboh. (BRR, 2006)

Kerugian yang dihasilkan dapat mencapai sekitar Rp 13,4

triliun. Dengan bencana ini juga menimbulkan konflik mengenai

kepemilikan lahan karena hilangnya batas kepemilikan lahan.

Selain batas lahan, jaringan jalan juga terputus. Sekitar 3000

km jaringan jalan rusak sehingga tidak dapat digunakan lagi

untuk sarana transportasi. Sekitar 120 jembatan besar serta

1500 jembatan kecil juga telah hanyut dan tidak dapat lagi

digunakan. Serta terdapat 4000 sambungan telepon yang rusak.

(BRR, 2006)

19

BAB IV

ANALISIS

4.1 Alat Analisis

Proses patahan bumi yang pecah dan bergerak tiba-tiba

pada waktu gempa besar menimbulkan goncangan yang sangat keras

di daerah sumber dan sekitarnya. Goncangan ini tentunya dapat

menimbulkan kurasakan pada lingkungan hidup manusia. Apabila

gempa bumi terjadi di bawah laut maka pengangkatan dasar laut

yang terjadi menyebabkan terjadinya tsunami. Tsunami berbeda

dengan gelombang laut biasa. Gelombang laut biasa terjadi

karena tenaga arus angin di atas sehingga hanya bagian atas

dari badan air saja yang bergerak.

Gelombang tsunami menggerakan seluruh badan air dan

dengankecepatan yang sangat tinggi. Dilaut dalam kecpatan

gelombang tsunami mencapai 700 km/jam. Makin mendekat ke

pantai, laut makin dangkal sehingga kecepatannya berkurang,

namun hal ini membuat amplitudo gelombang semakin besar. Oleh

karena itu tsunami bisa sangat berbahaya, walaupun dengan

tingi gelombang yang hanya 1-3 meter sama seperti gelombang

badai biasa tapi daya momentumnya jauh lebih besar. Efek

terjangan tsunami dapat menimbulkan kerusakan hebat pada

lingkungan alam dan lingkungan hidup manusia seperti yang

terjadi tsunami Aceh tahun 2004. Berdasarkan katalog gempa

(1629 – 2002) di Indonesia pernah terjadi tsunami sebanyak 109

kali, yakni 1 kali akibat longsoran (landslides), 9 kali

akibat gunung berapi dan 98 kali akibat gempa bumi tektonik.

Gempa yang menimbulkan tsunami sebagian besar berupa gempa

20

yang mempunyai mekanisme fokus dengan komponen dip-slip, yang

terbanyak adalah tipe thrust (Flores, 1992) dan sebagian kecil

tipe normal (Sumba, 1977). Gempa dengan mekanisme fokus strike

slip kecil sekali kemungkinan untuk menimbulkan tsunami.

Berdasarkan pengamatan dan survai lapangan yang telah

dilakukan, gelombang tsunami telah masuk sejauh tidak kurang

dari dua kilometer di banyak bagian yang morfologinya relatif

datar seperti kota~kota Banda Aceh dan Meulaboh. Aspek

morofologi yang relatif datar ini akan menjadi bagian penting

bagi pertimbangan pembangunan kembali Aceh pasca bencana gempa

dan tsunami.

Gambar 4 Sumber Gempa Bumi di Lepas Pantai Barat Sumatera

Bencana di Aceh memberikan pelajaran beberapa aspek

penting yang perlu dipelajari dan diperhatikan dalam

pembangunan kembali Aceh pasca bencana tsunami. Aspek penting

tersebut adalah didasarkan atas:

21

Kajian tingkat kerusakan, pemetaan daerah terkena tsunami

dan kondisi fisik dan ekologis kawasan pesisir pasca

bencana tsunami.

Pemetaan kembali wilayah pesisir terutama akibat adanya

penurunan daratan kawasan pesisir

Pembuatan zonasi kerentanan multibencana (gempa, tsunami,

banjir, longsor dan lain-lain).

Aspek pendidikan bencana

Dalam penataan ruang tidak hanya berkaitan dengan

perencanaan dan pemanfaatan ruang, tetapi juga pengendalian

pemanfaatan ruang, termasuk pengendalian terhadap kemungkinan

terjadinya bencana, sehingga mampu berkontribusi dalam

pengurangan resiko bencana. Hal ini dapat dilakukan melalui

pengakomodasian kajian dan pemetaan zona kebencanaan sebagai

salah satu dasar dalam merumuskan struktur dan pola ruang

dalam RTRW. Tidak sekedar menempatkan kawasan rawan bencana

sebagai salah satu zona, tetapi juga menempatkan kawasan

budidaya dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya

bencana pada kawasan tersebut.

Dalam penentuan pola dapat juga dilakukan dengan melihat

daya dukung dan daya tampung dari lingkungan tersebut. Dalam

analisis mengenai hal ini dapat dilakukan dengan

mengklasifikasikan berbagai lahan yang terdapat disana sesuai

dengan klasisfikasi kemampuan lahan.

22

Pada dasarnya kebencanaan merupakan suatu aspek yang

tidak dapat terpisahkan dengan ilmu perencanaan wilayah dan

kota sendiri. Bencana yang terjadi karena adanya pertemuan

antara Hazard dan Vulnerability, bukanlah sesuatu hal yang

sama sekali tidak dapat dihindari atau paling tidak

diminalisir dampaknya. Resiko dari terjadinya bencana pun akan

semakin meningkat ketika tidak adanya kapasitas yang dimiliki

oleh masyarakat di daerah tersebut.

Risk=Hazard×VunerabilityCapacity

Ket :

Risk : Indeks resiko bencana

Hazard : Bahaya

Vulnerability : Kerentanan

Capacity : Kemampuan

Upaya menempatkan pengurangan resiko bencana sebagai

investasi pembangunan dalam kerangka yang lebih luas, taat

azas, mengikat dan berkelanjutan adalah menempatkan substansi

pengurangan resiko bencana ke dalam kebijakan Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW). Penataan Ruang Berbasis Bencana

dimaksudkan sebagai penataan ruang yang memuat pengurangan

resiko bencana sebagai dasar dalam alokasi pemanfaatan ruang

bagi pembangunan. Dalam hal ini, dapat diintegrasikan dengan

gagasan Penataan Ruang Istimewa. Jadi penataan ruang istimewa

bukan sekedar penataan ruang wilayah yang mengakomodasi ruang-

23

ruang keistimewaan, tetapi juga berbasis pada pengurangan

resiko bencana.

4.2 Hasil Analisis

Dalam kasus Aceh sendiri, untuk pengembangan wilayahnya

sendiri diperlukan untuk mengetahui lokasi mana saja yang

merupakan kawasan yang memiliki resiko bencana tsunami tinggi,

sedang, maupun rendah. Dalam hal ini untuk Provinsi Aceh

menurut resiko terjadinya tsunami akan dijelaskan pada gambar

Gambar 5 Peta Zona Rawan Bencana Provinsi Aceh

Ket :

Warna merah : resiko tinggi

Warna kuning : resiko sedang

Warna hijau : resiko rendah

24

Sehingga dapa disimpulkan bahwa abupaten yang memiliki resiko tinggi yakni Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Pidie. Sedangkan untuk yang beresiko sedang yakni kabupaten Calang, Aceh Barat, Sumeulue, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Singkil, Bireuen, Langsa Kota, Aceh Utara, dan Aceh Timur. Untuk kabupaten yang memiliki resiko bencana rendah yakni kabupaten Aceh Tenggara, Aceh Tengah, dan Gayo Lues.

25

BAB V

KONSEP PENANGANAN

5.1 Macam Konsep Penanganan

Pengurangan resiko bencana, atau lebih populer dengan

mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi

risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun

penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman

bencana. Pengertian ini menunjukkan bahwa pengurangan resiko

bencana bersifat preventif dan harus diletakkan pada aktivitas

yang berkelanjutan melalui instrumen yang mengikat bagi pelaku

pembangunan. Instrumen ini berperan sebagai guidence

pembangunan sekaligus memastikan bahwa secara substansial

memuat rekomendasi pemanfaatan ruang yang mampu mengurangi

resiko bencana. Hal ini menunjukkan bahwa investasi

pengurangan resiko bencana dapat diletakkan melalui penataan

ruang.

Hingga kini terdapat berbagai kesulitan untuk

mengintegrasikan aspek kebencanaan didalam perencanaan tata

ruang. Tanpa kita sadari permukiman sudah banyak terbangun di

perbukitan yang rawan longsor ataupun banjir. Seperti bangun

dari tidur, pada akhirnya muncul berbagai program atau

kegiatan mitigasi baik struktural maupun non-struktural untuk

menghadapi permasalahan tersebut. Karena bukanlah hal yang

mudah untuk merelokasi permukiman yang sudah terbangun di

suatu tempat ke area lain yang dianggap relatif lebih aman

terhadap bencana. Berbagai program atau kegiatan mitigasi

bencana tersebut menjadi suatu pengungkit tersendiri yang

26

diharapkan mampu mengurangi kerentanan ataupun meningkatkan

kapasitas.

Ada beberapa mitigasi bencana yang dapat di lakukan dalam

mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat bencana gempabumi

dan tsunami, yaitu :

a. Hazard Assessment (Mengadakan analisis bahaya yang akan

ditimbulkan)

Gempa bumi berakibat langsung dan tak langsung. Akibat

langsung adalah getaran, bangunan rusak/roboh, gerakan

tanah (tanah terbelah, bergeser), longsor, liquification

(berubah sifat menjadi cairan), tsunami dan lain-lain.

Sedangkan akibat tidak langsung adalah gejolak sosial,

kelumpuhan ekonomi, wabah penyakit, gangguan ekonomi,

kebakaran dan lain-lain. Sebenarnya akibat gempa ini

tergantung dari kekuatan gempa dan lokasi kejadian.

Lokasi kejadian apakah di kota, di desa atau di hutan,

tentunya tingkat bahaya akan lebih tinggi bila terjadi di

kota.

b. Sistem Peringatan Dini Tsunami di Indonesia

Untuk melaksanakan mitigasi bencana , salah satu tindakan

adalah membuat suatu sistem peringatan dini. Seperti kita

ketahui bahwa gempabumi dan tsunami yang terjadi di Aceh

yang lalu telah menalan banyak korban dan keruskan di

berbagai negara dan Indonesia mengalami dampak paling

parah.

27

Prinsip dasar pembangunan Sistem Peringatan Dini Tsunami

adalah bahwa ada selang/jeda waktu antara terjadinya

gempabumi dengan tsunami. Jeda waktu antara kejadian

gempabumi dengan tsunami yang tiba dipantai terjadi

karena dalam pembentukan tsunami perlu proses dan adanya

perbedaan kecepataan antara gelombang gempaumi dengan

tsunami. Kecepatan gelombang gempabumi jauh lebih cepat

dibandingkan dengan gelombang tsunami. Sehingga gelombang

gempabumi akan lebih dahulu sampai di pantai dibandingkan

gelombang tsunami.

Saat ini BMG telah mengoperasikan system TREMORS (Tsunami

Risk Evaluation Through Seismic Moment from a Real-time

System) untuk mendeteksi gempa bumi yang menimbulkan

tsunami . Namun belum efektif, karena informasi yang

keluar lebih dari 30 menit setelah gempabumi terjadi. Hal

ini karena TREMORS bekerja berdasarkan pembacaan waktu

tiba gelombang primer, gelombang sekunder, gelombang

permukaan dan amplitudo. Hal ini menyebabkan sistem ini

tidak efektif sebagai peringatan dini tsunami lokal

c. Educational Program (Program Pendidikan)

Pengetahuan dan pemahaman mengenai bencana alam sangat

penting untuk semua lapisan masyarakat, sehingga perlu

dimasukan dalam program pendidikan sejak usia dini atau

sejak pendidikan dasar. Sebelum resmi masuk di dalam

kurikulum pendidikan maka BMG Wilayah I telah melakuakn

sosialisasi tentang peningkatan pemahaman masyarakat ini

ke sekolah-sekolah di Sumatera Utara, tujuannya adalah

28

agar siswa paham bahwa di wilayah Indonesia khususnya

Sumatera Utara ini merupakan daerah yang rawan bencana

alam. Sejak dini para siswa diharapakan mampu

mengantisipasi bila bencana datang agar dampak bencana

dapat diminimalkan.

d. Land Use Manajemen

Dalam penggunaan lahan juga sangat perlu diperhatikan

kemungkinan terjadi bencana. Misalnya: untuk mengurangi

laju arus tsunami di pinggir pantai perlu

dipelihara/ditanam tanaman yang mampu mengurangi laju

gelombanga tsunami, mislanya mangrove harus tetap

dipertahankan, menanam pohon-pohon dengan skala luas di

sekitar pantai dsb.

e. Building Code

Building Code pada prinsipnya membangun bangunan tahan

gempa, berdasarkan zonasi tingkat kerawanan gempa atau

percepatan tanah. Dari zona-zona kerawanan gempa tersebut

bangunan akan dirancang bangunan bagaimana yang harus

tahan gempa.

5.2 Konsep Penanganan Provinsi Aceh

Dengan demikian, dapat diberikan konsep untuk penanganan

resiko bancana di Provinsi Aceh dengan membedakan pembangunan

berdasarkan pemetaan resiko yang ada di Provinsi Aceh yang

telah dibahas pada bab sebelumnya. Kabupaten yang beresiko

tinggi yakni Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Pidie dapat

29

dikembangkan untukmenjadi kawasan yang dimonan akan kegiatan

konservasi, seperti mangrove. Untuk bangunan dapat juga

dibentuk dengan menggunakan rumah cde, sehingga lebih aman dan

nyaman. Sedangkan untuk yang beresiko sedang yakni kabupaten

Calang, Aceh Barat, Sumeulue, Nagan Raya, Aceh Barat Daya,

Aceh Selatan, Singkil, Bireuen, Langsa Kota, Aceh Utara, dan

Aceh Timur dapaat dikembangkan untuk menjadi wilayah

pariwisata dan permukiman. Namun untuk menjaga wilayah

tersebut untuk tetap aman, pembangunan juga harus selalu

meninjau kembali zona sempadan pantai yang layak untuk diberi

bangunan permanen.. Untuk kabupaten yang memiliki resiko

bencana rendah yakni kabupaten Aceh Tenggara, Aceh Tengah, dan

Gayo Lues. Untuk wilayah kabupaten ini merupakan kabupaten

yang tidak bersebalah secara langsung dengan laut. Sehingga

untuk pembangunan sebaiknya dipusatkan untuk berada disini

karena resiko terkenqa bencana yang rendah.

30

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Dari berbagai pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa :

1. Terdapat tiga (3) penyebab bencana, social, alam,

nonalam. Bencana alam tidak dapat di cegah

untukterjadinya namun resiko yang dihasilkan dapat

diminimalisir.

2. Untuk memperkecil resiko dari bencana alam itu sendiri

dapat dilakukan dengan pembangunan wilayah yang meninjau

kerawanan terhadap bencana.

3. Provinsi Aceh sendiri merupakan provinsi yang pernah

terkena bencana tsunami.

4. telah ada peta resiko bencana yang membagi kota-kota di

Provinsi Aceh yang merupakan kawasan resiko tinggi,

sedang, dan rendah.

5. Untuk pembangunan kembali Provinsi Aceh harusnya

dilandasi dengan melakukan analisis kerawanan bencana.

6.2 Lesson Learned

Hal yang dapat dipelajari dari penjelasan makalah ini

adalah bencana alam tidak harus menjadi musuh bagi manusia.

Bencana alam memang tidak dapat dicegah namun dapat

meminimalisir reaiko yang didapatkan dengan pembangunan

31

wilayah yang memperhatikan kerentanan terhadap bencana alam

itu sendiri.

32

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, A., & Ma'rif, S. (2014). Arah Perkembangan Kawasan Perumahan Pasca Bencana Tsunami di Kota Banda Aceh. Jurnal Teknik PWK , 274-284.

BMKG. (2010). Gempabumi & Tsunami 26 Desember 2004. Retrieved Mei 24, 2015, from Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika: https://inatews.bmkg.go.id/new/about_inatews.php?urt=2

BRR. (2006). Aceh and Nias Two Years After the Tsunami. New York: Progress Report.

Harytami. (2009, Maret 5). TSUNAMI, PENYEBAB DAN AKIBATNYA. Retrieved Mei 25, 2015, from Harytami3’s Blog: https://harytami3.wordpress.com/2009/03/05/tsunami-penyebab-dan-akibatnya/

Rosyidie, A. (2006). Dampak Bencana Terhadap Wilayah Pesisir Belajardari Tsunami Aceh. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota , 63-81.

Sholeh, M. (2012, Januari 21). KARAKTERISTIK BENCANA DI INDONESIA DAN IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN WAWASAN KEBENCANAAN DI SEKOLAH. Retrieved Mei 25, 2015, from Muh. Sholeh: http://muhsholeh.blogspot.com/2012/01/karakteristik-bencana-di-indonesia-dan.html

Tugino. (2015). Peristiwa Alam Beserta Dampaknya. Retrieved Mei 23, 2015, from Media Belajar: http://mastugino.blogspot.com/2012/11/peristiwa-alam-beserta-dampaknya.html

Yulianto, E., Kusmayanto, F., Supriyatna, N., & Dirhamsyah. (2007). Pembelajaran dari Tsunami Aceh dan Pangandaran. Retrieved Mei 18, 2015, fromSelamat Dari Bencana Tsunami: http://www.gitews.org/tsunami-kit/id/E5/sumber_lainnya/Selamat%20dari%20bencana%20tsunami.pdf

33