Telaah Pembangunan Ekonomi - Jurnal Universitas Islam ...

13
^ySuondiiMiendrieJ^TeletahPembangunatt Ekcmomi ISSN 1410 - 2641 Telaah Pembangunan Ekonomi Indonesia 'EdySuandi 9{atmd— Ov{'B ^Hendrie Abstrak Dalam tiga dasawarsa terakhir kinerja perekonotnian Indonesia nienunjukkan prestasiyangaiknpmcngagumkan.sehinggatcrmasukdalatnHi^hreTformingAsian Economies (HPAEs). Namun dctnikian, masih tcrdapal bebcrapa niasalah yang ctikup pelik, sepcrti tingginya tinghil pengangguran, distribusi pendapatan yang scmakin timpang, angka kcjniskinan yang cukup besar, serta hulang luar negcriyang sampai pada "lampu merab". Dalam kancah internasional daya saing Indonesia menduduki posisi yang rendah, dan bahkan pada tabun 1996 cendcrung turun. IO:bijakan pemerintah untuk meningkatkan daya saing ekonotni sclatna ini sering kurang sistematis dan strategis, serta tidakkonsisten. Masih rumitnya pennasalahan ekonomi dalam negeri di satu sist, dan tuntutan pcrdagangan bebas di sisi Iain, telah menempatkan Indonesia pada posisi yang dUematis. Konflik antara kepcntingan P^J^^ntaandenganpertumbHban,kepentingandomcstikdan internasionalmerupakan contoh dilema yang tak mudab dipecahkan. Dibutuhkan suatu tekadyang kuat serta usaha yang konsisten dengan discrtai kebijakan strategis untuk dapat sunnve di masa depan. Walaupun kemerdekaan Indonesia pertumbuhan ekonomi. Kenyataan ini telah memasuki usia lebih dari 50 tahun, disebabkan oleh:' namun pembangunan ekonomi yang (1)Pembangunan polilik (national and membenkan^rbaikansecarasinifikanbaru character building) lebih mendominasi terjadi setelah pemerintah Orde Baru. Hal daripada pembangunan ekonomi. ini bukan berarti tidak adanya (2)Pembiayaan pemerintah dibiayai lebih pembangunan ekonomi pada masa Orde dengan mencetakuangsendiri daripada Lama, tetapi pada masa itu kebijakan pajak dan pinjaman. Akibatnya teriadi pembangunan gagal membawa kemajuan hyperinflasi (lebih dari 600 persen). •) Penulis adalah dos«n tetap pada Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia Mudrajad Kuncoro, "Structural Adjusment in Indonesia: aSurvay of Recent Development", Kelola Cndjah Mada Bussmes Revwip. Yogyakarta. No. 5/III/Januari 1994. Lihal pula HW Arndt, (1991), Pittibausuimi Ekcniomi htdottesia: Pandangan Seorattg Tetangga, Yogyakarta, GadjaJi Mada University Press, Bab 4. JEP Vol. 2, No. 1,1997

Transcript of Telaah Pembangunan Ekonomi - Jurnal Universitas Islam ...

^ySuondiiMiendrieJ^TeletahPembangunatt Ekcmomi ISSN •1410 -2641

Telaah Pembangunan EkonomiIndonesia

'EdySuandi 9{atmd— Ov{'B ^Hendrie

AbstrakDalam tiga dasawarsa terakhir kinerja perekonotnian Indonesia nienunjukkan

prestasiyangaiknpmcngagumkan.sehinggatcrmasukdalatnHi^hreTformingAsianEconomies (HPAEs). Namun dctnikian, masih tcrdapal bebcrapa niasalah yangctikup pelik, sepcrti tingginya tinghil pengangguran, distribusi pendapatan yangscmakin timpang, angka kcjniskinan yang cukup besar, serta hulang luar negcriyangsampai pada "lampu merab". Dalam kancah internasional daya saing Indonesiamenduduki posisi yang rendah, dan bahkan pada tabun 1996 cendcrung turun.IO:bijakan pemerintah untuk meningkatkan daya saing ekonotni sclatna ini seringkurang sistematis dan strategis, serta tidakkonsisten. Masih rumitnya pennasalahanekonomi dalam negeri di satu sist, dan tuntutan pcrdagangan bebas di sisi Iain, telahmenempatkan Indonesia pada posisi yang dUematis. Konflik antara kepcntinganP^J^^ntaandenganpertumbHban,kepentingandomcstikdan internasionalmerupakancontoh dilema yang tak mudab dipecahkan. Dibutuhkan suatu tekadyang kuat sertausaha yang konsisten dengan discrtai kebijakan strategis untuk dapat sunnve di masadepan.

Walaupun kemerdekaan Indonesia pertumbuhan ekonomi. Kenyataan initelah memasuki usia lebih dari 50 tahun, disebabkan oleh:'namun pembangunan ekonomi yang (1)Pembangunan polilik (national andmembenkan^rbaikansecarasinifikanbaru character building) lebih mendominasiterjadi setelah pemerintah Orde Baru. Hal daripada pembangunan ekonomi.ini bukan berarti tidak adanya (2)Pembiayaan pemerintah dibiayai lebihpembangunan ekonomi pada masa Orde dengan mencetakuangsendiri daripadaLama, tetapi pada masa itu kebijakan pajak dan pinjaman. Akibatnya teriadipembangunan gagal membawa kemajuan hyperinflasi (lebih dari 600 persen).

•)Penulis adalah dos«n tetap pada Fakultas Ekonomi Universitas Islam IndonesiaMudrajad Kuncoro, "Structural Adjusment in Indonesia: aSurvay of Recent Development", Kelola Cndjah Mada

Bussmes Revwip. Yogyakarta. No. 5/III/Januari 1994. Lihal pula HW Arndt, (1991), Pittibausuimi Ekcniomi htdottesia:Pandangan Seorattg Tetangga, Yogyakarta, GadjaJi Mada University Press, Bab 4.

JEP Vol. 2, No. 1,1997

ISSN: 1410 - 2641 'EdySvandiiH&M'B •JiendneA,Tehah Pembm$mcm Ekmomi

ketimpangan neraca pembayaran, danpenumnan output hampir di semuasektor produksi.

Dengan keadaan struktur daninfrastruktur pembangunan yang kurangmemadai, pemerintah Orde Baru segeramengadakan program stabilisasi danpenyesuaian pembangunan. Pemerintahbaru ini sangat menekankan stabilitasnasional sebagai prasyarat pembangunanekonomi. Pokok-pokok kebijakan yangdilakukan saat itu antara lain:^(1)Membebaskan sistem pengawasan

devisa

(2) Menerapkan prinsip anggaran dinamissebagai pengendali inflasi

(3)Membuka kran investasi luar negerilangsung

(4)Mendirikan IGGI (Inter GovcrmentalGroup for Indonesia) tahun 1967, yaitusuatu konsorsium negara donor yangbertugas menghimpun pinjaman luarnegeri bagi Indonesia.

Dengan dukungan situasi politikyangcukupstabil danadanyao// boom padaawal tahun 1970-an hingga awal 1980-an,maka telah membuka peluang yang sangatbaik untuk pembangunan ekonomi.Namun, di sisi lain ketergantunganpembangunanIndonesiapada hasilminyakbumi dan gas (migas) ini telahmeningkatkan sensitifitas ekonomi Indonesia terhadap fluktuasi perekonomianinternasional.

PRESTASI PEMBANGUNAN EKONOMIDalam tiga dasawarsa terakhir ini

Indonesia menunjukkan prestasipembangunan ekonomi yang cukupmengagumkan. Berbagaiindikator makroekonomi yang ada menunjukkan bahwa

JEP Vol. 2, No. 1,1997

telah terjadi lompatan pembangunanekonomi. Bersama beberapa negara di Asialainnya, Indonesia mendapatsebutan TheHigh Performing Asian Economies (HPAEs),yaitukelompoknegara-negaradiAsiayangmemiliki kinerja ekonomi "ajaib".^ Secararingkas prestasi pembangunan ekonomiIndonesia itu sebagai berikut:Pertama,tingkatpendapatan nasionaldan lajupertumbuhan ekonomi aikup tinggi. Selamatiga dasawarsa terakhir pertumbuhanekonomi telah jauh melampaui lajupertumbuhan penduduk. Iniberarti secarariil pendapatan perkapita masyarakatmengalami peningkatan, ataukesejahteraan masyarakat secara umummembaik. Laju pertumbuhan pendudukselama ini hanya berkisar dua persen,sedangkanlaju pertumbuhan ekonominyaselalu di atas lima persen per tahun.

Pada awal pembangunan (1969)pendapatan perkapita Indonesia hanyamencapai US$ 70, tahun 1989 menaikmenjadiUS$500 dan pada tahun 1994 telahmeningkat menjadi US$ 900. Lajupertumbuhan pendapatan perkapitaselama periode 1965-1989 rata-rata 4,4persen per tahun. Laju pertumbuhanekonomiselamaperiode 1965-80mencapairata-rata 7,0 persen, sedangkan untukperiode 1980-1989 turun menjadi rata-rata5,3 persen. Angka pertumbuhan inimengalami kenaikan tajampada era 1990-an ini, yaitu tahun 1994 mencapai 7,48persen dan tahun 1995 sebesar 8,07%.

^Mudrajad Kuncoro, Op cil, hal. 86^World Bank,(1993), TheEastAsian Miracle:Economic

Growth and Public Policy, Singapore, Oxford UniversityPress, hal xxviii.

17

TdaahPembangunan Ekonomi 1594:1410-2641

TabellIndikator EkonomiBeberapaNegara Asia Pasifik

Pertumbuhan Pertumbuhan Pertumbuhan PertumbuhanNAMA CNP/KAP CNP/KAP GDP GDP GDP EKSPORNEGARA 1965-89 1989 1965-80 1980-89 1996 (milyarS)

Hongkong 6,3(%) 10.350 8,6(%) 7,1(%) 5,0(%) 38,87Indonesia 4,4- 500 7,0 5,3 8,07 11,21Korea Sel. 7,0 4.400 9,9 9,7 9,2 33,38Malaysia 4,0 2.160 7,4 4,9 9,2 18,56Philipina 1,6 710 5,9 0,7 5,6 4,45Singapura 7,0 10.450 10 6,1 8,3 29,69Thailand 4,2 1.220 7,3 7,0 8,6 13,88

Sumber: World Bank (1991), PEER (Juli, 1996)

Tingkat pertumbuhan ini berartimelampaui target pertumbuhan rata-ratauntuk PELITA VI, yaitu 7,1 persen.

Namun demikian, jika dicermatiangka-angka pertumbuhan ini masihtertinggal dibandingkan dengan paranegara tetangga di Asia (Asia Timur),kecuali Philipina. Diantara negara-negaraHPAEs saat ini Indonesia masih memiliki

pendapatan perkapita yang terendah.Meskipun pada tahun 1995 pendapatanperkapita Indonesia sebesar US$ 978,namun masih termasuk dalam lower middle

income group. Untuk naik ke jenjanguppermiddle income group Indonesia harusmenaikan pendapatan perkapitanya minimal US$ 2786.^ Di kawasan ASEAN saat inibaru Singapura, Bruneidan Malaysiayangtermasuk dalam kelompok ini, sedangkanThailand yang kini memiliki pendapatanperkapita sebesar US$ 2210 diperkirakanakannaikkekelompokini tiga-empattahunlagi.Kedua, transformasi struktural dalampembangunan ekonomi Indonesia juga sudah

18

terjadi, khususnya jika dilihat dari kontribusisektoral atas Produk Domestik Bruto (PDB).Jika sebelumnya sektor pertanianmendominasi output nasional, maka kinikontribusi terbesar adalah sektor industri.

Proses inisejalandengan pengalaman yangterjadi di negara-negara maju, dimana padaawal pembangunan sektor agraris atauprimer yang mendominasi, dan selanjutnyaposisi ini digantikan oleh peran sektorindustri dan jasa. Pada tahun 1970kontribusi sektor pertanian masih 47,5persen, dan pada tahun 1995 angka initelah berubah menjadi 17,19persen. Di sisilain sektor industri yang semula hanyaberperan 8,1 persen pada tahun 1970 kinimenjadi 24,28 pada tahun 1995.Ke\igci, jumlah pendudukmiskin tcrhadaptotal jumlah penduduk telah semakin menurun.Meskipun secara absolut masih besar,jumlah penduduk miskin selama

upper middle incomegroupadalahnegara-neganyangmemtUki pendapatan perkapitasebesarUS$2.786hinggaUSS 8.625. Kriteria ini digunakan oleh World Bank.

JEP Vol. 2, No. 1,1997

ISSN: 1410 - 2641 'EdyJuMu(iif{& '̂B 9latdfieA,Telaah Pembangunan Ekonomi

seperempatabadinitelahmenurundari70jutaorang(60 persen dari total penduduk)padatahun1970,menjadi 25,9persen (13,71)pada tahun 1992. Berbagai proyek dankebijakan terusdilakukanolehpemerintahdan non pemerintah untuk mengurangiangka kemiskinah ini.Keempat, stabilitas harga semakin terkendali.Meskipundibandingkan dengan beberapanegara AsiaTimur lainnya inflasi Indonesiacukup tinggi, tetapisecaraumummasihdapat dikatakan rendah. Jika pada masalalu selalu dl atas dua digit, bahkan tahun1966mencapai 600persen, maka beberapatahun terakhir rata-rata dibawah dua digitDalam tahun 1993 dan 1994 tingkat inflasiadalah 9,77 persen, sedangkan tahun 1995angka ini menurun menjadi 8,69 persen.Kelima, neraca pembayaran semakin favourable.Walaupundefisitneracaberjalan masihcukup besar, namun jauh lebih baikdibandingkan masa lalu.^ Dilihat daristruktur komoditasnya juga semakin baik,artinya jika sebelumnya didominasi olehsektor pertanian dan ekstraktif, maka kiniperanan industri semakin besar.

BEBERAPA PROBLEMATIKA MASAKINI

Jika melihat prestasi pembangunandari sisi pertumbuhan ekonomi sajanampakbahwaIndonesiamemilikiprestasiyangmengagumkan. Namun demikianhalini bukan berarti tak dijumpaiproblematika. Pertumbuhan ekonomi,sekalipun secara riil (pertumbuhanekonomi minus pertumbuhan penduduk)memang merupakan salah satu indikatorkeberhasilan pembangunanekonomi suatubangsa, namun pertumbuhan ekonomibukan satu-satunya indikator. Bahkan,

JEPVol.^No.l, 1997

validitas indikator ini telah banyakdipertanyakan baikolehkalanganekonommaupun non ekonom.

Pertumbuhan ekonomi jelas sangatdiperlukan, demikian pula kenaikanpendapatan perkapitamasyarakat.Namununtuk menilai secara komprehensifkeberhasilan pembangunanekonomi harusdilihat pula dengan indikator lain seperti;apa yang terjadi dengan kemiskinan?bagaimana tingkat pengangguran dimasyarakat?, bagaimana pola distribusipendapatannya?. Jika satu, atau dua, danterlebih ketiga-tiganya semakinmemburuk, maka adalah janggal kalaupembangunanekonomi dikatakanberhasil,meskipun tingkat pertumbuhan ekonomidan pendapatanperkapitanya tinggi.^

Kemiskinan

Berbagai penelitian tentangkemiskinan di Indonesia telah banyakdilakukan, diantaranya oleh VanGuinneken (1969),AnneBooth (1969/1970),Hendra Esmara (1969/1970),Sajogya (1971)'.serta Biro Pusat Statistik (1984). MenurutBiroPusatStatistik (BPS) jumlah pendudukdan persentase penduduk miskin di Indonesia telah semakin berkurang dari waktukewaktu.Jumlahpenduduk yanghidupdibawah garis kemiskinan (poverty line)selama kurun waktu 1976-1990 menurunrata-rata 12,6 persen pertahun.

Penurunan jumilahpendudukmiskin

®Pada 1996defisit transaksi berjalan telah meningkatdari 2,0 persen menjadi 3,7 persen terhadap seluruhbarangdan jasa yangdihasUkan perekonomlan Indonesia (produk domeslik brute). Defisit transaksi berjalanhanya bisa ditutup dengan peningkatan ekspor danpengurangan impor.

' Dudley Seers, (1969), "Tlie Meaning of Development", International Development Review.

19

'EdySuondi 9{&JWS -3, Tehah Pembangunan Ehmomi ISSN: 1410 - 2641

Tabel2

Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin

tahun Persentase Penduduk Miskin JumlahPenduduk Miskin (juta jiwa)Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa

1976

1978

1980

1981

1984

1987

38,7930,8429,0428,0623,1420,14

40.3733.3828,4226,4921,1816,44

40,0833,3128,5626,8521,6417,42

10,08,39,59,39,39,7

44.238,832,831.325,720,3

54,247.242.340,635,030,0

sumber:BPS (1991)

sebagaimana nampak dalam tabel di atasmemang menggembirakan, namunbeberapa hal harus diperhatikan:Pcrtama, kriteria yang digunakan untukmengukur kemiskinan di atas memakaistandar yang sangat rendah, apalagi jikadibandingkan dengan kriteria yangdigunakan secara intemasional/ sehinggaapabila standar kemiskinan ini dinaikkandiduga jumlah penduduk yang termasukmiskin akan meningkat secara siknifikan.®Hal ini berarti berkurangnya jumlah danpersentase penduduk miskin selama inisebenarnya tidaklah dengan sendirinyamencerminkan peningkatan yang berartidalam kesejahteraan masyarakat. Kiranyaperlu segera dilerapkan pengukurantingkat kemiskinan dengan menggunakankriteria standarhidup yanglebih layak.Kedua, menurunnya angka kemiskinanabsolut tidaklah sangat berarti jikakemiskinan relatifnya masih cukup besar.'Kemiskinan relatif berkaitan denganmasalah pembangunan yang bersifatstruktural, yaitu kebijakan pembangunanyang belum seimbang sehinggamenyebabkan ketimpangan distribusi

20

pendapatan. Meskipun kemiskinan relatifini senantiasa ada, namun tingkatrciatifitasnya harus semakindikurangidariwaktu ke waktu. Besamya ketimpangandistribusi pendapatan merupakanindikator kemiskinan relatif ini.Ketiga, hingga saat ini telah banyakkebijakan pengentasan kemiskinan yangdilakukan,baik oleh pemerintahmaupunnon pemerintah. Dengan melihat hasilkebijakan-kebijakan ini, patut diajukan

'Ahlluwalia (1969) menggunakan kriteriakemiskinandengan batasan memiliki pendapatan sebesar US$ 50hingga USS 75per kapita per buJan untukmengukurkemiskinan di Amerika Latin, Afrika dan Asia. Lihat,Sadono Sukirno, (1985) Ekonomi PiTtibtnfgunan : Proses,Masalahdati DasarKebijakan,jsikana, Lembaga PenerbitanFEUI,hal 61-62.

"BPSmenggunakankriteriakonsumsikaloriperkapitaper hariatau pengeluaran per kapitaper bulansebagaikriteria kemiskinan. Penduduk tergolong miskin Jikakonsumsi kalorinya kurang dari 2100 per kapita perhari, ataujika memiliki pengeluaran perbulan sel>^arRp. 20.614 untuk perkotaan dan Rp. 13.295 untukpedesaan pada tahun 1990. Lihal, Biro Pusat Statistik,(1991), Kemiskinan dan Pcmeralaati Pembangunan diIndonesia 1976-1990, Jakarta.

' Hendra Esmara, (1986),Pt*rttiCflnn/jn dan Pembangunattdi Indonesia, Jakarta, Cramedia,ha! 286-287.

JEP Vol. 2, No. 1,1997

ISS^: 1410 - 2641 'EdySuatidi Jf ^HaidrkJ^Telaah Pembangurum Ehonomi

pertanyaan apakahkebijakan pengentasankemisWnantelahmenyentuh akarinasalahpenyebab kemiskinan? Selain itu nampak*kebijakanpemerintah dalam pengentasankemiskinan kurang sistematis dankonsisten, disamping tidak kontinyu.Baiiyak kebijakan yang dilakukan hanyadalam kurtin waktu pendek, dan segeramuncul kebijakan baru sebelumkebijakanlama dievaluasi dan menampakkandampaknya.

Distribusi FendapatanPenelitian tentang distribusi

pendapatan di Indonesia menunjukkanhasil yang beragam, bahkan terkadangbertolak belakang. Hal ini dikarenakanadanya perb^aan metodepenelitian yangdipakai, disamping juga pemakaian jenisdata.^° Hendra Esmara (1976) denganmenggunakan data SUSENAS dan SurvaiBiayaHidup (SBH) mendapatkan koefisiengini sebagai berikut:

Tabel3

Indeks Gini Indonesia 1967-1976

(Hasil Perhitungan Hendra Esmara)

1967 1970 1976

Indonesia-kota 0,3265 0,3680Indonesia-desa - 0,3387 0,3043

Jawa-Madura*kota 0,3006 0,3319 0,3976

Jawa-Madura-desa 0,2567 0,2977 0,2955

Jakarta 0,2810 0,3098 0,3858

sumber. Hendra Esmara (1986)

Dari tabel di atas nampak bahwaindeks gini untuk Indonesia-kota, Jawa-Madura-kota, dan Jakarta menunjukkankenaikan. Hasil perhitungan ini sejalandengan penelitian Nurimansjah Hasibuan^

/ JEP Vol. 2, No. 1,1997

dimana padatahun1970indeksGini Indonesiasebesar0,340dan angka inimeningkatmenjadi 0,450 pada tahun 1980." Tahun1982 angka ini meningkatmenjadi0,4208.Perhitungan dengan melihat distribusipendapatan menunjukkan bahwa padatahun 1993 sebanyak 40persen pendudukyangberpendapatanrendah (75,3 jutajiwa)hanya menikmati 14,61 persen daripendapatan nasional,"padahal padatahun1971 porsi pendapatan penduduk lapisanterbawah tersebut masih mencapai 26,76persen." Dari arigka-angka ini terlihalbahwaketimpangandistribusipendapatanmasih cukup lebar, dan bahkanmenunjukkan gejala peningkatan dariwaktu ke waktu. Semakin besarnyaketimpangan pendapatan ini akanmengakibatkanmeningkatnya kemiskinanrelatif serta mencerminkan adanyaketidakadilan dan ketidakmerataan (inequality) dalam pendistribusian hasil-hasilpembangunan.

Tingkat PengangguranPengangguranmerupakansalahsatu

akar penyebab ketimpangan distribusipendapatan dan kemiskinan. Semakin

Data yang digunakan dalom penelitian tentangdistribusipendapatandiIndonesiadapatdikelompokkanmenjadi empat,yaitu : data pengeluaran, pendapatan,ekonomi makro dan Sistem Neraca Nasional Indonesia.

" Sumitro, (1991), Pengaruh Pajak Daerah terhadapDistribusi Ptmdapatan Masyarakaf: Kasus Pajak Daerah diYogyakarta, Thesis Fakultas Pasca Sarjana UGM,Yogyakarta, tidak dipublikasikan, hal29.

" Aris Ananta, (1995), "Prospectof Labour Market inIndonesia", makalahpada seminar Building onSuccess:Maximizing theGains from Den^tdation, Jakarta.

" Nurimansjah Hasibuan, (1995), Ekonomi Industri:Persaingan, MonopoU dan Regulasi, Jakarta, LP3ES.

21

'EtfySuatuUjf{&!^(^i:f&tufrieA,TelaahPembangunan Ekmomi

besar tingkatpengangguransemakinbesarketimpangan distribiisi pendapatan dankemiskinan. Pengangguran ini terciptaakibat tenaga kerja yang tidak seluruhnyamampu terserap oleh lapangan kerja.

Meskipun tingkat pengangguranyang tinggi merupakan fenomena umumnegara berkembang, namun keadaanpengangguran di Indonesia tidaklahmenggembirakan. Pada tahun1993tingkatpengangguran mencapai 2,78 persen (3,65juta orang). Tingkat pengangguran Indonesia ini tampakrelatifrendah dikarenakankriteria pengangguran yang digunakanadalah yang bekerja kurang dari 1 jamperminggu. Jika kriteria ini dinaikkanmenjadi 15 jam, maka tingkatpengangguran tahun 1993 akan melonjakmenjadi 11,81 persen (9^6 juta orang) dan1333 persen (11,15juta orang) tahun 1994.Kenaikkan tingkat pengangguran ini akansemakin tinggi jika kriteria yangdigunakanjuga semakin tinggi, misalnya minimum

ISSN: 1410-2641

bekerja 35 jam per minggu (setengahmenganggur/wnder employment). Dengankriteria ini tingkat pengangguran akanberlipat41,26 persen (32,7juta orang) padatahun 1993 dan 3935 persen (33,35 jutaorang) tahun 1994. Pada tahun 2000 dan2010 angka ini diperkirakan masih akancukup tinggi, yaitu 31,67 dan 29,45 persen.Angka-angka pengangguran ini tentunyaakan lebih besar lagi jika dimasukkanpengangguran tersembunyi (disnguish un-employtnent)

Dilihat dari striiktur angkatankerjanya, keadaan tenaga kerja Indonesialebih memprihatinkan lagi. Pada akhirPELITA VI ini (1998/1999) angkatan kerjadengan pendidikan Sekolah Dasar akanmencapai porsi 60 persen, SLTP sekitar 17persen, SLTA14persen, Akademi/diploma5persen dan 4 persen sarjana. Diperkirakanbaru pada akhir PELITA X struktur tenagakerja Indonesia akan membaik.^^

Tabel4

Potensi dan Problem Angkatan Kerja Indonesia

1993 1994 2000 2010

Angkatan Kerja (juta orang) 70,25 83,70 97,38 125,71Kesempatan Kerja (juta orang) 6939 72,54 89,36 117,14Penggangguran:1. Penganggur < 1 jam

Abso/ut(juta orang) 2,20 3,65 1,30 • 1,63Persen 2,78 4,37 1,33 1,30

2. Penganggur < 15 jamAbsolut 9,86 11,15 8,02 837Persen 11,81 13,33 8,24 6,82

3. Penganggur < 35 jamAbsolut 32,7 33,35 30,84 37,02Persen 41,26 39,85 31,67 29,45

Keterangan:-Tahun 1993 dan 1994 dala dari Sakernas 1993,1994- Tahun 2000 dan 2010 merupakan angka perkiraanDepnaker

sumber: Pusat Informasi Kompas (1996)

22

hal 17.

Harian KOMPAS, 21 November 1996,

JEP Vol. 2, No. 1,1997

15^:1410-2641 TdySuotu^i9{&^^ '̂S9lendrieJ^,Telaah Pembangunan Ekmomi

Transfonnasi Struktural

Proses transfonnasi strukturperekonomianIndonesiaberjalanparsial.Perkembangan sektor industri dan jasayangmemberikankontribusisemakinbesardalam Produk DomestikBru to (PDB) tidakdiimbangi dengan penyerapannyaterhadaptenagakerja.Jikapada tahunl965pertanian memiliki porsi 56 persen,sedangkanindustri dan jasamasing-masinghanya 13dan 31 persen, maka pada tahun1992 pertanian porsinya menurun tajammenjadi 19,6 persen, sedangkan industridan jasa melonjak menjadi 40 dan 40,4persen. Kedua sektor terakhir ini tingkatpertumbuhannya juga melebihi sektorpertanian. Namun demikian dalam halpenyerapan lapangan kerja pertaniannampak masih diandalkan. Pada tahun1994 pertanian menyerap 46,22 persenangkatan kerja, sedangkan industri(pengolahan) hanya 13,24 persen.Terjadinya ketimpangan dalampertumbuhan industri dan penyerapanlapangan kerja ini tentunya akan semakinmeningkatkan tingkat pengangguran.

TabelS

Struktur Produk Domestik Bruto danLaju Pertumbuhannya

SEKTOR PANGSADUIPDa RATAFIA PERTUMBUHAN

1965 1992 1965-80 1980-92

Pertani^ 56,0 19,6 4,3 3,1Industri 13,0 40.0 11,9 -6,1

(Manufaktur) 8.0 21,0 12,0 12,0

Jasa, dll 31,0 40,4 7,3 6,8

sumber. World Bank (1991;1994), sebagaimana dikudpMudrajad (1996)

JEPVol.2,No. 1,1997

label 6

Prosentase PendudukyangBekerjaMenurut Lapangan Pekerjaan Utama

SEKTOR 1971 1980 1990 1994

1. Pertanian 67,04 56,30 50,43 46,22

2. Pertambangan 0,21 0,76 1.01 0,90

3. Industri Pengol^an 6,92 9,14 11,53 13,24

4. Listrik, gas danw 0,09 0,13 0,20 0,22

5. Bangunan 1,72 3,23 4,13 4,34

6. Perdagangan 10,96 13,04 14,87 17,05

7. Tr^spoitasi-komuks 2,42 2,87 3,69 4,12

8. Perbankan,Keuangan-jasa 0,23 0,59 0,96 0,76

9. Pel^anan urn dan13.13fjasa iainnya 13,95 13,95 13,18

JUMLAH 100 100 100 100 ,

TOTAL KESEMPATAN

KERJA 39.210 51.553 70.891 81.903

sumher: BPS, berbagai tahun

Pada sektor industri sendiriketimpangannampaklebihnyata.Strategiindustrialisasi yang lebih mengandalkanakumulasi modal, proteksi dan teknologitinggi telah memperlebar ketimpanganantara industri besardankedl. Nilai tambah

yang disumbangkan industri besarmemegang porsi 82,2 persen darikeseluruhan industri, sementara industrikecil dan rumah tangga hanya 6,8 dan 11,0persen. Industrikecil memangtumbuhrata-rata19,4persenpertahun(1983-1994), tetapiindustri besar ini dikuasai oleh segelintirkonglomerat. Namun yangpatut menjadicacatan, industri kecil mampu menyeraptenagakerja lebihdariduakalilipatindustribesar.

23

'EdyS^iondilKeii'lM'Bif^ndTitSiiTelaahPembcmgunan Ekonomi ISSN: 1410 - 2641

Tabel7

Kontribusi Industri terhadap Tenaga Kerja dan Nilai Tambah

Unit Usaha Tenaga Kerja Nilai Tambah

Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

Industri Menengah - Besar 12.765 0.8 1.691.435 32,7 9.348.483 82,2

Industri Kecil 94.534 6,2 770.144 14,9 775.304 6,8

Industri Rumah Tangga 1.416.935 93,0 2,714.264 52,4 1.254.419 11.0

JUMLAH 1.524.234 100 5.275.843 100 11.378.206 100

sumber: BPS, sebagaimana dikutip Mudrajad (1996)

Struktur industri di Indonesia belum

dalam (shallow) dan bersifat dualistik.

Pemerintahsangatgiatdalammembangunindustri besar, namun tampaknya jugamemiliki kekhawatiran akan matinyaindustri kecil. Hal ini nampak dariketidakkonsistenan kebijakan yangditerapkan, sehingga pengembanganindustri kecil ini nampak setengah hati.Berbagai studi denganmemanfaatkan tabelinput-out put menunjukkan bahwa kaitanekonomis antara industri kecil-menengah-besar masih amat minim, kecuali untuksubsektor makanan, produkkayu dan kuli tHal ini masih diperparah oleh strukturnyayang kuasi monopolistikdan oligopolistik.

PERDAGANGANBEBASDANDILEMAKEBIJAKAN

Problematika pelik lain yang kiniharus dihadapi oleh Indonesia adalahperdagangan bebas dunia. Sebagai salahsatu negara pelopor berdirinya APEC danAFTA, maka mau tak mau Indonesia harusberdiri di garis depan dalam menciptakanperdagangan dunia yang bebas.Meskipun

24

harus diakui kepeloporan Indonesia dalamAPEC, AFTA atau WTOlebih dikarenakantekanan eksternal, namun kenyataan initelah menjadi pilihan yang takterhindarkan. Resikonya adalah, mau takmau, siap tak siap harus menghadapipersaingan global ini. Lalu pertanyaannyaadalah bagaimana kesiapan kita?

Berdasarkan studi yang dilakukanoleh Institute for Management Development(IMD) - suatu lembaga riset yang berpusatdi Swiss - kinerja ekonomi internasionalIndonesia mengalami penurunan dalamdua tahun terakhir. Selain itu posisiinternasional Indonesia juga berada padastrata bawah, bahkan di bawah beberapanegara tetangga dekat.

Indikator yang disusun berdasarkan225 kriteria dalam delapan faktor inimenempatkan Indonesia pada peringkat33 pada tahun 1995, dan kemudian turun

Mudrajad Kuncoro, (1996), "Struktur dan KinerjaIndustri Indonesia selelah 50 Tahun Merdeka: Adakah

Peluang Industri Kecil?', fiinial Ekonomi, FakultasEkonomi UII, Taliun II vol. 7

JEP Vol. 2, No. 1,1997

ISSN: 1410 - 2641 'EdySmndi9{& JW® ^kndrit ^ Teltiah Pembcmgunan Ekonomi

Tabel 8

Peringkat Daya Saing Negara-negara Asia

Negara Peringkat Kekuatan Kemampuan Sumber dayaKeseluruhan ekonomi menembus pasar manusia

domestik internasional

1PP5 1996 1995 1996 1995 1996 1995 1996

Singapura 2 2 2 3 2 1 1 8

Hongkong 3 3 3 8 3 4 19 22

Jepang 4 4 4 5 9 14 6 4

Taiwan 11 18 7 11 14 26 18 16

Malaysia ' 21 23 5 7 21 16 25 34

Korsel 24 27 6 4 34 43 21 21

Thailand 26 30 9 12 22 33 26 40

Indonesia 33 41 27 25 32 37 44 45

Cina 34 26 12 1 27 23 40 35

Filipina 35 31 33 29 29 31 43 38

India 39 38 28 32 40 41 47 44

sum&fr: World Competitiveness Rqjorl 1996, sebagaimana dikutip Kompas,22 November 1996

menjadi 41 pada tahun 1996 dalam dayasaing secara keseluruhan. Peringkat dayasaing Indonesia ini nampak tertinggal jauhdibandingkan dengan beberapa negaraAsia lainnya, bahkan dengan sesamaanggota ASEAN. Memangpada tahun 1995Filipina berada dua peringkat di bawahIndonesia, nainun tahun 1996 Filipinainelompatsejauhsepuluh peringkatdi atasperingl^t 27 menjadi 25, akan tetapi tetapmasih cukup rendah peringkathya.Kemampuan menembus pasarinternasional juga mengalami penufunanyang cukup drastis. Hal ini terbukti dengankenyataanbahwa dalam tiga tahun terakhirnilai ekspor Indonesia mengalamikemerosoten. Lemahnya daya saing initentunyamenimbulkan pesimisme tentangprospek Indonesia dalam perekonomianinternasional.

Persiapan Indonesia dalammenyongsong perdagangan bebas duniaterlihat seperti setengah hati, tidaksistematis dan tidak konsisten. Sikap

JEP Vol. 2, No. 1,1997

setengah hati ini muncul karena masihadanya tarik ulur dan silang pendapattentang keikutsertaan Indonesia dalamperdagangan global ini. Keraguan akankemampuan daya saing internasionalnya(terlebih jika memperhatikan kesiapanindustri dalam negeri) di satu sisi, dan disisi lain bersamaan dengan tuntiitaninternasional telah menempatkan Indonesiapada posisiyangdilematik.'^ Akibatdariposisi ini kebijakan pemerintah seringkaliambivalence dan berwajah ganda (doubleface),dalam arti memiliki dua tujuan yangkontradiktif. Misalnya, kebijakanmeningkatkan persaingan sekaligusmelindungi pelaku dalam negeri. Kondisi

" Kepeloporan Indonesia dalam APEClemyata telahmelahirkan/mendorong sikap Indonesia untuk scldumempropagandakan perdagangan internasional,meskipun dalam waktu bersamaan seringkali munculkekhawatiran akan perdagangan. internasional. Dalamkonteks ini propaganda Indonesia untuk perdaganganbebas sebenarnya lebih bermuatan politis daripadaekonomi.

25

^yStuutdii}(&M'By{cndiieA,Tehah Petnbangunan Ekonomi

ini masih diperburukolehbanyaknya sikappemburu rente (rent seeking), kolusi sertakorupsi, sehingga kebijakan ekonomi seringtidak konsisten. Di sini pertimbangantaktor-faktor politis seringkali bercampuraduk dengan pertimbangan ekonomis.Kebijakan pengembangan industri otomolifnasional yang tertuang dalam Inpres No2/1996 merupakan contoh dari ketidakkonsistenan Indonesia. Pemerintah jugatidakmemiliki konsep yangsistematis danstrategis dalam mempersiapkanperdagangan bebas. Kebijakan yang adaseringkali hanya bersifat antisipatif danreaktif, hanya merespon fenomena-fenomena ekstemal kontemporer.

Persiapan Indonesia menjadisemakin rumit lagi karena dalam waktubersamaan dihadapkan pada masalah-masalah domestik yang serius. Masalah-masalah domestik seperti tingginyapengangguran, kemiskinan, distribusipendapatanyang timpang,sertaburamnyakinerja industri kedl dan rumah tanggaseringkali memerlukan penyelesaian yangbersifatkontradiktifterhadapperdaganganbeb^s. Untuk unggul dalam persainganIndonesia membutuhkan industri-industri

yang kompetitif, teknologi memadai dansumber daya manusia yang berkualitas,namun dalam waktu bersamaan juga harusmenciptakan lapangan kerja yang mampumenampung angkatan kerja lulusan SDdan juga mengembangkan industri kecilyang tengah sekarat. Kenyataan inimenempatkan Indonesia pada posisi yangdilematis.

HUTANG LUAR NEGERI

Indonesia merupakan salah satu darinegara berkembang yang pembangunan

26

ISSN: 1410-2641

ekonominya banyak ditopang oleh hutangluar negeri. Dalam percaturaninternasional^bersama negara-negara MBA(Meksiko, Brasil dan Argentina) Indonesiatermasuk empat pengutang terbesar didunia. Hutang luar negeri Indonesia kinitelah mencapai sekitar US$ 100 milyar,suatu kuantitas yang dipandang duniainternasional amatbesar. Beberapa masalahpenting berkai^n dengan masalah hutangini antara Iain: efeknxfa terhadap defisittransaksi bcrjalan, negative net transfer, dancapitalflight. Selain itu tingkat DebtServiceRatio Indonesia sudah mencapai 32 persen,yang berarti sepertiga dari ekspor bersihharus digunakan untuk membayar hutangluar negeri. Angka DSRIndonesia ini amattinggi sehingga dikhawatirkan akanmemperburuk kinerja perekonomian Indonesia.

SIMPULAN

Kinerja perekonomian Indonesiadalam tiga dasawarsa terakhir cukup baik,bahkan termasuk dalam High PerformingAsian Economies (HPAEs). Namundemikian, masih terdapat beberapamasalah yang harus diselesaikan denganserius, seperti distribusi pendapatan yangmakin timpang, kemiskinan yang cukupbesar (absolut dan relatif), tingkatpengangguran tinggi, tingginya hutang luarnegeri, serta rendahnya daya sainginternasional. Kebijakan pemerintahdalammempersiapkan perdagangan bebasselama ini seringkali tidak sistematis danstrategis, serta tidak konsisten.

Indonesia memang dihadapkan padaposisi yang dilematis terhadap masalah-masalah yang dihadapi, sehingga tidakmudah menciptakan kebijakan yang tepat.

JEP Vol. 2, No. 1,1997

ISSN: 1410 - 2641

Di satu sisi harus menuntaskan masalah-

masalah domestik, di sisi lain punya beban"moral" untuk mempelopori perdaganganbebas. Padahal, penyelesaian masalah-masalah ini kadangkala kontradiktif,sebagai misal kebijakan pemerataanpendapatan harus berhadapan denganpertumbuhan ekonomi. Meskipundemikian, kita tidak menginginkanpemerataan tanpa pertumbuhan, sebab halini hanya berarti pemerataan kemiskinan(shared poverty). Jadi masalahnya adalahbagaimana menciptakan kebijakan yangdapat menyeleraskan berbagaikepentingan, growth with equity maupundomestic with international Penyelesaianmasalah domestik menjadi lebih rumitkarena masihbanyaknya rent seeking, kolusidan korupsi sehingga meningkatkan highcosteconomy. Untuk itu beberapa saran yangdapat diajukan antara lain:(1)Pemerintah perlu menyusun kebijakan

ekonomi yang lebih sistematis danstrategis dalam menghadapiperdagangan bebas, dimana industriyang berhilai strategis dikembangkansecara serius dan yang tidak strategisdihapus. Industri yang dipilih ini harusmemiliki dimensi jauh ke depan.

(2)Pemerintah perlu menerapkan denganlebih tegas strategi pembangunanGrowth with Equity

(3)Dalam penerapankebijakan pemerintahharus konsisten, termasukmemberantaskolusi dan korupsi yang banyakmelibatkan pejabat serta keluarga dankoleganya.

(4) Dalam hal terdapat kontradiksi antarakepentingan domestik dengankepentinganasihg/intemasional,makakepentingan domestik harus

JEP Vol. 2. No. 1,1997

'EdySuaiidi 9{& iM'B ^ Telmh Pembmgunm Ehjnomi

diutamakan.

(5)Perlu pengendalian ketat terhadaputang luar negeri, baik pemerintahmaupun swasta, serta meningkatkankemandirian pembiayaanpembangunan. Perlu upaya-upayadiplomatik untuk mengurangi bebanhutang ini demi kepentinganperekonomian dalam negeri.

Yang paling penting adalah adanyasuatu tekad yang kuat dan "konsensusnasional", dengan menghindarkan sikapmemburu kepentingan pribadi dangolongan, untuk memajukanperekonomian nasional. Dalam hal iniketeladanan dari pemerintah merupakansalah satu kunci yang menentukan.

DAFTAR PUSTAKA

Arndt, HVV, (1991), Pembangunan EkonomiIndonesia ; Pandangan SeorangTetangga, Yogyakarta, Gadjah MadaUniversity Press.

Ananta, Arts, (1995), "Prospect of LabourMarket in Indonesia," makalah padaseminar seminar Buildingon Success:Maximizing the Gains from Deregulation, Jakarta.

Biro Pusat Statistik, (1991), Kemiskinan danPemerataan Pembangunandilndonesia1976-1990, Jakarta.

Esmara, Hendra, (1986), Perencanaan danPembangunan di Indonesia, Jakarta,Cramedia.

Hasibuan, Nurlmansjah, (1995), EkonomiIndustri : Persaingan, Monopoli danRegulasi, Jakarta, LP3ES.

Kuncoro, Mudrajad, (1994), "StructuralAdjusmentin Indonesia: aSurvayofRepent Development", Gadjah Mada

27

'EdySuandi^& iWiB 9&ndrU Telaah Pembangunan Ekcmomi

Bussines Review, Yogyakarta, No. 5/Ill/Januari.

, (1996), 'The Meaning of Development", International DevelopmentReview.

Sukirno, Sadono, (1985), EkonomiPembangunan : Proses, Masalah danDasar Kebijakan, Jakarta, LembagaPenerbitan FE UI.

Sumitro, (1991), Pengaruh Pajak Daerahterhadap Distribusi PendapatanMasyarakat : Kastis Pajak Daerah diYogyakarta, Thesis Fakultas Pasca

28

ISSN:1410 - 2641

Sarjana UGM, Yogyakarta, tidakdipiiblikasikan.

World Bank, (1993), The East Asian Miracle: Economic Growth and Public Policy,Singapore, Oxford University Press.

, (1991), WorldDevelopment Report1991

, (1996), Far Eastern Economic Review, Hongkong, Juli

, Marian KOMPAS, 21 November1996.

, Marian KOMPAS, 22 November.

JEP Vol. 2, No. 1,1997

>